BAB I PENDAHULUAN
Anestesi umum adalah suatu tindakan yang membuat pasien tidak sadar selama prosedur medis, sehingga pasien tidak merasakan atau mengingat apa pun yang terjadi. Anestesi umum biasanya dihasilkan oleh kombinasi obat intravena dan gas yang dihirup (anestesi). "Tidur" pasien yang mengalami anestesi umum berbeda dari tidur seperti biasa. Otak yang dibius tidak merespon sinyal rasa sakit atau manipulasi bedah. Praktek anestesi umum juga termasuk mengendalikan pernapasan pasien dan memantau fungsi vital tubuh pasien selama prosedur anestesi berlangsung. Anestesi umum diberikan oleh dokter yang terlatih khusus, yang disebut ahli anestesi, ataupun bisa juga dilakukan oleh peraat anestesi yang berkompeten.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
I. Iden Identi tifi fika kasi si
!ama
Tn. A# A#
$mur
%& tahun
'enis ke kelamin
a akilaki
*uku bangsa
*umatera *elatan
Agama
+slam
Alamat
'uajua, kab. ayu Agung
!o. -#
%/0/
#-*
0 #ei &12
II. Anamnesis ( Autoanamnesis Autoanamnesis tanggal 22 #ei &12, &12, pukul 13.11 13.11 4+5) A. Riwayat Penyakit Sekarang Ke!"an Utama 5enjolan di leher kiri dan kanan sejak 6 tahun *#-*. Riwayat Per#aanan Penyakit
Pasien mengeluhkan benjolan di leher kanan dan kiri sejak 6 tahun *#-*. urang lebih tiga tahun *#-*, timbul benjolan di leher kiri dan kanan kanan beruku berukuran ran sebesar sebesar keleran kelerang g yang yang kemudi kemudian an tumbuh tumbuh perlah perlahan an menjad menjadii sebesar seukuran seukuran telur burung puyuh dalam aktu dua tahun. tahun. *ejak satu tahun terakhir, benjolan diakui tidak bertambah besar. 5enjolan diakui pasien terasa di baah kulit dan terasa keras. 5enjolan tidak terasa nyeri, kemerahan, panas, keluar nanah, maupun berbau. -iayat demam disangkal. 5agian kaki di baah benjolan diakui tidak bengkak, pu7at, nyeri, kesemutan, baal, atau dingin. -iayat benjolan di selangkangan atau di bagian tubuh lain, penurunan berat badan, dan keluhan sesak disangkal pasien. Pasien tidak memiliki riayat pengobatan radiasi maupun riayat keganasan pada keluarga. Pasien kemudian datang ke poli bedah -*$8 ayu Agung.
2
B. Riwayat Penyakit Da"!!
-iayat alergi makanan disangkal -iayat asma disangkal -iayat operasi disangkal -iayat alergi obat disangkal -iayat hipertensi disangkal -iayat diabetes mellitus disangkal -iayat penggunaan 9at anestesi disangkal
$. Riwayat Penyakit Ke!arga
Penyakit serupa pada keluarga atau riayat keganasan disangkal
III.
Pemeriksaan%isik
I.
Pemeriksaan Um!m
II.
eadaan umum
Tampak sakit ringan
esadaran
:ompos mentis
*uhu
6,;1:
55
31 kg
Tekanan darah
2&11 mm=g
Pernafasan
2/>
!adi
3>
Pemeriksaan K"!s!s Ke&aa 'ata :onjungtiva anemis (), *klera ikterik (), pupil bulat, isokor, sentral
8iameter 6mm<6mm. ?dema palpebral () Hid!ng *ekret, darah (), deviasi septum () '!!t #ukosa bibir pu7at () sianosis () atrofi papil lidah (), buka mulut 6jari,
gigi goyang () ompong (), gigi palsu (), #alampati +, @aring
3
Le"er 'ejas (), deformitas (), 'CP ;& 7m= &O, Pembesaran D5 () )"*raks Par! *tatis dan dinamis simetris, stem fremitus kananEkiri, sonor, vesikuler ()
normal, ronkhi (), hee9ing () +ant!ng 5' +++ () normal, =- E 3 >
normal Ekstremitas akral hangat, pu7at (), :-T F 6 detik, edema ()
Status Lokalis: Regio Coli dextra et sinitra
Inspeksi
: Benjolan pada regio coli dextra et sinitra, sewarna kulit sekitar, venektasi tidak terlihat, berbatas tegas.
Palpasi
: Benjolan padat ukuran 3 x 2 x 1 c, batas tegas, bentuk lonjong, n!eri tekan tidak ada, "uktuasi tidak ada, suhu saa seperti sekitar, obile.
I-.
