BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan di era modern ini merupakan sebuah kebutuhan bagi masyarakat luas karena pendidikan merupakan syarat mutlak untuk menjadikan sebuah bangsa menjadi bangsa yang maju. Pendidikan pada berbagai bidang keilmuan tentu saja memiliki peranan tersendiri dalam pembangunan sebuah bangsa. bangsa. Dengan penanaman etika dalam proses belajar mengajar tentu akan menghasilkan output pendidikan yaitu menjadi manusia yang memiliki kemampuan intelektual, emosional dan spiritual yang tinggi. Itulah output yang seharusnya didapatkan dari pendidikan yang beretika. Di tengah perkembangan teknologi yang luar biasa, sudah barang tentu memiliki banyak efek negatif seperti pornografi. Disinilah etika berperan dalam dunia modern. Etika menjadi filter bagi para pengguna teknologi agar bisa memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin juga sangat menjunjung tinggi pendidikan dan etika. Dalam hubungan ini kita dapati di dalam Al Qur’an penjelasan pada awal surat yang diturunkan kepada Nabi yang mengajak manusia untuk belajar membaca dan menulis1 . Malakah ini akan menganalisis konsep belajar mengajar dalam perspektif Islam mencakup dasar hukum dan karakteristiknya. B. Rumusan Masalah
1) Bagaimana prinsip belajar dalam perspektif Islam? 2) Bagaimana konsep belajar dalam perspektif Islam? 3) Bagaimana sumber belajar dalam perspektif Islam? 4) Bagaimana konsep mengajar dalam perspektip Islam? 5) Bagaimana prinsif mengajar dalam perspektip Islam? C. Tujuan
Tujuan dari pembahasan tentang belajar mengajar dalam islam ini adalah agar pembaca dapat mengerti serta mengamalkan etika belajar mengajar menurut islam dalam kehidupan sehari-hari.
1
Ali Al Jumbulati, Perbandingan Jumbulati, Perbandingan Pendidikan Islam, PT Rineka Cipta, Cipta, Jakarta, 2002, hal. 7Belajar Mengajar dalam Perspektif Islam | 1
BAB II PEMBAHASAN
Dalam perspektif agama (Islam) belajar merupakan kewajiban bagi setiap individu yang beriman untuk memperoleh ilmu pengetahuan sebagai upaya untuk meningkatkan derajat kehidupan mereka.
Artinya: “ Niscaya Allah akan meninggikan beberapa derajat kepada orang-orang yang beriman dan berilmu” berilmu ”.
Ilmu dalam ayat di atas tidak hanya sekedar ilmu agama, tetapi juga ilmu-ilmu lain yang sekiranya relevan dengan tuntutan kemajuan zaman dan bermanfaat, tentunya ilmu-ilmu yang positif. Dengan demikian, maka proses belajar dapat dilihat dari sudut kinerja psikologisnya yang utuh dan menyeluruh, maka dalam proses belajar idealnya ditandai dengan adanya pengalaman psikologi baru yang positif, sehingga diharapkan dapat mengembangkan aneka ragam sifat, sikap dan kecakapan yang konstruktif. Istilah yang lazim digunakan dalam bahasa Arab tentang kata belajar adalah Ta’allama dan Darasa. Darasa. Al-Qur’an juga menggunakan kata darasa yang231 diartikan dengan mempelajari, yang sering kali dihubungkan dengan mempelajari kitab.2 Hal ini mengisyaratkan bahwa kitab (dalam hal ini al-Qur’an) merupakan sumber segala pengetahuan bagi umat Islam, dan dij adikan sebagai pedoman hidupnya (way (way of life). life). Salah satunya terdapat dalam surat al-An’am ayat 105: 3
Artinya: ” Dan demikianlah Kami menjelaskan berulang-ulang ayat-ayat Kami agar orang-orang musyrik mengatakan engkau telah mempelajari1 ayat-ayat itu (dari ahli kitab) dan agar. Kami menjelaskan menjelaskan al-Qur’an al-Qur’an itu kepada orang -orang -orang yang mengetahui ” Kata darasta yang berarti ”engkau telah mempelajari”, menurut Quraish Shihab yaitu membaca dengan seksama untuk dihafal atau dimengerti. 4 Belajar dalam Islam juga diistilahkan dengan menuntut ilmu (Thalab (Thalab A-’Ilm A-’Ilm). ). Karena dengan belajar, seseorang akan mendapatkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bermanfaat bagi dirinya. Dalam Islam, ilmu yang diperoleh harus diaplikasikan diaplikasikan sehingga memberikan memberikan perubahan dalam diri pelajar, baik kepribadian maupun perilakunya. Salah satu
hadits tentang belajar mengajar yaitu: ” Barang siapa yang meniti jalan untuk mencari ilmu pengetahuan, maka maka Allah akan memudahkan memudahkan ia jalan jalan menuju surga”. (HR. Ibnu Majah)
5
2 Marita Lailian Rahman, Konsep Belajar Menurut Islam 3 Al-Qur’an Al-Qur’an dan Terjemahnya, Terjemahnya , (Bandung: PT. Syamil Cipta Media 2005), hlm. 141. 4 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an al- Qur’an,, Vol.4, (Jakarta: (Jakarta: Lentera Hati, 2001), hlm. 224.
