SUPPOSITORIA
Supositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur, berbentuk torpedo, dapat melunak, melarut, atau meleleh pada suhu tubuh. Jadi penyimpanan yang ideal untuk suppositoria adalah dalam wadah wadah tertutup baik dan disimpan pada pada tempat yang sejuk. Bobot suppositoria bila tidak dinyatakan lain adalah 3 gram untuk orang dewasa dan 2 gram untuk anak-anak, namun demikian ada beberapa literature yang menyebutkan berbeda. Farmakope Indonesia edisi III menyebutkan, suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dalam bentuk, yang yang diberikan melalui rectal,vaginal atau uretra. Menurut FI edisi IV, supositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bentuk dan bobot, yang diberikan melalui rektum, vagina, dan uretra ; umumnya meleleh, melunak, atau melarut pada suhu tubuh. Supositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat dan sebagai pembawa zat terapeutik yang bersifat lokal ataupun sistemik. Bentuk dan ukurannya harus sedemikian rupa sehingga dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam lubang atau celah yang diinginkan tanpa meninggalkan kejanggalan begitu masuk, harus dapat bertahan dalam waktu tertentu agar basis suppositoria dapat meleleh dan melepaskan obat sehingga obat dapat diserap oeh permukaan mukosa tubuh. Penggolongan suppositoria berdasarkan tempat pemberiannya dibagi menjadi : 1.
Suppositoria rectal Suppositoria berbentuk lonjong pada satu atau kedua ujungnya dan biasanya berbobot lebih kurang 3 gram gram untuk dewasa dan 2 g untuk anak-anak, anak-anak, dan digunakan dengan cara dimasukkan kedalam anus. Menurut farmakope amerika (USP), berat suppositoria dengan basis oleum cacao beratnya 2 gram. Zat berkhasiat yang terkandung dalam suppositoria tergantung dari khasiat yang di kehendaki, antara lain bisacodilum (dulcolax), flagystatin (flagyl) dan lain sebagainya.
Buku Praktikum Farmasetika 2 -Prodi D III Farmasi - tahun 2017
1
Gambar 1. Contoh suppositoria : Dulcolax® Supp
2.
Suppositoria vaginal Umumnya berbentuk berbentuk bulat atau bulat telur dengan berat 3 sampai sampai 5 gram dibuat dari zat pembawa yang larut dalam air atau yang dapat bercampur dalam air seperti polietilen glikol atau gelatin tergliserinasi dengan zat berkasiat metronidazol, nistatin. Suppositoria ini biasanya digunakan digunakan untuk untuk pengobatan yang disebabkan oleh jamur atau kandida dan di gunakan dengan cara dimasukkan kedalam vagina.
Gambar 2. Contoh obat ovula : Vagistin
3.
Suppositoria uretra Uretra termasuk obat dalam bentuk suppositoria yang digunakan untuk pengobatan dalam saluran urine. Obat ini juga ini juga disebut “bougie”. Bentuknya ramping seperti pensil, gunanya untuk dimasukkan ke dalam saluran urine pria atau wanita. Suppositoria saluran urin pria berdiameter 3- 6 mm dengan panjang
Buku Praktikum Farmasetika 2 -Prodi D III Farmasi - tahun 2017
2
sekitar 140 mm, walaupun ukuran ini masih bervariasi satu dengan yang lainnya. Apabila basisnya dari oleum cacao maka beratnya ± 4 gram. Suppositoria untuk saluran urin wanita panjang dan beratnya ½ dari ukuran untuk pria, panjang ± 70 mm dan beratnya 2 gram, bila digunakan oleum cacao sebagai basisnya. Bougie digunakan untuk pengobatan infeksi pada saluran air seni atau uretra, dan biasanya di buat secara langsung digunakan oleh pasien (tidak ada dalam sediaan). 4.
Suppositoria untuk hidung dan untuk telinga disebut juga “kerucut telinga”, keduanya berbentuk sama dengan suppositoria uretra hanya ukuran panjangnya lebih kecil, biasanya 32 mm. suppositoria telinga umumnya diolah dengan basis gelatin yang mengandung gliserin. Suppositoria untuk obat hidung dan telinga sudah jarang digunakan karena kurang praktis.
Tujuan penggunaan suppositoria 1.
Penggunaan pengobatan dengan
tujuan memberikan efek lokal seperti pada
pengobatan wasir atau hemoroid dan penyakit infeksi lainnya. Suppositoria dapat digunakan dalam pengobatan sistemik karena zat berkhasiat yang dilepaskan oleh basis supositoria dapat diserap oleh membran mukosa dalam rektum. 2.
Karena langsung kontak dengan membran cairan tubuh, maka diharapkan supositoria memberikan efek yang lebih cepat dibandingkan menggunakan pengobatan pil atau tablet.
3.
Sediaan obat dalam bentuk suppositoria dapat menghindari perusakan obat oleh enzim di dalam saluran gastrointestinal dan perubahan obat secara biokimia di dalam hati.
4.
Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung.
5.
Biasanya digunakan bila pasien muntah, atau tidak sadarkan diri, atau pasien yang tidak bisa menggunakan obat dengan cara lainnya.
Pada umumnya syarat pembuatan suppositoria dibuat dengan cara sebagai berikut : 1. Bahan dasar suppo harus meleleh pada suhu tubuh, dan dapat
larut dalam cairan
rectum. Sedangkan bahan obat harus larut dalam bahan pembawa. Bila perlu dilakukan pemanasan. 2. Bila bahan dasar suppo sukar larut dalam bahan dasarnya, maka harus dibuat serbuk yang sangat halus. Setelah bahan dasar dan bahan obatnya mencair, maka tuangkan dalam cetakan suppo dan didinginkan.
