BAB III IDENTIFIKASI PROBLEM KEPASIRAN KEPASIRAN SERTA PERENCANAAN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGANNYA
3.1
Problem Kepasiran Problem kepasiran terjadi akibat rusaknya kestabilan ikatan dari butir-butir
pasir yang disebabkan oleh adanya gaya gesek serta s erta tumbukan yang ditimbulkan oleh suatu aliran dari fluida dimana laju aliran yang terjadi melampaui batas maksimal dari laju alir kritis yang diperbolehkan, sehingga butiran-butiran pasir ikut terproduksi bersama-sama dengan minyak ke permukaan. Ikut terproduksinya pasir bersama fluida produksi merupakan problem yang sering dihadapi di lapangan minyak, yang biasanya berhubungan dengan formasi dangkal berumur transien, dan pada beberapa daerah problem kepasiran dijumpai pada kedalaman 12.000 ft atau lebih. Hal ini disebabkan karena sumur-sumur berproduksi dari lapisan
unconsolidated (mudah lepas), sehingga dapat
mengganggu produktivitas produktivitas sumur serta dapat merusak mer usak peralatan produksi. Problem ini disebabkan karena adanya butiran berukuran pasir disekitar sumur terbawa terbawa oleh aliran fluida dan akan tertimbun didasar sumur (untuk butiran yang besar) atau terbawa ke permukaan (untuk butiran yang kecil). Hal ini berarti bahwa pekerjaan komplesi sumur adalah merupakan pertimbangan atau perhatian serius pada zona-zona dimana ada kecenderungan untuk memproduksi pasir. Seringkali problem terproduksinya pasir ditimbulkan oleh kekurangan maupuan dari hasil pekerjaan komplesi sumur. Jumlah pasir yang terbawa tergantung pada kecepatan aliran dan pressure drop disekitar lubang sumur. Untuk kecepatan aliran yang rendah atau pressure drop kecil, pasir yang terlepas sudah merupakan gumpalan-gumpalan kecil,
sehingga akan mempercepat terjadinya kerusakan formasi. Sebelum membahas mengenai penyebab terjadinya dan cara penanggulangan problem kepasiran, akan
diuraikan sedikit mengenai beberapa faktor yang mempengaruhi kestabilan formasi, karena jumlah pasir yang terbawa oleh fluida produksi tergantung kepada faktor-faktor ini. 3.1.1
Identifikasi Problem Kepasiran
Dalam memproduksikan hidrokarbon dari reservoir sering sering dijumpai adanya problem-problem.
Problem-problem
tersebut
diantaranya
adalah problem
kepasiran. Timbulnya problem ini berkaitan erat dengan karakteristik reservoirnya, sehingga identifikasi untuk upaya pencegahan dan penanggulangannyapun harus memperhatikan hal tersebut. Karakteristik reservoir dalam dalam hal ini meliputi antara lain sifat batuan, sifat fluida dan kondisi reservoirnya. Problem kepasiran adalah ikut terproduksinya pasir bersama dengan aliran
fluida reservoir . Problem ini umumnya terjadi pada formasi-formasi yang dangkal, berumur batuan tersier terutama pada seri miocene. Problem kepasiran terjadi akibat rusaknya kestabilan dari ikatan butiran-butiran pasir yang disebabkan oleh adanya gaya gesekan ( frictional force) serta tumbukan oleh suatu aliran dari fluida dimana laju alir yang terjadi melampaui batas maksimum dari laju aliran kritis yang diperbolehkan, sehingga butiran-butiran pasir akan ikut terproduksi bersama-sama dengan minyak ke permukaan. Butiran pasir yang terkumpul dalam suatu sistem akan membentuk suatu ikatan antar butiran- butiran itu sendiri dalam suatu ikatan “sementasi” yang mana ikatan sementasi tersebut membuat butirab-butiran pasir bersatu serta
kuat.
Semakin besar harga faktor sementasi yang didapat, maka akan semakin kuat ikatan antar butiran-butiran pasir yang ada dan semakin terkonsolidasi ( consolidated ) demikian juga sebaliknya, semakin rendah harga faktor sementasinya maka akan semakin
rendah
juga
tingkat
konsolidasi
antar
butiran-butiran
pasir
(unconsolidated ), ), yang pada akhirnya butiran-butiran pasir tersebut akan mudah lepas. Harga faktor sementasi ini dapat diketahui dari analisa yang dilakukan pada core yang didapatkan dan analisa tersebut merupakan analisa core spesial yang
merupakan rangkaian dari suatu penilaian formasi. Dimana harga faktor sementasi
yang diperoleh dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya kemungkinan problem kepasiran yang terbentuk.
Secara umum, problem kepasiran sebenarnya dapat diindikasikan dengan kriteria parameter sebagai berikut : a. Faktor sementasi batuan yang relatif kecil (kurang ( kurang atau sama dengan 1,7). b. Kekuatan formasi yang relatif kecil (kurang dari 0,8 x 10 12 psi2). c. Laju produksi yang besar (lebih besar dari laju produksi kritis) menyebabkan gaya seret fluida menjadi besar. Hal ini mengakibatkan lengkungan kesetabilan pasir menjadi runtuh. d. Pertambahan saturasi air akan menyebabkan clay yang ada dalam formasi mengembang. Hal ini mengakibatkan lengkungan kestabilan menjadi berkurang, sehingga lengkungan lengkungan kestabilan pasir mudah runtuh. 3.1.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kestabilan Formasi
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi rusaknya kestabilan formasi pasir tercakup didalam sifat batuan itu sendiri disamping pengaruh fluida. Faktorfaktor tersebut adalah: 3.1.2.1 Kecepatan Aliran
Kecepatan aliran fluida formasi ke lubang sumur dapat mempengaruhi kestabilan butiran batuan yang dilewati fluida tersebut. Kecepatan aliran juga mempengaruhi pembentukan lengkungan kestabilan. Kecepatan aliran fluida adalah fungsi penurunan tekanan aliran formasi. Semakain besar penurunan tekanan pada lubang bor, maka semakin besar pula aliran fluidanya, sehingga menyebabkan semakain besarnya gaya seret fl uida yang bekerja pada busur (lengkungan) kestabilan. Dengan demikian membesarnya kecepatan fluida, kestabilan menjadi berkurang dan dapat men yebabkan runtuhnya formasi. Kecepatan fluida yang mengakibatkan runtuhnya busur kesetabilan disebut sebagai kecepatan terminal busur kestabilan. Kecepatan termal yang lebih kecil atau sama dengan kecepatan terbentuknya lengkungan kestabilan disebabkan kecepatan kritis. Stein memberikan persamaan tentang besarnya produksi kritis yang
diperbolehkan sehingga tidak merusak kestabilan formasi, yaitu :
Qz
0,025x10 6 K z N z G z A z
Bz z At
…………………. ………………….……………….(3-1) ……………….(3-1)
dimana : Qz = laju produksi kritis, stb/hari K z = permeabilitas formasi, md Bz = faktor volume formasi, bbl/stb Nz = jumlah lubang perforasi Gz = shear modulus modulus batuan, psi z = viscositas fluida, cp Az = luas kelengkungan butir pada kondisi test , sq-ft At = luas kelengkungan butir pada pada kondisi kondisi pengamatan, sq-ft
3.1.2.2 Sementasi Batuan
Batupasir merupakan batuan sedimen klastik, yang butirannya terdiri dari kwarsa, feldspar dan chert dengan silt , shale dan/atau lempung sebagai matrik batuan. Semen kimianya terdiri dari karbonat dan/atau silika. Batupasir terbagi menjadi tiga jenis tergantung dari komposisi kimianya, yaitu kwarsit, graywacke dan arkose . Sementasi pada pasir kwarsit adalah karbonat (kalsit dan dolomit ) dan silika (chert, chalcedony dan kwarsa sekunder). Sementasi alamiah pada batupasir graywacke dan arkose sangat sedikit atau hampir tidak ada. Mineral tidak stabil adalah lempung yang banyak terdapat pada pasir arkose dan graywacke . Lempung umumnya menyelimuti butir-butir kwarsa dan bertindak
sebagai mineral penyemen. Pasir graywacke dan pasir arkose tidak tersementasi dengan baik sehingga sering menimbulkan problem kepasiran. Archie mengemukakan suatu persamaan yang merupakan hubungan antara
porositas, faktor sementasi dan faktor formasi, yang dapat digunakan untuk menentukan sementasi batuan, sebagai berikut: F = -m
…………………………………………………
(3-2)
F = Ro/Rw
………………………………………………….
(3-3)
dimana : F
= faktor formasi
= porositas batuan, fraksi
m
= faktor sementasi
Ro = resistivitas batuan dengan saturasi 100 % air, -m Rw = resistivitas air formasi, -m Faktor sementasi tergantung pada tingkat konsolidasi batuan. Formasi dengan faktor sementasi lebih kecil dari 1,8 merupakan formasi yang tidak stabil dan sering terjadi problem kepasiran pada formasi ini. Faktor sementasi untuk berbagai jenis batuan dapat dilihat pada Tabel III-1. Tabel III-1 Faktor Sementasi Untuk berbagai Jenis Batuan (Petty John., 1958)
Litologi
Batupasir Loose Uncemented Sand Slightly Cemented Sand Moderately Cemented Sand Well Cemented Sand Batugamping Moderately Porous Limestone Some Oolitic Limestone
Harga m
1,3 1,3 – 1,7 1,7 – 1,9 1,9 – 2,2 2 2,8
Untuk menghitung faktor formasi batuan yang mempunyai sifat clean, Archie memberikan persamaan sebagai berikut : F
2
S w
Rt Rw
........................................................................... (3-4)
dimana : Sw = saturasi air formasi, fraksi Rt = resistivitas batuan formasi sesungguhnya, -m Rw = resistivitas air formasi, -m Konsolidasi juga berpengaruh pada pori-pori batuan yang terbentuk, karena akan memperkecil pori-pori batuan. Sedangkan sementasi merupakan pengisian rongga oleh suatu larutan semen, seperti silikat atau karbonat. Menurut Humble, batuan dengan porositas tinggi mempunyai faktor sementasi (m) rendah, demikian pula sebaliknya (Gambar 3.1).
