MAKALAH BLOK 17 MUSKULOSKELETAL
SKENARIO 3: Fraktur dan Infeksi tulang
Kelompok 10 B:
Mawar Suci 1361050067
Intan Permatasari 1361050110
Bella Tripuasanti 1361050151
Benedick Johanes A 1361050223
Azie Zulliadhy 1361050237
Daniar Hapsari 1361050241
Hillery Brilliani 1361050275
Ayu Widya 1361050279
Laura Nolva 1261050080
Jeremy Beta 1261050188
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai
jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang di kenai stress yang lebih
besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer dan Bare, 2002. Fraktur
disebabkan oleh trauma langsung, tidak langsung, tarikan otot maupun
disebabkan oleh keadaan patologis. Akibat dari trauma tersebut tulang tidsk
mampu lagi menahan beban dan terjadilah fraktur.
Prinsip penatalaksanaan fraktur yaitu : 4 R Recognizing atau
Diagnosa (Anamnesa, PF, Penunjang), Reduction = Reposisi
(Mengembalikan posisi fraktur keposisi sebelum fraktur), Retaining =
Fiksasi /imobilisasi (Mempertahankan hasil fragmen yg direposisi), dan
Rehabilitation (Mengembalikan fungsi kesemula). Waktu yang diperlukan untuk
penyembuhan fraktur tulang sangat bergantung pada lokasi fraktur juga umur
pasien. Fraktur yang tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan infeksi
tulang.
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana struktur tulang dan otot ?
2. Apa definisi Fraktur?
3. Apa saja klasifikasi Fraktur tulang?
4. Apa saja etiologi Fraktur?
5. Apa saja gejala klinis yang ditemukan pada Fraktur?
6. Bagaimana mekanisme Fraktur dan Infeksi Tulang?
7. Bagaimana cara mendiagnosis Fraktur?
8. Apa tatalaksana Fraktur?
9. Apa saja komplikasi dan prognosis yang dapat timbul?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan menyusun makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui definisi Fraktur
2. Untuk mengetahui klasifikasi Fraktur
3. Untuk mengetahui etiologi Fraktur
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari Fraktur dan Infeksi Tulang
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Fraktur
6. Untuk mengetahui cara menegakkan diagnosis Fraktur dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan Fraktur
8. Untuk mengetahui komplikasi Fraktur
9. Untuk mengetahui prognosis Fraktur
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 STRUKTUR TULANG DAN OTOT RANGKA
Tulang
Secara makroskopik:
spongiosa (kanselosa)
kompak (padat)
Permukaan luar tulang dilapisi
selubung fibrosa (periosteum);
lapis tipis jaringan ikat
(endosteum) melapisi rongga
sumsum & meluas ke dlm
kanalikuli tulang kompak
Secara mikroskopis :
Sistem havers
Lamella
Lacuna
Kanalikuli
Otot
Tendon
Hampir semua otot rangka menempel pada tulang. Tendon: jaringan ikat
fibrosa (tdk elastis) yang tebal dan berwarna putih yg menghubungkan
otot rangka dengan tulang.
Fascia
Sel otot ( serat otot (endomysium) ( fascicle ( fasciculus
(perimysium) ( fascia (epimysium) ( otot rangka (organ)
Setiap 1 serat otot dilapisi oleh jaringan elastik tipis yg disebut
sarcolemma.
Protoplasma serat otot yg berisi materi semicair disebut sarkoplasma.
Di dalam matriks serat otot terbenam unit fungsional otot berdiameter
0,001 mm yg disebut miofibril.
Miofibril (diameter 1-2mm)
Di bawah mikroskop, miofibril akan tampak spt pita gelap & terang yang
bersilangan.
Pita gelap (thick filament) dibentuk oleh miosin
Pita terang (thin filament) dibentuk oleh aktin,troponin &
tropomiosin)
Sarkomer
1 sarkomer tdd:
- filamen tebal,
- filamen tipis,
- protein yg menstabilkan posisi filamen tebal & tipis, &
- protein yg mengatur interaksi antara filamen tebal & tipis.
Pita gelap (pita/ bands A~anisotropic); pita terang (pita/bands
I~isotropic)
Filamen tebal tdp di tengah sarkomer Pita A, tdd 3 bgn: garis M; zona
H; dan zona overlap
Filamen tebal tdp pd pita I;garis Z mrp batas antara 2 sarkomer yg
berdekatan & mengandung protein Connectins yg menghubungkan filamen
tipis pd sarkomer yg berdekatan.
Retikulum Sarkoplasma
Jejaring kantung dan tubulus yang terorganisir pada jaringan otot
Tdd tubulus-tubulus yg sejajar dg miofibril, yg pd garis Z dan zona H
bergabung membentuk kantung (lateralsac) yang dekat dengan sistem
tubulus transversal (Tubulus T).