Pemeriksaan Pen!n#ang
aboratorium =b
26,2 gr
eukosit
21.11 mm 6
Trombosit
&0;.111 mm 6
8iff :ount
1<1<6<;/<6&<3
5**
22& mgG
4aktu perdarahan
%H11I
4aktu pembekuan
%H,61I
-ontgen thora>
:T- F ;1G, tidak tampak infiltrat, tidak tampak nodul
metastasis pada kedua lapang paru
#
-.
Diagn*sis Ker#a Diagn*sa Beda"
Soft Tissue Tumor regio coli dextra et sinistra
Diagn*sa Anestesi
Soft Tissue Tumor regio coli dextra et sinistra pro biopsi eksisi dengan A*A 2
-I. )era&i
+nfus - gtt JJJ
Renana Anestesi
a. 'enis pembedahan
5iopsi eksisi
b. 'enis anestesi
Deneral anestesi
7. ama anestesi
2 jam
d. ama tindakan
;1 menit e. Tehnik anestesi propofol
23;
mg,
Anestesi
umum
dengan
fentanyl
$,1#
cg,
atrakuriu 3%g. Intubasi &'' (o. ),%.
-I.
f. Premedikasi
g. #edikasi tambahan
La&*ran anestesi d!rante *&erasi
a. #ulai anestesi 22 #ei &12 pukul 1/11 4+5 b. ama anestesi
2 jam
7. ama operasi
;1 menit
d. Premedikasi
#ida9olam & mg
e. +nduksi
propofol 23; mg
f.
#edikasi tambahan
g. -elaksasi
*trakuriu 3%g.
%
h. -espirasi
*pontan
i.
Posisi
*upinasi
j.
:airan 8urante Operasi - ;11 ml
k. *elesai operasi 22 #ei &12 pukul 102;4+5 BAB III )IN+AUAN PUS)AKA
/.0. Anestesi Um!m /.0.0 Definisi
Anestesi umum adalah suatu keadaan meniadakan nyeri se7ara sentral yang dihasilkan ketika pasien diberikan obatobatan untuk amnesia, analgesia, kelumpuhan otot, dan sedasi. Pada pasien yang dilakukan anestesi dapat dianggap berada dalam keadaan ketidaksadaran yang terkontrol dan reversibel. Anestesi memungkinkan pasien untuk mentolerir tindakan pembedahan yang dapat menimbulkan rasa sakit tak tertahankan, yang berpotensi menyebabkan perubahan fisiologis tubuh yang ekstrim, dan menghasilkan kenangan yang tidak menyenangkan. omponen anestesi yang ideal terdiri dari 2. =ipnotik, &. Analgetik, 6. -elaksasi otot Anestesi umum menggunakan 7ara melalui intravena dan se7ara inhalasi untuk memungkinkan akses bedah yang memadai ke tempat dimana akan dilakukan operasi. *atu hal yang perlu di7atat adalah baha anestesi umum mungkin tidak selalu menjadi pilihan terbaik, tergantung pada presentasi klinis pasien, anestesi lokal atau regional mungkin lebih tepat. #etode pemberian anestesi umum dapat dulihat dari 7ara pemberian obat, terdapat 6 7ara pemberian obat pada anestesi umum 2. Parenteral Anestesi umum yang diberikan se7ara parentral baik intravena maupun intramuskuler biasanya digunakan untuk tindakan operasi yang singkat atau untuk induksi anestesi. Obat anestesi yang sering digunakan adalah •
Pentothal
+
8ipergunakan dalam larutan &,;G atau ;G dengan dosis permulaan % mg
$ntuk induksi, selanjutnya diteruskan dengan inhalasi.
Operasioperasi yang singkat seperti 7urettage, reposisi, insisi abses.