Gambar 3.1. Hubungan Antara Faktor Formasi terhadap Porositas dan Faktor Sementasi (Pirson, S.J., 1958)
3.1.2.3 Kandungan Lempung Formasi
Pada umumnya formasi pasir mengandung lempung sebagai matrik atau semen batuan dan kadar clay lining akan bertambah besar jika diameter pori-pori mengecil. Material lempung terdiri dari kelompok mika, kaolinite, chlorite, illite dan montmorilllonite. Setiap kelompok tersebut mempunyai sifat-sifat yang berbeda-
beda tergantung pada komposisi dan struktur dari atom-atom oksigen, silikon dan unsur-unsur lainnya. Sifat-sifat penting mineral lempung yang berhubungan erat dengan kestabilan formasi adalah reaksi pertukaran ion, hidrasi lempung dan dispersi lempung. Lempung akan mengalami swealling bila terkena kontak dengan air. Sehingga diameter pori akan mengecil jika kadar clay bertambah besar. Air yang menyebabkan clay mengembang berasal dari fluida yang digunakan pada saat opersi sumur (pemboran, well completion).
Umumnya lempung mempunyai sifat yang basah air atau water wet , sehingga apabila air bebas melewati formasi yang mengandung lempung akan menimbulkan dua akibat, yaitu : 1. Lempung akan menjadi lembek dan membengkak (swealling). 2. Gaya adhesi dari fluida yang mengalir terhadap material, yang dilaluinya akan naik. Untuk memperkirakan besarnya kandungan lempung dapat digunakan datadata logging jenis Gamma Ray, yaitu dengan persamaan : V clay
GRlog
GRmax
GRmin GRmin
............................................................... (3-5)
dimana : Vclay
= kandungan lempung, fraksi
GR log = gamma ray log (pembacaan pada slip log), API unit GR max = gamma ray maximum, API unit GR min = gamma ray minimum, API unit Akibat dari semua itu, butiran pasir cenderung untuk bergerak ke lubang sumur, apabila formasi mulai terproduksi sehingga menyebabkan formasi menjadi tidak stabil. Pembengkakan ( swelling) lempung menyebabkan ruang pori semakin mengecil, sehingga porositas batuan akan berkurang. Dengan berkurangnya porositas, permeabilitas minyak akan mengalami penurunan pula. Penurunan permeabilitas akan menyebabkan gradien tekanan akan lebih besar walaupun kecepatan aliran konstan. 3.1.2.4 Migrasi Butir-Butir Halus Formasi
Butir-butir halus formasi sebagaimana didefinisikan oleh Muecke adalah butir-butir halus yang dapat melewati saringan mesh terkecil, yaitu 400 mesh atau 37 m, diendapkan sewaktu terbentuknya batuan dan masuk ke dalam formasi pada waktu operasi pemboran dan komplesi sumur. Material padat yang sangat halus ini terdapat didalam ruang pori-pori sebagai individu partikel yang bebas bermigrasi bersama aliran fluida. Pada lima contoh batuan pasir yang tak terkonsolidasi oleh Gulf Coast , ternyata partikel halus yang melewati saringan 400 mesh berkisar antara 2-15 %
berat dan hasil analisa kandungan mineralogy dengan sinar X di perkirakan pada Tabel III-2, sedangkan kandungan mineralnya pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Kandungan Mineral Rata-Rata yang Terdapat dalam Lima Formasi dari Gulf Coast (Thomas Allen, Allen Robert, 1982)
Tabel III-2 Analisa Hasil Sinar X Butir-Butir Halus Formasi dari Gulf Coast (Thomas Allen, Allen Robert, 1982)
Mineral
Well A
Well B
Well C
Well D
Well E
55 62 0,8 3,9 36,7
134 91 42 25,4
22 3 1,3 47,3
14 1,7 0,7 17
68,3
8,6 1,6 1,1 335,6
5,7 1,3 1,6 40,7
9,1 16 7,8 1,8 25,9
5,4 1 5 2,8 22,1 42,9
114 1,5 1,5 17,3
100
100
100
100
100
Clay Montmorillonite Illite Kaolinite Chlorute Quartza Other Minerals Feldspart Muscovite Sodium Chlorite Calcite Dolomite Barite Amorphous Mineral
Total
Pada pengamatan ini ternyata sebagian besar butir halus tersebut bukan merupakan mineral lempung seperti anggapan sebelumnya. Terbukti bahwa lempung hanya 11% berat dari seluruh butir dari ke lima contoh batuan pasir. Butir yang terbentuk dari kwarsa ternyata merupakan spesies yang dominan sebesar 39%, sedangkan sisanya merupakan mineral-mineral selain lempung dan kwarsa, yaitu dolomite, feldspar, muscovite, kalsite, dan barite.
Partikel halus yang bermigrasi bersamaan aliran ini tidak terbawa sampai lubang sumur, tetapi hanya berkumpul pada bagian pori-pori yang mengecil, sehingga menyebabkan penyumbatan dan penurunan permeabilitas. Pada aliran satu fasa dengan kecepatan yang cukup tinggi, partikel-partikel halus akan bergerak bersama-sama fluida melewati pori-pori, kecuali apabila butiran-butiran halus ini membentuk jembatan mekanis pada pori-pori yang mengecil seperti terlihan pada Gambar 3.2. Kemungkinan semakin tertutupnya pori-pori semakin besar dengan bertambahnya konsentrasi partikel halus. Gumpalan yang terkonsentrasi ini akan mengalami keruntuhan bila terjadi gangguan berupa perubahan tekanan atau arah aliran.
Kecepatan
aliran
pada
saat
terbentuknya
partikel-partikel
yang
terkonsentrasi akan sangat berpengaruh pada kecepatan aliran yang tinggi, sangat stabil terhadap perubahan arah aliran.
Gambar 3.3. Pergerakan Partikel-Partikel pada Daerah Penyempitan Pori-Pori bila Minyak dan Air Bergerak (Economides, 1994)
Partikel yang memiliki sifat basah campuran (mixed wettability) hanya bergerak sepanjang antara permukaan minyak-air. Apabila minyak dan air mengalir bersama-sama, partikel halus akan ikut bergerak karena aliran air cukup mampu membawa partikel, seperti tampak pada Gambar 3.4. Gangguan tekanan akibat bergeraknya antar permukaan minyak air melalui pri-pori akan mengakibatkan partikel teragatasi, sehingga kecil kemungkinan terbentuknya gumpalan partikel yang permanen.
Gambar 3.4. Partikel Basah Air Tidak Akan Bergerak Bila Air Tidak Bergerak (Economides, 1994)
Pada umumnya formasi adalah water wet , sehingga partikel tidak akan bergerak jika yang bergerak hanya minyak. Begitu fasa air bergerak maka partikel akan bergerak bersama air. Pergerakan partikel ini sangat dipengaruhi oleh presentase air di dalam fluida yang terproduksi, seperti terlihat pada Gambar 3.4. Dengan ikut terproduksinya partikel ke lubang sumur kemudian ke permukaan dan dianggap sebagai pasir, sedangkan sisanya akan menyumbat pada pori-pori disekitar lubang sumur. Karena tertutupnya pori-pori akan menyebabkan penurunan permeabilitas dan naiknya gradien tekanan pada busur kestabilan, sehingga gaya akibat aliran semakin tinggi. Penambahan gaya ini akan merupakan penyebab runtuhnya kestabilan formasi.
Gambar 3.5. Pergerakan Partikel-Partikel yang Terbatas Sepanjang Antar Permukaan Pada Batuan Basah Campuran (Economides, 1994)
3.1.2.5 Kekuatan Formasi
Kekuatan formasi dalam hal ini merupakan kemampuan formasi dalam menahan butiran batuan tetap pada tempatnya akibat gaya yang bekerja padanya. Kekuatan formasi ini dipengaruhi oleh friksi dan kohesi antar butir pasir. Friksi akan bertambah besar jika beban overburden bertambah besar, sedang kohesi antar butir timbul sebagai akibat sementasi dan tegangan antar permukaan fluida. Fomasi pasir yang sementasinya tidak baik dapat merupakan suatu sistem yang stabil dengan jalan membentuk lengkungan kestabilan ( arching) diluar lubang perforasi. Gambar 3.5 memperlihatkan skema lengkungan kestabilan pada batuan pasir. Ditunjukkan dalam gambar tersebut, bahwa kestabilan formasi, terutama untuk formasi pasir yang unconsolidated , dipengaruhi oleh adanya beban stress yang bekerja disekitar lubang bor.
