Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
PENINGKATAN KEKUATAN LELAH BESI COR KELABU DENGAN PENAMBAHAN KROMIUM DAN TEMBAGA Agus Suprihanto1, Dwi Basuki Wibowo 1, Djoeli Satrijo1, Rochim Suratman2 1 Jurusan Teknik Mesin UNDIP,
[email protected] 2 Guru besar Teknik Mesin ITB ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui pengaruh penambahan Cr dan Cu terhadap kekuatan lelah siklus rendah (low cycle fatigue/LCF) besi cor kela kelabu bu.. Besi Besi cor cor kela kelabu bu FC 20 dan dan tiga tiga besi besi cor cor kela kelabu bu FC20 FC20 yang yang ditambah Cr (0,23%, 0,32% & 0,47% wt) dan Cu (0,67%-0,7%) diuji lelah pada pada mesin mesin servo servo pulse pulserr MTS810 MTS810.. Dimens Dimensii spesim spesimen en uji dibuat dibuat dengan dengan mesi me sin n CNC CNC sesu sesua ai deng dengan an stand tanda arAST rASTM M E466 466. Hasi Hasill peng penguj ujia ian n menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kekuatan lelah yang signifikan. Anali Analisis sis data data menggu menggunak nakan an me metod todee Downin Downing g (1983) (1983) dan Fash Fash (1982 (1982)) mengha menghasil silkan kan streng strength th coeffi coefficie cient nt (A) antara antara 2,336 2,336 – 2,896 2,896 dan fatigu fatiguee strength exponent antara –0,251s/d –0,266
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
dimana σ menyatakan besarnya tegangan pada daerah elastis dari kurva tarik dan E adalah modulus elastisitas bahan. Regangan plastis dapat dinyatakan sebagai (σ /K)1/n, dimana σ menyatakan tegangan, “K” “K” adal adalah ah koef koefis isie ien n keku kekuat atan an dan dan “n” “n” adalah koefisien pengerasan regangan. Meny Menyad adar arii bahw bahwaa besi besi cor cor kela kelabu bu memiliki karakteristik yang unik, Downing (1983) (1983) mengaj mengajuka ukan n usulan usulan metod metodee baru baru untuk material ini. Untuk menggambarkan kurva kurva regang regangan an tegang tegangann annya, ya, Downin Downing g Rambergmemo memodi difi fika kasi si pers persam amaa aan n Osgood menjadi Osgood menjadi berikut :
ε t=ε (2)
S
+ε
R
= σ /(Eo + mσ ) + (σ /K)1/n
Pada persamaan ini regangan total terdiri
σ = K (ε R )n (3) Deng Dengan an demi demiki kian an resp respon on besi besi cor cor kelabu terhadap beban monotonik dinyatakan dengan 4 parameter (Eo, m, K dan n). Harga E o dan “m” diperoleh dari reg regresi resi linie inierr terha erhada dap p kurva rva secant modulus vs tega tegang ngan an.. Kedu Keduaa harga harga ini ini selanjutny selanjutnyaa digunakan digunakan untuk untuk menghitung menghitung Hargaa ε R dapat dapat diperol diperoleh eh dengan dengan ε S. Harg mengurangkan regangan total ε t dengan ε S. Dengan telah diketahuinya diketahuinya harga ε R , maka harga K dan “n” dapat dihitung. Menyadari bahwa pada besi cor kelabu sifat tarik dan tekannya berbeda, Downing menguraikan hal yang sama untuk pembebana pembebanan n tekannya. tekannya. Dengan demikian demikian untu untuk k meng mengga gamb mbar arka kan n resp respon on mate materi rial al
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
cyclic ic stres tresss stra strain in,, downing kurva cycl menggu menggunak nakan an 8 parame parameter ter di atas atas untuk untuk memo memode delk lkan an peng pengar aruh uh tiap tiap-t -tia iap p fakto faktor r yang mengontrol respon teganganregangan pada besi cor akibat pembebanan siklus. Pada Pada akhi akhirn rnya ya anal analis isis is kele kelela laha han n dengan metode yang diusulkan Downing didasa didasarka rkan n pada pada penggu penggunaa naan n parame parameter ter Smith-Watson-Topper Smith-Watson-Topper (SWT). Fash (1982) menunjukkan menunjukkan hubungan hubungan linier linier logaritmik logaritmik antara parameter SWT dengan umur untuk besi cor kelabu. kelabu. Hubungan Hubungan tersebut secara sederha sederhana na dinyat dinyataka akan n dengan dengan persam persamaan aan sebagai berikut : SWT = σ
*ε t/2 = A (Nf ) b
max
(5) dimana A : koefisien umur kelelahan
Hanya dua parameter yang dibutuhkan untuk untuk menges mengestim timasi asikan kan umur umur kelela kelelahan han untu untuk k besi besi cor. cor. Peng Penggu guna naan an hubu hubung ngan an yang ang dius diusu ulkan lkan oleh oleh Fash ash (198 (1982) 2) ini meng menghi hind ndar arii prob proble lem m klas klasik ik pene penent ntua uan n besarnya besarnya regangan elastis elastis dan plastis pada besi cor. Dimana tahapan ini merupakan pokok pokok dari dari analis analisis is data data penguj pengujian ian lelah lelah dengan metode strain based . Lebih lanjut parameter parameter SWT juga menyediak menyediakan an suatu meka mekani nism smee yang yang siap siap digu diguna naka kan n untu untuk k menganalis menganalisis is pengaruh pengaruh tegangan tegangan rata-rata rata-rata pada analisis kelelahan. Metode Penelitian Untuk mengetahui pengaruh unsur Cr dan Cu terhadap kekuatan besi cor kelabu FC20, maka pada komposisi material dasar dita ditamb mbah ah Cr dan dan Cu samp sampai ai pers persen enta tase se tert tert tu Pe mbah mbah Cr di ak
