BA8B II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi paru-paru 2.1 .1 Anatomi Paru-paru Saluran pernafasan (respirasi) terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, dan paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni saluran pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan external, oksigen di pungut melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli dan dapat erat hubungan dengan darah didalam kapiler pulmunaris. Hanya satu lapis membran yaitu membran alveoli, memisahkan oksigen dan darah oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mm hg dan tingkat ini hemoglobinnya 95%. Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan. Metabolisme menembus membran alveoli, kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronchial, trakea, dinafaskan keluar melalui hidung dan mulut.
2.1.2 Fisiologi Paru Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi, volume toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga (Price,1994) Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi (Price,1994) 2.2 Fungsi Pernafasan Fungsi pernafasan adalah 1. Mengambil oksigen kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh (sel-selnya) untuk mengadakan pembakaran. 2. Mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai sisa pembakaran, kemudian dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang (karena tidak berguna lagi oleh tubuh). 3. dan melembabkan udara (Syaifuddin, 1996) Pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara darah dan udara berlangsung di alveolus paru-paru. Pertukaran tersebut diatur oleh kecepatan dan di dalamnya aliran udara timbal balik (pernafasan), dan tergantung pada difusi oksigen dari alveoli ke dalam darah kapiler dinding alveoli. Hal yang sama juga berlaku untuk gas dan uap yang terhirup paruparu merupakan jalur masuk terpenting dari bahan-bahan berbahaya lewat udara pada paparan kerja (WHO, 1993). Proses sistem pernafasan atau sistem respirasi berlangsung dengan beberapa tahap yaitu : 1. Ventilasi yaitu pergerakan udara ke dalam dan keluar paru. 2. Pertukaran gas dalam alveoli dan darah atau disebut pernapasan luar. 3. Transportasi gas melalui darah. 4. Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan atau disebut pernapasan dalam.
5. Metabolisme penggunaan O2 di dalam sel serta pembuatan CO2 yang disebut pernapasan seluler.
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Senyawa Toksikan dan Mekanisme Toksisitas Serta Gejala Yang Timbul 3.1.1 karbon Monoksiada Karbon monoksida ( CO ) adalah gas yang tidak berwarna dan tidak berbau yang dihasilkan dari proses pembakaran yang tidak sempurna dari material yang berbahan dasar karbon seperti kayu, batu bara, bahan bakar minyak dan zat-zat organik lainnya. Setiap korban kebakaran api harus dicurigai adanya intoksikasi gas CO. Sekitar 50% kematian akibat luka bakar berhubungan dengan trauma inhalasi dan hipoksia dini menjadi penyebab kematian lebih dari 50% kasus trauma inhalasi. Intoksikasi gas CO merupakan akibat yang serius dari kasus inhalasi asap dan diperkirakan lebih dari 80% penyebab kefatalan yang disebabkan oleh trauma inhalasi. 1) Mekanisme Keracunan karbonmonoksida Keracunan karbonmonoksida dapat menyebabkan turunnya kapasitas transportasi oksigen dalam darah oleh hemoglobin dan penggunaan oksigen di tingkat seluler. Karbonmonoksida mempengaruhi berbagai organ di dalam tubuh, organ yang paling terganggu adalah yang mengkonsumsi oksigen dalam jumlah besar, seperti otak dan jantung. Beberapa literatur menyatakan bahwa hipoksia ensefalopati yang terjadi akibat dari keracunan CO adalah karena injuri reperfusi dimana peroksidasi lipid dan pembentukan radikal bebas yang menyebabkan mortalitas dan morbiditas.Efek toksisitas utama adalah hasil dari hipoksia seluler yang disebabkan oleh gangguan transportasi oksigen. CO mengikat hemoglobin secara reversible, yang menyebabkan anemia relatif karena CO mengikat hemoglobn 230-270 kali lebih kuat daripada oksigen. Kadar HbCO 16% sudah dapat menimbulkan gejala klinis. CO yang terikat hemoglobin menyebabkan ketersediaan oksigen untuk jaringan menurun. CO mengikat myoglobin jantung lebih kuat daripada mengikat hemoglobin yang menyebabkan depresi miokard dan hipotensi yang menyebabkan hipoksia jaringan.Keadaan klinis sering tidak sesuai dengan kadar HbCO yang menyebabkan kegagalanrespirasi di tingkat seluler. CO mengikat cytochromes c dan P450 yang mempunyai daya ikat lebih lemah dari oksigen yang diduga menyebabkan defisit neuropsikiatris. Beberapa penelitian