Gambar 3.6. Pergerakan Partikel-Partikel Pada Daerah Penyempitan Pori-Pori Bila Minyak dan Air Bergerak (Amyx, J.W., 1960)
Kekuatan formasi dapat diketahui melalui modulus elastisitas batuan dengan menggunakan log, yaitu sebagai berikut : a. Sonic Log
Prinsipnya adalah penentuan interval transit time (t) yang merupakan fungsi litologi formasi dan porositas yang berdasarkan pengalaman dan penelitian, maka diperoleh kriteria sebagai berikut : (t) < 95 s/ft
: formasi kompak
95 s/ft < (t) < 105 s/ft
: diragukan
(t) > 105 s/ft
: formasi tidak kompak
b. Mechanical Properties Log (MPL) Sifat-sifat mekanisme batuan diperoleh berdasarkan suatu perhitungan dengan menggunakan persamaan-persamaan dibawah ini : G
A b 1,34 x1010 2 ( ) t
........................................................................... (3-6)
B b 2 ( ) t
1 / C b 1,34 x1010
G / C b
AB b2 1,34 x10 2 ( ) t 2
20
............................................................... (3-7)
............................................................... (3-8)
dimana : A
1 2U
2 1 2U
B
1 U
31 U
U
= Poisson’s Ratio, dimensionless = 0.125 Vclay + 0.27
G
= modulus geser, psi
Cb
= kompresibilitas total, psi-1
1/Cb
= modulus batuan, psi
b
= densitas batuan, gr/cc
t
= interval transit time, s/ft
G/Cb = kriteria kekuatan dasar formasi, psi2
Untuk menentukan besarnya harga kriteria strength formasi, Tixer melakukan penelitian terhadap besarnya strength formasi dalam kaitannya dengan kestabilan suatu formasi. Dari hasil penelitian tersebut, Tixer mendapatkan harga kriteria s trength formasi tertentu yang dapat memberikan indikasi terhadap kestabilan suatu formasi yaitu sebagai berikut : G/C b > 0,8 x 1012 psi2 : formasi kompak (stabil) G/C b < 0,8 x 1012 psi2 : formasi tidak kompak (tidak stabil) 3.1.2.6 Laju Aliran Kritis
Laju aliran kritis adalah suatu laju aliran fluida reservoir maksimal, dimana jika harga tersebut terlampaui maka pasir akan ikut terproduksi. Laju aliran kritis tanpa terjadi produksi pasir dapat ditentukan berdasarkan anggapan bahwa gradien tekanan maksimum pada permukaan kelengkungan pasir, yaitu saat laju produksi tanpa disertai produksi pasir, berbanding lurus dengan kekuatan formasi, atau dengan kata lain apabila tekanan pada permukaan kelengkungan pasir melebihi kekuatan formasi tersebut, maka butiran akan mulai bergerak dan ikut terproduksi. Stein memberikan persamaan tentang besarnya produksi kritis yang
diperbolehkan sehingga tidak merusak kestabilan formasi, yaitu : 6
0,025 x10 KzNzGzAz
Qz
Bz z At
............................................................... (3-9)
dimana :
3.1.3
Qz
= laju produksi kritis, stb/day
Kz
= permeabilitas formasi, md
Bz
= faktor volume formasi, bbl/stb
Nz
= jumlah lubang perforasi
Gz
= shear modulus batuan, psi
µz
= viskositas fluida, cp
Az
= luas kelengkungan butir pada kondisi test , sq-ft
At
= luas lengkungan butir pada kondisi pengamatan, sq-ft
Penyebab Terjadinya Problem Kepasiran Problem kepasiran yang terjadi dalam proses produksi dapat disebabkan
beberapa faktor, yaitu antara lain :
1.
Tenaga pengerukan ( drag force), yaitu tenaga yang terjadi oleh karena aliran fluida, dimana laju aliran fluida dan viskositasnya meningkat menjadi lebih tinggi.
2.
Pengurangan strength formasi, hal ini sering digabungkan dengan produksi air karena akan melarutkan material penyemenan atau pengurangan gaya kapilaritas dengan meningkatkan saturasi air.
3.
Penurunan tekanan reservoir , hal ini akan mengganggu sifat sementasi antar batuan.
3.1.4
Pencegahan Problem Kepasiran
Usaha yang harus dilakaukan untuk mencegah terjadinya kepasiran adalah dengan cara memproduksikan minyak pada laju optimum tanpa terjadi kepasiran. Sand free flow rate merupakan besarnya laju produksi kritis, dimana apabil a sumur
tersebut diproduksikan melebihi laju kritisnya, maka akan menimbulkan masalah kepasiran. Maksimum sand free flow atau laju produksi maksimal tanpa menimbulkan
kepasiran dapat ditentukan dengan suatu anggapan bahwa gradien tekanan maksimum dipermukaan kelengkungan pasir, yaitu suatu laju produksi maksimum tanpa kepasiran berbanding dengan kekuatan formasi. Dengan kata lain jika produksi menyebabkan tekanan kelengkungan pasir lebih besar dari kekuatan formasi, maka butiran pasir formasi akan mulai ikut bergerak. 3.1.5
Penanggulangan Problem Kepasairan
Pada hakekatnya problematik turut terproduksinya pasir dapat dikontrol dengan tiga cara, yaitu : 1.
Pengurangan drag force, cara ini dianggap paling murah dan paling efisien.
2.
Dengan cara bridging sand , cara ini layak dipakai untuk dikerjakan dan mempunyai aplikasi yang lebih luas tetapi cara ini sulit untuk diterapkan pada multiple zone atau pada umur dengan diameter casing yang kecil.
3.
Penambahan formation strength, yaitu dengan menggunakan resin consolidation method .
3.1.5.1. Pengurangan Drag Force
Cara ini merupakan cara yang paling mudah dan efektif untuk mengontrol pasir.
Laju
produksi
yang
menyebabkan
terproduksinya
pasir
harus
dipertimbangkan pada laju per-unit area dari formasi permeable. Langkah pertama yang harus dipertimbangkan adalah penambahan daerah aliran ( flow area), kemudian penentuan laju maksimum atau laju produksi kritis, dimana diatas makximum rate tersebut terproduksinya pasir menjadi berlebihan. Ketika laju fluida bertambah secara bertahap, konsentrasi pasir akan naik pada tiap-tiap penambahan, kemudian akan turun dengan tajam seharga konsentrasi mula-mula. Efek bergelombang ini terbukti akan merusak bridge yang tidak stabil yang mana akan terbentuk kembali pada laju aliran yang tinggi. Ketika critical range telah tercapai, bridge tidak terbentuk kembali. Strength struktur telah terlampaui dan produksi pasir akan berlanjut pada laju aliran
yang lebih tinggi. Laju produksi kemudian dikurangi sampai dibawah critical range untuk memberi kesempatan agar bridge terbentuk kembali, kemudian rate dapat ditambah tetapi masih dibawah range. Prosedur ini disebut “ Bean Up Technique”, yang secara cermat dilakukan dalam priode beberapa bulan dan efektif untuk menetapkan laju produksi maksimal suatu sumur tanpa kepasiran yang berlebihan.
Gambar 3.7. Hubungan antara Produksi Pasir vs Aliran (Thomas Allen, Allen Robert, 1982)
3.1.5.2.
Metode Mekanik
Metode mekanik juga merupakan metode yang digunakan untuk mengatasi problem kepasiran dalam proses produksi. Metode sand control ini harus
direncanakan sedemikian rupa, sehingga terlepasnya butiran-butiran pasir dapat dicegah. Dalam hal ini dikenal dua macam cara menaggulangi pasir, yaitu dengan memasang sand screen (casing dan liner yang sudah diperforasi, slotted screen, dan wire wrapped screen ) dan gravel pack .
Dengan cara pertama dan kedua, ukuran sand screen atau gravel pack harus cukup kecil, sehingga dapat mencegah produksi pasir, tetapi harus cukup besar untuk memperoleh produktivitas sumur yang tetap tinggi dan menghalangi timbulnya endapan clay, aspal , dan wax. Untuk menentukan besar celah yang diperlukan, dibutuhkan data distribusi ukuran pasir, ukuran besar butir pasir, keseragaman butir pasir dan tingkat pemilihan butiran. Core merupakan contoh yang paling baik untuk menentukan distribusi ukuran pasir, terutama full size core. Sampel pasir yang diambil dari dasar sumur adalah s ampel yang tidak baik, karena sample yang terendapkan didasar sumur tersebut merupakan sebagian dari pasir yang terlepas dari formasi yang relatif berukuran lebih besar. Dengan demikian, data pasir yang diambil dari dasar sumur hanya merupakan sebagian ukuran pasir saja, sedangkan yang berukuran kecil ( fine sand ) tidak tercatat. Pertimbangan utama untuk mendesain gravel dan screen antara lain : 1. Ukuran gravel optimum yang sesuai dengan ukuran butir pasir. 2. Luas optimum dari screen slot untuk menahan gravel dan jika tidak memakai gravel , maka harus sesuai dengan ukuran butir pasir. 3. Teknik penempatan yang efektif pada kemungkinan yang paling penting. Metode sieve analisis merupakan metode yang digunakan untuk menetukan keseragaman butiran pasir, dengan cara mengayak sample yang telah dibersihkan dengan menggunakan beberapa tingkatan saringan yang mempunyai ukuran (skala mesh) dan mempunyai ukuran jaring ( sieve opening) tertentu.
