Bank Sampah Pengelolaan Sampah Menggunakan Konsep Bank Sampah
Sampah
adalah Sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau proses alam yang berbentuk padat. Permasalahan sampah di Indonesia sangat lah Konkrit dimana pengelolaan yang dilakukan masih belum optimal dimana masih menggunakan pola lama dimana sampah yang dihasilkan belum dipilah, hanya dicampur lalu di buang. Padahal dengan memilah sampah, dapat di dapat nilai ekonomis yang ada. Konsep pengelolaan sampah yang sedang berkembang di Indonesia Adalah pengelolaan sampah dengan konsep bank sampah.
Konsep Bank Sampah Menggunakan 5 M 1. Mengurangi sampah
a. Meminimalkan penggunaan tas plastik b. Membiasakan membawa tas belanja dari rumah c. Meminimalkan sisa makanan d. Menggunakan sapu tangan/lap kain2. 2. Memilah Sampah
3. Memanfaatkan Sampah
a.
Memanfaatkan halaman balik kertas yang masih kosong
b. Memanfaatkan kertas bekas untuk amplop c.
Memanfaatkan kaleng bekas untuk pot bunga
d. Memanfaatkan sisa makanan/sayuran untuk makanan ternak/ikan, dll 4. Mendaur Ulang Sampah
a.
Mengolah sampah kertas menjadi kertas daur ulang/kerajinan b. Mengolah bungkus bekas menjadi aneka kerajinan c.
Mengolah gabus styrofoam menjadi bataco, pot bunga dsb
d. Mengolah sampah kaca menjadi aneka bentuk bentuk seni dan alat alat rumah tangga e.
Mengolah sampah organik menjadi kompos/pupuk
f.
Mengolah kotoran ternak menjadi pupuk dan gasbio
g. Mengolah daun kering, ranting tanaman menjadi briket bioarang bioarang 5. Menabung Sampah Cara Mendirikan Bank Sampah :
a. Melakukan sosialisasi berdirinya bank sampah b. Membentuk Membentuk pengelola bank bank sampah c. Melatih pengelola bank sampah d. Menyiapkan kelengkapan bank sampah e. Mencari pembeli sampah (rosok/pengepul) f. Mempromosikan Mempromosikan berdirinya bank sampah g. Melakukan pelayanan tabungan sampah sampah h. Melakukan MONEV (monitoring dan evaluasi) i. Melakukan Sosialisasi Sosialisasi Bank Sampah j. Penjelasan Teknis Pelayanan Menabung Menabung k. Praktek Pelayanan Bagi Teller l. Pelatihan Bank Bank Sampah
Sumber : Bambang Suwerda (pencetus Bank Sampah di Indonesia)
IniLah Bank Sampah yang Berkembang di K ampung Kadipaten Rukun Warga 04 Kelurahan Kadipaten
CARA MENABUNG SAMPAH :
1.
Secara Individual (Penabung Datang Ke Bank Sampah) a. Pilah sampah dari rumah b. Tabung di Bank Sampah c. Teller Bank Sampah :
1)
Menimbang sampah (kg)
2)
Menentukan jenis sampah
3)
Menulis dalam slip setoran tabungan sampah (no. rekening, nama penabung, hari, tgl, alamat)
4)
Melabeli jenis sampah yang ditabung (nama, alamat, tanggal, jenis, berat)
5)
Memasukkan ke loker bank sampah
6)
Mengkomunikasikan ke pembeli sampah
7)
Memasukkan hasil tabungan sampah ke rekening penabung d. Pihak Ketiga (Pengepul) Mengambil Sampah Para Penabung.
2.
Secara Komunal (Petugas Bank Sampah Mendatangi Tps Tiap Rt) a. Pilah sampah dari rumah b. Tabung sampah di TPS terpilah di tiap RT c. Petugas Bank Sampah mengambil sampah di TPS tiap RT d. Pihak Ketiga (Pengepul) Mengambil Mengambil Sampah Para Penabung
KETENTUAN DI BANK SAMPAH : 1. Sampah yang dapat ditabung adalah sampah yang sudah terpilah dari rumah
2.
