Mengungkap Analisa dari data dan fakta jatuhnya pesawat Sukhoi Super Jet 100 versi Turangga Seta, Seta, dimana kami melihat adanya kejanggalan-kejanggalan dalam laporan INVESTIGASI kecelakaan pesawat tersebut; sehingga mendorong Kami untuk melakukan riset di lapangan yang memungkinkan bisa menjawab anomali pada pada peristiwa tersebut; 1. Kenapa peringatan dini (TAWS) cuma punya waktu 38 detik?, sebelum pesawat menabrak tebing gunung Salak (Sapto Argo). Saat posisi pesawat masih 1 menit, 2 menit, atau 3 menit, atau lebih ekstrim lagi 5 menit sampai 10 menit sebelum titik tumbukan : radar detection yang memberikan input alarm TAWS kenapa tidak bekerja? tidak memberikan peringatan adanya dinding gunung?_____why ? 2. Kenapa transkrip percakapan pilot dan petugas pemandu di ATC bandara Soekarno Hatta terlihat normal?, percakapan yang sangat standar dan tidak menunjukan adanya antisipasi situasi yang sangat berbahaya, ada apa? “
”
BAB 1 Pendahuluan Perkenalan, Sekilas Tentang Turangga Seta Kami, Turangga Seta adalah sekelompok anak muda Indonesia yang gelisah dengan fakta dan data-data sejarah nasional, maupun sejarah dunia; yang kemudian kegelisahan tersebut mendorong kami terjun langsung ke lapangan untuk melakukan riset dan kajian sendiri tentang berbagai hal yang terkait masa lalu; bukan hanya sejarah, tetapi juga ilmu pengetahuan dan teknologi serta kultur budaya sosial di masa lalu. Seiring dengan waktu pergulatan Kami di lapangan, 15 tahun terakhir ini ternyata Kami banyak menemukan bukti-bukti dan data-data menarik terkait peradaban yang Luar Biasa Amat Sangat Maju yang berkuasa di Nuswantara, dan literatur sejarah resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah sangat fatal melakukan kesalahan dengan menganggap masa lalu adalah primitif dan tertinggal, dengan menganggap masa lalu adalah peradaban megalitik (jaman batu) yang pemahaman ilmu dan teknologinya masih sangat terbatas. Literatur sejarah resmi menurut Kami sudah melakukan kesalahan besar, karena faktanya kami menemukan/mendapatkan data- data yang “mencengangkan” dan mendorong kesimpulan yang sebaliknya; bahwa Leluhur bangsa ini adalah manusia-manusia berperadaban tinggi, dengan pemahaman ilmu teknologinya yang luar biasa sangat maju, jauh melebihi pencapaian kemajuan ilmu dan teknologi yang di klaim canggih saat ini oleh manusia yang mengaku modern. Beberapa hal temuan Kami di lapangan yang kemudian pada akhirnya menuntun Kami pada pembuktian bahwa nenek moyang bangsa ini membangun peradaban PURBA RAYA dengan amat sangat maju, diantaranya adalah :
Bukti-bukti sejarah berupa peninggalan yang oleh arkeolog dianggap tinggalan jaman batu (megalitik) bagi kami sangat mudah untuk menemukannya, banyak sekali berserak di lapangan, bisa jutaan jumlahnya kalau mau dikumpulkan; menhir, sarcopagus, dolmen, punden berundak, dan lain-lain bagi kami adalah petunjuk DECOY dengan kualitas : KW-100 ke atas
Serpihan bangunan seperti batu bata kuno, batu penyusun candi, gerabah, dan sejenisnya juga bisa didapatkan dengan mudah, karena bagi kami itu sebetulnya petunjuk DECOY dengan kualitas : KW-90an ke atas
Candi-candi kecil dan jejak-jejak seperti kerajaan kuno yang biasanya terdiri dari benteng keraton, gapura bentar, lingga yoni, rontal kuno, prasasti, relief, dan sejenisnya juga masih bisa ditemui dengan sangat mudah dan banyak, karena bagi kami perangkatperangkat peninggalan model seperti itu kami golongkan sebagai petunjuk DECOY dengan kualitas : KW-50an ke atas
Bangunan peninggalan besar dan mandiri seperti candi borobudur, prambanan, sukuh, cetho, penataran dan sejenisnya jika memang pemerintah berniat melakukan penelitian dengan benar sebetulnya masih ada banyak di beberapa lokasi yang bisa dibuka (dieskavasi), karena bagi kami itu bukanlah peninggalan asli dari peradaban masa lalu, melainkan sama seperti bukti-bukti sejarah lainnya di atas : itu baru petunjuk DECOY dengan kualitas KW-25 ke atas
Piramida di Nuswantara, terdapat banyak tersebar di beberapa lokasi dengan kondisi saat ini masih ditimbun (berupa gunung/bukit); dari hasil uji geolistrik (scanning) dan beberapa uji lainnya di lapangan kami menemukan hasil pengujian yang menunjukan keberadaan bangunan-bangunan super besar yang saat ini masih berupa gunung/bukit.
