LABORATORIUM PENGENDALIAN KOROSI SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2015/2016
MODUL
: Proteksi Katodik II
PEMBIMBING
: Ir. Nurcahyo, MT
Praktikum
: 28 Desember 2017
Penyerahan (Laporan) : 6 Desember 2017
Oleh : Kelompok
: VI
Nama
: Nabila Fatin Kamilasari
NIM.151411021
Nabila Nisa Mukarom
NIM. 151411022
Noorma Nurmalasari
NIM. 151411023
Kelas
: 3A
PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 2015
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Tujuan 1) Mahasiswa memahami konsep Pengendalian Korosi dengan metoda Close Interval
Potential Survey dan Direct Current Voltage Gradient. 2) Mahasiswa dapat melakukan pengendalian korosi dengan metodeClose Interval Potential Survey. 3) Mahasiswa memahami bagaimana kondisi pipa yang sudah luka coating nya berdasarkan potensial yang diukur dibandingkan dengan nilai potensial reference.
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Metode Pengendalian Korosi
Korosi tidak dapat dicegah, namun dapat dikendalikan seminimal mungkin. Ada beberapa metode yang biasanya digunakan untuk mengendalikan korosi, diantaranya adalah sebagai berikut: a. Perancangan geometris alat atau benda kerja. b. Pemilihan bahan atau material logam yang sesuai dengan lingkungan. Pemilihan material haruslah dipertimbangkan. Jenis material yang digunakan harus memiliki ketahanan korosi yang tinggi pada suatu media tertentu yang sesuai dengan lingkungan tempat aplikasinya c. Metode Pelapisan (Coating ) adalah suatu upaya mengendalikan korosi dengan menerapkan suatu lapisan pada permukaan logam yang akan dilindungi. Misalnya, dengan pengecatan atau penyepuhan logam. Zat atau logam yang akan melapisi suatu logam harus bisa membentuk lapisan oksida yang tahan terhadap karat (pasivasi) sehingga logam yang dilindungi terlindung dari korosi. Pasivasi adalah pembentukan lapisan film permukaan dari oksida logam hasil oksidasi yang tahan terhadap korosi sehingga dapat mencegah korosi lebih lanjut. d. Proteksi Katodik merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya korosi pada logam.Prinsip kerjanya adalah dengan mengubah benda kerja menjadi katoda. Proteksi dilakukan dengan mengalirkan elektr on tambahan kedalam material. Terdapat dua jenis proteksi katodik, yaitu metode impressed current (arus paksa) dan sacrificial anode (anoda korban). e. Proteksi anodik yaitu dengan cara mempertebal lapisan pasif dari suatu material dengan cara memberikan potensial kearah anodik. f. Inhibitor adalah zat kimia yang ditambahkan ke dalam suatu lingkungan korosif dengan kadar sangat kecil (ukuran ppm) guna mengendalikan korosi. Inhibitor korosidapat dikelompokkan berdasarkan mekanisme pengendaliannya, yaitu inhibitor anodik, inhibitor katodik, inhibitor campuran, dan inhibitor teradsorpsi. 2.2. MetodePengendalian Korosi dengan Coating
Coating merupakan sistem proteksi logam terhadap korosi dengan cara memberikan lapisan di permukaan logam untuk mencegah k ontak langsung atau reaksi reduksi-oksidasi antara logam dengan lingkungan sekitar. Coating diberikan untuk melindungi pipa dengan keadaan tanah. Tanah memiliki harga resistivitas yang berbeda-beda, bergantung kepada keadaan geometris dan jenis tanah. Untuk mengetahuitingkat korosifitas, digunakan alatresistivity meter. Pada umumnya, coating dibagi menjadi dua macam, yaitu organic coating dan anorganic coating . Organic coating berbahan kimia biasanya menggunakan senyawa polimer seperti HDPE ( High Density Polyethylene). Sedangkan organic coating yang umum digunakan dan murah adalah coaltar atau aspal. Anorganic coating biasanya bekerja dengan pembentukan oksida dengan proses anodisasi dan pembentukan senyawa anorganik di permukaan logam. Pelapisan dengan organic coating biasanya menggunakan metode pengecatan. Sedangkan pelapisan anorganic coating yang biasanya dilakukan adalah anodisasi aluminium, kromatisasi dan