5 Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, jilid 1; Muqaddimah Beirut: Beirut: Dar al-Fikri al-Fikri,, 1995 , hlm. 86. Belajar Mengajar dalam Perspektif Islam | 2
Allah akan memberikan beberapa keutamaan bagi hamba-Nya yang belajar ilmu pengetahuan, yaitu: pertama, Allah akan meninggikan derajat orang yang belajar (menuntut ilmu) dengan menempatkan penyebutan mereka setelah nama-Nya sendiri dan setelah pujian kepada malaikat 5 sebagaimana Q.S. Ali Imron: 18, yang artinya: “Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. 6 Kedua, para malaikat akan mengepakkan sayap-sayapnya bagi pelajarkarena ridha dengan aktifitasnya. Begitu juga dengan makhluk yang ada di langit dan di bumi, bahkan ikan paus yang ada di lautan juga memohonkan ampunan bagi orang yang belajar. Ketiga, Rasulullah menganggap perjalanan menuntut ilmu (belajar) itu sebagai jalan meniti surga Nya. Keempat , Nabi memberikan perbandingan antara orang yang berilmu (terpelajar) dengan ahli ibadah seperti perbandingan antara bulan dan bintang, dan masih banyak lagi keutamaan yang lainnya. Oleh karena itu, Rasulullah memotivasi umatnya untuk berilmu pengetahuan dengan menganjurkan kepada semua umatnya untuk belajar tanpa batas waktu, tempat dan usia. Bahkan dalam Islam dianjurkan untuk berdo’a agar senantiasa diberi ilmu yang bermanfaat oleh Allah, yaitu yang bermanfaat bagi diri kita sendiri dan kebaikan bersama. Dalam tataran sosiologis, motivasi belajar tidak saja perintah Allah dan rasul-Nya, tetapi lebih dikarenakan adanya tuntunan hidup yang selalu berkembang menuju kesempurnaan dirinya. Belajar menjadi sebuah kebutuhan manusia, baik secara individu maupun kelompok demi mencapai tujuan hidupnya di dunia. Barang siapa yang ingin hidupnya bahagia di dunia maupun di akhirat capailah dengan belajar dan menuntut ilmu. Maka belajar merupakan keniscayaan bagi umat Islam, demi melaksanakan perintah ilahiah dan akan menjadikannya menuju kesempurnaan dirinya baik secara individual maupun dalam komunitas bersama. Dengan belajar inilah Allah memberikan keutamaan yang tidak diberikan kepada yang lainnya yang tidak melakukannya, yaitu berupa derajat, penjagaan dari makhluk yang suci, permohonan ampunan dari makhluk lai n dan keutamaan lainnya.
6 Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: PT. Syamil Cipta Media, 2005), hlm. 52
Belajar Mengajar dalam Perspektif Islam | 3
A. Prinsip Belajar dalam Perspektif Islam
Proses belajar mengajar akan berjalan dengan lancar dan mudah apabila beberapa prinsipnya diterapkan dengan benar. Al-Qur’an dan al-Sunah empat belas abad yang lalu telah mempraktekkan prinsip-prinsip untuk meluruskan perilaku manusia, mendidik jiwa dan membangun kepribadian mereka. Adapun penjelasan prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut: 1. Niat Dalam Islam, niat merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh setiap muslim sebelum memulai semua bentuk aktifitas. Karena baik buruknya aktifitas itu dinilai dari niatnya, belum tentu aktifitas yang positif dinilai sebagai ibadah karena tidak diniati sebagai ibadah. Dengan niat yang benar (ikhlas), sesuatu yang kecil bisa menjadi besar nilainya di sisi Allah. Dengan demikian, niat merupakan penentu segala aktifitas umat Islam, tak terkecuali belajar. Ketika seorang muslim belajar hendaknya dimulai dengan niat dalam rangka beribadah untuk mendapatkan keridhaan-Nya. Maka niat ini yang akan memotivasinya untuk senantiasa sabar, tetap semangat dalam belajar. Niat yang benar akan menentukan kesiapan belajar bagi peserta didik, baik secara fisik maupun psikis sampai pada tujuan yang dikehendaki. Dalam hal ini imam al-Zarnuji mengingatkan: “Selanjutnya bagi pelajar hendaknya meletakkan niat selama dalam belajar. Karena niat itu sebagai pangkal dari segala amal. Sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah saw: Sahnya semua perbuatan itu apabila disertai niat ”. 2. Hatstsu (Motivasi) Motivasi merupakan dorongan yang menyebabkan individu melakukan aktifitas, dalam hal ini belajar. Motivasi ini bisa dibangkitkan dengan cara memberikan sesuatu yang atraktif, memberikan sesuatu yang mengandung intimidasi ataupun dengan menggunakan cerita. 3. Tsawab (Reward) Tsawab ( Reward ) yang berarti balasan atau ganjaran juga memiliki posisi penting untuk memotivasi seseorang melakukan respon yang positif. Istilah reward yang sering digunakan al-Qur’an adalah tsawab dan al-ajru yang berarti ganjaran atau pahala. Istilah ini digunakan untuk menunjukkan balasan atas perbuatan baik seseorang dalam kehidupan ini atau di akhirat kelak. Dalam surat Ali ’Imran: 148, yang artinya: “karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat Belajar Mengajar dalam Perspektif Islam | 4