Buku Praktikum Farmasetika 2 -Prodi D III Farmasi - tahun 2017
3
Bahan dasar suppositoria 1. Lemak coklat (Oleum Cacao)
Pada saat pembuatan supositoria dengan menggunakan bahan dasar lemak coklat, perlu di perhatikan suhu pemanasannya. Hal ini karena pengaruh karateristik sifat fisika lemak coklat tersebut. Oleum cacao (lemak coklat) merupakan trigliserida dari asam oleat, asam stearat, asam palmitat; berwarna putih kekuningan; padat, berbau seperti coklat, dan meleleh pada suhu 31°-34°C. Oleum cacao dapat menunjukkan polimorfisme dari bentuk kristalnya pada
pemanasan tinggi. Pada suhu diatas titik leburnya, oleum cacao akan
meleleh sempurna seperti minyak dan akan kehilangan inti kristal stabil yang berguna untuk membentuk kristalnya kembali. Bentuk-bentuk Kristal oleum cacao tersebut adalah : a. Bentuk α (alfa) : terjadi jika lelehan oleum cacao tadi didinginkan dengan segera pada 0°C dan bentuk ini memiliki titik lebur 24°C (menurut literature lain 22°C). b. Bentuk β (beta) : terjadi jika lelehan oleum cacao tadi diaduk -aduk pada suhu 18°23°C dan bentuk ini memiliki titik lebur 28°-31°C c. Bentuk β stabil (beta stabil) : terjadi akibat perubahan bentuk secara perlahan -lahan disertai kontraksi volume dan bentuk ini mempunyai titik lebur 34°-35°C (menurut literature 34,5°C) d. Bentuk (gamma) : terjadi dari pendinginan lelehan oleum cacao yang sudah dingin (20°C) dan bentuk ini memiliki titik lebur 18°C. Untuk menghindari bentuk-bentuk kristal tidak stabil di atas dapat dilakukan dengan cara : a. Oleum cacao tidak meleleh seluruhnya, cukup dua pertiganya saja yang dilelehkan b. Penambahan sejumlah kecil bentuk Kristal stabil ke dalam lelehan oleum cacao untuk mempercepat perubahan bentuk tidak stabil menjadi bentuk stabil. c. Pembekuan lelehan selama beberapa jam atau beberapa hari. Agar mendapatkan supositoria yang stabil, pemanasan lemak coklat sebaiknoria yang stabil, pemanasan lemak coklat sebaiknya dilakukan sampai cukup meleleh saja sampai bisa dituang, sehinnga tetap mengandung inti Kristal dari bentuk stabil. Cara meaikkan titik lebur lemak coklat biasanya ditambahkan cera flava tidak boleh lebih dari 6 % dan tidak kurang dari 4 %, juga dapat dengan cara ditambahkan cetaceum (spermaseti). Penambahan cera flava tidak boleh lebih dari 6% sebab akan menghasilkan campuran yang mempunyai titik lebur di atas 37°C dan tidak boleh kurang dari 4% karena akan diperoleh titik lebur di bawah titik leburnya (< 33°C).
Buku Praktikum Farmasetika 2 -Prodi D III Farmasi - tahun 2017
4
Penambahan cera flava dapat juga untuk menaikkan daya serap lemak coklat terhadap air. Untuk menurunkan titik lebur lemak coklat dapat digunakan tambahan sedikit kloralhidrat atau fenol, atau minyak atsiri. Lemak coklat jarang dipakai untuk sediaan vagina karena meninggalkan residu yang tidak dapat diserap, sedangkan gelatin tergliserinasi jarang dipakai untuk sediaan rektal karena disolusinya lambat. Supositoria dengan bahan dasar lemak coklat dapat dibuat dengan mencampurkan bahan obat yang dihaluskan ke dalam minyak lemak padat pada suhu kamar, dan massa yang dihasilkan dibuat dalam bentuk yang sesuai atau dibuat dengan cara meleburkan minyak lemak dengan obat kemudian dibiarkan sampai dingin di dalam cetakan. Supositoria ibi harus disimpan dalam wadah tertutup baik, pada suhu di bawah 30°C terlindung dari cahaya. Pemakaian air sebagai pelarut obat dengan bahan dasar oleum cacao sebaiknya dihindari karena dapat menyebabkan reaksi antara obat-obat dalam supositoria dan mempercepat tengiknya oleum cacao.
Jika air dalam basis supositoria menguap, obat
tersebut akan mengkristal kembali dan dapat keluar dari supositoria. Kekurangan oleum cacao sebagai
basis atau bahan dasar
dalam pembuatan supositoria
antara lain a. Meleleh pada udara panas b. Dapat menjadi tengik pada penyimpanan lama. c. Titik leburnya dapat turun atau naik jika ditambahkan bahan tertentu. d. Adanya sifat polimorfisme. e.
Sering bocor selama pemakaian (keluar dari rektum dan meleleh)
f.
Tidak dapat bercampur dengan cairan sekresi.
Akibat beberapa keburukan oleum cacao tersebut, dicari pengganti oleum cacao seba gai bahan dasar supositoria, yaitu ; a. Campuran asam oleat dengan asam stearat dalam perbandingan yang teratur b. Campuran setilalkohol dengan oleum amydalarum dalam perbandingan 17 : 83 c. Oleum cacao suntetis : coa buta, supositol.
Buku Praktikum Farmasetika 2 -Prodi D III Farmasi - tahun 2017
5
Gambar 3. Cara menuangkan basis supositoria kedalam cetakan
Nilai Tukar
Nilai tukar digunakan untuk mengetahui banyaknya berat lemak coklat
yang
mempunyai besar volume yang sama dengan 1 gram obat. Supositoria yang mengandung bahan obat dalam larutan, nilai tukarnya dianggap satu. Perhitungan nilai tukar hanya dilakukan apabila suppositoria menggunakan basis oleum cacao. Hal tersebut dikarenakan sifat oleum cacao yang tidak stabil. Supositoria yang mengandung obat atau zat padat yang banyak, pengisian pada cetakan berkurang, dan jika dipenuhi dengan campuran massa, akan diperoleh jumlah obat yang melebihi dosis. Oleh sebab itu, untuk membuat supositoria yang sesuai, dapat dilakukan dengan cara menggunakan perhitungan nilai tukar seperti berikut. Daftar Nilai tukar lemak coklat untuk 1 gram obat : Acidum Boricum
: 0,65
Aethylis Aminobenzoas
: 0,68
Garam Alkaloid
: 0,7
Aminophyllinum
: 0,86
Bismuthi Subgallas
: 0,37
Bismuthi Subnitras
: 0,20
Ichthammolum
: 0,72
Sulfonamidum
: 0,60
Tanninum
: 0,68
Zincii Oxidum
: 0,25
Contoh soal : Hitunglah berapa gram oleum cacao yang diperlukan untuk membuat 20 Supositoria dengan bobot 3 gram yang mengandung aminofilin 0,5 g per supositoria , jika diketahui nilai tukar oleum cacao untuk aminofilin = 0,86 Buku Praktikum Farmasetika 2 -Prodi D III Farmasi - tahun 2017
6
Perhitungan : Aminofilin yang diperlukan
= 0,5 g x 20
= 10
g
Bobot 20 supositotria
= 3
= 60
g.