fosfatisasi. Syarat dari coating pada system perpipaan dimuat di NACE Standard RP 0169-96, diantaranya : 1) Insulator elektrik yang efektif 2) Pelindung Kelembaban yang efektif 3) Aplikatif terhadap struktur 4) Memiliki sifat adesi yang kuat terhadap pipa 5) Mampu menahan defect dari kemungkinan membesar dalam jangka waktu lama 2.3. MetodePendeteksi Kerusakan Coating
Pada penerapan di lapangan, kerusakan coating dapat dideteksi dengan dua metode yang umum digunakan, yaitu metode Direct Current Voltage Gradient (DCVG) dan Close Interrupted Potential Survey (CIPS). Metode kerja dari DCVG dan CIPS adalah dengan memastikan sistem perpipaan telah diproteksi dengan arus paksa (ICCP). Adanya kerusakan coating akan menyebabkan terjadinya peningkatan arus dalam jumlah yang besar di sekitar kerusakan coating . Ilustrasi dari kerusakan coating dapat dilihat pada gambar berikut
Gambar 2.1. Ilustrasi arus masuk ke daerah coating yang rusak (Sumber:www.cathodicprotecti onnetwork.com)
Gambar2.2 Ilustrasi jenis kerusakan coating (Sumber:PMLDCVGManualSheet)
Metode DCVG merupakan pengembangan dari metode CIPS. Dengan menggunakan metode DCVG, tidak hanya posisi kerusakan dari coating yang dapat diketahui, akan tetapi besar kerusakan atau derajat kerusakan coating . Apabila ada kerusakan coating maka akan berdampak pada aliran arus listrik yang mengalir dari tanah sekitar dan masuk menuju pipa. Aliran listrik ini akan menyebabkan adanya gradient tegangan yang terjadi di tanah, yang dapat diukur dengan menggunakan voltmeter. Dengan mengamati arah dari gradien arus listrik tersebut, maka lokasi coating yang rusak dapat diidentifikasi. Dengan memasukkan data dari arah gradien tegangan yang terukur di sekitar lokasi coating yang rusak, maka jenis dan karakteristik kerusakan coating dapat diketahui. 2.4 Metode Close I nterval Potential Survey Ada atau tidaknya kerusakan pada coating dalam suatu system perpipaan yang ditanam dibawah tanah dapat dideteksi. Salah satu cara untuk mendeteksi kerusakan coating tersebut adalah dengan menggunakan metode Close Interval Potential Survey (CIPS). Close Interval Potensial Survey atau yang dikenal juga dengan close interval survey (CIS) adalah sebuah survey potensi yang dilakukan pada pipa logam yang terkubur atau terendam untuk mendapatkan pengukuran potensial struktur DC ke elektrolit pada interval regular (NACE SP0207, 2007).
Metode Close Interval Potential Survey ditujukan untuk mengetahui integritas dari jalur pipa khususnya berkaitan dengan efektifitas kerja dari Sistem Proteksi Katodik. Prinsip dari CIPS ini adalah mengukur Potensial Pipa dalam kondisi Sistem Proteksi Katodik berjalan, sehingga secara langsung akan dapat diketahui pada lokasi mana saja dari jalur pipa yang tidak terlindungi oleh Sistem Proteksi Katodik tersebut. Pipa yang terproteksi dengan baik akan memenuhi kriteria proteksi sesuai dengan Standard NACE RP 0169 – 2002. Pengukuran potensial rangkaian tertutup secara interval (CIPS) ini menggunakan alat yang dilengkapi dengan Data logger / Voltmeter dan juga elektroda reference Cu/CuSO4 yang terkalibrasi. Peralatan ini merupakan alat yang dirancang dan deprogram oleh para ahli korosi terutama ahli proteksi katodik untuk pemeriksaan kondisi kerusakan coating pada pipa baja dalam tanah.
