EKONOMI DAN PEMBANGUNAN TEORI, MASALAH DAN KEBIJAKAN Dr. Mudrajad Kuncoro, M.Soc.Sc
Daftar Isi Bagian I Teori Pembangunan Bab 1 Evolusi Makna Pembangunan 1.1 Pandangan Pandangan Tradisional Tradisional 1.2 Paradigma Paradigma Baru dalam Pembangunan Pembangunan 1.3 Paradigma Paradigma Pembangun Pembangunan an : Ut Selama masa orde baru, pembangunan ekonomi direncanakan secara terpusat oleh Bappenas yang dijabarkan dalam Repelita. Akibatnya perencanaan pembangunan sepe sepenu nuhn hnya ya diat diatur ur dan dan diaw diawas asii oleh oleh peme pemeri rint ntah ah pusa pusatt seba sebaga gaii renc rencan anaa pembangunan nasional, dimana daerah menerima “alokasi” anggraan dan program yang yang sebe sebena narn rnya ya meru merupa paka kan n prog program ram nasi nasion onal al yang yang dite ditemp mpatk atkan an di daer daerah ah terte tertent ntu. u. Kons Konsek ekue uens nsin inya ya pemb pemban angu guna nan n yang yang terj terjad adii di daera daerah h buka bukanl nlah ah pemba pembangu ngunan nan milik milik daerah daerah melain melainkan kan sebaga sebagaii pemban pembangun gunan an nasion nasional al yang yang meru merupa paka kan n “pet “petun unju juk” k” dan dan “arah “arahan an”” yang yang berd berdas asark arkan an bela belass kasi kasiha han n dan dan paternalism paternalismee dari Bappenas dan Depaertemen Depaertemen Dalam Negeri. Negeri. Kemajuan Kemajuan ekonomi ekonomi selama tiga dekade terakhir (1966-1997) tida dirasakan oleh masyarakat di daerah seutuhnya, seutuhnya, melainkan melainkan sekedar sekedar pembangu pembangunan nan ekonomi ekonomi di daerah daerah (Kuncoro dan Matsui 2003; The Role of Local Government in Indonesia: A Survey of Recent Deve Develo lopm pmen ent; t; pape paperr pres presen ente ted d in Inter Interna nati tion onal al Symp Sympos osiu ium m on Indo Indone nesi sia’ a’ss Decentralizati Decentralization on Policy: Policy: Problems Problems and Policy Policy Directions, Directions, Tokyo, 31 Januari-1 Januari-1 Februari). Pembangunan bukan berdasar aaspirasi masyarakat daerah, melainkan pembangunan yang telah dialokasikan oleh pusat untuk dilakukan di daerah. Apakah Apakah pemban pembangun gunan an ekonom ekonomii harus harus dilaks dilaksana anakan kan dengan dengan cara cara demiki demikian? an? Mengapa tidak memberikan kepercayaan kepada masarakat lokal di kab/kota atau desa untuk mengemukanakan pendapat untuk masa depannya? Pengawasan dan koordi koordinas nasii Bappen Bappenas as di Jkarata Jkarata akan akan tetap tetap diperlu diperlukan kan,, namun namun perann perannya ya hanya hanya sebatas merancang dan memformulasikan perencanaan makro, sedangkan Bappeda di Prov/kab/kota yang seharusnya mengorganisasi dan merangasang perencanaan pertisipatif dari bawah, atau bottom up. Perbuahan perencanaan pembangunan dari top down ke bottom up memang akan sulit dan kompleks karena beberapa alasan (Mubyarto & Bromley, 2002:35-40; A Development Alternatives for Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta). Pertama, perencana daerah yang selama ini tinggal menterjemahkan dan mengalokasikan rencana dari pusat akan kesuli kesulitan tan dalam dalam membua membuatt perenc perencana anaan an berdas berdasark arkan an kebutu kebutuhan han daerah daerah dengan dengan memper memperhat hatika ikan n aspira aspirasi si masayr masayraka akatt lokal. lokal. Kedua, Kedua, di bidang bidang bisnis bisnis,, termas termasuk uk BUMN, yang merupakan cabanga dari kantor pusat akan menemui kesulitan dalam menjalankan usahanya, mereka akan menemui masalah serius yang berhubungan deng dengan an oton otonom omii daer daerah ah,, dima dimana na otor otorit itas as daer daerah ah haru haruss mamp mampu u mela melaku kuka kan n penga pengawas wasan an terhada terhadap p setiap setiap kegiat kegiataa bisnis bisnis tang tang ada di daerah daerahnya nya.. Terakh Terakhir, ir, komitmen keadalian sosial yag selama ini sangat sulit direalisasikan di tingkat nasional akan semakin menantang untuk diwujufdkan di daera h
