BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Uni Eropa (European Union) adalah sebuah organisasi antar pemerintahan dan supranasional yang terdiri dari beberapa negara Eropa. Dengan bergabungnya Kroasia pada tanggal 1 Juli 2013, negara anggota Uni Eropa sekarang berjumlah 28 negara. Berbeda dengan regionalisme lainnya di dunia, Uni Eropa dianggap sebagai sebuah regionalism yang lebih terintegrasi karena memiliki berbagai atribut yang dimiliki oleh negara-negara merdeka seperti bendera, lagu kebangsaan, tanggal pembentukan, mata uang sendiri, kebijakan luar negeri maupun kebijakan keamanan yang ditransaksikan dengan negara-negara lain.
Maka dari itu Uni Eropa berpotensi menjadi contoh bagi berbagai macam integrasi regional lainnya di dunia internasional. Hal ini dibuktikan juga dengan beberapa pencapaian yang telah diraih oleh Uni Eropa. Salah satunya adalah nobel perdamaian yang didapatkan Uni Eropa pada tahun 2012. Thorbjoern Jagland, Presiden Komite Nobel mengatakan "Uni Eropa selama lebih dari enam dasawarsa berperan besar dalam mewujudkan perdamaian, rekonsiliasi, demokrasi, dan hak asasi manusia". Hadiah Nobel Perdamaian ini dianggap sebagai dorongan moral bagi Uni Eropa dalam mengatasi krisis utang. Panitia Nobel memuji Uni Eropa, organisasi yang sekarang beranggotakan 28 negara, dalam membangun kembali kawasan setelah Perang Dunia Kedua.
Akan tetapi pencapaian – pencapaian tersebut belum bisa membuat Uni Eropa menjadi sebuah regionalisme yang sempurna. Dinamika di Uni Eropa mengalami pasang surut, berbagai permasalahan muncul, baik dari luar maupun dari dalam tubuh Uni Eropa itu sendiri. Penghargaan yang diraih Uni Eropa pada tahun 2012, tidak berarti bisa membuktikan bahwa Uni Eropa berhasil secara ekonomi. Krisis utang yang diawali oleh negara Yunani pada tahun 2008 menyebar ke negara anggota Uni Eropa lainnya seperti Irlandia, dan Portugal.
1.2. Rumusan Masalah
Inggris merupakan salah satu negara yang berada pada wilayah Eropa. Inggris pun menjadi salah satu anggota dari Uni Eropa saat itu. Namun melalui referendum yang dilaksanakan pada Kamis (23/6/2016) waktu setempat, warga Inggris memilih untuk keluar dari Uni Eropa atau bisa disebut dengan Brexit (Britanian Exit). Ada beberapa penyebab dan factor yang membuat Inggris memutusakan untuk keluar dari bagian Uni Eropa. Dari penjelasan tersebut terdapat pertanyaan.
Apa itu Brexit (Britanian Exit) ?
Apa yang menyebabkan Inggris keluar dari Uni Eropa?
Bagaimana dampak global setelah Inggris keluar dari Uni Eropa?
1.3. Tujuan Penilitian
Tulisan bertujuan untuk mengetahui alasan Inggris memilih keluar dari Uni Eropa, dan mengetahui penyebab dan factor yang membuat Ingrris memilih untuk keluar dari Uni Eropa. Juga mengetahui dampak yang dihasilkan akibat keluarnya Inggris dari Uni Eropa.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Konstruktivisme
Konstruktivisme merupakan salah satu perspektif yang dikembangkan dan digunakan dalam studi sosiologi. Sejak abad ke delapan belas, tulisan tentang perspektif ini telah ditemukan. Giambattista Vico adalah salah satu ilmuan yang memiliki kontribusi pada perkembangan konstruktivisme. Dalam studi Hubungan Internasional, konstruktivisme adalah sebuah perspektif yang ditransformasikan oleh para ilmuan Hubungan Internasional sebagai alat analisis karena adanya ketidakpuasan sebagian para ilmuan Hubungan Internasional dalam menerima penjelasan perspektif arus utama dalam studi HI.