Buku rekening dan nomor rekening atas nama anak-anak
3.
Pelayanan tabungan sampah tergantung kesepakatan
4.
Buku tabungan tidak diberikan kepada penabung (disimpan di bank sampah)
5. Tabungan dengan sistem berjangka (menengah), penabung dapat mengambil tabungan setelah tiga bulan 6.
Sistem bagi hasil (tergantung kesepakatan)
MANFAAT BANK SAMPAH
1.
Berkurangnya jumlah sampah yang harus dibuang ke TPA
2.
Membantu mengurangi pencemaran udara akibat pembakaran sampah
3.
Membantu menciptakan lingkungan yang sehat dan bersih
4.
Aspek Pendidikan
a. Menanamkan pentingnya mengelola sampah rumah tangga kepada masyarakat dengan cara diinvestasikan/ditabung b. Pendidikan lingkungan hidup sejak dini terhadap anak-anak dengan tidak meninggalkan tumbuh kembang mereka c.
Anak-anak akan memahami pentingnya menabung
d.
Anak-anak akan memaknai sampah yang mereka hasilkan
5.
Aspek Sosial Ekonomi
a.
Menambah pendapatan keluarga dari sampah yang mereka tabung di bank sampah
b. Menciptakan jiwa entreprenuer bagi masyarakat di bidang pengelolaan sampah, contoh : sebagai direktur dan teller bank sampah c. Merubah persepsi negatif yang berkembang di masyarakat terhadap penggiat sampah terutama pemulung d. Dalam jangka panjang akan merubah strata kehidupan sosial kemasyarakatan di Indonesia, dengan semakin banyaknya wirausahawan baru dibidang pengepul sampah.
“DENGAN MEMILAH DAN MENABUNG SAMPAH, HIDUP LEBIH BERSIH DAN HARI ESOK LEBIH BAIK”
Bank Sampah . Bank dalam arti sesungguhnya,Bank tempat menabung sampah dalam arti yang sebenarnya. Lebih jelas lagi, nasabah menabungkan sampah mereka di Bank tersebut. Pada bank sampah, masyarakat menabung dalam bentuk sampah yang sudah dikelompokkan sesuai jenisnya. Mereka juga mendapatkan sejenis nomor rekening dan buku tabungan. Pada P ada buku tabungan mereka tertera nilai Rupiah dari sampah yang sudah mereka tabung dan memang bisa ditarik dalam bentuk Rupiah (uang)…. jadi bukan menabung sam pah menarik sampah… Bank sampah bekerjasama dengan pengepul barang-barang plastik, kardus dan lain-lain, untuk bisa merupiahkan tabungan sampah masyarakat. Juga dengan pengolah pupuk organik untuk menyalurkan sampah organik yang ditabungkan.
Ide Bank Sampah yg pertama dipeloporin dari Yogyakarta ini sangat unik dan Brilian sebab Sebab menyimpan sampah terdengar paradoks. Bagaimana tidak, sampah adalah sesuatu yang biasanya tidak berguna dan dibuang begitu saja. Hitung kasar saja di Indonesia dengan 250 Juta penduduk kira-kita setara dengan 50 Juta KK, jika diasumsikan perharinya setiap KK menghasilkan dan membuang sampah rumah tangga rata-rata 2 Kg saja, maka setiap hari ada 100 Ribu Ton sampah di Indonesia ini. Seperti kita ketahui permasalahan sampah kadang-kadang memusingkan pemerintah dalam penanganannya. Bank sampah memotong dana 15 persen dari nilai sampah yang disetor nasabah. Dana itu digunakan untuk membiayai kegiatan operasional, seperti fotokopi, pembuatan buku tabungan, dan biaya lainnya.
