2
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Daftar Isi
Daftar Gambar
BAB I
Pendahuluan
1.1
Latar Belakang
1.2
Rumusan Masalah
1.3
Tujuan dan Manfaat Penulisan
BAB II
Kajian Teori
2.1
Kajian Lingkungan Eksternal
2.2
Konsep Hijau Green Building, Green Product dan Green Human Resource
BAB III
Pembahasan
3.1
Penerapan Model Pariwisata Hijau di Pulau Beras Basah
3.2
Analisa Peluang & Strategi Usaha Berdasarkan Faktor Eksternal
BAB IV
Penutup
4.1
Kesimpulan
4.2
Saran
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
ASEAN Economy Community (AEC) adalah salah satu bentuk integrasi ekonomi antar negara ASEAN. Aliansi ini dibuat dalam rangka menjaga stabilitas politik dan keamanan regional ASEAN, meningkatkan daya saing kawasan secara keseluruhan di pasar dunia, dan mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan serta meningkatkan standar hidup penduduk negara anggota ASEAN. Pada tahun 2015, apabila AEC tercapai, maka ASEAN akan menjadi pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal dimana terjadi arus barang, jasa, investasi, dan tenaga terampil yang bebas, serta arus modal yang lebih bebas diantara negara ASEAN. Pasar tunggal yang bebas dapat membuka peluang bagi potensi-potensi ekonomi di Indonesia dimana salah satunya adalah potensi wisata yang ada di Kota Bontang untuk meningkatkan pangsa pasarnya di kawasan ASEAN.
Seluruh negara ASEAN harus melakukan liberalisasi perdagangan barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil secara bebas dan arus modal yang lebih bebas sebagaimana digariskan dalam AEC Blueprint (pedoman AEC) untuk mewujudkan AEC pada tahun 2015. Untuk mewujudkan hal tersebut, negara-negara anggota ASEAN telah menyepakati ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA), ATIGA berisi prinsip-prinsip umum perdagangan internasional (non-discrimination, national treatment), liberalisasi tarif, pengaturan non-tarif, ketentuan asal barang, fasilitasi perdagangan, kepabeanan, standar, regulasi teknis dan prosedur pemeriksaan penyesuaian, serta kebijakan pemulihan perdagangan (safeguards, anti-dumping, countervailing measures).
Liberalisasi jasa pada dasarnya adalah menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan jasa yang terkait dengan pembukaan akses pasar dan penerapan perlakukan nasional untuk setiap mode of supply diatas. Hambatan yang mempengaruhi akses pasar adalah pembatasan dalam penyedia jasa, volume transaksi, jumlah operator, jumlah tenaga kerja, bentuk hukum dan kepemilikan modal asing. Sedangkan hambatan dalam perlakuan nasional dapat berbentuk peraturan yang dianggap diskriminatif untuk persyaratan pajak, kewarganegaraan, jangka waktu menetap, perizinan, standardisasi dan kualifikasi, kewajiban pendaftaran serta batas kepemilikan properti dan lahan.
Negara-negara ASEAN sepakat menempatkan investasi sebagai komponen utama dalam pembangunan ekonomi ASEAN dan menjadikannya sebagai salah satu tujuan pokok ASEAN dalam upaya mewujudkan integrasi ekonomi ASEAN (AEC) pada tahun 2015. Prinsip utama dalam meningkatkan daya saing ASEAN PMA (Penanaman Modal Asing) adalah menciptakan iklim investasi yang kondusif di ASEAN. Oleh karenanya, arus investasi yang bebas dan terbuka dipastikan akan meningkatkan penanaman modal asing (PMA) baik dari penanaman modal yang bersumber dari intra-ASEAN maupun dari negara non ASEAN. Dengan meningkatknya investasi asing, pembangunan ekonomi ASEAN akan terus meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat ASEAN (Depdagri, Menuju ASEAN Economic Community, 2010).
Kota Bontang telah lama dikenal sebagai kota industri pengolahan migas, namun kota ini juga memiliki potensi ekonomi lain seperti objek wisata yang cukup bisa dibanggakan terutama untuk jenis wisata bahari. Jenis wisata ini mencakup keindahan alam pantai, ombak dan dasar laut. Objek wisata bahari yang menarik untuk dikunjungi antara lain Pantai Pulau Beras Basah, Pulau Segajah dan Kedindingan. Objek wisata tersebut tidak hanya menawarkan keindahan pantainya namun para wisatawan juga bisa snorkeling untuk menikmati keindahan alam bawah laut yang ada diwilayah itu.
Beras Basah merupakan nama sebuah pulau di wilayah kota Bontang. Pulau dengan pantai pasir putih ini merupakan tempat rekreasi yang menarik. Wisatawan bisa bersantai sambil menikmati keindahan panorama laut selat Makassar. Selain itu wisatawan juga dapat berenang dan menikmati udara laut yang khas. Pulau Beras Basah dapat dicapai dengan menggunakan Speed Boat atau kapal motor dari Pelabuhan Tanjung Laut, Bontang. Pulau Beras Basah atau disebut juga Sand Island tercatat sebagai salah satu tujuan wisata yang cukup dikenal di Bontang, Kalimantan Timur.
Saat ini potensi wisata Pulau Beras Basah belum mendapat cukup perhatian baik dari pemerintah setempat maupun pengelola swasta sehingga popularitas objek wisata ini pun hanya diketahui oleh khalayak tertentu yaitu penduduk lokal propinsi. Akibatnya, sarana dan fasilitas yang tersedia dalam pulau ini pun sangat terbatas, serta pengelolaannya hanya bergantung pada ketersediaan sumber daya masyarakat sekitar pulau (wisatakaltim.com).
Gb. 1.1 Panorama Objek Wisata Pulau Beras Basah
Menyambut pencanangan kawasan pasar bebas AEC dimana potensi industri pariwisata, industri ekonomi kreatif (UKM), perdagangan dan jasa akan memiliki peluang besar untuk dapat dikembangkan, maka potensi wisata Pulau Beras Basah nantinya diharapkan mampu ikut bersaing dengan objek wisata nasional dan internasional lain yang ada, serta tidak menutup kemungkinan menjadi salah satu objek wisata populer di kawasan ASEAN.
Perencanaan pengembangan nilai objek wisata Pulau Beras Basah nantinya diharapkan dapat mengikuti konsep yang ramah lingkungan (Konsep Hijau) sehingga dapat terwujud suatu model Pariwisata Hijau. Konsep Hijau telah berkembang dalam beberapa tahun terakhir dan menjadi paradigma baru dalam industri dan ekonomi dunia. Di Indonesia sendiri konsep ini telah diwujudkan dalam suatu nota kesepahaman yaitu perjanjian kerjasama Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan (Sustainable Consumption and Production) antara KLH dan KADIN (menlh.go.id).
Beberapa konsep hijau yang dapat diterapkan dalam pengembangan potensi wisata Pulau Beras Basah adalah konsep konstruksi atau bangunan ramah lingkungan (green building), produk atau produksi bersih (green production) dan sumber daya manusia berwawasan lingkungan (green human resources).
