BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Makanan termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial dalam kehidupan manusia. Jaminan akan keamanan pangan merupakan hak asasi konsumen. Keracunan makanan yang terjadi di masyarakat seringkali menelan korban jiwa. Kita perlu mewaspadai makanan yang mengandung bakteri patogen dan zat-zat beracun yang dijual dan beredar di pasaran. Keracunan pangan atau foodborne disease (penyakit bawaan makanan), terutama yang disebabkan oleh bakteri patogen masih menjadi masalah yang serius di berbagai negara termasuk Indonesia. Produk pertanian sebagai sumber pangan, baik pangan segar maupun olahan, harus selalu terjamin keamanannya agar masyarakat terhindar dari bahaya mengkonsumsi pangan yang tidak aman. Dengan menghasilkan produk pertanian atau bahan pangan yang aman dan bermutu maka citra Indonesia di lingkungan masyarakat internasional akan meningkat pula (Rahayu, 2005). Menurut Undang-Undang No.7 tahun 1996, keamanan pangan didefinisikan sebagai suatu, dan membahayakan kesehatan manusia. Makanan yang kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan aman adalah yang tidak tercemar, tidak mengandung mikroorganisme atau bakteri dan bahan kimia berbahaya, telah diolah dengan tata cara yang benar sehingga sifat dan zat gizinya tidak rusak, serta tidak bertentangan dengan kesehatan manusia. Karena itu, kualitas makanan, baik secara bakteriologi, kimia, dan fisik, harus selalu diperhatikan (Made Astawan, 2010). Mikroba patogen dapat ditemukan di mana saja, di tanah, air, udara, tanaman, binatang, bahan pangan, peralatan untuk pengolahan bahkan pada tubuh manusia. Mikroba patogen p atogen dapat terbawa sejak bahan pangan masih hidup di ladang, kolam, atau kandang ternak. Keberadaannya makin meningkat setelah bahan pangan mengalami kematian. Bahan pangan mengandung gizi tinggi sehingga merupakan media yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan berbagai mikroba. Dengan karakteristik yang khas, produk ternak merupakan media yang disukai mikroba sebagai tempat tumbuh dan berkembang. Setelah dipotong, mikroba mulai merusak jaringan 1
sehingga bahan pangan hewani cepat mengalami kerusakan bila tidak mendapat penanganan yang baik. Mikroba pada produk ternak terutama berasal dari saluran pencernaan. Selain ada yang menguntungkan, keberadaan mikroba merugikan kerap terjadi sehingga sering menimbulkan gangguan pada manusia. Pangan asal ternak berisiko tinggi terhadap cemaran mikroba pembusuk atau patogen yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Campylobacter jejuni merupakan salah satu bakteri patogen yang mencemari ayam maupun karkasnya. Cemaran bakteri ini pada ayam tidak menyebabkan penyakit, tetapi mengakibatkan penyakit yang dikenal dengan nama campylobacteriosis pada manusia. Penyakit tersebut ditandai dengan diare yang hebat disertai demam, kurang nafsu makan, muntah, dan leukositosis, (Admin, 2010a). Menurut Poloengan et al. (2005), 20−100% daging ayam yang dipasarkan di Jakarta,
Bogor, Sukabumi, dan Tangerang tercemar bakteri C. jejuni. Oleh karena itu, berkembangnya industri jasa boga di Indonesia perlu mendapatkan perhatian, terutama dalam kaitannya dengan penyediaan pangan yang berasal dari unggas.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana taksonomi dari Campylobcter Jejuni ? 1.2.2 Bagaimana morfologi dari Campylobacter Jejuni ? 1.2.3 Bagaimana sifat biakan dari Campylobacter Jejuni ? 1.2.4 Bagaimana pathogenesis dari Campylobacter Jejuni ? 1.2.5 Bagaimana proses penularan Campylobacter Jejuni ke manusia ? 1.2.6 Bagaimana terjadinya Campylobacteriosis ? 1.2.7 Bagaimana Gejala Klinis Campylobacter Jejuni ? 1.2.8 Bagaimana diagnosis dari Campylobacter Jejuni ? 1.2.9 Bagaimana pengobatan dari Campylobacter Jejuni ? 1.2.10 Bagaimana pencegahan dari Campylobacter Jejuni ? 1.2.11 Bagaimana epidemiologi dari Compylobacter Jejuni ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengtahui taksonomi dari Campylobacter Jejuni. 1.3.2 Untuk mengetahui morfologi dari Campylobacter Jejuni. 2
1.3.3 Untuk mengetahui sifat biakan dari Campylobacter Jejuni. 1.3.4 Untuk mengetahui pathogenesis dari Campylobacter Jejuni. 1.3.5 Untuk mengetahui proses penularan Campylobacter Jejuni ke manusia. 1.3.6 Utuk mengetahui terjadinya Campylobacteriosis 1.3.7 Untuk mengetahui gejala klinis dari Compylobacter Jejuni. 1.3.8 Untuk mengetahui diagnosis dari Campylobacter Jejuni. 1.3.9 Untuk mengetahui pengobatan dari Campylobacter Jejuni. 1.3.10 Untuk mengetahui pencegahan dari Campyobacter Jejuni. 1.3.11 Untuk mengetahui epidemiologi dari Campylobacter Jejuni.