Tempat penyimpanan ion Ca2+.
Tubulus T ( saluran untuk berpindahnya cairan yang mengandung ion.
Tubulus T dan retikulum sarkoplasma berperan dalam metabolisme,
eksitasi, dan kontraksi otot.
2.2 Jenis-jenis tulang rawan, tulang, otot rangka, dan pembagiannya
Variasi komposisi komponen matriks ekstrasel (ECM) ( 3 jenis tulang rawan,
yang beradaptasi dengan kebutuhan biomekanis setempat.
3 jenis TR
Hialin
Bentuk TR terbanyak
Embrio: sebagai model kerangka bagi kebanyakan tulang yang
seiring dengan pertumbuhan akan digantikan oleh tulang
melalui proses (osifikasi endokondral)
Dewasa: kebanyakan telah diganti dengan tulang. Kecuali TR
permukaan sendi, ujung iga, hidung, laring, trakea dan bronki
Mengandung serat kolagen tipe II
Elastik
Serupa TR hialin, namun memiliki lebih banyak serat elastic
(fibra elastica)
Bersifat sangat lentur, terdapat di telinga luar, dinding tuba
auditorius, epiglottis dan laring
Fibrokartilago
o Berkas – berkas serat kolagen kasar yang padat dan tidak
teratur dalam jumlah besar
o Terdiri atas lapisan matriks TR diselingi lapisan serat
kolagen tipe I padat
o Memberikan daya regang, menahan beban dan ketahanan
terhadap kompresi
o Terdapat di diskus intervertebralis, simfisis pubis dan
sendi tertentu
2.3 DEFINISI2,4,9
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai
jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang di kenai stress yang lebih
besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer dan Bare, 2002). Fraktur
adalah terputusnya kontinuitas tulang yang di tandai oleh rasa
nyeri,pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi,pemendekan dan
krepitasi(Doenges, 2002).
2.4 KLASIFIKASI1,4,10
Fraktur diklasifikasikan menjadi fraktur tertutup dan terbuka. Dikatakan
tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar atau fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
1. Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak sekitarnya.
2. Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
3. Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
4. Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
dan ancaman sindroma kompartement.
Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit (
memungkinkan untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat masuk ke
dalam luka sampai ke tulang yang patah
Derajat patah tulang terbuka :
1. Derajat I: Laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen
minimal.
2. Derajat II: Laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi
fragmen jelas.
3. Derajat III: Luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar
Kemudian menurut derajat kerusakan dibagi menjadi fraktur compelete
dan incompelete. Fraktur complete atau dikatakan lengkap bila patahan
tulang terpisah satu dengan yang lainya, atau garis fraktur melibatkan
seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen tulang (biasanya
berubah tempat ). Sedangkan fraktur incomplete atau tidak lengkap bila
antara oatahan tulang masih ada hubungan sebagian. Salah satu sisi
patah yang lainya biasanya hanya bengkok yang sering disebut green
stick.
Klasifikasi fraktur menurut garis patahannya dapat dibagi menjadi 5 :
1. Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya malintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2. Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma angulasi juga.
3. Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya sepiral yang di
sebabkan oleh trauma rotasi.
4. Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi
yang mendorong tulang kea rah permukaan lain.
5. Fraktur Afulsi : fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau
traksi otot pada insersinya pada tulang.
2.6 ETIOLOGI1,2,4,6
Etiologi fraktur dapat disebabkan oleh peristiwa trauma dan patologis.
Peristiwa trauma dibagi menjadi trauma langsung, trauma tidak langsung
dan akibat tarikan otot. Sedangkan keadan patologis bias terjadi akibat
kelelahan atau stress fraktur pada aktivitas berlebih dan kelemahan
tulang pada osteoporosis atau tumor tulang
Trauma langsung dapat menyebabkan patah tulang langsung pada titik
terjadinya trauma. Trauma tidak langsung menyebabkan patah tulang jauh
dari tempat terjadinya trauma. Sedangkan trauma akibat tarikan otot yang
mendadak dan kontraksinya berlebihan dapat menyebabkan dislokasi dan
patah dari tulang sekitarnya.
2.7 PATOFISIOLOGI2
Mekanisme terjadinya fraktur tulang yaitu terjadiya trauma
menyebabkan tekanan pada tulang, tulang tidak mampu meredam energy yang
terlalu besar terjadilah fraktur. Kemudian ditambah lagi adanya kondisi
patologis seperti osteoporosis, osteomyelitis dan tumor tulang yang
menyebabkan kepadatan tulang berkurang, tulang menjadi sangat rapuh dan
tidak mampu menahan berat badan kemudian terjadilahh fraktur.
