'''
Respons Tubuh Terhodop Tdfttd6$on ho-ibgik
I
MARIIYN SAWYERSOMMERS
sistem imun pada tubuh manusia afungsi t iP adalah membedakan "diri sendiri" dari "astng". Semua organisme adalah integrasi V
BEsAR BAB \'lGants IMUNITAS: cAMBARAN DEFINISI, B1 Diri Sendiri Versus
l
SI
NCKAT DAN
Riing, 82
..l,',:,,,;,Pe'ranAntigen {lmunogenl,.B2',:r:i:"::;'
cRMenRAN
rumitberagam,sel, jaringan, dan organ, yang masingmasing diperlukan demi kelangsungan hidup. Untuk
st NC KAT
SrsrEM
menunjang kehidupan, suatu organisme harus mampu melindungi diri dari ancaman terhadap jati dirinya. Ancaman ini dapat datang dari luar (misal,
i
rvuN,s:
gg.:.'-' i..,.,,,,.i.' =.'i.,,S.iit"*1.iiimioid lm,un),, Organ Limfoid Primer, 84 ,,:l ;i,,::.,, ,,qt*"n l-imfoid Sekunder.,86 Lalu-Lintas Limfosit di dalam Tubuh, 88 lmunitas Selular, 88 lmunitas Humoral, g3
serpihan kayrr menusuk kulit, virus atau bakteri yang
terhirup atau tertelan) atau dari dalam tubuh
.,
(misalnya, neoplasma atau tumor yang berasal dari sel tubuh sendiri).
,
Struktur dan Fungsi Komplemen, 97 KOMPLEKS H ISTOKOMPATI BI LITAS
'
MAYoR,
Kelas Antigen
DAN DEFINISI
MHC,98
:RANGKUMAN: RESPONS IMUN,
'-
IMUN ITAS: GAMBARAN SINGKAT
gB
Untuk melindungi diri dari ancaman terhadap jati dirinya, tubuh manusia telah mengembangkan reaksi pertahanan selular yang disebu t respons imun. Katakata imunologi dan imunitas berasal dari kata Latin immunitas, yang pada zaman Romawi digunakan untuk menjelaskan adanya perlindungan terhadap
1OO.
CaUangAferen dan Eferen Respons lmun, 100 Respons lmun Primerdan Sekunder, 100
TIPE IMUNITAS, 101
.F]SIOLOCt REAKSI HIPERSENSITIVITAS, ':r Reaksi Tipe I (Anafilaktik), 102
1
02
Reaksifipell(siiotOkik),tOt';,
ReaksiTipe lll {Komfleks lmun), ReaksiTipe tV 1Selula4, IMUNODEFTSIENSl; 104 FAKTOR USIA, 105
10+
tugas-tugas kemasyarakatan dan tuntutan hukum bagi para senator Romawi semasa mereka menjabat. Secara
:
1A4
-.
'
,
'
historis, istilah ini kemudian digunakan untuk menjelaskan perlindungan terhadap penyakit infeksi.
Untuk melindungi dirinya, tubuh memerlukan mekanisme yang dapat membedakan sel-sel sendiri (selfl dari agen-agen penginvasi (nons elfl .
8l
82
BAG IAN
sATu
PENDAHULUAN PATOLOGI UMUM: MEKANISME PENYAKIT
Mekanisme-mekanisme ini dapat disebut sebagai imunitas tubuh, yaitu suatu keadaan perlindungan (terutama terhadap infeksi) yang ditandai dengan
daya ingat dan spesifisitas. Daya ingat adalah meningkatnya kemampuan suatu organisme untuk berespons terhadap suatu nntigen (suatu sel atau molekul yang memicu respons imun, juga dikenal sebagai imunogen) karena pernah terpajan ke antigen
tersebut. Spesifisitas adalah sifat yang diperlihatkan oleh sel-sel sistem imun sebagai kemampuan untuk bereaksi terhadap hanya satu determinan antigen. Imunitas memiliki tiga fungsi utama: (1) perannya dalam pertahanan adalah menghasilkan resistensi terhadap agen penginvasi seperti mikroorganisme; (2)
perannya dalam suraeilans adalah mengidentifikasi
Molekul MHC kelas II ditemukan di monosit, makrofag dan sel sistem imun lainnya dan aktif selAma proses fagositosis. FungsimolekulMHC kelas I,II, danIII dan fagositosis akan dibahas secara lebih rinci dalam bab
ini. Sistem penentuan diri sendiri versus asing pada tubuh manusia melibatkan banyak mekanisme, yang sebagian di antaranya dilaksanakan oleh sistem Iimfoid. Sistem limfoid mempertahankan tubuh dari agen penginvasi melalui dua lengan: imunitas selular dan imunitas humoral. Imunitas selular adalah
respons imun yang terutama dilaksanakan olehlimfosit T, atau sel T. Saat tubuh terpajan ke suatu patogen, maka sel-sel T berproliferasi, dan terjadi
dan (3) perannya dalam homeostasis adalah membersihkan sisa-sisa sel dan zat-zatbuangan sehingga tipetipe sel tetap seragam dan tidakberubah.
interaksi selular langsung yang spesifik terhadap antigen yang memicu respons tersebut. Suatu epitop (determinan antigen) adalah suatu gugus kimia kecil, biasanya terdiri dari lima asam amino atau gula, pada antigen yang memicu pembentukan dan bereaksi dengan suatu imr"rnoglobulin (antibodi). Imunitas yang
Diri Sendiri Versus Asing
diperantarai oleh antibodi, di pihak lain, adalah imunitas spesifik yang diperantarai oleh produksi imunoglobulin oleh limfosit B sebagai respons
dan menghancurkan sel-sel tubuh sendiri yang bermutasi dan berpotersi menjadi neoplasma (tumor);
Suatu kunci penting bagi kemampuan tubuh untuk membedakan diri sendiri dari asing adalah kompleks histokompatibilitas mayor (MHC), suatu kelompok gen di lengan pendek kromosom keenam. Kelompok gen
MHC mengendalikan produksi satu rangkaian molekul khusus yang berfungsi sebagai antigen sel, "petanda-diri" untuk menunjukkan bahwa semua sel
milik satu organisme tertentu. Antigen-antigen permukaan ini diwariskan dan khas untuk setiap orang, dan berfungsi sebagai label sel; pengenalan antigen MHC oleh sistem imun tubuh menyebabkan terbentukny a toler nnsi- dirl (kemampuan sistem imun menahan diri untuk tidak menyerang sel-sel tubuh sendiri). Pada manusia, antigen-antigen MHC sering disebvt antigen leukosit manusia (HLA) karena pertama kali ditemukan di sel-sel darah putih (SDP). Molekul-molekul MHC ditemukan di permukaan hampir semua selberinti dan dibagi menjadi tiga kelas. Dua akan dibahas secara singkat di sini dan yang ketiga di bagian mengenai Komplemen. Molekul MHC
di permukaan semua sel (kecuali spermatozoa dan ovum), berinti dantrombosit berinteraksi dengan sel-sel yang terinfeksi oleh virus. Apabila suatu sel terinfeksi oleh virus, maka molekul kelas I, yang ditemukan
kelas
I berinteraksi dengan mikroorganisme yang
bereplikasi di dalam sel dan membantu menirnbulkan destruksi pada sel yang terinfeksi. Molekul MHC kelas II berperan dalam tipe-tipe reaksi selular yang berasal dari patogen yangbereplikasi di luar sel, sepertibakteri.
terhadap suatu epitop.
Peran Antigen (lmunogen) Walaupun kata antigen dan imunogen sering diperhrkarkan, namun keduanya memiliki sedikit perbedaan. Antigen adalah suatu molekul atau sel yang bereaksi dengan sntibodi (juga dikenal sebagai imunoglobulin,
yaitu glikoprotein plasma yang disekresikan oleh limfosit B aktif). Imunoglobulin mampu berikatan dengan antigen spesifik yang memicu pembentukan-
nya. Suatu imunogen adalah molekul atau sel yang menginduksi respons imun. Umumnya kedua kata (antigen atau imunogen) sudah memadai kecuali apabila molekul yang terlibat adalah suafii hapten (sebuah antigen yang bukan imunogen kecuali apabila berikatan dengan molekul pembawa yang lebih besar). Dengan demikian, hapten tidak dapat memicu respons imunogenik sendirian; hapten adalah antigen tetapi bukan imunogen. Penisilin G adalah suatu contoh obat yang berfungsi sebagai hapten dan menyebabkan reaksi alergi yang parah pada sebagian orang. Hapten lain adalah toksin dan hormon tertentu. Walaupun sebagian besar hapten adalah molekul kecil, namun sebagian asam nukleat berberat molekul tinggi juga merupakan hapten. Beberapa ciri yang terdapat pada suatu, molekul menentukan kemampuan molekul tersebut memicu respons imun. Molekul yang asing jelas berbeda dari
Respons Tubuh Terhcdop Tontongcn
lr,rLrnologik BAB s
83
ulang. Epitop biasanya nrc.miliki ukuran sekitar lima
I
+
asam amino atau gula. Spesifisitas respons imun bergantung pada respons terhadap epitop-epitop. Imunoglobulin yang diproduksi bersifat spesifik terhadap epitop-epitop cl a n bukan terh a dap molekul atau sel imunogen keselr-rruhan. Dengan demikian, imunoglobulin tidak berikatan dengan sel atau molekul keseluruhan tetapi dengan epitop di permukaanimunogen. Imunogen asing yang umum adalah mikroorganisme seperti bakteri, virus, dan ftrngus serta bahan
organik misalnya serbuk sari atau debu rumah. Apabila organ, jaringan, sel, ata u molekul dari orang lain atau bahkan dari spesies lain dinrasukkan ke dalam tubtrl, seseorang melalui bedah transplantasi, transftisi da r ,rh, atau vaksinasi, maka organ, jaringan, sel, atau mciekul tersebut juga berltrngsi sebagai imunogen. hi i unogen asli juga dapat memicu respons Antigen Gbr. 5-1 Antigen, molekul yang memicu respons imun, masingmasing memiliki serangkaian epitop (determinan antigen). Epitop pada satu antigen (491, Ag2) biasanya berbeda daripada epitop di antigen lain, walaupun antigen seperti Ag3 mungkin memiliki pengulangan epitop. Epitop adalah bentuk molekul yang dikenali oleh antibodi dan reseptor sel T pada sistem imun adaptif.
imun, terut;rrna apabila sel-sel tubuh mengalami mutasi dan nrlnjadi sel kanker.
GAMBARAN SINGKAT SISTEM IMUN Sistem limfoid tubuh manusia bekerja sama dengan
sel-sel tubuh sendiri. Dengan demikian, sifat asing
molekul adalah karakteristik penting dari molekul yang memicu respons imun. Ukuran molekul juga penting. Imunogen-imunogen yang paling kuat adalah protein dengan berat molekul lebih dari 100.000 dalton.
Molekul dengan berat molekul yang rendah (kurang dari 10.000 dalton) bersifat imunogenik lemah, dan molekul yang sangat kecil seperti hapten memerlukan suatu protein pembawa untuk menjadi imunogenik. Kompleksitas kimiaw
i juga perlu dipertimbangkan.
Molekul-molekul kompleks seperti polimer (zat yang terbentuk dari kombinasi dua atau lebih molekul dari bahan yang sama) lebih imunogenik daripada asam amino tunggal. Selain itu, konsentrasi imunogen harus memadai untuk dapat memicu respons imun. Ciri penting terakhir dari irnunogen adalah adanya epitop (sebaeian penulis menyebut epitop sebagai determinsn antigen). Sebuah epitop adalah satu gugus kimia kecil pada imunogen yang memicu respons imun dan dapat bereaksi dengan suatu imunoglobulin (Gbr. 5-1). Sebagianbesar imunogen memiliki lebih dari satu tipe epitop dan dianggap "multivalen" (yaitu, mampu
bereaksi dengan lebih dari satu tipe tempat pengikatan). lmunogen lain memiliki epitop yang berulang-
sistem monosit-makrofag (fagositosis terkait-pertahanan; lihat Bab 4) untuk membedakan diri sendiri dari asing. Sistem limfoid mempertahankan tubuh dari agen penginvasi melalui dua respons imun: imunitas selular dan imunitas humoral. Imunitns selular, atatr respons imun selular, adalah respons imun yang dilaksanakan oleh limfosit T. Saat tubuh terpajan ke suatu imunogery sel-sel T berproliferasi dan mengarah-
kan interaksi selular dan subselular pejamu untuk bereaksi terhadap epitop spesifik. Imunoglobulin dan sel T dapat mengenali epitop. Imtmitas humoral, atau
imunitas yang diperantarai oleh antibodi, adalah imunitas spesifik yang diperantarai oleh produksi imunoglobulin (antibodi) oleh limfosit B yang terstimtrlasi, atau
sel plasmn, sebagai
respons terhadap
suatu epitop. Imunitas humoral juga dibantu oleh sistem komplemen, suatu sistem amplifikasi yang melengkapi kerja imunoglobulin untuk mematikan imunogen asing dan menyebabkan lisis patogen tertentu dan sel.