Salah satu isu penting dalam implementasi demokrasi ekonomi adalah peran modal asing. Pada tahun 1965, indonesia menarik diri dari keanggotaan PBB, dan dari organisasi keuangan internasional (IMF dan Bank Dunia). Pada masa itu pemerintah menerapkan kebijakan “pembangunan mandiri” yang menolak bantuan dan modal asing. Semangat nasionalisme ini masih berlanjut hingga awal rezim Orde Baru sebagaimana yang tertuang dalam Tap MPR No. XXIII/1966 yang pada intinya memungkinkan penggunaan bantuan dan modal asing hanya sebagai pelengkap untuk menghindari kejatuhan ekonimi dan untuk pembangunan. namun semangat ini semakin luntur dengan dorongan globalisasi. Setelah krisis ekonomi pada 1997, komitmen terhadap nasionalisme ekonomi menjadi hilang. Pada tahun 1998 dengan TAP MPR No. XVI/ 1998 dan No IV/1999 pemerintah mengulangi ide bahwa bantuan luar negeri dan modal asing harus dibatasi untuk memperkuat perkeonomian nasional dan agar perekonomian nasional tidak tergantung pada kepentingan asingh. Waluapun demikian tetap terdapat perbedaan yang signifikan dengan semangat pembangunan mandiri pada masa orde lama. Salah satu definisi pembangunan yang paling banyak diterima adalah : suatu proses dimana pendapatan per kapita suatu negara meningkat selama kurun waktu yang panjang, dengan catatan bahwa jumlah penduduk yang hidup dibawah “garis kemiskinan absolut” tidak meningkat dan distribusi pendapatan yang tidak semakin timpang (Meier, 1995,7 : Leading Issues in Economic Development, edisi ke 6, Oxford University Press, New York, bab I.B) Yang dimaksud proses adalah berlangsungnya kekuatan-kekuatan tertentu yang saling berkaitan dan mempengaruhi. Dengan kata lain , pembangunan ekonomi lebih dari sekedar pertumbuhan ekonomi. Proses permbangunan menhendaki adanya pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan perubahan (growth plus change) dalam : Pertama, perubahan struktur ekonomi; dari pertanian ke industri atau jasa. Kedua, perubahan kelembagaan, baik lewat regulasi maupun reformasi kelembagaan itu sendiri. Bab 6 Masalah Ketimpangan dan Kemiskinan dan Ketimpangan Kemiskinan mrpk masalah yang diahadapi semua negara di dunia, termasuk di AS sekalipun Sementara di negara miskin termasuk INA berhadapan dengan masalah klasik yaitu pertumbuhan versus distribusi pendapatan. Isu mendasar adalah bagaimana meningkatkan pertumbuhan namun juga siapa yang membuat kue nasional. Bila pertumbuhan disumbang oleh segelintir orang kaya maka merekalah yang mendapat manfaat dari pertumbuhan. Banyak NSB memiliki pertumbuhan relatif tinggi namun tidak membawa manfaat yang berarti bagi penduduk miskinnya. Dengan kata lain kemiskinan ssetidaknya dapat dilihat dari 2 sisi. Pertama kemis absolut dimana dengan pendekatan ini diidentifikasi juml penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan. Kedua kemis relatif, yaitu pangsa pendapatan nasional yang diterima oleh masing-masing golongan pendapatan atau erat kaitannya dengan masalah distribusi pendapatan. Kemiskinan beda dengan ketimpangan distribusi pendapatan (inequality). Kemis berkaitan dengan standar hidup yang absolut dari bag masy teretentu, sedang ketimpangan mengacu pada standar hidup relatif dari seluuh masy. Pd tingk
ketimpangan yang maksimum, kekayaan dimiliki oleh satu orang saja dan tingkat kemiskinan sanga tinggi. Bab 7