Fraktur menyebabkan deformitas yaitu kelainan anatomi yang
menyebabkan gangguan fungsi sehingga pasien akan mengalami hambatan
mobilitas tubuh. Fraktur dapat menyebabkan kerusakan jaringan sekitar
antara lain arteri dan vena, kerusakan tersebut menyebabkan perdarahan yang
tidak terkontrol dapat meningkatkan resiko syok hipovolemik. Kerusakan
jaringan juga menyebabkan pelepasan mediator inflmasi, mengakibatkan
permeabilitas kapiler meningkat, terjadi kebocoran cairan ke interstitial
terjadilah oedem. Keusakan tersebut juga menyebabkan nyeri akut akibat
pelepasan mediator nyeri. Nyeri juga menyebabkan pasien mengurangi bhkan
menghentikan mobilisasnya yg dapat menyebabkan atrofi otot yg terkait. Dan
pada frakur terbuka terdapat kerusakan integritas jaringan yang menyebabkan
port de entry kuman yang meningkatkan resiko infeksi.
5. GAMBARAN KLINIK1,3,4
Gambaran klinis Fraktur adalah nyeri terus menerus dan bertambah berat
disebabkan oleh spasme otot yang menyertai fraktur. Ekstremitas juga tidak
dapat digunakan secara normal. Pemendekan tulang juga biasanya terjadi pada
fraktur tulang panjang. Adanya krepitasi akibat geean antara fragmen
tulang. Pembengkakan dan perubahan warna kulit juga menyerti fraktur akibat
perdarahan yang menyertai.
2.8 DIAGNOSIS6,8
Diagnosis fraktur ditegakkan dengan anamnesis yaitu keluhan utmananya
nyeri, atau adanya deformitas, kemudian dari kronologi kejadiannya.
Pemeriksan fisik dtemukan adaya deformitas dan penurunan ROM. Pemeriksaan
penunjang dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menunjukkan kehilangan
darah (hb,ht) dan golongan darah untuk persiapan ransfusi darah jika ada
kehilangan darah yang bermakna akibat cedera atau pembedahan. Arteriogram
juga dapat digunakan bila dicurigai terjadi kerusakan vascular. Ct-scan
merupakan gold standar yang dapat dilakukan. MRI juga dapat dilakukan bila
curiga adanya fraktur pada vertebrae.
2.9 TERAPI2,3,4,5,9
Pertolongan pertama pada fraktur yaitu ABCD (airway, breathing,
circulation, defibrillation) yang bersifat life saving.
Pengelolaan fraktur di RS yaitu periinsipnya 4R. yaitu Recognizing
(diagnosis), reduction (reposisi), retaining (fiksasi atau imobilisasi),
dan rehabilitation.
Reduction atau reposisi yaitu mengembalikan posisi fraktur ke posisi
semula. Reposisi tertutup yaitu dapat dilakukan dengan pembiusan atau tidak
tergantung letak fraktur kemudian tekniknya dengan tarikan, tekanan secara
perbaan kemudaian memakai C Arm (portable radiologis) atau terbuka (dengan
pembedahan). Reposisi terbuka indikasinya gagal reposisi tertutup,
avulsion fracture, epifisial fracture, interposisi jaringan, disertai
gagguan vascular dan fraktur patologis. Reposisi terbuka pada fraktur
terbuka harus didahului dengan dilusi atau irigasi, debrideman, dan
reposisi.
Retaining (imbilisasi) tujuannya untuk mempertahankan asil reposisi
sampai tulang menyambung. Selain itu tujuannya agar mempercepat penyembuhan
dan menghilangkan nyeri. Cara retaining yaitu istirahat, pasang splint
(sling), casting (gips), traksi pada kulit atau tulang, dan fiksasi pakai
implant. Traksi merupakan cara imobilisasi dengan menarik bagian proksimal
dan distal secara terus menerus. . fiksasi menggunakan inplan dibagi jadi
dua yaitu iternal fiksasi menggunakan palte(skrew) dan intra medular nail
dan juga eksternal fiksasi.
Retaining
2.9 KOMPLIKASI2,7,8
Komplikasi awal dapat terjadi kierusakan arteri, compartement
syndrome, fat embolism syndrome, infeksi, avascular necrosis sampai shock.
Komplikasi dalam waktu lama dapat terjadi delayed union, nonunion dan
malunion.