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
cetakan. Pola ini berupa silinder dengan diameter bagian bawah 31mm dan bagian atas 33mm serta panjang 600mm. Pola yang direncanakan mempunyai kup dan drag dengan bidang pisah tepat setengah diameternya. Peletakan cetakan ini o direncanakan dengan kemiringan 30 dari vertikal. Setelah pola selesai dikerjakan, langkah selanjutnya adalah membuat cetakan. Cetakan yang digunakan adalah cetakan pasir. Cetakan ini diletakkan pada permukaan tanah. Pasir yang digunakan adalah pasir kwarsa ukuran 60 dan dengan ditambah bentonit 1-2%, air 5% dan seacoal/grafit . Setelah pembuatan cetakan selesai dilakukan, langkah selanjutnya adalah melakukan peleburan bahan baku. Material da di ka adalah pi ir
Si-0.77, C-0.1, S-.008, P-0.04, Cr-69.22. Sedangkan tembaga yang ditambahkan adalah tembaga yang terdapat dalam kabel listrik, dengan menggunakan anggapan Cu-90%. Dengan bahan baku yang telah diketahui tersebut, langkah berikutnya adalah menyusun rencana pengaturan komposisi kimia. Sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, penambahan kromium dilakukan antara 0,3 s/d 0,5% dan tembaga sebesar 0,6 s/d 0,7%. Pengaturan dilakukan dengan menambahkan ferrochrome low carbon dan tembaga dengan berat tertentu kedalam 50kg material dasar. Material dasar yang digunakan ini adalah besi cor kelabu yang tanpa dipadu dengan kromium dan tembaga. Untuk mengetahui pengaruh pad mak dibuat 4 modifikasi
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
Setelah semua alat dan bahan untuk pengecoran test bar dipersiapkan, langkah selanjutnya adalah pengecoran. Langkah ini diawali dengan meleburkan bahan baku yang digunakan untuk material dasar dengan tanur kupola asam. Logam yang telah cair dan keluar dari penampungannya pada kupola kemudian ditampung dalam sebuah ladel berkapasitas 60kg. Temperatur logam cair pada saat tersebut diharapkan diatas 1200oC. Penambahan unsur paduan dilakukan pada saat ladle terisi sepertiganya. Tujuan dari upaya ini adalah agar diperoleh efek pengadukan akibat adanya aliran logam cair dalam ladle. Logam cair dalam ladle kapasitas
campuran I dst. Test bar dipisahkan dengan logam yang berada pada saluran masuk. Pasir dibersihkan dari permukaan dengan cara digosok dengan kawat baja. Apabila masih terdapat pasir pada permukaan, maka akan digunakan gerinda. Penyiapan Spesimen Uji Untuk kepentingan pengujian diperlukan penyiapan spesimen uji. Adapun spesimen uji yang disiapkan adalah spesimen uji komposisi kimia, uji tarik dan uji lelah. Spesimen uji komposisi kimia dibuat dari sisa logam cair yang digunakan untuk penuangan di cetakan dituang dalam cetakan baja berbentuk segiempat dengan ukuran 2cm x 2cm. Dengan dicetak pada cetakan baja ini maka akan terbentuk coran chill . Spesimen uji tarik dibuat berdasarkan t d ASTM E8 d di t
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
Pengujian-pengujian yang dilakukan <104 siklus. Metode ke dua adalah dengan meliputi pengujian komposisi kimia dan memperhatikan besarnya regangan yang pengujian lelah strain-based . Pengujian lazim dicapai oleh besi cor pada pengujian komposisi kimia menggunakan tarik yaitu kurang dari 2%. Dengan spektrometri. Pengujian tarik dilakukan memperhatikan kedua hal tersebut, dengan mengatur kecepatan cross head pembebanan amplitudo regangan yang 0,5mm/menit. Kecepatan penarikan yang akan diterapkan berkisar antara 0,2% s/d rendah ini dimaksudkan untuk 1%. memperoleh data gaya tarik vs Hasil dan Pembahasan perpanjangan yang banyak. Data ini Tabel 1 menunjukkan hasil pengujian selanjutnya digunakan untuk menentukan komposisi kimia yang dilakukan. Dari besarnya beban pada pengujian lelah. komposisi kimia tersebut dapat dihitung Pengujian lelah menggunakan servopulser angka ekivalen karbon (CE) untuk masingMTS 810. masing campuran berturut-turut adalah Penentuan pembebanan pada saat 4,28%, 4,42%, 4,49%, 4,60% dan 4,69%. pengujian lelah didasarkan pada 2 metode. Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian Metode pertama adalah dengan tarik yang dilakukan. Dari tabel 1 dan 2 ini memberikan pembebanan pada spesimen dapatlah diketahui apabila penambahan uji yang secara khusus dipersiapkan untuk kromium dan tembaga mampu uji ba Pembeb dite ka ingkatka kek ta tarik besi
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
Tabel 3 s/d 6 menunjukkan data hasil pengujian lelah yang dilakukan. Data ini kemudian diolah untuk selanjutnya diplot
pada kurva log parameter SWT vs jumlah siklus. Kurva-kurva yang diperoleh disajikan pada gambar 3.