Bak menjilat ludah sendiri, itulah yang saya rasakan ketika mendirikan Bank Sampah bersama dua komunitas dampingan di Bandung. Sebelumnya saya menolak karena kuatir akan memicu meningkatkan konsumsi produk kemasan oleh anggota komunitas sehingga jumlah sampah semakin banyak. Tidak sesuai prinsip 3R yang pertama yaitu: reduce atau mengurangi sampah. Pertimbangan lainnya, Bank Sampah membutuhkan:
Tempat penampungan sampah anorganik. Hampir mustahil diadakan di perumahan padat penduduk karena mereka sudah bersempit-sempit ria dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Sumber daya manusia. khususnya untuk pencatatan yang lumayan ribet karena banyaknya jenis sampah anorganik. Minimal ada 3 jenis plastik (bekas minuman, plastik bening, kresek), kaleng, kertas duplek, kertas kardus, kertas koran, botol kaca dan lain-lain. Semuanya tentu harus diisi per kolom sesuai berat sampah disetor setelah sebelumnya ditimbang satu persatu. Masalah yang cukup memusingkan bukan? Meminta pengurus komunitas untuk tertib mengisi buku stok barang dan kas saja sudah cukup sulit, apalagi ditambah pembukuan Bank Sampah yang njlimet, pastinya bakal pusing tujuh keliling.
Tapi menyerah tanpa terlebih dulu mencoba rasanya terlalu cengeng. Selain itu rupanya kegiatan komunitas harus ditujukan pada ‘pemadaman api’ api’ dihilir yaitu kebiasaan warga yang sudah kadung kadung nyampah. Bagaimana pemecahan masalah agar t imbul lifestyle baru? Itulah tantangannya. Untunglah aktivitas anggota selalu dinamis, kegiatan baru senantiasa dicari dan diadakan agar pertemuan tiap minggu tidak membosankan. Karena itu pada tahun 2012, saya mengajak mereka mencatat dan menjual sampah anorganiknya. Cukup lama berlangsung, sekitar 6 bulan sebab kegiatan bank sampah tidak mungkin saya lakukan sendiri di rumah. Ini kegiatan komunitas, jadi saya hanya memperhatikan dan melakukan wawancara sambil melakukan kegiatan lainnya.
Hingga akhirnya saya menyimpulkan bahwa hasil B ank Sampah bisa menjadi salah satu solusi penambah uang kas komunitas. Sebelumnya uang kas didapat dari uang kencleng atau uang patungan para anggota. Jumlahnya tidak banyak karena sesuai moto yaitu: seikhlasnya, ada yang memberi Rp 1.000, Rp
2.000 atau malah tidak sama sekali sehingga total uang kas be rtambah Rp 5.000 - Rp 10.000 pe r minggunya. Sangat lumayan untuk biaya operasional, apalagi jika ditambah dari bank sampah.
Adanya Bank Sampah ternyata menarik minat warga masyarakat lainnya untuk berpartisipasi. Selama ini mereka sudah melihat kegiatan positif anggota komunitas tapi enggan terlibat dan atau sibuk me ngurus warung. Ada juga yang beralasan sibuk merawat bayi walaupun kegiatan sambil membawa anak sangat dianjurkan agar kegiatan positif menular ke anak dengan sendirinya.
Tetapi memilah sampah dengan bujukan nabung sampah rupanya manjur. Mereka mau memilah dan mengumpulkan sampah anorganik di rumah masing-masing untuk kemudian disetorkan pada pengurus komunitas di hari pertemuan. Anggota komunitas Engkang-engkang bertemu setiap hari Selasa sedangkan anggota komunitas @sukamulyaindah setiap hari Rabu. Ke duanya memulai aktivitas pukul 10.00 pagi hingga selesai.
Karena tidak memiliki bangunan untuk menyimpan sampah, sebelum memulai kegiatan utama, kami berbondong-bondong menuju lapak pengepul untuk menimbang sampah anorganik yang telah dikumpulkan selama seminggu. Setiap keresek/ karung berisi sampah anorganik dicatat sesuai nama pemiliknya. Ketika itulah saya mengetahui bahwa pencatatan ternyata tidak se-ribet yang dibayangkan. Sampah plastik umumnya disatukan dan dinamakan emeran. Par a anggota komunitas juga mendapat me ndapat pengetahuan bahwa styrofoam dan plastik bekas camilan/bekas kopi yang berlapis alumunium ternyata tidak berharga/tidak laku dijual.