Konsep Green Building menitikberatkan pada pentingnya penggunaan energi yang hemat dan material bangunan ramah lingkungan, efisiensi biaya penyediaan dan pengelolaan air bersih serta biaya pengelolaan lingkungan dan buangan (PT. PP, 2011). Green Product & Production fokus pada faktor produk dan proses produksi yang meminimumkan penggunaan bahan baku, air dan energi, pemanfaatan teknologi ramah lingkungan serta hasil produk yang mampu terdegradasi secara alami sehingga tidak mencemari lingkungan (id.wikipedia.org/wiki/Produksi_bersih). Lain halnya dengan konsep Green Human Resources dimana perlunya penerapan paradigma atau cara pandang akan kelestarian lingkungan dalam Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) perusahaan sehingga akan meningkatkan moral karyawan terhadap pengelolaan lingkungan yang baik (Cherian, 2012).
Sinergi antara konsep hijau dan strategi manajemen yang akan diterapkan dalam pengembangan potensi wisata hijau Pulau Beras Basah diharapkan mampu menjadi keunggulan kompetitif bagi objek wisata ini dalam menyambut pasar bebas kawasan ekonomi ASEAN (AEC). Adapun strategi itu sendiri dapat dianalisa dan dirumuskan dengan mempertimbangkan faktor-faktor eksternal yang ada pada objek wisata. Faktor eksternal yang dimaksud diantaranya adalah teknologi, ekonomi, politik, regulasi, kondisi sosio-kultural, kompetisi dan pangsa pasar serta perilakunya (Nurif, 2006).
Oleh karenanya dalam kesempatan ini penulis akan menjabarkan beberapa hal yang bisa mempengaruhi keputusan dan strategi manajemen untuk mengembangkan potensi objek wisata hijau Pulau Beras Basah berkaitan dengan faktor eksternal yang ada pada objek wisata tersebut. Perihal yang akan dibahas diantaranya adalah mengenai konsep dan wawasan terhadap pelestarian lingkungan yang dikaitkan dengan manajemen konstruksi (bangunan), faktor produk dan proses produksi serta sumber daya manusia didalamnya. Konsep tersebut akan digunakan sebagai keunggulan komparatif dalam menyusun strategi manajemen dengan mempertimbangkan pula kondisi eksternal dari objek wisata Pulau Beras Basah.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang akan menjadi pokok pembahasan dalam tulisan ini adalah sebagai berikut :
Bagaimana cara menerapkan konsep hijau yang terkait dengan Green Building, Product dan Human Resources dalam pengembangan potensi Pariwisata Hijau Pulau Beras Basah ?
Apa strategi yang dapat dilakukan untuk mengembangkan potensi wisata Pulau Beras Basah yang berkaitan dengan faktor eksternal yang dimiliki ?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun penulisan makalah ini diharapkan dapat mencapai tujuan dan manfaat antara lain :
Untuk mengetahui konsep Hijau yang terkait dengan Green Building, Product dan Human Resources.
Untuk mempelajari teknik penyusunan strategi manajemen pariwisata melalui pertimbangan faktor-faktor eksternal yang ada pada objek wisata Pulau Beras Basah.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Kajian Lingkungan Eksternal
Lingkungan eksternal adalah suatu lingkungan diluar organisasi yang memiliki kekuatan diluar kendali organisasi sehingga perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan ini akan mempengaruhi kinerja organisasi. Analisa lingkungan eksternal adalah metode analisa yang digunakan untuk menggali dan mengidentifikasi semua peluang yang ada dan yang akan datang serta ancaman dari pesaing dan calon pesaing. Lingkungan eksternal terdiri dari (Cahyono, 1999 dalam Restiyan, 2009):
Lingkungan Umum (General Environment)
Fluktuasi perekonomian yang disebabkan oleh iklim bisnis, inflasi/deflasi, kebijakan moneter, kebijakan fiskal dan neraca pembayaran.
Lingkungan Industri (Industry Environment)
Pelanggan, identifikasi pembeli, demografi, geografi, biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, pesaing dan pemasok.
Lingkungan Internasional
Kawasan perdagangan bebas, kebijakan antar negara dan moneter.
Faktor-faktor eksternal memiliki pengaruh yang besar bagi perusahaan untuk menjalankan usahanya. Identifikasi terhadap faktor-faktor eksternal sangat dibutuhkan karena merupakan keadaan yang tidak dapat dikendalikan secara langsung. Faktor-faktor eksternal perusahaan menggambarkan peluang dan ancaman yang dihadapi objek wisata Pulau Beras Basah.
Menurut Restiyan, 2011 lingkungan atau faktor-faktor eksternal dapat dikelompokkan menjadi seperti berikut yaitu, faktor politik dan pemerintah, ekonomi, sosial budaya dan lingkungan, teknologi, pesaing, pendatang baru, konsumen, perusahaan lain yang menguntungkan dan produk pengganti (substitusi). Pada kesempatan ini penulis hanya akan membahas beberapa faktor eksternal yang akan berubah saat penerapan AEC 2015 berkaitan dengan pengaruhnya terhadap perencanaan strategi pengelolaan objek wisata Pulau Beras Basah. Faktor-faktor tersebut diantaranya yaitu faktor politik dan pemerintahan, ekonomi, serta pesaing.
2.1.1 Politik dan Pemerintahan
Perkembangan wisata alam memerlukan dukungan semua pihak baik pemerintah pusat melalui Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, pemerintah daerah, swasta, biro perjalanan, perguruan tinggi serta masyarakat luas. Pemerintah sebagai fasilitator, mendukung berkembangnya usaha pariwisata alam dalam bentuk penetapan kebijakan, peraturan perundang-undangan, perijinan, dan lain-lain. Bentuk dukungan pemerintah terhadap pengembangan pariwisata juga ditunjukkan dengan adanya media pariwisata seperti TIC (Tourism Information Center) sehingga memudahkan wisatawan untuk mendapatkan informasi objek wisata.
Peraturan seperti UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah daerah dan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonomi menyebabkan daerah memiliki wewenang yang lebih luas dalam mengembangkan daerahnya dan hal tersebut menjadi peluang bagi daerah yang memiliki potensi besar dalam mengembangkan wisata alam. Dalam era otonomi daerah tersebut pemerintah daerah tingkat kabupaten maupun kotamadya memiliki peran yang besar dalam bidang pariwisata. Hal tersebut membuat pengembangan wisata alam baru lebih banyak berurusan dengan pemerintah daerah.
Perpindahan urusan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah ini, membuat banyak pengelola dan investor wisata alam kebingungan sebab masing-masing daerah memiliki aturan yang berbeda-beda. Otonomi daerah ini memunculkan adanya kemungkinan tumpang tindih dalam pemungutan pajak antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Selain itu adanya beberapa daerah yang menerapkan kebijakan retribusi yang terlalu tinggi untuk mengejar pendapatan asli daerah (PAD). Otonomi daerah menyebabkan setiap daerah harus mampu bersaing dengan daerah lain. Tuntutan pemasukan PAD jangka pendek dan jangka panjang, merupakan kenyataan yang harus dihadapi.