Sayangnya untuk membuktikan langkah terakhir (eskavasi) tim Kami (Turangga Seta) tidak pernah mendapatkan dukungan dari pemangku kewenangan setempat. Bahkan di gunung Lalakon Bandung yang selangkah lagi tinggal dikupas, Turangga Seta malah mendapatkan surat larangan dari pemerintah setempat tidak boleh melanjutkan riset dan penelitian di lokasi tersebut. Selain model jenis piramida bangunan-bangunan besar lainnya yang ada di Nuswantara dan kondisinya masih ditimbun ada banyak jenisnya, seperti : jenis acropolis, jenis colloseum, jenis menara babelan, dan lain-lain. Pun bagi Kami (Turangga Seta) bentuk bangunan-bangunan yang ditimbun ini juga tetap masih tergolong petunjuk DECOY dengan kualitas : KW-5 ke atas
The Hidden Space, petunjuk DECOY selanjutnya yang sudah tergolong pada kualitas : KW-1 sampai KW-4 adalah area yang disembunyikan (the hidden space). Area yang mendekati peninggalan peradaban asli ini dikondisikan dan dipersepsikan sebagai “AREA GAIB” yang sangat mistis dan misterius dimana dibeberapa tempat DECOY biasanya terjadi kasus orang hilang, linglung, berpindah tempat (teleportasi) tanpa disadari, kecelakaan fatal, dll. Ambil contoh kejadian yang paling heboh adalah kasus tersesatnya mobil bus pahala kencana dan 2 truk tronton molen yang tiba-tiba berada di tengah hutan desa kedungbacin, kec todanan, kabupaten blora. Area-area decoy penutup peradaban asli yang dibuat (dikondisikan) mistis seperti itu ada di banyak tempat; pelibatan teknologi canggih untuk menteleportasikan benda atau manusia merupakan petunjuk terdekat pada peninggalan peradaban yang sebenarnya.
The Real Atlantis, peradaban masa lalu yang dibangun dan sampai saat ini masih terus eksis kemudian posisinya tidak diketahui sekaligus tidak disadari oleh manusia jaman sekarang adalah keberadaan peradaban Atlantis (Kerajaan Selatan). Adanya peradaban besar di selatan pulau jawa (tepatnya ada di samudra hindia) yang dikamuflase menggunakan teknologi canggih sehingga mata normal dan teknologi pencitraan (radar/scanning) saat ini melihat wilayah tersebut hanya sebagai SAMUDRA (hamparan air laut yang sangat luas); padahal di situ ada peradaban yang sangat maju dan masih tetap eksis sampai saat ini : itulah the real Atlantis.
