TUGAS GEOLOGI INDONESIA “ANALISIS CEKUNGAN FLORES”
DISUSUN OLEH: FARIALDI SYAHRI (072.15.37)
TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA 2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan Karunia Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah. Penulis juga berterimakasih kepada Bapak Dosen matakuliah Geologi Indonesia yang telah memberikan saran dan masukan dalam penulisan makalah ini. Penulis berharap agar tugas makalah ini dapat berguna dalam menambah wawasan serta pengetahuan mengenai Cekungan Flores. Penulis menyadari bahwa tugas makalah ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh sebab itu, penulis berharap akan adanya kritik, saran dan usulan yang membangun demi perbaikan penulisan makalah dimasa yang akan datang.
Jakarta, 10 November 2017 Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................... ......................... 1 DAFTAR ISI........................................................................................................................... 2 BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 3 1.1 LATAR BELAKANG ................................................................ ................................. 3 1.2 MAKSUD DAN TUJUAN ............................................... ........................................... 3 BAB II PEMBAHASAN ...................................................................... .................................. 4 II.1 LETAK GEOGRAFIS ............................................................... ................................. 4 II.2 TEKTONIK DAN STRUKTUR ............................................... .................................. 5 II.2.1 TEKTONIK......................................................................................................... 5 II.2.2 STRUKTUR GEOLOGI ................................................... .................................. 5 II.3 LITOLOGI DAN STRATIGRAFI................................... ........................................... 7 II.3.1 BATUAN DASAR ................................................... ........................................... 8 II.3.2 BATUAN SEDIMEN TERSIER ........................................................................ 8 II.4 SISTEM PETROLEUM ............................................................................................. 10 II.4.1 BATUAN DASAR ................................................... ........................................... 10 II.4.2 RESERVIOR ....................................................................................................... 10 II.4.3 BATUAN PENUTUP .............................................. ........................................... 10 BAB III POTENSI SUMBERDAYA ................................................... .................................. 13 BAB IV PENUTUP ....................................................................................... ......................... 14 IV.1 KESIMPULAN.......................................................................................................... 14 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... ......................... 15
2
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Geologi adalah ilmu yang mempelajari bumi secara keseluruhan, mulai dari proses terbentuknya, proses-proses yang terjadi, akibat yang terjadi akibat proses dan bentukan bentukan yang nampak pada permukaan maupun di bawah permukaan bumi. Berbagai proses yang terjadi pada bumi akan menyebabkan deformasi pada suatu batuan, dengan mempelajari hasil deformasi pada batuan, seseorang dapat mengetahui berbagai peristiwa yang telah terjadi di masa lampau beserta dengan berbagai manfaat nya. Manfaat yang dapat dirasakan oleh manusia, salah satunya adalah seseorang dapat mengetahui lokasi dari akumulasi sumber daya alam baik konvensional maupun non konvensional, seperti hidrokarbon, batubara, endapan mineral ekonomis, panas bumi, dll. Indonesia merupakan salah satu bagian bumi yang telah mengalami berbagai proses deformasi baik skala regional maupun skala daerah yang lebih kecil. Hal itu menunjukkan bahwa Indonesia memiliki banyak sekali potensi sumberdaya yang perlu di eksplorasi lebih lanjut lagi. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya cekungan pengendapan sedimen dan aktivitas tektonik yang menyebabkan banyaknya endapan mineral yang terakumulasi.