Pemberlakuan kawasan pasar bebas AEC mendorong pemerintah untuk menyusun kebijakan tersendiri untuk melakukan penyesuaian dengan pedoman penerapan AEC (blueprint). Pemberlakuan kawasan pasar bebas AEC akan mendorong perpindahan yang lebih leluasa antar warga negara anggota ASEAN sehingga kebijakan mengenai warga imigran pun akan mengalami perubahan. Hal ini akan meningkatkan pangsa pasar objek wisata di Indonesia sehingga diperlukan strategi pemasaran seperti promosi yang tepat sasaran untuk membidik segmentasi pasar yang baru ini.
2.1.2 Ekonomi
Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor unggulan penghasil devisa bagi pembangunan negara. Pembangunan pariwisata yang terus ditingkatkan dan dikembangkan untuk memperbesar penerimaan devisa negara dan menciptakan lapangan kerja mencerminkan bahwa peran dan harapan bagi sektor pariwisata tersebut sangat besar.
Perekonomian Indonesia yang belum stabil sejak adanya krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1998 menjadi ancaman bagi dunia usaha pariwisata. Fluktuasi nilai tukar rupiah, kenaikan harga BBM dan kenaikan harga-harga barang kebutuhan pokok lainnya serta ancaman PHK menimbulkan perubahan pola konsumsi kebutuhan masyarakat. Selain kondisi ekonomi dalam negeri, keadaan ekonomi dunia yang beberapa tahun ini juga tidak kondusif sehingga minat wisatawan mancanegara pun ikut terkena imbasnya.
Melalui pengembangan kawasan ekonomi AEC, diharapkan iklim perekonomian antar negara ASEAN dapat dijaga dari pengaruh perubahan ekonomi di amerika dan eropa sehingga kestabilan tersebut akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Jika tingkat kesejahteraan negara anggota ASEAN dapat ditingkatkan maka tidak menutup kemungkinan kebutuhan akan rekreasi terutama berlibur dan berwisata akan meningkat.
2.1.3 Pesaing
Pada usaha pariwisata terdapat objek wisata alam dalam jumlah yang cukup banyak, terutama setelah adanya otonomi daerah dan penerapan kawasan pasar bebas AEC. Produk yang ditawarkan pun berbeda-beda, tidak homogen. Produk masing-masing wisata alam memiliki keunikan dan keunggulan sendiri sehingga membuat persaingan yang cukup besar dalam menarik pengunjung.
Ancaman produk wisata substitusi lain terutama dari manca negara juga ikut berpengaruh terhadap objek wisata Pulau Beras Basah. Umumnya yang dihadapi adalah persaingan dengan objek wisata lain yang sudah lebih dahulu terkenal dan diingat masyarakat. Pulau Beras Basah yang memang belum populer ini bukan hanya bersaing dengan wisata alam sejenis saja, tetapi juga dengan produk wisata lain baik dari dalam maupun luar negeri. Kondisi ini seharusnya direspon positif dengan terus meningkatkan kualitas dan kelengkapan fasilitas yang ada sehingga akan memperoleh kesempatan pasar yang lebih baik dan profit yang lebih besar.
2.2 Konsep Hijau Green Building, Green Product dan Green Human Resource
2.2.1 Green Building
Bangunan hijau (Green Building) adalah suatu pendekatan perencanaan bangunan yang berusaha untuk meminimalisasi berbagai pengaruh membahayakan pada kesehatan manusia dan lingkungan. Sebagai pemahaman dasar dari arsitektur atau bangunan hijau yang berkelanjutan, elemen-elemen yang terdapat didalamnya adalah lansekap dan interior yang menjadi satu kesatuan dalam segi arsitekturnya. Dalam contoh kecil, bangunan hijau bisa juga diterapkan di sekitar lingkungan kita. Idealnya adalah menerapkan komposisi 60 : 40 antara bangunan rumah dan lahan hijau dengan alternatif membuat atap dan dinding dengan konsep roof garden dan green wall. Dinding bukan sekadar beton atau batu alam melainkan dapat ditumbuhi tanaman merambat.
Tujuan utama dari green building adalah menciptakan eco-design, arsitektur ramah lingkungan, arsitektur alami, dan pembangunan berkelanjutan. Bangunan hijau juga dapat diterapkan dengan meningkatkan efisiensi pemakaian energi, air dan pemakaian bahan-bahan yang mereduksi dampak bangunan terhadap kesehatan. Perancangan bangunan hijau meliputi tata letak, konstruksi, operasi dan pemeliharaan bangunan. Empat aspek utama yang perlu dipertimbangkan dalam membangun green building yaitu (BEA, 2013),
Material, material yang digunakan untuk membangun haruslah diperoleh dari alam, merupakan sumber energi terbarukan yang dikelola berkelanjutan, atau bahan bangunan yang didapat secara lokal untuk mengurangi biaya transportasi. Daya tahan material bangunan yang layak sebaiknya tetap teruji, namun tetap mengandung unsur bahan daur ulang, mengurangi produksi sampah dan dapat digunakan kembali atau didaur ulang.
Energi, Penerapan panel surya diyakini dapat mengurangi biaya listrik bangunan. Selain itu, bangunan juga selayaknya dilengkapi jendela untuk menghemat penggunaan energi (terutama untuk lampu serta AC). Untuk siang hari, jendela sebaiknya dibuka untuk mengurangi pemakaian listrik. Jendela tentunya juga dapat meningkatkan kesehatan dan produktivitas penghuninya. Green building juga harus menggunakan lampu hemat energi, peralatan listrik hemat energi lain, serta teknologi energi terbarukan seperti turbin angin dan panel surya.
Air, penggunaan air dapat dihemat dengan menggunakan sistem tangkapan air hujan. Cara ini akan mendaur ulang air yang misalnya dapat digunakan untuk menyiram tanaman atau menyiram toilet. Gunakan pula peralatan hemat air, seperti pancuran air beraliran rendah, tidak menggunaan bathtube di kamar mandi, menggunakan toilet flush hemat air atau toilet kompos tanpa air dan memasang sistem pemanas air tanpa listrik.
Kesehatan, gunakan bahan-bahan bangunan dan furnitur yang tidak beracun serta gunakan produk yang dapat meningkatkan kualitas udara dalam ruangan untuk mengurangi resiko asma, alergi dan penyakit lainnya. Bahan-bahan yang dimaksud adalah bahan emisi rendah, non-VOC dan tahan air untuk mencegah datangnya kuman dan mikroba lainnya. Kualitas udara dalam ruangan juga dapat ditingkatkan melalui sistem ventilasi dan alat-alat pengatur kelembaban udara.