Untuk menentukan keseragaman butiran pasir digunakan metode sieve analysis. Dalam metode ini sample yang digunakan adalah yang representatif
karena penyebaran ukuran butiran pasir yang bervariasi dari suatu zona ke zona yang lain. Dilapangan biasanya digunakan sieve jenis U.S. Standar Sieve Series (ASTM Spec. E1170) dan hasil pengamatan biasanya dinyatakan dalam inchi atau milimeter. Table IV-3 Ukuran Pembukaan Saringan ( Sieve Opening) (Suman George, O., 1983)
Mesh U.S. Std 2
Sieve Opening Tyler
½
2½ 3 3 3
½
3½ 4 4 5 5 6 6 7 7 8 8 10 9 12 10 14 12 16 14 18 16 20 20 25 30 35
24 28 32
40 45 50
35 42 48
60 60 70 65 80 80 100
Inches
mm or micron
0,3150 0,3120 0,2650 0,2630 0,2230 0,2210 0,1870 0,1850 0,1570 0,1560 0,1320 0,1310 0,1110 0,1100 0,0937 0,0930 0,0787 0,0780 0,0661 0,0650 0,0555 0,0469 0,0460 0,0394 0,0394 0,0390 0,0331 0,0328 0,0280 0,0276 0,0232 0,0197 0,0195 0,0165 0,0164 0,0138 0,1170 0,0116 0,0098 0,0097 0,0083 0,0082 0,0070 0,0069 0,0059
8,000 mm 7,925 mm 6,730 mm 6,680 mm 5,660 mm 5,613 mm 4,760 mm 4,699 mm 4,000 mm 3,962 mm 3,360 mm 3,327 mm 2,830 mm 2,794 mm 2,380 mm 2,362 mm 2,000 mm 1,981 mm 1,680 mm 1,615 mm 1,410 mm 10397 mm 1,190 mm 1,168 mm 1,000 mm 911 microns 840 microns 833 microns 710 microns 701 microns 589 microns 500 microns 495 microns 420 microns 417 microns 351 microns 297 microns 295 microns 250 microns 246 microns 210 microns 208 microns 177 microns 175 microns 149 microns
120 140 170 200 230 270 325 400
100 115 150 170 200 250 270 325 400
0,0058 0,0049 0,0041 0,0035 0,0029 0,0024 0,0021 0,0017 0,0005
147 microns 124 microns 104 microns 88 microns 74 microns 62 microns 53 microns 44 microns 37 microns
Pertama-tama sample dibersihkan, dipisah-pisahkan butirannya, ditumbuk dan dilakukan pencucian, kemudian dikeringkan. Sieve merupakan susunan screen secara vertikal, dimana ukuran saringan terbesar diletakkan paling atas, dan seterusnya kebawah paling kecil. Sampel formasi diletakkan pada bagian atas (ukuran lubang screen terbesar), kemudian diletakkan pada alat pengguncangan. Pasir formasi akan terpisah berdasarkan ukuran butirannya. Butiran-butiran pasir yang tertinggal pada masing-masing ukuran saringan tersebut lalu ditimbulkan dan ditentukan persen berat kumulatifnya. Setelah itu diplot antara berat kumulatif terhadap diameter batuan. Apabila s uatu sample makin seragam atau baik pemilihannya, maka bentuk kurva akan cenderung semakin tegak.
Gambar 3.8. Kurva Hubungan Diameter Butiran Pasir vs Prosen Kumulatif (Thomas Allen, Allen Robert, 1982)
Tingkat keseragaman butiran pasir oleh Schwartz ditentukan dengan rumus: C
d 40 d 90
..................................................................................... (3-10)
dimana : C
= koefisien keseragaman (unform coefficient )
d 40
= diameter ukuran pasir pada 40 percentil point
d 90
= diameter ukuran pasir pada 90 percentil point
Schwartz menyatakan bahwa penegertian unform coefficient merupakan
tingkat keseragaman dari butir pasir yang kemudian dapat menujukan baik atau buruknya pemilahan butir (sortasi). Harga C ini bervariasi dan setiap harga menunjukkan tingkat keseragaman dari tiap butiran pasir, yaitu : •
Jika C < 5, maka pasir seragam dan berukuran d 10
•
Jika C > 5, maka pasir tidak seragam dan berukuran d 40
•
Jika C < 10, maka pasir tidak sangat seragam dan berukuran d 70
3.1.5.2. Linier Completion Metode ini biasanya digunakan untuk formasi produktif dengan faktor sementasi antara 1,4 samapai 1,7. Alat ini berbentuk pipa dan mempunyai sejumlah lubang pada sisinya dengan ukuran tertentu. Tujuan pemasangan alat ini adalah untuk menahan laju alir butiran pasir yang terikat dalam fluida reservoir , sehingga fluida melajua tanpa adanya hambatan. Secara ideal, lebar lubang (slot ) pada liner harus dapat menahan butiran pasir tetapi tidak membatasi aliran fluida. Pecobaan yang dilakukan oleh Coberly manyatakan bahwa batas tertinggi lebar lubang tidak boleh lebih dari dua kali diameter 10 percentile agar dapat menahan secara efektif. Secara matematis dapat dituliskan dengan persamaan : W = 2 D 10
..................................................................................... (3-11)
dimana : W
= lebar celah liner , inchi
D10
= diameter pada titik 10 percentile pada kurva distribusi, inchi
Untuk menahan formasi pasir yang tidak seragam, dimana butir sulit untuk ditahan atau sering terjadi perubahan kecepatan aliran, dianjurkan menggunakan lebar lubang sama dengan diameter 10 percentile, atau W = D 10. Liner completion
dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan cara pemasangan linernya, yaitu : Screen Liner Completion dan Perforated /Liner Completion.
A. Screen Liner Completion Dalam metode ini casing dipasang sampai puncak dari lapisan atau zona produktif.
Kemudian
liner dipasang
pada
formasi
produktif
yang
dikombinasikan dengan screen sehingga pasir yang ikut aliran produktif tertahan oleh screen. • Keuntungan Screen and Liner Completion 1. Formasi damage selama pemboran melewati zona produksi dapat dikurangi. 2. Tidak ada biaya perforasi. 3. Dapat disesuaikan dengan cara khusus untuk mengontrol pasir. 4. Pembersihan lubang dapat dihindarkan. • Kerugian Screen and Liner Completion 1. Produksi air dan gas sulit dikontrol. 2. Simulasi tidak dapat dilakukan secara selektif. 3. Rig time bertambah dengan digunakannya cable tool. 4. Fluida tidak mengalir dengan diameter penuh. Didalam screen liner completion , dijumpai beberapa macam jenis screen liner yang dapat digunakan, yaitu sloted screen liner atau screen liner dengan
lubang berupa celah yang horizontal atau vertikal, wire wrapped screen liner yaitu pipa saringan berupa anyaman dan prepack screen liner yang berupa pipa saringan terdiri dari dua pipa yang diantaranya diisi ol eh gravel. Lubang (opening) pada screen liner harus mempunyai ukuran tertentu agar pasir dapat membentuk susunan penahan (bridging) dan tertahan pada screen . Untuk maksud tersebut dilakukan analisa butiran pasir dengan tujuan menganalisa besar butir dan distribusinya.
Gambar 3.9. Screen and Line Completion (Petty John., 1958)
Gambar 3.10. Jenis-Jenis Screen Pengontrol Pasir (De Piester, C. L.,1972)
B. Perforated Liner Completion Dalam metode ini casing dipasang diatas zona produktifnya dibor dan dipasanga casing liner dan disemen. Selanjutnya liner diperforasi untuk produksi. • Keuntungan metode Perforated Liner Completion, antara lain : 1. Kerusakan formasi dapat dikurangi. 2. Produksi gas atau minyak lebih mudah dikontrol. 3. Stimulasi dapat dilakukan secara selektif. 4. Sumur dapat ditambah kedalamannya dengan mudah. • Kekurangan metode Perforated Liner Completion, antara lain : 1. Fluida mengalir ke lubang sumur tidak dengan diameter penuh. 2. Interpretasi log kritis, kerena perlu dilakukan gamma ray log agar tidak salah memilih lapisan pasir dan menghindari zona submargine pada saat akan dilakukan perforasi. 3. Penyemenan liner sulit dilakukan. 4. Ada tambahan biaya untuk perforasi, penyemenan, dan rig time.
Gambar 3.11. Perforated Line Completion
C. Perhitungan Ukuran Lubang pada Screen
Prosedur analisa besar butir adalah sebagai berikut : sample yang diambil dari side wall corring ditumbuk agar butiran-butiran pasirnya terpisah. Kemudian dimasukkan ke dalam alat analisa butiran yang tersusun dengan sieve opening yang berbada dimana ukuran yang paling besar diletakkan paling atas
dan yang lebih kecil diletakkan dibawahnya. Dengan adanya getaran dari vibrator maka diperoleh butiran-butiran pasir pada tiap-tiap saringan tersebut selanjutnya butiran-butiran pasir pada tiap-tiap saringan ditimbang. Persen berat kumulatif yang terhadap pada saringan ( sieve) diplot terhadap log dari pada ukuran masing-masing saringan pada kertas grafik. Plot dapat juga dilakukan untuk persen berat pasir pada masing-masing saringan terhadap ukuran masing-masing saringan. Penentuan ukuran pelubangan pada screen liner biasanya didasarkan pada diameter butiran (pasir) pada persen
kumulatifnya (d). Beberapa penelitian yang memberikan batasan mengenai ukuran lubang pada screen liner sebagai berikut : Wilson
: W = d 20
Coberly
: W = 2d 10
Gill
: W = d 15
De Priester
: 0,050 in ≤ W ≤ d 20
dimana : W
= ukuran pelubangan screen liner , inchi
d 10
= diameter butir pasir pada titik 10% berat kumulatif pada kurva distribusi, inchi
d 15
= diametr butir pasir pada titik 15% berat kumulatif pada kurva distribusi, inchi
d 20
= diameter butir pasir pada titik 20% berat kumulatif pada kurva distribusi, inchi
Gambar 3.11 akan memberikan hasil yang memuaskan terutama apabila masalah kepasiran dijumpai pada formasi-formasi baru. Ukuran celah selebar 0,05 merupakan ukuran minimum yang dapat mencegah tersumbatnya celah
tersebut. Apabila harga d 20 lebih kecil dari 0,05 maka perlu digunakan metode sand control yang lain. Berdasarkan standar API, lebar slot yang kecil
mempunyai toleransi ±0.001 inchi dengan spesifikasi lebar slot antara 0.005 sampai 0,039. Selain ukuran lebar celah, faktor penting lainnya adalah perencanaan diameter screen yang akan digunakan. Perencanaan diameter screen dimaksud untuk memperoleh produktifitas yang tinggi dan kemudian pengoperasian pada sand control dengan metode gravel pack . Beberapa petunjuk yang digunakan
untuk merencanakan diameter screen pada sumur-sumur yang dipasang casing, antara lain adalah : 1. Secara praktis, diameter luar (OD) screen paling tidak berukuran 2 inchi lebih kecil dibanding diameter dalam (ID) casing. 2. Screen tidak membutuhkan diameter yang lebih besar dari pada production casing.