Tabel 3. Data pengujian untuk base metal SWT Paramter Maximum Initial Specimen Diameter Maximum Strain ( max* a) Cycles (Nf) ID (mm) Amplitude ( /2) Stress ( max) [MPa] [MPa] 8.00 0.150% 107.48 0.161 16,440 1.3a 8.00 0.150% 103.50 0.155 16,550 1.4a 8.00 0.150% 91.56 0.137 13,700 3.3a 8.00 0.200% 141.32 0.283 5,457 1.3b 8.00 0.200% 141.32 0.283 7,055 3.3b 8.00 0.200% 137.34 0.275 11,425 4.2a 8.00 0.300% 147.29 0.442 1,640 1.4b 8.00 0.300% 143.31 0.430 2,520 1.6a 8.00 0.300% 149.28 0.448 1,470 3.3c 8.00 0.450% 155.25 0.699 148 1.3c 8.00 0.450% 163.22 0.734 150 1.6b 8 00 0 450% 161 23 0 726 120 1.6c
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
3.6b 2.2c 2.6b 2.6c
8.00 8.00 8.00 8.00
0.3000% 0.4750% 0.4750% 0.4750%
151.27 171.18 163.22 165.21
0.454 0.813 0.775 0.785
2,288 85 102 65
Tabel 5. Data pengujian untuk campuran II SWT Paramter Maximum Initial Specimen Diameter Maximum Strain ( max* a) Cycles (Nf) ID (mm) Amplitude ( /2) Stress ( max) [MPa] [MPa]
2.2a 2.2c 2.3a 2.3b 2.4a 2.5b 2.1a 2.1a 2.1b
8.00 8.00 8.00 8.00 8.00 8.00 8.00 8.00 8.00
0.1750% 0.1750% 0.1750% 0.2000% 0.2000% 0.2000% 0.2500% 0.2500% 0.2500%
139.33 135.35 137.34 145.30 147.29 147.29 149.28 149.28 143.31
0.244 0.237 0.240 0.291 0.295 0.295 0.373 0.373 0.358
13,625 13,825 12,320 6,429 6,754 6,389 1,762 3,373 2,441
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
8.00
3.7b
171.18
0.4750%
10,0000
BM C1 C2 C3
) 1,0000 a P M ( T W S r e t e m 0,1000 a r a P
0.813
75
James DeLa O dari Climax Research Services/CRS (2003) telah melakukan pengujian lelah strain based untuk berbagai grade material besi cor kelabu. Tabel 8 ini adalah data hasil pengujian pada penelitian hibah PEKERTI/PHP dan CRS. Dari tabel diatas terlihat bahwa harga koefisien umur kelelahan untuk besi cor berkisar antara 1,9 s/d 3,7 dan eksponen umur kelelahannya berkisar –0,232 s/d – 0,378. Dari data yang disajikan pada tabel 8, terlihat tidak ditemukan hubungan yang erat antara kekuatan tarik dengan variabel “A” dan “b”.
0,0100 1
10
100
10 00
10 000
100 000
fatigue cyc les (
K
Tabel 7. Parameter SWT i i A
b
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
bahwa besi cor kelabu yang dipadu dengan kromium dan tembaga memiliki kekuatan tarik dan lelah yang lebih tinggi. Meskipun dari grafik SWT vs Nf yang dihasilkan terlihat bahwa garis-garis regresinya sejajar, tidak ditemukan hubungan antara kekuatan tarik dengan koefisien dan eksponen umur kelelahan.