Adapun konsep bangunan hijau didukung juga melalui penerapan Uji AMDAL (Life Cycle Assessment), efisiensi desain struktur dan efisiensi energi. Dalam melakukan suatu perencanaan bangunan seharusnya melakukan kajian AMDAL apakah dalam pengadaan bangunan tersebut dapat mempengaruhi lingkungan sekitar baik itu segi sosial, ekonomi ataupun alam sekitar karena jika itu memberikan pengaruh negatif yang cukup besar maka bangunan tersebut sudah menyalahi konsep dasar dari green building.
Dasar dalam setiap proyek konstruksi bermula pada tahap konsep dan desain. Tahap konsep, pada kenyataanya merupakan salah satu langkah utama dalam proyek yang memiliki dampak terbesar pada biaya dan kinerja proyek. Tujuan utama merencanakan bangunan yang memiliki konsep green building adalah untuk meminimalkan dampak yang akan disebabkan bangunan tersebut. Perencanaan bangunan gedung yang tidak efisien dalam struktur juga memberikan efek buruk terhadap lingkungan, yaitu pemakaian bahan bangunan yang sangat banyak sehingga terjadi pemborosan (Butaru, 2011).
2.2.2 Green Product & Production
Definisi dari produk hijau (green product) adalah merujuk pada barang dan jasa yang kinerjanya pada lingkungan baik alam maupun sosial, dalam proses produksinya, penggunaannya dan buangannya sudah lebih berkembang daripada produk konvensional dan kompetitif lainnya serta memiliki karakteristik penting sebagai berikut (Shamsuddoha, 2009):
Fokus baik pada dampak lingkungan alam mupun sosial. Jika hanya memiliki kinerja pada salah satu aspek tersebut maka tidak bisa menciptakan kredibilitas sebagai produk hijau.
Berorientasi perbaikan terus-menerus mengikuti paradigma konsep produk hijau dan teknologi yang terus berkembang sehingga terdapat proses berkelanjutan dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Produk yang tidak atau lebih sedikit dapat merusak lingkungan dan kesehatan. Produk yang memiliki attribut seperti dapat didaur ulang, hemat air dan energi serta tidak beracun juga termasuk dalam kategori green product.
Di masa ini dan akan datang, lingkungan akan menjadi aspek yang penting dalam perencanaan atau desain dari suatu produk. Konsep produk yang didesain untuk lingkungan mulai banyak diterapkan. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menciptakan suatu produk ramah lingkungan diantaranya dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut (Shamsuddoha, 2009):
Konten atau material produk, dengan mengganti komponen dan bahan-bahan yang mendukung kelestarian alam atau menghilangkan substansi produk yang dapat merusak lingkungan.
Manufaktur, memilih proses produksi yang ramah lingkungan, hemat energi dan lebih sedikit menghasilkan limbah berbahaya.
Kinerja, produk didesain agar dapat terdegradasi secara alamiah dan memiliki kinerja energi yang hemat.
Penggunaan, produk didesain untuk mudah digunakan dan praktis sehingga tidak memerlukan banyak peralatan pelengkap dalam pemanfaatannya.
Salah satu teknik yang digunakan dalam pelestarian lingkungan adalah melalui penerapan 5-R dalam desain produk yang ditawarkan. Adapun yang termasuk dari parameter 5-R tersebut adalah (Shamsuddoha, 2009):
Repair, desain produk dengan komponen yang praktis sehingga biaya perbaikan lebih efisien dan umur barang lebih panjang.
Reconditioning, bagian dari produk dapat direkondisi ulang sehingga dapat dipakai kembali. Contohnya pada bagian-bagian mobil seperti ban dan suku cadang.
Reuse, produk didesain dapat digunakan berulang kali atau dimanfaatkan sebagai produk lain. Contohnya penggunaan botol isi ulang, peralatan dapur dan tempat penyimpanan dari barang bekas.
Recycling, produk dapat dengan mudah didaur ulang sehingga mengurangi dampak limbah pada lingkungan.
Remanufacture, menciptakan produk baru dari produk lama yang tak terpakai. Contohnya pada produksi laser-printer cartridge.
Produksi bersih (green production) merupakan sebuah strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif atau pencegahan dan terpadu yang perlu diterapkan secara terus menerus pada proses produksi dan daur hidup produk dengan tujuan mengurangi risiko terhadap manusia dan lingkungan. Hal tersebut memiliki tujuan untuk meningkatkan produktivitas dengan memberikan tingkat efisiensi yang lebih baik pada penggunaan bahan mentah, energi dan air, mendorong performansi lingkungan yang lebih baik, melalui pengurangan sumber-sumber pembangkit limbah dan emisi serta mereduksi dampak produk terhadap lingkungan. Produksi bersih berfokus pada usaha pencegahan terbentuknya limbah, yang merupakan salah satu indikator inefisiensi. Dengan demikian, usaha pencegahan tersebut harus dilakukan sejak awal proses produksi dengan mengurangi terbentuknya limbah serta pemanfaatan limbah yang terbentuk melalui daur ulang (id.wikipedia.org/wiki/Produksi_bersih).
Produksi bersih diperlukan sebagai suatu strategi untuk mengharmonisasikan upaya perlindungan lingkungan dengan kegiatan pembangunan atau pertumbuhan ekonomi, mencegah terjadinya pencemaran lingkungan, memelihara dan memperkuat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, mencegah atau memperlambat terjadinya proses degradasi lingkungan dan pemanfaatan sumberdaya alam melalui penerapan daur ulang limbah serta memperkuat daya saing produk di pasar internasional. Prinsip-prinsip pokok dalam produksi bersih adalah (id.wikipedia.org/wiki/Produksi_bersih):
Mengurangi atau meminimumkan penggunaan bahan baku, air, dan energi serta menghindari pemakaian bahan baku beracun dan berbahaya. Mereduksi terbentuknya limbah pada sumbernya sehingga mencegah dari atau mengurangi timbulnya masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan serta resikonya terhadap manusia.
Perubahan dalam pola produksi dan konsumsi berlaku baik terhadap proses maupun produk yang dihasilkan sehingga harus dipahami betul analisis daur hidup produk.
Upaya produksi bersih tidak dapat berhasil dilaksanakan tanpa adanya perubahan dalam pola pikir, sikap dan tingkah laku dari semua pihak terkait baik dari pihak pemerintah, masyarakat maupun kalangan dunia (industriawan). Selain itu juga, perlu diterapkan pola manajemen di kalangan industri maupun pemerintah yang telah mempertimbangkan aspek lingkungan.
Mengaplikasikan teknologi ramah lingkungan, manajemen dan prosedur standar operasi sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Kegiatan-kegiatan tersebut tidak selalu membutuhkan biaya investasi yang tinggi, kalaupun terjadi seringkali waktu yang diperlukan untuk pengembalian modal investasi relatif singkat.
Pelaksanaan program produksi bersih ini lebih mengarah pada pengaturan sendiri dan peraturan yang sifatnya musyawarah mufakat dari pada pengaturan secara command control. Jadi, pelaksanaan program produksi bersih ini tidak hanya mengandalkan peraturan pemerintah saja, tetapi lebih didasarkan pada kesadaran untuk mengubah sikap dan tingkah laku.