:ara Pemberian arutan &,;G dimasukkan +C pelanpelan %/ :: s ampai penderita tidur, pernapasan lambat dan dalam. Apabila penderita di7ubit tidak bereaksi, operasi dapat dimulai. *elanjutnya suntikan dapat ditambah se7ukupnya apabila perlu sampai 2 gram. ontra +ndikasi 2.Anakanak di baah % tahun &.*yok, anemia, uremia dan penderitapenderita yang lemah 6.Dangguan pernafasan asthma, sesak nafas, infeksi mulut dan saluran nafas %.Penyakit jantung ;.Penyakit hati .Penderita yang terlalu gemuk sehingga sukar untuk menemukan vena yang baik. •
etalar (etamine) 8iberikan +C atau +# berbentuk larutan 21 mg<77 dan ;1 mg<77.8osis +C 26 mg
)
&. Perektal Obat anestesi diserap leat mukosa re7tum kedalam darah dan selanjutnya sampai ke otak. 8ipergunakan untuk tindakan diagnosti7 (katerisasi
jantung,
roentgen
foto,
pemeriksaanmata,
telinga,
oesophagos7opi, penyinaran dsb) terutama pada bayibayi dan anak ke7il. 'uga dipakai sebagai induksi narkose dengan inhalasi pada bayi dan anak anak. *yaratnya adalah 2.-e7tum betulbetul kosong &.Tak ada infeksi di dalam re7tum. ama narkose &161 menit. Obatobat yang digunakan Pentothal 21G dosis %1 mg
ke dalam sirkulasi darah. 8emikian pula yang disuntikkan se7ara intramuskuler, obat tersebut akan diabsorbsi masuk ke dalam sirkulasi darah. *etelah masuk ke dalam sirkulasi darah obat tersebut akan menyebar kedalam jaringan. 8engan sendirinya jaringan yang kaya pembuluh darah seperti otak atau organ vital akan menerima obat lebih banyak dibandingkan jaringan yang pembuluh darahnya sedikit seperti tulang atau jaringan lemak. Tergantung obatnya, di dalam jaringan sebagian akan mengalami metabolisme, ada yang terjadi di hepar, ginjal atau jaringan lain. ?kskresi bisa melalui ginjal, hepar, kulit atau paruBparu. ?kskresi bisa dalam bentuk asli atau hasil metabolismenya. !&O diekskresi dalam bentuk asli leat paru. @aktor yang mempengaruhi anestesi antara lain @aktor respirasi (untuk obat inhalasi). @aktor sirkulasi @aktor jaringan. @aktor obat anestesi. @aktor respirasi *esudah obat anestesi inhalasi sampai di alveoli, maka akan men7apai tekanan parsiel tertentu, makin tinggi konsentrasi 9at yang dihirup tekanan parsielnya makin tinggi. Perbedaan tekanan parsiel 9at anestesi dalam alveoli dan di dalam darah menyebabkan terjadinya difusi. 5ila tekanan di dalam alveoli lebih tinggi maka difusi terjadi dari alveoli ke dalam sirkulasi dan sebaliknya difusi terjadi dari sirkulasi ke dalam alveoli bila tekanan parsiel di dalam alveoli lebih rendah (keadaan ini terjadi bila pemberian obat anestesi dihentikan. #akin tinggi perbedaan tekanan parsiel makin 7epat terjadinya difusi. Proses difusi akan terganggu bila terdapat penghalang antara alveoli dan sirkulasi darah misalnya pada udem paru dan fibrosis paru. Pada keadaan ventilasi alveoler meningkat atau keadaan ventilasi yang menurun misalnya pada depresi respirasi atau obstruksi respirasi. @aktor sirkulasi
-
Aliran darah paru menentukan pengangkutan gas anestesi dari paru ke jaringan dan sebaliknya. Pada gangguan pembuluh darah paru makin sedikit obat yang dapat diangkut demikian juga pada keadaan 7ardia7 output yang menurun. Blood gas partition coefisien adalah rasio konsentrasi 9at anestesi dalam darah dan dalam gas bila keduanya dalam keadaan keseimbangan. 5ila kelarutan 9at anestesi dalam darah tinggi<5D koefisien tinggi maka obat yang berdifusi 7epat larut di dalam darah, sebaliknya obat dengan 5D koefisien rendah, maka 7epat terjadi keseimbangan antara alveoli dan sirkulasi darah, akibatnya penderita mudah tertidur aktu induksi dan mudah bangun aktu anestesi diakhiri. @aktor jaringan Lang menentukan antara lain Perbedaan tekanan parsiel obat anestesi di dalam sirkulasi darah dan di dalam jaringan. e7epatan metabolisme obat. Aliran darah dalam jaringan. Tissue/blood partition coefisien .@aktor 9at anestesi Tiaptiap 9at anestesi mempunyai potensi yang berbeda. $ntuk mengukur potensi obat anestesi
inhalasi dikenal adanya #A: (minimal alveolar
concentration). #enurut #erkel dan ?ger (206), #A: adalah konsentrasi obat anestesi inhalasi minimal pada tekanan udara 2 atm yang dapat men7egah gerakan otot skelet sebagai respon rangsang sakit supramaksimal pada ;1G pasien. #akin rendah #A: makin tinggi potensi obat anestesi tersebut. Stadi!m anestesi
edalaman anestesi harus dimonitor terus menerus oleh pemberi anestesi, agar tidak terlalu dalam sehingga membahayakan jia penderita, tetapi 7ukup adekuat untuk melakukan operasi. edalaman anestesi dinilai berdasarkan tanda klinik yang didapat. Duedel membagi kedalaman anestesi menjadi % stadium dengan melihat pernafasan, gerakan bola mata, tanda pada pupil, tonus otot dan refleks pada penderita yang mendapat anestesi ether. 2. *tadium +
1$
8isebut juga stadium analgesi atau stadium disorientasi. 8imulai sejak diberikan anestesi sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini operasi ke7il bisa dilakukan. &. *tadium ++ 8isebut juga stadium delirium atau stadium e>itasi. 8imulai dari hilangnya kesadaran sampai nafas teratur. 8alam stadium ini penderita bisa meronta ronta, pernafasan irregular, pupil melebar, refleks 7ahaya positif gerakan bola mata tidak teratur, lakrimasi (), tonus otot meninggi, refle> fisiologi masih ada, dapat terjadi batuk atau muntah, kadangkadang ken7ing atau defekasi. *tadium ini diakhiri dengan hilangnya refleks menelan dan kelopak mata dan selanjutnya nafas menjadi teratur. *tadium ini membahayakan penderita, karena itu harus segera diakhiri. eadaan ini bisa dikurangi dengan memberikan premedikasi yang adekuat, persiapan psikologi penderita dan induksi yang halus dan tepat. eadaan emergen7y delirium juga dapat terjadi pada fase pemulihan dari anestesi. 6. *tadium +++ 8isebut juga stadium operasi. 8imulai dari nafas teratur sampai paralise otot nafas. 8ibagi menjadi % plane
Plane + 8ari nafas teratur sampai berhentinya gerakan bola mata. 8itandai dengan nafas teratur, nafas torakal sama dengan abdominal. Derakan bola mata berhenti, pupil menge7il, refleks 7ahaya (), lakrimasi meningkat, refle> faring dan muntah menghilang, tonus otot menurun.