1.4 Manfaat
Agar dapat menambah wawasan tentang bahaya dai infeksi Compylobacter Jejuni agar dapat disebarkan luaskan ke masyarakat, sebagai sumber informasi yang dapat dipercaya sehingga masyarakat diharapkan lebih mewaspadai bahaya yang akan ditimbulkan dari dan diharapkan dapat menjadi tambahan pengetahuan dan dapat menjadi aplikasi teori Bakteriologi .
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TAXONOMI Campylobacter jejuni
Pada tahun 1991 revisi dari taxonomi dan nomenklatur dari genus Campylobacter di usulkan. Campylobacteraceae mencakup dua genera yang memiliki kaitan erat yakni Campylobacter dan Aerobacter. Selanjutnya menurut Bergey’s Manual, genus Campylobacter terdiri dari enam belas spesies dan enam subspecies. Dari 16 spesies dari genus Campylobacter teridentifikasi sampai saat ini, setidaknya delapan telah diidentifikasi berpotensi patogen terhadap pencernaan manusia diantaranya : C. jejuni, C. coli, C. lari, C. janin, C. upsaliensis, C. sputorum, C. concisus, dan C. curvus.
Berikut adalah taxonomi dari Campylobacter jejuni. Kingdom
: Bacteria
Phylum
: Proteobacteria
Class
: Epsilonproteobacteria
Order
: Campylobacterales
Famili
: Campylobacteraceae
Genus
: Campylobacter
Spesies
: Campylobacter jejuni (Anonim; 2005)
2.2 MORFOLOGI DAN IDENTIFIKASI
C. jejuni merupakan kuman Gram-negatif , berbentuk lengkung, S dan berbentuk batang
yang bergerak, memiliki panjang 0,5 – 5 µm dan lebar 0,2 – 0,5 µm. Kuman ini dapat bergerak dengan sebuah flagel kutub, dan tidak membentuk spora (Gambar 1). Kuman ini merupakan kuman microaerophilic, sensitive terhadap stress lingkungan seperti oksigen 21%, pemanasan, pengeringan, desinfektan dan kondisi asam. Karena kuman microaerophilic dapat hidup dengan baik pada oksigen 3-5% dan 2-10% CO2. Pada pemeriksaan mikroskopik feses menunjukkan adanya sejumlah kuman yang meluncur kesana kemari disertai darah dan netrofil. Tumbuh pada perbenihan selektif di dalam 4
sungkup lilin. C. jejuni dieramkan pada suhu 42oC kuman akan tumbuh baik sementara kuman feses pencernaan lainnya tumbuh kurang baik pada suhu ini.
Gambar 1. Gambaran kuman C. jejuni dilihat pada mikrosokop Scanning elektron mikrograf
C. jejuni juga menyebabkan infeksi aliran darah (bakteremia), terutama pada penderita
kencing manis atau kanker. C. jejuni tidak dapat memfermentasi karbohidrat, sehingga energi yang diperoleh dari asam amino atau dari komponen-komponen intermediet pada siklus asam trikarboksilat. Kuman ini juga mampu merdekusi nitrat dan hamper semua strain C. jejuni menghidrolisi hipurat.