2.2.3 Green Human Resource
Human Resource Management (HRM, Manajemen Sumber Daya Manusia) didefinisikan sebagai suatu sistem yang berisi sekumpulan aktivitas, fungsi, dan proses yang mengarahkan pengembangan dan pemeliharaan sumber daya manusia suatu perusahaan (Lado & Wilson dalam Cherian, 2012). Untuk mengimplementasikan manajemen sumber daya manusia hijau yang efektif maka diperlukan peningkatan keahlian teknis dan manajemen berkaitan dengan konsep hijau bagi seluruh anggota perusahaan. Oleh karenanya perusahaan akan mencari inovasi dan teknik manajemen yang sesuai dan yang memberikan dampak signifikan yang berkelanjutan bagi perusahaan sehingga dapat menjadi keunggulan kompetitif (Cherian, 2012).
Untuk mengembangkan kerangka kerja perusahaan yang sesuai target manajemen hijau tersebut maka diperlukan pula sistem manajemen SDM yang efektif yang bermula dari strategi perekrutan karyawan, sistem kompensasi, penghargaan dan proses evaluasi yang memasukkan poin terhadap kesadaran pelestarian lingkungan, serta program pelatihan dan pengembangan yang berwawasan lingkungan. Menurut Bohdanowicz, 2011 dalam Cherian, 2012, semakin besar pengaruh kebijakan MSDM hijau (green human resource policies) maka akan semakin besar pula kemampuan adaptasi perusahaan dalam menerapkan sistem manajemen lingkungan (environmental management systems) yang telah ditetapkan.
Pentingnya penerapan MSDM hijau yang baik sangat berpengaruh pada pengembangan moral karyawan yang akan membantu dalam pencapaian benefit baik bagi karyawan sendiri maupun perusahaan. Sebagai contoh dari beberapa benefit yang dapat diperoleh karyawan dan perusahaan adalah sebagai berikut (Cherian, 2012):
Meningkatkan kemampuan dan wawasan karyawan.
Meningkatkan citra positif perusahaan
Meningkatkan produktivitas berkelanjutan
Mengurangi dampak negatif bagi lingkungan
Menambah keunggulan kompetitif dan meningkatkan kinerja perusahaan
Karyawan yang aktif dalam kegiatan manajemen lingkungan akan memberikan kontribusi yang baik terhadap implementasi strategi lingkungan hijau perusahaan sehingga dapat menciptakan kesempatan yang lebih besar terhadap munculnya improvisasi dan inovasi yang berkaitan dengan produksi lebih bersih dan reduksi limbah manufaktur. Hal ini akan menciptakan produk hijau dan keuntungan dari penghematan biaya pengolahan limbah bahkan akan meningkatkan kepuasan pelanggan pada situasi dan kondisi tertentu. Saat ini paradigma konsumen telah condong pada perusahaan yang menerapkan standar-standar lingkungan yang baik sehingga penerapan kebijakan MSDM hijau (green human resource) dapat menjadi strategi tersendiri untuk meraih keunggulan kompetitif dalam dunia bisnis saat ini (Cherian, 2012).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Penerapan Model Pariwisata Hijau di Pulau Beras Basah
Pariwisata Hijau yang menjadi gagasan utama dalam tulisan ini mengusung penerapan konsep hijau seperti yang telah dibahas sebelumnya dalam aktivitas objek wisata Pulau Beras Basah. Konsep yang dimaksud diantaranya adalah bangunan ramah lingkungan, produksi bersih dan sumber daya manusia yang berwawasan lingkungan. Masyarakat dunia saat ini telah condong pemikirannya pada hal-hal yang menyangkut kelestarian alam dan lingkungan sehingga hal ini akan mempengaruhi keputusan konsumen dalam pemilihan produk-produk dan produk wisata pun tak lepas dari pengaruh paradigma ini.
3.1.1 Bangunan Ramah Lingkungan
Bangunan Hijau (green building) seperti yang telah dipaparkan sebelumnya memiliki empat aspek utama yaitu material, energi, air dan kesehatan (BEA, 2013). Objek wisata Pulau Beras Basah terletak di tengah lautan berhadapan dengan Selat Makassar sehingga material bangunan yang akan digunakan untuk mengembangkan infrastruktur haruslah yang mampu bertahan dengan tingkat korosi tinggi dan tahan lama. Letaknya yang cukup terpencil juga menyulitkan dalam penyediaan air bersih jika tidak ada instalasi pengolahan air yang efektif dan efisien. Selain itu sumber tenaga atau energi yang memungkinkan pun adalah sumber energi yang berlimpah di kepulauan tersebut seperti angin dan matahari. Oleh karenanya, perencanaan pengembangan objek wisata Pulau Beras Basah haruslah menggunakan teknik dan teknologi yang tepat sehingga pemenuhan kriteria bangunan ramah lingkungan dapat tercapai.
Alternatif material yang dapat digunakan agar mampu bertahan pada lingkungan dengan kadar garam tinggi atau lingkungan korosif namun tetap ramah lingkungan adalah kayu jati. Masyarakat sekitar Bontang yang bertempat tinggal di daerah pantai seperti masyarakat Bontang Kuala atau Tanjung Laut membangun rumahnya diatas laut dengan menggunakan kayu jati dan mampu bertahan selama puluhan tahun.
Gb. 3.1 Rumah Peristirahatan dari Kayu
Kayu jati juga merupakan bahan yang terbarukan tidak seperti semen atau pasir yang berasal dari batuan bumi sehingga kelestarian alam dapat dijaga. Tentunya penebangan kayu ini harus sesuai dengan peraturan penebangan pemerintah dan berasal dari hutan produksi kayu yang selalu direboisasi teratur. Atap dengan konsep hijau (green roof) juga dapat diterapkan untuk menambah kesan alamiah di area objek wisata.
Gb. 3.2 Model Rumah Atap Hijau (Green Roof)
Penggunaan energi di objek wisata Pulau Beras Basah tentunya secara mayoritas adalah energi listrik. Energi yang dibutuhkan seharusnya tidak terlalu besar karena hanya diperuntukkan untuk penerangan, aktivitas pengelolaan dan komunikasi. Konsep Bangunan Hijau di area Pulau Beras Basah juga harus dapat meminimalkan penggunaan energi dan energi yang digunakan pun harus tergolong energi terbarukan.
Gb. 3.3 Panel Surya dan Kincir Angin sebagai Alat Pembangkit Listrik
Teknologi pembangkit listrik yang dapat digunakan untuk daerah kepulauan diantaranya adalah pembangkit listrik tenaga angin, matahari dan ombak. Pulau Beras Basah memiliki kekuatan ombak yang tidak terlalu besar sehingga pembangkit listrik tenaga angin (kincir angin) dan matahari (panel surya) lebih cocok untuk digunakan. Melalui pemanfaatan energi alam yang terbarukan, pengelola dapat meminimalkan biaya utilitas sekaligus membantu menjaga kelestarian sumber daya alam.