g x 20
Nilai tukar aminofilin adalah = 10 g x 0,86 = 8,6 g. Oleum cacao yang diperlukan = 60 g – 8,6 g = 51,4 g
2. Polyaethylenglycol (PEG)
PEG merupakan polimerisasi etilenglikol dengan berat molekul 300 sampai 6000. PEG dibawah 1000 berbentuk cairan, sedangkan diatas 1000 berbentuk padat lunak seperti malam. Keuntungan dari PEG adalah mudah larut dalam cairan rectum, dan tidak mudah meleleh pada penyimpanan suhu kamar. Biasanya bahan dasar PEG digunakan untuk obat yang dikehendaki larut lambat atau lepas lambat (duration of action), karena basis suppo harus larut baru obatnya dapat diabsorbsi, sedangkan lemak coklat lebih cepat memberikan efek (onset of action), karena lemak coklat cepat meleleh dan obat akan terlepas dan dapat segera di absorbs. Keuntung menggunakan bahan dasar PEG adalah mudah larut dalam cairan yang berada pada rektum, dan tidak ada modifikasi titik lebur yang berarti tidak mudah meleleh pada penyimpanan suhu kamar tapi melarut dalam cairan sekresi tubuh karena mempunyai titik lebur 35°-63° C. Selain itu PEG juga tidak mengiritasi atau merangsang mukosa rektum. Kerugian penggunaan PEG sebagai basis supositoria antara lain : a. Suppositoria yang dimasukkan kedalam anus akan menarik cairan di sekitar colon, sehingga terjadi rasa yang menyengat. Untuk mengurangi rasa sakit tersebut dapat diatasi dengan cara mencelupkan supositoria ke dalam air sebelum digunakan. Pada etiket, supositoria ini harus tertera petunjuk “ Basahi dengan air sebelum digunakan”. b. Dapat memperpanjang waktu disolusi sehingga menghambat pelepasan obat, sehingga basis PEG lebih tepat digunakan untuk obat yang memiliki kerja lepas lambat atau long acting. Bila PEG digunakan sebagai obat antiseptic. Jika diharapkan bekerja secara sistemik, lebih baik menggunakan bentuk ionik daripada non ionik agar diperoleh ketersediaan hayati yang maksimum. Meskipun bentuk non ionik dapat dilepaskan dari bahan dasar yang dapat bercampur dengan air seperti gelatin tergliserinasi atau PEG, tetapi bentuk ini cenderung sangat lambat larut sehingga dapat menghambat pelepasan obat. .
Biasanya formula yang dipakai untuk pembuatan basis suppositoria dengan PEG antara lain : Buku Praktikum Farmasetika 2 -Prodi D III Farmasi - tahun 2017
7
a. Bahan dasar yang tidak berair : PEG 4000 (25%) dan PEG 1000 (75%) b. Bahan dasar berair : PEG 11540 30%, PEG 6000 50% dan aqua dan obat 20%. Pembuatan supositoria dengan PEG dilakukan dengan melelehkan bahan dasar lalu dituangkan ke dalam cetakan seperti pembuatan supositoria dengan bahan dasar lemak coklat.
3. Gelatin
Pembuatan supositoria dengan basis gelatin, dalam Farmakope hanya mengatakan bahwa untuk pembuatannya dapat memakai petunjuk pada pembuatan bacilla gelatinosa, dimana gelatina tidak tahan terhadap penghangatan dengan senyawa-senyawa yang bereaksi asam, maka lebih baik obatnya dilarutkan dalam air yang disisihkan. Biasanya dalam pembuatan digunakan sistem penggojogan dalam botol yang telah ditara, mula-mula ditimbang air yang dapat segera dipakai, kemudian gliserolnya, kocok baik-baik dan tambahkan serbuk gelatina, setelah segera mengkocoknya kuat-kuat. Setelah itu biarkan selama 20 menit , cairan itu diserap oleh gelatina, botol dengan isinya dihangatkan dalam bejana gelas yang berisi air. Setelah masa mencair, segera mengocoknya kuat-kuat dan biarkan botol itu beberapa lama dalam air hangat untuk mengeluarkan udara dari dalamnya, kemudian tambahkan obat yang telah dilarutkan dalam air, buat sampai bobot yang diminta, kemudian kocok hati-hati supaya obat terbagi rata dalam masa itu, tanpa memasukan udara kedalamnya. kemudian menimbangnya dalam cetakkan-cetakkan yang cukup, baik yang terbuat dari kertas lilin, maupun dari cetakkan logam yang diulas dengan paraffinum liquidum. Sebaiknya obat-obat yang dapat larut terlebih dahulu dilarutkan kecuali senyawa-senyawa yang bereaksi asam. Supositoria dengan bahan dasar gelatin dapat digunakan sebagai bahan dsar supositoria vaginal, karena basis tidak melebur pada suhu tubuh, tetapi melarut dapat cairan sekresi tubuh. biasanya perlu penambahan pengawet (nipagin) karena bahan dasar ini merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri. Bahan dasar ini dapat juga digunakan untuk pembuatan supositoria uretra dengan formula : gelatin 20, gliserin 60, dan aqua yang mengandung obat 20. Penyimpanan harus di tempat yang dingin. Keuntungan gelatin dalam pembuatan suppo antara lain dapat memberikan efek yang cukup lama, lebih lambat melunak, dan lebih mudah bercampur dengan cairan tubuh dibandingkan dengan oleum cacao. Sedangkan kerugiannya adalah cenderung menyerap uap air karena sifat gliserin yang higroskopis yang dapat menyebabkan dehidrasi atau iritasi Buku Praktikum Farmasetika 2 -Prodi D III Farmasi - tahun 2017
8
jaringan sehingga memerlukan tempat untuk melindungi dari udara lembab agar bentuk dan konsistensinya terjaga. Dalam Farmakope Belanda (PH V) terdapat formula supositoria dengan bahan dasar gelatin antara lain : Panaskan 2 bagian gelatin dengan 4 bagian air dan 5 bagian gliserin sampai diperoleh massa yang homogeny. Tambahkan air panas sampai diperoleh 11 bagian. Biarkan massa hingga cukup dingin dan tuangkan ke dalam cetakan hingga diperoleh supositoria dengan bobot 4 gram. Obat yang ditambahkan dilarutkan atau digerus dengan sedikit air atau gliserin yang tersisa dan dicampurkan pada massa yang sudah dingin.
Suppositoria dengan menggunakan basis atau bahan dasar lain
1.
Bersifat seperti lemak yang larut dalam air atau bercampur dengan air, beberapa di antaranya membentuk emulsi tipe A/M.
