FRANKY P. RORING SIP., MSi
Salah satu pilar globalisasi adalah penggunaan
komunikasi yang merupakan pilar utama hubungan internasional dengan menggunakan kemajuan teknologi informasi. Dalam perkembangan nya, kemajuan teknologi informasi telah mendorong negara-negara untuk meliberalisasi sektor komunikasi mendorong kompetisi dan globalisasi komunikasi dan pada akhirnya menstimulasi kemajuan ekonomi (John Baylist & Steve Smith:2001).
Bahkan dalam Hubungan Internasional, kemajuan
teknologi informasi menjadikan diplomasi tidak lagi monopoli diplomat profesional yang bertindak atas nama negara, tetapi telah memeberikan akses dan peran masyarakat dalam diplomasi. Mantan Melu AS, (Sukarwarsini Djelantik:2008) mengemukakan bahan baku diplomasi adalah informasi : bagaimana memperolehnya, menganalisis, dan menempatkannya dalam sistem. Perubahan fundamental dalam moda komunikasi akan membawa pengaruh yang mendalam dalampraktik berdiplomasi.
Namun dampak negatifnya, contohnya Bulan Mei 2012 Iran mendapat
serangan virus canggih yang masuk kekoneksi I nternet pada sejumlah institusi vital. Virus tersebut adalah Flame yang dikategorikan pendatang baru yang super canggih mampu menghapus data – data computer dan mampu menyadap suara pengguna computer. Bahkan dan mencuri data dari telepon seluler bila fasilitas Bluetooth telepon tidak dimatikan. Richard A. Flake, penulis buku Cyberwar, dan penanggungjawab keamanan Gedung Putih hingga2003, mengatakan serangan cyber bisa sama berbahanya dengan serangan konvensional. Menurutnya bisa memadamkan listrik bagi jutaan orang. Yang lebih buruk lagi jika dilakukan terhadap menara control peasawat atau fasilitas pembangkit nuklir, serangan cyber bisa mengorbankan ribuan nyawa. Dan banyak lagi dampak negatif dari penyelewengan dalam penggunaan internet.
PENGERTIAN CYBERCRIME asal katanya, cybercrime terdiri dari dua kata, yakni
‘cyber’ dan ‘crime’. Kata ‘cyber’ merupakan singkatan dari ‘cyberspace’, yang berasal dari kata ‘cybernetics’ dan ‘space’ Istilah cyberspace muncul pertama kali pada tahun 1984 dalam novel William Gibson yang berjudul Neuromancer.
dalam Bahasa Indonesia, ‘cybercrime’ dapat diartikan
sebagai ‘kejahatan siber’. Hal ini sesuai dengan istilah yang digunakan oleh Ahmad M. Ramli untuk mengartikan ‘cyber law’, yang padanan katanya ‘hukum siber’. Namun ada juga pakar yang mengidentikkan istilah cyber dengan dunia maya. Sehingga mereka menggunakan istilah ‘kejahatan mayantara’ atau ‘kejahatan dunia maya.’ Namun menurut Ahmad M. Ramli, penggunaan istilah dunia maya akan menghadapi persoalan ketika terkait dengan pembuktian dan penegakan hukumnya. Karena para penegak hukum akan kesulitan untuk membuktikan suatu persoalan yang maya. Oleh karena itu istilah yang dipandang tepat ialah kejahatan siber
Motif Cybercrime Cybercrime sebagai tindakan kejahatan murni : Dimana
orang yang melakukan kejahatan yang dilakukan secara di sengaja, dimana orang tersebut secara sengaja dan terencana untuk melakukan pengrusakkan, pencurian, tindakan anarkis, terhadap suatu system informasi atau system computer Cybercrime sebagai tindakan kejahatan abu-abu : Dimana kejahatan ini tidak jelas antara kejahatan criminal atau bukan karena dia melakukan pembobolan tetapi tidak merusak, mencuri atau melakukan perbuatan anarkis terhadap system informasi atau system computer tersebut.