mengindikasikan bila CO dapat menyebabkan peroksidasi lipid otak dan perubahan inflamasi di otak yang dimediasi oleh lekosit. Proses tersebut dapat dihambat dengan terapi hiperbarik oksigen. Pada intoksikasi berat, pasien menunjukkan gangguan sistem saraf pusat termasuk demyelisasi substansia alba. Hal ini menyebabkan edema dan dan nekrosis fokal. Penelitian terakhir menunjukkan adanya pelepasan radikal bebas nitric oxide dari platelet dan lapisan endothelium vaskuler pada keadaan keracunan CO pada konsentrasi 100 ppm yang dapat menyebabkan vasodilatasi dan edema serebri. CO dieliminasi di paruparu. Waktu paruh dari CO pada temperatur ruangan adalah 3 - 4 jam. Seratus persen oksigen dapat menurunkan waktu paruh menjadi 30 – 90 menit, sedangkan dengan hiperbarik oksigen pada tekanan 2,5 atm dengan oksigen 100% dapat menurunkan waktu paruh samapai 15-23 menit. (Sumber :Tomie Hermawan Soekamto, David Perdanakusuma,Departemen / SMF
Ilmu Bedah Plastik:Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, RSUD Dr. Soetomo Surabaya)
2) Gejala dan Tanda keracunan Keracunan gas karbon monoksida gejala didahului dengan sakit kepala, mual, muntah, rasa lelah, berkeringat banyak, pyrexia, pernafasan meningkat, confusion, gangguan penglihatan, kebingungan, hipotensi, takikardi, kehilangan kesadaran dan sakit dada mendadak juga dapat muncul pada orang yang menderita nyeri dada. Kematian kemungkinan disebabkan karena sukar bernafas dan edema paru. Kematian akibat keracunan karbon monoksida disebabkan oleh kurangnya oksigen pada tingkat seluler (seluler hypoxia). Sel
darah tidak hanya mengikat oksigen melainkan juga gas lain. Kemampuan atau daya ikat ini berbeda untuk satu gas dengan gas lain. Sel darah merah mempunyai ikatan yang lebih kuat terhadap karbon monoksida (CO) dari pada oksigen (O2). Sehingga kalau terdapat CO dan O2, sel darah merah akan cenderung berikatan dengan CO. Bila terhirup, karbon monoksida akan berikatan dengan Haemoglobin (Hb) dalam darah membentuk Karboksihaemoglobin sehingga oksigen tidak dapat terbawa. Ini disebabkan karbon monoksida dapat mengikat 250 kali lebih cepat dari oksigen. Gas ini juga dapat mengganggu aktifitas seluler lainnya yaitu dengan mengganggu fungsi organ yang menggunakan sejumlah besar oksigen seperti otak dan jantung. Efek paling serius adalah terjadi keracunan secara langsung terhadap sel-sel otot jantung, juga menyebabkan gangguan pada sistem saraf. Gejala-gejala klinis dari saturasi darah oleh karbon monoksida dapat dilihat pada tabel
Sumber :Dra. Murti Hadiyani - Staf Pusat Informasi Obat dan Makanan, Badan POM RI)
3.1.2 Mekanisme Toksisitas Sianida Masuknya sianida ke dalam tubuh tidak hanya melewati saluran pencernaan tetapi dapat juga melalui saluran pernafasan, kulit dan mata. Yang dapat menyebabkan keracunan tidak hanya sianida secara langsung tetapi dapat pula bentuk asam dan
garamnya, seperti asam hidrosianik sekitar 2,500–5,000 mg.min/m3 dan sianogen klorida sekitar 11,000 mg.min/m3 .Jika sianida yang masuk ke dalam tubuh masih dalam jumlah yang kecil maka sianida akan diubah menjadi tiosianat yang lebih aman dan diekskresikan melalui urin. Selain itu, sianida akan berikatan dengan vitamin B12. Tetapi bila jumlah sianida yang masuk ke dalam tubuh dalam dosis yang besar, tubuh tidak akan mampu untuk mengubah sianida menjadi tiosianat maupun mengikatnya dengan vitamin B12. Berdasarkan atas sifat dan tempat kejadiannya, mekanisme aksi toksik zat kimia dibagi menjadi dua, yakni mekanisme luka intrasel dan ekstrasel. Setelah diketahui kadar sianida yang masuk ketubuh dalam dosis besar, maka sianida menjadi