BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Filsafat adalah seni bertanya, "mengapa ini begini?" dan "mengapa itu begitu?". Pertanyaan dengan demikian adalah spirit dan inti dari filsafat. Tapi, tidak juga dapat dianggap secara sederhana jika filsafat hanya diletakkan sebagai rentetan pertanyaan-pertanyaan tanpa solusi dan penyelesaian. Filsafat mengajarkan banyak hal. Paling tidak, ia mengajarkan ketelitian dalam berfikir dan disiplin dalam menjalankan kehidupan. Berpikir adalah cara khas manusia yang membedakannya dari makhluk lain.
Di kalangan ahli mantiq sangat masyhur istilah yang mendefinisikan manusia sebagai hayawan-natiq (hewan yang berpikir). Karena kemampuan berpikir itu pulalah manusia merupakan makhluk yang dimuliakan Allah SWT. Bahkan, amanah kekhalifahan yang hanya diserahkan Allah kepada manusia (Adam) pun adalah karena faktor berpikir yang hanya dimiliki oleh manusia itu. Sebab, dengan kemampuan berpikir, manusia akan dapat menyerap ilmu pengetahuan dan mentransfernya. Namun masih banyak dari kita yang belum memahami apa makna dan bentuk dari berpikir itu sendiri. Pada makalah ini akan dibahas mengenai berpikir secara mendasar, kritis, dan islami.
RUMUSAN MASALAH
Apakah yang dimaksud dengan berpikir secara mendasar, berpikir secara kritis, dan berpikir secara islami?
Bagaimana penerapan berpikir secara mendasar, berpikir secara kritis, dan berpikir secara islami dalam kehidupan sehari-hari?
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi berpikir secara mendasar, berpikir secara kritis, dan berpikir secara islami.
Berpikir merupakan fungsi dari akal yang dianugerahkan kepada manusia. Dengan berpikir, manusia akan dapat memanfaatkan akalnya untuk memahami hakikat segala sesuatu. Hakikat segala sesuatu adalah kebenaran, dan kebenaran yang sejati adalah Allah SWT. Dengan berpikir, manusia akan mengenal Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya. Maka, berpikir adalah awal perjalanan ibadah yang tanpa-Nya ibadah menjadi tak bernilai.
Berpikir memang merupakan hal yang lazim dilakukan oleh semua orang, tidak hanya dari kalangan tertentu saja, tapi semua kalangan masyarakat. Tetapi tidak semua dari mereka yang berfikir filsafat dalam kehidupan sehari-harinya. Padahal berfikir filsafat sangatlah penting untuk semua orang dalam rangka menjalani aktivitas sehari-hari, atau untuk mencari solusi bagi sebuah permasalahan.
Adapun beberapa jenis ataupun tahapan pemikiran yang biasa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari kita. Seperti berpikir secara mendasar, berpikir secara kritis, dan berpikir secara islami. Setiap cara berpikir memiliki definisi yang berbeda yang bisa kita terapkan didalam kondisi yang berbeda juga. Berfilsafat termasuk dalam berfikir namun berfilsafat tidak identik dengan berfikir. Sehingga, tidak semua orang yang berfikir itu mesti berfilsafat, dan bisa dipastikan bahwa semua orang yang berfilsafat itu pasti berfikir.
Berpikir mendasar berarti berpikir secara mendasar tanpa melibatkan hal-hal keilmuan terkait yang lebih tinggi. Artinya pemikiran yang dalam sampai pada hasil yang fundamentalis atau esensial objek yang dipelajarinya sehingga dapat dijadikan dasar berpijak bagi segenap nilai dan keilmuan. Jadi tidak hanya berhenti pada luarnya saja, tetapi tembus sampai ke kedalamannya.
