ANALISA MAKANAN DAN MINUMAN “ANALISIS KADAR ABU DAN MINERAL”
OLEH : NI KADEK SUCAHYANINGSIH
P07134013006
MADE RINA RASTUTI
P07134013016
BENNY TRESNANDA
P07134013027
I KADEK MARDANA
P07134013044
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN ANALIS KESEHATAN TAHUN AKADEMIK 2014/2015
ANALISIS KADAR ABU DAN MINERAL Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik atau bisa juga disebut dengan residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi komponen organik bahan pangan. Kadar abu dari suatu bahan pangan menunjukkan kandungan mineral yang terdapat dalam bahan tersebut, kemurnian, seta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Kadar abu tersebut dapat menunjukan total mineral dalam suatu bahan pangan. Dimana kadar mineral dalam bahan pangan mempengaruhi sifat fisik bahan pangan serta keberadaannya dalam jumlah tertentu mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme jenis tertentu. Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain untuk menentukan baik atau tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, dan sebagai penentu parameter nilai gizi suatu bahan makanan. Kandungan abu juga dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan dan keaslian bahan yang digunakan. Kadar abu sebagai parameter nilai gizi, contohnya pada analisis kadar abu tidak larut asam yang cukup tinggi menunjukan adanya kontaminan atau bahan pengotor pada makanan tersebut. Penentuan kadar abu dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengabuan cara langsung (cara kering) dan pengabuan cara tidak langsung (cara basah). A. Penentuan kadar abu secara langsung Prinsip pengabuan cara langsung yaitu semua zat organik dioksidasi pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500-600oC, kemudian zat yang tertinggal setelah proses pembakaran ditimbang. Mekanisme pengabuan cara langsung yaitu cawan porselen dioven terlebih dahulu selama 1 jam kemudian diangkat dan didinginkan selama 30 menit dalam desikator. Cawan kosong ditimbang sebagai berat a gram. Setelah itu, bahan uji dimasukan sebanyak 5 gram ke dalam cawan, ditimbang dan dicatat sebagai berat b gram. Pengabuan dilakukan dalam 2 tahap, yaitu pemanasan pada suhu 300oC agar kandungan bahan volatil dan lemak terlindungi hingga kandungan asam hilang. Pemanasan dilakukan hingga asam habis. Selanjutnya, pemanasan pada suhu bertahap hingga 600 oC agar perubahan suhu secara tiba-tiba tidak menyebabkan cawan menjadi pecah.
Kelebihan dari cara langsung, antara lain : 1. Digunakan untuk penentuan kadar abu total bahan makanan dan bahan hasil pertanian, serta digunakan untuk sample yang relatif banyak, 2. Digunakan untuk menganalisa abu yang larut dan tidak larut dalam air, serta abu yang tidak larut dalam asam, dan 3. Tanpa menggunakan regensia sehingga biaya lebih murah dan tidak menimbulkan resiko akibat penggunaan reagen yang berbahaya. Sedangkan kelemahan dari cara langsung, antara lain : 1. 2. 3. 4.
Membutuhkan waktu yang lebih lama, Tanpa penambahan regensia, Memerlukan suhu yang relatif tinggi, dan Adanya kemungkinan kehilangan air karena pemakaian suhu tinggi
B. Penentuan kadar abu secara tidak langsung Prinsip pengabuan cara tidak langsung yaitu bahan ditambahkan reagen kimia tertentu sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan adalah gliserol alkohol atau pasir bebas anorganik yang selanjutnya dipanaskan dalam suhu tinggi. Pemanasan menyebabkan gliserol alkohol membentuk kerak sehingga menyebabkan terjadinya porositas bahan menjadi besar dan memperbesar oksidasi. Pemanasan pada pasir bebas dapat membuat permukaan yang bersinggungan dengan oksigen semakin luas dan memperbesar porositas sehingga proses pengabuan semakin cepat. Kelebihan dari cara tidak langsung, meliputi : 1. 2. 3. 4. 5.