The Real Mojopoit , peradaban asli kerajaan Mojopoit sampai saat ini masih tetap eksis, kecanggihan teknologi yang mereka miliki saat ini mampu melipat ruang dan waktu sehingga keberadaannya saat ini sulit terdeteksi. Peradaban-peradaban masa lalu yang dibangun dengan ilmu dan teknologi sangat maju sampai detik ini keberadaannya masih aman terkendali, tidak hancur, tidak rusak : hanya “disembunyikan” dengan melipat ruang dan waktu menjadi area-area kecil yang cuma selebar 20 cm sampai dengan 100 cm yang membentang di beberapa lokasi; ada yang sejajar garis lintang ada yang sejajar dengan garis bujur. Padahal area selebar 1 meter tersebut jika dibuka sistem kamuflase teleportasinya bisa merupakan area yang sangat luas, dengan perkiraan lebar sekitar 400 Kilometeran. Area-area yang disembunyikan ini ditandai dengan adanya penyimpangan sudut inklinasi sebesar 3,6 derajat. Penjelasan tentang anomali pergeseran sudut inklinasi 3,6 derajat silahkan tonton video “Nuswantara Code for Atlantis” di youtube mulai dari video 1 sampai saat ini release baru sampai video 45, rencana akan di release sampai sekitar 200 an video. Penyimpangan sudut inklinasi sebesar 3,6 derajat yang menandakan adanya keberadaan Peradaban Besar dan Sangat Maju yang kemudian melipat diri ke dalam ruang dan waktu inilah yang kemudian memberi petunjuk selanjutnya bahwa Peradaban Asli Mojopoit masih eksis ada sampai saat ini, juga peradaban-peradaban kerajaan besar lainnya sebelum Mojopoit juga sama masih utuh dan aman di area yang dilipat tersebut yang kemudian kita sebut dengan istilah “ AREA 36”.
Penjelasan Sekilas Tentang Area 36 Penjelasan lengkap tentang Area 36 adalah pembahasan tentang mencari jejak keberadaan sebuah peradaban yang tersembunyi dengan INKLINASI dan DEKLINASI : Lihat VIDEO NUSWANTARA CODE FOR ATLANTIS – video 31. Area 36 dengan teknologi teleportasinya inilah sebetulnya yang menjadi penyebab utama kecelakaan jatuhnya pesawat dalam rangka uji penerbangan(Joy Flight) Sukhoi Super Jet 100. Untuk contoh kasus lain yang sebetulnya mengalami hal yang sama seperti yang terjadi pada pesawat Sukhoi Super Jet 100 ini adalah peristiwa yang menimpa 2 unit tronton pengangkut semen (mix) dan sebuah mobil bus pahala kencana yang tiba-tiba ada di tengah hutan. Sekitar bulan Juni 2012 media nasional dihebohkan dengan adanya peristiwa dua mobil tronton pengangkut semen cair dan sebuah mobil bus yang tiba-tiba nyasar berada di tengah hutan jati, di desa kedungbacin, kec todanan, kabupaten blora.
Ilustrasi yang menimpa pesawat sukhoi :
Kedua peristiwa tersebut model kejadiannya hampir sama, yaitu : kebetulan masuk dari portal pertama kemudian dikeluarkan di portal kedua yang lokasinya “entah dimana”. Apesnya Sukhoi dikeluarkan di portal yang sudah mendekati tebing gunung salak (Sapto Argo), sedangkan untungnya si bus pahala kencana dan 2 tronton di blora : mereka masih dikeluarkan di area yang tidak menyebabkan terjadinya kecelakaan fatal.
BAB 2 fakta, data, & analisa jatuhnya sukhoi sj 100 Sukhoi SJ 100 Pesawat dengan Teknologi Sangat Canggih untuk Saat ini : Pesawat Sukhoi Super Jet 100 adalah pesawat yang dirancang dengan teknologi terbaik saat ini, bahkan latar belakang perusahaan sukhoi sebagai pembuat pesawat tempur sudah tidak diragukan lagi kehandalannya. Teknologi-teknologi canggih kedirgantaraan yang mendukung standarisasi keselamatan penerbangan tentu menjadi perhatian utama dari perusahaan sekelas Sukhoi, bahkan sangat wajar jika ada beberapa standar yang biasa dimiliki oleh pesawat tempur kemudian oleh Sukhoi disematkan ke dalam pesawat Superjet 100 yang ditujukan untuk penerbangan sipil ini. Misalnya untuk sistem pencitraan (radar) dan peringatan dini keselamatan penerbangan.