Tabel III-3 dibawah ini merupakan diamater screen yang dianjurkan untuk setiap diameter casing tertentu. Tabel III-3 Diameter Screen yang di Anjurkan (Thomas Allen, Allen Robert, 1982)
Casing Size
Maksimum Screen Diameter
OD (in)
WT (lbs)
ID (in)
Pipe OP (in)
Wire OP (in)
4
9,5 11,6 18,0 17,0 24,0 29,0 33,7 47,0
3,548 4,000 4,267 4,892 5,921 6,184 6,765 8,681
1 4 ¼ 1 ½ 2 3/8 3½ 4 4 5 ½
1,815 2,160 2,400 2,875 4,000 4,500 5,500 6,000
4 1/2 5 5 1/2 6 5/8 7 7 5/8 9 5/8
Gambar 3.12. Grafik Distribusi Ukuran Butir Pasir (De Piester, C. L.,1972)
Disamping hal tersebut diatas, berikut ini merupakan beberapa petunjuk yang digunakan untuk merencanakan diameter dari screen pada open hole completion, yaitu:
1.
Diameter lubang screen paling tidak berukuran 4 inchi lebih kecil dibandingkan diameter lubang sumur.
2.
Screen tidak selalu membutuhkan diameter yang lebih besar dari diameter production casing.
3.1.5.2.2.
Gravel Pack Completion
Gravel pack merupakan saringan dari butiran dengan berbagai ukuran yang
ditempatkan diantara formasi batuan yang tidak stabil dengan lubang bor. Pemasangan gravel pack bertujuan untuk menghentikan pergerakan pasir formasi, serta memungkinkan produksi ditingkatkan sampai kapasitas maksimum. Gravel pack dapat mengendalikan problem kepasiran dengan baik dan tahan lama jika gravel yang dipilih baik dan dapat menahan invasi partikel halus dari formasi.
Gravel dirancang berdasarkan distribusi besar butir yang didapa dari analisa contoh
batuan formasi dengan pertimbangan : 1. Ukuran gravel optimum yang sesuai dengan ukuran butiran pasir 2. Luas optimum dari screen slot untuk menahan gravel 3. Teknik penempatan yang paling efektif
Gambar 3.13. Susunan Ideal Gravel secara Hexagonal ( d = 0,1547 D ) (Wigner, E. M. and Coberly, C. J.,1970)
Gambar 3.14. Susunan Ideal Gravel secara Cubic ( d = 0,4142 D ) (Wigner, E. M. and Coberly, C. J.,1970)
Pada kenyataannya, operasi gravel pack gagal meningkatkan kapasitas produksi, meski dapat menahan pergerakan pasir. Kegagalan ini disebabkan oleh karena berkurangnya permeabilitas didepan zona produksi, akibat partikel-partikel halus bercampur dengan gravel . Pencampuran partikel-partikel ini dapat terjadi pada saat operasi gravel packing sedang berjalan maupun sesudahnya. Pendekatan analitik dari gravel pack yang digunakan adalah berdasarkan pada pori-pori antara butiran-butiran gravel. Secara teoritis packing yang paling longgar, yang dibentuk dari partikel-partikel bulat dengan ukuran seragam adalah cubic packing. Dengan susunan tersebut, partikel yang dapat melewati ruang antar
partikel tersebut berukuran 0,4142 dikali diameter diameter pasir formasi yang terkecil. Sedangkan packing yang paling rapat adalah berbentuk hexsagonal dan partikel yang dapat melewati ruangan antara partikel tersebut berukuran 0,1547 dikali dengan diameter yang membentuk packing. Dari percobaan, ternyata bentuk packing yang terjadi mendekati hexsagonal packing . Dengan demikian ukuran gravel yang digunakan harus lebih kecil atau sama dengan 6,64 dikali dengan
diameter pasir formasi yang terkecil. Tetapi ternyata butiran-butiran pasira yang halus dapat membentuk bridge yang stabil di muka celah-celah partikel gravel . Dengan demikian ukuran celahcelah ini tidak lebih besar dari tiga kali ukuran partikel. Berdasarkan hal ini, Coberly dan Wagner mengusulkan ukuran gravel yang digunakan sama dengan 10
kali D10 adalah 10 percentile dari hasil sieve analisis. Untuk menentukan ukuran gravel , beberapa ahli lain memberikan saran atau pendapat, sebagai berikut : Saucier
: D50 = 5 sampai 6 d 50
Sparlin
: D50 = 4 sampai 8 d 50
Tausch-Coberly
: 6 D50 ≥ D ≥ 4 D10
Schwartz
: untuk C < 3 → D 10 = 6 d 10 untuk C < 3 → D 40 = 6 d 40
Schwartz memberikan pendekatan dalam menentukan ukuran gravel , yaitu
dengan menentukan hal-hal sebagai berikut :
1. Analisa Butiran Pasir Formasi Setelah diperoleh kurva distribusi ukuran butir pasir f ormasi produksi, maka kurva tersebut digunakan untuk perhitungan selanjutnya. 2. Harga Perbandingan Gravel terhadap Pasir Formasi atau G-S Ratio G-S Ratio adalah perbandingan antara ukuran butiran gravel dengan ukuran
butir pasir formasi. G-S Ratio sangat penting hubungannya dengan pemilihan ukuran gravel. Beberapa bentuk persamaan yang diberikan oleh para ahli, adalah sebagai berikut : a. Saucier G - S Ratio
50 Percentile Gravel
50 Percentile Sand
.................................................(3-12)
b. Schwartz G - S Ratio
G - S Ratio
10 Percentile Gravel
10 Percentile Sand 40 Percentil Gravel
40 Percentil Sand
.................................................(3-13)
..................................................(3-14)
c. Coberly-Hill-Wagner-Gumpertz G - S Ratio
Ukuran Gravel Terbesar
Ukuran Pasir 10 Percentil
........................................(3-15)
d. Maly G - S Ratio
Ukuran Gravel Terkecil
Ukuran Pasir 10 Percentil
........................................(3-16)
Gambar 4-12 menunjukkan efek G-S Ratio terhadap permeabilitas gravel pack , dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa untuk harga G-S Ratio
kurang dari 5, terjadi pengurangan permeabilitas gravel pack , karena gravel yang dibutuhkan untuk mengontrol pasir terlalu kecil. Sedangkan pada harga G-S Ratio 6 sampai 10, terjadi pengurangan permeabilitas efektif pengepakan gravel. Untuk harga G-S Ratio lebih dari 10, maka pasir formasi akan dengan bebas melewati pengepakan gravel . Harga optimum G-S Ratio adalah 5 sampai 6, karena nampak fungsi penahan ( bridging) dari gravel . Sehingga Saucier menyimpulkan bahwa harga G-S Ratio optimum ukuran gravel terhadap ukuran pasir formasi antara 5 sampai 6 dapat dipakai untuk
mempertahnkan
stabilitas
pengepakan,
karena
permeabilitas
dapat
digunakan dalam keadaan tetap tinggi. Sedangkan untuk ukuran gravel yang terlalu besar, maka pasir formasi akan menerobos kadalaman pengepakan gravel dan akan menambah kehilangan tekanan ( pressure drop) seperti pada
Tabel III-4.
Gambar 3.15. Pengaruh G-S Ratio terhadap Permeabilitas Gravel Pack (Thomas Allen, Allen Robert, 1982)
3. Keseragaman Pasir Formasi Distribusi ukuran gravel yang seragam akan mampu menahan butiran pasir formasi yang tidak seragam. Pada harga G-S Ratio mendekati 6 disebut dengan titik perencanaan atau ukuran butir kritis ( critical size). Berdasarkan pengamatan menunjukkan bahwa : a. Untuk pasir dengan ukuran butir seragam (C < 5), maka titik D 10 merupakan design point dengan G-S Ratio adalah D10 = 6 d 10. b. Untuk pasir dengan ukuran butir tidak seragam (C > 5), maka titik D 10 merupakan design point dengan G-S Ratio adalah D40 = 6 d 40.