Penghargaan Penelitian ini didanai dari Program Penelitian Hibah Pekerti DP3M DIKTI DEPDIKNAS 1/2 Tahun 2004 dengan kontrak No. : 064/P4T/DPPM/HPTP, PHP/III/2004 Tanggal 1 Maret 2004
DAFTAR PUSTAKA
ASM, 1990, Properties and Selection Materials : Ferrous and Ferrous Alloy , ASM Handbook, Vol 1, edisi 10 C Guillemer-Neel, V Bobet, M Clavel, 1999, Cyclic Deformation Behavior and Bauschinger Effect in Ductile Cast Iron, Material Science & Engineering A, vol. A272, pp. 431-442 DeLaO, James D; Gundlacf, Richard B; Tartaglia, John M; 2003, Strain Life Fatigue Properties Database for Cast Iron, Climax Research Services-American Foundry Society (CRS-AFS) Downing, Sthepen Douglas, 1983, Modelling Cyclic Deformation and Fatigue Behavior
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
akan menginstruksikan ke mesin CNC agar bekerja sesuai dengan program benda kerja yang akan dibuat. Secara umum cara kerja mesin perkakas CNC tidak berbeda dengan mesin perkakas konvensional. Fungsi CNC dalam hal ini lebih banyak menggantikan pekerjaan operator dalam mesin perkakas konvensional. Misalnya pekerjaan setting tool atau mengatur gerakan pahat sampai pada posisi siap memotong, gerakan pemotongan dan gerakan kembali keposisi awal, dan lain-lain. Demikian pula dengan pengaturan kondisi pemotongan (kecepatan potong, kecepatan makan dan
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
mesin CNC lebih akurat hingga ketelitian seperseribu millimeter, karena penggunaan ballscrew pada setiap poros transportiernya. Ballscrew bekerja seperti lager yang tidak
memiliki kelonggaran/spelling namun dapat bergerak dengan lancar. Pada awalnya mesin CNC masih menggunakan memori berupa kertas berlubang sebagai media untuk mentransfer kode G dan M ke sistem kontrol. Setelah tahun 1950, ditemukan metode baru mentransfer data dengan menggunakan kabel RS232, floppy disks, dan terakhir oleh Komputer Jaringan Kabel (Computer Network Cables) bahkan
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
lama. Bila ada permintaan konsumen untuk membuat komponen dalam jumlah banyak dengan waktu singkat, dengan kualitas sama baiknya, tentu akan sulit dipenuhi bila menggunakan perkakas manual. Apalagi bila bentuk benda kerja yang dipesan lebih rumit, tidak dapat diselesaikan dalam waktu singkat. Secara ekonomis biaya produknya akan menjadi mahal, hingga sulit bersaing dengan harga di pasaran. Tuntutan konsumen yang menghendaki kualitas benda kerja yang presisi, berkualitas sama baiknya, dalam waktu singkat dan dalam jumlah yang banyak, akan
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
agar program benar-benar telah sesuai dengan bentuk benda kerja yang diinginkan, serta benar-benar dapat dikerjakan oleh mesin CNC. Pengecekan tersebut dapat melalui layar monitor yang terdapat pada mesin atau bila tidak ada fasilitas cheking melalui monitor (seperti pada CNC TU EMCO 2A/3A) dapat pula melalui plotter yang dipasang pada tempat dudukan pahat/palsu frais. Setelah program benar-benar telah berjalan seperti rencana, baru kemudian dilaksanakan/dieksekusi oleh mesin CNC. Dari segi pemanfaatannya, mesin perkakas CNC dapat dibagi menjadi
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
memiliki gerakan sumbu utama kearah sumbu koordinat X, Y, dan Z, atau dikenal dengan mesin frsais CNC. (c) mesin CNC kombinasi, yaitu mesin CNC yang mampu mengerjakan pekerjaan bubut dan freis sekaligus, dapat pula dilengkapi dengan peralatan pengukuran sehingga dapat melakukan pengontrolan kualitas pembubutan/pengefraisan pada benda kerja yang dihasilkan. Pada umumnya mesin CNC yang sering dijumpai adalah mesin CNC 2A (bubut) dan mesin CNC 3A (frais).
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
Apakah program akan menggunakan sistem pemogramman metode absolut atau inkremental. Pada umumnya sistem koordinat yang sering digunakan antara lain sistem
koordinat kartesius, yaitu koordinat mutlak (absolut ) dan koordinat relatif/berantai (incremental). Langkah kedua adalah memahami prinsip gerakan sumbu utama dalam mesin CNC.
2.1 Pemrograman Absolut
Pemrograman absolut adalah pemrogramman yang dalam
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
Pemrogramman absolut dikenal juga dengan sistem pemrogramman mutlak, di mana pergerakan alat potong mengacu pada titik nol benda kerja. Kelebihan dari sistem ini bila terjadi kesalahan pemrogramman hanya berdampak pada titik yang bersangkutan, sehingga lebih mudah dalam melakukan koreksi. Berikut ini contoh pengukuran dengan menggunakan metode absolut. Y
C AB
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
Pemrogramman inkremental adalah pemrogramman yang pengukuran lintasannya selalu mengacu pada titik akhir dari suatu lintasan. Titik akhir suatu lintasan merupakan titik awal untuk pengukuran lintasan berikutnya atau penentuan koordinatmya berdasarkan pada perubahan panjang pada sumbu X (.X) dan perubahan
X 6
panjang lintasan sumbu Y (.Y). Titik nol benda kerja mengacu pada titik nol sebagai titik referensi awal, letak titik nol benda kerja ditentukan berdasarkan
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
Y C AB Titik Koordinat Inkremental (.X , .Y) ABC (1,1) (4,1) ( -2 , 2 ) Gambar 4. Pengukuran metode inkremental
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
Polar Koordinat Absolut: (@ L , á) Polar Koordinat Inkremental (@ L , .á) B (5, 0o) , C (2V2, 135 o ) A (2V2, 225 o ) B (5, 0o) , C (2V2, 135 o ) A (2V2, 270 )
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
bahwa alat potonglah yang bergerak. Sebagai contoh bila programer menghendaki pisau frais ke arah sumbu X positif, maka meja mesin frais akan bergerak ke sumbu X negatif, juga untuk gerakan alat pemotong lainnya. Gambar 6. Gerakan sumbu utama menganut kaidah tangan kanan X 8
Selain menentukan sumbu simetri mesin, langkah berikutnya adalah memahami letak titik nol benda kerja (TNB), titik nol mesin (TNM), dan titik referens (TR). TNB
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
pemasangan atau melepaskan benda kerja, tangan operator tidak mengenai alat potong yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja. Benda kerja aman untuk dipasang maupun dilepas dari ragum atau pencekam. (a) (b) Gambar 7. TNB, TNM, dan TR pada mesin CNC Bubut (a) dan Frais (b) Pembuatan program mesin CNC, seorang programmer harus memiliki kemampuan dasar pemograman, antara lain: (a) Pengalaman dalam membaca gambar
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
koordinat, (e) mempunyai dasar-dasar pengetahuan matematika terutama trigonometri.