Sukhoi SJ 100 dilengkapi dengan teknologi sistem navigasi yang terbaik saat ini, penyempurnaan teknologi dari berbagai peluang dan kemungkinan kesalahan manusia (human error) tentu sudah menjadi pertimbangan pihak Sukhoi. Adalah alasan yang kemudian menjadi “sangat” lucu ketika tim investigasi kecelakaan penerbangan menyampaikan bahwa penyebab utama terjadinya kecelakaan tersebut lebih dikarenakan faktor manusia (human error); alasan yang dibuat dan dipublikasikan sangat tidak masuk akal, tidak bisa diterima akal sehat bagi siapapun yang melihat dan memiliki fakta-fakta, serta data-data seputar peristiwa kecelakaan yang terjadi.
Profile pesawat sukhoi super jet 100 ini memang menggambarkan jika pesawat ini dilengkapi dengan teknologi-teknologi canggih untuk mendukung optimasi penerbangan yang mengutamakan keselamatan dan kenyamanan penumpangnya. Mulai dari mesin jet yang digunakan, perlengkapan navigasi pesawat yang dilengkapi sistem komputerisasi, perlengkapan interior dan eksterior yang mendukung, serta prosedur (SOP) yang tentu sudah teruji sebagai sebuah perusahaan penghasil pesawat terbang yang mengutamakan keselamatan dan kenyamanan penerbangan.
Data Rekaman (Transkrip) Percakapan Pilot Sukhoi dan ATC yang “NORMAL” : Begini komunikasi terakhir Sukhoi nahas itu dengan menara Terminal East, Bandar Udara Soekarno-Hatta, berdasarkan rekaman yang diperoleh Tempo (sumber tempo) : Yablontsev (Y): Tower 36801 good afternoon, establish Radial 200 degrees VOR ten thousand feet. Petugas menara berinisial N (N): RA-36801 radar contact, maintain ten thousand proceed area. Y: Maintain level 10.000 feet 36801. (Kala itu, jam menunjuk angka 14.24. Sekitar 12 menit setelah Superjet 100 lepas landas dari Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Superjet 100 pun mengarah ke Pelabuhan Ratu. Lokasi tujuan yang memang sudah direncanakan sebelumnya.) Y: Tower, 36801 request descend 6.000 feet. (Superjet sudah dua menit mengudara di ketinggian 10 ribu kaki.) N: 36801, say again request. (Yablontsev mengulangi permintaannya untuk turun ke 1.828 meter di atas permukaan laut.) N: OK, 6.000 copied. Y: Descend to 6.000 feet, 36801. (Setelah itu, N kembali sibuk melayani 13 pilot yang meminta turun, orbit, atau naik. Semua dia lakukan sendiri, tanpa asisten.) Y: Tower, 36801 request turn right orbit present position. (Permintaan belok kanan itu diajukan Yablontsev pukul 14.28.) N: RA-36801 approve orbit to the right six thousand. (N langsung mengiyakan permintan Yablontsev sebelum menanyakan alasannya.) Usai permintaan itu, tak ada lagi komunikasi. Sekitar lima menit usai pembicaraan itu, Sukhoi menghantam Gunung Salak. Petugas baru sadar 24 menit kemudian. Tak ada Sukhoi pada layar radar. N: RA-36801...RA-36801...RA-36801... Tiga kali Sukhoi dipanggil, tapi tak ada lagi jawaban. Hening... Terlihat dari transkrip yang dilansir ke publik di atas : semua terlihat baik-baik saja, normal. Tidak ada komunikasi yang mencurigakan atau menunjukan penerbangan berada pada kondisi yang beresiko (berbahaya). Hal ini tentu menjadi sangat bisa dimaklumi JIKALAU sistem radar di dalam pesawat maupun di menara ATC bandara Soekarno Hatta tidak menunjukan informasi yang membahayakan, atau moment potensial yang berpeluang membahayakan. Pilot pesawat tersebut adalah mantan pilot pesawat tempur dengan jam terbang yang sangat tinggi, dengan skil dan pengetahuan yang sangat kompenten; adalah alasan yang tidak masuk akal jika menyimpulkan sang pilot lalai dalam mengawal penerbangan dan tidak optimal dalam memanfaatkan segenap teknologi (resource) yang ada di pesawat guna mendukungnya dalam penerbangan yang aman dan nyaman.