Sasaran yang menjadi Motif cyber crime : a. Cybercrime yang menyerang individu :
Kejahatan yang dilakukan terhadap orang lain dengan motif dendam atau iseng yang bertujuan untuk merusak nama baik, mencoba ataupun mempermaikan seseorang untuk mendapatkan kepuasan pribadi. Contoh : Pornografi, cyberstalking, dll. b. Cybercrime yang menyerang hak cipta (Hak milik) :Kejahatan yang
dilakukan terhadap hasil karya seseorang dengan motif menggandakan, memasarkan, mengubah yang bertujuan untuk kepentingan pribadi/umum ataupun demi materi/nonmateri. c. Cybercrime yang menyerang pemerintah :
Kejahatan yang dilakukan dengan pemerintah sebagai objek dengan
motif melakukan teror, membajak ataupun merusak keamanan suatu pemerintahan yang bertujuan untuk mengacaukan system pemerintahan, atau menghancurkan suatu Negara.
Karakteristik Cyber Crime Bersifat lintas batas nasiona (transnational); karakteristik dari “transnational crime”(pasal 3 ayat 2 “Palermo Conventions Organizational Crime): Dilakukan di lebih dari satu Negara Dilakukan disatu Negara, namun sebagian besar persiapan, perencanaan, arahan dan kendalinya berlangsung di Negara lain: Dilakukan disuatu Negara namun melibatkan kelompok criminal terorganisir yang terkait dengan kegiatan criminal dilebih dari satu negara. Dilakukan di suatu Negara namun mempunyai efek yang subtansial dinegara lain
Sifat anomity, dalam dunia internet memungkinkan
seseorang untuk tetap “anonymous”, yaitu tetap menyembunyikan indentitasnya ketika berkomunikasi secara -on-line.
Tantangan pengaturan dan Penegakannya
Masalah Yuridiksi Masalah penetapan lokasi dan identifikasi cybercriminals Masalah alat bukti Permasalahan perlindungan infrastruktur
Dalam konteks teritorial negara diberikan kewenangan melaksanakan kedaulatannya negara diwilayah teritorialnya. Prinsip ini kemudian dimodifikasi dua model : 1. Prinsip teritorial subyektif 2. Prinsip Teritorialobyektif
Modifikasi ini bertujuan untuk menutupi kekurangan
yang dimiliki prinsip teritorial. Dalaim kaitannya dengan kejahatan yang berakibat lintas batas negara, negara-negara berusaha memperluas jangkauan yuridiksinya.
Sumber hukum formal dan material Sumber hukum formal adalah prosedur hukum dan
metode bagi pembentukan mengenai aturan untuk pengenaan secara umum mengikat secara hukum kepada pihak-pihak yang dituju. Sumber yang menentukan sebuah aturan sebagai rule of law. Sumber hukum material adalah sumber hukum dalam pengertian asal-mula yang membentuk atau melahirkan kaidah dan norma tersebut, samapi dinamakan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Kerjasama Internasional dalam Pencegahan dan Penanggulangan Cybercrime 1.
Adapun instrumen hukum Internasional yang dapat dirujuk dalam fenomena cyber crime sebagai kejahatan transnasional adalah United Nations Conventions Againts Transnational Organized Crime, atau yang dikenal dengan Palermo Convention, tahun 2000. Dalam Palermo Convention ini ditetapkan bahwa cybercrime merupakan salah satu kejahatan transnasional
2.Dalam Deklarasi ASEAN pada tanggal 20 Desember 1997 di Manila, cybercrime termasuk sebagai kejahatan transnasional. 3. Konvensi cybercrime Petama yang juga dikenal sebagai Konvensi Budapest pada cybercrime atau hanya Konvensi Budapest adalah perjanjian internasional pertama yang dilaksanakan untuk mengatasi kejahatan dan kejahatan internet komputer dengan menyerasikan hukum nasional. Negara-negara yang tergantung dalam Uni Eropa pada tanggal 23 November 2001di Kota Budapest, Hongaria telah membuat dan menyepakati Convention on Cyber Crime yang kemudian di masukkan dalam European Treaty Series dengan nomor 185. Konvensi ini akan berlaku secara efektif setelah diratifikasi oleh minimal 5 negara termasukdiratifikasi oleh 3 negara anggota Council of Europe.