Perspektif arus utama seperti realisme, liberalisme, strukturalisme dianggap oleh konstruktivisme terlalu mengagung – agungkan power sebagai dasar analisis, sehingga alih – alih berkontribusi pada terciptanya dunia damai, asumsi power yang terkandung dalam asumsi perspektif arus utama justru seringkali mempengaruhi tingkah laku para pelaku Hubungan Internasional untuk menjadi lebih agresif dan bersifat konfliktual.
Dalam konteks ini maka para pemikir Setidaknya terdapat tiga asumsi dasar dari perspektif konstruktivisme; pertama, setiap tindakan agen berdasarkan kepada ide dan identitas yang diperoleh dari hasil interaksinya dengan lingkungan sosial. Ide secara sederhana bisa dipahami sebagai bagaimana suatu agen memandang dan memaknai agen lain. Sehingga adanya ide mencerminkan identitas atau ciri dari agen tersebut yang membedakannya dengan agen yang lain. Konstruktivisme beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan oleh negara (agen) akan berpengaruh terhadap bentuk sistem internasional.
Sebaliknya, sistem internasional tersebut juga akan berpengaruh terhadap perilaku negara. Kedua, pandangan mengenai sistem internasional yang anarki. Dalam sistem anarki terdapat interaksi – interaksi antar-agen. Kemudian, dalam interaksi antaragen itu terjadi sebuah proses yang saling mempengaruhi antaragen sehingga interaksi tersebut memberikan bentuk terhadap sistem internasional. Hal ini bertentangan dengan paham realisme yang menyatakan bahwa realita Hubungan Internasional bersifat anarki yang mana anarki tersebut bersifat given. Ketiga, konstruktivisme memfokuskan kajiannya terhadap persoalan mengenai bagaimana pembentukan ide dan identitas.
Konsep konstruktivisme tentang struktur sosial sebagaimana dijelaskan oleh Alexander Wendt (1992), terdiri dari tiga komponen; pengetahuan bersama, sumberdaya material, dan praktik. Pengetahuan bersama merupakan dimensi pengetahuan yang terkonstruksi oleh interaksi antara banyak aktor. Ia bersifat intersubjektif dan sangat dinamis. Pengetahuan bersama itu kemudian menjadi variabel yang turut menata, mengatur, dan menjadi acuan bagi aktor – aktor dalam bertingkah laku. Sejalan dengan argumentasi tersebut Jennifer Sterling Folker menulis "constructivism shows that even our most enduring institutions are based on collective understandings".
Dalam pandangan konstruktivisme, agen dan struktur terlibat dalam pemahaman intersubjektif, bukan hanya agen/subjek saja. Hal tesebut disebabkan oleh nilai, norma, bahasa, budaya dan ideologi merupakan fenomena sosial yang menciptakan identitas dan membimbing tindakan para agen. Namun dalam pemahaman intersubjektif perlu diingat bahwa intersubjektif tidaklah bersifat statis dari waktu ke waktu karena dipengaruhi oleh perubahan konteks.
Struktur terbentuk melalui adanya interaksi antar-agen. Seperti halnya dalam kerja sama internasional, melalui praktek diplomasi, lembaga memenuhi fungsinya yang merefleksikan pemahaman bersama untuk menyediakan order, menstabilkan ekspektasi aktor, dan mengelola hubungan kekuasaan. Oleh karena itu, struktur dipandang sebagai sebuah media bagi agen - agen dalam mendistribusikan ide - ide (ideas) satu sama lain dan mendorong agen untuk menentukan nilai serta norma yang berlaku dalam struktur tersebut.