Tabel III-4 Efek G-S Ratio terhadap Pressure Drop (Suman George, O., 1983) Media Gravel Size Flow Rate Pressure Drop Media Sand Size
(BPD)
(psi)
6,0
6,2 14,0 8,2
16 30 16
8,5
7,7 13,0 7,7
54 180 94
12,8
6,3 11,2 8,2
160 97 270
4. Ukuran Aliran Fluida kedalam Lubang Screen Kecepatan aliran akan mempengaruhi daya angkat butiran pasir formasi. Setiap aliran butir gravel mempunyai kecepatan aliran kritis (aliran yang melalui perforasi), yang apabila dilewati akan menyebabkan rangkaian penahan pada pengepakan akan hancur. Kecepatan kritis ini tidak dapat diperoleh secara mutlak, namun berhubungan langsung dengan kestabilan pengepakan. Schwartz memberikan pendekatan sebagai berikut : a. Untuk pasir seragam ( C < 5) dan kecepatan aliran lebih kecil dari 0,05 fps, maka G-S Ratio adalah D10 gravel = 6 d 10 pasir b. Untuk pasir tidak seragam ( C > 5) dan kecepatan aliran lebih kecil dari 0,05 fps, maka G-S Ratio adalah D40 gravel = 6 d 40 pasir c. Untuk pasir sangat tidak seragan ( C > 10) dan kecepatan aliran lebih besar atau sama dengan 0,1 fps, maka harga G-S Ratio adalah D70 gravel = 6 d 70 pasir Kecepatan aliran dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
Kecepatan Aliran
Laju Produksi, curf/s
50% Luas Slot yang Terbuka, ft 2
........................(3-16)
Sebagian besar dari penelitian di laboraturium menyatakan bahwa secara ideal G-S Ratio harus dibuat dengan range harga 5 sampai 6. Harga dicatat bahwa tight pack dan G-S Ratio dengan harga 6, butiran pasir akan sukar masuk ke dalam pori-pori dari garvel pack . Dengan loose pack kemungkinan butiran pasir bisa masuk ke dalam pori-pori antara butiran gravel .
Dalam mendesain gravel pack harus memperhatikan aturan-aturan berikut ini : 1. Ukuran gravel yang dipakai diusahakan seluas mungkin tetapi pasir formasi harus bisa berhenti pada bagian luar gravel . 2. Ukuran gravel (pada titik 40 percentil) harus 6 kali dari 40 percentile pada kurva sand analisis. Untuk pasir seragam dan kecepatan aliran yang rendah harus 10 percentile dapat digunakan. 3. Ukuran butir pasir sangat bervariasi di dalam formasi, oleh sebab itu harus diperhatikan dengan adanya ukuran butir pasir yang lebih kecil, terutama pada kecepatan aliran yang tinggi, butiran-butiran pasir yang tidak seragam, fluktuatif laju aliran, dan GOR yang tinggi. 4. Gravel di pack dengan sistem ketat (tight pack ), G-S Ratio didasarkan pada sistem tight pack . 5. Ketebalan pack harus mencapai paling sedikit 3 inchi, karena dari eksperimen laboraturium memperlihatkan bahwa ketebalan gravel pack sama dengan 4 atau 5 kali diameter gravel akan bisa mengontrol pasir dengan baik. Pada laju aliran yang naik turun (fluktuatif), ketebalan gravel 3 inchi merupakan harga yang minimum. 6. Dalam penempatan gravel harga dihindari pencampuran antara gravel dengan pasir formasi kerena akan mengurangi permeabilitas campuran gravel-sand yang diperoleh. Selain itu butiran pasir yang halus ( fine) dalam gravel juga mengurangi permeabilitas gravel pack . Oleh sebab itu dengan
memperhatikan aturan-aturan tersebut diharapkan butiran-butiran pasir dapat tertahan dengan baik dan membentuk bridging yang teratur tanpa menimbulkan blocking.
Netose gravel pack disarankan untuk mengontrol pasir pada zona yang
panjang. Gravel packing juga baik dipakai untuk zona yang pendek, tetapi di dalam remedial work , multiple completion, diameter sumur yang kecil, dan adanya
abnormal pressure akan menambah kesulitan dan biaya. Untuk menempatkan butiran gravel pack tergantung sistem sumur yang digunakan. Penempatan gravel pack ada 2 cara, yaitu : 1. External / Open Hole Gravel Pack Jenis gravel ini yang diterapkan pada sumur yang berkondisi open hole, dimana selalu digunakan pada single completion. Secara luas open hole gravel pack diterapkan dimana karakteristik formasi memenuhi
komplesi lubang terbuka dan instalasi kontrol kepasiran harus mampu mengalirkan fluida reservoir secara maksimal. Perencanaan dan pemakaian open hole gravel pack yang tepat akan memberiakn produktifitas yang lebih besar daripada inside gravel pack atau metode sand consolidation, kerena yang terperforasi akan memperbaiki aliran
radial yang terjadi didalam sumur. Open hole / External gravel pack akan sesuai untuk diterapkan
pada sumur-sumur yang index produktifitasnya tidak mengalami penurunan yang besar selama berproduksi. Pada external gravel pack ini gravel ditempatkan kedalam formasi dibelakang casing yang kemudian casing pada zona tersebut dipotong dan diperbesar (Gambar 3.16).
Keterangan Gambar : a. Formasi produktif yang akan digravel diperforasi, kemudian lubang dibersihkan dari pasir formasi. b. Rangkaian pipa diturunkan, kemudian gravel diinjeksikan dengan tekanan tertentu. c. Screen liner dengan packer diturunkan disertai dengan pipa pembersih ( wash pipe) untuk membersihkan pasir yang ada dalam sumur. d. Setelah selesai penempatan screen line pada kedalam yang diinginkan, maka wash pipe diangkat.
2. Inside Casing Gravel Pack Jenis gravel pack yang diterapkan pada kondisi lubang bor dalam keadaan tercasing dan terperforasi. Prinsip pemasangan gravel pack ini adalah dengan menempatkan gravel pack tersebut diantara liner dan casing. Metode cased hole / inside gravel pack dapat diterapkan pada :
1. Formasi dengan interval produksi yang panjang, dimana metode penenempatan pasir / sand consolidation tidak dapat diterapkan. 2. Formasi yang berlapis-lapis, dimana produksi diharapkan dapat dilakukan melalui satu rangkaian pipa produksi.
Gambar 3.16. Prosedur Pemasangan Gravel Pack (Suman George, O., 1983)
Faktor utama yang harus diperhatikan dalam case hole gravel pack ini adalah dilakuakannya pembersihan lubang perforasi dengan menggugurkan fluida complesi sebelum gravel dimasukkan ke dalam lubang sumur / formasi, hal ini
untuk mencegah terjadinya sumbatan pada jalur maupun lubang perforasi. Pada inside gravel pack , liner dipasang dalam casing yang diperforasi dan gravel
ditempatkan antara liner dengan casing. Keuntungan inside gravel pack adalah sederhana dan relatif lebih murah.
3.1.5.2.2.1.
Perhitungan Ukuran Gravel Pack
Metode sand control dengan menggunakan gravel pack harus dilengkapi dengan liner, yang mana liner ini diharapkan dapat memberikan luas atau penampang yang cukup besar sehingga tidak terdapat pressure drop yang besar dan dapat menahan semua gravel . Adanya gravel yang ikut terproduksi dapat mengurangi kerapatan dari packing, yang dapat menimbulkan butiran-butiran pasir yang lebih besar ikut terproduksi. Dalam menentukan ukuran gravel yang akan digunakan, beberapa ahli memberikan pendapat sebagai berikut : Coberly menyarankan bahwa ukuran diameter diameter gravel terbesar
adalah 10 kali dari pada ukuran diameter pasir formasi dan 10% berat kumulatif pada sieve analysis (10 x d 10). Tausch dan Coberly menyarankan, bahwa ukuran diameter gravel (D)
adalah lebih kecil dari 6d 10 dan lebih besar dari 4d 10.
Tabel III-5 Ukuran untuk Gravel Pack (De Piester, C. L.,1972) Sumber Close packing spheres Size for "simple" bridging Coberly & Wagner (1937) Gumprertz (1940) Sizing to prevent fines migration Hill (1941) Dept. Of Agriculture (1952) De Priester (1967)
Interval Gravel
Interval Pasir
Rumus
One size
One size
D = 2,41d
Narrow Narrow
Broad Broad
D ≤ 10d10 D ≤ 11d11
Narrow
Broad
D < 8 d 10
Narrow Broad
Broad Broad
6,4 d 50 > D50 > 3,8d D50 ≤ 8d 50 D90 ≤ 12d90 D10 ≥ 3d90 D85 ≤ 4d15 Stein (1969) Broad Broad Percobaan yang dilakukan oleh Coberly dan Wagner menunjukkan bahwa
ukuran celah-celah liner harus sedikit lebih besar dari ukuran gravel sehingga dapat terjadi bridging. Tetapi dalam praktek, pada gravel yang mempunyai sorting yang
baik, pada mulanya akan terproduksi sejumlah gravel secara bersamaan dicelah liner . Sehubungan dengan hal ini lebih celah pada liner hampir selalu direncanakan
lebih kecil dari ukuran gravel yang terkecil. Dowell - Schamberger , menyatakan bahwa ukuran celah adalah dua pertiga dari ukuran gravel yang terkecil. Ukuran screen yang baik untuk dipilih adalah yang dapat menahan butiran gravel pada tempatnya serta dapat memberikan luas aliran yang mencukupi. Ada
beberapa pendapat yang dikembangkan oleh para ahli untuk ukuran screen ini, yaitu antara lain : 1. Coberly – Wagner W ≤ D100 2. Tauch – Coberly W = D50 3. H. J. Ayre W
2( D s
D1 - D s 2
)
dimana : D50 : Diameter butir pada titik 50% berat kumulatif pada kurva sieve analysis, inchi
Ds : Diameter gravel terkecil, inchi D1 : Diameter gravel terbesar, inchi Dalam prakteknya, lebar celah screen yang sering digunakan adalah 0,5in≤W≤d20. Ukuran lebar celah screen 0.05 inch merupakan ukuran minimum yang dapat mencegah tersumbatnya celah tersebut. Untuk menentukan ukuran screen yang digunakan sesuain dengan ukuran range yang tersedia, dapat
ditunjukkan pada Tabel III-6. Tabel III-6 Ukuran Screen yang Digunakan Berdasarkan Ukuran Range Gravel (Suman George, O., 1983)
Gravel Size
Gravel Size
Screen Gauge
Screen Gauge
(U.S. Mesh)
(inch)
(inch)
(inch x 10-3)
40/60 30/50 20/40
0,0165-0,0093 0,0230-0,0120 0,0330-0,0165
0,008 0,010 0,012
8 10 12
16/30 12/20 6/16
0,0470-0,0230 0,0660-0,0330 0,0940-0,0470
0,016 0,020 0,028
16 20 28
Pada umumnya ukuran gravel pack akan menetukan ukuran screen opening , dimana screen opening berkisar antara 1/2 sampai 2/3 kali ukuran diameter gravel pack yang terkecil, yang telah diseleksi. 3.1.5.2.2. Frackpac Frackpac adalah suatu cara untuk mengontrol pasir pada sumur produksi
dengan formasi yang unconsolidated. Hal ini meliputi tekanan pada pengepakan khususnya pada butiran yang berhubungan dengan permukaan formasi. Alasannya untuk menstabilkan matrix pasir dan membatasi pergerakan formasi yang tidak kompak dengan fluida produksi sampai “ Critical Flow Area” pada lubang sumur. Kebanyakan, kesuksesan dari packs diperoleh dengan metode umum dengan penempatan sand yang lebar dan dengan positive sand-outs. Untuk mengerjakannya rata-rata dibutuhkan 20 – 50 sacks pasir untuk formasi yang dangkal. Pasir frackpac ditempatkan pada permukaan sumur yang cocok untuk mengelirkan fluida. Tekanan diinjeksikan pada formasi yang di pack sama seperti pada fracturing. Keuntungan dari fracpack antara lain, yaitu : 1.