Plane ++ 8ari berhentinya gerakan bola mata sampai permulaan paralisa otot interkostal. 8itandai dengan pernafasan teratur, volume tidak menurun dan frekuensi nafas meningkat, mulai terjadi depresi nafas torakal, bola mata berhenti, pupil mulai melebar dan refleks 7ahaya menurun, refleks kornea menghilang dan tonus otot makin menurun.
Plane +++ 8ari permulaan paralise otot interkostal sampai paralise seluruh otot +nterkostal. 8itandai dengan pernafasan abdominal lebih
11
dorninan dari torakal karena terjadi paralisis otot interkostal, pupil makin melebar dan refle> 7ahaya menjadi hilang, lakrimasi negafif, refle> laring dan peritoneal menghilang, tonus otot makin menurun.
Plane +C 8ari paralise semua otot interkostal sampai paralise diafragma. 8itandai dengan paralise otot interkostal, pernafasan lambat, iregular dan tidak adekuat, terjadi jerky karena terjadi paralise diafragma. Tonus otot makin menurun sehingga terjadi fla77id, pupil melebar, refleks 7ahaya negatif refleks spin7ter ani negative.
%.
*tadium +C 8ari paralisis diafragma sampai apneu dan kematian. 'uga disebut stadium over dosis atau stadium paralysis. 8itandai dengan hilangnya semua refleks, pupil dilatasi, terjadi respiratory failure dan dikuti dengan circulatory failure. Persia&an Anestesia Um!m
Praktek anesesi yang aman dan efisien memerlukan personil bersertifikat, obatobatan dan peralatan yang tepat, serta keadaan pasien yang optimal. Persyaratan minimum untuk anestesi umum
ebutuhan infrastruktur minimum untuk anestesi umum termasuk ruang yang 7ukup terang dengan ukuran yang memadai, sebuah sumber oksigen bertekanan (paling sering di pipa)M perangkat hisap yang efektifM monitor yang sesuai dengan standar A*A ( American Society of Anesthesiologist ) , termasuk denyut jantung, tekanan darah, ?D, denyut nadi oksimetri, kapnografi, suhu, dan konsentrasi oksigen terinspirasi dan dihembuskan dan 9at anestesi yang diaplikasikan. *elain ini, beberapa peralatan dibutuhkan untuk memasukkan 9at anestesi. Alat yang sederhana seperti jarum dan jarum suntik, jika obat harus diberikan sepenuhnya
intravena.