2.3 Sifat Biakan Sifat biakan merupakan hal terpenting dalam isolasi dan identifikasi C. jejuni . Diperlukan perbenihan selektif ,dan pengeraman harus dilakukan dalam atmosfer dengan O2 yang lebih rendah ( 5% O2) dan lebih banyak CO2 (10% CO2). Suatu cara mudah untuk mendapatkan lingkungan pengeraman ini adalah dengan menempatkan lempeng pada tabung penegeraman anaerob tanpa katalis, dan memberi gas dengan pembangkit gas atau penukaran gas. Semua Campylobacter dapat tumbuh pada suhu 37o C sedangkan, spesies Campylobacter 5
termofilik seperti C. jejuni, C. lari, dan C. coli dapat tumbuh dengan baik pada 42oC. Pengeraman lempeng pertama harus dilakukan pada suhu 42 - 43oC. Meskipun C. jejuni tumbuh baik pada suhu 36 - 37oC, pengeraman pada suhu 42oC akan menghambat pertumbuhan banyak kuman lainnya yang ada difeses, sehingga akan memudahkan identifikasi C. jejuni. Beberapa perbenihan selektif yang banyak digunakan adalah: perbenihan Skirrow, yang memakai gabungan vankomisin, polimiksin B, dan trimetoprin; perbenihan Campy BAP juga menyertakan sefalotin. Kedua perbenihan tersebut digunakan untuk isolasi C. jejuni pada suhu 42oC; jika dieramkan pada suhu 36-37oC, perbenihan Skirrow dapat membantu isolasi kampilobakter lainnya,tetapi perbenihan Campy BAP tidak , karena banyak kampilobakter peka terhadap sefalotin. Koloni yang terbentuk cenderung tidak berwarna atauabu-abu. Koloni ini berair,meluas atau bulat dan konveks; kedua tipe koloni dapat muncul pada sebuah pelat agar. Campylobacter bersifat mikroaerofilik,sehingga pertumbuhannya lambat. Oleh karena itu
apabila mengkultur di dalam media, perlu ditambahkan antibiotika untuk mencegah mikroflora lainnya tumbuh lebih cepat, sehingga mengalahkan campylobacter -nya sendiri. Campylobacter jejuni dan Campylobacter coli dapat tumbuh dengan baik pada suhu 42oC dalam suasana
atmosfer dengan 5 - 10% CO2 dan oksigen yang sama banyak. Campylobacter dapat bertahan dalam air pada suhu 4oC selama beberapa minggu, dan dapat bertahan pada suhu di atas 15oC selama beberapa hari. umumnya Campylobacter tidak dapat bertahan sebaik kuman patogen lain seperti Salmonella, tetapi kuman ini dapat bertahan lama dalam makanan yang disimpan pada suhu rendah. Kultur kemudian diinkubasi selama 48-72 jam. Koloni akan tumbuh bulat, meninggi, tembus sinar tetapi tidak transparan (translucent ), dan kadang-kadang bersifat mukoid. Kuman dapat diidentifikasi dengan serangkaian uji biokimia yang saat ini telah ada. Media agar untuk isolasi C. jejuni dari bahan pangan diformulasikan dari kebutuhan ilmu mikrobiologi klinik. Media selektif ini dikembangkan untuk memulihkan mikroba yang diambil dari penderita radang usus, dan kemudian digunakan untuk mengisolasi C. jejuni dari bahan pangan. Beberapa media selektif yang banyak digunakan adalah Skirrow media, mCCDA ( Modified Campylobacter Blood-Free Selective Agar Base), CBPA (Columbia Blood Preston Agar ), media Karmali agar (Campylobacter Agar Base- Suplemen Karmali), CAT (cefoperazone
amphotericin teichoplanin), Campy-BAP dan Butzler media. Selain itu juga digunakan media selektif berupaCefoperazone deoxycholate agar, arang medium selektif berbasis dan semi-padat darah bebas motilitas media . 6
Sampel : feces
BAP,CAT,CBPA Inkubasi 24 jam
Skirrow
dengan suhu
inkubasi 370C
420C
24 jam
Koloni : putih, sedang, bulat, translucent, mukoid
1 koloni + 1 tetes H2O2 3 % (+) gelembung
Gambar 2. (A) Darah bebas, arang berbasis agar media selektif (CSM), (B) Columbia Blood Preston Agar untuk isolasi Campylobacter jejuni
Karena diperlukan perbenihan selektif dan kondisi pengeraman tertentu untuk pertumbuhan, suatu uji yang singkat diperlian untuk identifikasi.C. jejuni bersifat patogen terhadap manusia bersifat oksidase dan katalase positif.C. jejuni tidak mengoksidasi atau
7
meragikan karbohidrat. Sediaan apus yang diwarnai dengan Gram menunjukan morfologi yang khas. Reduksi nitrat, pembentukan hydrogen sulfida, tes hipurat, dan kepekaan terhadap antimikroba dapat digunakan untuk mengidentifikasi spesies lebih lanjut.
2.4 PATOGENESIS DAN PATOLOGI
Infeksi kuman C. jejuni berasal dari makanan (misalnya susu yang tidak dipasteurisasi), minuman (air terkontaminasi), kontak dengan hewan yang terinfeksi (unggas, anjing, kucing, domba dan babi), feses hewan atau melalui makanan yang terkontaminasi seperti daging ayam yang belum dimasak dengan baik. Kadang-kadang infeksi dapat menyebar melalui kontak langsung orang per orang, hewan yang terinfeksi atau ekskretanya serta aktivitas seksual analgenital-oral sebagai transmisi. Campylobacter spesies sensitif terhadap asam klorida dalam lambung, dan pengobatan antasida dapat mengurangi jumlah inokulum yang diperlukan untuk menyebabkan penyakit. C.jejuni berkembang biak di usus kecil, menginvasi epitel, menyebabkan radang yang
mengakibatkan munculnya sel darah merah dan darah putih pada tinja. Kadang - kadang C.jejuni masuk ke dalam aliran darah sehingga timbul gambaran klinik demam enterik. Invasi jaringan yang terlokalisasi serta aktivitas toksin menyebabkan timbulnya enteritis (prevalensinya lebih tinggi). C.jejuni dapat menyebabkan diare melalui invasi kedalam usus halus dan usus besar.Ada 2 tipe toksin yang dihasilkan, yaitu cytotoxin dan heat-labile enterotoxin. Perubahan histopatologi yang terjadi mirip dengan proses ulcerative colitis.