Jika rasionalis-positivis mendoktrinkan bahwa struktur internasional tidak lain merupakan distribusi kapabilitas material saja, konstruktivis meyakini sebaliknya bahwa struktur internasional adalah distribusi ide, dan agen – agen bertindak mengikuti pola persebaran ide tersebut. Struktur sosial yang dijelaskan oleh Alexander Wendt memiliki tiga elemen; pengetahuan bersama (shared knowledge), sumber daya material (material resources), dan tindakan – tindakan (practices). Struktur sosial ditentukan oleh adanya pemahaman, ekspektasi, atau pengetahuan bersama (shared knowledge). Hal tersebut yang dikatakan oleh Alexander Wendt membentuk hubugan antar aktor apakah bersifat kooperatif atau konfliktual.
Menurut Alexander Wendt, anarki dalam Hubungan Internasional bukanlah sesuatu yang bersifat given, akan tetapi apa yang terjadi dalam struktur sosial baik dalam struktur domestik maupun internasional merupakan sebuah konstruksi yang terbentuk melalui interaksi antar-agen
Identitas akan mempengaruhi interaksi antaragen yang diadopsi sebagai kepentingan yang bermuara pada rumusan kebijakan negara (practice). Pasca Perang Dunia II, konsep kepentingan kerap disejajarkan dengan Power. Di mana Power dimaknai sebagai millitary capability dan interest serta diartikan sebagai ego mutlak dari tujuan keamanan, kesejahteraan, dan kekuasaan. Konsep ini dikritik oleh Alexander Wendt yang mengatakan bahwa interest bukan merupakan produk dari kapasitas materi suatu negara yang bersifat absolut, melainkan sebuah konstruksi dari penyaringan ide yang terbentuk juga karena faktor identitas negara tersebut.
Dalam perspektif konstruktivisme bahwa praktik (practice) baik dalam bentuk kebijakan negara maupun tindakan agen dalam bentuk lain lahir dari interest akibat dari perbedaan identitas dan ide yang dibangun oleh nilai, norma, agama, ideologi dan sebagainya yang diyakini para agen yang juga didapatkan dalam interaksinya dalam struktur sosial yang dapat dilihat melalui meanings dalam interaksi antaragen yang mengandung simbol. Simbol tersebut antaranya adalah ungkapan – ungkapan yang disampaikan agen.70 Wacana adalah sebuah practice berupa tindakan agen yang lahir dari sebuah interest.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Britanian Exit (Brexit)
Brexit adalah terminologi yang populer belakangan dalam hubungannya dengan keluarnya Inggris dari Uni Eropa (UE), melalui referendum di Inggris pada 23 Juni 2016. Referendum ini berkembang fenomenal dalam 6 bulan belakangan. Anggota UE lain mengantisipasi dengan cemas hasil dan implikasinya secara luas dan dalam jangka panjang. Sebagian besar mengharapkan Inggris tetap menjadi bagian UE, sebagian lagi menyiapkan tindakan darurat, dan bahkan balasan, jika Inggris keluar. "Brexit" adalah akronim dari Britain exit, yang bermakna keluarnya Inggris dari integrasi UE yang sekarang terdiri dari 28 negara. "Brexit" digunakan untuk mengritik dan menyudutkan Brussels, Belgia, markas UE yang dinilai selama ini menggerogoti kedaulatan Inggris dengan beban-beban regulasinya.
Sebagai organisasi, UE telah didirikan sejak lama, yakni pada tahun 1952, dengan peran dominan Prancis dan Jerman dalam merintis dan mengonsolidasikannya hingga menjadi sebuah sistem yang bekerja dengan mekanisme supranasional dan antar pemerintahan. Dalam beberapa bidang, berbagai keputusan ditetapkan melalui cara musyawarah-mufakat di antara 28 negara anggotanya. Sebagai konsekuensinya, setiap negara anggota telah menyerahkan kedaulatannya dan tunduk pada mekanisme bersama, ketentuan UE. Inggris baru bergabung dengan UE pada 1 Januari tahun 1973. Kelompok pro-"Brexit" berpendapat Inggris akan lebih baik jika bisa mengatur ekonomi dan imigrasinya sendiri, sedangkan menurut yang anti-"Brexit," walaupun bergabung dengan UE, Inggris tidak mengadopsi seluruhnya idealisme UE, antara lain tidak memberlakukan visa Schengen dan mata uang Euro. Titik balik menegosiasikan keanggotaanya dalam UE muncul 22 Januari 2013, dalam janji kampanye PM David Cameron dari Partai Konservatif.