kebaikan”. Dalam hal ini, pendidik diharapkan mengikuti nilai-nilai dalam memberikan ganjaran atau pujian agar efektif. Pemberian tsawab harus direncanakan dan dilakukan dengan seksama. Ganjaran-ganjaran hendaknya mudah diberikan dengan harapan akan dapat menghilangkan akibat-akibat yang tidak baik. Akan tetapi, pendidik juga harus berusaha agar pelajar tidak hanya berharap akan mendapat pujian dalam pemberian tsawab ini, sebaliknya menganggap sebagai tsawab hanya sebagai salah satu instrumen dalam belajar, bukan sebagai tujuan dalam belajar. Pendidik juga harus memperhatikan efek dari pemberian tsawab kepada peserta didik. Karena tidak menutup kemungkinan peserta didik yang diberi pujian menganggap kemampuannya terlalu tinggi sehingga menganggap rendah yang lain. Jadi, dalam pemberian tsawab ini harus proporsional dan tidak berlebih-lebihan. Berbicara tentang tsawab, maka selalu diikuti dengan adzab ( punishment ) yang berarti hukuman. Dalam Islam, hukuman, teguran atau nasihat hanya diberikan ketika anjuran-anjuran yang diberikan tidak dilaksanakan. Karena terkadang sebagian peserta didik masih saja tetap melakukan perbuatan yang dilarang, walaupun sudah diberitahu. Kenyataan ini sebagimana al- Qur’an memberikan teguran-teguran dan peringatan-peringatan para nabi, yang sudah tidak dipedulikan lagi oleh kebanyakan manusia. Maka di sinilah nampaknya hukuman harus diterapkan untuk memberi petunjuk tingkah laku manusia. Dengan demikian, maksud yang dituju dalam pelaksanaan hukuman itu adalah menjadikan manusia jera sehingga tidak melakukan pelanggaran lagi. Tsawab merupakan penghargaan yang diberikan kepada pelajar untuk menimbulkan respon yang positif dalam belajar yang berupa materi maupun pujian. Akan tetapi, pendidik juga harus memperhatikan agar pemberian tsawab tidak memberikan dampak negatif bagi peserta didik, sehingga harus dilakukan secara proporsional. Adzab merupakan konsekuensi dari adanya tsawab. Ketika peserta didik sudah tidak melakukan aktifitas belajar misalnya, maka konsekuensinya ia diberi hukuman agar tidak mengulanginya lagi. Dalam pemberian adzab ini hendaknya dilakukan secara wajar dan bijaksana, artinya jangan sampai berdampak negatif pula fisik maupun psikologis peserta didik. 4. Takhawwulu Al-Auqot Li Al- Ta’allum (Pembagian Waktu Belajar) Yang dimaksud dengan pembagian waktu belajar adalah belajar dalam waktu yang jarang dengan melalui masa istirahat.37 Artinya proses belajar dilakukan tidak secara
terus-menerus,
melainkan
terdapat
jeda
waktunya
sehingga
tidak
Belajar Mengajar dalam Perspektif Islam | 5
mengakibatkan kebosanan. Al- Qur’an telah menerapkan prinsip ini, terbukti dengan turunnya al-Qur’an secara gradual (bertahap) sampai memakan waktu dua puluh tiga tahun. Hal ini tidak lain bertujuan agar umat Islam mudah menghafal dan menguasainya dengan baik. Sebagaimana yang disinggung dalam surat al- Isra’ ayat 106, yang artinya: dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar
kamu
membacakannya
perlahan-lahan
kepada
manusia
dan
Kami
menurunkannya bagian demi bagian. Rasulullah juga telah menerapkan prinsip pembagian waktu ini dalam mendidik jiwa para sahabatnya atau ketika mengajarkan materi agama. Rasulullah mengajari dan mengarahkan para sahabat dalam waktu yang terpisah-pisah karena khawatir kalau mereka merasa jemu atau bosan.
’Abdullah ibn Mas’ud berkata: ” Nabi shallaahu ’alaihi wa sallam senantiasa mencari waktu yang tepat untuk menasehati kami karena khawatir akan menimbulkan rasa bosan pada diri kami”.( HR. Bukhori) 5. Takrir (Repetisi/ Pengulangan) Di antara prinsip belajar yang penting lainnya adalah memelihara dengan baik materi atau skill yang telah dipelajari. Kebanyakan materi yang dipelajari membutuhkan repetisi dan latihan hingga materi atau skill bisa dikuasai secara sempurna. Takrir mampu memperkuat hafalan dan kemahiran serta mengantarkan kepada keteguhan pikiran-pikiran dan ide-ide dalam akal-akal manusia. Rasulullah pun senantiasa berwasiat kepada para sahabatnya agar senantias a memelihara hafalan al-Qur’an dengan cara mengulang-ulang dan selalu membacanya sehingga hafalan tersebut tidak sampai lupa. Nabi saw. bersabda: “ Sesungguhnya perumpamaan orang yang biasa bergumul dengan al-Qur’an hanyalah seperti unta yang diikat dengan tambang oleh pemilik. Jika dia senantiasa memperhatikannya, maka dia akan berhasil memegangnya dengan erat. Namun jika dia melepaskan, maka unta itu akan lari pergi”. (HR. Ahmad) Hadits di atas merupakan perumpamaan tentang arti pentingnya pengulangan dan kontinuitas dalam menghafal al-Qur’an. Karena jika pengetahuan yang diterima itu
diabaikan, maka dalam waktu yang tidak lama, kemampuan itu pun akan sirna begitu saja. Oleh karena itu, diperlukan pengulangan agar apa yang telah dipelajari mampu terjaga dengan baik. Dalam belajar, pelajar harus senantiasa mengulang-ulang pelajaran yang telah diterimanya, sehingga paham dengan benar dan bisa berkembang menjadi kebiasaan. Dalam memberikan pengulangan, pendidik harus mengungkapkan dengan redaksi yang bervariasi, agar tidak terkesan menjemukan
Belajar Mengajar dalam Perspektif Islam | 6
bagi peserta didiknya, dan hal itu akan menguatkan ingatannya tentang materi yang telah diterimanya. 6. Al-Nasyith Wa Al-’Amaliyyah Al ’Ilmiyyah (Partisipasi Aktif dan Praktek Ilmiah) Belajar akan lebih baik dan lebih cepat kalau terdapat partisipasi aktif dari pelajar dalam proses pembelajaran. Partisipasi aktif ini dapat diwujudkan dengan praktek ilmiah ataupun adanya hubungan timbal balik antara peserta didik dengan pendidik. Dengan demikian, materi yang disampaikan kemungkinan besar dapat diterima dengan baik oleh peserta didik, sehingga bisa dipastikan ia mampu menguasainya. Al-Qur’an memiliki atensi yang besar terhadap pentingnya praktek dalam proses pembelajaran, seperti pengajaran tentang wudlu, sholat, puasa, dan lain-lain yang dalam al-Qur’an dijelaskan secara global. Di samping itu, al-Qur’an