Sampah anorganik lainnya yang banyak dijual adalah kaleng, botol kaca, kertas duplek dan kardus. Ada penabung yang mencapai ribuan rupiah, ada pula yang hanya Rp 100, bahkan Rp 50 . Semua dicatat dalam pembukuan Bank Sampah. Dirapikan sesampainya dibalai pertem uan. Komunitas Engkangengkang menggunakan balai RW sedangkan komunitas @sukamulyaindah menggunakan madrasah sebagai tempat berkegiatan: rapat, persiapan komposting, kerajinan, membuat pangan lokal dan pencatatan Bank Sampah.
Hasil pencatatan dari buku di pindahkan ke buku tabungan yang dimiliki setiap anggota. Hal ini untuk memudahkan anggota mengetahui jumlah tabungannya. Buku yang digunakanpun cukup sederhana dan mudah didapat di toko bahkan warung karena anak-anak TK dan SD r upanya harus menabung di sekolahnya. Harganya murah, hanya Rp 500/buku.
Hikmah adanya Bank Sampah ternyata cukup besar. Kami menjadi pemulung ketika berbondongbondong ke pengepul karena mata dan tangan ‘gatal’ ke tika melihat sampah anorganik berserakan di jalan yang kami lalui.
Ibu-ibu bercerita bahwa anak mereka se lalu membawa pulang plastik bekas makanan/minuman dan memasukkan ke tempat yang sudah disediakan. Anggota keluarga lainnya ikut berpartisipasi mengumpulkan sampah anorganik bekas konsumsi mereka maupun yang tercecer dijalan. Proses pemilahan terjadi dengan sendirinya dari hulu (rumah tangga) membentuk suatu perubahan lifestyle secara perlahan. Sesuatu yang sangat tidak saya duga.
Kami mendapat tambahan pengetahuan mengenai jenis sampah anorganik apa saja yang bisa ditampung dan dijual. Termasuk pecahan beling kaca yang semula dianggap tidak laku, padahal jika dimasukkan ke tempat sampah berpotensi melukai tukang sampah atau siapapun yang sedang membereskan sampah.
Hikmah lain terbentuknya Bank Sampah adalah terbentuknya koperasi simpan pinjam. Prioritas peminjam adalah anggota Bank Sampah, mereka bisa meminjam untuk modal warung atau kebutuhan mendesak lainnya. Bunga ditetapkan bersama yaitu 10 % dari total pinjaman. Tetapi karena uang tersebut untuk kas anggota yang ar tinya untuk memperbesar jumlah dana pinjaman maka mereka tidak berkeberatan.
Tetapi hikmah terbesar adalah kepedulian warga masyarakat mengelola sampah. Mereka, tua muda kaya miskin berpartisipasi memilah sampah dan perlahan-lahan mengikis stigma bahwa sampah selain kotor juga hanya layak diurus oleh strata masyarakat terendah.
Tanpa terasa kegiatan Bank Sampah sudah seperti layaknya bank konvensional yaitu ada dana terkumpul dan ada sejumlah uang yang digunakan untuk simpan pinjam hingga berputar , me nambah jumlah kas. Jangan ditanya besarannya karena tentunya tentunya sangat kecil jika dibandingkan bank konvensional pada umumnya. Tetapi kegiatan oleh anggota, dari anggota dan untuk anggota ini sungguh melegakan dan membanggakan hingga hingga saya teringat pesan pak Supardiyono Supardiyono Sobirin, pakar DPKLTS DPKLTS yang menyitir ucapan Lao Tze:
Pergi dan temuilah masyarakatmu, Hiduplah dan tinggallah bersama mereka, Cintai dan berkaryalah dengan mereka, Mulailah dari apa yang mereka miliki, Buatlah rencana dan kerjakan rencana itu, Dari apa yang mereka ketahui,
Sampai akhirnya ketika pekerjaan usai, Mereka akan berkata: “Kami yang telah mengerjakannya!”.