8
Gambar 3. Tahapan patogenesa Campylobacter jejuni menginfeksi usus
Gambar 3 menunjukan patogenesis C. jejuni dimana pada tahap awalnya adalah kemotaksis dan motilitas kuman menuju sel epitel usus, diikuti dengan adhesi, invasi dan berkembang di dalam vakuola sel usus. Di dalam sel usus kuman memproduksi Cytolethal Distending Toxin (CDT) yang menyebabkan kerusakan pada sel usus. Kerusakan sel usus
tersebut menyebabkan peradangan pada usus (enteritis) dengan gejala klinis diare cair dan kadang berdarah.
2.5 PROSES PENULARAN Campylobacter jejuni KE MANUSIA
Kuman C.jejuni merupakan penyebab utama enteritis pada manusia dan juga menyebabkan diare pada sapi, anjing, kucing dan primata non-manusia. Spesies ini juga sebagai penyebab mastitis pada sapi dan aborsi di domba. Pada ayam, kalkun, merpati, gagak dan burung camar dan liar burung, kuman ini merupakan bagian dari flora usus normal. Kejadian infeksi Campylobacter berhubungan dengan materi berupa susu, daging ayam, air dan air tanah. Infeksi pada C. jejuni masuk melalui mulut bersama makanan (misalnya susu yang tidak dipasteurisasi), minuman (air terkontaminasi), kontak dengan hewan yang terinfeksi (unggas, anjing, kucing, domba dan babi) atau dengan feses hewan melalui makan yang 9
terkontaminasi seperti daging ayam yang belum dimasak dengan baik. Kadang-kadang infeksi dapat menyebar melalui kontak langsung dari manusia ke manusia atau hewan yang terinfeksi atau ekskretanya serta aktivitas seksual anal-genital-oral sebagai transmisi.
Gambar 4. Proses infeksi kuman Campylobacter jejuni ke manusia
Campylobacter biasanya ada bersamaan dengan mikroorganisme pathogen lainnya seperti E.coli, Salmonella dan Cryptospodium. Penyakit ini sering terjadi pada tempat-tempat umum seperti sekolah, pusat-pusat penitipan anak, rumah perawatan, tempat pelatihan dan rumah sakit. Hal tersebut dimungkinkan terjadi karena sanitasi yang kurang baik dan adanya kontaminasi silang saat menyiapkan makanan. Bahan makanan yang sering menyebabakan infeksi Campylobacter antara lain daging ayam, kalkun, sapi, babi, ikan dan susu. Makanan lainnya yang sering terkontaminasi adalah seafood mentah seperti tiram dan jamur. Campylobacter peka terhadap tekanan oksigen, temperatur dan pengeringan. Transmisi melalui vektor sangatlah penting terhadap penyebaran pathogen ini. Yang menjadi vektor ini antara lain hewan liar dan hewan domestik. Burung liar yang menjadi vektor antara lain merpati, burung camar dan gagak. Burung liar ini juga dapat menyebarkan pathogen ini ke air danau sehingga mengkontaminasi air disekitarnya sehingga air menjadi sumber dari C. jejuni.
10
Survey menunjukkan 20% – 100% daging ayam retail tercemar C. jejuni. Hal ini tidak mengejutkan karena pada ayam yang sehat didalam ususnya mengandung kuman ini sebagai flora yang biasa berada pada usus ayam. Pada transmisi C. jejuni pada daing ayam, produk yang paling sering menyebabkan Campylobacteriosis adalah pemasakan daging yang tidak masak, organ ayam (hati, jantung dan gizzard), bagian caudal yaitu kaki dan sayap ayam. C. jejuni dapat bertahan dipermukaan daging segar selama lebih dari enam hari.