Selain itu penghematan energi juga dapat dilakukan melalui desain bangunan yang memiliki banyak jendela sehingga penggunaan energi untuk pencahayaan dan sirkulasi udara dapat dikurangi disiang hari. Ventilasi udara yang cukup melalui penggunaan jendela yang tepat akan meningkatkan kualitas udara dalam ruangan sehingga kenyamanan dan kesehatan penghuni dapat dijaga tanpa menggunakan tambahan alat-alat listrik lainnya.
Faktor lain yang menjadi sorotan dalam pemenuhan kriteria Bangunan Hijau adalah dalam hal penyediaan dan pengelolaan air bersih. Pulau Beras Basah dikelilingi lautan yang luas sehingga pengadaan air tawar akan menjadi kesulitan tersendiri. Namun saat ini telah dikembangkan teknologi pengolahan air laut menjadi air minum yang telah banyak diterapkan di negara-negara timur tengah. Teknologi tersebut dikenal dengan nama Sea Water Reverse Osmosis (SWRO).
SWRO menggunakan prinsip reverse osmosis yaitu perpindahan zat melalui media filter berupa membran. Teknologi ini sangat ramah lingkungan karena limbah yang dihasilkan berupa brine (air dengan kadar garam tinggi) dapat langsung dibuang kelaut karena tidak mengandung bahan kimia berbahaya. Selain itu energi yang dibutuhkan hanya sekitar 3 kWh per meter kubik air yang dihasilkan sehingga sangat efektif dan efisien.
Gb. 3.4 Unit SWRO
3.1.2 Produksi Bersih
Produk pariwisata adalah layanan jasa yang diberikan pengelola kepada konsumen yang berada di area objek wisata. Namun tidak menutup kemungkinan juga akan adanya produk berupa barang tertentu yang merupakan ciri khas dari area objek wisata yang disediakan oleh pengelola sebagai cindera mata. Konsep produk atau produksi hijau dapat diterapkan melalui penyediaan jasa atau fasilitas rekreasi yang ramah lingkungan dan cinderamata yang berbahan dasar mudah didaur ulang (recycle) atau dari penggunaan kembali barang lain (reuse).
Gb. 3.5 Produk Cinderamata dari Bahan Daur Ulang
Produk jasa hijau yang dapat diterapkan antara lain penggunaan kertas daur ulang sebagai media promosi di area objek wisata, karcis masuk, kertas toilet dan buku-buku informasi yang tersedia disekitar area wisata, serta penyediaan sarana bermain (playground) yang dibangun dari bahan-bahan terbarukan seperti kayu, sabut dan buah kelapa yang banyak tersedia di Pulau Beras Basah. Selain itu batok kelapa pun bisa dibuat sebagai bahan dasar cinderamata kalung, gantungan kunci dan alas keset.
Gb. 3.6 Playground Berbahan Dasar Kayu dan Ban Bekas
Gb. 3.7 Tempat Sampah sebagai Fasilitas Berkonsep Hijau
Penyediaan prasarana kebersihan pun tak luput dari implementasi konsep hijau seperti tempat sampah yang didesain untuk memisahkan sampah organik yang mudah didaur ulang dan sampak anorganik yang sukar didaur ulang namun dapat digunakan kembali. Selain itu sistem sanitasi yang disediakan juga diusahakan hemat dalam pemakaian air dan listrik, menggunakan kertas toilet recycle, serta diharapkan dapat menggunakan air dari proses daur ulang dalam unit pengolahan air limbah yang ada di Pulau Beras Basah.
3.1.3 SDM Berwawasan LIngkungan
Menurut Cherian (2012) jika perusahaan, dalam hal ini adalah pihak pengelola objek wisata Pulau Beras Basah, mampu mengembangkan SDM yang memiliki moral peduli lingkungan maka akan memberikan keuntungan tersendiri bagi perusahaan seperti peningkatan citra organisasi, produktivitas berkelanjutan dan keunggulan kompetitif dalam persaingan dengan kompetitor lain. Oleh karenanya, perusahaan memerlukan langkah pengembangan SDM seperti pelatihan dan penyuluhan yang tepat berkaitan dengan pelestarian lingkungan di sekitar objek wisata Pulau Beras Basah.
Seluruh anggota organisasi harus memiliki kompetensi dasar pelestarian lingkungan yang diperlukan sesuai dengan area kerjanya. Pekerja lapangan harus mampu mempertahankan kebersihan lingkungan dengan cara mengawasi dan memberi penyuluhan kepada pengunjung agar membuang sampah pada tempatnya. Pekerja di kantor mampu menghemat penggunaan kertas dan tinta mesin cetak sehingga limbah yang dihasilkan dapat diminimalisir. Manajemen dapat menerapkan sistem manajemen ISO-14001 yang fokus pada pengawasan dan aktivitas pekerjaan terhadap dampak lingkungan yang mungkin ditimbulkan sehingga kelestarian area kerja dapat dipertahankan.
Pelaksanaan manajemen ISO-14001 tersebut hendaknya menjadi indikator kunci kinerja (Key Performance Indicator, KPI) tiap-tiap pekerja sehingga implementasinya dapat dilakukan secara tertib dan menyeluruh. Indikator yang bisa menjadi penilaian kinerja diantaranya adalah ketertiban melaksanakan 5-R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin), keaktifan dalam mengikuti program perusahaan yang terkait dengan pelestarian lingkungan, perilaku dalam keseharian, serta inovasi atau ide yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan seperti penghematan energi, pengurangan limbah atau efesiensi produksi.
KPI tersebut dapat juga menjadi dasar dalam menentukan insentif seperti kenaikan gaji atau bonus tambahan, penghargaan seperti promosi atau tanda jasa bagi pekerja yang senantiasa terlibat dan aktif dalam penerapan konsep hijau sesuai arahan perusahaan. Parameter tersebut pun dapat menjadi dasar dalam pemberlakuan dis-insentif seperti pemotongan tunjangan dan hukuman baik teguran maupun tertulis jika terjadi pelanggaran terhadapnya. Pemberlakuan aturan-aturan atau policy yang sedemikian akan membantu membentuk moral pekerja baik karyawan maupun manajemen untuk senantiasa bekerja dengan tetap memperhatikan dampak dan kelestarian lingkungan kerja di sekitar objek wisata Pulau Beras Basah.
3.2 Analisa Peluang & Strategi Usaha Berdasarkan Faktor Eksternal
Pada kajian teori sebelumnya telah disebutkan bahwa beberapa faktor eksternal yang dapat mempengaruhi objek wisata adalah faktor politik dan pemerintahan, ekonomi, serta pesaing (Restiyan, 2009). Dalam pembahasan ini penulis akan menganalisa perubahan-perubahan yang mungkin terjadi terhadap faktor eksternal objek wisata Pulau Beras Basah terkait dengan rencana pemberlakuannya kawasan pasar bebas ASEAN Economy Community (AEC) pada tahun 2015 dan beberapa langkah atau program strategis yang dapat dilakukan untuk menghadapinya.