Menurut Nur Salam, teknik pengukuran dari Close Interval Potential Survey (CIPS) ini dilakukan dengan cara berjalan tepat diatas jalur pipa, kontak dengan tanah dilakukan secara kontinyu melalui elektroda reference Cu/CuSO4 yang digunakan secara parallel dengan metoda “tongkat berjalan”. Kabel survey dihubungkan ke kabel pengetesan pipa (test box) dengan menggunakan terminal sebagai penjepit. Reel/Wire Kabel yang dirancang khusus dipasang pada alat pengukur jarak yang menyatu pada alat data logger melalui sebuah interface flug. Dengan cara tersebut, kontak langsung antara pipa dengan data logger dapat terjadi sehingga melengkapi sikrit pengukuran dan sesuai dengan berpindahnya pengukuran pada jalur pipa,kabel survey akan terukur dari sistem dial indicator yang dipasang pada alat data logger tersebut melalui alat putar yang telah terkalibrasi sehingga diperoleh pulsa ( pulse) jarak dalam meter yang langsung terekam pada data logger . Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 2.3 Metode Pengukuran CIPS
(Sumber :Pawson, 2012)
Data-data yang diperoleh dari kegiatan CIPS dapat memberikan manfaat seperti : 1. Mengindentifikasikan daerah-daerah diluar jangkauan kriteria potensial pipa tidak bisa diidentifikasi dengan test point survey. 2. Menentukan kondisi area diluar kisaran atau range kriteria potensial. 3. Mencari defect atau cacat pipa menengah sampai cacat besar pada coating, terisolasi atau menerus dan biasanya > 600 nm atau 1 in. 4. Mencari area stray-current pick up dan discharge atau area yang berisiko korosi. 5. Menentukan area pengaruhcathodic protection(CP). 6. Mengidentifikasi casing yang mengalami korsleting, cacat pada perangkat isolasi listrik,
atau tidak disengaja kontak dengan struktur logam lainnya. 7. Mencari daerah perisai geologichatodic protection. 8. Melakukan pengukuran tingkat CP dalam melakukan pengujian arus dan mengevaluasi efektivitas distribusi arus sepanjangpipa. 9. Mencari daerah yang berisiko mengalami stress corrosion cracking (SCC) dengan pH tinggi. Tingkat CP terbukti sebagai faktor kerentaan pipa hingga timbulnya SCC dengan pHtinggi. CIS dapat membantu menunjukkan lokasi di sepanjang saluran pipa dimana struktur elektrolit jatuh pada jangkauan kerentaan terjadinya SCC, dan 10. Menentukan dan memprioritaskan area risiko korosi (Bariyyah, 2012), sebagai bagian dari program managemen integritas atau bagian dari eksternal corrosion direct assessment (ECDA). 2.5 Metode Direct Current Voltage Gr adient Survey DCVG dan CIPS dapat dilakukan dengan menggunakan interrupter pengaturan on/off dalam interval waktu tertentu. Tujuan dari penggunaan interrupter adalah untuk membedakan adanya arus yang liar yang mengganggu pengukuran dengan arus proteksi. Dengan mengetahui frekuensi dari interrupter , maka arus proteksi struktur perpipaan dapat diketahui dengan pasti. On/off dari arus rectifier diatur siklusnya melalui current interruptor . Dengan begitu, potensial soil to soil atau tanah ke tanah bisa diukur pada saat siklus on dan juga pada saat siklus off . Apabila telah dilakukan pengukuran CIPS, maka pengukuran DCVG tidak perlu menggunakan interrupter . Istilah potensial DCVG diartikan sebagai perbedaan/ selisih antara potensial soil to soil di sekitar lokasi coating yang rusak.
Dalam survey DCVG, dikenal dua teknik yang digunakan untuk menentukan posisi kerusakan coating , yaitu teknik tegak lurus dan teknik parallel yang membedakan dari teknik ini adalah pergerakan dari data Probe berupa Elektroda Standar Cu/CuSO4 (Copper Sulphate Electrode atau CSE). Pada teknik tegak lurus, pergerakan CSE dilakukan dalam k ondisi dimana posisi dari kedua elektroda tersebut tegak lurus terhadap centerline dari struktur pipa. Jarak antar elektroda umumnya antara 50 cm sampai 1 meter, dengan salah satu elektroda berada tepat di garis pusat dari pipa. Data logging umumnya dilakukan setiap interval satu sampai dua meter . Pada teknik DCVG ini sebelum memasuki daerah coating defect yang ditunjukkan dengan daerah diluar lingkaran merah, beda potensial yang terbaca pada voltmeter dari data log gerakan menunjukkan angka nol.Semakin mendekati coating defect maka beda potensial akan semakin naik dan mencapai nilai maksimum tepat pada bagian dari pipa yang mengalamicoating defect . Dan sebaliknya apabila pergerakan menjauhi lokasi yang mengalami coating defect , beda potensial yang terbaca akan turun kembali. Profil dari survey DCVG dengan teknik tegak lurus apabila menemui suatu lokasi yang mengalami coating defect dapat dilihat di gambar berikut.