Sistem Limfoid (lmun) Sistem limfoid (imun)
terdiri dari berbagai sel, jaringan, dan organ yang merupakan tempat prekursor dan
BAGIAN
84
sATU
PENDAHULUANPATOLOGIUMUM: MEKANISME PENYAKIT
Trombosit
GRANULOSIT
Sel bakal pluripotensial hematopoietik
r\
""Fffo Megakariosit
Lffi:.,\ l:.::w::::t
6
\ S*dF.:.:f U Er::7 E
a i$
@ Sel mast
Sel pembentuk antibodi
(AFc) Makrofag
Turunan sel dendritik
atau sel plasma (stadium terminal)
5-2
Gbr. Semua sel yang berperan dalam respons sistem imun berasal dari sel-sel bakal pluripotensial hematopoietik di sumsum tulang. Sel-sel bakal menghasilkan dua turunan utama: sel limfoid dan sel mieloid. Progenitor limfoid bersama berdiferensiasi menjadi sel T atau sel B; progenitor mieloid berdiferensiasi menjadi sel-sel yang diperlihatkan di sisi kiri. lstilah granulosit kadang-kadang digunakan untuk neutrofil, eosinofil, dan basofil. Perhatikan: Sel bakal pluripotensial adalah sel embrionik yang dapat membentuk beragam sel hematopoietik. Sel progenitor adalah sel induk, atau nenek moyang (Ih, sel T penolong; Ic, sel T sitotoksik; NK sel natural killer).
turunan limfosit berasal, berdiferensiasi, mengalami pematangan, dan tersangkut. Semua sel darah berasal dari prekursorbersama, yailu sel bakal pluripotensial. Sel baknl pluripotensial adalah sel-sel embrionik yang dapat membentuk bermacarn-macarn sel hematopoietik dan dapat membelah diri. Sel-sel ini ditemukan di sumsum tulang dan jaringan hematopoietik lain serta
menghasilkan semua komponen darah (misalnya, eritrosit, trombosit, granulosit, monosit, limfosit) (lihat Bab 16). Sel-sel bakal berdiferensiasi dan mengalami pematangan menjadi sel darah spesifik (Gbr. 5-2) di bawah tuntunan berbagai faktor perangsang koloni
(sekelompok zat yang meningkatkan produksi
berbagai tipe sel hematopoietik) dan faktor pertumbuhan yang berasal dari sel. Terdapat tiga jenis limfosit yang berasal dari sel bakal limfosit T (dikenal sebagai sel T),limfosit B (dikenal sebagai sel B), dan sel natural klller (NK) (Tabel5-1). SeI NK kadang-kadang
diklasifikasikan sebagai sel T karena keduanya memiliki beberapa kesamaan. Petanda-petanda protein di permukaan sel yang disebut clusters of dffiren'
tiation (CD) membantu membedakan ketiga jenis sel ini. Protein-protein CD digunakan unhrk membedakan sel T, sel NK, dan sel B satu sama lain dan juga bermanfaat untuk mengetahui subset-subset sel T.
Organ Limfoid Primer Walaupun terdapat di semua bagian tubuh, namun limfosit cenderung terkonsentrasi di beberapa organ
limfoid, termasuk sumsum tulang, timus, limpa, kelenjar getah bening, dan di jaringan limfoid terkaitorgan (Gbr. 5-3). Sumsum tulang dan timus dianggap sebagai organ limfoid primer. Pada tahap-tahap awal
perkembangan limfosit dari sel bakal di sumsum tulang, limfosit tidak menghasilkan reseptor untuk bereaksi dengan imunogen. Seiring dengan proses pematangan karena pengaruh faktor-faktor perangsang koloni, limfosit mulai mengekspresikan (yaitu, menyajikan di permukaan selnya) reseptor imunogen dan menjadi peka terhadap rangsangan imunogenik;
ResponsTubuhTerhodopTontongonlmunologik BAB 5
85
TipeLimlosit
q'. Asal .i
T
r:,
': rj:::: -t, , t,i.r :::::::..ti,,,:,,,,.'
,::
, :
:"
:
:
CDB (sitotoksik), CDB (penekan),
l:
,, "
'
$el bakal ?Aliran darah Aliran darah
(korteks), Limpa (pulpa putih dan merah), GALT, BALT 20-30
Selular CD4 (penolong),:.:. . ',
'
Subpbpulasi,., ,,'.:
?Sumsum Kelenjar getah bening
BALT
65-80
:6si6h t6lal::,:,,.,-..
imunqtas
tulang
Keleniar getah bening {daerah parakorteks), limpa (pulpa putih), GALT,, atau bercak Peyer,
,
Fersentise dari limfosit Tipe
iL%iltirt
"i
Sel bakal Timus
.l
Pematan0an. , Tempat di periler
3ei
:,:
Humoral
Sel plasma Sel B pengingat
5-l
5 . .,
:,,
Nonspesifik Tidakada :1, .
,
:. :
l
sel T pengingat
,',,':,,'
Produk ':,.
Limfokin tL-2, lL-3, lL-4, lL-5, lL-6, tl-g, tL-10, lnterferon gamma, Faktor perangsang koloni,
lmunoglobulin, Limfokin: lL-6
Perforin (zat kimia yang menyebabkan perforasi sel)
Bakteri
Virus (ekstrasel), $eltumor
TNF Perlind
1,1Oan
Kaiaktbiistik
Perforin Virus (intrasel),
terhadap
Fungus Parasit Sel tumor ....:, ,
',::,Fl6septor imunogen
,:, Daya'ingat
:':
di
,r
"
:'
'
,i., permukaan
Ya
tu,
Tidak :
Ya Ya: CD3 dan yang lain Tidak
Ya Tidak Ya
Tidak Ya: CD2 dan CD16
:'
.
,,,,Protein GD di permukaan
lmunoglobulin di
otonrut .,
Alograf (jaringan transplantasi)
lain
, P9fi'Dukaan':' :
Virus
lrclak
,:'
BALf , bronchus-associated lymphold tlssue (jaringan limfoid terkait-bronkus) cALT, gul-associated lymphoid tissue (jaringan limfoid terkait-usus); lL, interleukin; NK, natural kil/ef TNF, tumor necrosis factor (faklot nekrosis tumo0.
sel-sel ini juga berkembang menjadi tiga subkelas yang berbeda. Sel-sel T bermigrasi dari sumsum tulang ke
kelenjar timus untuk proses pematangan Iebih lanjut dan dianggap limfosit yang "dependen-timus". Sel B kemungkinan besar tetap berada di sumsum tulang dan dianggap limfosit yang "independen-timus". Sel NK adalah limfosit yang memiliki sebagian petanda sel T. Namun, perbedaan utama antara sel NK dan sel T adalah bahwa sel NK bersifat "pratimus"; yaitu, sel ini tidak melewati timus untuk menjadi matang. Timus adalah sebuah organ berlobus dua yang terletak di mediastinum anterior dan di atas iantung. Saat lahir, berat timus adalah 10 sampai 15 g dan meningkat ukurannya sampai maksimum pada saat pubertas, saat beratnya sampai sebesar 40 g. Selama
masa dewasa dan usia lanjut, timus mengalami involusi sampaiberabrya kurang dari 15% ukuran saat pubertas. Timus adalah organ yang memiliki banyak
pembuluh darah dan pembuluh limfatik yang mengalirkan isinya ke kelenjar-kelenjar getah bening mediastinum. Timus memiliki korteks di sebelahluar
dan medula di sebelah dalam (Gbr. 5-a). Korteks mengandun gbanyaktimoslf (limfosit T yang ditemukan
di timus), sedangkan medula lebih jarang terisi oleh sel. Badnn Hasssll, yaitu kelompok-kelompok sel epitel yang tersusun rapat yang mungkin merupakan tempat degenerasi sel, ditemukan di medula. Timosit adalah limfosit T yang datang dari sumsum tulang melalui aliran darah dan berada dalam berbagai stadium perkembangan.
BAG IAN SATU
86
PENDAHULUAN PATOLOGI UMUM : MEKANISME PENYAKIT Pembuluh darah
Eladan Hassall
Tonsil Timus. Jaringan limfoid terkait-bronkus (BALT)
lh= :::aa:.:::a
Sumsum tulang
ir#'1ri
Kelenjar
limfoid
timus
S
(GALT; bercak Peyer)
Kelenjar getah bening
Gbr. 5-4 Diagram sepotong lobus kelenjar timus. Di korteks, limfosit-limfosit terbagi; bermigrasi ke medula tempat sel-sel ini berdiferensiasi dan menjadi matang; dan akhirnya masuk ke sirkulasi.
Gbr.
5-3
Organ dan jaringan limfoid primer dan sekunder.
B). Pulpa putih limpa adalah jaringan limfoid padat
Organ Limfoid Sekunder Organ limfoid sekunder rnencakup limpa, kelenjar getah bening, dan jaringan tidak berkapsul. Contoh-contoh jaringan tidak berkapsul adalah tonsil, adenoid, dan
bercak-bercak jaringan limfoid di lamina propria (jaringan ikat fibrosa yang terletak tepat di bawah epitel permukaan selaput lendir) dan di submukosa
saluran cerna (GI), saluran napas, dan saluran genitourinaria (GU). Limparnemlliki berat sekitar 150 g pada orang dewasa dan terletak di kuadran kiri atas abdomen di belakang lambung. Aliran darah datang melalui arteria lienalis, yang bercabang-cabang secara
progresif menjadi pembuluh-pembuluh yang lebih halus. Saat terbagi menjadi arteriol, cabang-cabang tersebut mengalirkan isinya ke dalam sinusoid-sinusoid vaskularyangkemudian mengalir ke sistem vena. Disain limpa yang sangat vaskular ini menghasilkan keterkaitan yang erat antara darah dan jaringan limpa sehingga terjadi interaksi yang erat antara imunogenimunogen di dalam darah dan sel-sel sistem imun. Pada dasamya, darah mengalir melalui limpa dan berkontak dengan sejumlah besar makrofag (SDP fagositik) dan limfosit,yarrg memicu respons imun. Limpa mengandung dua jenis jaringan utama: pulpa merah dan pulpa putih. Pulpa merah terutama berperan dalam destruksi eritrosit (sel darah merah, SDM) yang
sudah tua, walaupun bagian ini juga mengandung makrofag, trombosit, dan limfosit (terutama limfosit
yang tersusun mengelilingi arteriol sentral. Susunan ini sering disebut sebagai selubung limfoid periarteriol (PALS) (Gbr. 5-5). PALS mengandung daerah-daerah sel T dan B, yang tersusun membentuk folikel-folikel atau agregat sel.
Limpa adalah tempat utama respons imun terhadap imuno gen dalam darah, sedangkan kel enj ar getah bening bertanggung jawab memproses imunogen di limf yang berasal dari jaringan regional. Kelenjarkelenjar getah bening membentuk suatu jaringan yang berperan menyaring imunogen dari limf dan cairan yang mengalir dari ruanginterstisium (ruang antarsel). Kelenjar getahbening, yang merupakan struktur kecil berbentukbulat atau seperti ginjal dengan garis tengah 1 sampai 20 mm, umumnya terletak di percabangan pembuluh limfatik. Kelompok-kelompok kelenjar getah bening ditemukan di leher, ketiak, lipat pah4 mediastinum, dan rongga abdomen (Gbr. 5-6). Limf mengalir ke dalam kelenjar getah bening melalui pembuluh limfatik aferen (inflowing) ke dalam sinus subkapsular (Gbr. 57).Lirnf kemudian mengalir menuju hilus (suatu terminal sentral untuk darah dan limfe) dan kemudian keluar melalui pembuluh limfe eferen (outflowing).
Kelenjar getah bening dikelilingi oleh kapsul jaringan ikat dan tersusun menjadi tiga bagian utama: korteks, parakorteks, dan medula. Korfeks mengandung kelompok-kelompok sel B yang disebfifolikel limfoid (folikel primer). Saat tubuh terpajan ke sualu imunogery maka sel-sel B di bagian ini akan memb entuk sentrum germinatiaum (folikel sekunder). Di dalam pusat-pusat
Respons Tubuh Terhodcp Tontongon
lmunologik
BA
Bs
87
Sinus vena di pulpa merah Zona marginalis Pembuluh arteri yang berakhir or zona margrnalts Nodus limfe
Vena pulpa
Arteria sentralis Folikel orimer (daerah'sel B)
Folikel sekunder dengan sentrum germinativum (daerah sel B)
Zona limfoid marginal
Limfoid (daerah sel T)
Kapiler arterial
Sinus pulpa
Korda pulpa
Gambar
5-5
Struktur limpa. A. Pulpa putih terdiri dari selubung limfoid periarteriol (PALS), yang mengandung sentrum-sentrum
germinativum disedai zona-zona mantel. Pulpa merah mengandung sinus-sinus vena yang dipisahkan oleh genjel-genjel lien. B. Di pulpa putih, daerah sel B adalah folikel primer dan sekunder dan zona limfoid marginal, sedangkan daerah sel T adalah sel-sel limfoid di sekitar folikel dan kapiler arterial. (B digambar ulang dari Videback A et al. Ihe Spleen in Health and Disease. Chicago, Mosby, 1982).
membelah, berproliferasi, dan meng-
terminal sehingga limf dapat mengalir keluar dari
alami pematangan pesat menjadi sel-sel penghasil
kelenjar limfe danmasuk ke sirkulasi limfatik umum. Terdapat beberapa jaringan limfoid tidak-berkapsul di dalam tubuh. Jaringan ini, yang sering disebut sebagai jaringan limfoid terknit-mukosa (MALT), tersusun membentuk kelompok-kelompok sel atau nodus difus
aktif ini, sel-sel
B
imunoglobulin. Sel-sel T dan makrofag terutama menghuriparakorfeks, atau korteks bagian dalam. Makrofag, sel fagositik lain, dan sel B juga dikenal sebagai sel penyaji antigen (APC) karena sel-sel ini menelan dan
menguraikan imunogen dan menyajikan epitopepitopnya di permukaan sel untuk mengaktifkan limfosit T. Parakorteks adalah suatu bagian penting tempat imunogen disajikan oleh makrofag untuk mengaktifkan sel T. Medula, bagian terkecil pada kelenjar getah bening, mengandung sel B dan T. Sinussinus medula mengalirkan isinya ke dalam sinus-sinus
yang mengandung sentrum germinativum (folikel sekunder) mirip denganyang terdapat dilimpa. MALT berfungsi sebagai penjaga untukmelindungi tubuh di beberapa tempat masuk submukosa di saluran GI, napas/ dan GU serta kulit. MALT dibagi-bagi lagi berdasarkan let akny a. J aringan limfoid terknit-usus (GALT) mencakup tonsil, yang memiliki letak strategis untuk
88
BAGIAN
sATU
PENDAHULUANPATOLOGIUMUM:MEKANISMEPENYAKIT
mencegat imunogen yang masuk melalui inhalasi atau ingesti. Bercak Peyer (nodus-nodus jaringan limfoid di dinding luar usus) dan apendiks memiliki daerahdaerah sel T dan sel B serta juga dapat berespons terhadap imunogen saluran cerna. Imunoglobulin yang dihasilkan oleh GALT bermigrasi ke saluran cerna, saluran air mata, dan kelenjar liur untuk melindungi tubuh dari penetrasi benda asing melalui permukaan
subklavia kiri
epitel. laringan limfoid terksit-bronkus (BALT) mirip dengan GALT dan ditemukan di percabanganpercabangan saluran napas ukuran besar. lnringan
Iimfoid terknit-kulit (SALT) ditemukan di epidermis kuli! tempat limfosit mengidentifikasi agen-agen penginvasi di epidermis serta mengangkut epitop ke kelenjar getah
bening regional untuk diproses (lihat Gbr. 5-3).