1.2 Maksud dan Tujuan Maksud pembuatan makalah ini agar seseorang dapat mengetahui bagaimana proses yang
terjadi pada pembentukan Cekungan Flores serta melingkupi bentukan pola penyusunan stratigrafi. Tujuan dari pembuatan makalah ini agar seseorang dapat memahami bagaimana proses yang terjadi pada pembentukan Flores beserta dengan bentukan pola penyusunan stratigrafi
3
BAB II PEMBAHASAN
II.1 Letak Geografis
Cekungan Flores berada di daerah belakang busur dari Lesser Sunda Island (LSI), yang tepatnya berada di Laut Flores. Berdasarkan van Bemmelen (1949), Laut Flores ini dapat di bagi kedalam tiga unit morfologi, yaitu Barat Laut Flores, Cekungan Flores, dan Laut Flores Timur. Laut Flores Barat merupakan paparan laut yang luas dan dangkal yang menghubungkan dengan Lengan Selatan Sulawesi dan Paparan Sunda dengan kedalaman air kurang dari 1000 m. Cekungan Flores memiliki bentuk segitiga dengan poin bagian atasnya mengarah ke Gunung Api Lampobatang, sedangkan Laut Flores Timur terdiri dari pematang dan trough yang menghubungkan Lengan Selatan Sulawesi dengan Pematang Batubara (di bawah laut) di sebelah selatan Cekungan Banda. Lokasi Cekungan Flores berada di utara kepulauan Nusa Tenggara. Pada bagian barat cekungan dibatasi oleh Lereng yang berarah NE dari "Doang Borderland", ke arah timur dibatasi pematang Selayar Timur yang menerus hingga Sulawesi Selatan. Bagian barat dari pematang ini, cekungan tersusun atas batuan volkanik Neogen dan sedimen yang miring ke arah barat dan barat daya. Coral atol yang terbentuk berarah NW-SE pada pematang laut Bone-Rote menjadi tinggian topografi di batas bagian timur dari cekungan ini dan memisahkannya dari Cekungan Marginal Banda. Bagian selatannya dibatasi oleh sesar anjakan (Flores Thrust ) yang miring ke selatan. Posisi geografis cekungan berada pada 119o 00' – 122 o 10' BT dan 7 o 10' – 8 o 10' LS. Luas basinal area sekitar 25.170 Km2, dan keseluruhan areanya berada di lepas pantai. Merupakan cekungan yang sangat dalam serta didasari oleh kerak samudera. Menurut Dinkelman (2008), daerah pemekaran back arc pada umur Tersier terbentuk di dalam kerak samudera (berumur Mesozoik) yang terjebak di dalam Cekungan Flores. Topografi di daerah tersebut lebih landai dan memiliki refleksi seismik yang kompleks sebelum naik hingga ke tepi utara dari Pulau Flores.
4
II.2 Tektonik dan Struktur
II.2.1 Tektonik Fenomena tektonik di Laut Flores ini ialah adanya back-arc thrusting yang mengundang banyak perhatian dan berbagai hipotesa yang diajukan untuk menjelaskan mekanisme pembentukannya.
Silver dkk. (1983), menyimpulkan beberapa hipotesa mengenai hal ini,
termasuk gravitational body forces sebagai sole mechanism, gravity spreading sebagai hasil dari munculnya atau injeksi dari magma di busur vulkanik, dan subduksi yang bersudut rendah dihasilkan di dalam back arc thrusting dan collisional stress. Silver dkk. (1983; 1986) meyakini bahwa back-arc thrusting merupakan pelopor atau awal dari pembalikan polaritas busur. Terdapat dua back arc thrusting , yang pertama ialah Wetar Thrust di sebelah timur, di atas dari Pulau Wetar dan Alor, sedangkan yang kedua (disebelah barat) yakni Flores Thrust di atas dari Pulau Flores dan Sumbawa. Hamilton (1979) mengusulkan bahwa fenomena back arc thrusts ini mengindikasikan adanya pembalikan polaritas subduksi akibat dari subduksi yang sulit di batas Benua Australia. Sedangkan Silver dkk. (1983) menghubungkan kehadiran dari sesar anjakan ini dengan ketebalan dari kerak di depan busur. Tebalnya kerak di depan busur, diwakili dengan adanya Pulau Sumba dan Pulau Timor, berhubungan dengan pembentukan Flores dan Wetar Thrusts. II.2.2 Struktur Geologi Beberapa konsep informal yang ada mengenai evolusi struktur di daerah ini,
yang
pertama ialah adanya sedimen tebal pada seri basal yang terendapkan pada half graben dimana menjadi lebih tebal dibagian yang lebih jauh dari daerah tinggian. Beberapa sumur yang menembus hingga batuan dasar yang berupa batuan beku langsung ditutupi oleh sedimen tipis Eosen, atau bahkan Oligosen Awal (Sumur Doang-1). Konfigurasi ini mendukung konsep pelengkungan dari axial zone yang dibatasi oleh struktur tensional, umumnya berupa rift-like yang mengikuti bukaan dari kerak samudera. Saat masing-masing dari half-graben tersebut terisi sedimen, Sedimen Eosen akhir terbentuk pada tinggian, dalam bentuk karbonat yang menunjukkan tendensi terumbu.
5
Pengendapan
karbonat
berlangsung
selama
Oligosen
dan
Miosen,
sedangkan
batulempung dan batulumpur diendapkan diantara daerah yang tersubduksi. Puncak epirogenesa yang berumur Miosen Tengah dengan formasi yang disharmoni dragfold berhubungan dengan sesar mendatar yang seumur. Ketidakselarasan yang berumur Neogen Akhir hingga sedimen Kuarter yang terendapkan secara lokal di daerah yang tersubduksi mengakibatkan pengangkatan baru dari paparan Spermonde dan disertai oleh sesar mendatar mengiri diantara paparan dan rendahan (Gambar 50.3).