dalam menjelasakan tentang keimanan pasti diikuti dengan “amal shalih”. Hal ini menunjukkan bahwa keimanan yang benar harus termanifestasikan dalam perilaku dan amal orang mukmin sebagai bentuk prakteknya. Bisa dikatakan, keimanan dianggap sebagai teorinya, sedangkan amal shalih sebagai wujud partisipasi aktif maupun praktek ilmiah. Banyak sekali ayat yang menjelaskan hal ini, diantaranya adalah yang terdapat dalam surat al- Baqarah ayat 82, yang artinya: “dan orangorang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya”. 7. Tarkiz (Konsentrasi) Manusia tidak akan dapat mempelajari sesuatu kalau ia tidak berkonsentrasi. Maka konsentrasi merupakan unsur yang penting juga dalam proses pembelajaran. Tidak heran kalau para pengajar selalu membangkitkan konsentrasi belajar para peserta didik dengan harapan mereka mampu menguasai materi yang disampaikan. Konsentrasi dalam Islam secara implisit berasal dari perintah Allah untuk khusyu’ ketika shalat. Khusyu’ menurut pengertian bahasa adalah tunduk, rendah dan tenang. Maka khusyu’ berarti keberadaan hati di hadapan Rabb dalam keadaan tunduk dan merendah yang dilakukan secara bersamaan.42 Seorang muslim dikatakan shalatnya khusyu’ apabila ia telah mampu menghadirkan hatinya dalam shalat, menghayati yang dibaca, menyelami makna-maknanya dan lainnya. Maka jika diaplikasikan dalam proses pembelajaran adalah peserta didik harus khusyu’ , yaitu konsentrasi dan fokus ketika belajar. Dalam membangkitkan konsentrasi belajar ini dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai cara, seperti dengan memberi contoh yang bermakna, mengajukan pertanyaan, diskusi, menggunakan berbagai media, ataupun melalui kisah-kisah yang menarik perhatian. Belajar Mengajar dalam Perspektif Islam | 7
8. Tadrij (Belajar secara Gradual) Diantara prinsip-prinsip penting dalam belajar dan dalam proses perilaku manusia adalah melakukannya secara gradual (bertahap). Mengganti tradisi buruk menjadi tradisi yang baru tidak mungkin dilakukan secara instan. Al- Qur’an telah menerapkan prinsip ini dalam pengharaman khamr dan zina. Al-Qur’an tidak serta merta melarang khamr dan zina, namun menerapkan pengharamannya secara gradual sampai akhirnya hukum keduanya jelas keharamannya. Ali bin Abi Thalib berkata: Seandainya ayat pertama yang turun adalah “janganlah kalian meneguk khamr” , pasti orang-orang mengatakan “kami tidak akan pernah meninggalkan khamr” , dan seandainya ayat yang pertama turun adalah ”janganlah kalian berzina!” pasti mereka
akan berkata, ”kami tidak akan pernah meninggalkan perzinahan”. Di antara contoh prinsip belajar secara gradual yang diterapkan oleh Rasulullah untuk meluruskan perilaku sahabatnya adalah wasiat beliau yang disampaikan kepada Mu’adz bin Jabal ketika akan diutus ke negeri Yaman.
Hadits tersebut menjelaskan bahwa nabi saw. tidak berwasiat kepada Mu’adz untuk menuntut orang-orang Ahlu al-Kitab agar melakukan berbagai kewajiban secara sekaligus, melainkan bertahap. Yaitu mulai dari materi tentang tauhid, setelah matang tauhid (aqidah), baru kemudian diberi materi tentang kewajiban shalat. Setelah mereka mau menunaikan ibadah shalat, kemudian diberi kewajiban tentang berzakat begitu seterusnya. Belajar secara bertahap sangat diperlukan dalam merubah perilaku manusia yang sudah mendarah daging dan sulit dirubah secara instan. Dengan pentahapan dalam belajar, akan memudahkan peserta didik dalam pencapaian tujuan yang diinginkan. Karena manusia itu mengalami pertumbuhan dan perkembangan
sehingga
materi
yang
diberikan
harus
mengikuti
fase-fase
pertumbuhannya tersebut. 9. Ihtimam (Perhatian) Sesungguhnya perhatian adalah faktor yang penting dalam belajar, perolehan pengetahuan dan pencapaian ilmu. Al-Qur’an pula menujukkan pentingnya perhatian, sebagaimana disebutkan dalam surat al-Muzzamil, bahwa bangun setelah tidur menjadikan seseorang lebih perhatian terhadap makna-makna al- Qur’an dan lebih mengerti terhadapnya.
Belajar Mengajar dalam Perspektif Islam | 8
B. Konsep Belajar dalam Perspektif Islam
1. Makna Belajar menurut Islam Di dalam A1-Quran, kata al-'ilm dan kata-kata jadiannya digunakan lebih dari 780 kali. Beberapa ayat pertama, yang diwahyukan kepada Rasulullah Saw., menyebutkan pentingnya membaca, pena, dan ajaran untuk manusia.
“ Bacalah dengan menyebut mama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah menciplakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, Dan Tuhanmulah yang paling pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak deketahuinya.” (Q.S. Al-’Alaq [96]:1-5). Sejak turunnya wahyu yang pertama kepada Nabi Muhammad Saw., Islam telah menekankan perintah untuk belajar, ayat pertama juga menjadi bukti bahwa AlQuran memandang penting balajar agar manusia dapat memahami seluruh kejadian yang ada di sekitamya sehingga meningkatkan rasa syukur dan mengakui kebesaran Allah. 2. Makna Pembelajaran menurut Islam Secara sederhana, istilah belajar mengajar adalah pembelajaran (instruction) bermakna sebagai upaya untuk membelajarkan seseorang atau kelompok orang melalui berbagai upaya dan berbagai strategi, metode, dan pendekatan ke arah pencapaian tujuan yang telah direncanakan. Pembelajaran dapat pula dipandang sebagai kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Harkat dan martabat manusia, baik sebagai individu, sosial ataupun makhluk spiritual. Sehingga tujuan belajar untuk menempatkan manusia pada posisinya yang paling mulia dapat tercapai. Manusia sejak lahir m emiliki fitrah (potensi-potensi) yang harus
senantiasa
dikembangkan.