Gb. 3.8 Suasana di Keramaian Pesisir Pulau Beras Basah
3.2.1 Politik dan Pemerintahan
Salah satu kerangka utama yang termuat dalam pedoman penerapan AEC 2015 adalah pemberlakuan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi internasional dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang bebas (Depdagri, Menuju ASEAN Economic Community, 2010). Hal ini membuat aliran modal, barang, jasa dan warga negara antar anggota ASEAN menjadi semakin mudah. Kondisi ini akan membuka kesempatan yang besar bagi pengembangan objek wisata di Indonesia khususnya Pulau Beras Basah yang menjadi fokus tulisan ini.
Pemerintah sebagai salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi objek wisata Pulau Beras Basah melalui kebijakan dan peraturan yang dimilikinya dapat merumuskan strategi tertentu dalam menghadapi AEC 2015 nanti. Strategi tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
Pemerintah melalui Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dibantu Angkasa Pura Bandara Sepinggan Balikpapan membuat suatu media pariwisata atau Tourism Information Center (TIC) yang membantu mempromosikan objek wisata Pulau Beras Basah. Balikpapan dipilih sebagai pusat TIC karena saat ini kota Balikpapanlah yang memiliki Bandara Internasional terdekat dengan Bontang. Kedepannya TIC bisa dibuka lagi di Samarinda mengingat kota ini juga akan memiliki bandara yang cukup besar.
Pemkot Bontang dapat membuat kebijakan untuk menggalang dana investasi bagi pengembangan Pariwisata Hijau Pulau Beras Basah dengan memanfaatkan atau bekerjasama melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan-perusahaan yang ada di sekitar. Bontang merupakan salah satu kota industri yang besar dimana banyak perusahaan multinasional didalamnya sehingga dana CSR yang dimiliki akan cukup banyak membantu pengembangan objek wisata.
Pemkot Bontang dapat membentuk suatu kerjasama pengelolaan objek wisata Pulau Beras Basah atau kesepakatan yang menguntungkan dengan badan atau instansi lain seperti perusahaan milik negara, swasta, asing, perbankan dan investor lainnya. Kerjasama tersebut dapat dilakukan dalam bentuk perseoran terbatas atau pembagian saham yang dikelola oleh sekelompok Board of Director (BOD) agar mempunyai posisi yang lebih kuat dan mempunyai jaringan yang lebih besar.
Pemkot Bontang melalui dinas terkait membuat program penyuluhan dan pendayagunaan masyarakat sekitar yang bertujuan untuk memberi pemahaman, membuka peluang pekerjaan dan membantu pengawasan lingkungan objek wisata Pulau Beras Basah. Program yang dicanangkan dapat berupa pelatihan kerajinan cinderamata, penyuluhan pentingnya pelestarian lingkungan dan pemberian modal usaha.
3.2.2 Ekonomi
Seperti yang disebutkan dalam AEC blueprint dimana kawasan ASEAN akan menjadi satu pasar tunggal dengan daya saing ekonomi tinggi dan integrasi penuh dengan perekonomian global sehingga diharapkan pertumbuhan ekonomi negara anggota ASEAN akan terus meningkat dan setara dengan perekonomian negara-negara maju lainnya. Seiring dengan meningkatnya perekonomian maka kesejahteraan masyarakat pun akan meningkat sehingga hal ini akan mendorong pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sekunder lainnya seperti pariwisata, rekreasi dan hiburan (Winarno, 2004 dalam Restiyan, 2009).
Perubahan perilaku masyarakat tersebut akan menciptakan pangsa pasar yang cukup besar terhadap produk-produk pariwisata. Namun perlu diperhatikan juga bahwa dengan tingkat ekonomi yang tinggi maka tingkat kepuasan konsumen pun akan berada pada level yang tinggi pula sehingga perlu dirumuskan strategi yang tepat untuk mencapai tingkat produk yang dapat diterima. Langkah strategis yang dapat dilakukan untuk merebut dan memenuhi ekspektasi pasar adalah:
Membuka seluas-luasnya kesempatan investasi karena birokrasi aliran modal akan dipermudah saat penerapan pasar bebas AEC 2015. Investasi tersebut tidak hanya ditawarkan pada perusahaan swasta namun juga pada pemerintahan negara ASEAN lainnya sehingga akan terbentuk aliansi positif antar dua atau lebih negara dalam mengelola objek wisata Pulau Beras Basah.
Mengoptimalkan infrastruktur perhubungan guna mempermudah akses objek wisata Pulau Beras Basah. Bontang telah memiliki sarana transportasi yang cukup baik dalam hal transportasi darat, laut, maupun udara namun pemanfaatannya masih perlu dimaksimalkan. Bandara PT. Badak belum menerima pesawat komersil sehingga layanan maskapai hanya dari perusahaan PT. Badak sendiri dan PT. PKT. Jika bandara tersebut bisa dikomersilkan maka akan mempermudah akses wisatawan luar pulau meunuju Bontang.
Penggunaan media promosi internasional untuk membantu menaikkan popularitas objek wisata Pulau Beras Basah. Media promosi saat ini sudah sangat berkembang terutama media elektronik yang terkait dengan penggunaan internet. Pengelola dapat membuat website sebagai media promosi karena bisa diakses seluruh dunia, tentunya website harus dapat dimengerti universal dengan cara menggunakan bahasa inggris dan tampilan modern.
Mengikuti event-event tourism internasional guna mempromosikan langsung pariwisata dan kebudayaan dari Indonesia. Pengelola secara langsung aktif dalam kegiatan promosi di negara tujuan pasar dengan menyelenggarakan agenda atau event promosi. Ini bisa dilakukan baik secara individu perusahaan maupun bergabung dengan acara atau program promosi kebudayaan dan pariwisata lain.
3.2.3 Pesaing
Pasar bebas AEC 2015 tidak hanya membuka kesempatan pasar yang lebih besar bagi potensi ekonomi dalam negeri, namun juga mendatangkan pesaing dan meningkatkan kompetisi antar produk-produk yang ditawarkan baik yang sejenis maupun yang berbeda segmentasinya. Objek wisata Pulau Beras Basah harus mampu bersaing dengan produk wisata lain terutama untuk negara disekitar ASEAN yang sudah cukup populer saat ini seperti Malaysia, Singapura dan Thailand. Adapun program-program yang dapat diterapkan untuk memenangkan persaingan dalam pasar bebas AEC 2015 adalah sebagai berikut:
Menganalisa kekuatan dan kelemahan objek wisata sejenis lainnya yang berada baik dalam negeri maupun antar negara anggota ASEAN. Melalui data riset tersebut pengelola dapat mencari strategi yang tepat, melakukan modifikasi yang diperlukan, mempertahankan dan meningkatkan kekuatan internal yang mampu menjadi modal persaingan. Metode ini disebut juga dengan teknik Amati, Tiru, Modifikasi (ATM).