4 Standarisasi Pemrogramman Mesin Perkakas CNC
Pemakaian kode-kode pada mesin perkakas CNC dapat menggunakan standar pemrograman ynag berlaku antara lain: DIN (Deutsches Institut fur Normug) 66025, ANSI ( American Nationale Standarts Institue ), AEROS (Aeorospatiale Frankreich), ISO,
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
pada awal intruksi. Adanya kode ini menyebabkan sumbu utama mesin akan berputar searah jarum jam. Pada mesin bubut CNC cekam benda kerja akan berputar searah jarum jam, sedangkan pada mesin frais CNC yang berputar adalah tempat alat potong arbornya . Gambar 8. Alat potong berputar searah jarum jam M03 M04 Sumbu utama berputar berlawanan arah jarum jam 10
Gambar 8a. Arah putaran spindle berlawanan jarum jam (M04) M05 Sumbu utama berhenti terprogram
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
panas. Bila tidak didinginkan maka alat potong akan cepat tumpul/ rusak. Oleh karena itu perlu didinginkan dengan cara memerintahklan mesin untuk mengalirkan cairan pendingin (coolant ). Gambar 9. Cairan pendingin disemprotokan untuk mendinginkan alat potong dan benda kerja M09 Cairan pendingin berhenti mengalir M17 Sub program ( unterprogram) berakhir M19 Sumbu utama posisi tepat M30 Program berakhir dan kembali pada program semula. M38 Berhenti tepat, aktif
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
Intruksi pada mesin CNC menggunakan kode-kode pemrograman, misal kode G, kode M, kode P, dan sebagainya. Arti kode tiap mesin biasanya memiliki persamaan, namun arti kode pada merek yang berbeda dapat memiliki arti yang berbeda pula, sehingga programmer harus dapat menyesuaikan standarisasi kode yang digunakan pada mesin CNC yang akan digunakan. Sebagai contoh intruksi G 84 pada mesin CNC EMCO TU 2A berarti pembubutan memanjang, sedangkan pada mesin CNC PU 2A merek Gildmeister siklus pembubutan memanjang menggunakan kode
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
Gerakan cepat dapat dilakukan bila posisi alat potong benar-benar tidak akan menabrak benda kerja atau peralatan lainnya. Kesalahan dalam penentuan koordinat dapat menyebabkan benturan antara alat potong dengan mesin atau benda kerja yang dapat menyebabkan kerusakan fatal pada alat potong maupun mesin (a) (b) Gambar 10. Gerakan cepat alat potong di atas benda kerja 12
Lintasan alat potong di atas akan bergerak cepat ke bawah di sebelah benda
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
(b) (b) Gambar 11. Pembubutan lurus (a) dan tirus (b) pada mesin bubut CNC (a) (b) Gambar 12. Pemakanan lurus pada mesin CNC frais Gerakan lurus dengan pemakanan digunakan untuk melakukan pengefraisan atau pembubutan lurus, termasuk tirus dan kedalaman pemakanan. 13
Lintasan alat potong bergerak dengan pemakanan lurus ke titik X =25 dan Y =18 (Gambar 31 b), pemrograman inkrementalnya dapat ditulis:
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
searah jarum jam atau berlawanan menggunakan asumsi bahwa alat potong berada di atas benda kerja, atau di belakang benda kerja. Jadi bila alat potong berada di depan benda kerja maka berlaku sebaliknya. G 02 X + ….. Z - ….. G 02 X - ….. Z - …..
Gambar 13. Arah pembubutan melingkar G 02 pada mesin CNC Bubut Gambar 14. Arah pemakanan melingkar G 02 pada mesin CNC Frais
G 02 14
Searah JJ
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
sumbu X disebut I, searah dengan sumbu Y disebut J, dan searah dengan sumbu Z disebut K
5.4 Arti Kode G 03
Kode G 03 merupakan instruksi agar alat potong mesin CNC melakukan gerakan interpolasi lingkaran berlawanan arah dengan jarum jam. Gerakan ini akan selalu membentuk lingkaran yang berlawanan arah dengan jaraum jam.
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
6. Parameter I, J, K
Setiap gerakan alat potong yang membentuk lintasan radius, baik searah jarum jam (G02) maupun yang berlawanan arah dengan jarum jam (G03) harus dilengkapi parameteri I, J, K. Parameter I artinya jarak titik awal lintasan radius ke titik pusat lengkungan searah X, Parameter J artinya jarak titik awal lintasan radius ke titik pusat lingkaran searah Y, Parameter K artinya jarak titik awal lintasan radius ke titik pusat lingkaran searah Z. Parameter I, J, K bernilai absolute maupun inkremental. Nilai
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
A 03 Nilai F salah A 05 Kurang Perintah M 30
C. Rangkuman Computer Numerically Controlled , merupakan mesin perkakas yang dilengkapi
dengan sistem kontrol berbasis komputer yang mampu membaca instruksi kode N dan G (G-kode) yang mengatur kerja sistem. Pemrograman mesin CNC hampir sama
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
memerlukan intruksi/blok kalimat yang panjang, lebih mudah, dan lebih cepat. Beberapa siklus pemrogramman yang ada pada tiap mesin CNC antara lain: siklus pengeboran, siklus pembuatan ulir, siklus kantong, siklus alur, dan lain-lain. Siklus pemrogramman merupakan pemrogramman membuat kontur atau pengeboran yang mengacu pada dimensi bentuk konturnya. Pola siklus pemrograman kontur untuk setiap mesin memiliki karakteristik yang berbeda. Di bawah ini beberapa contoh siklus pemrogramman dengan menggunakan mesin Frais CNC MAHO 432, CNC Bubut Gildmesiter dan
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
menggunakan kode G 84, biasanya dilakukan untuk pemakanan kasar sehingga dapat memperpendek waktu pengerjaan dan proses finisihing akan lebih mudah.