2.
Formulasinya : Tween 61 85 % dan gliserin laurat 15%.
·
Bahan dasar ini dapat menahan air/larutan berair. Bobot supositoria 2,5 g.
Pembuatan suppositoria dengan penanganan khusus 1. Bila dalam suppo mengandung bahan Balsam peruvianum, maka digerus dulu dengan sebagian lemak coklat sampai menjadi pasta dan selanjutnya sisa zat digerus dan dicampurkan. 2. Bila dalam
suppo mengandung extrak kering, opium concentratum dan pantopon
digerus halus dalam mortar yang dialasi sacharum lactis agar tidak lengket pada mortar. Kemudian baru digerus dengan lemak coklat. 3. Bila dalam suppo mengandung Ichtamollum, pengerjaannya seperti pada pembuatan No.1, bila ichtamolum lebih dari 10% maka sebagian lemak coklat diganti dengan cera flava 5% agar suppo tidak lembek.
Bahan obat yang sering dibuat dalam bentuk suppositoria
1.
Aminophillin ( Asma )
2.
Bisacodil ( Susah BAB )
3.
Chloralhidrat ( Sedativ/ obat tidur )
4.
Ergotamin (migraen)
5.
Extrac Belladona ( Anti spasmolitik )
6.
Klorpromazin (Anti mual, sedativ)
7.
Metronidazol ( Jamur )
Buku Praktikum Farmasetika 2 -Prodi D III Farmasi - tahun 2017
9
8.
Morfin ( Analgetik )
9.
Obat jantung
Basis suppositoria
Obat yang larut dalam air dan berada dalam basis lemak akan segera dilepaskan dan bercampur dengan cairan rektum jika basis dapat segera terlepas setelah masuk kedalam rektum, obat segera diabsorbsi dan diedarkan ke seluruh jaringan tubuh tanpa melalui sawar hati. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi obat dalam rektum, antara lain faktor fisika – kimia obat : 1. Kadar obat dalam basis : jika kadar obat makin besar, absorbsi obat semakin cepat. 2. Kelarutan obat : obat yang nudah larut dalam lemak akan lebih cepat terarbsobsi daripada obat yang larut dalam air. 3. Ukuran partikel obat : ukuran partikel pada obat akan mempengaruhi kecepatan larutnya obat kecairan rektum.
Persyaratan basis supositoria
1. Secara fisiologis netral (tidak menimbulkan rangsangan pada usus; tidak berbau tengik, tidak kasar) 2. Secara kimia netral (tidak mempengaruhi bahan obat) 3. Tanpa alotropisme (modifikasi yang tidak setabil) 4. Interval yang rendah antara titik lebur dan titik beku (pembekuan masa berlangsung cepat dalam cetakan,kontraksibilitasnya baik, mencegah pendinginan mendadak dalam cetakan) 5. Interval yang rendah antar titik lebur mengalir dengan titik lebur jernih (sangat penting artinya bagi kemantapan bentuk dan juga daya penyimpananya, khususnya pada suhu tinggi) 6. Visikositas yang memadai (mampu mengurangi sedimentasi bahan tersuspensi, tingginya ketepatan takaran) 7. Supositoria sebaiknya melebur dalam beberapa menit pada suhu tubuh atau melarut (persyaratan untuk kerja obat) 8. Pembebasan dan resorpsi obat yang baik. 9. Daya tahan dan daya penyimpanan yang baik (tanpa ketengikan, perwarnaan, pengerasan, kemantapan bentuk, daya patah yang baik dan stabilitas yang memadai dari bahan obat) Buku Praktikum Farmasetika 2 -Prodi D III Farmasi - tahun 2017
10
10. Daya serap terhadap cairan lipofil dan hidrofil
Faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi supositoria
1.
Faktor fisiologi : a. Colonic Content yaitu isi dari usus kasar b. Jalur sirkulasi c. PH (PH rektum 7,2) dan tidak adanya kemampuan mendapat cairan rectum (tidak adanya daya buffer dari rectum)
2.
Faktor kimia- fisika obat dan basis suppositoria a. Kelarutan lemak-air b. Ukuran partikel c. Sifat bahan dasar supositoria
Metoda pembuatan supositoria
Supositoria dapat dibuat dengan tiga metode antara lain dengan mencetak hasil leburan, kompresi dan
digulung dan dibentuk dengan tangan. Pembuatan dengan cara
mencetak dapat dilakukan dengan cara melebur basis, mencampurkan bahan obat yang diinginkan, menuang hasil leburan ke dalam cetakan, membiarkan leburan menjadi dingin dan mengental menjadi supositoria,dan melepaskan supositoria dengan basis yang cocok dibuat dengan cara mencetak. Cetakan yang umum digunakan sekarang terbuat dari stainless steel, aluminium, tembaga atau plastic. Cetakan yang dipisah-pisah dalam sekat-sekat, umumnya dapat dibuka secara membujur untuk membersihkan sebelum dan sesudah pembuatan satu batch supositoria, pada waktu leburan dituangkan, cetakan ditutup dan harus dibuka lagi bila akan mengeluarkan supositoria yang sudah dingin. Pelumasan cetakan juga diperlukan sebelum supositoria dicetak, khususnya pada supositoria dengan basis oleum cacao atau PEG. Lapisan tipis dari minyak mineral dioleskan dengan jari pada permukaan cetakan, biasanya cukup sebagai suatu pelumasan. Cetakkan harus dibasahi lebih dahulu dengan parafin cair yang memakai bahan dasar gliserin dan gelatin. Tetapi untuk oleum cacao dan PEG tidak dibasahi karena akan mengerut pada proses pendinginan dan mudah dilepas dari cetakan Untuk mencetak bacilli dapat digunakan tabung gelas atau gulungan kertas. Unutuk mengatasi massa yang hilang karena melekat apda cetakan, supositoria harus dibuat berlebih (±10%), dan sebelum digunakan cetakan dibasahi dulu dengan paraffin cair atau minyak lemak. Buku Praktikum Farmasetika 2 -Prodi D III Farmasi - tahun 2017
11
Pembuatan dengan cara kompresi