2.6 CAMPYLOBACTERIOSIS
Angka kejadian campylobacteriosis pada pasien penderita diare hampir sama dengan kejadian salmonellosis atau shigellosis. Hasil penelitian di negara Amerika menunjukkan angka kejadian salmonelosis berkisar 300-1500 kasus/100.000 penduduk, infeksi Escherichia coli 30 kasus/tahun (SPARLING, 1998) dan campylobacteriosis 1/1000 orang. Laporan dari negara Inggris dan Wales, lebih dari 1% populasi terinfeksi setiap tahunnya dengan kerugian ekonomi mencapai £ 12 million. Sebaliknya di Indonesia hanya sedikit informasi mengenai infeksi C. jejuni pada manusia, salah satunya adalah yang dilaporkan oleh BALITVET, Bogor pada tahun
1984 yaitu tentang kasus keracunan susu C. jejuni di Jawa Barat. Masa inkubasi campylobacteriosis pada manusia umumnya 2 – 4 hari ketika kuman mengalami multiplikasi dalam usus dan mencapai jumlah 106 – 109 per gram feses. Untuk terjadinya infeksi hanya diperlukan sekitar 800 kuman C. jejunidengan gejala klinis berupa demam, diare, muntah dan sakit perut. C. jejuni menghasilkan enterotoksin yang mirip dengan penyakit kolera dan toksin Escherichia coli. Banyak kejadian Campylobacteriosis pada manusia bersifat sporadik. Kejadian dari penyakit ini memiliki karakteristik epidemiologik yang berbeda dari infeksi sproradik. Penyakit umumnya terjadi pada musim semi dan gugur. Konsumsi susu mentah sebagai sumber infeksi pada 30 dari 80 kejadian luar biasa Campylobacteriosis pada manusia, seperti yang dilaporkan oleh CDC antara tahun 1973 dan 1992. Terjadinya penyakit ini disebabkan oleh mengkonsumsi susu mentah pada saat kunjungan anak sekolah ke peternakan selama musim sedang. Sebaliknya, puncak Campylobacter sporadic terjadi selama musim panas. Faktor resiko lainnya yang proporsinya lebih kecil dari penyakit sproradik diantaranya minum air yang tidak dimasak dengan baik, perjalanan ke luar negeri, mengkonsumsi babi panggang atau sosis, minum susu mentah atau susu botol, kontak dengan anjing atau kucing, 11
khususnya binatang kesayangan anak-anak atau binatang kesayangan yang terkena diare. Penyebaran dari manusia ke manusia tidak umum terjadi. Pangan asal hewan merupakan faktor penting dalam penyebaranCampylobacter jejuni terhadap manusia. Umumnya orang tidak menyadari bahwa penyakit sakit perut yang dialami merupakan penyakit yang disebabkan oleh apa yang mereka makan. Biasanya mikroba dalam makanan seperti daging atau telur yang dimasak kurang matang, penanganan produk yang salah, atau tercemarnya produk oleh kotoran hewan. Beberapa penderita bisa sembuh tanpa pergi ke dokter, tetapi beberapa yang lainnya tidak sembuh. Satu dari 1000 orang yang diidentifikasi terinfeksi kumanCampylobacter jejuni Guillain Barre, suatu penyakit kronis yang secara perlahan menimbulkan kelumpuhan badan dari kaki ke atas.
2.7 GEJALA KLINIS
Masa inkubasi campylobacteriosis pada manusia umumnya 2 – 4 hari ketika kuman mengalami multiplikasi dalam usus dan mencapai jumlah 106 – 109 per gram feses. Untuk terjadinya infeksi hanya diperlukan sekitar 800 kuman C. jejuni dengan gejala klinis berupa demam, diare, muntah dan sakit perut. C. jejuni menghasilkan enterotoksin yang mirip dengan penyakit kolera dan toksin Escherichia coli. Umumnya orang tidak menyadari bahwa penyakit sakit perut yang dialami merupakan penyakit yang disebabkan oleh apa yang mereka makan. Biasanya mikroba dalam makanan seperti daging atau telur yang dimasak kurang matang, penanganan produk yang salah, atau tercemarnya produk oleh kotoran hewan. Beberapa penderita bisa sembuh tanpa pergi ke dokter, tetapi beberapa yang lainnya tidak sembuh. Satu dari 1000 orang yang diidentifikasi terinfeksi kuman Campylobacter jejuni Guillain Barre, suatu penyakit kronis yang secara perlahan menimbulkan kelumpuhan badan dari kaki ke atas. Secara umum gejala klinis pada manusia yang disebabkan oleh kuman Campylobacter jejuni adalah sebagai berikut :
1. Keluhan abdominal seperti mulas, nyeri seperti kolik, mual / kurang napsu makan,muntah,demam, nyeri saat buang air besar (tenesmus), kejang perut akut, lesu, sakit kepala, demam antara 37,8-40°C, malaise, pembesaran hati dan limpa, serta gejala dan tanda dehidrasi.
12
2. Kadang infeksi bisa menyerang katup jantung (endokarditis) dan selaput otak dan medulla spinalis (meningitis). 3. Penyakit enterik akut disertai invasi kepada usus halus dan menyababkan nekrosis berdarah. 4. Diare hebat/ ekplosif disertai dengan adanya banyak darah, lendir, lekosit PMN (polimorfonuklear) dan kuman pada tinja bila diperiksa secara mikroskopis. 5. Dapat dikacaukan dengan radang usus buntu dan kolitus ulseratif 6. Jika tidak diobati , 20% penderita mengalami infeksi berkepanjangan dan sering kambuh
2.8 DIAGNOSIS LABORATORIUM A. Bahan : Tinja diare merupakan bahan yang umum. Campylobacter dari specimen yang
lain umumnya ditemukan secara tidak sengaja atau ditemukan pada saat berjangkitnya penyakit yang telah diketahui. B. Sediaan Apus : Sediaan apus dari tinja yang diwarnai degan gram akan menunjukkan
batang berlapangan gelap atau kontras fase akan menunjukkan gerakan melesat yang kh s oleh bakteri ini.