Frackpac pada efektif untuk menahan pasir dan silt yang terkumpul dengan
formasi unconsolidated . 2. Frackpac mungkin cukup mempengaruhi tekanan pada formasi yang akan diajukan untuk stimulasi pada tahap produksinya. 3. Frackpac mungkin
mempengaruhi
umur
perawatan
sumur
untuk
mengontrol pasir dengan meminimalisir perubahan interval dari formasi yang sebenarnya. 4. Frackpac mungkin membantu dalam mempertahankan luas efektif daerah pengurasannya. 5. Frackpac dapat mengurangi masalah yaitu dapat memproduksi untuk waktu yang lama tanpa memperbaiki atau clean out.
6. Frackpac dapat meminimalisir bahaya erosi pasir pada peralatan sumur karena dapat menurunkan harga. 7. Frackpac dapat memberikan harga pengangkatan fluida yang rendah dengan mempertahankan produksi yang bebas dari padatan. Untuk menerapkan pada daerah yang lebih luas dengan kondisi sumur yang memungkinkan, frackpac dapat diterapkan dengan 2 cara, yaitu : 1. Conventional Frackpac , proses ini biasanya diterapkan pada open hole completion atau perforated casing completion. Proses ini membutuhkan
peralatan sloted atau perforated liner sebagai penghubung dengan pack . 2. Linerless Frackpac, metod ini terbatas untuk perforated casing completion dimana lubang perforasi tidak diperbesar dengan overperforating, erosi, atau korosi. Keuntungannya adalah tidak menghalangi sisi dari lubang sumur untuk berhubungan dengan operasi berikutnya atau work over . Proses ini disesuaikan dengan campuran butiran pasir yang besar dengan pengepakan pasir tertentu. Butiran pasir yang besar akan dipecah kedalam fluida pembawa yang siap melewati lubang perforasi. Ketika telah terjadi pengepakan maka butiran akan memelihara hubungan perforasi dan membatasi pergerakan pasir ke dalam lubang sumur. 3.1.5.3. Metode Kimia
Metode kimia adalah salah satu metode untuk mengatasi problem kepasiran, yaitu dengan menempatkan resin dan gravel ke dalam formasi. Pada dasarnya metode ini merupakan kombinasi antara 2 prinsip kepasiran, yaitu pembuatan semen buatan ditempat dan rangkaian penahan pasir. Jadi diharapkan campuran ini dapat menyemen pasir formasi pada tempatnya sehingga kekuatan ikatan ant ar butir formasi menjadi semakain besar. 3. Dalam metode kimia dikenal 2 macam cara, yaitu dengan konsolidasi pasir dan dengan konsolidasi gravel . 3.1.5.3.2. Konsolidasi Pasir
Pemecahan problem pasir dengan metode konsolidasi pasir menyangkut proses injeksi bahan-bahan kimia kedalam formasi yang tidak terkonsolidasi, guna menyemen butir-butir pasir formasi. Bahan kimia yang diinjeksikan kedalam
formasi akan mengeras dan memadat dalam formasi. Sehingga memiliki 2 fungsi, yaitu : a. Menyemen butir-butir pasir pada tempatnya, agar kekuatan ikatan antar butiran semakin bertambah. Untuk keperluan ini harus dijaga agar pemurunan permeabilitas yang terjadi seminimal mungkin. b. Meningkatkan kekuatan atau ketahanan setiap butir pasir, dengan cara membentuk matrix yang terdiri dari plastik juga butir-butir pasir. Dari pengukuran di laboraturium terhadap batuan pasir kwarsa yang bersih dengan permeabilitas tinggi dan telah mengalami konsolidasi dengan resin, didapat bahwa
compresive strength berkisar
antara
3000 – 7000 psi. Sedangkan
permeabilitasnya berkurang menjadi 50 – 90% dari semula. Penurunan permeabilitas 30% hanya mengakibatkan penurunan produktivitas sebesar 10%. Semakan besar compresive strength , maka semakin kecil permabilitas yang terjadi, dan sebaliknya.
Sistem pasir terkonsolidasi dapat berkurang kekuatannya bila bersentuhan dengan air garam. Pengaruh air garam ini dapat diperkecil dengan penggunaan coupling-agent , yang dapat membantu ikatan butir pasir dengan resin.
Dua masalah utama yang timbul dalam konsolidasi pasir adalah penempatan resin kedalam formasi secara sempurna serta kandungan shale atau clay dalam
formasi. Pada penempatan resin didalam formasi, dikenal beberapa proses, yaitu : a. Pemisahan Fasa Pada proses ini resin dilarutkan dalam hidrokarbon. Dikombinasikan dengan suatu aktivator, fasa cair dari resin akan memisahkan diri dari zat pelarut setelah beberapa waktu dan kemudian memadat. Setelah terjadi pemisahan, namun masih dalam keadaan cair, resin akan menempel titik singgung antara butir-butir pasir karena gaya kapiler. b. Overflash Disini larutan resin diinjeksikan diikuti oleh fluida lain, yang bertugas mendorong resin dan membersihkan sisa-sisa resin, tetapi masih meninggakan residual resin saturation pada titik kontak antar butir-butir. Overflash dibuat untuk mengontrol ketebalan lapisan plastik, compressive strength dan permabilitas. Overflash yang biasa digunakan adalah
hidrokarbon, tetapi dapat pula air. Untuk mempertinggi efek penyapuan digunakan fluida yang viscous. c. Preflush Pada proses ini air garam diperkecil konsentrasinya dengan injeksi hidrokarbon, sedangkan air conate didorong atau dipindahkan dengan isoprophyl alkohol dan surfactan atau mutual solvent . Bila air garam tidak
dihilangkan maka compressive strength yang tercapai hanya sekitar 20 – 40% dari yang seharusnya. Kekuatan batuan konsolidasi sangat dipengaruhi oleh kandungan shale atau clay dalam formasi. Pada pasir yang kotor, diperlukan larutan dengan
resin
berkonsentrasi tinggi guna mengatasi luas permukaan butiran silt dan lempung. Sistem pemisahan fasa tidak sesuai untuk pasir kotor, karena akan membentuk gel pada konsentrasi resin lebih dari 30 %. Pada pasir kotor, kadar shale lebih dari 30% sehingga lebih baik digunakan overflush. Jumlah resin yang digunakan tergantung pada porositas batuan, penetrasi, dan panjang interval. Penambahan volume sebesar 50% diperlukan untuk mengatasi migrasi fluida diatas dan dibawah interval produksi. Tekanan injeksi resin harus lebih kecil dari tekanan rekah formasi, untuk mendapati penetrasi yang
seragam keseluruh interval. Konsolidasi pasir sangat baik dilakukan untuk kondisi sumur sebagai berikut : 1. Interval treatment kurang dari 10 ft. 2. Tanpa produksi pasir sebelumnya, karena bahan-bahan kimia sukar didistribusikan secara merata pada formasi yang berongga-rongga. 3. Zona paling atas dari sumur komplesi ganda, dimana tidak terdapat peralatan mekanik yang ditinggalkan dalam lubang sumur. 4. Tekanan reservoir tinggi. 5. Kecenderungan produksi pasir terbatas. 4. Pasir berkualitas baik dengan permeabilitas vertikal cukup tinggi.
3.1.5.3.2. Konsolidasi Gravel
Proses ini menyangkut penggunaan suatu bubur ( slurry) yang terdiri dari fluida pembawa, plastik (epoxy atau furan), coupling agent , gravel atau pasir dan aktivator. Bubur dicampur dipermukaan dan dipompakan melewati lubang perforasi. Maksud operasi ini adalah membentuk suatu penahan mekanik yang mempunyai permeabilitas tinggi bagi formasi pasir yang terkonsolidasi. Selanjutna gravel yang tersisa dari lubang bor dibor kembali dan dikeluarkan lagi.