Dan yang kedua adalah berpikir secara kritis. Pemikiran kritis dapat dilihat sudut pengertiannya dari segi bahasa dan istilah. Frasa "pemikiran kritis" adalah merupakan gabungan atau hubungan antara dua perkataan yaitu "pemikiran" dan juga "kritis". Yang dimaksud dengan pemikiran adalah merujuk kepada kebolehan manusia untuk mencipta gagasan-gagasan dan pengertian-pengertian, berhujah, menilai, serta membuat keputusan. Sedangkan "kritis" merupakan perkataan dari bahasa Greek "Kriths" (kritikos) yang bermaksud menimbang (judge). Menimbang pula membawa maksud menilai (evaluates), membezakan (distinguishes), memutuskan (decide) dan menyoal (question) sama ada sesuatu itu benar atau salah.
Sedangkan menurut istilah, pengertian dari berpikir kritis adalah sebagai ikhtiar dan daya intelektual dan moral untuk membangun, mempertajam dan memperhalusi serta mengembangkan sesuatu bidang ilmu tersebut. Disamping itu, pemikiran kritis juga boleh dimaknai sebagai pemikiran reflektif yang berusaha untuk memutuskan untuk menerima atau menolak sesuatu maklumat. Ia juga turut menekankan tentang soal fakta yang benar ataupun salah, soal bahasa yang mana jelas atau kurang jelas.
Menurut Sumadi Suryabrata, mengatakan bahwa pola berpikir kritis memerlukan tiga langkah. Pertama yaitu proses analisis berdasarkan ciri-ciri dari beberapa objek yang sejenis. Yang kedua yaitu proses menyambungkan pemahaman atau pengertian antara satu hal dengan hal yang lain. Dan yang ketiga adalah kemampuan menggabungkan beberapa hal atau pendapat yang berbeda-beda menjadi sebuah kesimpulan atau suatu keputusan.
Adapun berikut ini ciri-ciri berpikir kritis yang meliputi :
1. Kemampuan mengidentifikasi. Pada tahapan ini terdiri atas mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan, mampu menentukan pikiran utama dari suatu teks atau script, dan dapat menjelaskan hubungan sebab akibat dari suatu pernyataan.
2. Kemampuan mengevaluasi. Hal ini terdiri atas dapat membedakan informasi relevan dan tidak relevan, mendeteksi penyimpangan, dan mampu mengevaluasi pernyataan-pernyataan.
3. Kemampuan menyimpulkan. Hal ini terdiri atas mampu menunjukkan pernyataan yang benar dan salah, mampu membedakan antara fakta dan nilai dari suatu pendapat atau pernyataan, dan mampu merancang solusi sederhana berdasarkan naskah.
4. Kemampuan mengemukakan pendapat. Hal ini terdiri atas dapat memberikan alasan yang logis, mampu menunjukkan fakta – fakta yang mendukung pendapatnya, dan mampu memberikan ide-ide atau gagasan yang baik.
Dan pembahasan yang selanjutnya adalah mengenai berpikir secara islami. Islam memandang berpikir itu sebagai media untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sebab dengan berpikir, manusia menyadari posisinya sebagai hamba dan memahami fungsinya sebagai khalifatullah di muka bumi. Tugasnya hanyalah menghambakan diri kepada Allah SWT dengan beribadah. Dengan berpikir juga, manusia mengetahui betapa kuasanya Allah menciptakan alam semesta dengan kekuatan yang maha dahsyat, dan dirinya sebagai manusia sangat kecil dan tidak berarti di hadapan Allah Yang Maha Berkuasa.
Al-Qur'an berkali-kali merangsang manusia, khususnya orang beriman, agar banyak memikirkan dirinya, lingkungan sekitarnya, dan alam semesta. Karena dengan berpikir itu, manusia akan mampu mengenal kebenaran (al-haq), yang kemudian untuk diimani dan dipegang teguh dalam kehidupan. Allah berfirman, "Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran." (Ar-Ra'd: 19).
Dan yang dimaksud dengan berpikir secara islami (aqliyah islamiyah) adalah aqidah harus tertanam dalam diri seorang muslim, pertama kali. Seseorang dikatakan mempunyai aqliyah islamiyah manakala menjadikan aqidah Islamiyah sebagai asas bagi proses berpikirnya. Dan disaat menangkap pemikiran-pemikiran dan fenomena-fenomena yang terjadi, ia menilai dengan landasan aqidah islamiyah. Ketika aqidah islamiyah memberikan nilai benar, ia membenarkan dan mengikuti. Sebaliknya, jika aqidah islam menilai salah, ia menolak dan menyalahkannya. Seseorang yang telah melakukan hal semacam ini (membenarkan dan menyalahkan sesuatu berdasarkan Aqidah), berarti ia telah memiliki aqliyah islamiyah.