Gambar 2.4 (a)Posisi Penempatan Elektroda (b)Profil DCVG Tegak Lurus (sumber:EUS,ManualDCVG)
Pada survey DCVG dengan teknik Paralel, posisi dari kedua elektroda standard Cu/CuSO4 segaris dengan centre line dari pipa. Sehingga pergerakan dari data probe segaris antar probe yang satu dengan yang lain. Pada metode ini, lokasi dari coating defect ditunjukkan dengan adanya simpangan dari nilai beda potensial, dimana: a) Pada saat pergerakan data probe mendekati area yang mengalami coating defect, nilai beda potensial akan meningkat dan bernilai positif. b) Pada saat data probe berada tepat di atas lokasi pipa yang mengalami coating defect , beda potensial yang terbaca divoltmeter adalah nol. c) Padasaat data probe menjauhi area yang mengalami coating defect , nilai beda potensial bernilai negatif. Setelah dapat menentukan posisi dari kerusakan coating , maka dapat dilakukan pengukuran tingkat kerusakan dari coating tersebut. Persen kerusakan dari coating menggunakan variabel total potensial dalam satuan mV. Total potensial merupakan perbedaan antara potensial maksimum pada lokasi coating defect dan potensial tanah yang semakin meningkat akibat k ontribusi sistem Proteksi Katodik terhadap aliran arus ke coating defect . Untuk menentukan Total mV, terlebih dahulu harus diketahui posisi yang pasti dari coating defect , contoh: lokasi dimana bacaan potensial DCVG mencapai maksimum yang diketahui dari survey DCVG sebelumnya. Kemudian dilakukan pengukuran potensial DCVG dengan menggerakan data probe segaris dengan arah tegak lurus dari arah pipa. Pengukuran Total mV dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu : 1. Pengukuran Total mV Satu Halfcell Diam – Satu Half cell Bergerak Tempatkan elektroda sebelah kiri yang terhubung dengan kutub negatif dari data logger pada lokasiyang mengalami coating defect . Elektroda sebelah kanan yang terhubung dengan kutub positif dari data logger ditempatkan pada jarak 50 atau 100 cm tegak lurus dari arah pipa. Hasil bacaan potensial DCVG yang terukur merupakan nilai awal Total mV.
Lanjutkan pergeseran half cell positif, dengan half cell kutub negatif tetap diam di atas jalur pipa, sampai didapat nilai pengukuran terbesar. Apabila dalam pengukuran ada anomaly, atau perubahan nilai potensial secara drastis, maka hentikan pergeseran di tempat dimana nilai pengukuran terbesar diperoleh. Nilai pengukuran terbesar merupakanTotal mV
2. Pengukuran Total mV Dua Halfcell Bergerak Tempatkan elektroda sebelah kiri yang terhubung dengan kutub negative dari data logger pada lokasi yang mengalami coating defect . Sedangkan elektroda sebelah kanan yang terhubung dengan kutub positif dari data logger ditempatkan pada jarak 50 atau100 cm tegak lurus dari arah pipa. Hasil bacaan potensial DCVG pada pengukuran tersebut merupakan nilai mV maksimum. Nilai potensial tersebut akan menjadi komponen pertama dalam penentuan Total mV. Selanjutnya pengukuran dilanjutkan secara paralel terhadap arah tegak lurus dari arah pipa kurang lebih tiga atau empat pengukuran sampai didapatkan nilai pengukuran beda potensial terbaca nol. Hasil penjumlahan nilai – nilai pengukuran tersebut diatas merupakan Total mV.
Perbedaan dari kedua metode ini hanya didasarkan pada kebutuhan teknis. Karena dalam pergeseran dengan alat pengukur DCVG yang memiliki kabel untuk merentang tidak terlau panjang, maka akan digunakan metode Dua Halfcell Bergerak. Kelebihan lainnya adalah metode Dua Half cell Bergerak dapat dilakukan hanya oleh satu orang. Kemudian setelah mendapatkan variable Total mV , besar kerusakan coating dapat diestimasi dengan persamaan yang menggabungkan antara IR Drop dan Total m V.