6
Gambar Error! No text of specified style in document..1 Struktural elemen di tenggara dari
Sundaland (diambil dari T. R. Charlton 2000). Dari gambar di atas terlihat terdapat dua arah struktur utama yang terdapat disekitar cekungan. Kecenderungan arah pertama yakni struktur yang berarah barat-timur, diwakili oleh Flores Thrust yang menjadi tinggian dan membatasi cekungan di sebelah selatan. Kecenderungan arah barat-timur ini menerus ke arah barat hingga ke Pulau Jawa, dan ke arah timur pola ini diteruskan hingga ke Wetar Thrust . Di atas sebelah utara cekungan, ditemukan kecenderungan arah kedua yang berarah baratlaut-tenggara. Kecenderungan arah ini diwakili oleh sesar-sesar naik dan sesar mendatar mengiri. Kedua pola arah struktur ini berada dibatas tenggara dari Paparan Sunda dan stukturstruktur tersebut sangat dipengaruhi oleh subduksi yang terjadi sejak zaman Kapur di daerah tersebut.
II.3 Litologi dan Stratigrafi
Pada pusat pengendapan, cekungan mengandung sedimen dengan ketebalan 2.5 sea TWT dan berada pada kedalaman 4000-5000 m dibawah air. Sebaliknya, batas selatan dari deposenter ini ditandai oleh sesar naik yang berarah timur-barat sepanjang busur vulkanik, terkadang diinterpretasikan sebagai kemungkinan jejak dari zona subduksi yang menghadap ke selatan. Palung kecil di depan prisma akresi terisi oleh endapan turbidit yang lebih muda. Sedimen ini tertransport kembali yang umumnya dari batas Sulawesi Selatan dan Doang Borderland hingga tebing bawah laut yang menonjol dan lalu terendapkan pada sistem kipas laut dalam. Prisma akresi yang menonjol dengan lebar 25-30 km terbentuk dengan baik di belakang lereng busur (arc-slope). Beberapa dari prisma akresi ini berasosiasi dengan paket imbricated thrust . Bentuk struktur ini pada beberapa bagian mungkin analog dengan prisma akresi yang dihasilkan dari tektonik konvergen antara kerak samudera dengan batas kerak benua dari depan busur sunda (Prasetyo dan Dwiyanto, 1986). Kemungkinan adanya kerak samudera dibawah Cekungan Flores masih diperdebatkan demikian halnya tipe dari batuannya. Sedimennya mungkin didominasi oleh rijang radiolarit atau berdasarkan ketebalan dari sedimen, berupa serpih yang disebandingkan dengan seri batuan yang 7
ada di bagian barat, di Cekungan Madura dan Bali. Kedua cekungan ini berada pada kondisi struktur yang diperkirakan hampir sama, karena data yang ada belum mampu memperlihatkan konfigurasi struktur dari Cekungan Flores. II.3.1 Batuan dasar Batuannya terdiri atas sedimen yang termetamorfkan, batuan vulkanik, dan batuan beku. Sumur Doang-1 menembus hingga klastik yang termetamorfkan yang berumur Kapur Awal. Sumur Manuk-1 menembus hingga quartz diorite yang diperkirakan berumur Kapur Akhir, sedangkan sumur Bone-1 menembus hingga batuan vulkanik yang termetamorfkan dan berumur 98+0.5 juta tahun. Sumur Paternosfer-1 dasarnya berupa batuan vulkanik yang berumur 60.9 + 2.4 juta tahun (Paleosen) tanpa menembus metamorfisme Mesozoikum. II.3.2 Batuan Sedimen Tersier Sedimen yang berada di atas dari batuan dasar tersebut terdiri atas batuan karbonat neritik yang berumur Eosen Tengah-Resen, pada beberapa bagian bersifat dolomitan. Ketebalannya berkisar antara 1100 m (pada sumur Doang-1) hingga 2400 m (pada sumur Paternosfer-1). Meskipun dari data paleontologi menunjukkan pengendapan yang menerus, namun dari data seismik menunjukkan adanya ketidakselarasan. Ketidakselarasan muncul diantara umur Miosen Tengah, pada zona umur N10-N11. Ketidakselarasan lainnya berada pada batas Pliosen/ Kuarter. Sumur Doang-1 merupakan satu-satunya sumur didaerah tersebut, juga di Laut Jawa Timur, dimana sedimen Eosen Akhir tidak ditemukan dan sedimen yang berumur Oligosen Awal, dilaporkan transgresif menutupi batuan dasarnya. Dengan pengecualian beberapa lapisan batupasir didalam anggota basal transgresif, tidak ada sedimen terrigenous klastik yang hadir. Daerah tersebut diluar dari suplai klastik selama Paleogen Akhir hingga sekarang.