Analisa & Kesimpulan Tim Investigasi KNKT dan Sukhoi yang patut DIPERTANYAKAN : Kecelakaan pesawat Sukhoi RRJ-95B-97004 Superjet 100 yang menabrak Gunung Salak pada 9 Mei lalu diakibatkan oleh faktor manusia. Pernyataan itu disampaikan Ketua KNKT Tatang Kurniadi di Jakarta, Selasa (18/12). Menurut Tatang dari sejumlah temuan KNKT mengenai penyebab kecelakaan, dua diantaranya adalah awak pesawat tidak menyadari kondisi jalur penerbangan di kawasan Gunung Salak dan mengabaikan peringatan dari sistem peringatan Terrain Awareness Warning System, TAWS. Tatang mengatakan 38 detik sebelum pesawat membentur tebing Gunung Salak, TAWS memberikan peringatan. "Peringatan berupa suara, ‘Terrain Ahead Pull Up’ dan diikuti oleh enam kali ‘avoid terrain’, PIC ( Pilot In Command) mematikan TAWS tersebut karena berasums i peringatan-peringatan itu diakibatkan oleh database yang bermasalah’", jelas Tatang Berdasarkan hasil simulasi yang dilakukan setelah kejadian diketahui bahwa TAWS berfungsi dengan baik dan memberikan peringatan dengan benar. Simulasi juga menunjukkan bahwa benturan dapat dihindari jika pilot melakukan tindakan menghindar hingga 24 detik setelah peringatan TAWS yang pertama. Tujuh detik menjelang tabrakan, terdengar peringatan berupa suara "Landing Gear Not Down", yang berasal dari sistem peringatan pesawat. Menurut Tatang, peringatan itu aktif jika pesawat berada pada ketinggian kurang dari 800 kaki di atas permukaan tanah dan roda pendarat belum diturunkan. Perhatian teralihkan Kesimpulan investigasi ini juga menyimpulkan radar Jakarta belum dilengkapi dengan Minimum Safe Altitude Warning (MSAW) yg berfungsi untuk daerah Gunung Salak. Selain itu, Tatang menyatakan adanya pengalihan perhatian awak pesawat karena terlibat dalam percakapan yang tidak terkait dengan penerbangan yang menyebabkan pilot tidak menyadari pesawat keluar dari orbit. Menurut ketua Tim investigasi Mardjono, percakapan itu seputar konsumsi bahan bakar antara pilot dengan calon pembeli potensial. Dirjen Perhubungan Udara Herry Bakti S. Gumay mengatakan akan menindaklanjuti rekomendasi KNKT dari aturan dan pengawasannya.
“Dan mungkin dari Angkasa Pura dan demikian juga yang lainnya. Hasil investigasi ini merupakan pelajaran agar tidak terulang kembali.” Duta Besar Rusia untuk Indonesia Mikhail Galuzin mengatakan pesawat Sukhoi sedang diujicoba di Rusia dan akan didatangkan ke Indonesia dalam waktu dekat. “Kita bicara mengenai penyempurnaan selanjutnya sistem keselamatan penerbangan, maupun mengenai diperkokohnya kerja sama antara otorita penerbangan Rusia dan Indonesia,” kata Galuzin. Kecelakaan pesawat purwarupa (prototype) penumpang pertama buatan Sukhoi itu menewaskan 45 orang penumpang dan awak berkebangsaan Indonesia dan asing. Pertanyaannya : 1. Kenapa dari sisi ATC Bandara Soekarno Hatta tentang petugas yang berajaga, kemampuan dan kapasitas teknologi monitoring yang digunakan, serta dokumentasi (record activity) pada saat kejadian kurang di ekspos? 2. Kenapa dari sisi teknologi pesawat Sukhoi SJ 100 ini juga kurang di ekspos? Kesimpulan yang tendensius dengan menjadikan pilot sebagai sasaran tembak kesalahan (human error) dengan mengesampingkan fakta-fakta yang terjadi saat itu.