Belajar
merupakan
media
utama
untuk
mengembangkannya. Islam telah menjelaskan secara rinci dan operasional mengenai proses belajar ( pemahaman dan pengetahuan), Proses kerja sistem memori (akal) dan proses penguasaan pengetahuan dan keterampilan. Islam memberikan penekanan pada signifikansi fungsi kognitif (aspek akliah) dan sensori (inderaindera) sebagai alat penting untuk belajar dengan sangat jelas.Ada
Belajar Mengajar dalam Perspektif Islam | 9
beberapa kata kunci yang termaktub dalam al- Qur’an yaitu: ya’qiluun, Yatafakkaruun, yubsiruun, dan yasma’uun. Dalam beberapa ayat al-Qur’an yang secara eksplisit ataupu implisit mewajibkan orang untuk belajar agar memperoleh ilmu pengetahuan sebagaimana firmanAllah Swt:
Artinya:”... Katakanlah apakah sama orang-orang yang mengetahui dan orang-orang yang tidak mengetahui, sesungguhnya orang-orang yang berakalah yang mampu menerima pelajaran”.7 Ketiga alat-alat yang bersifat fisio-psikis tersebut di atas dalam segala bentuk
aktivitas “belajar” saling berhubungan dan saling mendukung secara fungsional. Dalam hal ini dalam Q.S An- Nahl Allah berfirman, yang artinya:
“ Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur . Daya nalar yang tercantum dalam ayat tersebut di atas sangat penting, karena dengan daya nalar yang tinggi manusia mampu mengelola segala potensi yang ada dalam dirinya untuk mewujudkan insan kamil. Begitu juga dengan proses belajar yang merupakan proses untuk meningkatkan kemampuan dan memfungsikan aspek-aspek fisio-psikis dalam ajaran Islam yang telah ada sejak diciptakannya Adam sebagai manusia di bumi. Adapun hal pertama yang diajarkan Allah adalah diperkenalkannya Adam asma’ (nama-nama). Pandangan al-Qur’an terhadap aktivitas pembelajaran, antara lain dapat dilihat dalam kandungan ayat 31-33 al-Baqarah:
)31( )32( )33( “ Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar !
7 QS,Az-Zumar: 9 Belajar Mengajar dalam Perspektif Islam | 10
Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini". Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?" Menurut Prof. Dr. Quraish Shihab, ayat ini menginformasikan bahwa manusia dianugrahi ALLAH potensi untuk mengetahui nama-nama atau fungsi dan karakteristik benda-benda, misalnya fungsi api, angin dan sebagainya. Dan ia juga dianugrahi untuk berbahasa. Itulah sebabnya maka pengajaran bagi anak-anak bukanlah dimulai melalui pengajaran “kata kerja”, tetapi terlebih dahulu mengenal nama-nama . Ini ayah, Ibu, anak, pena, buku danlain sebagainya. Senada dengan penjelasan di atas, Prof. H. Ramayulis, menyatakan bahwa Allah telah mengajarkan berbagai konsep dan pengertian serta memperkenalkan kepada nabi Adam AS sejumlah nama-nama benda alam (termasuk lingkungan) sebagai salah satu sumber pengetahuan, yang dapat diungkapkan melalui bahasa. Dengan demikian maka Nabi Adam berarti telah diajarkan menangkap konsep dan memaparkannya kepada pihak lain. Dus, Nabi Adam AS pada saat itu telah menguasai symbol sebagai saran berfikir (termasuk menganalisis), dan dengan simbul itu ia bisda berkomunikasi menerina tranformasi pengetahuan, ilmu, internalisasi nilai dan sekaligus melakukan telaah ilmiah. Jadi proses pembelajaran Nabi Adam (manusia pada saat awal kehadirannya) telah sampai pada tahap praekplorasi fenomena alam, dengan pengetahuan mengenali sifat, karakteristik dan perilaku alam. Hal ini bisa kita perhatikan pernyataan ayat 31 alMaidah:
)31(
Belajar Mengajar dalam Perspektif Islam | 11
Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana dia seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil: "Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?" Karena itu jadilah dia seorang di antara orang-orang yang menyesal.
Sebagian mufassir menjelaskan bahwa setelah “Qobil” mengamati apa yang dilakukan oleh burung gagak dan mendapatkan pelajaran darinya, dia berkata:” Aduhai celaka besar, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak itu, lalu menguburkan mayat saudaraku (untuk menutupi bau busuk yang ditimbulkannya)?. Karena itu dia menjadi orang yang menyesal akibat kebodohannya, kecuali sesudah belajar dari peristiwa gagak. Peristiwa ini menjadi indikasi bahwa telah terjadi proses pembelajaran
melalui
fenomena
alam,
dengan
pengetahuan
mengenali
sifat,
karakteristik dan perilaku alam. Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar dan pembelajaran merupakan aktivitas yang melekat secara inhern dalam diri manusia. Sebagai hamba Allah yang ditugasi sebagai khalifah di bumi, manusi tidak bisa tidak pasti terlibat secara alamiah dengan pembelajaran. Jadi ayat tersebut terkait erat dengan ayat sebelumnya, yaitu bahwa Allah telah mengangkat manusia sebagai khalifahNya di muka bumi. Atas alasan inilah maka manusia dianugrahi potensi untuk belajar dan mengajar sebagai bagian tak terpisah dengan tugas yang diembannya. Oleh karena itu Islam sebagai agama menegaskan bahwa belajar merupakan kewajiban bagi setiap muslim, sebagaimana ditegaskan Rasulullah saw.
«-
.»
Berangkat dari penjelasan di atas, maka dapat dipahami bahwa manusia yang tidak terdorong untuk belajar (mendapatkan kebenaran), pada dasarnya adalah mengingkari watak alamiyahnya, karena belajar itu hakikatnya merupakan kebutuhan asasi manusia. Dorongan ini ada dalam diri manusia untuk menemukan berbagai hakikat sebagaimana adanya. Artinya manusia ingin mendapatkan pengetahuan tentang alam dan wujud benda-benda dalam kaadaan sesungguhnya. Teori ini
diperkuat dengan salah satu do’a Nabi saw., Belajar Mengajar dalam Perspektif Islam | 12
“Ya Allah perlihatkan kepadaku segala sesuatu sebagaima na yang sesungguhnya ada”. Kecenderungan manusia terhadap filsafat adalah bagian dari kecenderungan mengetahui berbagai hakikat. Oleh sebab itu dorongan mencari kebenaran ini sering pula disebut sebagai kesadaran filosofis. Dorongan ini muncul karena dalam diri manusia terdapat fitrah, dan karena itu pula manusia dapat menerima rangkaian pengetahuan dari luar. Dalam bahasa Arab menalar disebut dengan al-idrak . Artinya adalah naik tangga dan sampai.. Berdasar pengertian ini para failosof menyebut orang yang mencari sesuatu dan menemukannya dengan istilah Innahu qad adrakahu. Orang
ahli psikologi menyebut dorongan ini dengan istilah “dorongan ingin tahu”. Pendapat para ahli, menyatakan bahwa dorongan i ngin tahu mulai muncul pada diri anak sejak mereka berumur antara dua tahun setengah, atau tiga tahun. Hal ini bis a dibuktikan dengan banyaknya pertanyaan yang diajukan oleh sang anak. Jika orang tua tidak pandai menyikapi, maka perkembangan kemampuan ini bisa terhambat, dan akan merusak pertumbuhan kecerdasan anak bersangkutan. Oleh karena itu supaya dapat mengembangkan diri secara optimal maka secara berkelanjutan manusia senantiasa belajar untuk mendapatkan kebenaran demi kebahagiaan dan cita-citanya. Inilah salah satu alasannya mengapa Allah menyatakan bahwa antara orang yang berilmu dengan yang tak berilmu tidak boleh disamakan. sebab hanya orang yang berilmulah yang dapat mengambil pelajaran, sehingga ia dapat mengambil manfaat dari peoses kehidupan ini. Tugas kekhalifahan akan mecapai sukses jika didukung dengan ilmu.