C. Biakan : Biakan pada perbenihan selektif yang disebutkan diatas merupakan tes penentu dalam diagnosis enteritis C.jejuni . Bila diperkirakan ada spesies Campylobacter lain, harus digunakan perbenihan tanpa sefalotin dan dieramkan pada suhu 36-37o C.
Infeksi Campylobacter harus dicurigai pada pasien dengan demam dan diare akut, terutama yang dengan darah dan lendir terlihat pada tinja termasuk wisatawan internasional. Karena presentasi klinis mirip dengan yang terlihat dengan enterikumum lainnya kuman patogen seperti Salmonella, Shigella, Yersinia, Clostridium difficile, dan E. coli O157:H7,sebuah dugaan diagnosis
berdasarkan
presentasi
klinis
tidak
dapat
dibuat. Diagnosa
dibuat dengan
mengisolasi campylobacters dari sampel tinja.Spesimen untuk kultur harus memiliki ekspour minimal untuk oksigen dan diproses dalam waktu 24 jam. Campylobacters adalah gram negative spiral atau berbentuk S batang yang nonspore pembentuk dan sangat motil. Pewarnaan Gram dari tinja diare menunjukkan melengkung atau berbentuk spiral gram negative batang, dan melesat motiltas pada darkfield atau mikroskop fase kontras ini. Diagnosis pasti berdasarkan biakan tinja dalam kondisi mikroaerofilik (5% - 10%ksige, 1% - 10% 13
karbondioksida, nitrogen 85%) menggunakan selektif darah berbasis antibiotic yang diperkaya media seperti Blasser atau media Skirrow. Semua species Campylobacter adalah oksidase dan katalase positif dan tumbuh pada 37o C. C.jejuni dan Escherica coli tumbuh optimal pada suhu 42o C dan ini adalah pertumbuhan diferensial yang digunakan dalam laboratorium mikrobiologi klinik. C.jejuni sendiri dapat dibedakan dengan yang lain karena kemampuannya untuk menghidrolisis hippurate. Campylobacter lambat berkembang dan inkubasi kultur feces dilakukan selama minimal 48 jam. Organisme ini juga umumnya rapuh dan dapat dihancurkan oleh panas, pengeringan, keasaman, dan desinfektan.
2.9 PENGOBATAN
Secara umum pengobatan untuk pasien yang mengalami infeksi Campylobacter adalah dengan pemberian antibiotic terutama untuk pasien dengan gejala yang serius misalnya sakit perut diare yang berkepanjangan. Penggantian cairan tubuh dengan peningkatan glucoseelectrolyte solutions melalui oral merupakan cara terpenting pada terapi pasien yang terinfeksi Campylobacter. Spesies ini telah resisten terhadap beberapa antibiotik, khususnya florokuinolon dan makrolida, serta bersifat zoonotik. Organisme patogen ini semakin resisten terhadap antibiotik, terutama fluoroquinolones dan macrolides, yang merupakan antimikroba yang paling sering digunakan untuk pengobatan campylobakteriosis ketika terapi klinis diperlukan. Sebagai patogen zoonosis, Campylobacter telah reservoir hewan yang luas dan menginfeksi manusia melalui kontaminasi air, makanan atau susu. Penggunaan antibiotik pada peternakan hewan dan obat manusia, dapat mempengaruhi perkembangan resisten antibiotik Campylobacter. Berbagai antibiotik digunakan untuk mengobati infeksi ini, baik secara tunggal maupun digabung dengan antibiotik lainnya. Beberapa antibiotic yang bisa digunakann untuk pengobatan infeksi Campylobacter ini antaranya eritromisin,siprofloksasin, gentamisin, tetrasiklin, ciprofloxacin dan enrofloxacin.