Lalu-Lintas Limfosit di dalam Tubuh Berbagai komponen sistem limfoid digabungkan oleh semacam sistem "pipa ganda" darah
-sistemvaskular dan sistem limfatik (Gbr. 5-8). Setiap saat, jutaan limfosit bergerak di dalam darah dan limf. Berbagai saluran limfatik di tubuh mengalirkan cairan dari celah organ dan jaringan. Limf disalurkan ke dalam saluran-saluran sentral yang lebihbesar yang menyatu
dan masuk ke dalam aliran darah melalui duktus torasikus. Dengan demikian terjadi aliran limf kembali ke darah yang konstan dan pembentukan terusmenerus limf oleh gerakan cairan dari darah ke dalam jaringan. Demikian juga, limfosit secara terus menerus mengalami resirkulasi. Limf di dalam duktus torasikus mengandung banyak limfosit. Limfosit, dalam jumlah memadai, mengalir melalui duktus torasikus untuk menggantikan jumlah total dalam sirkulasi darah beberapa kali sehari. Sebagian besar limfosit yang mengalir melalui duktus torasikus mengalami "daur-ulang". Limfosit meninggalkan aliran darah melalui venula-venula khusus di dalam jaringan limfoid,berdiam dijaringan limfoid dengan lama bervariasi, dan kemudian beredar
melalui limf untuk kembali menyatu dengan limfosit lain di darah. Limfosit berbeda satu sama lain dalam
kaitannya dengan pergerakan mengitari tubuh, Sebagian limfosit memiliki umur yang sangat panjang
(berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun) dan mengalami daur ulang secara ekstensif. Limfosit lain hidup
relatif singkat dan tidak terlalu sering beredar.
Gbr.
5-6
Sistem limfatik. Kelenjar getah bening ditemukan di
persimpangan pembuluh-pembuluh limfatik dan membentuk suatu
jaringan yang lengkap, mengalirkan dan menyaring limf yang berasal dari rongga di jaringan. Kelenjar limf dapat terletak superfisial atau viseral, mengalirkan limfe dari kulit atau jaringan dalam dan organ internal tubuh. Limf akhirnya mencapai duktus torasikus, yang mengalirkan isinya ke dalam vena subklavia kiri sehingga limf kembali masuk sirkulasi darah.
daerah lain. Makna biologik dari kenyataan ini adalah bahwa anggota dari suatu klona limfosit yang pada
awalnya berproliferasi di suatu lokasi mungkin beredar ke seluruh tubuh dan dapat berinteraksi dengan imunogen di semua lokasi.
Kelompok-kelompok tertentu limfosit juga tampaknya
memiliki pola "homing" tertentu dalam kaitannya dengan berbagai bagian sistem limfoid. Hal pokok adalah di dalam sistem limfoid terdapat suatu cara untuk menggerakkan limfosit dari satu daerah ke
lmunitas Selular Peran sel T dapat dibagi menjadi dua fungsi utama: fungsi regulator dan fungsi efektor. Fungsi regulator
ResponsTubuhTerhodopTontongonlmunologik BAB 5
Sentrum germinativum
89
t,g
Daerah medula
Trabekula
'r,,.t Gbr. 5-7 Struktur sebuah kelenjar getah bening. Kelenjar getah bening terbagi menjadi tiga daerah utama: korteks di getah bening luar, tempat sel,sel B
berproliferasi dan mengalami pematangan;
W?
?.);N';!
Daerah parakorteks
-.-
parakorteks di sebelah dalam, yang terutama ditempati oleh makrofag dan sel T; dan medula di bagian dalam, yang mengandung sel B dan sel T. Makrofag, sel B, dan sel T saling berinteraksi, sering dengan keberadaan antigen yang tersaring melalui kelenjar yang menyebabkan terjadinya fase induksi
respons imun.
terutama dilakukan oleh salah satu subset sel T, sel T penolong (juga dikenal sebagai sel CD4 karena petanda cluster of dffirentiation di permukaan sel diberi nomor 4). Sel-sel CD4 mengeluarkan molekul yang dikenal dengan nama sitokin (protein berberat molekul rendah yang disekresikan oleh sel-sel sistem imun) untuk me-
laksanakan fungsi regulatornya. Sitokin-sitokin dari sel CD4 mengendalikan proses-proses imun seperti pembentukan imunoglobulin oleh sel B, pengaktivan sel T lairr, dan pengaktifan makrofag. Fungsi efektor dilakukan oleh sel T sitotoksik(dahulu dikenal sebagai sel T pembunuh tetapi jangan dikacaukan dengan sel NK; saat ini dikenal sebagai sel CD8 karena cluster of dffirentiation diberi nomor 8). Sel-sel CD8 mampu mematikan sel yang terinfeksi oleh virus, sel tumor, dan jaringan transplantasi dengan meny-untikkan zat kimia yang disebutperforlzr ke dalam sasaran " asing" .
Pendidikan Timus Baik sel CD4 maupun CD8 menjalani "pendidikan timus" di kelenjar timus untuk belajar mengenai fungsi. Teori delesi klonal memberikan salah satu penjelasan bagaimana cara sel T mempelajari fungsinya. Saat
mencapai timus, sel-sel T imatur tidak memiliki reseptor pengikat epitop dan protein CD4 atau CD8. Peran reseptor epitop di sel T imatur adalah mengikat
\;1,3
Pembuluh limfatik eferen
\'.
i
\
epitop antigenik. Peran protein CD4 dan CD8 pada sel T matang adalah untuk menstabilkan interaksi antara sel T dan sel lain (Gbr. 5-9). Dengan demikian, sel T matang yang meninggalkan timus memiliki reseptor untuk mengikat suatu epitop dan protein CD4 (menyebabkannya menjadi sei T CD4, atau dikenal sebagai sel T penolong) atau protein CD8 (menyebabkannya menj adi sei T CD 8, atau s el T s it o t oksik atau p en ekan). Apabila sel T harus siap melaksanakan fungsinya saat meninggalkan timus, maka sel tersebut pertamatama perlu mengenai epitop-epitop asing dan kedua
memiliki protein CD4 atau CD8 yang fungsional. Dengan demikian, pendidikan di timus menghasilkan sel T CD4 atau CD8 dengan fungsi berikut: (1) sel yang
mengenali sel diri lainnya dari antigenMHC dan tidak berikatan dengan sel tersebut (yaitu, reseptor protein sel T tidak akan "cocok" dengan sel diri lainnya); (2) sel yang menandai sel asing sebagai penyerang; dan (3) sel yang dapat berikatan dengan sel asing dengan protein CD4 atau CD8 fungsional untukmenstabilkan interaksi antara dua sel (lihat Gbr.5-9). Sel-sel yang berpotensi reaktif terhadap antigen-diri dar komponen MHC juga mungkin dihasilkan tetapi di timus sel-sel tersebut dihilangkan; sel ini mungkin dibunuh oleh sel lain atau dibuat mengalarniapoptosls (kematian sel telprogram).
BAG IAN
90
sATu
PENDAHULUAN PATOLOGI UMUM: MEKANISME PENYAKIT
Fungsi Regulator Sel CD4
dan sel limfoid ini adalah suatu keterkaitan esensial yang memungkinkan tubuh bertahan terhadap
Sel-sel CD4 terutama terdapat di medula timus, tonsil,
serangan benda asing. Interaksi antara sel fagositik dan sel limfoid menyatukan dua sistem tubuh yang kuat, menjadi suatu sistem pertahanan yang melin-
dan darah, membentuk sekitar 65'/' dari seluruh limfosit T yang beredar. Sel CD4 memiliki empat fungsi utama: (1) sel CD4 memiliki fungsi regulatorik yang mengaitkan sistem monosit-makrofag ke sistem limfoid; (2) sel CD4berinteraksi dengan APC untuk mengendalikan pembentukan imunoglobulin; (3) sel CD4 menghasilkan sitokin-sitokin yang memungkinkan sel CD4 dan CD8 tumbuh, dan (4) sel CD4 berkembang
dungi diri dari asing seumur hidup orang yang bersangkutan. Interaksi antara APC dan sel CD4 menghasilkan fungsi regulator tambahan. Sel-sel CD4
dalam reaksi ini mengeluarkan interferon-gama (y) (suatu sitokin) setelah APC dan sel CD4 menyatu.
Pengeluaran interferon-y oleh sel CD4 menarik makrofag lain ke lokasi, mengaktifkan makrofagtersebut, dan memperkuat reaksi jaringan terhadap
menjadi sel pengingat. Salah satu fungsi regulatorik esensial pada selCD4 adalah perannya mengaitk an sistem monosit-makrofag (sistem pertahanan tubuh yang mengandung SDP fagositik seperti monosit dan makrofag) dengan sistem limfoid. Apabila makrofag menelan suatu imunogen
antigen asing. Sel-sel CD4 memiliki fungsi regulatorik penting lainnya, terutama berkaitan dengan pembentukan imunoglobulin. Saat menyajikan epitop, APC berinteraksi dengan selCD4 dan mengaktifkannya. Selsel CD4 yang sudah diaktifkan akan menghasilkan zal-zat kimia atau limfokin misalnya interleukin 2, 4, dan 5 (IL-2, IL-4, IL-5). Sitokin-sitokin ini dan berbagai interaksi lain merangsang sel B untuk membelah dan berdiferensiasi menjadi sel plasma, yaitu sel B matang yang mampu menghasilkan imunoglobulin. Dengan demikian, sel CD4 esensial untuk merangsang sel B menghasilkan imunoglobulin. Selain itu, pola sitokin
misalnya bakteri, maka makrofag tersebut akan menguraikan imunogen melalui proses-proses yang diterangkan di Bab 4. Epitop-epitop bakteri adalah salah satu produk destruksi bakteri tersebut. Sebuah epitop berikatan dengan antigen MHC makrofag (MHC kelas II), yang menyebabkan berkibarnya kompleks MHC-epitop "seperti bendera" di permukaan sel makrofag. "Bendera" ini mengaktifkan sel CD4, yang reseptor antigennya juga berikatan dengan kompleks epitop-MHC. Interaksi antara sel fagositik
Jantung
Limfatik aferen
Kulit Kelenjar
g"tal' uening mesenterium
1-; A \-/ \-/
Kelenjar getah bening perifer
Bercak Pever
YYV Limfatik eferen Gbr.
5-8
Lalu-lintas limfosit di dalam tubuh. (Dimodifikasi dari Mudge-Groui CL. lmmunologic disorders, St. Louis, 1 992, Mosby).
ResponsTubuhTerhodcpTontongon
lmunologik BAB 5
9l
sel T pengingat, yang mampu segera aktif-apabila terpajan ke epitop di kemudian hari.
Terdapat siiang-pendapat mengenai apakah terdapat subset-subset sel CD8 yang memiliki fungsi
regulatorik di tubuh. Sebagian ahli imunologi MHC kelas ll
Antigen
menyarankanbahwa sel CD8 tertentu memiliki fungsi penekan yang memodulasi atau "mematikan" kerja sel T penolong (CD4) dan sitotoksik (CD8), sehingga keduanya tidak menyebabkan kerugian bagi tubuh.
Namun, saat ini para ahli imunologi belum mampu mengrdentifikasi adanya sualu subset spesifik sel CD8 penekan yang memiliki peran "meredakan', ini. Walaupun sel CD8 memang memiliki fungsi penekan, namun pendapat yang sekarang berlaku adalah bahwa sel
TCR
CD8 penekan dan sel CD8 sitotoksik tidak dapat dibedakan.
Fungsi Efektor Sel CD8 Limfosit CD8, yang ditemukan terutama di sumsum tulang dan GALT, membentuk sekitar 35% dari seluruh
limfosit T ya.g beredar. Sel-sel CDS melakukan dua TCR
Protein CD8
MHC kelas
I
fungsi efektor utama: hipersensitivitas tipe lambat dan sitotoksisitas. Hipersensitiaitas tipe lambat terjadi saat imunogen orgdnisme intrasel seperti fungus atau mikobakteri menimbulkan suatu respons alergi. Sitotoksisitss terutama berperan dalam menghancurkan sel yang terinfeksi virus, penolakan cangkokan, dan destruksi sel tumor. Semua sel di dalam tubuh memiliki salah satu tipe antigen MHC (MHC kelas I) yang dapat memperlihatkan epitop virus di permukaan sel. SelCD8 mengenali kompleks MHC-epitop tersebut dan, dengan bantuan sel CD4, membentuk klona sel CD8 spesifik untuk epitop virus tersebut. Sel CD8
kemudian mengeluarkan perforin (zat kimia toksik Gbr.
5-9
Pengaktivan sel T terhadap sel yang terinfeksi oleh virus. Sel penyaji antigen (APC) menghidangkan antigen melalui MHC kelas ll kepada selT penolong. Reaksi distabilkan oleh protein CD4. Sel T penolong diaktifkan untuk menghasilkan interleukin-2
(lL-2), yang berikatan dengan reseptornya dan semakin
mengaktifkan sel. Sel yang terinfeksi virus menyajikan antigen melalui MHC kelas I kepada sel T sitotoksik, dan dengan bantuan lL-2 yang dihasilkan oleh sel T penolong, sel T sitotoksik diaktifkan
untuk menghancurkan sel yang terinfeksi oleh virus. Reaksi ini (fCF, reseptor sel T)
distabilkan oleh protein CD8
kepada sel B yang terpajan memengaruhi susunan gen yang menentukan tipe antibodi yang akan dihasilkan.