3.2. Penyebab Keluarnya Inggris dari Uni Eropa
Integrasi UE, sejak awal, membutuhkan pengorbanan besar, terutama dalam belanja ekonomi yang harus dikeluarkan para anggotanya. Juga, dengan Inggris, yang bebannya tidak hanya harus ditanggung para elit politik, namun juga penduduknya. Salah satu pengorbanan terbesar Inggris adalah berkurangnya kedaulatan nasional, yang harus ditransaksikan dengan kepentingan Eropa secara menyeluruh.
Kedaulatan nasional tergerus dengan dibangunnya entitas supranasional baru, yang melibatkan negara-negara kecil anggotanya, yang sarat dengan beban ekonomi nasional, hutang luar negeri, bahkan yang hampir bangkrut, seperti Yunani, dan angka pengangguran yang besar. Hal ini menyulitkan Inggris untuk melesat dengan potensi ekonominya yang besar. Kebijakan UE yang terlalu ramah dalam imigrasi mendorong niat Inggris keluar dari UE.
Hal ini tampak di kalangan mereka yang sangat tidak toleran terhadap orang asing, dengan berbagai perbedaan latar belakang, seperti kondisi ekonomi, pendidikan, agama, dan kultur. Dewasa ini terdapat 5,4 juta imigran, sekitar 8,4% dari total penduduk Inggris. Inggris menjadi penerima imigran terbesar kedua setelah Jerman dengan 7,5 juta imigran atau 9,3%. Sebanyak 5,23 juta imigran diprediksi membanjiri Inggris sampai tahun 2030. Sikap Brussels yang mengharuskan para anggotanya berbagi beban mengatasi pengungsi yang mengalir ke daratan Eropa telah memaksa London juga harus membuka pintu lebar-lebar atas pengungsi.
Mereka sudah berada di kamp penampungan di perbatasan Prancis, dan siap memasuki daratan Inggris lewat jalan tol dan KA. Perilaku pengungsi imigran yang beringas, ditambah lagi dengan biaya dan pengorbanan lebih besar yang harus dikeluarkan Pemerintah Inggris, telah membuat sebagian elit politik dan rakyat Inggris harus mengambil langkah drastis dengan referendum pada 23 Juni 2016.
Pada bulan Juni 2014, majalah Jerman, Der Spiegel, mengutip Perdana Menteri Inggris David Cameron pada saat resesi pertemuan tingkat tinggi Uni Eropa di Brussels, Belgia. Cameron menyatakan bahwa Inggris tidak akan menjamin keanggotaannya di UE terkait dipilihnya mantan Perdana Menteri Luksemburg Jean-Claude Juncker menjadi Presiden Komisi Eropa. Di mata Cameron, Juncker dianggap condong ke gagasan Federasi Eropa. Hal ini diprediksi merusak harapan Cameron bahwa UE akan dipimpin reformis yang bisa memperbaiki hubungan UE dengan Inggris.26 Dari kata "memperbaiki" yang dilontarkan oleh Cameron, terlihat bahwa adanya hubungan yang kurang harmonis antara Inggris dengan Uni Eropa.
Krisis utang yang diawali oleh negara Yunani pada tahun 2008 menyebar ke negara anggota Uni Eropa lainnya seperti Irlandia, dan Portugal. Krisis ekonomi ini membuat Eropa memasuki fase – fase sulit. Kondisi perekonomian negara – negara di kawasan Eropa mendapat tekanan yang berat terutama dari sektor keuangan pemerintah yaitu berupa defisit anggaran yang relatif melebar dan beban hutang yang meningkat. Krisis keuangan yang dialami Yunani beserta beberapa negara lapisan pertama memiliki kemungkinan akan semakin dalam dan dapat menjalar menjadi krisis keuangan seluruh Eropa maupun global.