7.1 Siklus pemrogramman G 84 pada mesin CNC EMCO
Gambar 19. Siklus pemakanan memanjang G 84 18
Lintasan alat potong mesin CNC bubut bergerak dengan siklus pemakanan memanjang
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
07 00 500 08 00 0 400 09 22 Keterangan : N = nomor blok G 84 = Perintah siklus pembubutan memanjang X = Diameter yang akan dikehendaki (mm) Z = Gerak memanjang (m) F = Feeding (kecepatan asutan dalam mm/menit) H = Kedalaman tiap kali pemakanan
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
(a) (b) (c) Gambar 20. Siklus pemakanan memanjang G 81 mesin Gildmeister
7.3 Arti Kode G 88
G 88 merupakan perintah untuk membuat siklus pembubutan melintang pada mesin CNC TU 2A EMCO. Pada mesin CNC PU 2A merek Gildmesiter siklus
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
Bila proses pembubutan melintang dilanjutkan dengan proses finishing dengan menggunakan alat potong yang sama, maka siklus pemrogrammannya menggunakan G 37 G 82
7.4 Siklus Pembuatan Kantong 21
Gambar 23. Siklus pembuatan kantong
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
7.5 Siklus Pembuatan kantong Lingkaran
Gambar 24. Siklus kantong lingkaran Penulisan program siklus pembuatan kantong di atas dapat dituliskan: G89 Z-10 B2 R20 (I70) (J-1) K5 F… Z…. M…
G89 = Siklus pembuatan lingkaran (mesin CNC MAHO 432) Z-10 = Kedalaman kantong B2 = Mulai dikerjakan alat potong pada jarak 2 mm di BK K5 = Setiap silkus melakukan pemakanan se dalam 5 mm
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
Y2 = Jarak aman alat potong 2 mm di atas permukaan benda kerja B20 = Jarak aman alat potong 20 mm di atas BK (setelah slesai)
7.7. Siklus pembuatan ulir G33
Siklus pembuatan ulir akan membuat ulir sesuai dengan prosedur baku. Siklus pembuatan ulir dilakukan setelah diameter luar ulir terbentuk. Setelah itu menggunakan mesin CNC akan mengganti alat potong sesuai dengan Buku ajar ulir yang akan
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
06 G 00 Z 78 07 G 00 X 37,4 08 G 33 Z 22 K 2 Tahap kedua penguliran 09 G 00 X 46 M 09 10 G 00 X 100 Z 150 11 M 30 Program berhenti
8. PERHITUNGA KECEPATAN
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
F dalam mm/putaran atau mm/menit
9. PROGRAM MEMBUAT PION DENGAN MESIN CNC TU.2A
Benda kerja yang akan dibuat adalah sebuah pion dari bahan material Alumunium dengan dimensi awal berdiameter 32 mm panjang 50 mm dengan bentuk sebagai berikut. Gambar 27. Benda kerja pion yang akan dibuat Dari benda kerja di atas, maka dapat dibuat program dengan
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
25
9 G01 1600 -1000 50 10 G84 1600 -2200 50 11 G01 1400 -1600 50 12 G84 1400 -2200 50 13 G01 1200 -1700 50 14 G84 1200 -2100 50 15 G01 2200 -1000 50 16 G84 1400 -2500 50 17 G01 1200 -2500 50
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
29 G84 1200 -200 50 30 G00 0 0 31 G03 2000 -1000 50 32 M99 I 00 K 1000 33 G00 2000 -1500 34 G02 1000 -2000 50 35 M99 I 00 K 500 36 G01 1600 -2300 50 37 G01 1000 -2600 50 38 G01 1400 -4000 50
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
A. Cutting Speed ( Cs ) Cutting speed / Kecepatan potong alat potong di mesin milling adalah jarak yang ditempuh oleh salah satu mata potong ( gigi ) dalam meter per menit. Cutting speed ditentukan berdasarkan : 1. Tabel 2. Perhitungan Yang berdasarkan tabel terdapat sedikitnya 2 buah referensi yaitu :
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
Tata caranya pemilihan Cs adalah sebagai berikut : 3. Kita tentukan material dengan menggunakan “Steel Comparison Table, Material” yang kita cari dikomparasikan dengan material yang berasal / menggunakan standart DIN ( Jerman Barat ). 4. Setelah diketahui material dengan standart DIN, kemudian kita gunakan tabel “Materialgruppen” untuk mencari material yang sama dengan material tersebut atau yang mendekati material tersebut pada kolom – kolom yang ada. 5. Setelah ditemukan material tersebut, kita lihat pada baris paling atas yaitu besarnya v ( kecepatan potong ) pada kolom tersebut. 6. Besarnya v yang didapat adalah Cs dari material yang kita cari. Mencari Cs juga dapat digunakan dengan menggunakan rumus. Rumus mencarinya adalah sebagai berikut :
Cs= (π x d x n)/1000
satuannya m/min
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
Mencari n menggunakan rumus seperti yang tertulis diatas. Rumus mencarinya adalah sebagai berikut :
n= (1000 x Cs)/(π x d)
satuannya rpm
dengan : d = diameter alat potong, satuanya mm. Cs = kecepatan potong, satuannya m/menit. Mencari n juga dapat menggunakan tabel.