Supositoria dapat juga dibuat dengan menekan massa yang terdiri dari campuran basis dengan bahan obatnya dalam cetakan khusus memakai alat atau mesin pembuatan supositoria. Dalam pembuatan dengan cara kompresi dalam cetakan, basis supositoria dan bahan lainnya dalam formula dicampur atau diaduk dengan baik, pergeseran pada proses tersebut menjadikan supositoria lembek seperti kentalnya pasta. Dalam pembuatan dengan skala kecil digunakan alat mortar dan alunya, apabila mortar ini dipanaskan dalam air hangat sebelum digunakan lalu dikeringkan, sangat membantu pembuatan basis dan proses pencampuran. Dalam skala besar proses yang sama juga digunakan, pengadukan adonan dilakukan secara mekanis dan menggunakan wadah pencampur dipanaskan. Proses kompresi khususnya cocok untuk pembuatan supositoria yang mengandung bahan obat yang tidak tahan pemanasan dan untuk supositoria yang mengandung sebagian besar bahan yang tidak dapat larut dalam basis. Kompresi tidak memungkinkan bahan yang tidak dapat larut mengendap. Kelemahan proses ini adalah bahwa dibutuhkan mesin khusus supositoria dan ada beberapa keterbatasan seperti bentuk supositoria yang hanya dapat dibuat dari cetakan yang ada saja. Dalam pembuatan supositoria dengan mesin kompresi, adonan supositoria dimasukkan ke dalam sebuah silinder yang kemudian ditutup dan dengan cara menekan salah satu ujungnya secara mekanis atau dengan memutarkan roda, maka adonan tadi terdorong ke luar pada ujung lainnya dan masuk ke dalam celah-celah cetakan. Pada metode ini, proses penuangan, pendinginan dan pelepasan suppositoria dilakukan dengan mesin secara otomatis. Kapasitas bisa sampai 3500-6000 suppositoria per jam
Pembuatan secara menggulung dan membentuk dengan tangan Pembuatan supositoria
ini dilakukan saat basisnya adalah oleum cacao dengan skala kecil dan jika bahan obat tidak tahan terhadap pemanasan. Metode ini tidak cocok digunakan pada daerah tropis. Dengan terdapatnya cetakan supositoria dalam barmacam-macam ukuran dan bentuk, pengolahan supositoria dengan tangan oleh ahli farmasi sekarang sudah jarang dilakukan. Namun demikian melinting dan membentuk supositoria dengan tangan merupakan bagian dari seni.
Pemeriksaan mutu supositoria
Setelah proses pembuatan supositoria selesai, maka dilakukan pengujian sebagai berikut : 1.
Penetapan kadar zat aktifnya dan disesuaikan dengan yang tertera pada etiketnya.
2.
Uji terhadap titik leburnya, terutama jika menggunakan bahan dasar oleum cacao.
Buku Praktikum Farmasetika 2 -Prodi D III Farmasi - tahun 2017
12
3.
Uji kerapuhan, untuk menghindari kerapuhan selama pengangkutan.
4.
Uji waktu hancur, untuk PEG 1000 15 menit , sedangkan untuk oleum cacao dingin 3 menit.
5.
Uji homogenitas.
Evaluasi sedian Evaluasi sediaan secara fisika dilakukan dengan pengujian :
1.
Uji Kisaran Leleh Uji ini disebut juga uji kisaran meleleh makro, dan uji ini merupakan suatu ukuran waktu yang diperlukan supositoria untuk meleleh sempurna bila dicelupkan dalam penangas air dengan temperatur tetap (37o C). Sebaliknya uji kisaran meleleh mikro adalah kisaran meleleh mikro adalah kisaran leleh yang diukur dalam pipa kapiler hanya untuk basis lemak. Alat yang biasa digunakan untuk mengukur kisaran leleh sempurna dari supositoria adalah suatu alat disintegrasi tester. supositoria dicelupkan seluruhnya dalam penangas air yang konstan, dan waktu yang diperlukan supositoria untuk meleleh sempurna atau menyebar dalam air sekitarnya diukur.
2.
Uji pencairan atau uji waktu melunak Sebuah batangan dari kaca ditempatkan di bagian atas
supositoria sampai
penyempitan dicatat sebagai waktu melunak. Ini dapat dilaksanakan pada berbagai temperatur dari 35,5 sampai 37 oC sebagai suatu pemeriksaan pengawasan mutu, dan dapat juga diukur sebagai kestabilan fisika terhadap waktu. Suatu penangas air dengan elemen pendingin dan pemanas harus digunakan untuk menjamin pengaturan panas dengan perbedaan tidak lebih dari 0,1 oC. 3.
Uji Kehancuran Uji kehancuran dirancang sebagai metode untuk mengukur kekerasan atau kerapuhan suppositoria. Alat yang digunakan untuk uji tersebut terdiri dari suatu ruang berdinding rangkap dimana suppositoria yang diuji ditempatkan. Air pada 37 oC dipompa melalui dinding rangkap ruang tersebut, dan suppositoria diisikan ke dalam dinding dalam yang kering, menopang lempeng dimana suatu batang dilekatkan. Ujung lain dari batang tersebut terdiri dari lempeng lain dimana beban digunakan. Uji dihubungkan dengan penempatan 600 g diatas lempeng datar. Pada interval waktu 1 menit, 200 g bobot ditambahkan, dan bobot dimana suppositoria rusak adalah titik hancurnya atau gaya yang menentukan karakteristik kekerasan dan kerapuhan suppositoria tersebut. Titik
Buku Praktikum Farmasetika 2 -Prodi D III Farmasi - tahun 2017
13
hancur yang dikehendaki dari masing-masing bentuk suppositoria yang beraneka ragam ditetapkan sebagai level yang menahan kekuatan (gaya) hancur yang disebabkan oleh berbagai tipe penanganan yakni; produksi, pengemasan, pengiriman, dan pengangkutan dalam penggunaan untuk pasien. 4.
Uji disolusi Pengujian awal dilakukan dengan penetapan biasa dalam gelas piala yang mengandung suatu medium. Dalam usaha untuk mengawasi variasi pada antarmuka massa/medium, digunakan keranjang kawat mesh atau suatu membrane untuk memisahkan
ruang
sampel dari bak reservoir. Sampel yang ditutup dalam pipa dialysis atau membran alami juga dapat dikaji. Alat sel alir digunakan untuk menahan sampel di tempatnya dengan kapas, saringan kawat, dan yang paling baru dengan manic-manik gelas. 5.
Uji keseragaman bobot Timbang suppo satu persatu dan hitung rata-ratanya. Hitung persen kelebihan masingmasing suppo terhadap bobot rata-ratanya. Keseragaman/variasi bobot yang didapat tidak boleh lebih dari 5% .
Kimia
1.
Penetapan kadar
2.