Sel-sel CD4 memiliki fungsi regulatorik lain. Sebagai contoh, saat berinteraksi dengan APC, produksi IL-2 juga penting untuk pertumbuhan sel CD4 dan CD8 yang lain; peran ini menghasilkan imunitas selular. Selain itu, sebagian sel T berkembang menjadi
yang merusak membran luar sel yang terinfeksi) dan granzymes (enzim-enzim protease). Perforin membentuk sebuah lubang menembus membran sel sehingga cairan ekstrasel dapat masuk ke dalam sel. Selain itu, DNA sel mengalami penguraian, memicu terjadinya apoptosis, atau kematian sel terprogram (Gbr. F-10). Saat sel yang terinfeksi oleh virus mati, sel CD8 tidak terpengaruh dan terus mematikan sel-sel lain di sekitarnya yang juga terinfeksi oleh virus yang bersangkutan. Apabila dilakukan transplantasi organ atau jaring-
an asing, maka sel CD8 resipien (penerima transplantasi) akan mengetahui bahwa antigen MHC di permukaan sel transplan bukanlah antigen-diri. Dengan bantuan sel CD4, sel CD8 membentuk klona sel yang spesifik untuk menghancurkan epitop asing di permukaan sel transplan. Sel CD8 mematikan sel di jaringan asing dengan mengeluarkan perforin. Proses
92
BAG IAN SATU
PEN
DAHULUAN PATOLOGI UMUM : MEKANISME PENYAKIT
Epitop virus M,tlm
D8
iifcR
Epitop virus TCR I
-O 7. Granzyme
Granula yang mengandung perforin, granzymes, dan kemokin
Apoptosis sel Sel T sitotoksik
Sel ierinfeksi virus
Gbr.5-10 Mekanisme destruksi sel target yang terinfeksi virus oleh sel T sitotoksik (pemusnah) (Tc). (1) Sewaktu virus bereplikasi di dalam sel pejamu, proteosom menguraikan sebagian dari protein virus menjadi epitop-epitop peptida; (2) epitop virus kemudian masuk ke retikulum endoplasma (RE) tempat epitop berikatan dengan molekul MHC-1; (3) molekul MHC-1 yang berikatan dengan epitop virus kemudian dipindahkan ke membran sel pejamu, (4) sel Tc aktit berikatan dengan molekul MHC-1 yang mengikat epitop virus melalui molekul CDB-TCR; (5) pengikatan sel Tc ke sel yang terinfeksi memicu sel Tc mengeluarkan perforin (protein pembentuk pori-pori) dan enzimenzim proteolitik yang disebut gra nzymes;(6) granzryesmasuk melalui pori-pori dan mengaktifkan enzim-enzim yang akhirnya menyebabkan apoptosis (kematian sel terprogram atau bunuh diri) sel yang terinfeksi melalui destruksi sitoskeleton struktural dan degradasi kromosom. Akibatnya sel terpecah menjadi kepingan-kepingan yang kemudian dibersihkan melalui fagositosis (ICfl reseptor sel T; CDB, petanda pada sel T sitotoksik).
serupa terjadi terhadap sel tumor. Seiring dengan tumbuhnya tumor, sering terbentuk imunogen-imuno-
gen baru (berbeda dari komponen
diri sel tubuh
3.
normal) di permukaan sel tumor. Epitop yang relevan akan dikenali oleh sel CD8, yang membentuk suatu
klona untuk melakukan surveilans terhadap tumor, yang idealnya dapat mematikan neoplasma saat
4.
neoplasma tersebut terbentuk.
Fungsi Utama Imunitas Selular Secara singkat, imunitas selular
memiliki fun gsi sitotoksik. Sel CD8 menyebabkan kematian secara langsung sel sasaran seperti sel yang terinfeksi virus atau sel tumor. Sel CD8 melakukan fungsi ini dengan mengikat sel Sel T CD8
yang terinfeksi virus atau sel tumor dan mengeluarkan perforin yang mematikan sel sasaran.
2.
atau menekan (atau keduanya) respons imun selular dan humoral.
memiliki empat fungsi
yang sering dikutip:
1.
memengaruhi jaringan secara langsung, tetapi juga mengaktifkan sel lain seperti APC Sel T memiliki kemampuan untuk mengingat . SelT pengingat memungkinkan akselerasi respons imun apabila tubuh terpajan untuk kedua kalinya ke imunogen yang sama walaupun dalam interval yang lama dari pajanan awal. Sel T juga memiliki peran penting dalam regulasi atau pengendalian. Sel CD4 dan CD8 meningkatkan
SelNatural Killer Walaupun bukan sel T sejati, namun sel NK juga melaksanakan fungsi-fungsi efektor yang penting. Sel NK mengkhususkan diri menghancurkan sel yang terinfeksi virus dan neoplasma dengan mengeluarkan perforin yang serupa dengan yang dihasilkan oleh sel
Sel T juga menyebabkanreaksihipersensitiaitas tipe
CDS.Selnnturalkiller diberi nama demikian karena sel
Iambat saat menghasilkan berbagai limfokin yang
ini aktif tanpa perlu terlebih dahulu "disensitisasi"
menyebabkan peradangan. Limfokin tidak saja
oleh epitop; sel NK mengenali sel asing melalui cara-
ResponsTubuhTerhodopTontongonlmunologik BAB 5 cara nonimunologik misalnya muatan listrik yang tidak lazim di permukaan sel. Perbedaan utama antara sel CD8 dan sel NK adalah bahwa sel NK tidak spesifik untuk epitop dan tidak bertambah kuat oleh pajanan sebelumnya. Namun, sel NKmelakukan suatu fungsi penting; sel-sel ini selalu ada untuk menyerang sel-sel yang memperlihatkan petanda-petanda "asing" tanpa perlu mengalami sensitisasi dan kemungkinan mematikan sel-sel asing ini sebelum imunitas selular benar-benar teraktifkan. Sekitar 5% sampai 15'k dari semua limfosit dalam sirkulasi adalah sel NK. Walaupun memiliki beberapa petanda sel T, namun lirnfosit ini tidak melewati timus
untuk menjalani pematangan, tidak memiliki ingatan imunologik, dan tidak memiliki reseptor selT.
lmunitas Humoral Sel B memiliki dua fungsi esensial: (1) berdiferensiasi menjadi sel plasma yang menghasilkan imuno-
globulin, dan (2) merupakan salah satu kelompok APC. Pada masa janiry prekursor sel B pertama kali ditemukan di hati kemudian bermigrasi ke dalam sumsum tulang. SelB mengalamipematangan dalam dua tahap tetapi, tidak seperti selT, tidakmatang di timus. Fase
Tempat pengikatan
aniigen Rantai berat
t .o
G
t! c
Rantai ringan
o E
clt
g L
I t
Daerah engsel
o
lJ-
co
E o) d L
Tempat pengikatan
komplemen
{
93
pertama pematangan sel B bersifat independen-antigen. Pada fase ini, yang mungkinberlangsung di sumsum tulang, sel bakal mula-mula berkembang menjadi sel
pra-B dan kemudian menjadi sel B yang memperlihat-
kan imunoglobulin M (IgM) di permukaannya. Pembentukan IgM permukaan ini tidak bergantung pada imunogen (yaitu, bukan merupakan hasil dari reaksi dengansuatu epitop). Baik IgM maupunimunoglobulin D (IgD) di permukaan sel B dapat merupakan reseptor epitop. Pada fase kedua, atau fase dependen-antigen, selB
berinteraksi dengan suatu imunogen, menjadi aktif, danmembentuk sel plasma yang mampu mengeluarkan antibodi. Seleksi klonnl adalah suatu teori yang menjelaskan bagaimana imunoglobulin diproduksi. Setiap orang memiliki sekitar 107 sel B, masing-masing memiliki IgM atau IgD di permukaannya yang dapat bereaksi dengan salah satu imunogen (atau kelompok imunogen yang berkaitan erat). Suatu imunogen bereaksi dengan sel B yang imunoglobulin permukaannya paling "pas" dengan imunogen tersebut. Saat diaktifkan oleh reaksi ini, sel B terangsang untuk berproliferasi dan membentuk suatu klona sel. Sel-sel klona ini mengalami pematangan menjadi sel plasma, yang mengeluarkan imunoglobulin yang spesifik untuk imunogen yang pertama kali memicu perubahan ini. Pada fase kedua (dependen-antigen) ini, sel B berinteraksi dengan suatu imunogen, menjadi aktif, dan membentuk sel plasma yang mampu menghasilkan
imunoglobulin. Kompleks imunogen-imunoglobulin permukaan sel B juga dapat mengalami endosifosls (ingesti benda asing oleh sel). Sel B kemudian menyajikan epitop di permukaannya di celah pengikatan antigen MHC. Kompleks epitop-MHC dikenali oleh sel T CD4 (T
penolong), yang menghasilkan interleukin untuk merangsang pertumbuhdan dan diferensiasi sel B. Terbentuk sebuah klona sel B yang menghasilkan imunoglobulin yang spesifik bagi epitop tersebut. Selain itu, sebagian sel B yang sudah diaktifkan berubah menjadi sel B pengingat, yangberada dalam keadaan inaktif selama berbulan-bulan atau bertahun-
tahun sampai kembali terpajan ke imunogen yang sama. Sebagian besar respons sel B memerlukan bantuan sel T.
Gbr.5-11
Struktur sebuah molekul antibodi yang memperlihatkan dua rantai polipeptida ringan (L) dan dua rantai polipeptida berat (H) yang disatukan oleh ikatan disulfida (SS). Molekul memiliki bagian variabel fy), konstan (C), dan regio engsel yang fleksibel, yang pada eksperimen dapat diputuskan oleh enzim papain. Bagian variabel atau regio pengikat antigen (Fab)berikalan dengan epitop antigen. Bagian ini juga disebut sebagai ujung-N imunoglobulin. Regio konstan atau ujung-C imunoglobulin disebut f ragmen Fc dan berfungsi sebagai tempat untuk beragam interaksi nonspesifik, misalnya fiksasi komplemen dan pengikatan reseptor sel.
Imunoglobulin Imunoglobulirz (antibodi), yang membentuk sekitar 20%
dari semua protein dalam plasma darah, adalah produk utama sel plasma. Selain di plasma darah, imunoglobulin juga ditemukan di dalam air mata; air liur; sekresi mukosa saluran napas, cema, dan kemih-
94
BAG
IAN SATU
PE
NDAHU LUAN PATOLOGI UMUM : MEKANISME PENYAKIT
Rantai J lgA sekretorik (dimer dengan secretory piece) (monomer)
Rantai
lgD (monomer)
Gambar 5-12 Struktur lima kelas imunoglobulin. lgG, lgD, dan lgE adalah monomer. Sebagai suatu pentamer yang disatukan oleh sebuah rantai J, lgM adalah imunoglobulin terbesar. lgA memiliki beberapa bentuk. lgA serum adalah monomer, tetapi lgA yang terdapat dalam sekresi (lgA sekretorik) dapat berupa suatu dimer atau trimer yang disatukan oleh rantai J. Secretory piece yangheiingiari dimer lgA berperan dalam transportasi antibodi ini ke dalam sekresi dan melindunginya dari serangan enzim proieolitik.
kelamin; serta kolostrum. Banyak imunoglobulin spesifik-epitop diperlukan untuk mengikat beragam epitop; dengan demikian, harus diproduksi berbagai imunoglobulin dengan bagian variabel yang berbedabeda untuk mengikat jutaan epitop yang berlainan. Imunoglobulin bereaksi dengan imunogen spesifik yang merangsang pembentukannya. Walaupun imunoglobulin dari semua kelas tidak memiliki struktur yang persis sama, namun banyak yang memiliki strukfur dasar serupa dengan yang diperlihatkan di Gbr. 5-11, dengan bentuk khas seperti huruf Y. Imunoglobulin tersusun oleh rantai polipeptida berat molekul rendah (L) dan berat molekul tinggi (H). Walaupun terdapat beberapa perbedaan, namun semua imunoglobulin memiliki dua rantai H dan dua rantai L yang disatukan secara bervariasi oleh ikatan disulfida. Rantai L biasanya memiliki satu bagian variabel dan satu bagian konstan; rantai H biasanya
memiliki satu bagian variabel dan tiga bagian konstan. Tabel 5-2 meringkaskan karakteristik dan fungsi kelima kelas imunoglobulin, dan Gbr. 5-12 memperlihatkan struktur imunoglobulin. Bagian variabel pada struktur Ig (di "puncak" struktur Y) terdiri dari sekuensi asam amino tertentu yang membentuk tempat mengikat epitop. Bagian ini memiliki variabilitas molekular karena spesifisitas sistem imun. Tubuh memerlukan sejumlah besar im unoglobulin spesifik-epitop untuk dapat mengikat jutaan epitop yang berlainan; dengan demikian, harus dihasilkan beragam imunoglobulin untuk menghadap jutaan epitop yang berlainan. Bagian variabel pada imunoglobulin merupakan salah satu aspek spesifisitas sistem imun karena besamya variasi sekuensi asam amino. Bagian konstan memiliki sekuensi asam amino yang konsisten di antara antibodi-antibodi yang spesifisitas pengikatannya berbeda-beda. Bagian variabel
Respons Tubuh Terhodop Tontongon
lmunologik
BA
Bs
95
dan bagian konstan yang membentuk masing-masing
miliki fleksibilitas fisik yang besar. Lengan-lengan
lengan bentuk Y tersebut disebuty'rzgmen Fab, yang fungsinya adalah mengikat epitop.
imunoglobulin dapat berputar sampai 180 derajat untuk mengikat sebuah imunogen.
Bagian bawah imunoglobulin penting untuk bermacam-macam fungsi biolo grk, misalnya mengikat reseptor sel dan memfiksasi komplemen. Bagian dasar struktur Y disebutfragmen Fc dan terbentuk dari empat bagian konstan. Terdapat suatu regio engsel fleksibel
Fungsi Imunoglobulin Imunoglobulin memilikr lima ftrngsi efektor:
1. Imunoglobulin
(regio Hi) di perpotongan antara fragmen Fab dan fragmen Fc yang menyebabkan imunoglobulin me-
menyebabkan sitotoksisitas yang
diperantarai oleh sel yang dependen antibodi (ADCC).
:1 rr;;
..:::::::+ 1tf,#ftlii .
' "-'; 1: tit'i;;ij:a;:::;,:;, ti{:l@iiiiii
.