Gambar2.5 Visualisasi Kerusakan Coating berdasarkan Voltage Gradient (Sumber:Dokumen Presentasi Indocorr)
Nilai dari IR drop dari persamaan tersebut diatas,diambil dari pengukuran IR drop pada 2 test point terdekat dari lokasi coating defect (lokasi coating defect berada diantara 2 test point ). Nilai IR drop pada masing – masing test point merupakan selisih dari potensial pipa terhadap tanah pada saat CP on dan potensial pipa terhadap tanah pada saat CP off . Apabila hasil pengukuran selisih potensial on/off di kedua test point sama, maka nilai itulah yang digunakan sebagai nilai IR drop. Tetapi apabila dari hasil pen gukuran didapatkan nilai selisih potensial yang berbeda diantara kedua test point tersebut, maka nilai selisih potensialnya bisa ditentukan dengan
cara ekstrapolasi dari jarak antara testpoint dengan lokasi coating defect. Ukuran dari coating defect diekspresikan dalam hubungan IR potensial drop dalam tanah dengan adanya aliran proteksi katodik dari arus paksa. Besaran coating defect diekspresikan dalam %IR dengan formula sebagai berikut:
Gambar2.6 Grafik Karakteristik Kerusakan Coating (Sumber: Dokumen Indocorr,2013)
Keterangan : V1 = Potensial terukur pada test box pertama(mV) V2 = Potensial terukur pada test box kedua(mV) X= Jarak test box atau panjang pipa dari test box pertama(m) dX =Letakatau posisi kebocoran pipa(m) Dari hasil perhitungan % IR, maka dapat diketahui seberapa besar kerusakan coating . Untuk menentukan tingkat kerusakan coating dapat didasarkan sesuai table berikut: Tabel 2.1 Tingkat Kerusakan Coating berdasarkan% IR
Klasifikasi Kerusakan
%IR
Ringan
0-15
Sedang
15-35
Berat
35-70
Parah
70-100
(Sumber : Dokumen Presentasi Indocor, 2013
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN 3.1 CIPS 3.1.1 Alat Peralatan-peralatan yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu : 1) Simulator Perpipaan 2) Elektroda Standar Cu/CuSO4(1 pasang) 3) Voltmeter Digital 4) Transformator 5) Recifer 6) Kabel 7) Peralatan safety untuk personil ( Helmet, Safety Boot, Google dan Gloves) 3.1.2
Prosedur Percobaan Persiapan 1) Test Point , pastikan kabel pipa terhubung dengan kabel anoda (kondisi sistem proteksi katodik bekerja). 2) Rangkai Peralatan dengan langkah – langkah sebagai berikut:Hubungkan KabelPipa/Anoda dengan kabel yang terhubung dengan positif dari alat CIPS. 3) SettingData sesuai dengan User Manual dari alat CIPS 4) Masukkan default untukpembacaanpotensialproteksiminimumsebesar-850 mV 5) Kalibrasi bacaan data (kedua data menunjukkan nilai bacaan potensial yang sama pada lokasiyang sama). Prosedur Pengambilan Data 1) Survey CIPS dilakukan tepat diatas permukaan tanah dimana pipa terpendam. 2) Pengambilan data (data logging ) dilakukan setiap interval jarak titik pengukuran (meter) daripergerakan Alat CIPS. 3) Pastikan rangkaian peralatan tidak terputus selama pengambilan data.
3.1.3
Interpretasi Data Data hasil survey CIPS yang telah berbentuk grafik akan lebih mudah untuk diinterpretasi, mengingat grafik langsung memuat bacaan nilai potensial proteksi terhadap jarak pengukuran dari titik awal.