Identifikasi
Pengemasan suppositoria
Dikemas sedemikian rupa sehingga tiap suppositoria terpisah, tidak mudah hancur, atau meleleh. Biasanya dimasukkan dalam wadah dari alumunium foil dan masukkan kedalam strip plastik, lalu diberi etiket berwarna biru. Harus disimpan dalam wadah tertutup baik ditempat sejuk.
Cara pemberian
Pemberian obat dengan sediaan suppositoria dengan memasukkan obat melalui anus atau rektum dalam bentuk suppositoria Petunjuk pemakaian : Cuci tangan sampai bersih, buka pembungkus suppositoria, kemudian tidur dengan posisi miring. Supositoria dimasukkan ke rektum dengan cara bagian ujung supositoria didorong dengan ujung jari, kira-kira ½ - 1 inci pada bayi dan 1 inci pada dewasa, bila perlu ujung supositoria di beri air untuk mempermudah penggunaan.
Buku Praktikum Farmasetika 2 -Prodi D III Farmasi - tahun 2017
14
Untuk nyeri dan demam satu supositoria diberikan setiap 4 – 6 jam jika diperlukan. Gunakan supositoria ini 15 menit setelah buang air besar atau tahan pengeluaran air besar selama 30 menit setelah pemakaian supositoria. Hanya untuk pemakaian rektal. Hentikan penggunaan dan hubungi dokter jika sakit berlanjut hingga 3 hari. Jauhkan dari jangkauan anak-anak. Jika tertelan atau terjadi over dosis segera hubungi dokter.
Contoh supositoria di perdagangan
Buku Praktikum Farmasetika 2 -Prodi D III Farmasi - tahun 2017
15
Contoh resep supositoria
1. Bisacodyli supositoria (FN, 51) Tiap supositoria mengandung :
2.
Bisacodylum
10 mg
Basis supo yang cocok
qs
Bibazae supositoria / Anusol supositoria (FN, 50)
Tiap supositoria mengandung : Bismuth subgallas
3.
75 mg
Balsamum peruvianum
125 mg
Acidum boricum
360 mg
Zinc Oxydum
360 mg
Ultramarinum
3,4 mg
Cera flava
100 mg
Oleum cacao hingga
2,6 gram
Aminophyllin supositoria (FN, 21)
Tiap supositoria mengandung : Aminophyllin
250 mg
dosis lainnya 125 mg, 500 mg Basis supo yang cocok
qs
4. Suppo gelatin gliserin (CMN, 147) Komposisi : Gelatin
14 gram
Glyserin
70 gram
Aqua ad
100 gram
5. Supositoria glycerini cum oleo cacao (CMN, 147) Komposisi : Oleum cacao
20 gram
Cera flava
2,5 gram
Glycerin
7,5 gram
Pondaris
1 gram
Buku Praktikum Farmasetika 2 -Prodi D III Farmasi - tahun 2017
16
6. Supositoria Glycerini Saponata (CMN, 148) Sapo medicatus suppositoris Glycerin Fiant Supp Ponderis
3 gram 17 gram 4 gram
7. Supo anti septic ekserm R/ Ichtiol
0,1
Zno
0,3
Mf. La. Supp. Gelatinum.
8. Bacilla Iodoformi (CMN, 5) Komposisi : Iodoform pulv Oleum Olibarum Oleum Cacao
30 gram 5 gram 45 gram
9. Supo Beladonae R/ Extrac belladonae
0,5
Mf. Supp La. No L.
Buku Praktikum Farmasetika 2 -Prodi D III Farmasi - tahun 2017
17
PILULAE
Pill adalah suatu sediaan yang berbentuk bulat seperti kelereng mengandung satu atau lebih bahan obat dengan berat antara 60 sampai 300 mg, ada pula literatur yang mengatakan bahwa berat pil antara 100 mg sampai 500 mg. bila beratnya kira- kira 30 sampai 60 mg disebut Granula, bila kurang dari 20 mg disebut parvul. dan bila beratnya lebih dari 500 mg disebut Boli. Dalam pembuatan pil selain bahan obat, diperlukan bahan tambahan antara lain zat pengisi untuk memperbesar volume, zat pengikat dan pembasah, bila perlu ditambahkan zat penyalut. Tujuan dari penyalutan pil antara lain : 1. Bahan Obat mengiritasi mukosa lambung , contoh : antelmintik, garam arsen, merkuri, fosfor 2. Bahan Obat bereaksi dengan pepsin dan pepton, sehingga terjadi gangguan pencernaan 3. Bahan Obat menjadi rusak dengan adanya asam lambung , contoh : garam timbal, perak 4. Bahan Obat menyebabkan rasa mual dan muntah, contoh : emetin, sulfonamid 5. Untuk pengobatan di usus, contoh : antiseptik, pankreatin
Komposisi pil :
1. Bahan Berkhasiat 2. Bahan Tambahan : a. Bahan Pengisi : Akar Manis/ radix liq, Saccharum album, Bolus alba b. Bahan Pengikat : Succhus liq, Gom Akasia,
Tragachant, PGS, Adeps lanae dan
vaselin album c.
Bahan Pembasah : Air Gliserol, Sirup Simplex, Madu
d. Bahan Penabur : Likopodium, Talk e.
Bahan Penyalut : Balsem tolu, Keratin, Sirlak, Kolodium, salol, gelatin, madu, dan gula.
Bahan pengisi :
Fungsi dari bahan pengisi adalah untuk memperbesar masa pil (Usahakan berat rata-rata pil 120 mg) Jenis : Buku Praktikum Farmasetika 2 -Prodi D III Farmasi - tahun 2017
18
1.
Radix liquiritiae
: untuk pil berwarna
2.
Saccharum album : pil putih
3.
Bolus alba
: pil yang bahan obatnya bersifat oksidator
Pada kondisi tertentu jumlah bahan pengisi harus di perhatikan, misalnya : 1. Jumlahnya terlalu kecil/Sedikit, bahan pengisi radix liq,sedangkan zat pengikat digunakan succus liq. Banyaknya radix liq sekurang- kurangnya 2 kali succus liq. 2. Jumlahnya sangat besar : pulvis pro pilulae (radix dan succus sama banyak) 3. Golongan oksidator atau senyawa garam timbal (Pb) : bolus alba 100 mg/pil
Bahan pengikat
1. Succus liquiritiae sebanyak 2 g / 60 pil 2. Pulvis Gumosus 500 mg / 60 pil, untuk pil yang volume kecil : 1 - 1,5 g / 60 pil 3. Succus liq dan saccharum album aa (75 g/1000 pil)
berfungsi
sbg pengisi dan pengikat
4. Gliserin cum tragacanth 5. Adeps lanae/vaselin album qs untuk bahan obat yang bersifat : - saling bereaksi dengan adanya air - terurai dengan air - oksidator - garam-garam timbal
Bahan pembasah :
1. Air 2. Aqua gliserinata, terdiri dari campuran Aqua dan Glis erin Sama banyak 3. Sirupus simplex 4. Madu digunakan untuk bahan yang mudah teroksidasi 5. Adeps lanae/ vaselin album
Untuk
bahan yang mudah teroksidasi,atau terurai oleh air.