BAB 3 TEMUAN & ANALISA TURANGGA SETA Adanya AREA 36 disekitar lokasi sebanyak 4 kavling :
Area 36 adalah sebuah area “kamuflase” yang Turangga Seta temukan di banyak lokasi di Indonesia, dengan salah satu cirinya adalah adanya penyimpangan sudut inklinasi sebesar 3,6 derajat. Area 36 ini sebetulnya jarak lebarnya bisa mencapai sekitar 400 kilometeran, hanya karena kemajuan teknologi yang mereka miliki kemudian area seluas itu dilipat menjadi sekitar 1 meteran saja, di area lipatan ruang dan waktu inilah yang ditandai salah satu cirinya oleh adanya penyimpangan sudut inklinasi sebesar 3,6 derajat. Di sekitar lokasi kejadian jatuhnya pesawat sukhoi SJ 100 ini ada 4 kavling area 36 yang Turangga Seta temukan dan sudah dilakukan beberapa pengujian. 4 kavling area 36 ini jika dijumlahkan total lebar area aslinya bisa mencapai 400 x 4 = 1600 kilometeran, yang kemudian dilipat ke dalam ruang dan waktu : hanya menyisakan 4 meteran saja, sebuah lokasi yang memiliki ciri-ciri anomali ketika Turangga Seta melakukan pengujian; dan lokasinya dianggap sangat angker oleh penduduk setempat.
Ilustrasi 4 kavling area 36 disekitar gunung salak (Sapto Argo)
Kronologis penerbangan Turangga Seta Gambarkan sebagai berikut :
Pukul 14.20 WIB, pesawat tinggal landas dari landasan 06. Kemudian berbelok ke kanan, hingga mengikuti ke radial 200 HLM VOR, lantas naik ke ketinggian 10.000 kaki. Waktu itu Sukhoi terbang dalam ketinggian 10000 feet, dengan pembicaraan antara Pilot Sukhoi dan pengawas Bandara Soekarno-Hatta sebagai berikut: Yablontsev (Y): Tow er 36801 goo d afternoo n, establish Radial 200 degrees VOR ten t h o u s a n d f e et . Officer tower initials N (N): RA-36801 radar contact, maintain ten thousand proceeed area.
Selanjutnya menjelang km 32 dari Jakarta pilot diduga melihat pemandangan aneh yang terlihat dari pesawat Sukhoi, dan jarak Jakarta ke gunung Salak (Sapto Argo) yang terlihat mata normal (diluar area kamuflase) yaitu sekitar 70 km an, sedangkan karena Sukhoi terbang di atas area yang dikamuflase maka gunung Salak (Sapto Argo) menjadi nyata pada jarak sekitar 1670 km dari Jakarta, sehingga radar Sukhoi maupun radar ATC Bandara Soekarno Hatta sebetulnya tidak bisa melacak keberadaan gunung Salak (Sapto Argo). Maka karena tidak melihat adanya gunung dalam jarak yang dekat kemudian pilot meminta ijin turun untuk melihat lebih jelas pemandangan aneh yang ada di bawah (namun tentu keanehan tersebut tidak diberitakan kepada ATC Soekarno-Hatta), dengan pembicaraan sebagai berikut: Y: Maintain level 10.000 feet 36801. (Kala itu, jam menunjuk angka 14.24.Sekitar 12 menit setelah Superjet 100 lepas landas dari Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.Superjet 100 pun mengarah ke Pelabuhan Ratu.Lokasi tujuan yang memang sudah direncanakan sebelumnya.) Y: Tower , 36801 request descend 6.000 feet . (Superjet sudah dua menit mengudara di ketinggian 10 ribu kaki.) N: 36801, say again request. (Yablontsev mengulangi permintaannya untuk turun ke 1.828 meter di atas permukaan laut.) N: OK , 6.000 c o p i e d . Y: D e s c e n d to 6.000 feet, 36801. (Setelah itu, N kembali sibuk melayani 13 pilot yang meminta turun, orbit, atau naik.Semua dia lakukan sendiri, tanpa asisten.) Y: T o w e r , 36801 r e q u e s t t u r n r i g h t o r b i t p r e s e n t p o s i t i o n . (Permintaan belok kanan itu diajukan Yablontsev pukul 14.28.) N: RA-36801 a p p r o v e o r b i t t o t h e r i g h t s i x t h o u s a n d .