Menyulap Sampah Menjadi Berkah Added by Kabari on July 1, 2013. Saved under Indonesia / Utama Bank SampahSkema Bank Sampah
Seorang perempuan paruh baya memandangi sebuah foto dengan sedikit terperangah. Sebenarnya gambar tersebut tidaklah terlalu istimewa, hanya sebuah kantor bank sampah di kota Malang. Yang berbeda, kantor bank sampah tersebut tertata apik penuh warna-warni. Tentunya dibutuhkan dana tak sedikit untuk membuat bank sampah serupa itu.
Sungguh berbeda dengan tempatku biasa menyetor sampah, desah perempuan paruh baya itu dalam hati. Memang, tempat ia biasa menabung sampah, hanyalah sebuah garasi seorang warga yang diubah menjadi sebuah bank sampah sederhana. Tempat ia menabung sampah memang merupakan bank sampah mandiri, diupayakan oleh komunitas warga yang peduli terhadap lingkungan.
Dukungan dari Pemerintah Daerah
Pekerja Bank Sampah
Bank Sampah di Kota Malang memang merupakan salah satu bank sampah yang patut dijadikan contoh di Indonesia. Selain itu masih ada Bank Sampah Gemah Ripah di Yogyakarta dan Bank Sampah Bina Mandiri Surabaya.
Bank Sampah Malang adalah koperasi yang merupakan kerjasama antara Pemerintah Kota Malang dan CSR PLN. Sebagai sebuah bank yang didukung oleh pemerintah daerah, B ank Sampah Malang memiliki program-program yang menguntungkan masyakat. Selain m embuka tabungan sampah, nasabah pun akan mendapat pelatihan. Program pelatihan yang didukung oleh Ibu Ketua Tim PKK, yakni Ibu Hj.Dra.Heri Puji Utami, M.AP ini berupa pelatihan pengelolaan sampah baik o rganik maupun anorganik.
Bank Sampah Malang menawarkan berbagai jenis pelayanan bagi nasabah. Bahkan nasabah pun bisa membayar listrik dengan sampah. Be rbagai jenis tabungan bisa memenuhi ke butuhan nasabah, misalnya Tabungan Pendidikan, Tabungan Lebaran, Tabungan Sembako dan Tabungan K epedulian Sosial.
Komunitas Peduli Lingkungan
Komunitas Peduli lingkungan
Berbeda halnya dengan sebuah bank sampah di bilangan Bandung. Bank Sampah Wargi Manglayang RW 06 Kelurahan Palasari Kecamatan Cibiru merupakan bank sampah yang didirikan secara mandiri. Bank yang didirikan oleh para Ibu-Ibu PKK yang peduli lingkungan ini tetap berjalan sejak 2009 walau tak bermodal banyak. Untuk tempat operasioanl, bank sampah menggunakan salah satu garasi warga. Namun bukan berarti bank sampah ini berjalan seadanya, berbagai prestasi sudah diraih bank sampah ini. Bank Sampah Wargi Manglayang pernah menjadi juara Bandung Green and Clean (BGC) pada tahun 2009 dan juara I perlombaan bank sampah.
Bank Sampah Wargi Manglayang melayani pembelian sampah setiap hari Senin dan Kamis dari pukul 10.00 wib – 14.00 wib. Sampah yang terkumpul t erkumpul disimpan terlebih dahulu untuk kemudian dijual maksimal sebulan sekali. Ibu Mimin selaku ketua pengelola Bank Sampah Wargi Manglayang mengaku bank sampah ini tidak berorientasi pada keuntungan. Para pengelola bahkan tidak mendapat bayaran, karena ini merupakan pekerjaan sosial. Para Ibu-Ibu PKK yang aktif mengelola bank sampah kini berjumlah sekitar 8 orang.