8alam
membutuhkan tersedianya
sebagian
sebuah
besar
keadaan,
ini
berarti
mesin yang memungkinkan untuk
mengetahui pemasukkan gas dan memelihara anestesi tetap berjalan #enyiapkan pasien
12
ondisi pasien harus 7ukup dipersiapkan. #etode yang paling efisien adalah pasien ditinjau oleh orang yang bertanggung jaab untuk memberikan anestesi dengan baik sebelum tanggal operasi. ?valuasi praoperasi memungkinkan pemantauan laboratorium yang tepat, perhatian terhadap kondisi medis pasien yang terbaru atau yang sedang berlangsung, diskusi dari setiap reaksi sebelumnya yang merugikan pribadi atau keluarga untuk anestesi umum, penilaian status fungsional jantung dan paru, dan ren7ana anestesi yang efektif dan aman. =al ini juga berfungsi untuk meredakan ke7emasan dari pembedahan yang tidak diketahui oleh pasien dan keluarga mereka. *e7ara keseluruhan, proses ini memungkinkan untuk optimasi pasien pada aktu perioperatif. Pemeriksaan fisik yang terkait dengan evaluasi praoperasi memungkinkan pelaksana anestesi untuk fokus se7ara khusus pada kondisi saluran napas yang diharapkan, termasuk membuka mulut, gigi longgar atau bermasalah, keterbatasan dalam rentang gerak leher, anatomi leher, dan presentasi #allampati (lihat di baah). 8engan menggabungkan semua faktor, ren7ana yang sesuai untuk intubasi dapat diuraikan dan langkah tambahan, jika perlu, dapat diambil untuk mempersiapkan bronkoskopi serat optik, laringoskopi video, atau berbagai intervensi sulit terhadap saluran napas lainnya. #anajemen jalan napas
esulitan yang mungkin dihadaapi dalam manajemen jalan napas, meliputi kondisi dibaah ini -ahang yang ke7il atau mundur Digi rahang atas yang menonjol eher yang pendek ?kstensi leher terbatas Pertumbuhan gigi yang buruk Tumor di ajah, mulut, leher, atau tenggorokan Trauma pada ajah @iksasi antargigi Penggunaan cervical collar yang keras
13
5erbagai sistem penilaian telah dibuat menggunakan pengukuran orofa7ial untuk memprediksi intubasi sulit. Lang paling banyak digunakan adalah skor #allampati, yang mengidentifikasi pasien dengan faring yang kurang jelas divisualisasikan melalui mulut terbuka. Penilaian #allampati idealnya dilakukan saat pasien duduk dengan mulut terbuka dan lidah yang menonjol tanpa phonating . Pada banyak pasien yang diintubasi karena indikasi emergensi, jenis penilaian seperti ini tidak mungkin. *ebuah penilaian sederhana dapat dilakukan pada pasien dalam posisi terlentang untuk mendapatkan gambaran dari ukuran bukaan mulut dan perkiraan lidah dan orofaring sebagai faktor dalam keberhasilan intubasi (lihat gambar di baah)
*kor #allampati yang tinggi telah terbukti menjadi prediksi intubasi sulit. !amun, tidak ada sistem penilaian yang sensitive 211G atau spesifik 211G . Akibatnya, praktisi mengandalkan beberapa kriteria dan pengalaman mereka untuk menilai jalan napas. Pelaksana anestesi bertanggung jaab untuk menilai semua faktor yang mempengaruhi kondisi medis pasien dan memilih teknik anestesi yang optimal sesuai kondisi pasien. 5eberapa pertimbangan dalam melakukan anestesi umum meliputi •
euntungan
#enurunkan kesadaran dan ingatan pasien selama operasi
1#
#emungkinkan relaksasi otot yang tepat untuk jangka aktu yang lama
#emfasilitasi kontrol penuh terhadap jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi
8apat digunakan dalam kasuskasus yang sensitif terhadap 9at anestesi lo7al
8apat diberikan tanpa memindahkan pasien dari posisi terlentang
8apat disesuaikan dengan mudah untuk prosedur operasi dengan durasi aktu yang tak dapat diprediksi atau pada keadaan penambahan aktu operasi
•
8apat diberikan dengan 7epat dan reversibel
ekurangan
#embutuhkan peningkatan kompleksitas peraatan dan biaya yang terkait
#embutuhkan persiapan pasien praoperasi
8apat menyebabkan fluktuasi perubahan fisiologis yang memerlukan intervensi aktif
Terkait dengan komplikasi kurang serius seperti mual atau muntah, sakit tenggorokan, sakit kepala, menggigil, dan dibutuhkan aktu dalam pengembalian fungsi mental yang normal
Terkait dengan kondisi hipertermia yang gaat, sebuah kondisi yang jarang, terkait dengan kondisi otot yang terkena paparan beberapa (tidak semua) 9at anestesi umum yang dapat menyebabkan kenaikan suhu
akut
dan
berpotensi
mematikan,
hiperkarbia,
asidosis
metabolik, dan hyperkalemia. •
$ara mem,erikan anestesi
Pemberian anestesi dimulai dengan induksi yaitu memberikan obat sehingga penderita tidur. Tergantung lama operasinya, untuk operasi yang aktunya pendek mungkin 7ukup dengan induksi saja. Tetapi untuk operasi yang lama, kedalaman anestesi perlu dipertahankan dengan
1%