8
Gambar Error! No text of specified style in document. .2 Kolom stratigrafi dari Laut Flores
bagian barat (PERTAMINA-BEICIP, 1982).
9
II.4 Sistem Petroleum 11.4.1 Batuan Induk
Basal klastik merupakan targetan utama sebagai batuan induk, meskipun lebih sedikit terbentuk, namun umumnya berasosiasi dengan lignit. Batuan ini umumnya lempungan dan di daerah yang kualitas petrofisiknya buruk (Paternosfer-1) batuan tersebut berupa sedimen vulkaniklastik. Namun untuk di daerah Cekungan Flores tidak ditemukan adanya indikasi prospek batuan induk (PERTAMINA-BEICIP, 1982).
11.4.2 Reservoir Berdasarkan empat sumur pemboran yang ada di luar sebelah barat cekungan, batuannya kebanyakan terdiri atas batuan karbonat, kecuali sedikit basal klastik dan vulkanik pada salah satu sumur, semuanya terdiri atas batugamping dan dolomit dengan berbagai variasinya. Secara umum, sedimen tersebut diendapkan di lingkungan laut dangkal, inner sublithoral , dengan pengaruh terumbu. Beberapa porositas dan permeabilitas yang baik terdapat dibeberapa bagian karbonat, terutama pada dolomit. Porositas primer terdapat pada tufa dan beberapa reservoir rekahan ditemukan pada batuan dasit dan riolit. II.4.3 Batuan Penutup
Pada bagian batuan karbonat, umumnya tidak terdapat batuan induk dan batuan penutup yang baik, meskipun pada fasies kalsirudit mungkin menjadi batuan penutup. Karbonat ini diendapkan pada paparan yang oksigenasi, sehingga tidak baik dalam pembentukan batuan induk yang potensial.
10
BAB III POTENSI SUMBERDAYA Karena berada pada tepian dua lempeng yang saling bertumbukan, maka gunung-gunung di Flores adalah gunung api aktif. Berdasarkan informasi di situs Volcanological Survey Indonesia, beberapa gunung di Flores antara lain adalah: 1. Gunung Egon, yang tingginya 1.703 meter di atas permukaan laut (mdpl), terakhir meletus pada tahun 1932. 2. Gunung Anak Ranakah (2.247 mdpl), terakhir meletus pada tahun 1987. 3. Gunung Lewotobi-Laki (1.548 mdpl), terakhir meletus di tahun 2003. 4. Gunung Lewotobi-Perempuan (1.703 mdpl). Empat gunung api di atas merupakan bagian dari 20 buah gunung api di sekitar Flores. Gunung-gunung ini merupakan generasi terakhir yang terbentuk pada kisaran 45 hingga 450 juta tahun yang lalu. Dengan banyaknya gunung api aktif, maka kawasan Flores memiliki potensi energi panas bumi (geotermal)
11
BAB IV PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Terdapat dua back arc thrusting , yang pertama ialah Wetar Thrust di sebelah timur, di atas dari Pulau Wetar dan Alor, sedangkan yang kedua (disebelah barat) yakni Flores Thrust di atas dari Pulau Flores dan Sumbawa 2. Terdapat dua arah struktur utama yang terdapat disekitar cekungan, yakni struktur yang berarah barat-timur dan yang berarah baratlaut-tenggara 3. Kawasan Flores memiliki potensi energi panas bumi (geotermal) karena banyaknya gunung api aktif
12
DAFTAR PUSTAKA
Charlton, T.R., 1999, Tertiary evolution of the Eastern Indonesia Collision Complex, Tectonophysics. Dinkelman, Menno G., Granath, James W., Emmet, Peter A.,
dan
Bird, Dale E., 2008,
Deep Crustal Structure Of East Java Sea Back-Arc Region From Longcable 2d Seismic Reflection Data Integrated With Potential Fields Data , Proceedings, Indonesian
Petroleum
Association,
Thirty-Second
Annual
Convention
&
Exhibition. Hardi Prasetyo, 1992, The Bali-Flores Basin: Geological Transition From Extensional To Subsequent Compressional Deformation, Proceedings Indonesian Petroleum Association Twenty First Annual Convention. PERTAMINA-BEICIP, 1982, Petroleum Potential of Eastern Indonesia, PERTAMINA. Van Bemmelen, R.W., 1949, The Geology of Indonesia. Volume 1A, Government Printing Office, The Hague, Netherlands.
13