"!I-4:
Klasifika5i lmunoglobulin
:i,
,
dl
,
besar Berperan dalam respons primer dengan waktu-paruh singkat lg paling efisien dalam aglutinasi dan Beredar sebagai suatu pentamer fiksasi komplemen (kelompok lima) Berikatan dengan imunogen di lg paling primitif dan paling
5751 0%; 8t1170 mgl:.:::'Serum, Permukaan sel B
Yang pertama kali
terbentuk
sebagai respons terhadap infeksi bakteri atau virus
lg yang pertama dibentuk oleh janin
tsc
75Ye'€,0"/"', 700*1700
: mddl
Serurn r,:'
lg'yang paling
permukaan sel B lg yang terbentuk terhadap imunogen pada sel darah asing
(reaksi transfusi)
banyakdidalam
Berperan dalam respons sekunder Menghasilkan imunitas pasif bagi Satu-satunya lg yang menembus bayi baru lahir plasenta Penting pada opsonisasi, presipitasi, Memiliki empat subkelas dan aglutinasi
,:
darah
Cairan interstisium
Memiiksasi fsA
10e/q*154/q; !.::
1
70*280
lg utama dalam
mddl
sekresi; :
kolostrum, air liur, air mata,
dan'sekresi saluran napas, G!, dan GU Serum
w
<1ol9'...,:.:
@
<1%i,,;;:::,;:
lI:fi9/d
Seqrn
,kl mg/dl
Serum
,,
"
,,,
Menetralisasikan toksin dalam darah Pertahanan primer terhadap invasi di selapui lendir; mencegah melekatnya bakteri dan virus ke, mukosa Berikatan dengan polipeptida untuk dapat melewati permukaan mukosa :
Ditemukan dalam konsentrasi sangat rendah dalam darah
Fungsi tidak jelasl:, mungkin berf ungsi sebagai reseptor imunogen atau : ,, dalam dife'iensiasi sel
Mampu berikatan dengan reseptor di sel mast dan
Bekerja sebagai reseftor
,:,:,:::
':i,, '
Cairan . interstisium Sekresi eksokrin
G/, gastrointestinal; GU, genilourinaria, /9, imunoglobulin
Berikatan dengan secretory piece dati sel epitel untuk dapat lewat di antara sel-sel epitel dan masuk ke dalam cairan serosa Disintesis oleh jaringan limioid di dekat selaput lendir
Permykaan sel B j
Monomer dalam serum (Y tunggal) tetapi berbentuk dimer (ganda) atau trimer (tripel) dalam sekresi
komplemen
basofil
B : untuk ],,
alergen saat tubuh melakukan respons alergi; memicu pelepasan histamin dan mediatorlain selama respons alergi Terlibat dalam hipersensitivitas tipe I Pertahanan terhadap, infeksi paiasit
q6
BAG TAN
sATU
PENDAHULUAN PATOLOGI UMUM: MEKANISME PENYAKIT Molekul toksin
{{ {{ {}
co) .9 c
+
+
$& E
r
-o C
E
o
@€ OC
\"/
(\ \\ E-\
-o-9 EC
:o
v.s, C
(!
tY
5-13
+
tr4 {L ,ttrA
kWtu Krtu M
+
+ A,
;r t4 r
\_
Netralisasi dan presipitasi toksin
Gbr.
Determinan antigen
Netralisasi dan aglutinasi virus
Oosonisasi 'bakteri
Metode untuk menghancurkan agen penginvasi. Antibodi dapat menetralkan eksotoksin bakteri, menetralkan virus, dan
menyebabkan opsonisasi bakteri.
2. Imunoglobulin memungkinkan
terjadinya imuni-
sasi pasif (timbulnya imunitas karena menerima
imunoglobulin yang sudah terbentuk).
3. Imunoglobulin
meningkatkan opsonisasi (pengendapan komplemen pada suatu antigen sehingga
Proses lain yang terjadi dengan keberadaan imunoglobulin antara lain adalah aglutinasi, netralisasi, dan lisis. Aglutinssi adalah proses yang menyebabkan imunoglobulin dan imunogen menggumpal. Imunoglobulin dapat secara langsung menyerang imunogen
kontak lekat dengan sel fagositik menjadi lebih.
dengan aglutinasi, suatu proses yang dapat menyebab-
stabil).
kan netralisasi (inaktivasi) dan lisis imunogen. Imunoglobulin juga dapat menyebabkan netrslisasi
4. Imunoglobulin mengaktifkan
komplemen (kum-
pulan glikoprotein serum).
5. Imunoglobulin juga dapat menyebabkan
ana-
filaksis. Terikatnya imunoglobulirq yang ditujukan kepada sel sasaran misalnya sel yang terinfeksi virus, dengan reseptor sel NK dapat membunuh sel pada proses
ADCC. Dalam proses ini, sel NK menimbulkan kematian melalui apoptosis. Imunitas pasif adalah resistensi relatif yang bergantung pada produksi imunoglobulin orang atau pejamu lain. Imunitas pasif dapat terjadi secara alami saat IgG ibu masuk ke janin atauneonatus mendapat IgA melalui kolostrum.
toksin (racun) yang dikeluarkan oleh bakteri dengan mengikat toksin tersebut. Toksin dan imunoglobulin berikatan, suatu proses yang menyebabkan toksin tidak dapat mengikat sel jaringan dan menimbulkan efek merugikan. Apabila telah terbentuk kompleks, maka kompleks tersebut mengalami presipitasi (suatu proses yang menyebabkan kompleks mengendap dalam larutan). Sel-sel fagositik menghancurkan
produk dari semua proses ini, dan pengikatan imunoglobulin meningkatkan proses penguraian ini. Proses opsonisnsi adalah fungsi penting lain imunoglobulin. Opsonin adalah suatu bahan yang
Respons Tubuh Terhcdop Tontongon
menyebabkan bakteri "terasa lebih lezat" bagi sel fagositik, yang sering memiliki reseptor permukaan untuk mengikat IgG. Setelah imunoglobulin (terutama
lmunologik
cl
IgG) melapisi bagian eksterior suatu imunogen dengan mengikat epitop-epitop permukaan imunogen tersebut, maka fagosit dapat dengan mudah menelan imunogen.
Imunoglobulin juga dapat mengaktifkan jenjang
c4, c2
komplemen (C). Metode destruksi antigen oleh imuno-
C4a, C2b
,.,.
::.::- t lit
l-Till
HrO
li.--Tl Permukaan yang mengaKifkan faktor B, faKor D
I c3 C3a
terpajanke suatu imunogen. Reintroduksi suatu sensl,
C3a
C5a
c6, c7 c8, c9
Pada manusia, sistemkamplemen (C) terdiri dari sekitar
l
20 protein yang terdapat di serum dan cairan jaringan.
komplemen
perannya dalam lisis bakteri terjadi karena pengaktivan jenjang C. Setelah mengalami pengaktivan secara sekuensial (Gbr. 5-14), komponen-komponen C berinteraksi satu sama lain untuk mernbentukmembrqne attack complex (MAC) di permukaan se1 sasaran. MAC memasukkan molekul-molekul pembuat pori ke
..
c5
Struktur dan Fungsi Komplemen
Fungsi utama sistem C adalah menyebabkan /lsls sel;
c3
@
sensitivitas dalam bentuk yang lebih terbatas. Reaksi ini menyebabkan dibebaskannya berbagai mediator dari sel mast dan basofil saat pejamu terpajan ke suatu alergen. Sel-sel fagositik menelan dan cepat menguraikan kompleks imunoglobulin-imunogen dengan atau tanpa respons hipersensitivitas yang nyata.
Fungsi Komplemen
I
ii
I
tizer (pemeka) juga dapat memicu reaksi hiper-
keseluruhan sistem C adalah sebagai penguat (amplifier) dari semua reaksi imun yang terjadi sebagai respons terhadap invasi benda asing.
97
IFffiffi'I cgusu
mediator proinflamasi lainnya ke dalam cairan jaringan di sekitarnya dan darah setelah pejamu
Pada awalnya, Paul Ehrlich menyebut istilah untuk menjelaskan kemampuan proteinprotein ini menyelesaikan atau memperkuat kerja imunoglobulin menghancurkan bakteri. Sebagian besar protein komplemen dihasilkan oleh hati. Sistem C memiliki tigaperanbiologik utama: (1) menyebabkan lisis imunogen seperti bakteri, alograf (tranplan jaringan dari spesies yang sama), dan sel tumor; (2) menghasilkan mediator atau fragmen protein yang memodulasi respons imun dan inflamasi di tubuh; dan (3) menyebabkan opsonisasi, yang bersifat memperkuat efek yang dihasilkan oleh imunoglobulin. Peran
5
c3
:
globulin digambarkan pada Gbr. 5-13.
Imunoglobulin dapat mengaktifkan anafilaksis (reaksi alergi sistemik pada individu yang pernah tersensitisasi) dengan membebaskan histamin dan
B
Jalur Alternatif
Jalur Klasik AKivator
BA
'.---"=Y
Membrane aftack comp|ex
i{.[pi*ia1sn
Gbr.
5-14
Jalur klasik dan alternatif pada jenjang komplemen.
dalam membran sel imunogen. Membran sel kemudian
mengalami kerusakan sehingga air dan elektrolit masuk ke dalam sel yang rnenyebabkan sel sasaran pecah dan mati. Fungsi kedua komplemen, pembentuknn berbagai mediator imun, berperan penting dalam respons peradangan imun. Protein-protein sistem C menyebabkan vasodilatasi di tempat peradangan. Apabila suatu
jaringan mengalami vasodilatasi, maka akan lebih banyak darah dan sel imun yang beredar ke jaringan tersebut. Selain itu, fragmen-fragmen C (terutama C5a dan kompleks C567) menarik neutrofil dan makrofag
ke tempat kejadian untuk meningkatkan fagositosis. Proses menarik sel-sel fagositik ke tempat peradangan disebut kemotaksis. Beberapa fragmen (C3a, C4a, C5a) menyebabk an degranulasl (pengosongan vesikel yang mengandung histamin) sel mast dan basofil. Histamin
98
BAG IAN
sATU
PENDAHULUAN PATOLOGI UMUM: MEKANISME PENYAKIT
yang dibebaskan kemudian menyebabkan peningkat-
an permeabilitas vaskular dan kontraksi otot polos. Karena perubahan-perubahan ini mirip dengan efek
jaringan setelah reaksi dependen-IgE seperti anafilaksis, maka fragmen-fragmen C tersebut sering disebut
s
eb a gat an afil
a
untuk memicu jalur klasik belum terbenhrk. Baik jalur klasik maupun alternatif menyebabkan terbentuknya
molekul C sentral, C3b, yang memiliki dua fungsi penting: opsonisasi dan pembentukan MAC.
toksin.
Fungsi ketiga sistem C adalah opsonisasi. Sel-sel fagositik sering lebih mampu menelan bahan apabila bahan imunogen ini dilapisi oleh komplemen (terutama C3b). Banyak sel fagositik memiliki reseptor C3b di permukaan selnya. Apabila imunogen dilapisi oleh komplemen, maka reseptor sel fagositik untuk komplemen dapat mengikat imunogen dan fagositosis dapat berlangsung cepat.
Pengaktivan Komplemen Sistem C dapat diaktifkan melalui dua cara. Pengaktivan dapat terjadi karena terbentuknya kompleks imunogen-imunoglobulin IgG atau IgM (j alur klasik) atau karena berbagai molekul (j tilur tilternntifl , misalnya endotoksin (lipopolisakarida bakteri Gram-negatif), dinding sel fungus, dan selubung luar virus. Dari kedua jalur ini, jalur alternatif lebih penting bagi pertahanan pejamu saat pertama kali seseorang terinfeksi karena imunoglobulin yang diperlukan
KOM PLE KS H ISTOKOM PATI BI LITAS
MAYOR MHC, yang juga dikenal sebagai kompleks HLA, bergantung pada suafu regio di lengan pendek kromosom6 (Cbr. 5-15). Setiap orang memiliki dua set gen ini (haplotipe): satu dari kromosom ibu dan sahr dari ayah. Kelompok gen ini bertanggun g jaw ab menghasilkan aloantigen (antigen yang membedakan organismeorganisme dari spesies yang sama), yang sebagian di antaranya ditemukan di permukaan semua sel berinti. Aloantigen-aloantigen ini mengidentif ikasi setiap sel berinti dalam tubuh seseorang sebagai sel diri.
Kelas Antigen MHC Protein yang dikode oleh MHC umumnya dibagi menjadi tiga kelas: antigen MHC kelas I, kelas II, dan
\---v-
Antigen kelas ll
Gbr.
5-15
Antigen kelas lll
Kompleks histokompatibilitas mayor (MHC), atau kompleks antigen leukosit
Antigen kelas I m
anusia (HLA),lerletak di lengan pendek kromosom
6. lni adalah tempat gen-gen yang mengkode antigen HLA. Kompleks gen ini penting untuk pengenalan imun, interaksi antarsel, dan pengkodean antigen histokompatibilitas permukaan sel yang penting untuk memicu respons imun. Antigen-aniigen kompleks HLA dibagi menjadi tiga kelompok. Antigen kelas I (lokus: HLA A, B, dan Q ditemukan di permukaan sebagian besar sel di tubuh dan penting dalam pengenalan imun, penolakan tandur jaringan, dan eliminasi sel yang terinleksi virus. Antigen kelas ll ditemukan di sel-sel imunokompeten (sel B, sel T, makrofag, monosit) dan penting untuk komunikasi antara sel-sel ini. Antigen kelas lll berperan dalam jalur klasik dan alternatif pada sistem komplemen.
ResponsTubuhTerhodopTontongonlmunologik BAB s
Gbr.
5-16
99
Rangkaian proses imunitas selular dan
kerja antibodi terhadab infeksi virus. Virus yang dibebaskan oleh sel yang terinfeksi ditelan dan diproses oleh sebuah sel penyaji antigen (ApC) (misalnya, makrofag). Epitop virus disajikan dalam
Epitop virus Epitop
virus
TCR
ikatan dengan suatu protein MHC kelas ll ke reseptor sel [CR) spesifik-virus pada sel CD4. Makrofag membuat lL-1, yang membantu mengaktifkan sel CD4.
f
Sel CD4 yang sudah diaktifkan menghasilkan
lL-2
interleukin (misalnya, I L-2, yang mengaktifkan sel CDg
untuk menyerang sel yang terinfeksi virus, serta /L_
4 dan IL-S, yang mengaktifkan sel B agar mempro-
duksi antibodi). Spesifisitas respons siiotoksik yang dilakukan oleh sel CDB ditentukan oleh TCR-nya, yang
mengenali epitop virus yang disajikan (bersama dengan protein MHC kelas l) oleh sel yang terinfeksi virus.
Antibodi
kelas III. Antigen MHCkelas I ditemukan di permukaan semua sel berinti dan trombosit kecuali sperma tozoa. Saat suatu sel terinfeksi oleh virus, maka epitop virus akan disajikan di permukaan sel oleh molekul MHC kelas I. Dalam ikatan ini, sel T CD8 (sel T sitotoksik) yang memiliki reseptor sel T (TCR) yang sesuai akan mengenali epitop tersebut (Gbr. 5-16). Protein CDS di sel CD8 menstabilkan interaksi, dan sel CD8 menjadi aktif untuk melanjutkan respons imun.