memberikan obat terus menerus dengan dosis tertentu, hal ini disebut maintenan7e atau pemeliharaan. edaaan ini dapat diatasi dengan 7ara mendalamkan anestesi. Pada operasioperasi yang memerlukan relaksasi otot, bila relaksasinya kurang maka ahli bedah akan mengeluh karena tidak bisa bekerja dengan baik, untuk operasi yang membuka abdomen maka usus akan bergerak dan menyembul keluar, operasi yang memerlukan penarikan otot juga sukar dilakukan. eadaan relaksasi bisa terjadi pada anestesi yang dalam, sehingga bila kurang relaksasi salah satu usaha untuk membuat lebih relaksasi adalah dengan mendalamkan anestesi, yaitu dengan 7ara menambah dosis obat. Pada umumnya keadaan relaksasi dapat ter7apai setelah dosis obat anestesi yang diberikan sedemikian tinggi, sehingga menimbulkan gangguan pada organ vital. 8engan demikian keadaan ini akan mengan7am jia penderita, lebihlebih pada penderita yang sensitif atau memang sudah ada gangguan pada organ vital sebelumnya. $ntuk mengatasi hal ini maka ada tehnik tertentu agar ter7apai trias anestesi pada kedalaman yang ringan, yaitu penderita dibuat tidur dengan obat hipnotik, analgesinya menggunakan analgetik kuat, relaksasinya menggunakan pelemas otot (muscle relaxant ) tehnik ini disebut balan7e anestesi. Pada balan7e anestesi karena menggunakan muscle relaxant , maka otot mengalami relaksasi, jadi tidak bisa berkontraksi atau mengalami kelumpuhan, termasuk otot respirasi, jadi penderita tidak dapat bernafas. arena itu harus dilakukan nafas buatan (dipompa), tanpa dilakukan nafas buatan, penderita akan mengalami kematian, karena hipoksia. 'adi nafas penderita sepenuhnya tergantung dari pengendalian pelaksana anestesi, karena itu balan7e anestesi juga disebut dengan tehnik respirasi kendali atau control respiration. $ntuk mempermudah respirasi kendali penderita harus dalam keadaan terintubasi. 8engan menggunakan balan7e anestesi maka ada beberapa keuntungan antara lain
1+
8osis obatnya minimal, sehingga gangguan pada organ vital dapat dikurangi. Polusi kamar operasi yang ditimbulkan obat anestesi inhalasi dapat dikurangi. *elesai operasi penderita 7epat bangun sehingga mengurangi resiko yang ditimbulkan oleh penderita yang tidak sadar. 8engan dapat diaturnya pernafasan maka dengan mudah kita bisa melakukan hiperventilasi, untuk menurunkan kadar :O& dalam darah sampai pada titik tertentu misalnya pada operasi otak. 8engan hiperventilasi kita juga dapat menurunkan tekanan darah untuk operasi yang memerlukan tehnik hipotensi kendali. arena pernafasan bisa dilumpuhkan se7ara total maka mempermudah tindakan operasi pada rongga dada (thora7otomy) tanpa terganggu oleh gerakan pernafasan. ita juga dapat mengembangkan dan mengempiskan paru dengan sekehendak kita tergantung keperluan. 8engan demikian berdasar respirasinya, anestesi umum dibedakan dalam 6 ma7am yaitu -espirasi spontan yaitu penderita bernafas sendiri se7ara spontan.
-espirasi
kendali
terkontrol
anestesi
pernafasanpenderita sepenuhnya tergantung bantuan kita. Assisted -espirasi penderita bernafas spontan tetapi masih kita berikan sedikit bantuan. 5erdasar sistim aliran udara pernapasan dalam rangkaian alat anestesi, anestesi dibedakan menjadi % sistem, yaitu Open, semi open, 7losed, dan semi 7losed. 2. *istem open adalah sistem yang paling sederhana. 8i sini tidak ada hubungan fisik se7ara langsung antara jalan napas penderita dengan alat anestesi. arena itu tidak menimbulkan peningkatan tahanan respirasi. 8i sini udara ekspirasi babas keluar menuju udara bebas. ekurangan sistem ini adalah boros obat anestesi, menimbulkan polusi obat anestesi di kamar operasi, bila memakai obat yang mudah terbakar maka akan meningkatkan resiko terjadinya kebakaran di kamar operasi, hilangnya kelembaban
1)
respirasi, kedalaman anestesi tidak stabil dan tidak dapat dilakukan respirasi kendali. &. 8alam system semi open alat anestesi dilengkapi dengan reservoir bag selain reservoir bag, ada pula yang masih ditambah dengan klep 2 arah, yang mengarahkan udara ekspirasi keluar, klep ini disebut non rebreating valve. 8alam sistem ini tingkat keborosan dan polusi kamar operasi lebih rendah dibanding system open. 6. 8alam sistem semi 7losed, udara ekspirasi yang mengandung gas anestesi dan oksigen lebih sedikit dibanding udara inspirasi, tetapi mengandung :O & yang lebih tinggi, dialirkan menuju tabung yang berisi sodalime, disini :O& akan diikat oleh sodalime. *elanjutnya udara ini digabungkan dengan 7ampuran gas anestesi dan oksigen dari sumber gas (@D@ < Fresh Gas Flow) untuk diinspirasi kembali. elebihan aliran gas dikeluarkan melalui klep over flow. arena udara ekspirasi diinspirasi lagi, maka pemakaian obat anestesi dan oksigen dapat dihemat dan kurang menimbulkan polusi kamar operasi. %. 8alam system 7losed prinsip sama dengan semi 7losed, tetapi disini tidak ada udara yang keluar dari sistem anestesi menuju udara bebas. Penambahan oksigen dan gas anestesi harus diperhitungkan, agar tidak kurang sehingga menimbulkan hipoksia dan anestesi kurang adekuat, tetapi juga tidak berlebihan, karena pemberian yang berlebihan bisa berakibat tekanan makin meninggi sehingga. menimbulkan pe7ahnya alveoli paru. *istem ini adalah sistem yang paling hemat obat anestesi dan tidak menimbulkan polusi. Pada system 7losed dan semi7losed juga disebut system rebreathing, karena udara ekspirasi diinspirasi kembali, sistem ini juga perlu sodalime untuk membersihkan :O &. Pada system open dan semi open juga disebut system nonrebreathing karena tidak ada udara ekspirasi yang diinspirasi kembali, system ini tidak perlu sodalime. $ntuk menjaga agar pada system semi open tidak terjadi
1
rebreathing, aliran 7ampuran gas anestesi dan oksigen harus 7epat, biasanya diberikan antara & B 6 kali menit volume respirasi penderita.