)9 /
("
Sukses mengemban amanat tersebut sering wujud dengan perasaan bahagia. Maka dalam konteks ini, Rasulullah menegaskan dalam salah satu haditsnya bahwa siapa saja yang terus berproses dalam belajar mencari pengetahuan dan ilmu, maka
Allah akan menunjukkan kemudahan mencapai “surga”. Statemen Rasulullah ini sekarang menjadi semboyan bahwa ilmu dan tehnologi menawarkan kenyamanan hidup.
.»
Belajar Mengajar dalam Perspektif Islam | 13
Ada hal-hal lain yang menekankan perbedaan manusia dengan mahluk lainnya dengan kemampuannya untuk mempelajari bahasa dan mempergunakannya untuk mengungkapkan pikirannya. Sebagaimana firman Allah (Q.S. al-Rahman: 3-4), yang artinya: “ Dia menciptakan manusia, mengajarnya pandai berbicara”. Islam berpandangan bahwa pada hakikatnya, yang melakukan kegiatan
pendidikan itu adalah Allah Ta’ala. Hakikat ini tampak dalam QS AI-Fatihan ayat 2 yang menegaskan, “Segala puji bagi Allah Rabb (Pendidik) alam semesta”.di antara alam semesta itu adalah manusia. Tujuan belajar dan pembelajaran dalam Islam ialah membina manusia agar mampu melakukah penghambaan yang tulus kepada Allah semata. Ilmu harus selalu berada dalam kontrol iman. Ilmu dan iman menjadi bagian integral dalam diri seseorang, sehingga dengan demikian yang terjadi adalah ilmu amaliah yang berada dalam jiwa yang imaniah. Dengan demikian, pembelajaran pada dasarnya merupakan kegiatan terencana yang mengondisikan/merangsang seseorang agar bisa belajar dengan baik agar sesuai dengan tujuan pembelajaran. Oleh sebab itu, kegiatan pembelajaran akan bermuara pada dua kegiatan pokok , yaitu: 1) Bagaimana orang melakukan tindakan perubahan tingkah laku melalui kegiatan belajar. 2) Bagaimana orang melakukan tindakan penyampaian ilmu pengetahuan melalui kegiatan mengajar. Dengan begitu, teknologi, yang lahir dari ilmu, akan menjadi barang yang bermanfaat bagi umat manusia di sepanjang masa. Dan inilah yang mesti menjadi tanggung jawab umat Islam. Sebagaimana pandangan hidup yang dipegang-teguhi oleh Umat Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasul , maka sebagai dasar maupun filosofi bagi belajar adalah juga merujuk dari dua sumber tersebut. Strategi pengembangan ilmu harus mengintensifkan dan mengekstensifkan belajar atau pendidikan itu sendiri, dengan berbagai sarana dan presaranannya. Proses penafsiran Al~Quran tidak boleh berhenti. Pengkajian dan penelitian terhadap Al-Quran seyogyanya rnenjadi kepentingan utama dalam pengernbangan ilrnu dan seluruh bidang kehidupan. Terhentinya upaya penafsiran, pengkajian atau penelitian terhadap Al-Quran hakikatnya merupakan kemandegan dalam kehidupan kaum Muslim.
Belajar Mengajar dalam Perspektif Islam | 14
C. Sumber Belajar dalam Perspektif Islam
Membahas tentang sumber belajar, tidak dapat dipisahkan dari pemahaman terhadap pengertian konsep belajar. Pengertian belajar menurut Sjahminan Zaini adalah melatih, menggunakan, memfungsikan serta mengoptimalkan fungsi macam-macam alat (indera luar dan dalam) yang telah dianugerahkan oleh Allah secara integral dalam pelbagai aspek kehidupan sebagai manifestasi dari rasa syukur kepada-Nya. Firman Allah Q.S An-Nahl: 78
Artinya:
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati , agar kamu bersyukur. 1. Al-qur’an sebagai sumber belajar Al-Qur’an merupakan sumber utama dari ilmu pengetahuan yang langsung disampaikan Allah kepada Rasulnya. Disamping mengandung petunjuk-pentunjuk dan tuntunan-tuntunan yang bersifat ubudiyah dan akhlaqiyah, juga mengandung petunjuk yang dapat dijadikan pedoman manusia untuk mengelola dan menyelidiki alam semesta, atau untuk mempelajari gejala-gejala dan hakekat hidup yang dihadapi dari masa ke masa. Oleh karena itu dalam pendidikan Islam, Al-Qur’an merupakan sumber belajar utama. Secara historis pada masa awal pertumbuhan Islam, nabi Muhammad saw menjadikan Al Quran sebagai sumber belajar, disamping beliau sendiri melalui ucapan, perbuatan dan ketetapan beliau (sunnah) juga menjadi sumber pendidikan agama Islam. Firman Allah SWT Q.S An Nahl:64
Artinya : “Dan kami tidak menurunkan kepadamu al kitab (Al Quran) ini melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka perselisihan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”.