Molekul MHC kelas
Peran Antigen MHC dalam Transplantasi dan Autoimunitas tiap o rang m ein i llki dua h ap I o t ip e (k ombtna s i b eb erapa alel dalam sebuah kelompok gen ; alel adalal salah satu dari dua atau lebih gen yang berbeda yang mengandung karakteristik spesifik yang dapat diwariskan dan menempati posisi yang sama pada sepasang kromoSe
berperan dalam jenis-jenis
som) MHC. Masing-masing orang tua mewariskan
reaksi selular yangberbeda dari yang diperankan oleh
haplotipenya kepada ketumnannya, yang berbagi satu haplotipe dengan masing-masing orang tua. Semakin mirip susunan MHC antara dua orang, semakinbesar
11
komponen MHC kelas I. Apabila suatu APC seperti makrofag menyajikan epitop yang sudah diproses di permukaannya, maka epitop tersebut dikaitkan ke antigen MHC kelas II. Sel T CD4 (sel T penolong) akan mengenali epitop tersebut dan mengikat kompleks MHC-imunogen melalui kompleks TCR-nya. protein CD4 dari sel T CD4 menstabilkan interaksi, dan sel CD4 menjadi aktif untuk melanjutkan respons imun. Semua sel berinti memiliki antigen MHC kelas I. Dengan demikian, saat suatu sel terinfeksi oleh virus, antigen MHC kelas I menyajikan imunogen virus di permukaan sel untuk mengaktifkan sel CD8. Namun, antigen MHC kelas II berkaitan dengan APC seperti makrofag, monosit, dan sel B. Saat suatu antigen disajikan oleh APC melalui antigen MHC kelas II, maka yang diaktifkan adalah sel CD4. Antigen MHC kelas 111 sebenarnya adalah bagian dari jenjang C (C2 dan C4) dan berperan dalam jalur klasik dan alternatif sistem C. Dua rnediator, faktor nekrosis tumor (TN F ) dan limfotoksin, sertabeberapa zat yang tampaknya tidak berkaitan, juga dikode oleh regio MHC kelas IIL
kemungkinan keberhasilan tranplantasi jaringan di antara keduanya. Penentuon tipe jaringan, suatu proses yang digunakan dalam uji paternitas dan seleksi donor untuk transplantasi jaringan, adalah mekanisme yang digunakan untuk mengidentifikasi spesifisitas selular individual pada MHC (lihat Bab 48). Autoimunit as didefinisikan sebagai terjadinya keru-
sakan struktural atau fungsional sel akibat reaksi limfosit atau imunoglobulin dengan komponen tubuh yang tampak normal. Banyak penyakit autoimun yang lebih sering terjadi pada orang dengan gen MHC tertentu. Penyebab keterkaitan yang sering kuat ini masih belum diketahui pasti. Namurt produk-produk gen
MHC tertentu (bukan gen yang lain) tampaknya dapat menyajikan imunogen (termasuk antigen diri) yang memicu respons imunologik. Seseorang biasanya toleran terhadap imunogen jaringan yang dikenali sebagai diri. Namun, pada keadaan tertentu, toleransi terhadap diri mungkin hilang dan dapat timbul reaksi imun terhadap imunogen diri.
r00
BAG IAN
sATU
PENDAHULUAN PATOLOGI UMUM: MEKANISME PENYAKIT
Bakteri, virus, dan obat dilaporkanberkaitan dengan penyebab perubahan jaringan yang memicu pengaktifan sel T dan B untuk menyerang sel-sel tubuh sendiri. Istilah mimikri molekzl digunakan untuk menjelaskan situasi ini. Bakteri atau virus pemicu sangat mirip dengan suatu komponen tubuh sehingga serangan imun malah ditujukan kepada komponen tersebut dan
mencerminkan reaksi yang diperantarai imunoglobulin yang menyebabkan aglutinasi, presipitasi, netralisasi, opsonisasi, dan pengaktivan enzim-enzim C dan lisis sel. Sel T dan B pengingat terbentuk untuk menyebabkan respons yang lebih cepat terhadap imunogen bila bertemu di kemudian hari.
bukan bakteri atau virus pemicu. Banyak penyakit autoimun memperlihatkan insiden familial yang tinggi (predisposisi genetik) yangdapat dikaitkan dengan an-
Cabang Aferen dan Eferen Respons lmun
tigen MHC. Penyakit autoimun yang dapat disebabkan
oleh fenomena mimikri molekul antara lain adalah penyakit jantung rematik, lupus eritematosus sistemik, artritis rematoid, diabetes melitus tipe 1, miastenia gravis, sklerosis multipel, dan penyakit Graves. Bab 12 membahas mekanisme-mekanisme lain yang dapat
memicu autoimunitas.
RANGKUMAN: RESPONS IMUN Respons imun adalah suatu interaksi kompleks (Gbr. 5-17) antara APC, sel-sel sistem imun, dan protein lain seperti sistem C dan sejumlah sitokin (protein berberat
molekul rendah yang dikeluarkan oleh sel yang ikut serta dalam respons irnun). Tubuh memiliki beberapa mekanisme untuk meningkatkan fagositosis imunogen
asing. Walaupun APC dapat menelan bakteri atau virus tanpa opsonisasi, namun apabila suatu imunogen dilapisi oleh komplemen atau imunoglobulin, maka proses fagositosis menjadi lebih kuat. Apabila suatu APC atau sel yang terinfeksi virus menyajikan sebuah epitop di permukaan sel, maka sel T akan mengikat epitop tersebut sehingga terjadi pengaktivan sel T. Antigen MHC kelas I dan kelas II sangat penting untuk menyajikan epitop dan menstabilkan interaksi antarsel, yang menyebabkan terbenbuknya klona sel T CD8 atau CD4. Antigen MHC kelas I menstabilkan reaksi dengan sel yang terinfeksi virus dan sel T CD8
(sitotoksik), sedangkan antigen MHC kelas II menstabilkan reaksi dengan APC dan sel T CD4 (penolong). APC menghasilkan IL-1 untuk membantu pengaktivan sel T, dan sel T, sebaliknya, menghasilkan
interleukin lain untuk memicu diferensiasi dan proliferasi sel T. Interleukin juga merangsang sel B untuk menghasilkan imunoglobulin dan memengaruhi tipe imunoglobulin yang dihasilkan. Komplemen memperkuat respons untuk membanhr lisis dan destruksi imunogen. Imunogen "penginvasi" dihancurkan karena efek sitotoksik langsung dari sel
T CD8. Destruksi dan netralisasi juga dapat
Respons imun dapat dijelaskan dalam dua fase: cabang aferen dan cabang eferen. Cabang aferen juga dikenal sebagaifase induksi, adalah bagian dari respons imun yang menghasilkan pengenalan imunologik dan pembentukan unsur-unsur responsif. Sel-sel yang berperan pada tahap ini adalah limfosit (sel T dan B) dan APC, yang berproliferasi selama cabang aferen. Cabang eferen, yang juga dikenal sebagaifase efektor, terjadi saat sel-sel imunokompeten dan antibodi reaktif
sudah tersebar ke seluruh tubuh. Peran komponen respons imun yang menetap dan beredar ini adalah untuk bereaksi dengan imunogen dan menyebabkannya inaktif. Sel-sel efektor atau molekul imunoglobulin ikut serta pada cabang eferen di hampir seluruh tubuh.
Respons lmun Primer dan Sekunder Perbedaan penting terakhir pada respons imun adalah sudahberapa kali tubuh "bertemu" dengan imunogen.
Saat tubuh pertama kali bertemu dengan suatu imunogen, terjadi proses imunologik yang disebut respons primer. Munculnya antibodi spesifik biasanya terjadi dalam 7 sampai 10 hari, yang mencerminkan produksi oleh suatu klona sel B dan sel plasma untuk imunogen tertentu tersebut. Kadar imunoglobulin spesifik dalam serum terus meningkat selama sekitar 4 minggu dan kemudian menurun secara bertahap. Imunoglobulin yang pertama kali muncul adalah IgM,
diikuti oleh IgG dan IgA (Gbr. 5-18). Beberapa bulan atau bahkan tahun setelah individu terpajan ke imunogen, apabila terjadi pajanan kedua, individu yang bersangkutan mengalami re spons sekunder. Respons sekunder berlangsung lebih cepat daripada respons primer karena adanya sel-sel pengingat dari kontak pertama dengan imunogen. Sel-sel pengingat berproliferasi untuk membentuk klona sel
dalam jumlahbesar yang mampu menghasilkan IgM seperti pada respons primer. Namun, produksi IgG jauh lebih banyak daripada yang terjadi pada respons
ResponsTubuhTerhodopTontongonlmunologik BAB s VirusB (imunogen)
o -e 15"?
t0t
r'
x$$Itakroras TCR
I f
Pengolahan antigen Epitop virus
IL-2R Sitotoksin
..l{t-z
cD8
--
Penolons
\*yAv,"* !Selr"ou' {*ilre".", "i t [:l";')]tco+
.;\
:J
X-/
I Kematian sel
AI )+\t
{rnk ily" Sel Tc pengingat
sitotoksik*.
lgM 1}f+
{
ffi*,, /\/{roHiion"' "}ilonomer
oi"d,il.,
Diferensiasi / Proliferasi \
16" e. }Yffln1.n'' *
Gbr,
5-17
nn*ooi
Gambaran singkat proses induksi respons imun selular dan humoral.
primer, dan kadar imunoglobulin ini cenderung bertahan lebih lama daripada saat pertama kali berkontak dengan imunogen. Selain itu, imunoglobulin cenderungsecara lebih kuat mengikat imunogen dan lebih efektif menginaktifkan atau membersihkarulya dari tubuh dibandingkan dengan saat kontak pertama.
TIPE IMUNITAS Sepanjang hidup seseorang terdapat beberapa tipe imunitas yang bergantung pada usia dan penanganan penyakit, Imunitas alnmi (natiae immunity, resistensi bawaan) adalah potensi untuk menolak " agen" asing
tanpa pernah berkontak. Imunitas alami dianggap "nonspesifik" karena dipertahankan oleh sel NK, jenjang C, interferon, serta kulit dan selaput lendir tanpa bergantung pada mekanisme imun spesifik. Proses-proses di dalam tubuh seperti fagositosis dan peradangan juga berperan menghasilkan imunitas alami. Imunitas dependen-spesies juga merupakan salah satu aspek imunitas alami. Manusia tidak
terjangkit penyakit yang spesifik untuk spesies lain, seperti sapi, babi, dan kuda. Imunitns didnpat terjadi setelah tubuh terpajan ke suatu imunogen setelah lahir. Imunitas didapat dapat bersifat aktif atau pasif. Imunitas aktif adalahresistensi terhadap suatu imunogen yang terjadi akibat kontak dengan imunogen asing. Kontak dapat terjadi dalam bentuk infeksi, imunisasi dengan imunogen hidup atau yang sudah dimatikan, pajanan ke produkbakteri misalnya endotoksin atau eksotoksin, atau transplantasi sel atau organ asing. Pada imunitas aktif, individu secara aktif menghasilkan imunoglobulin atau limfosit peka atau keduanya sebagai respons terhadap imunogen spesifik. Keunggulan utama imunitas aktif adalah resistensi bersifat jangka-panjang; kekurangan utamanya adalah bahwa imunitas aktif memiliki awitan yang relatif lambat. Imunitas aktif terjadi apabila seseorang berkontak dengan suatu virus seperti virus penyebab cacar air; virus merangsang respons yang menyebabkan orang tersebut kemudian resisten atau kebal terhadap pajanan berikutnya. Sebagian atau seluruh virus yang dilemahkan atau dimatikan, produk-produk toksiknya, atau antigen
t02
BAG IAN
sATu
PENDAHULUAN PATOLOGI UMUM: MEKANISME PENYAKIT
Pajanan pertama ke antigen
Pajanan kedua ke antigen
+
+
o cn
tr
z
-
1 f a
HARI
Gbr.5-18
Respons imun primer dan sekunder. lntroduksi antigen memicu suatu respons yang didominasi oleh dua kelas antibodi, lgM dan lgG. lgM merupakan imunoglobulin yang predominan dan pertama kali muncul pada respons primer, sedangkan lgG muncul belakangan. Setelah sistem imun pejamu tersensitisasi, pajanan ke antigen yang sama akan memicu respons sekunder; pada keadaan ini diproduksi sedikit lgM tetapi sejumlah besar lgG.
yang direkayasa secara genetis misalnya antigen permukaan hepatitis B juga dapat menimbulkan imunitas aktif melalu i vaksinasi.
Imunitas pasif adalah resistensi relatif yang bergantung pada produksi imunoglobulin oleh orang atau
pejamu lain. Imunitas pasif dapat terjadi secara alamiah saat IgG ibu masuk ke janin atau neonatus menerima IgA dari kolostrum. Imunitas pasif juga dapat diinduksi secara buatan dengan serum imun untuk mencegah atau mengobati infeksi (misal, cacar, rabies, campak) atau untuk menetralkan toksin (misal, difteria, tetanus, botulisme, bisa ular). Keunggulan utama imunitas pasif adalah dapat segera ditimbulkan dengan memberikan sejumlah besar imunoglobulin. KekurangarL utamanya adalah bahwa imunitas pasif memiliki umur yang singkat dan dapat menimbulkan reaksi alergi, terutama apabila berasal dari sumber-
imun adapbif ini adalah bahwa interaksi imunoglobulin atau sel T dengan imunogen kadang-kadang dapat menyebabkan cedera pada tubuh. Reaksi yang merugikan ini disebut sebagai reaksi hipersensitiaitas. Kata alergi juga digunakan untuk menjelaskan reaksi hipersensitivitas tertentu yang sering dijumpai pada manusia. Dahulu, reaksi hipersensitivitas yang diperantarai oleh imunoglobulin disebut reaksi hipersensitivitas f lpe cepat (atauhumornl), sedangkan yang diperantarai oleh
mekanisme imun selular disebut reaksi hipersensitivitas tipe Inmbat (atav cell-mediated). Walaupun istilah-istilah ini masih digunakan saat ini, namun adanya tumpang tindih yang cukup banyak dalam kecepatan munculnya berbagai reaksi menyebabkan ketepatan kedua istilah menjadi berkurang. Klasifikasi cedera imunologik yang lebih bermanfaat yang dikembangkan oleh Gel danCoombs membagi reaksi ilI, dan IV (Tabel 5-3).
sumber bukan manusia.
hipersensitivitas menjadi reaksi tipe I, II,
FISIOLOGI REAKSI H IPERSENSITIVITAS
Reaksi Tipe I (Anafilaktik) Pada reaksi tipe I (reaksr tipe anafilaktik, reaksi hiper-
sensitivitas tipe cepat), individu tersensitisasi oleh
Imunitas humoral dan selular jelas memiliki nilai adaptif bagi tubuh. Istilah imunitas secara umum mengacu l
imunogen tertentu melalui pajanan sebelumnya. Pada
kontak awal yang diproduksi adalah IgE yang kemudianberedar ke seluruh tubuh dan terfiksasi ke permukaan sel mast dan basofil. Saat tubuh kembali berkontak dengan imunogen yang sama, interaksi
Respons Tubuh Terhodop Tcntongon
antara imllnogen dengan antibodi yang sudah melekat ke sel mast menyebabkan pelepasan secara mendadak
dan besar-besaran zat-zat proinflamasi, seperti histamin, yang terkandung di dalam sel-sel tersebut. Apabila jumlah imunogen yang masirk sedikit dan di daerah yang terbatas, maka pelepasan mediatornya lokal. Pada siLr-rasi ini, akibah-rya adalah terjadinya vasodilatasi lokal disertai peningkatan permeabilitas danpembengkakan. Reaksi ini juga menjadi dasarbagi imunogen masuk daiam jumlah lebih besar dan secara intravena ke dalam orang yang sudah peka, maka pelepasan mediator-mediator dapat sangat banyak dan meluas dan menimbulkan reaksi anafilaktik. Yang sering menjadi penyebab reaktivitas tipe I adalah bisa serangga, serbuk sari, alergen hewan, jamur, obat, dan
makanan.