3.2 DCVG 3.2.1 Alat Peralatan-peralatan yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu : 1) Simulator Perpipaan 2) Pengukur DCVG 3) Elektroda Standar Cu/CuSO4(1 pasang) 4) Voltmeter Digital 5) Transformator
6) Recifer 7) Kabel 8) Peralatan safety untuk personil ( Helmet, Safety Boot, Google dan Gloves) 3.2.2
Prosedur Percobaan Mengoperasikan Proteksi Arus Paksa 1) Menghubungkan Transformator dengan sumber arus AC 220V 2) Menghubungkan Rectifier dengan Transformator . 3) Mengatur Set Potensial Proteksi di Angka 4.5V 4) Menyalakan Main Switcher ke Posisi 1 Pemasangan Alat Ukur DCVG 1) Siapkan dua buah halfcell dan satu buah multimeter. 2) Sambungkan kabel dari masing-masing halfcell kepada multimeter. Mencari Nilai Overline (OL/RE) dan Tititk Kerusakan Coating Pipa 1) Telusuri daerah yang diduga terdapat kerusakan coating pada pipa dengan melihat data pengukuran CIPS . 2) Tancapkan kedua buah halfcell diantara pipa sampai menemukan nilai 0 mV di multimeter. 3) Titik kerusakan coating pipa terdapat ditengah jarak halfcell . Mencari Nilai Remote E arth 1) Tancapkan satu halfcell pada titik kerusakan pipa. 2) Tancapkan satu halfcell lainnya tegak lurus dengan pipa. 3) Catat nilai yang terbaca oleh multimeter sampai terjadi perubahan yang tidak signifikan.
BAB IV DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
4.1 CIPS (Close Interval Potential Survey) Tabel 4.1 Beda Potensial Minimum dan Maksimum Pada Tiap Jarak Pengukuran
Jarak (meter)
0,3 0,6 0,9 1,2 1,5 1,8 2,1 2,4 2,7 3 3,3 3,6 3,9 4,2 4,5 4,8 5,1 5,4 5,7 6 6,3 6,6 6,9 7,2 7,5 7,8 8,1 8,4 8,7 9 9,3 9,6 9,9 10,2 10,5
Beda Potensial Minimum
Beda Potensial Maksimum
(V/CSE)
(V/CSE)
0,78 0,781 0,816 0,811 0,806 0,807 0,799 0,796 0,792 0,914 0,914 0,912 0,914 0,915 0,917 0,919 0,917 0,912 0,87 0,89 0,912 0,919 0,913 0,9 0,915 0,914 0,906 0,9 0,922 0,919 0,905 0,901 0,909 0,894 0,895
0,784 0,786 0,826 0,819 0,816 0,819 0,804 0,802 0,997 1,02 1,04 1,04 1,05 1,05 1,05 1,07 1,04 1,05 1,04 1,05 1,05 1,05 1,04 1,03 1,01 0,989 0,95 1,01 1,02 1,01 1,01 1,01 0,995 0,993 0,998
10,8 0,841 0,991 11,1 0,891 0,992 11,4 0,895 0,997 11,7 0,766 0,996 12,00 0,423 0,992 12,3 0,716 0,976 12,6 0,88 0,981 12,9 0,792 0,98 13,2 0,984 0,99 13,5 0,816 0,996 13,8 0,857 0,973 14,1 0,881 0,975 14,4 0,802 0,979 14,7 0,886 0,991 *Daerah yang diberi warna hijau diprediksikan terjadi kebocoran coating pada pipa dan pada daerah sekitar lubang tersebut dilakukan DCVG untuk mengetahui besar kerusakan coating -nya.
Jarak Pengukuran (meter) VS Beda Potensial (V/CSE) 1.2
1 ) E S C 0.8 / V ( l a i s 0.6 n e t o P a d 0.4 e B
Jarak Pengukuran (meter) VS Beda Potensial Maksimum (V/CSE)
0.2
0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Jarak Pengukuran (meter)
Gambar 4.1 Grafik Beda Potensial Minimum dan Maksimum Pada Tiap Jarak Pengukuran
4.2 DCVG (Direct Current Voltage Gradient)
Titik Pengukuran Pada Jarak ke 14,7 meter Tabel 4.2 Beda Potensial Pada Tiap Jarak Pengukuran
Jarak Pengukuran (meter)
Beda Potensial (V/CSE)
0,3 0,6 0,9 1,2 1,5
0,3 2,3 2,1 2,3 2,3
Jarak Pengukuran (meter) vs Beda Potensial (V/CSE) 3 2.5
) E S C / 2 V ( l a i s 1.5 n e t o P 1 a d e B
Jarak Pengukuran (meter) vs Beda…
0.5
0 0
0.5
1
1.5
2
Jarak Pengukuran (meter) Gambar 4.2 Grafik Beda Pada Tiap Jarak Pengukuran
4.3 Coating defect (% IR) a. P/ RE
(IR drop)
= V1max = -0,991 -
(V1 – V2)
4,7 4,7
(-0,784 – (- 0,991))
= -1,090 – (-1,775) = 0,685 V
b. OL/ RE OL/RE = Total V = (0,3 + 2,3 + 2,1+ 2,3+2,3) = 9,3 mV = 0,0093 V
c. % IR % IR
= [Total mV / IR Drop] x 100%
%IR
= =