*ystem
-ebreathing
Open *emi open *emi 7losed :losed
-eservoir bag
*odalime
Tingkat polusi
Tingkat keborosan
kamar operasi
obat
5ila obat anestesi seluruhnya menggunakan obat intravena, maka disebut anestesi intravena total (total intravenous anesthesia
1-
meningkat, menggantikan posisi obat anestesi yang berdifusi menuju ke alveoli. Akibat terjadinya difusi obat anestesi inhalasi dari dalam darah menuju ke alveoli, maka kadarnya di dalam darah makin menurun. Turunnya kadar obat anestesi inhalasi tertentu di dalam darah, selain akibat difusi di alveoli juga akibat sebagian mengalami metabolisme dan ekskresi leat hati, ginjal, dan keringat. esadaran penderita juga berangsurangsur pulih sesuai dengan turunnya kadar obatanestesi di dalam darah. 5agi penderita yang mendapat anestesi intravena, maka kesadarannya, berangsurangsur pulih dengan turunnya kadar obat anestesi akibat metabolisme atau ekskresi setelah pemberinya dihentikan. *elanjutnya pada penderita yang dianestesi dengan respirasi spontan tanpa menggunakan pipa endotrakheal maka tinggal menunggu sadarnya penderita, sedangkan bagi penderita yang menggunakan pipa endotrakheal maka perlu dilakukan ekstubasi (melepas pipa ?T). ?kstubasi bisa dilakukan pada aktu penderita masih teranestesi dalam dan dapat juga dilakukan setelah penderita sadar. ?kstubasi pada keadaan setengah sadar membahayakan penderita, karena dapat terjadi spasme jalan napas, batuk, muntah, gangguan kardiovaskuler, naiknya tekanan intra okuli dan naiknya tekanan intra 7ranial. ?kstubasi pada aktu penderita masih teranestesi dalam mempunyai resiko tidak terjaganya jalan nafas, dalam kurun aktu antara tidak sadar sampai sadar. Tetapi ada operasi tertentu ekstubasi dilakukan pada aktu penderita masih teranestesi dalam. Pada penderita yang mendapat balan7e anestesi maka ekstubasi dilakukan setelah napas penderita adekuat. $ntuk memper7epat pulihnya penderita dari pengaruh mus7le rela>ant maka dilakukan reverse, yaitu memberikan obat antikolinesterase. *ebagian ahli anestesi tetap memberikan reverse alaupun napas sudah adekuat bagi penderita yang sebelumnya mendapat mus7le rela>ant. *ebagian ahli anestesi melakukan ekstubasi setelah penderita sadar, bisa diperintah menarik napas dalam, batuk, menggelengkan kepala dan menggerakkan ekstremitas. Penilaian yang lebih obyektif tentang seberapa besar pengaruh mus7le rela>ant adalah dengan menggunakan alat nerve stimulator.