Contoh klasik reaksi anafilaktik tipe generalisata ini dijumpai saat seseorang yang sudah tersensitisasi
mendapat infus intraveua suattt alergen seperti penisilin. Tanda-tanda distres muncttl dalam beberapa menit atau kurang, dan orang tersebut dapat meninggal
dengan cepat setelah mengalami serangan agitasi, kejang, bronkospasme, atall kolaps sirkulasi. Reaksi anafilaktik seperti ini terjadi karena obstruksi bronkus, yang menyebabkan terperangkapnya udara inhalasi di dalam paru, gagal napas, dan defisit okgigen atau
karena faktor-faktor misalnya hipotensi berat,
BA
Bs
103
Rangkaian kejadian ini disebabkan oleh pembebasan
berbagai mediator dari sel mast yang kemudian memengarllhi otot polos vaskular dan jalan napas. Reaksi yang lebih ringan mencakup rinitis alergi (hay fever), angioedema, dan urtikaria (biduran).
jr-rga
uji kulit oleh para ahli alergi. Namun, apabila
lmunologik
Reaksi Tipe
ll
(Sitotoksik)
Renksi tipe ll bersifat sitotoksik. IgG atau lgM dalam darah berikatan dengan epitop di permukaan imunogen atau antigen MHC yang disajikan di permukaan sel. Akibat dari interaksi ini mungkin adalah percepatan fagositosis sel sasaran atau lisis sel sasaran setelah terjadi pengaktivan sistem C. Apabila sel
sasaran adalah agen penginvasi, misalnya bakteri, maka hasil akhir dari reaksi ini bermalfaat bagi tubuh. Apabila sel sasaran adalah sel rubuh sendiri, misaklya erihosit, maka akibahrya mungkin adalah suatubentuk anemia hemolitik. Jenis lain reaksi tipe II adalah sitotoksisitas yang diperantarai oleh sel yang dependenantigen (ADCC). Pada reaksi tipe ini, imunoglobulin yang ditujukan terhadap antigen-antigen permukaan suatu sel berikatan dengan sel tersebut. Leukosit seperti neutrofil dan makrofag yang memiliki reseptor untuk bagian tertentu (bagian Fc) molekul imunoglobulin
tersebut kemudian berikatan dengan sel dan menghancurkannya. Contoh yang umum unLuk reaksi
pembengkakan laring, atalL ganggr-ran irama jantung.
tipe
Il
adalah destruksi eritrosit sewaktu transfusi
TABEL 5-3 Ringkasan Reaksi Hipersensitivitas ,'::.+t':::::a.... -:::
1,l1lr,]1,-;s1;;Gt.ri4 '
:": r
Meka
n
:. isrne .r.",. :::,r,,llir::,= ::.:
:.. ;.::
jiir,,l:rr,.:=:::#
Contoh .ia
.
."
n;&i.
*.W
Tipe l: Analilaktik
Antigen bereaksi dengan antibodi lgE yang terikat ke permukaan sel mast; menyebabkan pelepasan mediator dan efek mediator
Uji gores alergi yang positif Anafilaksis Alergi saluran napas Bisa serangga
Tipe ll:Sitotoksik
Antibodi berikatan dengan antigen yang merupakan bagian dari sel atau jaringan tubuh; teriadi pengaktivan komplemen; atau fagositosis sel ' sasaran dan mungkin sitotoksisitas yang diperantarai oleh sel yang dependen-antibodi '
Anemia hemolitik imun Sindrom Goodpasture
Penyatuan antigen dan antibodi membentuk suatu '' kompleks yang mengaKifkan komplemen, menarik rleukosit, dan menyebabkan kerusakan jaringan oleh produk-produT l,
Serum sickness Beberapa bentuk glomorulonefritis Lesi pada lupus eritemalosus slst6mik
Reaksi limfosit T dengan antigen menyebabkan pelepasan limfokin, sitotoksisitas langsung, dan pengerahan sel-sel reaktff
D"rmutilskonrakatergi
:
Tipe lll: Kompleks imun
leukosit
Tipe lVr Diperantarai sel
/gE lmunoglobulin
E
..,
,,,,,-
,
Penotat
:
',:::':1r.'t ii ii'
.-:..r':;
Lesi/uji kulit tuberkulosis
,' .'.1,,.
"&
^.;
t04
BAG IA N
sATU
PENDAHULUAN PATOLOGI UMUM: MEKANISME PENYAKIT
darah yang golongan ABO-nya tidak cocok, miastenia
gravis, dan sindrom Goodpasture (serangan pada membran basal ginjal dan paru).
Reaksi Tipe
lll
(Kompleks lmun)
Reaksi tipe Illmemiliki beberapa bentuk tetapi akhimya akan diperantarai oleh kompleks imun (kompleks imunogen dengan imunoglobulin, biasanya IgG) yang
mengendap di jaringan, arteri, dan vena. Contoh reaksi
tipe ini yang banyak dipelajari adalah reaksi Arthus. Secara klasik, reaksi
ini ditimbulkan mula-mula
dengan mensensitisasi seseorang dengan protein
asing. Kemudian orang tersebut diberi suntikan imunogen yang sama secara intradermis. Reaksi muncul dalam beberapa jam, dengan awal berupa pembengkakan dan kemerahan di tempat suntikan yang akhirnya mengalami nekrosis dan hemoragi pada reaksi yang parah.
Mekanisme dasar unhlk perubahan-perubahan ini
adalah pembentukan kompleks imunogen-imunoglobulin di dinding pembuluh. Unsur kunci dalam reaksi ini adalah pengaktivan jenjang C oleh kompleks
imun yang mengendap di dinding pembuluh darah, walaupun sel-sel vaskular bukan merupakan sumber imunogen; imunogen berdifusi ke dalam dinding pembuluh dari darah. Pengaktivan C menyebabkan terbentuknya f aktor-faktor kemotaktik yang menarik neutrofil dari sirkulasi. Kerusakan pembuluh berlanjut apabila neutrofil mengalami degranulasi (melepaskan enzim-enzim litik) ke daerah sekitar. Kerusakan di
jaringan sekitar disebabkan oleh pembentukan mikrotrombus, peningkatan permeabilitas vaskular, dan pelepasan enzim-enzim yang menyebabkan peradangan, kerusakan jaringan, dan bahkan kematian jaringan. Reaksi tipe III berbeda dari reaksi tipe II. Kerusakan sel selama reaksi tipe II terbatas pada tipe
sel tertentu yang merupakan "sasaran" spesifik, sedangkan reaksi tipe III menghancurkan jaringan atau organ di mana saja tempat kompleks imun mengendap. Sebagai contoh, glomerulonefritis dapat terjadi saat kompleks imun mengendap di ginjal, serta lupus eritematosus sistemik dan artritis dapat terjadi apabila kompleks imun mengendap di kulit dan sendi. Contoh lain reaksi tipe III adalah serum sickness, yang timbul 1 sampai 2 minggu setelah seseorang disuntik
dengan suatu serum asing. Kompleks imun mengendap di dinding pembuluh, menyebabkan komplemen terfiksasi dan timbul edema, demam, dan peradangan.
Reaksi Tipe
lV
(Selular)
:
Resksi tipe IV (reaksi yang diperantarai oleh sel, reaksi hipersensitivitas tipe iambat) diperantarai oleh kontak sel-sel T yang telah tersensitisasi dengan imunogen yang sesuai. Reaksi ini cenderung terjadi 12 sampai 24 jam setelah pajanan awal ke imunogen. Sel-sel CD4 (sel T penolong) melepaskan sitokin yang menarik dan merangsang makrofag untuk membebaskan mediatormediator peradangan. Apabila imunogen menetap, maka kerusakan jaringan yang disebabkan oleh proses ini dapat berkembang menjadi reaksi granulomatosakronik misalnya berkumpulnya sel-sel mononukleus di daerah kerusakan jaringan. Berbagai imunogen, seperti virus, bakteri, fungus, hapten, dan obat, dapat memicu reaksi tipe iV. Basil tuberkel tampaknya menyebabkan respons selular yang menyebabkan limfotoksisitas. P oison izty, deterlen, danparfum juga dapat menyebabkan dermatitis kontak alergi. Reaksi tipe IV juga merupakan penyebab utama penolakan yang terjadi pada beberapa transplantasi
organ. Apabila jaringan hidup dari satu orang ditandur ke orang lain, baik berupa sepotong kulit atau suatu organ keseluruhan, maka kecuali apabila donor dan resipien identik secara genetis, jaringan yang ditandur akan dianggap oleh sistem imun resipien sebagai benda asing dan nonself. Setelah suatu fase induksi yang singkat, limfosit yang secara spesifik tersensitisasi ke antigen MHC dari donor akan menyerbu tandur. Limfosit-limf osit ini menyebabkan destruksi atau penolakan tandur melalui sejumlah mekanisme yang melibatkan limfositotoksisi tas langsung atau rekrutmen makrofag. Walaupun sel T berperan penting dalam menolak tandur, namun pada beberapa keadaan imunoglobulin juga berperan penting. Tipe reaksi penolakanini membatasi kemampuan kita mengganti organ yang cacat pada seseorang dengan organ yang diambil dari orang lain.
IMUNODEFISIENSI Adanya sistem imun yang kompeten merupakan hal esensial bagi individu untuk dapat menahan serangan antigen asing. Dengan demikian, seseorang dapat mengalami penyakit apabila ia menderita defisiensi salah satu komponen sistem imun. Penyakit jenis ini bermanifestasi secara klinis sebagai peningkatan kerentanan terhadap infeksi, yang mungkin sedemi-
ResponsTubuhTerhodopTontongonlmunologik BAB 5 kian parah sehingga mematikan. Pola infeksi bergantung pada tipe defisiensi spesifik. Defisiensi imunologik dapat bersifat primer atau sekund er. D efi si en si imu n ol o gik pr im er memiliki dasar genetik, dan berbagai bagian dari sistem imun dapat terlibat. Salah satu contoh defek pada imunitas humoral adalah ngamnglobulinemia terknit-X yang disebabkan oleh defisiensi sel B. Penyakit ini menyebabkan pasien hampir sama sekali tidak memproduksi imunoglobulin, dengan konsekuensi infeksi rekuren atau kronik yangpaling sering disebabkan olehbakteri piogenik misalnya Haemophilus influenzae, Str ep tococcus pneumoniae, dan stafllokokus. Imunodefisiensi humoral dapat hanya mengenai imunoglobulin tertentr-r, misalnya defisiensi lgA terisolasl; individu dengan penyakit ini memperlihatkan peningkatan angka infeksi saluran napas dan GI dan mungkin mengalami reaksi anafilaksis berat apabila ditransfusi dengan darah normal (karena mereka mungkin memiliki antibodi terhadap IgA dalam jumlah cukup besar). Defisiensi primer sistem sel T (misalnya, sindrom DiGeorge) atau bahkan seaere combined immunodeficiency
disesse (SCID)
juga dapat terjadi. SCID melibatkan
105
melalui trarsfer IgG menembus plasenta sebelum lahir. Mekanisme protektif lain untuk neonatus' adalah besarnya jumlah IgA dalam kolostrum, yang melindungi neonatus dari infeksi saluran napas dan GL Namun, pada usia 3 sampai 6 buian, hanya sedikit IgG ibu yang tersisa, dan risiko infeksi meningkat. ]anin dan neonatus memang memiliki kemampuan
untuk menghasilkan imunoglobulin. Janin dapat menghasilkan IgM sebagai respons terhadap imunogen tertentu, misalnya organisme yang menyebabkan sifilis kongenital. Segera setelah lahir, neonatus juga mulai menghasilkan IgG dan IgA, dan kadar imunoglobulin-imunoglobulin ini meningkat secara progresif setelah 4 sampai 6 bulan. Pada orang berusia lanjut, kemampuan menghasilkan respons imun umumnya menurun oleh sebabsebab yang belum jelas. Timus, yang ukurannya mencapai maksimum saat pematangan seksuaf mengalami involusi dan pada usia 50 memiliki ukuran hanyaT5'/. dari ukuran maksimumnya. Kadar hormon timus juga
menurun, dan timus tidak mampu memerantarai diferensiasi sel T. Selain invoiusi timus, orang berusia
gangguan fungsional imunitas humoral dan selular.
lanjut mengalami penurunan kemampuan menghasilkan IgG sebagai respons terhadap imunogen; mereka
Bayi dengan penyakit ini rentan terhadap infeksi
juga memiliki lebih sedikit sel T dan mengalami
bakteri, fungus, dan virus dan sering meninggal dalam tahun pertama kehidupannya. Kelainan komplemen adalah kategori lain imunodefisiensi (sebagian dari penyakit imunodefisiensi primer dibahas di Bab 14).
perlambatan atau hilangnya respons hipersensitivitas. Riset-riset mengisyaratkan bahwa vaksinasi kurang efektif pada orang berusia lanjut. Yang lebih memperumit keadaan, orang berusia lanjut memperlihatkan
peningkatan kadar imunoglobulin darah yang
FAKTOR USIA Kemampuan untuk mempertahankan fungsi sistem
imun berkurang pada awal dan akhir rentang kehidupan. Walaupun timbul pertanyaan-pertanyaan mengenai respons imun yang relatif rendah pada neonatus, namun ftrngsi sel T tampaknya adekuat. Neonatus terutama mengandalkan imunitas pasif agar tetap sehat. Antibodi terutama diberikan oleh ibu
dituiukan kepada antigen diri (autoantibodi). Orang berusia lanjut mengalami penurunan fungsi surveilans sistem imun. Apabila sel T dan sel NK kurang mampu mengidentifikasi dan menghancurkan se1 yang bermutasi, maka sel-sel tumor dapat berproliferasi dan risiko kanker meningkat. Karena ifu, infeksi
pada neonatus atau usia lanjut memperlihatkan peningkatan frekuensi dan keparahan. Orang berusia lanjut juga berisiko lebih tinggi mengalami keganasan
dan neoplasma dibandingkan dengan periode lain dalam rentang kehidupan.