Bahan penabur
Fungsi dari bahan penabur antara lain Agar pil tidak lengket pada alat dan pil satu sama lainnya selama pehanncetakan hingga dalam kemasan. Jenis : 1. Talk, untuk : - BO oksidator/ garam PB Buku Praktikum Farmasetika 2 -Prodi D III Farmasi - tahun 2017
19
- Pil putih - Amilum orizae - MgCO3 - Radix liquiritiae pulv. 2. Licopodium 3. dll
Bahan penyalut :
Fungsi dari bahan penyalut antara lain : 1. Menjaga stabilitas bahan obat 2. Menutup rasa dan bau bahan obat 3. Memperbaiki penampilan pil 4. Mencegah pecahnya pil dalam lambung (khusus)
Jenis bahan penyalut :
1. Penyalut gula
: Saccharum Album
2. Penyalut selaput/film : CMC-Na, Balsamum tolutanum, PEG, Carbowax 6000, Perak 3. Penyalut enterik
: Salol, Schellak, Sellulose acetat phtalat, Madu, Gelatin
Pembuatan massa pil
1. Tentukan bobot Bobot Obat untuk 1 pil 2. Tentukan macam dan jumlah bahan tambahan yang dibutuhkan sesuai dengan jumlah dan sifat bahan obat. 3. Campur bahan obat dengan pengisi dan bahan pengikat sesuai aturan. 4. Tambahkan bahan pembasah sedikit- sedikit kedalam campuran digilas kuat sampai terbentuk massa pil yang baik (elastis, tidak lengket dimortir, dan tidak pecah saat digulung).
Macam-macam pil dan cara pengerjaannya :
1. Pil-pil dengan zat-zat higroskopik:
Buku Praktikum Farmasetika 2 -Prodi D III Farmasi - tahun 2017
20
Seperti kalii bromidum, kalii iodidum dan natrii salicylas supaya digerus halus dan didalam mortar yang panas . Untuk pil yang mengandung zat yang higroskopis sebagai zat pembasah jangan menggunakan aqua glycerinata. 2. Pil-pil yang mengandung garam-garam yang dapat menyerap air: seperti natrii iodium sering terjadi penggumpalan hingga sulit dibuat masa pil yang baik. Untuk mencegahnya maka perlu diberi air secukupnya biar larutan setelah itu baru dibuat masa pil. 3. Pil
yang
mengandung
ferrosi
carbonas
dan
ferrosi
iodium:
formula dapat dilihat di farmakope Belanda edisi V, untuk pil ferrosi carbonas setiap pil mengandung 50 mg dan formula untuk pembuatan 300 pil jadi seluruh formula mengandung 15 g ferrosi carbonas. Dibuat dengan mereaksikan ferrosis sulfas dengan natrii bicarbonas di atas tangas air. Sebagai pereduksi adalah mell dan sebagai zat pembasah gliserin dan air sampai berat tertentu. Hal ini dimaksudkan agar reaksi pembentukan ferrosis carbonas berjalan sempurna yaitu gas CO2 yang terjadi hilang. 4. Pil-pil
yang
mengandung
senyawa
hydrargyrum:
dibuat dengan menggerus hydrargyrum, dengan sama berat liquiritiae radix dan air, setelah tidak terlihat butir hydrargyum maka masa ditambah liquiritiae radix dan succus liquiritiae secukupnya sampai mendapat masa pil yang cocok. Bila jumlah hydrargyrum kecil maka dapat ditambahkan succus dan liquiritiae radix dalam perbandingan 1 : 2 5. Pil-pil
yang
mengandung
senyawa
yang
sangat
higroskopis:
digunakan sebagai larutan seperti calcii bromidum, calcii chloridum, kalii acetas. Jika didalam resep tertulis garamnya maka yang diambil sebagai larutannya yang sebanding : -
Solutio
kalii
acetatis
mengandung
1
/
3%
kalii
acetas
-
Solutio
calcii
bromidi
mengandung
25%
calcii
bromidum
-
Solutio
calcii
chloridi
mengandung
25%
calcii
chloridum
-
Solutio
ferri
chloridi
mengandung
75%
ferri
chloridum
Larutan tersebut setelah ditimbang diuapkan sampai sisa airnya kira-kira tinggal kurang dari 1 g untuk 30 pil. Harus diingat jangan menguapkan larutan ferri chloridum karena garam ferrinya akan terurai 6. Pil-pil yang mengandung senyawa codeinum base dengan garam ammonium atau ichtammolum : karena codeinum base terhitung mudah larut dalam air dan merupakan base lebih kuat dari garam ammonium, maka akan bereaksi dan timbul gas NH3 yang bebas serta membuat pil jadi pecah. 7. Pil-pil yang dapat pecah karena zat-zat yang terkandung dapat bereaksi hingga memimbulkan gas yang memecah pil: Supaya tidak terjadi jangan menggunakan zat Buku Praktikum Farmasetika 2 -Prodi D III Farmasi - tahun 2017
21
pembasah
air
yaitu
dengan
menggunakan
zat
pengikat
yang
lain
a. Pil yang mengandung ferrosi carbonas dengan acidum citricum
akan
menimbulkan
gas
CO2.
b. Pil yang mengandung meditrenum akan timbul gas CO2 karena terjadi reaksi antara iodochloroxychinolin sulfonas dengan
natrii
bicarbonas.
