PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM PARU RSUD Dr. MOEWARDI
BRONKIEKTASIS 1.
Pengertian (Definisi)
Bronkiektasis adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik dilatasi atau bronkus ireversibel disebabkan oleh kerusakan dinding bronkus dan bronkiolus akibat dari infeksi dan inflamasi. Bronkiektasis dapat terjadi tunggal (paru tunggal) atau difus (kedua paru), dapat terjadi pada satu bronkus atau lebih yang melibatkan bronkus dengan diameter > 2
Bronkus bagian atas kurang terpengaruh karena lebih banyak mengandung kartilago kartilago dan lebih tahan terhadap dilatasi dibanding bronkus distal. mm.
Reid membagi BE menjadi 3 tipe berdasarkan makroskopis gambaran patologi yaitu:
a) Tubuler. Dilatasi bronkus dengan diameter sama dan tidak lancip. b) Varikosa. Dilatasi bronkus dengan beberapa lekukan atau area konstriksi. c) Kistik. Dilatasi bronkus yang diakhiri dengan bentukan kantong- kantong. Bronkiektasis dapat terjadi akibat kelainan
kongenital (kistik fibrosis), fibrosis) , infeksi
menahun dan berulang, aspirasi/gastroesophageal reflux disease, defisiensi imun, obstruksi, kelainan mukosiliar, defisiensi alfa 1-antitripsin, colitis ulseratif, Allergic broncho pulmonary aspergillosis, usia tua ( elderly).
Secara garis besar penatalaksanan BE antara lain : 1. Antibiotik 2. Antiinflamasi 3. Bronchial hygiene
4. Bedah 5. Transplantasi. 2
Anamnesis
Hasil Anamnesis ( S S ubjectiv ubjec tive) e) Gejala yang paling sering adalah batuk dan produksi sputum kental/purulen. Produksi sputum banyak warna kuning atau hijau kental didapatkan pada tipe wet.
.
Gejala batuk tanpa dahak didapatkan pada pasien bronkiektasis tipe dry. Bronkiektasis lebih sering terjadi pada usia pertengahan sampai tua. Gejala lain
meliputi hemoptisis,sesak napas, nyeri dada pleuritik, kelelahan, dan penurunan berat badan. Gejala bronkiektasis terinfeksi: batuk bertambah, volume dahak bertambah, dahak purulen, demam, sesak bertambah, malas, kelelahan, atau penurunan toleransi latihan, penurunan fungsi paru, perubahan foto toraks (konsisten dengan proses baru pada paru), perubahan suara napas paru Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang (Objective) Pemeriksaan Fisik
3.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik bronkiektasis tidak spesifik Inspeksi didapatkan respirasi meningkat, clubbing finger (proses kronik). Auskultasi paru didapatkan ronki basah kasar, wheezing terlolalisir.
4.
Kriteria diagnosis
Penegakan Diagnosis ( A s s es s ment ) Diagnosis pasti BE Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (HRCT toraks). Kriteria Diagnosis Gejala klinis BE tipe wet didapatkan batuk kronis dengan produksi sputum yang banyak, mukopurulen, dan seringkali berwarna kuning sampai hijau. Gejala klinis BE tipe dry batuk jarang mengeluarkan dahak Gejala lain batuk darah, sesak napas, demam, penurunan berat badan, kelelahan, nyeri dada pleuritik Gejala BE terinfeksi : batuk bertambah, volume dahak bertambah, dahak purulen, demam, sesak bertambah, kelelahan, lemah, atau penurunan toleransi latihan, penurunan fungsi paru, perubahan foto toraks (konsisten dengan proses baru pada paru), perubahan suara napas paru Pemeriksaan fisik paru didapatkan suara tambahan ronki basah kasar dan wheezing terlokalisir HRCT toraks menunjukkan kelainan berupa dilatasi lumen saluran napas dengan ukuran 1,5 kali dibandingkan saluran napas disekitarnya, hilangnya gambaran saluran napas di perifer, bentuk varikose sepanjang saluran napas, bentuk ballooned cysts pada akhir bronkus Hasil spirometri menunjukkan keterbatasan aliran udara, penuruan volum ekspirasi paksa detik 1 (VEP1) dibanding kapasitas vital paksa (KVP), normal atau sedikit penurunan KVP, dan penurunan VEP1
5.
6.
Diagnosis Kerja
Diagnosis banding
Bronkiektasis 1. 2. 3. 4.
TB paru PPOK Asma Kistik fibrosis
5. Bronkitis kronik 6. Kartagener sindrom
7.
Pemeriksaan penunjang
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
8.