Hal tersebut terlihat dari kemungkinan gagal bayar (default) negara – negara Eropa terutama lapisan pertama. Jika Yunani default, maka dampak negatifnya akan dirasakan langsung oleh banyak negara khususnya negara anggota Uni Eropa. Data dari Bank for International Settlement (BIS)11 per Oktober 2011, yang dimuat oleh The New York Times pada 22 Oktober 2011, menyatakan bahwa krisis ekonomi yang dialami oleh negara lapisan pertama di Uni Eropa meluas ke negara – negara lainnya di Uni Eropa seperti Jerman, Perancis, Italia, dan Inggris. Tidak hanya ke negara Uni Eropa saja, dampaknya juga dirasakan oleh Amerika Serikat dan Jepang.
Inggris adalah salah satu negara yang terkena dampak dari permasalahan tersebut. Bank of England (BOE) memperingatkan bahwa krisis ekonomi zona Eropa tersebut akan memberikan resiko pada sistem keuangan Inggris. Dalam Laporan Stabilitas Keuangan, dana bantuan pinjaman dari UE dan Dana Moneter Internasional (IMF) sebesar 750 miliar Euro (USD1 triliun) memang digunakan untuk stabilisasi pasar setelah terjadi guncangan akibat masalah utang Yunani. BOE mengatakan tekanan pasar masih berlanjut dan bisa memberikan efek negatif terhadap sistem keuangan Inggris. Beberapa permasalahan tersebut tentunya menciptakan ketidaknyamanan kepada pemerintah Inggris.
Dengan paradigma konstruktivisme, peneliti menganalisis bahwa British Exit adalah sebuah konstruksi sosial yang direpresentasikan oleh aspek ide. Ide dalam hal ini adalah euroscepticism yang mengkonstruksi sebuah wacana yang dinamakan Brexit. Wacana sendiri adalah sebuah tindakan (practice) yang menimbulkan intersubjektivitas dalam struktur sosial, yang mana practice itu sendiri lahir dari manifestasi interest.
Menurut Alexander Wendt, anarki dalam Hubungan Internasional bukanlah sesuatu yang bersifat given, akan tetapi apa yang terjadi dalam struktur sosial baik dalam struktur domestik maupun internasional merupakan sebuah konstruksi yang terbentuk melalui interaksi antar-agen. Jadi, Brexit terbentuk dikarenakan adanya interaksi antara Inggris dan Uni Eropa. Negara merupakan agen sentral yang dapat menggunakan kebijakannya dalam interaksi antaragen dalam struktur sosial.
Kebijakan negara bersifat sangat mengikat khususnya bagi agen lain yang merupakan warga negara yang bersangkutan seperti individu maupun kelompok seperti halnya masyarakat Inggris. Jadi, bagaimanapun perdebatan dan interaksi yang terjadi dalam struktur sosial Inggris, practice yang terbentuk dari interaksi tersebut ditentukan oleh Perdana Menteri Inggris yang sedang menjabat sebagai representasi negara.
Hal ini seperti yang dikatakan dalam perspektif konstruktivisme bahwa practice baik dalam bentuk kebijakan negara maupun tindakan agen dalam bentuk lain lahir dari interest akibat dari perbedaan identity dan ide yang dibangun oleh nilai, norma, agama, ideologi dan sebagainya yang diyakini para agen yang juga didapatkan dalam interaksinya dalam struktur sosial yang dapat dilihat melalui meanings dalam interaksi antaragen yang mengandung simbol. Simbol tersebut antaranya adalah ungkapan – ungkapan yang disampaikan agen.
Perdana Menteri Inggris David Cameron sebagai representasi negara yang memunculkan wacana British Exit. Identitas sangat dipengaruhi oleh ide yang dimiliki agen. Nilai, norma, agama, ideologi dan sebagainya akan membangun identitas dari agen yang berujung pada munculnya interest dan practice. Dalam practice, pada hakikatnya terjadi shared idea berupa ide yang bersumber dari beberapa aspek yang membangun identitas agen.