/ / ,93 ,685
100% 100%
= 1,36 % Dengan: V1
= Potensial terukur pada test box pertama (mV)
V2
= Potensial terukur pada test box kedua (mV)
x
= Jarak test box atau panjang pipa dari test box pertama (m)
dx
= Letak atau posisi kebocoran pipa (m)
Pembahasan Oleh Nabila Nisa Mukarom (151411022) Pada praktikum kali ini telah dilakukan percobaan proteksi katodik dengan metode CIPS (Close Interval Potential Survey) dan DCVG (Direct Current Voltage Gradient). Kedua metode tersebut dilakukan untuk mendeteksi posisi kerusakan coating yang terdapat pada pipa di dalam tanah dan tingkat kerusakan yang terjadi pada pipa dalam suatu sistem perpipaan agar dapat mengetahui apakah sistem perpipaan tersebut masih layak untuk digunakan atau tidak. CIPS ini dilakukan untuk mengetahui posisi kerusakan coating pipa dalam suatu sistem perpipaan. Dilakukan dengan mengukur voltase pipa dalam tanah menggunakan voltmeter. Proses dilakukan dengan kutub negative voltmeter dipasang pada elektroda sedangkan kutub positifnya dihubungkan dengan test box, sehingga akan terukur beda potensial antara elektroda dengan pipa. Pengukuran dilakukan dengan interval pengukuran yang tidak terlalu jauh ± 30 cm, hal ini bertujuan agar perkiraan posisi kerusakan coating pipa yang terukur tidak meleset terlalu jauh. Sedangkan metode DCVG dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tingkat kerusakannya. Pengukuran dilakukan jalur yang tegak lurus terhadap jalur CIPS dengan interval jarak pengukuran yang lebih besar dibandingnkan dengan CIPS. Pengukuran DCVG bertujuan untuk mengetahui hingga sejauh mana kebocoran pipa terdeteksi yang dapat digunakan sebagai indikator kerusakan pipa. Semakin jauh jarak pengukuran yang terbaca nilainya oleh voltmeter, maka mengindikasikan semakin besar juga tingkat kerusakan yang dialami oleh pipa. Dalam kedua percobaan dilakukan pengambilan data maksimum dan minimum. Dari keseluruhan data yang diambil pada percobaan CIPS, dibuat grafik antara voltase terhadap jarak. Nilai yang paling menyimpang pada grafik beda potensial minimum dan maksimum pada tiap jarak pengukuran mengindikasikan bahwa kebocoran terjadi pada titik tersebut. Sehingga pengukuran DCVG dapat dimulai secara tegak lurus dari titik tersebut.. Ukuran dari coating defect diekspresikan dalam hubungan IR potensial drop dalam tanah dengan adanya aliran proteksi katodik dari arus paksa. Besaran coating defect diekspresikan dalam %IR. Perhitungan %IR yang didapat pada percobaan ini sebesar 1,36 %. Dari hasil perhitungan % IR maka dapat diketahui seberapa besar/ parah suatu kerusakan pada coating . Untuk dapat menentukan tingkat kerusakan coating, maka dilakukan pencocokan % IR yang didapat dari percobaan dengan tabel tingkat kerusakan coating berdasarkan % IR berikut : Klasifikasi Kerusakan
%IR
Ringan
0-15
Sedang
15-35
Berat
35-70
Parah
70-100
Dari tabel diatas diketahui tingkat kerusakan coating pada pipa masih dalam kategori rendah .
DAFTAR PUSTAKA Indarti R., dan Ngatin A. 2010. Buku Ajar Teknik Pengendalian Korosi. Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Bandung. Tonapa, Yunus, Agustinus Ngatin, Retno Indarti, Mentik Hulupi. 2008. Buku Petunjuk Pelaksanaan Praktikum Teknik Pencegahan Korosi. Jurusan Teknik Kimia. Politeknik Negeri Bandung. R.L. Pawson: "Close Interval Potential Surveys - Planning, Execution, Results", Materials Performance, February 1998, pp.16-21. (sumber web : http://www.corrosion-club.com)
Jones, D.A. Principles And Prevention of Corrosion-2nd Edition, Prentice Hall, Singapore, 1997.