2.11 PROGNOSIS2,5,6
Waktu yang diperlukan untuk penyembuhan fraktur tulang bergantung
pada lokasi fraktur juga umur pasien. Rata-rata masa penyembuhan fraktur:
"Lokasi Fraktur "Masa Penyembuhan "Lokasi Fraktur "Masa Penyembuhan "
"Pergelangan tangan "3-4 minggu "Kaki "3-4 minggu "
"Fibula "4-6 minggu "Metatarsal "5-6 minggu "
"Tibia "4-6 minggu "Metakarpal "3-4 minggu "
"Pergelangan kaki "5-8 minggu "Hairline "2-4 minggu "
"Tulang rusuk "4-5 minggu "Jari tangan "2-3 minggu "
"Jones fracture "3-5 minggu "Jari kaki "minggu "
Rata-rata masa penyembuhan : Anak-anak (3-4 minggu) Dewasa( 4-6
minggu) Lansia(>8 minggu). Jumlah kematian dari fraktur yaitu 4,3 per
100.000 dari 1.302 kasus di Kanada pada tahun 1997. Tingkat kematian dari
fraktur: Kematian : 11.696 Insiden : 1.499.999, 0,78% rasio dari
kematian per insiden
Bab III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan
sesuai jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang di kenai stress
yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. Etiologi fraktur dapat
disebabkan oleh peristiwa trauma dan patologis. Peristiwa trauma dibagi
menjadi trauma langsung, trauma tidak langsung dan akibat tarikan otot.
Sedangkan keadan patologis bias terjadi akibat kelelahan atau stress
fraktur pada aktivitas berlebih dan kelemahan tulang pada osteoporosis
atau tumor tulang.
Mekanisme terjadinya fraktur tulang yaitu terjadiya trauma menyebabkan
tekanan pada tulang, tulang tidak mampu meredam energy yang terlalu besar
terjadilah fraktur. Kemudian ditambah lagi adanya kondisi patologis
seperti osteoporosis, osteomyelitis dan tumor tulang yang menyebabkan
kepadatan tulang berkurang, tulang menjadi sangat rapuh dan tidak mampu
menahan berat badan kemudian terjadilahh fraktur.
Gambaran klinis Fraktur adalah nyeri terus menerus dan bertambah berat
disebabkan oleh spasme otot yang menyertai fraktur. Ekstremitas juga tidak
dapat digunakan secara normal. Pemendekan tulang juga biasanya terjadi pada
fraktur tulang panjang. Adanya krepitasi akibat geean antara fragmen
tulang. Pembengkakan dan perubahan warna kulit juga menyerti fraktur akibat
perdarahan yang menyertai.
Diagnosis fraktur ditegakkan dengan anamnesis yaitu keluhan utmananya
nyeri, atau adanya deformitas, kemudian dari kronologi kejadiannya.
Pemeriksan fisik dtemukan adaya deformitas dan penurunan ROM. Pemeriksaan
penunjang dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menunjukkan kehilangan
darah (hb,ht) dan golongan darah untuk persiapan ransfusi darah jika ada
kehilangan darah yang bermakna akibat cedera atau pembedahan. Arteriogram
juga dapat digunakan bila dicurigai terjadi kerusakan vascular. Ct-scan
merupakan gold standar yang dapat dilakukan. MRI juga dapat dilakukan bila
curiga adanya fraktur pada vertebrae.
Pengelolaan fraktur di RS yaitu periinsipnya 4R. yaitu Recognizing
(diagnosis), reduction (reposisi), retaining (fiksasi atau imobilisasi),
dan rehabilitation.
Komplikasi awal dapat terjadi kierusakan arteri, compartement syndrome,
fat embolism syndrome, infeksi, avascular necrosis sampai shock. Komplikasi
dalam waktu lama dapat terjadi delayed union, nonunion dan malunion. Waktu
yang diperlukan untuk penyembuhan fraktur tulang bergantung pada lokasi
fraktur juga umur pasien.
3.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu
meminta kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
1. Musliha, (2010). Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta. Nuha
Medika.
2. Purwadianto, Agus, dkk. (2000). Kedaruratan Medik. Jakarta
Barat. Binarupa Aksara.
3. Thomas, Mark A.(2011). Terapi dan rehabilitasi Fraktur.
Jakarta. EGC.
4. Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta. EGC.
5. Suratun,dkk.( 2008 ). Klien Gangguan Sistem Muskuluskeletal.
Jakarta. EGC.
6. King, Maurice, dkk.(2001). Bedah Primer Trauma. Jakarta. EGC
7. http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=a00139
8.
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=fracture&source=web&cd=2&
cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjSm5_JqZfKAhXHTo4KHSUeDgoQFgghMAE&url=h
ttps://www.nlm.nih.gov/medlineplus/fractures.html&usg=AFQjCNGVX1L
JYAT9yVf5ZkU_RiWwNndKVQ&bvm=bv.110151844,d.c2E
-----------------------
Mis Arm Sling
Gips
Splint
Traksi