2.10 PENCEGAHAN
Campylobacter jejuni dapat dicegah dan dikendalikan, dengan mengkonsumsi makanan
atau bahan pangan segar daripada makanan atau bahan pangan yang telah diawetkan atau dengan mengkonsumsi makanan yang telah diproses dekontaminasi yang terkontrol dengan baik seperti 14
pasteurisasi, sterilisasi dan direbus, contoh makanan yang aman yaitu susu yang telah dipasteurisasi, roti, tepung, jam, madu, pikel, dan manisan buah. Pencegahan yang lain yaitu dengan menjaga kebersihan diri (mencuci tangan dengan sabun, khususnya selama mengolah makanan.) dan kebersihan lingkungan. Menurut Bill Marler, langkah yang paling penting dan dapat diandalkan untuk mencegah infeksi Campylobacter adalah memasak semua produk unggas dengan benar dengan cara : 1. Pastikan bahwa bagian paling tebal dari burung (pusat dada) mencapai 840C atau lebih tinggi. Disarankan bahwa suhu mencapai 690C setidaknya untuk bahan pengisi dan 740C untuk produk daging ayam giling, sedangkan untuk paha dan sayap dimasak hingga lemaknya keluar. 2. Pertimbangkan untuk menggunakan makanan iradiasi dalam dosis yang disetujui telah ditunjukkan untuk menghancurkan sedikitnya 99,9% dari patogen bawaan makanan yang umum termasuk Campylobacter, yang berhubungan dengan daging, unggas, dan kontaminasi sekunder produk segar. 3. Pastikan bahwa makanan lain seperti buah dan sayur tidak pernah kontak dengan pisau untuk memotong daging atau unggas atau peralatan yang digunakan selama pemotongan. 4. Jangan meninggalkan makanan di luar ruangan dengan kondisi terbuka selama lebih dari 2 jam. 5. Hindari produk susu mentah dan air tanah tanpa perlakuan (klorinasi atau dimasak). 6. Cuci buah dan sayuran dengan benar terutama jika dimakan mentah. Jika memungkinkan sayurn dan buah dikupas terlebih dahulu. 7. Cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air, terutama pada ujung jari dan lipatan kuku dan dikeringkan dengan kertas sekali pakai setelah kontak dengan hewan peliharaan, terutama anak-anak anjing, atau hewan ternak. Selain untuk memperhatikan kebersihan panagan, dewasa ini telah dikembangkan beberapa teknik untuk mencegah terjadinya infeksi Campylobacter. Teknik-teknik ini adalah teknik competitive exclusion (CE) dan teknik iradiasi. 1.
Teknik Competitive Exclusion (CE) Pada tahun 1973 Nurmi dan Rantala telah memeperkenalkan konsep Competitive Exclusion untuk mengrangi infeksi Salmonella. Flora intestin dari ayam dewasa dimasukkan dalam burung muda sebagai suspense fecal dropping atau sebagau subkultur anaerob. Diyakini bahwa 15
pertumbuhan anaerob dari kuman CE dapat mengurangi Salmonella. Kondisi yang sama juga diharapkan dapat mengurangi C. jejuni. Kendala yang dihadapi adalah kemungkinan adanya jasad pathogen bagi manusia atau burung karena jasad yang ada tidak di identifikasi terlebih dahulu dan tidak dapat diterapkan disemua negara karena jasad yang ada belum tentu sama. Guna untuk meningkatkan efektivitas CE dapat dilakukan dengan cara mengetahui jasad yang ada dan digunakan jasad yang mampu menghasilkan metabolic antagonistic terhadap C. jejuni sehingga populasinya dapat ditekan atau dilakukan dengan diet karbohidrat.
2.
Teknik Iradiasi Iradiasi gamma telah digunakan sebagai metode pengawetan bahan pangan dibeberapa negara seperti Belgia, Perancis, Jepang dan Belanda. Di Indonesia teknik ini baru digunakan dalam skala laboratorium. Proses dilakukan dengan penyinaran pangan menggunakan kobalt radioisotop (60Co). Iradiasi akan mempengaruhi fungsi metabolism dan fragmentasi DNA yang dapat mengakibatkan kematian sel mikroba, sehingga memperbaiki kualitas mikrobiologi pangan dengan mengurangi jumlah jasad perusak dan pathogen. Berbeda dengan inaktivasi termal, iradiasi pada dosis rendah tidak berpengaruh terhadap sifat sensoris pangan. Beberapa faktor yang mempengaruhi resistensi mikrobia terhadap inaktivasi dengan radiasi adalah komposisi kimia dan fisik bahan, suhu selama iradiasi, aktivasi air dan kondisi sel itu sendiri. Efektivitas dosis iradiasi gamma untuk inaktivasi kuman patogen dipengaruhi oleh kadar protein, lemak dan kandungan air. Pada lingkungan cair pengaruh iradiasi pada kematian meningkat karena radikal bebas yang dihasilkan lebih banyak. Protein dan karbohidrat mempunyai pengaruh melindungi sebagai senyawa yang berkompetisi dengan kuman untuk berinteraksi dengan radikal bebas yang dihasilakn selama hidroisi air.