C. Feeding ( s ) Feeding untuk proses milling dibedakan menjadi Tiga ( 3 ) type, yaitu :
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
Rumus untuk feeding tersebut diatas adalah sebagai berikut : 1. Feed per minute <”font size=”5″>s=z x n x s z satuannya mm/min
dengan : z = jumlah mata potongnya. n = putaran spindle utama / alat potong, satuannya rpm. sz = feed per tooth, satuannya mm/tooth 2. Feed per cutter revolution
so=z x s z
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
Untuk mencari n dan s dengan tabel, hal – hal yang harus diketahui terlebih dahulu adalah : Tata cara mencari n dan s adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4.
Kecepatan potong ( Cs ), Jenis material alat potong, Jenis alat potong, Diameter alat potong ( d ).
ANALISIS PENGARUH ANTARA KUALITAS TOLERANSI GEOMETRI TERHADAP BIAYA PENGERJAAN PRODUK (Studi Kasus Di PT APG Boyolali)
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
1.1. Pendahuluan Tujuan utama yang ingin dicapai oleh perusahaan adalah memaksimalkan keterbatasan faktor-faktor produksi yang ada supaya biaya yang dikeluarkan dapat seminimal mungkin sehingga laba yang dihasilkan dapat maksimal. Untuk dapat bersaing dengan perusahaan lain terutama yang bergerak dibidang manufaktur, perusahaan harus mempunyai dasar yang kuat terhadap kebijakan-kebijakan perencanaan dan pengendalian produksi. Perusahaan yang kurang memperhatikan aspek-aspek tersebut maka besar kemungkinan akan kalah dalam persaingan dunia industri, untuk itu diperlukan suatu orientasi dan pengkajian yang lebih dalam mengenai perencanaan pembuatan suatu produk. Pembuatan suatu produk harus memperhatikan beberapa aspek yang sangat penting, antara lain pemilihan bahan baku yang tepat, proses pembuatan atau permesinan (otomatis maupun manual), alat ukur dan alat bantu yang digunakan serta sumber daya manusia yang berkualitas. Berdasarkan aspek-aspek tersebut maka diharapkan
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
Produk yang diteliti adalah produk Spur Gear yang memperhatikan memperhatikan batasan-batasan batasan-batasan toleransi toleransi geometri. b. Mesin yang diteliti adalah mesin perkakas konvensional. c. Pembahasan masalah hanya menyangkut kualitas toleransi geometri, kemampuan operator, keterbatasan mesin dan biaya proses pengerjaan. d. Kual Kualita itas s toleran toleransi si dibata dibatasi si sampa sampaii dengan dengan IT 5 sesuai dengan mesin bubut yang di analisis. e. Data Data dala dalam m anal analis isis is perhit perhitun unga gan n adal adalah ah data data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan disesua disesuaika ikan n dengan dengan tingka tingkatt keahlian keahlian operato operator r di perusahaan. a.
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
(Christantyo, 1998) dalam penelitiannya di Divisi Produksi ATMI (Akade (Akademi mi Teknik Teknik Mesin Mesin Indust Industri) ri) mengg mengguna unakan kan tolera toleransi nsi geome geometri tri untu untuk k memb memben entuk tuk sist sistem em kodi kodifi fika kasi si komp kompon onen en guna guna meng mengur uran angi gi waktu non produktif dalam proses permesinan. (Elisabeth Tjandra, 1999) dalam penelitiannya di Asia Protendo Graha menggunakan toleransi geometri terhadap keterbatasan mesin milling konvensional. Dala Dalam m tuli tulisa san n ini ini penu penuli lis s ing ingin mela melaku kuka kan n anal analis isis is deng dengan an menggunakan kualitas toleransi geometri dalam menentukan kualitas produk dengan memperhatikan keterbatasan mesin yang digunakan serta faktor-faktor lain yang mempengaruhi mempengaruhi biaya produksi. 3. Landasan Teori 3.1. Spesifikasi Geometri
Suatu produk/komponen mesin mempunyai kualitas geometri yang ideal apabila komponen tersebut memenuhi persyaratan yang dikehendaki oleh perancang atau pembuat, yaitu:
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
a. Seg Segi fun fung gsi kom kompone ponen n b. Segi pe perakitan c. Segi pembuatan 3.2. Hubungan Toleransi dan Biaya Pengerjaan Masalah toleransi akan berhubungan dengan kemampuan proses pemb pembua uata tan n dan dan biay biaya. a. Seri Sering ngka kali li pers persya yara ratan tan prod produk uk (bat (batas as dari dari tolera toleransi nsi)) yang yang dimint diminta a oleh oleh konsu konsume men n terlal terlalu u ketat ketat sehing sehingga ga tidak tidak dapat dapat dipenu dipenuhi hi oleh oleh perus perusaha ahaan, an, karena karena terbat terbatasn asnya ya kemamp kemampuan uan proses pembuatan yang dimiliki oleh perusahaan seperti mesin-mesin, alat bantu dan alat ukurnya.