Para Ibu-Ibu PKK di RW 06 0 6 ini memiliki komitmen yang tinggi terhadap lingkungan. Terbukti dengan terciptanya lingkungan di sekitar RW 06 yang tampak asri dan bersih. Tempat-tempat sampah pun dengan mudah ditemui di sekitar lingkungan ini. Begitu juga dengan banyaknya tanaman hijau yang membuat lingkungan menjadi sejuk dan segar.
Sudah banyak tamu yang datang berkunjung untuk melakukan studi banding terhadap Bank Sampah Wargi Manglayang. Tak kurang dari perwakilan sekolah, kampus hingga pejabat pemerintah daerah kota Bandung pernah berkunjung.
Hingga kini sudah tercatat 150 orang yang m enjadi nasabah Bank Sampah Wargi Manglayang. Mereka bisa menyetorkan sampah-sampah kering atau anorganik ke bank sampah. Untuk mengatasi sampah organik, pengurus Bank Sampah Wargi Manglayang memberikan pelatihan kepada warga sekitar untuk membuat kompos. Para pengurus Bank Sampah Wargi Manglayang tidak berhenti hanya memberikan pelatihan, namun terus memberikan motivasi kepada warga untuk tetap konsisten membuat kompos.
Selain itu, mereka sering melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah untuk memanfaatkan sampah yang bisa didaur ulang dan dibuat ke rajinan.
Aneka Produk dari Sampah
Untuk pembuatan kerajinan dari barang bekas, pengelola Bank Sampah Wargi Manglayang memberikan pelatihan kepada beberapa orang binaan. Para binaan inilah yang membuat kreasi-kreasi dengan memanfaatkan berbagai barang-barang bekas, seperti bekas bungkus kemasan, sedotan air mineral, plastik kresek dan lain-lain. Barang kerajinan yang dihasilkan pun beragam mulai dari tas kecil, dompet, taplak, hantaran pernikahan dan lain-lain.
Bank Sampah Wargi Manglayang pun kerap mengikuti pameran-pameran yang berkenaan lingkungan hidup. Berkat konsistensi dan prestasi yang sudah diraih, Bank Sampah Wargi Manglayang sering mendapat undangan untuk berbagi pengalaman di berbagai tempat.
Kehadiran Bank Sampah ini dirasakan manfaatnya secara langsung oleh warga lingkungan sekitar. Mereka mengaku lingkungan menjadi lebih bersih dan terbiasa untuk membuat sekaligus memanfaatkan kompos. Selain itu, warga pun mendapatkan keuntungan secara ekonomis.
Walapun tak bermodal besar, asalkan didukung oleh warga yang peduli lingkungan, Bank Sampah mandiri pun tak kalah bermanfaat bagi warga dan lingkungan
Menjadi ‘Sahabat’ Sampah
Added by Kabari on July 1, 2013. Saved under Indonesia / Utama Sahabat Sampah Sampah jangan dibuang karena bisa menjadi uang. Betul. Saat ini di I ndonesia, sampah adalah uang. Namun, ada syaratnya. Pertama, harus har us bersedia mengumpulkan dan memilah-milah sampah sesuai dengan jenisnya. Kedua, menyetorkan sampah langsung ke bank sampah atau menunggu bank sampah keliling. Ketiga, menjadi nasabah bank agar sampah Anda dinilai lebih mahal.
Sampah yang Bermasalah
Jumlah penduduk di Indonesia terus bertambah, hingga kini tercatat mencapai 250 juta jiwa. Apalagi di daerah perkotaan, pertumbuhan penduduk begitu pesat sehingga bertambah padat dan sesak. Bertambahnya penduduk sama artinya dengan bertambahnya sampah. Hingga kini, sampah masih menjadi masalah di banyak daerah di Indonesia. Budaya masyarakat terhadap sampah, volume sampah yang terus bertambah, pengelolaan sampah yang belum maksimal ditambah lagi dengan keterbatasan pengolahan sampah di Tempat Pembuangan S ampah Akhir (TPA) makin memperburuk kondisi sampah di Indonesia.