2.11 EPIDEMIOLOGI
Enteritis Campylobacter Jejuni menyerupai diare bakteri akut lainnya, terutama disentri Shigella. Sumber infeksi mungkin makanan (misalnya susu), kontak dengan manusia atau hewan yang terinfeksi atau ekskretannya, atau kontak seksual oral anal. Berjangkitnya penyakit berasal dari sumber yang umum misalnya, susu yang tidak dipasteurisasi, oleh sebab itu diperlukan tindakan pengendalian kesehatan masyarakat. Manusia pembawa bakteri ada juga, namun peranannya dalam penyebaran penyakit tidak diketahui.
16
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN Dari makalah tentang campylobacter jejuni ini, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa bakteri Compylobacter Jejuni dapat menyerang manusia dan hewan
3.2 SARAN-SARAN Dari makalah tentang campylobacter jejuni ini, mengingat bahaya penyakit yang dapat ditimbulkan, penulis bisa menyarankan agar lebih berhati – hati dalam menjaga kebersihan pangan dan menkonsumsi makanan yang segar dan layak untuk dimakan dan tentunya semua itu akan bisa teratasi dengan menjaga kebersihan diri senndiri terlebih dahulu dan ingat “Mencegah lebih baik daripada mengobati”.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Adedayo, Olayinka dan Beth D. Kirkpatric. 2008. Campylobacter jejuni Infections: Update on
Presentation, Diagnosis, and Management . Burlington
; University of Vermont
College of Medicine.
2. Ali, Sinaa M. 2006. Diagnosis Of Campylobacter Enteritis By Direct Microscopical Examination. Irak ; University of Dohuk
3. Anggreni, Made Ary. 2011. Kuman Patogen Pada Pangan (Campylobacter jejuni). Online ; http://madearyanggreni.blogspot.com/2011/06/kuman-patogen-pada-pangan.html 4. Anonim. 2004. Campylobacter jejuni And Campylobacter coli. Online ; http; //www. oie.int [16 Pebruari 2012] 5. Anonim.2005. Multiple Campylobacter GenomesSequenced .Online; http://www.wikipedia.com/campylobacter [16 Pebruari 2012]. 6. Anonim.
2012. Infeksi
Campylobacter .
Online; http://indonesiaindonesia.com/f/11333-
infeksi-campylobacter/ [20 Pebruari 2012] 7. Dharmojono. 2001. Limabelas penyakit menular dari binatang ke manusia. Jakarta ; Milenia Populer 8. Hidayat, Nur. 1997. Penghambatan Kuman Campylobacter jejuni Pada Bahan Pangan. Jurnal Habitat Volume 8 No. 98. 9. Hu, L., dan D.J. Kopecko. 2003. Campylobacter Spesies. Di dalam Miliotis, M.D. dan J.F. Bier (eds). Internasional Handbook of Foodborne Pathogens. Marcel Dekker Inc., New York 10. mikrounhas.blogspot.com/2012/.../campylobacter-jejuni.ht 11. Ismail, Tamran. 2009. Validasi Sekunder Metode Analisa Campylobacter Jejuni Pada Daging Ayam. Bogor; IPB
12. Jawetz, Ernest, dkk. 2007. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta ; EGC 13. Khoirudin, Muhamad Nanang. 2008. Penentuan Prevalensi Cemaran Campylobacter Jejuni Sampel Potongan Karkas Ayam Di Wilayah Bogor Dan Jakarta Menggunakan Metode Modifikasi Bam 2001. Skripsi. Bogor ; IPB
14. Nakari, Ulla-Maija. Identification and Epidemiological Typing of Campylobacter Strain Isolated From Patients in Finland . Finland ; University of Helsinki
18
15. National Standard Method. 2007. Identification of Campylobacter Species. National Public Health Service of Wales. 16. PHLN. 2000. Campylobacter Infection Case Definition Summary. Public Health Laboratory Network
case
definitions.
Online;
http//
www. health.gov.au/internet/main/publishing.nsf/Content/cda-phlncdcampylobacter.htm/$FILE/campylo.pdf [16 Pebruari 2012] 17. Poloengan,
Masniari,
dkk…… Patogenesis Campylobacter Terhadap
Hewan
Manusia. Makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional Keamanan Pangan
dan
Produk Peternakan
18. Salihu, M.D, dkk. 2009. Prevalence and Biotypes of Campylobacter Species Isolated from Sheep in Sokoto State, Nigeria. International Journal of Animal and Veterinary Advances
1(1): 6-9, 2009. 19. Setiadi.
Rochmiyati.
2007. Mengenal
Foodborne
Disease. Online;
http//www.
//ryaniehealth.blogspot.com/2007/03/mengenal-foodborne-disease.html 20. Stoyanchev, Todor Todorov. Detection Of Campylobacter Using Standard Culture And Pcr Of
16s
Rrna
Gene
In
Freshly
Chilled
Poultry
And
Poultry
Slaughterhouse. Bulgaria ; Trakia University
21. Wicaksono, Ardilasunu. …..Campylobacter jejuni. Bogor : FKH, IPB
19
Products
In
A