Belajar Mengajar dalam Perspektif Islam | 15
2. Alam sebagai sumber belajar Learning Resource by Utilization adalah sumber belajar yang tidak secara khusus dirancang untuk keperluan pembelajaran, namun dapat ditemukan, dipilih dan dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Contohnya: pejabat pemerintah, tenaga ahli, pemuka agama, olahragawan, kebun binatang, waduk, museum, film, sawah, terminal, surat kabar, siaran televisi, dan masih banyak yang lainnya. Berikut adalah ayat-ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang hal-hal yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar :
Ciptaan Allah di alam semesta
( ) 8)
( )
Artinya : “ Maka apak ah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atasnya, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikitpun. Dan kami hamparkan bumi itu dan kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah di pandang mata. Untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi tiap-tiap hamba yang kembali mengingat Allah.” (Q.S Qaaf:6-8)
Orang (narasumber)
Artinya : Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. (Q.S An Nahl:43)
Lingkungan keluarga
Artinya : “Dan (in gatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi nasehat kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (Q.S Luqman:13)
Lingkungan Sosial
Artinya : “Dan orang -orang yang telah menempati kota madinah dan telah beriman (Ansar) sebelum kedatangan mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan Belajar Mengajar dalam Perspektif Islam | 16
dalam hati mereka terhadap apa-apa di berikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya; mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Al-Hasyr:9) Di dalam ayat ini terdapat gambaran dimana hidup bermasyarakat yang di gambarkan oleh kaum Ansar terhadap kaum Muhajirin, merupakan pelajaran yang dapat dipetik dalam pengembangan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
D. Prinsip Mengajar dalam Perspektif Islam
Prinsip disebut juga dengan asas atau dasar, asas adalah kebenaran yang menjadi pokok dasar berfikir, bertindak dan sebagainya dalam hubungannya dengan pembelajaran
qur’an dan hadist, berarti prinsip yang dimaksud disini adalah dasar pemikiran yang digunakan dalam mengaplikasikan metode mengajar khususnya qur’an dan hadist (Chatib,Muardi dan Paimun, 1982:47). Mengajar bukanlah tugas yang sangat ringan bagi seorang guru. Dalam mengajar guru berhadapan dengan sekelompok siswa, mereka adalah makhluk hidup yang memerlukan bimbingan,dan pembinaan untuk menuju kedewasaan. Siswa setelah mengalami proses pendidikan dan pengajaran diharapkan telah menjadi manusia dewasa yang sadar tanggung jawab terhadap diri sendiri, wiraswasta, berpribadi dan bermoral. Menurut Omar Muhammad Al-Thoumy Al-Saibany , prinsip-prinsip mengajar menurut Islam adalah : 1. Mengetahui motivasi, kebutuhan dan minat anak didiknya. 2. Mengetahui tujuan pendidikan yang sudah ditetapkan sebelum pelaksanaan pendidikan. 3. Mengetahui tahap kematangan, perkembangan serta perubahan anak didik 4. Mengetahui perbedaan-perbedaan individu didalam anak didik. 5. Memperhatikan kepahaman dan hubungan-hubungan, integrasi pengalaman dan kelanjutannya, pembaharuan dan kebebasan berfikir 6. Menjadikan proses pendidikan sebagai pengalaman yang menggembirakan bagi anak didik. 7. “Menegakkan uswah hasanah”.
Belajar Mengajar dalam Perspektif Islam | 17
E. Konsep Mengajar dalam Perspektif Islam
Dalam proses belajar mengajar, manusia menggunakan metode yang berbeda beda. Terkadang mereka meniru dari apa yang diamatinya atau dari apa yang telah diajarkan oleh orang lain, dalam hal ini, mungkin orang tua, ataupun gurunya. Kalau diamati, pada anak-anak sering mereka belajar dari pengalaman dan coba-coba atau yang sering disebut dengan metode trial and eror. Tetapi ada pula belajar yang dilakukan dengan pemahaman intelektual. Lebih lanjut Utsman Najati menjelaskan bahwa, dalam belajar menurut Islam ada beberapa metode yang bisa dilakukan, antara lain, peniruan, pengalaman praktis (trial and error ) dan berfikir.33 Dalam uraian lebih lanjut bahwa pada tataran peniruan, secara tidak langsung manusia selalu mengalaminya. Bahkan sejak kecil manusia selalu berusaha belajar tetapi dalam prosesnya, dilakukan dengan usaha meniru, Peniruan ini dilakukan dalam tahap bicara, berjalan, maupun kebiasaan-kebiasaan lainnya. Al-Qur’an telah menjelaskan contoh bagaimana manusia belajar lewat metode peniruan, dalam hal ini dicontohkan ketika Habil dan Qabil berseteru, ketika Habil terbunuh Qabil merasa perlu untuk menguburkannya, tetapi ia tidak tahu cara untuk menguburkan. Akhirnya Allah mengutus burung gagak untuk menggali kuburan bagi gagak lain. Allah berfirman yang artinya: “Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan mayat saudaranya, berkata Qabil: “Aduhai celaka Aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini” karena itu jadilah Dia seorang diantara orang -orang yang menyesal. (Q-S; al-Maidah: 31).