Itulah sebabnya interaksi antaragen terkadang dapat merubah identitas dari salah satu agen. Artinya ide yang diyakini oleh agen yang mempengaruhi agen lain tersebut berhasil didistribusikan pada interaksi dalam struktur sosial. Itu pulalah yang menjadi penyebab kenapa identity dari agen sewaktu-waktu bisa mengalami perubahan. Hal tersebut terbukti pada pemerintahan new labour (1997 – 2009) yang ingin menjadikan inggris sebagai negara pro-Eropa. Akan tetapi, ideologi euroskeptis dari kelompok – kelompok oposisi telah mengakar kuat di Inggris dan menyebabkan perubahan identitas menjadi negara pro-Eropa tidak berlangsung lama.
3.3. Dampak Keluarnya Inggris dari Uni Eropa Bagi Dunia
Anggaran/Ekonomi
Negara anggota Uni Eropa lain harus mengisi setidaknya setengah sejumlah kekurangan dari hilangnya kontribusi dana Inggris kepada Uni Eropa. Total kontribusi Inggris untuk anggaran Uni Eropa untuk tahun 2016 adalah 19,4 miliar euro, termasuk pemotongan tarif dan pajak impor. Inggris menerima sekitar 7 miliar euro dari subsidi regional dan pertanian. Jerman, negara anggota Uni Eropa terbesar, akan mau tak mau harus menyediakan uang tunai ekstra untuk menutupi celah ini. Institut Jerman, Ifo, memperkirakan dana yang diperlukan mencapai 2,5 miliar euro.
UniCredit menyatakan akan terdapat sejumlah kekurangan di zona euro namun akan dapat teratasi. Sektor perdagangan, keuangan dan faktor ketidakpastian diperkirakan akan menyebabkan kondisi keuangan yang lebih sulit dan penundaan investasi. Uni Eropa akan menurunkan perkiraan produk domestik bruto (PDB) sebesar 0,5-1,0 persen dari saat ini yang sebesar 1,6 persen.
Perdagangan
Negara-negara anggota Uni Eropa mengalami surplus neraca perdagangan sekitar 100 miliar euro dalam perdagangan dengan Inggris. Sementara nilai ekspor Inggris lebih besar 20 miliar euro ketimbang nilai impornya. Kondisi serupa juga berlaku di bidang jasa keuangannya. Banyak ekonom memperkirakan Brexit akan setidaknya, untuk sementara, mengurangi pertumbuhan Inggris. Faktor ketidakpastian juga akan memengaruhi permintaan domestik dan melemahkan mata uang pound sterling. Ini akan berimplikasi terhadap kinerja ekspor Uni Eropa ke Inggris, yang nilainya mencapai sekitar 2,6 persen dari total PDB Uni Eropa pada 2014.
Perdana Menteri Inggris David Cameron memutuskan mundur menyusul hasil referendum yang menyatakan Inggris keluar dari Uni Eropa. (Reuters/Stefan Wermuth) Diperkirakan terjadi "kejutan dari sisi permintaan" di Inggris yang terkait dengan kemungkinan tarif impor baru. Pegiat gerakan Brexit menilai Uni Eropa akan ingin membentuk kesepakatan perdagangan bebas dengan Inggris, meskipun Inggris keluar dari blok itu. Satu-satunya ekspor bidang jasa Uni Eropa yang tak akan berpengaruh adalah sektor wisata ke Inggris.
Investasi
Inggris merupakan destinasi penanaman modal asing Uni Eropa yang terbesar, menurut data daro UNCTAD, dengan rata-rata mencapai US$56 miliar per tahun pada periode 2010-2014. Negara EU lainnya hanya memiliki jumlah penanaman modal kurang dari jumlah ini. Sekitar 72 persen investor dalam kajian EY di tahun 2015 menyatakan bahwa akses memasuki pasar tunggal Uni Eropa merupakan faktor utama penanaman modal mereka di Inggris. Diperkirakan, para investor akan mencari akses dari negara lain jika Inggris tidak dapat menyediakan pintu masuk ke pasar tunggal Uni Eropa.