Meningkatkan efektifitas manajemen untuk memperkuat daya saing melalui penerapan Total Quality Management (TQM). Implementasi TQM melalui beberapa konsep dasar seperti fokus terhadap produk dan pelanggan dengan cara selalu memperbaharui data-data survei produk dan kepuasan, budaya organisasi berorientasi mutu melalui penerapan standar ISO 9001, komunikasi yang efektif melalui email atau rutinitas meeting, serta manajemen berdasarkan data dan fakta dalam hal perencanaan dan pengambilan keputusan.
Mengoptimalkan biaya pengelolaan objek wisata melalui serangkaian kegiatan atau tindakan yang efisien. Melalui penerapan konsep Pariwisata Hijau diharapkan beban biaya dapat diminimalisir dan kelestarian area objek wisata Pulau Beras Basah dapat dipertahankan.
Menciptakan produk wisata yang sesuai dengan harapan pengunjung. Langkah ini dapat dilakukan tentunya melalui riset pemasaran yang tepat sasaran, efektif, dan datanya reliable. Kualitas dan kuantitas pelayanan yang memenuhi harapan pengunjung harus dapat diberikan oleh pengelola agar pengunjung yang datang tidak merasa kecewa. Sarana-prasarana penunjang yang disediakan tentunya harus sesuai dengan tema Pariwisata Hijau Pulau Beras Basah yang telah dibahas sebelumnya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisa dan pembahasan terhadap permasalahan yang menjadi pokok bahasan dalam tulisan ini yaitu mengenai bagaimana metode penerapan atau implementasi konsep hijau yang terkait dengan Green Building, Product dan Human Resources dalam pengembangan potensi wisata Pulau Beras Basah serta perumusan strategi yang dapat dilakukan untuk mengembangkan potensi wisata Pulau Beras Basah yang berkaitan dengan faktor eksternal yang dimiliki yaitu penerapan kawasan pasar bebas ASEAN Economy Community (AEC) 2015 maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan yang dapat diterapkan oleh pihak pengelola untuk mengembangkan potensi objek wisata Pulau Beras Basah.
Penerapan tema Pariwisata Hijau pada objek wisata Pulau Beras Basah dapat dilakukan dengan mengkombinasikan konsep Bangunan Ramah Lingkungan, Produksi Bersih dan Sumber Daya Manusia yang berwawasan lingkungan. Bangunan ramah lingkungan pada dasarnya adalah konstruksi baik berupa bangunan hunian maupun infrastruktur yang berbahan material terbarukan dan tidak membahayakan kesehatan serta mampu menghemat energi dan air, contohnya adalah bangunan kayu jati sebagai tempat peristirahatan di Pulau Beras Basah yang dilengkapi jendela yang cukup, ventilasi yang baik dan bersumber listrik dari panel surya. Produksi bersih dalam produk pariwisata ditekankan pada layanan dan produk cinderamata yang menggunakan bahan mudah didaur ulang dan pemanfaatan barang-barang bekas seperti sabut dan batok kelapa yang memang banyak di area objek wisata Pulau Beras Basah. Sedangkan yang dimaksud SDM berwawasan lingkungan adalah seluruh anggota organisasi pengelola objek wisata yang memiliki moral dan kesadaran terhadap pelestarian lingkungan yang tercermin dalam aktivitas pekerjaan dan indikator kunci kinerja sehari-hari.
Adapun analisa strategi dan peluang usaha dalam menghadapi penerapan pasar bebas AEC 2015 yang telah dibahas sebelumnya fokus pada tiga faktor eksternal yaitu politik atau pemerintahan, ekonomi dan pesaing. Strategi untuk faktor politik dan pemerintahan ditekankan pada peran serta pemerintah dalam membuat kebijakan dan peraturan dalam hal membantu promosi melalui Tourism Information Center, penggalangan dana atau investasi dari dana CSR dan penyuluhan serta pendayagunaan warga sekitar. Strategi pada faktor ekonomi fokus pada metode-metode untuk mengenalkan objek wisata Pulau Beras Basah secara internasional melalui media elektronik dan presentasi langsung di negara anggota ASEAN serta optimalisasi infrastruktur transportasi udara yang sudah ada. Pentingnya promosi ini dikarenakan prediksi peningkatan pangsa pasar yang cukup besar yang disebabkan kestabilan kondisi dan pertumbuhan ekonomi akibat penerapan AEC 2015. Sedangkan strategi untuk faktor pesaing yang pasti akan bermunculan ketika penerapan pasar bebas AEC 2015 menitikberatkan pada peningkatan dan pengembangan potensi internal objek wisata Pulau Beras Basah melalui tata pengelolaan yang baik dengan penerapan TQM, efektifitas dan efisiensi untuk mencapai biaya optimum serta studi banding ke objek wisata sejenis.
4.2 Saran
Berkaitan dengan penerapan tema Pariwisata Hijau dan strategi dalam menghadapi pasar bebas AEC 2015, saran penulis sebagai tindakan yang signifikan untuk cepat dilakukan adalah sebagai berikut:
Membentuk tim manajemen untuk mengelola objek wisata Pulau Beras Basah. Tim tidak harus berasal dari pemerintah setempat, namun gabungan aliansi tertentu akan lebih baik.
Merencanakan dan mewujudkan konsep Pariwisata Hijau melalui pembangunan infrastruktur di area Pulau Beras Basah seperti dalam pembahasan sebelumnya.
Meningkatkan sarana dan prasarana transportasi untuk memudahkan akses ke Pulau Beras Basah.
Menggiatkan promosi terutama untuk didalam negeri terlebih dahulu.
DAFTAR PUSTAKA
[BEA] Building Engineers Association. 2013. 4 Aspek Utama Green Building. Jakarta: Menara Manna Mulia.
Butaru. 2011. Green Building A Sustainable Consept for Construction Development in Indonesia. Jakarta.
Cherian, Jacob & Jacob, Jelly. 2012. A Study of Green HR Practices and Its Effective Implementation in the Organization: A Review. International Journal of Bussiness and Management Vol. 7 No. 21.
[Depdagri] Departemen Perdagangan Republik Indonesia. 2010., Menuju ASEAN Economic Community 2015. Jakarta.
http://id.wikipedia.org/wiki/Produksi_bersih
http://opinikaltim.blogspot.com/2012/12/beras-basah-tujuan-wisata-baru-di-kota-bontang/
http://www.menlh.go.id/penandatanganan-kerjasama-klh-dan-kadin
http://www.wisatakaltim.com/tempat-wisata/pulauberas-basah/
Nurif, Muchammad. 2006. Strategi Pengembangan Kawasan Pariwisata dengan Pendekatan Marketing Places. Surabaya: ITS.
PT. PP (Persero) Tbk. 2011. Pembangunan Berwawasan Lingkungan Untuk Kehidupan Yang Lebih Baik. Jakarta.
Restiyan, Reza. 2009. Analisis Kinerja Usaha Wana Wisata Kawah Putih dan Strategi Pengembangannya. Bogor: IPB.
Shamsuddoha, Mohammad & Mohammed Alamgir. 2009. Application of Green Product Concept in Bangladesh. Bangladesh: University of Chittagong.