Dalam hadits, Rasulullah bersabda: “ Ajarkanlah anakmu shalat ketika berumur tujuh tahun dan pukulah ia karena meninggalkan shalat ketika berumur sepuluh tahun. (HR. Tirmidzi). Al-Qur’an memuat ajaran, ibadah yang sekiranya masih perlu penganalisaan lebih lanjut sehingga umat islam mampu memahami ajaran tersebut. Allah mengutus Rasul-Nya untuk menjelaskan isi al-Qur’an tersebut sehingga umat islam dapat memahaminya. Rasul sebagai suri tauladan member contoh-contoh ibadah yang tidak diterangkan oleh al-Qur’an secara rinci. Allah SWT berfirman dalam Q-S al-Ahzab, yang artinya:
“Sesungguhnya telah ada pada diri rasulullah itu suri tauladan yang baik bagi kamu yaitu bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah (kedatangan) hari kiamat dan banyak mengingat Allah” Belajar Mengajar dalam Perspektif Islam | 18
Pada metode kedua, adalah dengan menggunakan pengalaman praktis, Trial and error . Segala kegiatan yang dilakukan manusia tentunya telah menghasilkan sesuatu pengalaman hidup baginya. Secara tidak sadar hasil pengalaman itu merupakan hasil belajar yang telah dilakukan. Dalam kehidupan manusia selalu menghadapi berbagai situasi dan peristiwa-peristiwa. Tentunya
tidak semua manusia mau menghadapi peristiwa tersebut. Maka manusia mencoba untuk menyelesaikan dengan memberi respon terhadap peristiwa tersebut untuk mengatasi jalan keluarnya. Pada metode kedua ini adalah mencoba dan gagal, sebagai usaha untuk mencari jalan keluar. Hal ini dilakukan secara berulang-ulang sehingga dapat selesai dengan sempurna. Hal ini sesuai dengan Hadits Nabi SAW “kamu lebih tau tentang urusan duniamu”. Dari Hadits tersebut mengisyaratkan bahwa manusia berhak untuk membuat dan mencoba sesuai dengan respon yang ada, atau bahkan membuat respon baru. Al- Qur’an sendiri mengisyaratkan hal tentang itu. “Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai. (Q-S;Ar-Rum; 7) Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat-ayat itu, bahwa kebanyakan orang-orang tidak mempunyai pengetahuan kecuali tentang dunia, penghidupan dan masalahmasalahnya, dan apa yang ada di dalamnya mereka sungguh-sungguh cerdik dan pandai dalam mengeksploitasi dan mengelola sumber alam. Adapun metode ketiga yang ditawarkan Islam dalam belajar adalah berfikir. Sebenarnya dengan jalan berfikir manusi dapat belajar dengan cara untuk mencari jalan keluar dari problem problemnya, selain itu dapat mengungkapkan dan menganalisa berbagai peristiwa, serta dapat menyimpulkan sehingga menemukan teori baru. Sistem belajar dengan metode berfikir bisa dalam bentuk berdiskusi, dan meminta pendapat dari para ahli adalah salah satu faktor yang dapat memperjelas pemikiran. Al-Qur’an sendiri telah mendorong dan memperjelas konsep tersebut dengan ayat yang menjelaskan tentang musyawarah:
“ Dan musyawarahlah dengan mereka dalam urusan bersama”. (Q-S;Ali Imran [3]: 159) Pada dasarnya metode musyawarah atau berdiskusi adalah upaya untuk mempertajam daya fikir agar kemampuan intelek manusia semakin berkembang dan berkualitas. Jadi ketiga metode yang diterapkan oleh Islam (al-Qur’an) adalah berupa fase-fase yang harus ditempuh dalam proses belajar. Segala aspek; (kognitif, afektif dan psikomotorik) adalah kesatuan yang integral, maka ketiganya semakin terlibat dalam proses belajar melalui ketiga metode tersebut. Belajar Mengajar dalam Perspektif Islam | 19
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Belajar adalah kunci penting dalam usaha pendidikan, pada hakekatnya belajar adalah proses jiwa bukan proses pisik. Oleh karena itu hakekat belajar itu sendiri sulit di ketahui. Belajar tidak bisa diketahui dari hasilnya saja, karena belajar merupakan proses panjang sehingga menghasilkan perubahan-perubahan, tingkah laku manusia melalui fase-fase tertentu. Belajar sangat penting dalam perkembangan manusia, karena dengan belajar manusia menjadi lebih dewasa dan lebih sempurna dalam memahami sesuatu. Proses belajar mengajar dalam islam telah terjadi sejak diciptakannya Adam dan diturunkannya ia ke muka bumi. Dengan proses pengenalan nama-nama benda dan komunikasi bahasa. Maka tidaklah mengherankan jika ayat pertama turun adalah tentang membaca (al-‘Alaq; 1-5). Belajar dalam perspektif Islam meliputi tiga metode; peniruan (Trial and error), berfikir dan
musyawarah. Ketiga metode tersebut memang harus
dilalui oleh manusia dalam tingkatannya.
B. Saran
1. Untuk memahami sistem belajar mengajar yang baik sesuai ajaran islam hendaknya
merujuk pada Al Qur’an dan As Sunnah. 2. Belajar mengajar memang ditujukan untuk melatih jiwa agar mendapat ridho dari
Allah Swt., tetapi Al Qur’an juga memerintahkan untuk sejahtera di dunia dan akhirat. Maka, peserta didik dan pendidik harus mampu menjalankan etika belajar sesuai syariat islam tanpa harus melupakan realitas kebutuhan biologis manusia untuk bisa hidup sejahtera di muka bumi ini.
Belajar Mengajar dalam Perspektif Islam | 20
DAFTAR PUSTAKA
Quraish Shihab, Prof, Dr, Tafsi al-Mishbah , Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Pisangan Ciputat: Lentera Hati, 2010) Murtadla Muthahhari, Manusia dan Alam Semesta (terj.) , ( Jakarta : Lentera, 2002 ), M. Quraish Sjhihab, Wawasan Al-Qur’an, Tafsir Maudlu’I Atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 1998) h. 433
Al-Nawawi. Syarah Shahih Muslim. Vol.15 Bower, G. H et al. Theories of Learning. Englewood Cliffs; Prentice- Hall. Inc Englewood Cliffs. N.J. 07632. 1981.
Departemen Agama RI. (1998) Al-Qur’ an dan Terjemah.
Gredler, M.E (2007) Learning and Intruction Theory in to Practice. Ohio:Mirril Prentico. Hall.
Purwodarminto (2007) Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta Langgulung
Hasan (2003). Asas-Asas Pendidikan Islam. Pustaka al-Husna. Jakarta.
Muhammad B. Isa bin Surais, Abu Isa Al- Jami’ al Shahih Sunan Turmidzi. Jild II. Daar fik, tt.
Najati Utsman (1997). Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa., alih bahasa, Ahmad Rofi Utsmanani. Pustaka. Bandung.
Ramayulis (2006). Ilmu Pendidikan Islam. Kalam Mulia. jakarta
Winkel, W.S. (2007) Psikologi Pengajaran. Media Abadi. Yogyakarta
Arif Armai, 2002, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: CIPUTAT PRES.
Belajar Mengajar dalam Perspektif Islam | 21