Imigrasi
Warga imigran atau ekspatriat akan menjadi kubu yang paling menderita jika Inggris keluar dari Uni Eropa. Berbagai kebijakan soal imigran di Inggris akan mengalami perubahan drastis.Jumlah imigran di Inggris tahun 2015 mencapai 333 ribu orang, selalu naik 100 ribu setiap tahunnya sejak 1998. Usai referendum yang memenangkan "keluar" dari UE, para ekspatriat Eropa di Inggris terancam dideportasi. Menurut laporan CNN, warga Eropa di Inggris mengaku resah.
Brexit juga akan mengancam 1,2 juta pekerja imigran di Inggris yang datang dari negara-negara Eropa Timur. Menurut data Reuters, pada 2014 sebanyak 853 ribu pekerja imigran Inggris berasal dari Polandia, 175 ribu dari Romanua dan 155 ribu dari Lithuania.Negara Eropa dengan ekonomi besar lainnya, Jerman, juga diperkirakan akan kedatangan lebih banyak imigran Uni Eropa dengan keluarnya Inggris.
Inggris adalah salah satu mitra utama Amerika dalam perdagangan, sehingga perubahan monumental ini akan menimbulkan ketidakpastian dalam masa depan hubungan itu, terutama jika Britania Raya mengalami resesi. IMF memperingatkan bahwa Brexit dapat menurunkan output ekonomi banyak negara, termasuk AS hingga mencapai setengah persen. Akibatnya, nilai euro atau poundsterling akan terpuruk di bawah dolar. Ini akan menjadi pukulan kuat bagi eksportir AS.
Sementara itu, di luar hubungan ekonomi, Negeri Paman Sam juga patut khawatir dengan ketidakstabilan politik pasca-Brexit terjadi. Tidak menutup kemungkinan, sejumlah negara lain akan mengikuti jejak Inggris meninggalkan blok perdagangan terbesar di dunia, melemahkan Eropa secara keseluruhan termasuk mengancam masa depan NATO. Sementara di sisi lain, bayang-bayang Rusia mengintai.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Inggris yang merupakan anggota dari Uni Eropa memilih untuk keluar dari Uni Eropa karena berbagai penyebab. Pertama, mereka yang menginginkan Brexit terjadi percaya bahwa jangkauan kekuasaan UE begitu besar hingga berdampak pada kedaulatan Inggris.Kedua, kelompok pro-Brexit merasa terganggu dengan aturan yang ditetapkan di Brussels, markas UE, di mana mereka meyakini hal itu mencegah bisnis beroperasi secara efisien. Isu migran adalah alasan ketiga sekaligus utama yang memicu perdebatan Brexit 'memanas'.
Interaksi yang diciptakan oleh Uni Eropa terhadap Ingrris memunculkan ide dan gagasan yang membuat kubu Inggris mulai memunculkan sikap tidak percaya terhadap Uni Eropa. Kebijakan negara merupakan hal yang mengikat bagi warga negara, yang membuat setiap warga negara harus mematuhi kebijakan yang dibuat oleh negara. Seperti halnya Inggris, yang membuat referendum untuk keluar dari Uni Eropa maka setiap warganya harus mengikuti referendum.
Identitas sangat berpengaruh dalam terbentuknya sebuah wacana, yaitu Brexit adalah hasil dari identitas dan keyakinan yang kuat oleh para agen yang menjadikan wacan Brexit itu menjadi nyata, dan menyebar melalui pembagian ide antar agen. Membuat kuatnya wacana tersebut. Hal ini tidak terlepas dari interaksi yang kuat antar agen yaitu. Kuatnya interaksi antar agen tersebut yang membuat menguatnya wacana tersebut.