OECD pertama kali dimulai menggarap masalah e-commerce
pada tahun 1998 di Ottawa dengan mengumumkan Actions Plan for Electronics Commerce yang antaranya merencanakan untuk Menyebarluaskan pedoman dan standar untuk membantu negara anggota menghadapi Cyber Crime di tingkat nasional, regional dan internasional. Upaya internasional dalam penanggulangan cyber crime, juga telah dibahas secara khusus dalam suatu lokakarya yaitu workshop on crime related to computer networks yang diorganisasi oleh UNAFEI selama Kongres PBB X tahun 2000 berlangsung. Adapun kesimpulan dari lokakarya ini diantaranya adalah sebagai berikut : Computer Related Crime (CRC) harus dikriminalisasikan.
Resolusi Kongres PBB VIII tahun 1990 tentang The
Prevention of Crime and Treatment of Offenders di Havana mengajukan beberapa kebijakan dalam upaya menanggulangi cyber crime.
Perspektif Hubungan Internasional Upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan cyber
dilaksanakan oleh masyarakat internasional oleh karena kejahatan ini adalah merupakan salah satu kejahatan baru yang beraspek internasional dan global. Upaya hukum saat ini tidak hanya terbatas pada perangkat model law, tetapi juga terkait dengan penegakan hukum.(law inforcement). Hukum internasional menjadi hukum nasional manakalaperjanjian internasional yang telah disetujui diratifikasi sebagi bentuk mengikat bagi negara , kemudian diturunkan menjadi suatu prouduk UU maka pada saat itulah hukum internasional tidak ada perbedaan bagi dengan hukum nasional.
Dalam kertas kerja UNODC (United Nations Office on
Drugs and Crime) mencatat bahwa cybercrime adalah untuk tingkat besar transnasional di alam. Masalah kedaulatan nasional dapat menghambat investigasi kriminal tanpa adanya kerjasama aktif antara lembaga penegak hukum dari yurisdiksi yang terlibat. Kecepatan di mana penjahat cyber dapat menimbulkan kerugian dan pindah untuk menghindari deteksi juga menempatkan lembaga penegak bawah tekanan waktu yang berat, membuat kebutuhan akan kerjasama internasional semua pihak lebih mendesak.
UNODC mengidentifikasi konvergensi legislatif
sebagai suatu Hal terpenting untuk efektifnya kerjasama. Hal ini karena banyak negara basis bantuan hukum timbal balik pada prinsip kriminalitas ganda, yang mengharuskan bahwa pelanggaran tersebut dapat dihukum di kedua yurisdiksi. Perbedaan semacam ini hanya dapat diatasi dengan upaya bersama untuk menyelaraskan standar hukum dan meningkatkan kerjasama antara yurisdiksi.
-Mengapa negara harus mengikuti, mematuhi aturan
aturan dalam hukum internasional? Karena aturan ini terbentuk dalam suatu perjanjian dimana negara tersebut merupakan pesertanya (treaty-law) Mengapa negara harus patuh pada hukum perjanjian? Sebab negara terikat dengan prinsip pacta sun servanda (hukum mengikat bagi pihak-pihak yang membuatnya) pembentukan perangkat hukum ini dibuat atas dasar kehendak negara-negara yang secara bebas dirumuskan.
Selama negara belum mau melepaskan kedaulatannya
maka penegakan hukum internasional bergantung dari diplomasi atau kesepakatan negara-negara sebagai subyekhukumnya. Karena berbeda dengan hukum nasional yang bersifat hirarkhis sedangkan hukum internasional bersifat kordinatif.
Penutup
terimakasih