2$
Adapun setelah prosedur diatas selesai, pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan terus diobservasi dengan 7ara menilai AldretteHs s7ore nya, nilai / 21 bisa dipindahkan ke ruang peraatan, ;/ observasi se7ara ketat, kurang dari ; pindahkan ke +:$, penilaian meliputi
=al yang dinilai 2. esadaran
!ilai
*adar penuh
&
5angun bila dipanggil
2
Tidak ada respon &. -espirasi
1
8apat melakukan nafas dalam, bebas, dan dapat batuk
&
*esak nafas, nafas dangkal atau ada hambatan
2
Apnoe 6. *irkulasi perbedaan dengan tekanan preanestesi
1
Perbedaan &1
&
Perbedaan ;1
2
Perbedaan lebih dari ;1 %. Aktivitas dapat menggerakkan ekstremitas atas perintah
1
% ekstremitas
&
& ekstremitas
2
Tidak dapat ;. 4arna kulit
1
!ormal
&
Pu7at, gelap, kuning atau berbintikbintik
2
:yanoti7
1
21
BAB IPE'BAHASAN
Tn. A#, %& tahun datang ke rumah sakit pada 0 #ei &12 dengan diagnosis pro operatif Soft Tissue Tumor regio coli dextra et sinistra dan memasuki ruang operasi untuk menjalani operasi biopsi eksisi pukul 1/.11 4+5. 8ari anamnesis terdapat keluhan benjolan di leher kiri dan kanan sejak 6 tahun *#-*. *etelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien dinyatakan
tumor jinak, dokter menganjurkan untuk dilakukan operasi biopsi eksisi pada benjolan tersebut. 8ari pemeriksaan laboratorium hematologi yang dilakukan tanggal &3 April &12. =b 26,2 g
Pasien tidak memerlukan tindakan operasi emergensi, sehingga pasien perlu dipuasakan selama jam terlebih dahulu. Tujuan puasa adalah untuk men7egah terjadinya aspirasi isi lambung karena regurgitasi atau muntah pada saat dilakukannya tindakan anestesi akibat efek samping dari obatobat anestesi. Pemberian 7airan pada pasien ini yaitu mengganti kebutuhan 7airan pada pasien puasa, evaporasi, dan kehilangan darah saat operasi berlangsung. )indakan Anestesi
22
Operasi aparotomi dilakukan pada tanggal 22 #ei &12. Pasien masuk keruang O 2 pada pukul 1/.11 4+5 dilakukan pemasangan Non invasive blood pressure (!+5P) dan O& dengan hasil T8 2&11 mm=gM !adi /1>
arena dilakukan operasi biopsi ekasisi pada daerah 7olli
sinistra, dipilih untuk dilakukan intubasi endotrakeal agar tidak mengganggu operator sepanjang operasi dan supaya pasien tetap dianestesi dan dapat bernafas dengan adekuat. Pasien disungkupkan dengan sungkup muka yang telah terpasang pada mesin anestesi yang menghantarkan gas (sevoflurane) dengan ukuran & volG dengan oksigen dari mesin ke jalan napas pasien sambil melakukan bagging selama kurang lebih 6 menit untuk menekan pengembangan paru dan juga menunggu kerja dari pelemas otot sehingga mempermudah dilakukannya pemasangan endotrakheal tube. Penggunaan sevofluran dipilih karena sevofluran mempunyai efek induksi dan pulih dari anestesi lebih 7epat dibanding dengan gas lain, dan baunya pun lebih harum dan tidak merangsang jalan napas sehingga digemari untuk induksi anestesi dibanding gas lain seperti isoflurane atau halotan. ?fek terhadap kardiovaskular pun relatif stabil dan jarang menyebabkan aritmia. Pemasangan E))
Penyulit intubasi (*kala ?#O!) L**k e1ternay jejas (), gigi goyang (), ompong (), lidah besar (),
leher pendek () E2a!ate /3/34 r!e 5aik 'aam&ati 5rade I O,str!ti*n Tidak ada Nek m*,iity kaku ()
8ilakukan pemasangan ?TT dengan ukuran 3.;. +ntubasi berhasil dilakukan tanpa hambatan. emudian dialirkan sevofluran & volG, oksigen sekitar ;1 ml
23
napas &1 >
Perdarahan pada operasi ini kurang lebih &1 77. Total 7airan yang diberikan pada pasien ini, sejumlah &611 -inger aktat. Pada pukul 10.11 4+5, sebelum selesai pembedahan dilakukan pemberian analgetik, injeksi ketorola7 61 mg diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri akut sedang sampai berat setelah prosedur pembedahan. Pada pukul
10.2;
4+5, pembedahan selesai
dilakukan, dengan
pemantauan akhir T8 221<31 mm=gM !adi /%>
2#
DA%)AR PUS)AKA
2. 5oulton T5, 5logg :?. 200%. Anestesiologi. ?disi 21. ?D: 'akarta. =al 3/. &. 8obson #5. 200%. Anaesthesia at the distri7t hospital. 4=O. ?D: 'akarta 6. ?dard, #.4. 200&. Premedi7ation. 8alam 8.?. ongne7ker dan @. #urphy. +ntrodu7tion to Anesthesia. *aunders, Philadephia %. 'usrafli, ', *aid A. atief. 20/0.Anestesi $mum. dalam Anesthesiologi. @$+ 'akarta,. =al. 6%3, 0621&. ;. ennon, P. 2006. Administration of Deneral Anesthesia. 8alam '.. 8avison, 4.P ?7khard dan 8.A. Perese. :lini7al Anesthesia Pro7edures of the #assa7hussetts Deneral =ospital. ittle 5ron, 5oston . #organ, D.?. dan #ikhail, #.*. 200. :lini7al Anesthesiology. Appleton and ange, *tamford 3. *unatrio, *. &111. -esusitasi :airan. @$+ 'akarta. =al %6;;.
2%