Dampak dari keluarnya Inggris dari Uni Eropa tidak hanya berpengaruh terhadap keadaan nasional Inggris sendiri, namun dampak itu berpengaruh terhdapa regional dan global. Aspek ekonomi menjadi aspek yang paling terkena akibat keluarnya Inggris dari Uni Eropa. Bahkan migrasi dan pengungsi berpengaruh karena keluarnya Inggris. Isu keamanan pun mendapat perhatian atas keluarnya Inggris.
DAFTAR PUSTAKA
Barry Buzan dan Richard Little, Constructivism and International Relation Alexander Wendt and His Crotics (New York: Routledge 2 Park Square, 2006), 57
Jennifer Sterling Folker, Making Sense Of International Relations Theory, (London: Lynne Publisher), 118.
Jervis, Robert. Perception and Misperception in International Politics, Princeton, New Jersey: Princton University Press, 1976.
Robert Jakson dan George Sorensen, Introduction to International Relations, (New York: Oxford University Press Inc, 1999), 164 – 167.
Sugiarto Pramono dan Andi Purwono, Konstruktivisme Dalam Hubungan Internasional: Gagasan Dan Posisi Teoritik, (Universitas Wahid Hasyim, 2010), 14.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Krisis keuangan Eropa: Dampak terhadap perekonomian Indonesia (Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, 2011), 1
http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2012/10/121012
http://europa.eu/about-eu/basic-information/symbols/index_en.htm,
http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-VIII-12-II-P3DI-Juni-2016-1.pdf
http://www.cnnindonesia.com/internasional/20160624152859-134-140703/dampak-brexit-bagi-uni-eropa-dari-ekonomi-hingga-imigrasi/
http://global.liputan6.com/read/2539483/menguak-alasan-mengapa-inggris-ingin-cerai-dari-uni-eropa
European Union, Basic Information, http://europa.eu/about-eu/basic- information/symbols/index_en.htm, (diakses tanggal 8 Agustus 2014).
"Uni Eropa Raih Nobel Perdamaian", BBC, 12 Oktober 2012, http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2012/10/121012 (diakses tanggal 23 November 2013).
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Krisis keuangan Eropa: Dampak terhadap perekonomian Indonesia (Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, 2011), 1.
Sugiarto Pramono dan Andi Purwono, Konstruktivisme Dalam Hubungan Internasional: Gagasan Dan Posisi Teoritik, (Universitas Wahid Hasyim, 2010), 14.
Ibid
Robert Jakson dan George Sorensen, Introduction to International Relations, (New York: Oxford University Press Inc, 1999), 164 – 167.
Jennifer Sterling Folker, Making Sense Of International Relations Theory, (London: Lynne Publisher), 118.
Audie Klotz dan Cecelia Lynch, 7 – 11.
Ibid, 26 – 27.
Robert Jackson dan George Sorensen, Introduction to International Relations: Theories and Approaches, fifth edition (Oxford: Oxford University Press, 2013), 73.
Barry Buzan dan Richard Little, Constructivism and International Relation Alexander Wendt and His Crotics (New York: Routledge 2 Park Square, 2006), 57.
http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-VIII-12-II-P3DI-Juni-2016-1.pdf
Ibid
"Inggris ancam keluar dari Uni Eropa", Kompas, http://internasional.kompas.com , (diakses tanggal 8 Agustus 2014
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, 6 - 7.
"Krisis Utang Eropa Bahayakan Inggris", Okezone, 25 Juni 2010, http://economy.okezone.com/read/2010/06/25/213/346758/krisis-utang-Eropa-bahayakan- Inggris/large, (diakses tanggal 10 Desember 2014).
http://www.cnnindonesia.com/internasional/20160624152859-134-140703/dampak-brexit-bagi-uni-eropa-dari-ekonomi-hingga-imigrasi/
http://global.liputan6.com/read/2539483/menguak-alasan-mengapa-inggris-ingin-cerai-dari-uni-eropa
1
1