Petugas ATC Soekarno-Hatta menuruti permintaan Pilot Sukhoi pasti karena di radar juga tidak terlihat keberadaan Gunung Sapto Argo
Menara pengawas Bandara Soekarno-Hatta
Gambar Layar Radar di ATC Soekarno-Hatta tidak terlihat keberadaan gunung Sapto Argo
Sukhoi sempat berputar di atas area Atang Sanjaya,
Namun karena peradaban area 36 mengetahui bahwa ada pesawat dari peradaban modern melihat Megapolitan mereka, maka peradaban area 36 menteleportasi Sukhoi sehingga langsung berhadapan dengan dinding gunung Sapto Argo
Selanjutnya Sukhoi tidak sempat menghindar dari dinding gunung Sapto Argo dan menabraknya
Kesimpulan: 1. ATC Bandara Soekarno Hatta tidak salah karena memang ada 4 area 36 yang tidak terdeteksi oleh sistem pemindaian (radar), petugas ATC normal menjalankan kewajibannya dengan benar. Jadi sangat wajar sebetulnya jika sistem radar yang dimiliki oleh bandara Soekarno Hatta saat sistem teleportasi area 36 diaktipkan maka radar tidak akan mampu menjangkau wilayah gunung salak (Sapto Argo), mengingat jarak normal nyata antara jakarta-gunung salak bisa mencapai 1600 kilometer lebih. Saat ini kita melihat dan merasakan “seperti dekat ” cuma 67 kilometeran karena adanya area yang dikamuflase dilipat ke dalam ruang dan waktu menjadi cuma selebar 1 meteran saja. 2. Pilot sudah sangat berpengalaman dan sangat percaya pada dukungan teknologi yang dugunakan oleh pesawat Sukhoi SJ 100, dia terlihat tenang dan santai malah sempat mengobrol dengan awak kabin; karena kemungkinan besar sistem monitoring keamanan penerbangan tidak menunjukan adanya potensi bahaya di depan mata; hanya 38 detik menjelang tumbukan, dan itu adalah moment ketika pesawat keluar dari portal area 36, terlalu pendek waktu, dan peringatan yang tidak masuk akal jika dalam 38 detik ke depan tiba-tiba harus menabrak sesuatu. Kalau iya ada sesuatu; maka seharusnya beberapa menit sebelumnya pilot harus sudah diberitahu oleh sistem, pilot tidak faham kalau dia sebelumnya ada di area 36 dan radar belum bisa mendeteksi adanya bahaya 3. Radar Sukhoi Superjet 100 sebenarnya bekerja sempurna namun tidak bisa dan tidak disiapkan untuk mengatasi persoalan system teleportasi dari area 36. Radar baru mengaktifkan alarm cuma 38 detik menjelang tumbukan; karena memang posisi pesawat 1 menit sebelumnya masih berada di area 36, dan sangat jauh dari tebing gunung salak, sehingga alarm tidak mungkin bekerja. Jangan berfikir liar tentang cuaca
dan kabut yang kemungkinan menghalangi pandangan, karena teknologi pemindai (radar) digunakan justru untuk menghadapi persoalan terbatasnya jarak pandang dalam situasi seperti itu (cuaca buruk). 4. Kecanggihan teknologi Sukhoi Super Jet 100 ini : suara mesin dan getarannya menyerupai/mendekati pesawat yang ada di area 36 yang sangat maju, sehingga sistem monitoring dan autorespon area 36 yang menjaga batas wilayahnya sempat terbuka; dan memaksa mereka mengaktifkan sistem teleportasi yang ekstrim. 5. Informasi adanya area 36 dan sistem teleportasi di sekitar wilayah gunung salak (Sapto Argo) semoga menjadi bahan pertimbangan dan info berharga bagi dunia penerbangan, agar senantiasa bersiap dan berhati-hati melintasi areal tersebut. Bukan cuma Sukhoi yang bisa jatuh di sana, tetapi ada kemungkinan semua jenis pesawat yang tidak bisa memungkinkan untuk melakukan manuver dalam waktu sangat cepat (hitungan detik); maka siap-siap untuk menabrak dinding gunung Salak.