c. Pil yang mengandung ferrum reductum atau pulveratum dengan asam seperti acidum citricum akan bereaksi dan timbul gas H2 yang akan memecah pil. 8. Pil-pil
yang
mengandung
hydrargyri
cloridum:
akan menghilangkan selaput lendir dari lambung dan usus maka perlu hydrargyri chloridum dalam keadaan yang halus. Untuk itu perlu penambahan natrii chloridum untuk memudahkan hydrargryi chloridum larut dalam air. Penambahan natrii chloridum adalah setengah berat sublimat dan dilarutkan dulu dengan air sama berat, 9. Pil-pil yang mengandung diphantoinum natrium: jangan menggunakan liquiritiae radix tetapi menggunakan succus liquiritiae 1 bagian dan amyilum 3 bagian dan sebagai zat pembasah digunakan sirupus simplex. Hal ini untuk menjaga agar pil lekas hancur dalam lambung. 10. Pil-pil yang mengandung quinini sulfas: Ada dua macam yaitu yang berwarna colkat dan berwarna putih. 11. Pil-pil yang mengandung zat pengikat yang bereaksi dengan asam: seperti gentianae extractum, succus liquiritiae dan liquiritiae extractum. Bahan tersebut akan bereaksi dengan ferrum reductum, ferrum pulveratum yang menimbulkan gas H2 serta menyebabkan pil menjadi menggelembung dan pecah. Bahan tersebut akan bereaksi pula dengan natrii bicarbonas, ferrosi carbonas yang menimbulkan gas CO2 serta menyebabkan pil menjadi menggelembung dan pecah. Maka itu succus liquiritiae, liquiritiae extractum dan gentianae extractum harus dinetralkan dulu dengan MgO 50 mg tiap gram ekstrak dan succus. 12. Pil-pil
yang
mengandung
ekstrak
kering
:
a. Aloe extractum aquosum siccum, rhamni frangulae extractum aquosum siccum, rhamni phursianae extractum siccum, rhei extractum dapat dibuat pil cukup dangan
liquiritiae
radix
dan
zat
pembasah
aqua
glyserinata.
b. Chinchonae extractum siccum dan colae extractum siccum memerlukan succus liquiritiae sebagai zat pengikat untuk Buku Praktikum Farmasetika 2 -Prodi D III Farmasi - tahun 2017
22
dapat
dibuat
masa
pil.
c. Pil dengan ekstrak kering supaya dibuat keras jangan lembek agar tidak berubah bentuk .
Syarat pil yang baik :
1. Homogen (ukuran, bentuk, warna, dosis). 2. Mempunyai kekenyalan, daya rekat dan kekerasan tertentu. 3. Mempunyai waktu hancur tertentu.
Syarat Waktu Hancur pil menurut FI III : 1. Tidak boleh > 15 menit utk pil tak bersalut
2. Tidak boleh > 60 menit utk pil bersalut gula atau selaput 3. Untuk pil salut enterik: setelah dilakukan pengujian dalam larutan HCl 0,06 N selama 3 jam, pada pengujian selanjutnya (lautan dapar pH 6,8) waktu hancur pil tidak boleh > 60 Menit. 4. Memenuhi waktu hancur seperti tertera pada compresi yaitu dalam air 36 – 38 derajat pil selama 15 menit untuk pil tidak bersalut dan 60 menit untuk pil yang bersalut.
Persyaratan keseragaman bobot dapat dilihat di Farmakope Indonesia edisi III. Timbang 20 pil s atu-pe rsatu , hitung bo bot rata -rata , penyimpa ngan terbesar terhadap bobot rata-rata.
Untuk bobot
Penyimpangan rata-rata
rata-rata pil
18 pil
2 pil
100 mg - 250 mg
10%
20%
250 mg - 500 mg
7,5%
15%
Buku Praktikum Farmasetika 2 -Prodi D III Farmasi - tahun 2017
23
Contoh resep pilulae
1. Pilulae ferri reducti (CMN, 168) Komposisi : Ferri reducti
5 gram
MGO
100 gram
Pulv Radix gentian
1 gram
Mf. Pilulae no L
2. Pilulae ichtyoli (CMN, 168) Kompisisi : Ikhtiol
5 gram
Pulv Radix liq
qs
Mf. Pilulae no. L
3. Pilulae Kreosot (CMN, 168) Kreosot
2,5 gram
Pulv succus liq
2,5 gram
Aqua
1 gram
Mf. Pil la. No. L
4. Pil dengan bahan bersifat reduktor : R/ Kalii Permanganas
0,1
Natrii Bicarbonas
0,5
Bolus alba
qs
Mf. Pills La. No. XXX
R/ Kalii Iodidum NaBr Codein
3 gram 2 gram 0,1 gram
Mf. Pils La. No. XXX
5. Pil dengan penyalutan khusus R/ Bic Natric
0,5
Buku Praktikum Farmasetika 2 -Prodi D III Farmasi - tahun 2017
24
Acid Citric
0,5
Mf Pils La No. XXX
6. Pil dengan bahan bersifat oksidator : R/ Kalii Bromidum Phenobarbital
6 gram 0,5 gram
Mf. Pils La. No. XXX
7. Pil dengan bahan khusus R/ Curcumae Rhizoma
3 gram
Mf La Pils dtd No. XXX
R/ Orthosiphonis Folium 3 gram Mf La. Pils dtd no. XXX
R/ Pilulae Iodeti Ferrosi Mf. La pils no. XXX
Buku Praktikum Farmasetika 2 -Prodi D III Farmasi - tahun 2017
25
Contoh pilulae di perdagangan
Buku Praktikum Farmasetika 2 -Prodi D III Farmasi - tahun 2017
26
Soal Kuisener
1. Apa yang disebut dengan supositoria 2. Apa keuntungan dan kerugian oleum cacao sebagai basis supositoria 3. Bagaimana cara pembuatan supositoria dengan basis oleum cacao, agar tidak terbentuk air kristalnya 4. Bagaimana cara konseling penggunaan supositoria pada pasien 5. Berikan contoh obat dalam bentuk supositoria dan ovulae di perdagangan 6. Apa yang disebut dengan pilulae 7. Apa beda antara pilulae, boli dan granulae 8. Bagaimana cara pembuatan pilulae yang mengandung bahan bersifat oksidator dan reduktor 9. Bagaimana konseling ke pasien tentang cara minum pilulae 10. Berikan contoh obat dalam bentuk pilulae di perdagangan
Buku Praktikum Farmasetika 2 -Prodi D III Farmasi - tahun 2017
27
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, Howard C.2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi keempat. Jakarta : Universitas Indonesia Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Codex Medikamentum Nasional. Jakarta Departemen Kesehatan Republik Indonesia.1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Farmakope Indonesia edisi V. Jakarta Departemen Kesehatan Republik Indonesia.1978. Formularium Nasional edisi II. Jakarta Moh. Anief. 2007. FARMASETIKA.Yogyakarta : Gajah Mada University Press Syamsuni. 2007. Ilmu Resep. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.
Buku Praktikum Farmasetika 2 -Prodi D III Farmasi - tahun 2017
28