Menjadi ‘Sahabat’ Sampah
Bambang Suwerda
Adalah Bambang Suwerda yang mendirikan Bank Sampah di tahun 2008 lalu. Konsep yang ia usung adalah menabung, sekaligus mempertahankan kesehatan lingkungan. Ia mengajak orang yang sebelumnya harus membayar retribusi sampah, kini menjadi aktif mengumpulkan dan memilah sampah.
Bambang mendirikan Bank Sampah Gemah Ripah di Desa Badegan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Di bank sampah ini, ia menyiapkan buku rekening sampah. Para nasabah menyetorkan sampah dan mendapatkan uang. Seiring waktu, nasabah di bank ini bertambah banyak. Hingga kini tercatat sudah memiliki 400 orang nasabah yang juga terdiri dari penduduk desa Badegan hingga luar desa Badegan. Pengelolaan dana sendiri sudah mencapai 5 juta.
Murid SD sedang memilah sampah
Bank sampah diapresiasi oleh banyak pihak karena dianggap mampu menjadi solusi bagi permasalahan sampah dan lingkungan. Tak kurang dari Kementerian Lingkungan Hidup, Pemerintah Daerah serta komunitas masyakat peduli lingkungan mengadopsi konsep bank sampah ini. B ank sampah-bank sampah pun mulai berdiri di berbagai daerah. Menurut data sampai akhir bulan Juni 2012, sudah berdiri 782 bank sampah di berbagai kota di Indonesia. Dana yang dikelola pun lumayan banyak yakni mencapai 31 miliar rupiah.
Dengan adanya bank sampah, masyarakat diajak untuk berperan aktif dan peduli akan masalah sampah domestik dan menjaga kebersihan lingkungan. Masyakat mendapatkan 2 keuntungan sekaligus. Lingkungan menjadi bersih, hijau dan sehat serta mendapatkan keuntungan ekonomi secara langsung.
Bank sampah sendiri diyakini mampu menurunkan volume sampah yang dibuang ke Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) hingga 30 persen. Selain itu, sampah-sampah yang sudah dipilah-pilah dan dibersihkan bisa didaur ulang menjadi berbagai kreasi kreatif. Sampah tidak dianggap sebagai barang yang harus disingkirkan begitu saja, namun harus dikelola. Dengan pemahaman seperti ini, masyarakat diharapkan akan menjadi ‘sahabat’ sampah.
Cinta Lingkungan Sejak Dini
Bank Sampah di Jalankan oleh Yayasan Islam
Bank sampah sendiri hingga kini juga sudah merambah ke dalam dunia pendidikan. Beberapa sekolah yang peduli dengan lingkungan hidup mengadopsi konsep bank sampah dan mengajarkan kepada anakanak. Mereka diajak untuk mengumpulkan sampah secara langsung dan menyetorkannya ke bank sampah yang didirikan di sekolah atau yang didirikan oleh masyarakat.
Kegiatan bank sampah di sekolah
Kegiatan yang dilakukan berkala ini menjadi percontohan dan solusi nyata mengatasi berbagai permasalahan sampah di masyarakat. Sejak dini anak diperkenalkan untuk berperan aktif menjaga lingkungan bersih dan sehat. Anak m enjadi bagian dari solusi dan bukan bagian dari masalah lingkungan.
Syarat Mendapatkan Adipura
Tak kurang dari pemerintah daerah pun gencar me nggiatkan pendirian dan pengelolaan bank sampah ini. Pemerintahan Kota/Kabupaten pun sepertinya harus terus berupaya membuat bank sampah demi mendapatkan Adipura atau penghargaan bagi kebersihan dan pengelolaan lingkungan. Karena kini, bank sampah di suatu daerah menjadi syarat untuk mendapatkan penghargaan Adipura tersebut.
Semoga saja konsep yang bagus ini tidak layu di tengah jalan dan ditinggalkan setelah mendapat sebuah penghargaan. Apalah artinya sebuah Adipura dibandingkan dengan lingkungan yang bersih dan sehat.