Semakin kecil batas-batas dari toleransi yang diberikan pada suatu produk/komponen mesin maka akan semakin besar biaya pengerjaannya. Untuk produk dengan ukuran teliti diperlukan mesin khusus, waktu pengerjaan yang lama dan operator yang ahli maka biayanya akan mahal. Karena itu dalam memilih “toleransi dasar” atau
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
1.375.000
1.300.000
Series1
1.225.000
1.150.000
1.075.000 IT 5
IT 6
IT 7
IT 8
Gambar 1. Hubungan antara Biaya Pengerjaan dengan Toleransi.
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
Tp = Tm + Th + Ts + Tf (menit) (3)
Di mana :
Tm = total waktu pemesinan pada setiap mesin (menit) Th = total waktu handling pada setiap mesin (menit) Ts = total waktu set up pada setiap mesin (menit) Tf = total waktu istirahat pada setiap mesin (menit)
(Sumber Time Calculation, ATMI Solo)
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
Di mana Bop = biaya operator per jam (Rp/jam) (Sumber Asia Protendo Graha)
Besar biaya operator per jam dapat dihitung dengan rumus:
Bop
Gj =
Jk
(6)
Di mana Gj = gaji per bulan (Rp/bulan) Keterangan :
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
Untuk mesin hobbing waktu permesinannya dihitung berdasarkan rumus yang telah ditetapkan oleh pihak perusahaan yaitu:
T m
l i m z =
.. . s.n
(8)
Di mana l = panjang langkah pahat (mm) i m z s n
= jumlah pass atau jumlah pemotongan = modul = jumlah gigi = feed (mm/putaran) = putaran (putaran/menit)
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
a. Ketelitian mesin bubut konvensional masih bisa dikerjakan sampai toleransi IT 5. b. Biaya pembuatan produk berhubungan erat dengan tingkat toleransi. c. Biaya pembuatan poros dengan mesin bubut konvensional menjadi mahal jika kualitas poros yang dibuat <25 m. d. Kebanyakan Spur Gear komponen dari diproses dengan mesin bubut.
4.1. Data Pemakaian Mesin dalam Pembuatan Spur Gear Tabel 1. Tabel Data Mesin dan Biaya Pemakaian Mesin untuk Pengerjaan Spur Gear .
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
b. Harga material tipe 705 M/SNCM 8 Rp 25.000,00 per Kg c. Berat jenis material untuk tipe 705 M dan 709 M adalah BJ = 850 Kg/Cm 3 d. Berat material dapat dicari dengan rumus: M mat
D 2 . L. BJ 4 x100 .000
. π =
(9) di mana: Mmat = massa material sebelum diproses (Kg) D = diameter benda kerja (Cm) L = panjang benda kerja (Cm) BJ = berat jenis material (Kg/Cm3) (Sumber Asia Protendo Graha)
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
6 7
M 705 M
3,6 Sproket 1 Ø 63,5 X 0,54 Gear 2 705 M 1 Ø 7,5 X 0,45 Ring 1,2 ( Sumber Asia Protendo Graha )
50 13.5 00 11.2 50
4.3. Variabel Perusahaan Beberapa variabel yang ditetapkan oleh perusahaan sehubungan pemakaian operator dan jam perusahaan : a. Biaya operator = Rp 2.500,00 per jam b. Gaji karyawan = Rp 400.000,00 per bulan
5. Pembahasan Besarnya biaya produksi pengerjaan Spur Gear untuk masing– masing kualitas toleransi (IT 8 s/d IT 5) dengan menggunakan perhitungan persamaan 1 adalah:
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
Gambar 2. Grafik Hubungan antara Toleransi dan Biaya Produksi. Dari Gambar 2 diatas dapat diambil kesimpulan: a. Dari Gambar 2 jelas terlihat bahwa pemberian toleransi pada produk akan berpengaruh terhadap biaya produksi hal ini terlihat
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
Cp – APG = Rp 1.500.000,00 c. Sebenarnya pihak perusahaan ( APG ) dalam hal operator bisa mengerjakan produk Spur Gear sampai dengan tingkat toleransi IT 5, akan tetapi karena pihak konsumen sudah merasa puas dengan pengerjaan produk pada tingkat toleransi IT 7 sampai dengan IT 6 maka produk tersebut dikerjakan cukup sampai dengan IT 7. d. Dari hasil analisis pembahasan dapat diketahui bahwa Asia Protendo Graha dengan SDM, mesin, alat bantu dan alat ukur yang tersedia, mampu mengerjakan suatu produk sampai dengan kualitas toleransi IT 5 sehingga dapat memenuhi selera konsumen. e. Untuk sampai pada tingkat toleransi ≤ IT 5 sebenarnya mesin bubut konvensional yang dimiliki oleh APG bisa mengerjakan produk dengan toleransi tersebut asalkan dikerjakan dengan sangat hatihati.
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10