Status pemilikan aqliyah islamiyah dalam diri seseorang tidak ditentukan apakah ia seorang alim (cendekiawan) atau awam. Yang penting disini adalah, kebulatan tekad yang tertanam dalam hati untuk menjadikan Aqidah Islam sebagai "penstandar" bagi setiap informasi dan fakta-fakta yang diterima atau di jumpainya. Sehingga ia mampu mempertahankan nilai-nilai keislaman yang telah dimilikinya dan keimanannya tidak mudah terpengaruh orang lain.
Penerapan berpikir secara mendasar, berpikir secara kritis, dan berpikir secara islami dalam kehidupan sehari-hari.
Seorang filosof tidak percaya begitu saja kebenaran ilmu yang diperolehnya. Ia selalu ragu dan mempertanyakannya. Mengapa ilmu dapat disebut benar? Bagaimana proses penilaian berdasarkan kriteria tersebut dilakukan? Apakah kriteria itu sendiri benar? Seperti sebuah lingkaran dan pertanyaan-pertanyaan pun selalu muncul secara bergantian. Artinya, pemikiran yang dalam sampai kepada hasil yang fundamental atau esensial obyek yang dipelajarinya sehingga dapat dijadikan dasar berpijak bagi segenap nilai dan keilmuan. Itulah yang disebut dari berpikir secara mendasar.
Contoh sederhana yang biasa kita temukan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya kita menemukan bunga mawar merah muda di sebuah taman diantara bunga-bunga melati. Jika kita hanya melihat sekilas bunga mawar tersebut, mungkin hal itu akan menjadi sangat sederhana. Akan tetapi, akan sangat berbeda jika kita benar-benar mau memikirkannya. Semuanya tak akan tampak mudah dan sederhana karena akan muncul pertanyaan-pertanyaan dalam pikiran kita yaitu siapa yang menanam bunga itu dan untuk apa bunga itu ditanam? Padahal diantaranya sudah banyak sekali bunga melati.
Adapun contoh lainnya yang sering kita jumpai dalam keseharian kita. Masalah kemacetan. Sering kali kita terjebak kemacetan ketika akan berpergian ke suatu tempat. Dan disela-sela kemacetan pasti kita akan berpikir. Apa yang menyebabkan kemacetan? Apakah banyaknya mobil di jalanan? Apakah karena kepadatan penduduk? Disinilah seorang filosof berfikir secara radikal untuk mengetahui akar permasalahan yang menyebabkan kemacetan. Seperti itulah yang disebut berpikir secara mendasar.
Berbeda dengan berpikir secara kritis. Didalam sikap secara kritis ini tentu nya harus wajib di dukung dengan sikap tanggung jawab dengan apa yang sedang di kritisi, oleh karena itu sikap secara kritis yang ada pada suasana demokrasi wajib perlu untuk di berikan dukungan berdasarkan kemampuan untuk bisa menyelesaikan suatu masalah dengan cara penuh kedamaian. Suatu permasalahan yang berasal dari sebuah perbedaan pendapat bisa berujung dengan konflik dan untuk itu harus di tekankan suatu penyelesaian masalah yang dilakukan dengan penuh kedamaian dan bukan kekerasan.