Terapi
Darah lengkap dan hitung jenis leukosit, IgA, IgG, IgM, level alfa1-antitripsin High resolution Computed Tomography toraks (HRCT) gold standar Foto toraks PA Analisis gas darah Spirometri Tes bronkodilator Bakterial sputum/kultur sputum dan sensitivitas, kultur sputum jamur dan sensitivitas, kultur mikobakterium CT scan sinus Bronkoskopi dengan biopsi (untuk obstruksi lokal, infeksi, dan primary cilliary dyskinesia) Sweat chloride test analysis (untuk kistik fibrosis) Nasal nitric oxide (NNO) levels Barium swallow (Bas) pH probe
1. Antibiotik Pilihan antibiotik pada saat eksaserbasi adalah fluorokuinolon seperti levofloksasin dan ciprofloksasin selama minimal 7-10 hari, atau sesuai hasil kultur sputum 2. Menekan jumlah bacterial load Antibiotik yang direkomendasikan adalah fluorokuinolon oral, eritromisin tablet 2x500mg, atau tobramisin aerosol 300mg 2x sehari, azitromisin 500 mg 2x seminggu selama 6 bulan 3. Tatalaksana penyakit yang mendasari 4. Anti-inflamasi Anti-inflamasi berupa kortikosteroid sistemik maupun inhalasi, makrolide inhalasi, NSAID misalnya ibuprofen dosis tinggi jangka panjang 5. Mobilisasi sekret/Bronchial hygiene Mobilisasi sekret dapat dilakukan dengan pemberian inhalasi bronkodilator short acting atau long acting jenis adrenergik maupun antikolinergik, inhalasi hypertonic saline 7% 2-4 kali sehari, inhalasi mannitol, mukolitik (N asetil sistein), penggunaan alat mekanik berupa chest physical therapy dengan postural drainage, active cycle of breathing, occilatory positive expiratory pressure device, dan hihg frequency assisted airway clearance 6. Anti aspirasi Tatakalsana anti-GER (mengurangi intake makan dan minum di malam hari, meninggikan kepala saat tidur), memperbaiki menelan, menurunkan asam lambung (proton pump inhibitor, H2 blocker) 7. Mengatasi hemoptisis Mengatasi hemoptisis terutama hemoptisis yang mengancam jiwa harus dengan tata
laksana agresif dan terkoordinasi. Tatalaksana berupa membebaskan jalan napas, pemasangan
endotracheal
tube,bronkoskopi,
aortografi
diikuti
pemasangan
kanul/kateter pada arteri bronkial 8. Terapi pembedahan Pembedahan berupa thoracoscopy dibantu dengan video, lateral torakotomi,
reseksi area sumber hemoptisis. 9. Transplantasi (end-stage disease) Double-lung transplantation disarankan pada pasien dengan kistik fibrosis dan gagal napas 10.
Lain-lain
Vaksinasi Streptococcus pneumoniae, berhenti merokok, oksigen, metilsantin, kromolin, nedokromil, leukotrin modifier
9
Kompetensi
Terapi medikamentosa : oleh dokter paru Terapi pembedahan : oleh dokter spesialis BTKV Fisioterapi : oleh ahli fisioterapi
10
Kompetensi PPDS
Merah
Kuning
Hijau
Biru
Diagnosis
1
2
3
3
Pengelolaan
1
2
3
3
1
2
3
3
Medis Prosedur Keterangan : 1. Supervisor mendemontrasikan 2. Peserta melakukan dengan supervisor 3. Peserta melakukan mandiri 11.
12.
Edukasi
Prognosis
1.
Penyakit bronkiektasis
2.
Terapi bronkiektasis
3.
Prognosis
Ad vitam
: Dubia ad bonam
Ad sanam
: Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
13.
Tingkat evidens
Diagnosis : I/ II/ III/ IV
Terapi : I/ II/ III/ IV 14.
Penelaah kritis
1. Prof. DR Suradi, dr.SpP(K), MARS 2. DR.dr. Eddy Soerjanto, SpP(K) 3. dr. Yusup Subagyo S, SpP(K) 4. dr. Ana Rima, SpP(K) 5. DR.dr. Reviono, SpP(K) 6. dr. Harsini, SpP 7. dr. Jatu Aphridasari, SpP 8. dr. A. Farih Raharjo, SpP, M.Kes
15.
Indikator medis
16.
Kepustakaan
1. Sesak napas berkurang (RR < 22 x/menit) 2. Tanda-tanda infeksi membaik (suhu < 37,8°C, angka leukosit mendekati rujukan normal) 3. Analisis gas darah (menunjukkan perbaikan/gagal napas tipe 2 kronik) 4. Toleransi latihan meningkat, mampu melakukan aktivitas sehari-hari. 5. Intake baik, berupa nafsu makan baik sehingga berat badan sesuai Body Mass Index 1.
Iseman MD, Chan E. Bronchiectasis. In: Mason M, Nadel J, Murray J, editors. Murray and Nadel’s Textbook of Respiratory Medicine. 5th ed. Philadelphia: Elseiver Inc; 2010.p.1023-46
2.
Weinberger S, Crockrill B, Mandel J. Miscellaneus airway disease. In: Weinberger S, Crockrill B, Mandel J, editors. Principles of Pulmonary Medicine. 5th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2008.p. 110-21
3.
Bourke SJ. Bronchiectasis and lung abces. In: Bourke SJ, editor. Lecture notes on pulmonary medicine 6th ed. Massachusetts: Blackwell publishing; 2003.p. 73-8
4.
Barker AF. Bronchiectasis. N Engl J Med. 2002;346:1383-94.
5.
O’Donnell AE. Bronchiectasis. Chest. 2008;134:815-23.
6.
King PT. The pathophysiology of bronchiectasis. International Journal of COPD. 2009;4:411-9.
Surakarta, Ketua KSM .......................
Komite Medik Ketua Dr. Untung Alifianto,dr., Sp.BS NIP.19561223 198611 1 002
..................................... NIP. Direktur RSUD Dr Moewardi
...................................................