Metode ini kadang-kadang digunakan pada zona bagian atas karena tidak memerlukan peralatan mekanik khusus. Metode ini lebih menguntungkan dengan metode gravel pack , karena ikatan gravel yang kuat sehingga tidak mungkin masuk kedalam formasi. Dalam kondisi dimana terjadi produksi pasir dalam jumlah banyak dan casing mengalami kerusakan, maka dapat dilakukan squeezed gravel terkonsolidasi dan memasang gravel pack dibelakang casing. Kebanyakan operasi gravel terkonsolidasi menggunakan fluida pembawa yang viscous dengan konsentrasi gravel yang tinggi untuk memperkecil terjadinya pencampuran dalam pasir formasi.
3.1.6 Sistem Terpadu Pembersihan Pasir Mengunakan Hydraulic Jet Pump 3.1.6.1 Prinsip Kerja
Sistem terpadu ini dibagi menjadi 2 bagian subsistem yaitu system bawah permukaan dan sitem permukaan. Sistem permukaan terdiri dari pompa sentrifugal, tanki separator, tanki pengumpul pasir, yang ada seperti di gambar 1, sedangkan pada system bawah permukaan perlatannya terdiri jet pump, packer, flow diverter, sand cleanout pie, dan jetting nozzle yang ditunjukan pada gambar 2. Pada prinsipnya fluida kerja yaitu air di injeksikan dengen pompa sentrifugal dari permukaan ke dalam lubang sumur melalui annulus dan dipisahkan menjadi 2 bagian menggunakan flow diverter. Bagian pertama pada fluida kerja berperan sebagai fluida pembawa pasir dan mengalir kedalam lubang sumur melalui sand cleanout pipe lalu melewati jetting nozzle yang ada dibagain bawah cleanout pipe. Jetting nozzle berguna untuk mengubah tekanan tinggi dari carrier fluid menjadi kecepatan tinggi. Kecepatan dari carrier fluid tersebut akan
membantu mengaduk pasir yang ada didasar lubang sumur dan membawa nya naik ke throat dari jet pump melalui ruang antara tubing dan sand cleanout pipe . Bagian lain dari fluida kerja berperan sebagai fluida kerja dari jet pump itu sendri, mengalir melalui nozzle dari pompa, merubah kecepatan tinggi, dan tekanan rendah di dasar lubang untuk meneyedot carrier fluid bersama- sama dengan partikel pasir menuju ke pompa. Setlah itu partikel pasir dan fluida bercampur didalam throat dari jet pump dan setelah itu diaangkat ke permukaan melalui tubing.
3.1.6.2 Perilaku Transportasi Pasir
Sangatlah penting untuk mengerti perilaku transportasi pasir pada carrier fluid. karena pengangkatan pasir dari dasar lubang sumur untuk saat pembersihan pasir dilakukan dengan carrier fluid. Secara umum, telah diketahui bahwa adanya kecepatan kritis dari fluida yang dapat membentuk suatu lapisan padatan di dasar sumur. pada sumur vertikal, ketika air digunakan sebagai carrier fluid maka rule of thumb dari kecepatan kritis air harus dua (2) kali lebih besar dari kecepatan pasir mengendap untuk memastikan pasrtikel oasir terangkat ke permukaan oleh carrier fluid. Uji Pengendapan Pasir Statis Dengan mengasumsikan bahwa butir pasirnya memiliki kebulatan yang sempurna dan diendapkan pada fluida non-newtonian yang immobile dan tidak ada listrik statis, maka free ultimate sand settling velocity dapat dihitung sebagai berikut:
Dimana:
0 = √ 43(− )
g
: percepatan gravitasi, m/s2
ds
: spherical sand diameter, m
ρs
: densitas partikel pasir, kg/m3
ρl
: densitas working fluid, kg/m3
CD
: koefisien resistensi
Gambar 3.17. Skema Sistem Diatas Permukaan
Gambar 3.18. Skema Sistem Dibawah Permukaan
3.1.6.3 Pengaruh Pengendapan Gangguan Pasir
Untuk pengendapan pasir dalam carrier fluid , kecepatan pengendapan pasir akhir berubah karena interferensi di antara partikel pasir dan interferensi antara partikel pasir dan medium sekitarnya juga. Banyak eksperimen menunjukkan bahwa, jika efek interferensi dipertimbangkan, kecepatan pengendapan pasir akhir dengan interferensi dapat diperoleh dengan :
′ = (1−6.55) = (<0.05) 3.1.6.4 Efek Dari Bentuk Partikel Pasir
Umumnya, karena partikel pasir formasi tidak memiliki bentuk bulat yang ideal, faktor bentuk biasanya digunakan untuk mengukur efek bentuk partikel pasir pada kecepatan pengendapan pasir akhir. Faktor bentuk didefinisikan sebagai rasio kecepatan pengendapan pasir akhir yang sesungguhnya terhadap kecepatan pengendapan akhir dari kebulatan ekuivalen, dengan asumsi kebulatan tersebut memiliki kerapatan dan volume yang sama seperti pasir formasi. Kemudian, kecepatan akhir pengendapan partikel pasir dalam cairan statis dapat dinyatakan sebagai :
= ′
= factor bentuk dari partikel pasir formasi (didapat dari settling test partikel pasir
dari suatu resertvoir) Dalam percobaan, kecepatan pengendapan pasir akhir diukur untuk partikel pasir dengan diameter yang berbeda dengan melakukan uji pengendapan pasir statis. Selain itu, kecepatan akhir dan pengendapan bebas dapat ditentukan dengan menggunakan rumus Allen. Menurut definisi di atas, faktor bentuk ditentukan dengan menggunakan kecepatan pengendapan pasir terukur akhir dan yang dihitung untuk setiap ukuran partikel pasir. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 1 bahwa faktor bentuk partikel pasir dengan ukuran yang berbeda mendekati satu sama lain dan
faktor bentuk rata-rata partikel pasir yang digunakan dalam percobaan adalah 0,8365. 3.1.6.5 Efek Dari Kecepatan Carrier Fluid
Pola aliran carrier fluid dan gesekan antara carrier fluid dan dinding pipa memberikan efek signifikan pada kecepatan pengendapan akhir partikel pasi r dalam carrier fluid yang mengalir, yang sulit untuk ditentukan secara analitis. Sebagai
alternatif, percobaan telah dilakukan untuk menentukan hubungan antara kecepatan carrier fluid dan kecepatan pengendapan akhir partikel pasir dalam carrier fluid
yang mengalir, seperti yang digambarkan pada Gambar 3. Dapat dilihat bahwa, secara umum, semakin besar ukuran pasirnya, semakin besar kecepatan pengendapan pasir akhir. Selanjutnya, kecepatan pengendapan pasir akhir menurun hampir secara linear karena kecepatan aliran fluida pembawa meningkat. Kemiringan setiap baris pada berbagai ukuran pasir seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3 tercantum pada Tabel 2. Perlu dicatat bahwa kemiringan yang diperoleh untuk ketiga ukuran pasir sangat dekat satu sama l ain. Dengan demikian, kecepatan partikel pasir dalam carrier fluid , us, dapat dikorelasikan dengan kecepatan pengendapan pasir akhir, us0s, dan kecepatan carrier fluid , ul, sebagai berikut :
= +
Dimana,
= = − ()
β diperoleh dari hubungan yang ditentukan secara eksperimen dari kecepatan pengendapan pasir akhir dan kecepatan carrier fluid pada ukuran pasir yang berbeda.
3.1.6.6
Model Teoritis
3.1.6.6.1
Laju Minimum dari Carrier Fluid
Untuk memastikan partikel pasir bergerak ke atas, kecepatannya dalam carrier fluid harus lebih besar dari nol, yaitu,
>0
Menggabungkan persamaan 6 ke persamaan 5 menjadi:
Umin =/−
Dimana Ul min adalah kecepatan minimum cairan pembawa untuk membawa partikel pasir ke atas, m/s. Kemudian laju minimum carrier fluid dapat dihitung dengan :
Dimana :
=.
Amax : cross-sectional area maksimal dari saluran, m2 . Qcmin : laju minimum carrier fluid, m 3/s Dalam prakteknya, laju alir fluida pembawa umumnya lebih besar dari Q cmin untuk memastikan partikel pasir dibawa ke atas ke permukaan dengan carrier fluid. Untuk memaksimalkan kapasitas pengangkatan dan efisiensi pompa jet pada rasio nozzle yang diberikan ke daerah throat (rasio R), rasio optimum laju fluida pembawa terhadap laju alir power fluid (rasio M) harus ditentukan oleh menggunakan kurva kinerja dimensionless dari pompa jet seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3. Maka laju alir minimum fluida kerja dapat dihitung dengan :
Dimana :
=+
Qmin : laju minimum carrier fluid, m 3/s
3.1.6.6.2
Penentuan Distribusi Tekanan
Pada sistem pembersihan pasir terintegrasi, sangat dibutuhkan untuk menentukan distribusi tekanan pada rangkaian pipa produksi, diskontinu tekanan pada jet pump, dan diskontinu tekanan pada jetting nozzle di pipa pembersih pasir. Distribusi Tekanan Pada Rangkaian Pipa Produksi a. Working fluid dari kepala sumur ke jet nozzle
Working fluid dengan tekanan tinggi mengalir ke bawah dari permukaan ke jet pump melalui annulus. Dengan mengasumsikan bahwa working fluid adalah fasa tunggal, yaitu air, maka tekanan working fluid pada jet pump dapat dihitung dengan :
Dimana :
=ℎ+ ℎ 10^−6