Contoh penerapan dari berpikir secara kritis yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari adalah saat bermusyawarah. Dalam bermusyawarah kita juga melakukan hal-hal yang membutuhkan berpikir kritis. Disitu kita harus berusaha mengeluarkan ide-ide yang ada di pikiran kita untuk dipertimbangkan oleh seluruh peserta musyawarah. Dalam mempertimbangkan ide tersebut kita juga melakukan berpikir kritis karena dalam mempertimbangkan ide tersebut kita pasti mempertimbangkan apakah itu baik untuk dilaksanakan atau tidak. Pemikiran kritis adalah amat penting dalam kehidupan seharian baik kepada petani, penjaja, guru, jurutera, pensyarah, ahli korporat mahupun sebagai seorang pelajar
Adapun contoh lainnya yang bisa kita terapkan dalam kehidupan kita. Saat kita melihat ada seseorang yang membuang sampah sembarangan di lingkungan kita. Maka yang harus kita lakukan adalah menegurnya untuk memungut sampahnya kembali dan membuangnya di tempat sampah dan apabila ia tidak menemukan tempat sampah, maka kita harus menyuruhnya untuk menyimpan sampah tersebut agar dibuang saat ia menemukan tempat sampah. Jadi selain mengkritisi seseorang, kita juga harus memberikan solusi untuk menyelesaikan masalahnya.
Sedangkan berpikir secara islami berbeda dari pola pikir yang lainnya. Seseorang yang berpikir secara islami akan membertimbangkan suatu keputusan dengan ajaran islam yang telah ia pelajari dan seperti yang telah tertanam didalam hati dan jiwanya. Layaknya kasus pemimpin non islam yang sekarang sedang hangat diperbincangkan oleh masyarakat Indonesia. Banyak ayat dalam Al-Quran yang telah melarang umat islam untuk memilih pemimpin non islam. Sebagai seseorang muslim yang beriman kepada ajaran Alah, maka kita tidak boleh memilih pemimpin tersebut. Meskipun banyak kalangan yang juga mendukung pemimpin tersebut, kita tidak boleh mengikuti pendapat dan aksi mereka. Karena kita sebagai umat islam harus memiliki pendirian tetap akan ajaran agama yang telah kita pelajari.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berpikir secara mendasar, berpikir secara kritis, dan berpikir secara islami adalah cara berpikir yang perlu kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan berpikir mendasar kita bisa berlatih menganalisa sesuatu ke akar dari permasalahan tersebut. Berpikir kritis juga akan melatih kita untuk mengembangkan argumen dan kemampuan kita dalam menanggapi suatu hal yang menurut kita tidak patut untuk dilaksanakan.
Dan dengan berpikir secara islami kita tidak akan berpikir untuk melakukan sesuatu yang aqidahnya tidak menyeleweng dari ajaran islam, sehingga kita tidak melanggar syariat islam yang telah kita pelajari. Dengan mempraktekkan ketiga cara berpikir tersebut. Kita akan mendapatkan keselarasan hidup karena cara berpikir tersebut akan menyeimbangkan pola hidup kita disaat kita menghadapi suatu permasalahan.
Saran
Demikianlah makalah ini kami susun. Pemakalah menyadari bahwa didalam makalah ini terdapat banyak kekurangan karena terbatasnya referensi, oleh sebab itu pemakalah mohon maaf atas segala kekurangannya. Saran dan kritik juga diperlukan pemakalah untuk perbaikan makalah ini dan sebagai bahan evaluasi kelompok lain. Semoga makalah ini bermanfaat. Amiin
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hakim,dkk, Atang, 2008, Filsafat Umum, Bandung, CV Pustaka Setia,
Cece Wijaya. 1996. Pendidikan Remidial Sarana Pengembangan Mutu Sumber Daya Manusia. Bandung: Rosdakarya.
Mohd Azhar, Abd Hamid. 2001. Pengenalan Pemikiran Kritis dan Kreatif. Skudai: Penerbit UTM.
Nata, Abuddin. 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta Selatan : Gaya Media Pratama.
Sumadi Suryabrata. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Abd. Hamid Mohd Azhar, Pengenalan Pemikiran Kritis dan Kreatif, Skudai : Penerbit UTM, 2001, hlmn. 91.
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002, hlmn. 55
Cece Wijaya, Pendidikan Remidial Sarana Pengembangan Mutu Sumber Daya Manusia, Bandung: Rosdakarya, 1996, hlmn. 35.
Abd. Hamid Mohd Azhar, Pengenalan Pemikiran Kritis dan Kreatif, Skudai : Penerbit UTM, 2001, hlmn. 93.
8