toksik. Sianida menjadi toksik bila berikatan dengan trivalen ferric (Fe3+). Tubuh yang mempunyai lebih dari 40 sistem enzim dilaporkan menjadi inaktif oleh sianida. Yang paling nyata dari hal tersebut ialah non aktif dari dari sistem enzim sitokrom oksidase yang terdiri dari sitokrom a-a3 komplek dan sistem transport elektron. Jika sianida mengikat enzim komplek tersebut, transport elektron akan terhambat yaitu transport elektron dari sitokrom a3 ke molekul oksigen di blok. Sebagai akibatnya akan menurunkan penggunaan oksigen oleh sel dan mengikut racun PO2. Sianida dapat menimbulkan gangguan fisiologik yang sama dengan kekurangan oksigen dari semua kofaktor dalam sitorom dalam siklus respirasi. Sebagai akibat tidak terbentuknya kembali ATP selama proses itu masih bergantung pada sitokrom oksidase yang merupakan tahap akhir dari proses phoporilasi oksidatif. Selama siklus metabolisme masih bergantung pada sistem transport elektron, sel tidak mampu menggunakan oksigen sehingga menyebabkan penurunan respirasi serobik dari sel. Hal tersebut menyebabkan histotoksik seluler hipoksia. Bila hal ini terjadi jumlah oksigen yang mencapai jaringan normal tetapi sel tidak mampu menggunakannya. Hal ini berbeda dengan keracunan CO dimana terjadinya jaringan hipoksia karena kekurangan jumlah oksigen yang masuk. Jadi kesimpulannya adalah penderita keracunan sianida disebabkan oleh ketidakmampuan jaringan menggunakan oksigen tersebut.
Efek bila Terhirup Sianida
3.1.3Mekanisme Toksisitas Plumbum Keracunan yang ditimbulkan oleh plumbum dapat terjadi karena masuknya persenyawaan logam tersebut ke dalam tubuh. Saluran gastrointestinal dan respirasi merupakan jalur utama absorbsi plumbum, penetrasi melalui kulit hanya sedikit. Organorgan tubuh yang menjadi sasaran dari keracunan plumbum adalah system peredaran darah, system syaraf, system urinaria, system reproduksi, system endokrin dan jantung. Pada orang dewasa kadar plumbum darah 10mcg/dL akan mempengaruhi perkembangan
sel darah, kadar plumbum dalam darah 40mcg/dL akan mempengaruhi beberapa fungsi dari kemampuan darah untuk membentuk hemoglobin, gangguan nervous system, menyebabkan kelelahan, irritability, kehilangan ingatan, dan reaksi lambat. Polusi plumbum di lingkungan hidup berasal dari proses pertambangan, peleburan logam, industri yang menggunakan bahan baku plumbum (misalnya pabrik cat, kabel, enamel, gelas, baterai dan pestisida) dan asap kendaraan bermotor. Keracunan yang ditimbulkan oleh persenyawaan logam dapat terjadi karena masuknya persenyawaan logam tersebut diangkut oleh eritrosit. Selain itu, penyerapan plumbum dan kadmium akan meningkat seiring dengan defisiensi ion Ca, Fe, dan K, sebab penyerapan plumbum dalam tubuh (saluran pencernaan) melalui jalur yang sama dengan penyerapan ion Ca, Fe, dan K. Plumbum termasuk dalam kelompok logam yang akan membentuk ligand kompleks dengan banyak senyawa yang dapat mengganggu aktivitas enzim dan menyebabkan kerusakan pada organ tertentu termasuk hati, ginjal, dan sistem hematopoetik. Salah satu indikator terjadinya keracunan logam berat dalam jaringan/organ yang paling mudah dan nyata untuk diamati adalah perubahan nilai pemeriksaan darah. Penelitian tentang efek plumbum pada beberapa species mahluk hidup telah banyak dilakukan. Diantaranya pemeberian senyawa plumbum asetat yang merupakan senyawa anorganik sebanyak 0,5 gr/kg/BB/oral/hari/tikus selama 16 minggu mengakibatkan anemia. Sedangkan pada pemberian senyawa plumbum organic akibat yang ditimbulkan terjadinya penurunan berat badan tetapitidak menimbulkan anemia. Toksisitas plumbum disebabkan adanya interaksi antara plumbum dengan senyawa ligand yang ada di dalam tubuh, misalnya gugus enzim –SH dari d-ALAD (yang mengakibatkan penumpukan dALA) dan enzim heme sintetase (mengakibatkan penumpukan protoporpirin) sehingga terjadi hambatan sintesis hemoglobin. Plumbum juga dapat menghambat enzim ferokelatase yang menyebabkan ion Fe tidak dapat berikatan dengan cincin protoporpirin, oleh karena terjadi kompetisi antara plumbum dengan Fe 3.2 Uji Toksisitas akut dan Tertunda