t06
BAGIAN SATU
*(olrstP
PEN
DAHULUAN PATCLOGI
U
MU M : MEKANISME PE NYAKIT
KUNcr Jaringan limfoid sekunder mencakup kelenjar
Untuk mempertahankan kehidupan, suatu organisme harus mampu melindungi diri dari ancaman terhadap individualitasnya dan mengenali perbedaan anlara diri sendiri dan asing. Kunci bagi kemampuan tubuh untuk membedakan diri dariasing adalah kompleks histokompatibilitas mayar (MHC), suatu kelompok gen di lengan pendek kromosom 6 yang mengendalikan produksi sekelompok tertentu molekul. yan g berf ungsi sebagai antigen selatau penanda diri. Tiga fungsi sistem imun adalah: (1) pertahanan
(destruksi 2at asing seperti virus atau bakteri, untuk mencegah infeksi oleh patogen); (2) homeostasis (membersihkan bahan-bahan yang tidak bermanfaat daritubuh misalnya selyang rusak; mencegah sisa sel berkembang menjadi ancaman);dan (3) surveilans (mengenali dan menghancurkan sel yang bermutasi, misalnya sel kanker). Antigen alau imunogen adalah suatu molekul atau selyang mampu merangsang respons imun. Karakteristik suatu bahan yang dapat berfungsi sebagai antigen antara lain adalah: (1) harus cukup besar, kompleks, dan asing bagipejamu;
getah bening, tonsil, limpa, dan jaringan terkaitmukosa di kulit, saluran.napas, saluran Gl, dan saluran GU. Respons imun adaptif dihasilkan di kelenjar getah bening, limpa, dan jaringan limfoid
terkait-mukosa. Di limpa dan kelenjar limfe,
pengaktivan limfosit oleh antigen terjadi di kompartemen sel B dan sel T yang tersendiri. Respons imunitas selular, alau cell-mediated immunity, adalah respons imun yang dilaksanakan oleh limfosit T Peran sel T dapat dibagi menjadi dua fungsi utama: fungsi pengendali dan fungsi pelaksana. Fungsi pengendali terutama dilakukan oleh salah selT se/ T penolong (juga dikenal
satu subset
sebagai sel CD4 karena petanda CD di permukaan sel diberi nomor4). Sel CD4 memiliki empat fungsi primer: (1) sel CD4 memiliki fungsi pengendali, mengaitkan sistem monosit-makrofag ke sistem limfoid; (2) sel CD4 berinteraksi dengan sel penyaji antigen (APC) untuk mengendalikan produksi imunoglobulin; (3) selCD4 menghasilkan sitokin yang memungkinkan tumbuhnya sel CD4 dan CDB; dan (4) sel CD4 berkembang menjadi sel pengingat.
(2) terdapat dalam jumlah memadai; (3) epitopnya
Fungsi efektor imunitas selular dilakukan oleh
harus dapat diakses;dan (4) biasanya merupakan protein dengan berat molekul >10.000 dalton.
sel T sitotoksik (pemusnah) (.luga dikenal sebagai
sel CDB karena cluster of differentiatian-nya
Hapten adalah antigen yang sendirian terlalu
diberi nomor B). Sel CD8 mampu mematikan sel
kecil untuk memicu respons imun sehingga harus menyatu dengan protein tubuh untuk
yang terinfeksl virus, sel tumor, dan jaringan transplantasi dengan menyuntikkan perforin
merangsang reaksi imun. Antibodi (atau imunoglobulin) adalah glikoprotein plasma yang disekresikan oleh limfosit B (sel plasma) yang bereaksi dengan antigen asing.
(bahan kimia pembentuk pori-pori) ke sasaran "asing" dan memasukkan granzymes (enzimenzrm proteolitik) melalui pori sehingga sel
Semua sel darah berasal dari sel bakal pluripotensial. Sel bakal pluripotensial adalah sel embrionik yang dapat membentuk beragam sel
terprogram atau bunuh diri).
sasaran mengalami apoptosis (kematian sel
bakal pluripotensial ditemukan di sumsum tu lan g dan jaringan hematopoietik lain dan menghasil-
lmunitas selular memiliki empat fungsi yang sering dikutip: (1) sel T CD8 menyebabkan kematian secara langsung sel sasaran misalnya sel yang terinJeksi virus atau sel tumor. Sel T CD8 melakukan fungsi ini dengan mengikat sel
:kan semua komponen
sasaran dan mengeluarkan perforin untuk
,hematopoietik dan dapat membetah diri. Sel
darah.
,
Sistem limfoid mempertahankan tubuh dari agen pqnginvasi melalui pemanfaat dua respons imun :
mematikan sel melalui proses apoptosis. (2) Selsel T juga menyebabkan reaksi hipersensitivitas
imunitas selular dan imunitas humoral.
tipe lambat saat menghasilkan sitokin yang
Organ timfoid primer adalah sumsum tutang ,tempat perkembangan',sel B dituntaskan dan
menyebabkan peradangan. Sitokin tidak saja secara langsung memengaruhi jaringan tetapi juga mengaktifkan sel lain misalnya APC. (3)
timiis tempat perkembangan selT dituntaskan.
ResponsTubuhTerhodopTontongcnlmunologik BAB s
SetT memiliki kemampuan menghasilkan sel pengingat. Sel T pengingat memungkinkan terjadinya akselerasi respons imun apabila tubuh
terpajan imunogen yang sama untuk kedua kalinya yang sering terjadi lama setelah pajanan pertama. (4) Sel T juga memiliki peran penting dalam pengendalian atau kontrol. SelCD4 dan CD8 memfasilitasi dan/atau menekan respons imun selular dan humoral. Sel n atu rat ki tt er (NK) men g kh ususkan di ri dalam
menghancurkan sel yang terinfeksi virus dan neoplasma dengan mengeluarkan perforin seperti yang dihasilkan oleh selCD8. Perbedaan utama antara sel CD8 dan sel NK adalah bahwa yang
terakhir tidak spesifik untuk epitop tertentu dan tidak bertambah kuat oleh pajanan sebelumnya. Se/ f siiotaksik (sel CDB) dapat mengenali hanya antigen yang berikatan dengan molekul MHC kelas I Set T penotong (sel
CD4) dapat mengenali hanya
107
ini dapat menimbulkan respons peradangan: Jenjang komplemen dapat diaktif kan melaluijalur klasik (lgG atau lgM) atau jalur alternatif Beberapa efek dari komponen komplemen adalah
kemotaksis (CSa; C5b67); anafitatoksin atau pelepasan histamln (C3a; CSa, C4a); opsonisasi (C3b); sitolisis sel sasaran oleh membrane attack complex (C5-C9) lgA dapat berada dalam bentuk monomer, dimer, atau trimer dan memiliki sebuah secretory piece.
lgA terutama terdapat dalam sekresi tubuh: kolostrum, air mata, air liur, dan dalam sekresi saluran napas, Gl, dan GU. Fungsi utama lgA adalah mempertahankan permukaan mukoia terhadap invasi oleh bakteri atau virus.
lgE adalah suatu lg sitofilik dan terutama ditemukan melekat ke sel mast dan basofil. lgE terlibat dalam reaksi hipersensitivitas tipe L lmunoglobulin memiliki lima fungsi efektor utama:
(1) imunoglobulin menyebabkan ADCC; (2)
antigen yang berikatan dengan molekul MHC
imunoglobulin memungkinkan terjadinya imuni-
kelas ll
sasi pasif (akuisisi imunitas karena mendapat
Respons imun humoral bersifat tidak langsung dan dilaksanakan oleh imunoglobulin spesifik (antibodi) yang dihasilkan oleh sel B aktif (sel
imunoglobulin yang sudah terbentuk); (3) imunoglobulin meningkatkan opsonisasi (pengendapan
plasma)
Struktur dasar suatu imunoglobulin memiliki bentuk Y khas (dua rantai polipeptida berat dan
dua rantai ringan yang disatukan oleh ikatan disulfida). Regio variabel atau pengikat antibodi (Fab) di ujung Y mengikat epitop antigen. Regio konstan atau fragmen Fc di batang Y penting untuk memfiksasi komplemen dan merupakan tempat lgE mengikat basofilatau selmast. lgG (globulin gama)adalah imunoglobulin yang paling banyak ditubuh serta banyak dijumpai di dalam darah. lgG adalah satu-salunya lg yang
menembus plasenta dan penting untuk melindungi tubuh dari serangan bakteri lgM adalah imunoglobulin paling besar, beredar sebagaipentamer, dan bertanggung jawab dalam respons imun primer lmunitas humoralyang melibatkan lgG atau lgM
dapat dibantu oleh sistem komplemen, suatu
sistem amplifikasi yang menuntaskan kerja imunoglobulin dan menyebabkan lisis patogen dan seltertentu.
Komplemen adalah sekelompok protein (yang terdiri dari 9 atau iebih protein) yang dalam keadaan normal beredar dalam darah dalam bentuk inaKif. Apabila diaktifkan, protein-protein
komplemen pada suatu antigen, yang mendorong kontak lekat stabil dengan sel fagositik); (4) imunoglobulin mengaktifkan komplemen (sekelompok gli koprotein serum); dan (5) imunoglobulin juga dapat menyebabkan anafilaksis.
Kompleks MHC atau HLA adalah sekelompok gen yang terletak di lengan pendek kromosom 6 yang mengkode antigen-antigen HLA. Antigen HLA dibagi menjaditiga kelompok: Antigen kelas
I (HLA lokus A, B, dan C) ditemukan di permukaan sebagian besar sel didalam tubuh; antigen kelas ll (lokus DR, DQ, DP)ditemukan terutama di permukaan sel imunokompeten, termasuk monosit, makro{ag, sel B, dan selT. Antigen kelas I dan ll penting untuk menentukan kecocokan jaringan yang ditransplantasikan. Antigen kelas lll berperan dalam jalur klasik dan alternatif pada jenjang komplemen. Respons imun primer terjadi setelah pajanan awal ke suatu antigen; respons berlangsung lambat dan pada awalnya yang mendominasi adalah lgM diikutioleh lonjakan ringan lgG. Pada pajanan kedua ke antigen yang sama, sel plasma menghasilkan terutama lgG dan respons yang l;*5u' jauh lebih kuat dan lebih cepat dibandingkan dengan pajanan pertama karena adanya sel-sel B pengingat
BAGIAN
108
sATu
PENDAHULUANPATOLOGIUMUM; MEKANISMEPFNYAKIT
Terdapat dua kelompok besar imunitaS didapat:
berlangsung perlahan dan memerlukan waktu beberapa minggu untuk timbultetapi bertahan lama (tetapi mungkin memerlukan "boosted' atau penguat); imunitas pasil bersifat segera
1. lmunitas didapat alami: (a) aktif : antibodi dihasilkan setelah mengidap dan sembuh dan penyakit (misalnya, cacar air) atau (b) pasif: antibodiyang sudah jadi diperoleh bayi dari ibu melalui plasenta atau kolostrum
2. ::' '",'
lmunitas didapat artifisial: (a) aktif: pembentukan antibodi secara aKif oleh individu setelah vaksinasi (mis. organisme hidup yang sudah dilemahkan, misalnya rabies, campak,
gondongan; organisme yang'sudah mati, misalnya tifoid, pertusis, vaksin polio Salk;
tetapi temporer, bertahan hanya beberapa bulan.
Penyakit imunologik dapat dibagi menjadi tiga kelas: (1) penyakit imunode{isiensi: primer atau sekunder (misalnya, AIDS); (2) penyakit hipersensitivitas (misalnya, alergi); dan (3) penyakit
autoimun (misalnya, lupus eritemalosus
modif ikasi eksotoksin, misalnya toksoid teta-
sistemik). Penyakit hipersensitivitas dibagi menjadi empat
:nus); atau (b) pasif: peminjaman imunitas
tipe: reaksi tipe I (anafilaktik); reaksi tipe ll
yang sudah jadi melalui penyuntikan serum imun (mis. antitoksin tetanus). lmunitas aktif
(sitotoksik); reaksitipe lll (kompleks imun); dan reaksitipe lV (diperantarai oleh sel).
prnrnruYAAN Beberapa contoh pertanyaan untuk bab initercantum di sini. Kunjungi http://www.mosby.com/MERLIN/PriceWilson/ untuk pertanyaan tambahan,
Cocokkan istitah di kotom A yang berkatitan dengan struktur dasar suatu imunoglobulin dan sistem komplemen dengan penjelasan di kolom B. Kolom A
Kolom B
1.
Regio Fab
a.
2.
Regio Fc lgE
Hanya diaktifkan oleh kompleks imun dengan lgG dan lgM
J.
Jalur klasik pengaktivan
Tidak memerlukan reaksi anttgen-
komplemen
antibodi untuk mengaKrfkannya (mrsalnya,
Jalur altematif pen gaktivan
komplemen
c.
dapat diaktifkan oleh endotoksrn bakeri) Tempat mengikat antibodi pada interaksi antigen-antibodi
Reseptor membran sel terdapat di sel mast dan basofil darah
Cocokkan imunoglobulin (lg) di kolom A dengan penjelasannya di kolom B. Kolom A
Kolom B
6
lgA
a.
o.
lsD
7.
lgE
8.
lgG
o
lgM
lg paling primitif dan paling
besar;
berperan dalam respons imun primer b.
d.
Memperantarai anaf ilaksis Fungsitidak jelas
lg paling banyak di dalam darah; berperan dalam respons imun sekunder
e.
lg utama dalam sekresi misalnya air mata,
air liur, serta sekresi saluran Gl dan GU
ResponsTubuhTerhodopTontongonlmunologik BAB 5 Jawablah pertanyaan berikut di lembar terpisah. 10. Sebuldan jelaskan semua komponen dan respons sistenn imun, sefia sebutkan tiga fungsinya.
11. Sebutkan fungsi imunoglobulin (antibodi). Sebutkan lima tipe dan masingmasing fungsinya.
12. Bandingkan paling sedikit lima perbedaan antara sistem imun humoraldan selular. 13. Sebutkan tiga kelas penyakit imunologik. 14. Sebutkan empat tipe reaksi hipersen-
sitivitas, sistem imun yang terlibat, kemungkinan mekanisme imun yang memerantarai reaksi, dan satu contoh prototipe penyakit bagi masing-masing tipe.
t09