Waktu yang diperlukan relatif singkat, Suhu yang digunakan relatif rendah, Resiko kehilangan air akibat suhu yang digunakan relatif rendah, Dengan penambahan gliserol alkohol dapat mempercepat pengabuan, dan Penetuan kadar abu lebih baik.
Sedangkan kelemahan yang terdapat pada cara tidak langsung, meliputi : 1. Hanya dapat digunakan untuk trace elemen dan logam beracun, 2. Memerlukan regensia yang kadangkala berbahaya, dan 3. Memerlukan koreksi terhadap regensia yang digunakan. Sementara metode analisis mineral ada 3 yaitu : a) Gravimetri Metode gravimetri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif suatu zat atau komponen yang telah diketahui dengan cara mengukur berat komponen dalam
keadaan murni setelah melalui proses pemisahan. Analisis gravimetri adalah proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsur atau senyawa tertentu. Metode gravimetri memakan waktu yang cukup lama, adanya pengotor pada konstituen dapat diuji dan bila perlu faktor-faktor koreksi dapat digunakan. (Pamila,2012) b) Volumetri Titrasi Kompleksometri (dengan EDTA) Prinsip dasar dari titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar
mengion). Titrasi Reduksi-Oksidasi Titrasi redoks adalah metode penentuan kuantitatif yang reaksi utamanya adalah reaksi redoks, reaksi ini hanya dapat berlangsung kalau terjadi interaksi dari senyawa/unsure/ion yang bersifat oksidator dengan
unsure/senyawa/ion bersifat reduktor. Titrasi Presipitasi (dengan Ag) Titrasi presipitasi Argentometri Metode Mohr. Yaitu salah satu jenis titrasi pengendapan adalah titrasi argentometri. Argentometri merupakan titrasi yang melibatkan reaksi antara ion halida (Cl- , CNS-) dengan ion Ag + (Argentum) dari perak nitrat (AgNO3) dan membentuk endapan perak halida
(AgX). c) Kolorimetri Berdasarkan reaksi pembentukan warna yang dapat menyerap atau meneruskan sinar pada panjang gelombang tertentu. Contoh penentuan mineral dengan AAS. Penentuan ini metode analitik yang sederhana dan banyak digunakan dalam bahan pangan. Dapat digunakan untuk menganalisis mineral dengan sensitivitas tinggi dan menganalisis kontaminan logam berat. Prinsip analisis dengan AAS yakni pengukuran jumlah sinar yang diabsorpsi oleh atom (dari unsur mineral). Dimana pemanasan pada suhu tinggi, menyebabkan atom akan naik tingkat energinya dan tereksitasi. DAFTAR PUSTAKA
Apriantono A, Fardian D. 1989. Analisa Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Pendidikan Tinggi PAU Pangan dan Gizi IPB Astuti.
2012.
Analisis
Kadar
Abu.
Online.
https://astutipage.wordpress.com
2012/03/24/analisis-kadar-abu/ Diakses pada 7 Mei 2015.
/
Fauzi M. 2006. Analisa Pangan dan Hasil Pertanian. Jember: FTP UNEJ Mikir,
Mawi.2015.
Analisis
Kadar
Abu
dan
Mineral.
Online.
https://www.scribd.com/doc/261446320 /Analisis-Kadar-Abu-Dan-Mineral Diakses pada 7 Mei 2015. Milano, Ryan. 2013. Analisis Kadar Abu Mineral. Online. https://www.scribd.com/doc/120 354682/Analisis-Kadar-Abu-Mineral Diakses pada 7 Mei 2015. Pamila, Adhiannisa.2012. Penetapan Kadar Abu Gravimetri. Online. https://pamilaadhiannisa .wordpress.com/2012/06/23/penetapan-kadar-abu-gravimetri/ Diakses pada 7 Mei 2015. Sudarmadji. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty