BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem persarafan terdiri atas otak, medula spinalis, dan saraf perifer. Struktur ini bertanggung jawab mengendalikan dan menggordinasikan aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls tersebut berlangsung melalui serat-serat saraf dan jaras-jaras. Secara langsung dan terus menerus. Perubahan potensial elektrik menghasilkan respons yang akan mentransmisikan sinyal-sinyal (Batticaca, F., 2008). Sistem saraf mengatur kegiatan tubuh yang cepat seperti kontraksi otot, peristiwa viseral yang berubah dengan cepat, c epat, menerima me nerima ribuan informasi in formasi dari berbagai
organ
sensoris
dan
kemudian
mengintegrasikannya
untuk
menentukan reaksi yang harus dilakukan tubuh. Membran sel bekerja sebagai suatu sekat pemisah yang amat efektif dan selektif antara cairan ektraselular dan cairan intraselular
antara cairan ektraselular dan cairan intraselular .
Didalam ruangan ekstra selular ektraselular, disekitar neuron terdapat cairan dengan kadar ion natrium dan klorida, sedangkan dalam cairan intraselular terdapat kalium dan protein yang lebih tinggi. Perbedaan komposisi dan kadar ion-ion didalam dan diluar sel mengakibatkan timbulnya suatu potensial membran. Tengkorak adalah tulang kerangka dari kepala yang disusun menjadi dua bagian cranium (adakalanya disebut kalvaria) terdiri atas delapan tulang, dan kerangka wajah terdiri atas empat belas tulang. Rongga tengkorak mempunyai permukaan dalam ditandai dengan gili-gili dan lekukan supaya dapat sesuai dengan otak dan pembuluh darah ( Pearce, Pearc e, E., 2002 ). Kemajuan teknologi dan adanya perbaikan prosedur pencitraan dan teknik pembedahan memungkinkan ahli bedah neuro melokalisasi dan mengatasi lesi intrakranial dengan ketepatan lebih besar dari pada sebelumnya. (Cicilia UzuMaki BanGeuD di di 20.53, 2011) 20.53, 2011)
1
Tindakan bedah Intrakranial atau disebut juga kraniotomi, merupakan suatu intervensi dalam kaitannya dengan masalah-masalah pada Intrakranial. Artinya kraniotomi dilakukan dengan maksud pengambilan sel atau jaringan intrakranial yang dapat terganggunya fungsi neorologik dan fisiologis manusia atau dapat juga dilakukan dengan pembedahan yang dimasudkan pembenahan letak anatomi intrakranial. (Cicilia UzuMaki BanGeuD di 20.53, di 20.53, 2011) 2011) Pada pasien kraniotomi akan terlihat tanda dan gejala berupa pada penurunan kesadaran, nyeri kepala sebentar kemudian membaik beberapa waktu kemudian timbul gejala yang berat dan sifatnya progresif seperti: nyeri kepala hebat, pusing, penurunan kesadaran, pada kepala terdapat hematoma subkutan, pupil dan isokor, kelemahan respon motorik konta lateral, reflek hiperaktif atau sangat cepat, bila hematoma semakin meluas maka timbul gejala deserebrasi dan deserebrasi dan gangguan tanda vital serta fungsi respirasi ( Brunner & Suddarth, 2002 ). Setiap dilakukan tindakan kraniotomi, biasanya pasien selalu lebih sensitif terhadap suara yang keras. Pada pasien bisa juga terjadi afasia, kemungkinan lain yang bisa terjadi adalah paralisis, buta, dan kejang. Pasien yang tidak mengalami komplikasi, kemungkinan dapat segera keluar dari rumah sakit. Gangguan kognitif dan bicara setelah operasi memerlukan evaluasi psikologis, terapi bicara, dan rehabilitasi (Brunner & Suddarth, 2002). Komplikasi bedah kraniotomi meliputi peningkatan tekanan intraokuler (TIK), infeksi dan defisit neurologik. Selanjutnya peningkatan TIK dapat terjadi sebagai akibat edema serebral atau pembengkakan dan diatasi dengan manitol, diuretik osmotik, Disamping itu pasien juga memerlukan intubasi dan penggunaan agens paralisis. Infeksi mungkin karena insisi terbuka, pasien harus mendapat terapi antibiotik dan balutan serta sisi luka harus dipantau untuk tanda infeksi, peningkatan drainase,bau menyengat,drainase purulen dan kemerahan serta bengkak sepanjang garis insisi, defisit neurologik dapat diakibatkan oleh pembedahan. Pada pasca operasi status neurologik pasien
2
dipantau dengan ketat untuk adanya perubahan, apabila tindakan ini tidak segera dilakukan akan menyebabkan kematian ( Brunner & Suddarth, 2002 ).
B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan kraniotomi? 2. Apa saja etiologi dilakukannya kraniotomi? 3. Apa saja yang menjadi indikasi kraniotomi? 4. Bagaimana dengan pemeriksaan diagnostiknya? 5. Bagaimana penatalaksanaan medisnya, baik pra, operasi ataupun post operasi? 6. Apa saja komplikasi dari kraniotomi? 7. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien post kraniotomi (pengkajian, diagnosa, dan rencana keperawatan)?
C. Tujuan Penulisan 1. Diharapkan mampu memahami definisi kraniotomi 2. Diharapkan mampu memahami etiologi dilakukannya kraniotomi 3. Diharapkan mampu memahami indikasi kraniotomi 4. Diharapkan mampu memahami pemeriksaan diagnostiknya 5. Diharapkan mampu memahami penatalaksanaan medisnya, baik pra, operasi ataupun post operasi 6. Diharapkan mampu memahami komplikasi dari kraniotomi 7. Diharapkan mampu memahami dan mengaplikasikan asuhan keperawatan pada pasien post kraniotomi
3
BAB II PEMBAHASAN A. KONSEP DASAR KRANIOTOMI 1. Definisi Kraniotomi Kraniotomi adalah operasi pembukaan tulang tengkorak. (Barbara Engram, 1998) Kraniotomi adalah operasi membuka tulang tengkorak untuk mengangkat tumor, mengurangi TIK, mengeluarkan bekuan darah atau menghentikan perdarahan. (Hinchliff, Sue. 1999). Kraniotomi
adalah
mencakup
pembukaan
tengkorak
melalui
pembedahan untuk meningkatkan akses pada struktur intrakranial. Prosedur ini dilakukan untuk meghilangkan tumor, mengurangi tekanan intakranial, mengevaluasi bekuan darah dan mengontrol hemoeragi (Brunner & Suddarth, 2002)
2. Etiologi Etiologi dilakukannya Kraniotomi karena : a. Adanya benturan kepala yang diam terhadap benda yang sedang bergerak. Misalnya pukulan-pukulan benda tumpul, kena lemparan benda tumpul. b. Kepala membentur benda atau objek yang secara relative tidak bergerak. Misalnya membentur tanah atau mobil. c. Kombinasi keduanya. (Aca.Erlind_Dolphin di 18.57, 2011)
3. Indikasi Indikasi tindakan kraniotomi atau pembedahan intrakranial adalah sebagai berikut : a. Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker. b. Mengurangi tekanan intrakranial. c. Mengevakuasi bekuan darah .
4
d. Mengontrol bekuan darah, e. Pembenahan organ-organ intrakranial, f. Tumor otak, g. Perdarahan (hemorrage), h. Kelemahan dalam pembuluh darah (cerebral aneurysms) i.
Peradangan dalam otak
j.
Trauma pada tengkorak. (Cicilia UzuMaki BanGeuD di 20.53, 2011)
4. Pemeriksaan Diagnostik Prosedur diagnostik praoperasi dapat meliputi : a. Tomografi komputer (pemindaian CT) Untuk menunjukkan lesi dan memperlihatkan derajat edema otak sekitarnya, ukuran ventrikel, dan perubahan posisinya/pergeseran jaringan otak, hemoragik. Catatan : pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada iskemia/infark mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca trauma. b. Pencitraan resonans magnetik (MRI) Sama dengan skan CT, dengan tambahan keuntungan pemeriksaan lesi di potongan lain. c. Electroencephalogram (EEG) Untuk
memperlihatkan
keberadaan
atau
berkembangnya
gelombang patologis d. Angiografy Serebral Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan trauma e. Sinar-X Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan,edema), adanya fragmen tulang
5
f. Brain Auditory Evoked Respon (BAER) : menentukan fungsi korteks dan batang otak g. Positron Emission Tomography (PET) : menunjukkan perubahan aktivitas metabolisme pada otak h. Fungsi lumbal, CSS : dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan subarakhnoid i.
Gas Darah Artery (GDA) : mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan dapat meningkatkan TIK
j.
Kimia/elektrolit
darah
:
mengetahui
ketidakseimbangan
yang
berperan dalam meningkatkan TIK/perubahan mental k. Pemeriksaan
toksikologi
:
mendeteksi
obat
yang
mungkin
bertanggung jawab terhadap penurunan kesadaran l.
Kadar antikonvulsan darah : dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang. (Doenges, Marilynn.E, 1999)
5. Penatalaksaan Medis a. Praoperasi Persiapan prabedah sama seperti tindakan-tindakan prabedah yang lain. (Engram, 1998) Pada penatalaksaan bedah intrakranial praoperasi pasien diterapi dengan medikasi antikonvulsan (fenitoin) untuk mengurangi resiko kejang pascaoperasi. Sebelum pembedahan, steroid (deksametason) dapat diberikan untuk mengurangai edema serebral. Cairan dapat dibatasi. Agens hiperosmotik (manitol) dan diuretik (furosemid) dapat diberikan secara intravena segera sebelum dan kadang selama pembedahan bila pasien cenderung menahan air, yang terjadi pada individu yang mengalami disfungsi intrakranial. Kateter urinarius menetap di pasang sebelum pasien dibawa ke ruang operasi untuk mengalirkan kandung kemih selama pemberian diuretik dan untuk memungkinkan haluaran urinarius dipantau. Pasien dapat diberikan
6
antibiotik bila serebral sempat terkontaminasi atau deazepam pada praoperasi untuk menghilangkan ansietas. Kulit kepala di cukur segera sebelum pembedahan (biasanya di ruang operasi) sehingga adanya abrasi superfisial tidak semua mengalami infeksi. (Cicilia UzuMaki BanGeuD di 20.53, 2011). Biasanya setelah rambut dicukur, tempatkan ke dalam kotak dan kembalikan pada pasien. (Engram, 1998) b. Operasi Secara umum ada dua pendekatan melalui tengkorak yaitu: 1) Di
atas
tentorium
(kraniotomi
supratentorial)
ke
dalam
kompartemen supratentorial Dalam anatomi, daerah supratentorial otak adalah daerah yang terletak di atas tentorium cerebelli. Wilayah supratentorial berisi otak besar. 2) Di bawah tentorium ke dalam kompartemen infratentorial (fossa posterior). Daerah infratentorial otak adalah daerah yang terletak di bawah tentorium cerebelli. Wilayah infratentorial berisi otak kecil. Dura infratentorial dipersarafi oleh saraf dari C1-C3. (Admin, di 07:29, 2012)
7
c. Post operasi Setelah dilakukan operasi, pasien di tempatkan di UPI untuk beberapa hari sampai kondisi stabil, dan pada nya dipasang EKG untuk memantau kondisi jantung secara terus menerus. Pasien kembali ke UPI dengan :
Infus IV
Jalur arterial untuk mendapatkan contoh darah untuk analisis gas darah arteri (GDA) dan untuk memberikan pemantauan TD konstan
Kateter vena sentraldengan dua atau tiga cabang lubang
Selang endotrakeal untuk menghubungkan ventilator mekanis
Kemungkinan, kateter ventrikulostomi untuk memantau tekanan intrakranial (TIK) bila tekanan prabedah tinggi
Kateter foley untuk memantau haluan urine
Balutan di sekeliling kepala
Pasien tetap tirah baring samoai kondisi stabil. Bila analisa gas darah stabil, refleks gag dan menelan telah kembali, fisioterapis, dokter atau perawat melepaskan selang endotrakeal. (Engram, 1998)
6. Komplikasi Kraniotomi dapat menyebabkan keadaan-keadaan ini : a. Peningkatan TIK yang disebabkan oleh edema serebral b. Cedera terhadap saraf kranial c. Kejang karena gangguan kortikal d. Infeksi (meningitis). (Engram, 1998)
8
B. KONSEP
DASAR
ASUHAN
KEPERAWATAN
PADA
PASIEN
KRANIOTOMI
Rencana Perawatan terintegrasi
Perawatan praoperasi dan pascaoperasi
Epilepsi
Imobilitas Pertimbangan pulang
Perawatan lanjutan dirumah
Tindakan rehabilitatif untuk dilanjutkan di rumah
Obat- obatan untuk di rumah
PENGKAJIAN 1. Periode Praoperasi
Pengkajian data dasar : a. Riwayat adanya kondisi- kondisi yang berkenaan dengan kebutuhan untuk kraniotomi.
Lesi intrakranial (tumor, abses, perdarahan, aneurisma)
Hidrosefalus
Fraktur tengkorak
Malfungsi arterovenous kongenital
b. Pengkajian Status Neurologis Cepat
Tingkat kesadaran (berdasarkan skala koma glaslow)
Tanda-tanda vital
Respon pupil (SK III)
Kekuatan
Gerakan ekstrimitas
Refleks babinski
Saraf cranial (+)(-)
c. Pemeriksaan umum untuk mendapatkan data dasar. 1. Kaji tingkat kesadaran. Apakah pasien :
9
Sadar
Disorientasi
Orientasi
Stupor
Letargik
Koma
Semisadar
Kacau mental
2. Inspeksi warna kulit dan perhatikan adanya bengkak. 3. Rasakan kulit terhadap perubahan suhu dan kelembaban. Apakah hangat, kering, dingin, atau lembab? 4. Auskultasi bunyi napas. 5. Auskultasi bunyi jantung. Adakah murmur? 6. Auskultasi bising usus. 7. Dapatkan tanda vital. 8. Palpasi nadi perifer (femoralis, pedalis). Apakah nadi ada dan sama dalam kekuatan atau tak dapat diraba? Gunakan alat Doppler bila tak dapat mempalpasi nadi. 9. Inspeksi kontur abdomen. Apakah ini melingkar, datar, atau distensi? 10. Kapan defekasi terakhir? Adakah kesulitan berkemih? 11. Kaji kebutuhan pasien teerhadap bantuan terhadap aktivitas kebutuhan sehari-hari (mandi, makan, toileting, berpakaian, membalik di tempat tidur, turun dari tempat tidur, ambulasi). d. Bila pasien sadar, kaji perasaan terhadap operasi yang akan dilakukan.
2. Periode Post operasi
Pengkajian data dasar : a. Pengkajian pasca operasi rutin. 1) Kaji tingkat kesadaran :
Waspada 10
Berorientasi
Kacau mental
Disorientasi
Letargi
Berespons dengan tepat terhadap perintah
Tak berespons
2) Ukur tanda-tanda vital 3) Auskultasi bunyi napas 4) Kaji kulit :
Warna
Bengkak
Suhu (hangat, kering, dingin, lembab)
5) Inspeksi status balutan 6) Kaji terhadap nyeri atau mual 7) Kaji status alat intrusif : a) Infus intravena
Tipe cairan
Kecepatan aliran
Sisi infus terhadap tanda-tanda infiltrasi atau flebitis
b) Alat drainase luka (Hemovac, kantung Jackson-Pratt). Jamin alat benar-benar kempes untuk menjamin penghisapan yang tepat c) Kateter Foley
Selang bebas lipatan
Warna dan jumlah urine
Selang dirempelkan pada paha atau abdomen (untuk pria)
d) Selang NG untuk penghisapan
Warna dan jumlah drainase
e) Selang dada 8) Periksa laporan ruang pemulihan terhadap :
11
Adanya obat yang diberikan
Masukan dan haluaran urine
Adanya masalah khusus
Perkiraan kehilangan darah
9) Palpasi nadi pedalis secara bilateral 10) Evaluasi kembalinya gag 11) Periksa laporan operasi terhadap tipe anestesi yang diberikan dan lamanya waktu di bawah anestesi. b. Pengkajian status neurologis cepat (seperti yang tertera di halaman sebelumnya)
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul : Praoperasi: 1. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang hal – hal yang terjadi pra- dan pascabedah, takut terhadap kemungkinan gangguan fungsi tubuh permanen. Post operasi: 2. Nyeri berhubungan dengan luka insisi. 3. Resiko tinggi terhadap komplikasi berhubungan dengan kraniotomi 4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pembedahan 5. Resiko tinggi terhadap kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan di rumah berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang perawatan mandiri setelah pulang, kurang adekuatnya sistem dukungan.
RENCANA KEPERAWATAN
1. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang hal – hal yang terjadi pra- dan pascabedah, takut terhadap kemungkinan gangguan fungsi tubuh permanen.
Batasan karakteristik : keluhan/ laporan individu merasa gugup, cemas, atau khawatir; ungkapan pemahaman
12
Hasil yang diharapkan : menunjukkan pulihdari rasa cemas.
Kriteria evaluasi : mengungkapkan pemahamannya tentang hal – hal yang terjadi pada pra- dan pasca bedah, mengatakan rasa gugupnya berkurang INTERVENSI
RASIONAL
1. Izinkan pasien dan keluarga
Dengan mengungkapkan perasaannya
untuk mengatakan perasaannya.
dapat membantu mengurangi ansietas
Berikan
penjelasan
terhadap
pertanyaan – pertanyaannya. Rujuk pertanyaan – pertanyaan khusus pada
tentang ahli
pembedahan
bedah.
Jelaskan
bahwa kemungkinan terjadinya ketidakmampuan
tergantung
dari
kerusakan
kuantitas
jaringan otak oleh lesi primer dan cedera dan jumlah jaringan yang diangkat.
2. Tanyakan rambut
pada yang
pasien
bila
Rambut dapat mempunyai makna
dicukur
dari
kultural. Kepala yang gundul dapad
kepalanya akan disimpan.tandai
mempengaruhi
gambaran
diri
kartu dengan permintaan pasien. berkenaan dengan hargs diri rendah. Sarankan rambut kepala
untuk palsu
mengenakan atau
sampai
penutup rambutnya
tumbuh kembali
Peran perawat yang penting pada saat tindakan
medik
menyebabkan
gangguan pada gambaran diri adalah membantu
pasien
untuk
mengembalikan harga dirinya. 3. Latih posisi
pasien
untuk
berubah
dan
napas
dalam.
Penyuluhan dan latihan pra- bedah membantu kelancaran pemulihan.
13
Informasikan bahwa batuk harus dihindari
karena
menyebabkan
akan kenaikan
sementara tekanan intrakranial.
2. Nyeri berhubungan dengan luka insisi.
Batasan Karakteristik : mengungkapkan sakit kepala, merintih, adanya nyeri tekan, ekspresi wajah meringis.
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, rasa nyeri dapat
teratasi atau tertangani dengan baik.
Kriteria Evaluasi : Pasien dapat menjalani aktivitas tanpa merasa nyeri,
ekspresi
wajah
rileks,
klien
mendemonstrasikan
ketidaknyamanannya hilang.
INTERVENSI 1. kaji keluhan nyeri dan intensitas
RASIONAL nyeri
merupakan
pengalaman
nyeri dengan skala numerik (0 – subjektif dan harus dijelaskan oleh 10)
pasien, untuk memudahkan intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan lebih
2. posisikan kepala tinggi
meningkatkan aliran balik vena dari kepala, sehingga akan mengurangi kongesti dan edema
3. ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi 4. berikan perawatan luka (ganti
mengalihkan pikiran dan memberikan rasa nyaman mencegah terjadinya infeksi
balutan) dengan tehnik steril 5. kolaborasi dengan tim medis untuk obat anti nyeri
memberikan obat anti nyeri yang berguna untuk mengurangi rasa nyeri
14
3. Resiko tinggi terhadap komplikasi berhubungan dengan kraniotomi
Batasan karakteristik :
tanda – tanda dini meningkatnya tekanan
intrakranial, kejang dan infeksi
Hasil pasien (kolaboratif) : Menunjukkan tidak ada gangguan neurologis kebih lanjut
Kriteria evaluasi : Tidak ada tanda- tanda meningkatnya tekanan intrakranial, kejang dan infeksi; pulang dalam RLP pada KDB
INTERVENSI
RASIONAL
Peningkatan TIK :
1. Pantau :
Untuk
Status neurologis. Setiap 2 jam dalam
48
jam
mengevaluasi
efektifitas
terapi
pertama.
Kemudian setiap 4 jam bila stabil.
Masukan dan haluaran setiap 2 jam dalam 48 jam pertama, kemudian setiap 8 jam bila haluan urine melebihi 240 cc/ 8 jam.
Ukur berat jenis urine setiap 4 jam dan kalau perlu, khususnya bila warna urine jauh melebihi masukan cairan.
2. Pertahankan
posisi
kepalatempat
tidur antara 30-40 derajat. Bantal
Untuk
mencegah
peningkatan
tekanan intracranial
kecil dapat ditempatkan di bawah kepala. 3. Beritahu dokter bila ada tandatanda
peningkatan
tekanan
Tindakan yang cepat diperlukan untuk
mengatasi
tekanan.
15
intrakranial dan lakukan tindakan
Pernapasan
dapat
terhenti
jika
sesuai program
meningkatnya tekanan intrakranial tidak diatasi.
4. Berikan glukokortikosteroid sesuai program.
mengurangi
tekanan
intrakranial dengan diuresis.
5. Lakukan tindakan – tindakan untuk mencegah
Untuk
peningkatan
tekanan
intrakranial :
Batuk,
mengejan
merangsang Manuver
a. Ingatkan
pasien
untuk
menghindari batuk
program
dan
evaluasi
efektivitasnya. c. Erikan
manuver valsava
tekanan
keotakkarena
valsava.
darah kompresi
yang kembali jaringan
vana sentral.bendungan vena – vena ini
antimetik
muntah
meningkatkan
intratorakal
mengakibatkan
b. Berikan pelunak feses sesuai
dan
meningkatkan
tekanan
sesuai intrakranial.
program bila pasien mengeluh mual. d. Pertahankan selang nasogastrik, bila
digunakan,
mengurasi lambung
untuk
kompresi dan
pada
mengurangi
kemungkinan muntah. 6. Beritahu dokter bila berat jenis urine hubungannya
Temuan
ini
berlebihandalam indikasi dengan
masukan
cairan. 7. Beritahu dokter bila ada perubahan
dapat
merupakan
diabetes
insipidus,
mencerminkan adanya cedera pada kelenjar hipofisis. Akibat gangguan neurologis residual
bila ada perubahan dalam status tidak disadari sampai edema serebral neurologis yang berbeda dari nilai
teratasi.
normal.
intrakranial
Peningkatan dapat
tekanan
menyebabkan
gangguan neurologis lebih lanjut.
16
Kejang
1. Berikan
anti
konvulsan
sesuai
Untuk mengontrol kejang, anti
program. Pantau hasil pemeriksaan konvulsan menyebabkan depresi laboraturium yang mencerminkan
aktivitas
listrik
otak.
Kadar
kadar antikonvulsan di dalam serum.
antikonvulsan di dalam darah bervariasi. Kadar yang cukup sangat
penting
mempertahankan
untuk
kondisi
agar
tidak terjadi kejang. 2. Segera beritahu dokter bila terjadi kejang,
dan
lakukan
intervensi
secara tepat.
Edema serebral terjadi akibat meningkatnya intrakranial, meningkat
tekanan dan
dapat
iritasi
merangsang
kejang. Infeksi ( meningitis)
1. Pantau :
Tanda-tanda
Untuk vital
setisp
mengevaluai
efektifitas
jsm terapi.
sampai stabil, kemudian setiap 2 jam dalam 48 jam
berikutnya,
kemudian setiap 4 jam.
Status neurologi setiap 2 jam dalakm 48 jam, kemudian setiap 4 jam selama 48 jam berikutnya, kemudian setiap 8 jam.
2. Beritahu dokter bila:
Temuan- temuan ini
secara
Ada keluhan kaku kuduk
bersama-sama dapat merupakan
Sakit kepala
tanda-tanda meningitis. Dokter
Gelisah
kemungkinan akan melakukan
Penurunan sensori
pungsi lumbal untuk memastikan
Demam
diagnosis.
Pengobatan
17
antibiotiksecara tepat dibutuhkan untuk mengatasi infeksi. 3. Berikan antibiotik sesuaio program.
Sebagai
pencegahan
terhadap
infeksi. 4. Lakukan tindakan-tindakan untuk
Antipiretik
menyesuasikan
mengatasi demam ( suhu melebihi
kembali
termostat
tibuh.
38c) sesuai program:
Sirkulasi darah lebih cepat bila
Antipiretik
kekentalan
Meningkatkan masukan cairan
meningkatkan
Antibiotik
pendinginan tubuh.
Selimut hipotermi (untuk suhu
mengatasi infeksi. Pendinginan
tubuh yang tetap tinggi dan tidak
tubuh
turun dengan pemberian terapi)
dipercepar dengan menggunakan
Gunakan linen penutup
selimut hipotermi dan dengan
kurang.
Sirkulasi kapasitas Antibiotik
melalui
evaporasi
mengurangi penutup tubuh yang tebal. 5. Ikuti
kewaspadaan
umum
(cuci
Pembedahan melemahkan sistem
tangan sebelum dan esudah kontak
kekebalan
dengan
pasien,
menyebabkan
tangan
bila
gunakan
sarung
seseorang
lebih
akan
rentan terhadap infeksi.pelaksana
kontak dengan darah atau cairan
asuhan paling sering merupakan
tubuh)
sumber infeksi.
bila
kemungkinan
sementara,
melakukan
asuhan.
Gunakan teknik aseptik untuk semua prosedur perawatan luka.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pembedahan
Batasan Karakteristik : Menunjukkan manifestasi awal komplikasi, pengamatan insisi pasca-pembedahan.
Hasil Pasien (Kolaboratif) : Mendemonstrasikan tidak adanya komplikasi.
Kriteria
Evaluasi : Tidak ada infeksi, bunyi napas bersih, tidak ada
perdarahan, penyembuhan luka, pembebasan dengan RLP untuk KDB.
18
INTERVENSI
RASIONAL
Infeksi :
1. Pantau
Untuk mengidentifikasi kemajuan
– suhu badan setiap 4 jam
atau penyimpangan dari hasil yang
– keadaan luka ketika melakukan
diharapkan.
perawatan luka
– hasil laporan JDL terutama jumlah leukosit (terutama SDP) 2. Jika suhu meningkat hingga 36,85oC selama
48
jam,
mulailah
Suhu di atas normal dalam waktu 8 jam pertama mengindikasikan
memperhatikan paru-paru tiap jam dan permulaan menambah intake cairan melalui mulut,
atelectasis,
karenanya
setelah
jika tidak ada kontraindikasi. Beritahu pascaoperasi dokter jika suhu di atas 38oC.
hari
oleh ke
5
mengindikasikan
infeksi luka atau infeksi lain. Demam terjadi pada suhu 38oC atau lebih.
3. Berikan antibiotik yang diresepkan.
Terapi antibiotic diperlukan untuk
Berikan paling sedikit 2 liter cairan
mencegah dan mengatasi infeksi.
setiap hari ketika melaksanakan terapi
Cairan membantu menyebarkan
antibiotic.
obat ke jaringan tubuh.
4. Ganti verban sesuai aturan dengan menggunakan teknik aseptic.
Verban yang lembab merupakan media kultur untuk pertumbuhan bakteri. Dengan mengikuti teknik aseptic akan mengurangi risiko kontaminasi bakteri.
5. Beritahu dokter jika : luka tampak
Keadaan
tersebut
mengindi-
merah dan bernanah, pemisahan ujung
kasikan infeksi organisme yang
luka,
menyebabkan
luka
sangat
lembek,
jumlah
leukosit di atas normal, ambl contoh
infeksi
sehingga
ditentukan terapi antibiotic yang
19
luka untuk tes kultur dan sentivitas (K
tepat. Laporan tentang sensitivitas
& S)
akan mengidentifikasi antibiotic yang efektif melawan organisme tersebut.
6. Berikan antipiretik yang ditentukan jika terdapat demam.
Antipiretik
memperbaiki
mekanisme termostatik dalam otak untuk mengatasi demam.
7. Berikan perawatan perineal 2 kali sehari sesuai protocol dan prosedur
Membersihkan membantu
bagian
genital
mengurangi
jumlah
ketika kateter Foley dipasang. Setelah bakteri yang lewat. Kerusakkan kateter
masalah
saluran kencing dan infeksi adalah
ke
luar
masalah utama yang berhubungan
sedikit, dorongan sering dengan jumlah
dengan kateter menetap dalam
yang sedikit).
kandung kemih.
berkemih
dilepas,
laporkan
(terbakar,
sakit
8. Jika harus sering mengganti verban, gunakan perekat Montgomery. 9. Ikuti tindakan-tindakan kewaspadaan
Untuk
mencegah
iritasi
kulit
karena sering melepas plester. Pasien bedah mempunyai risiko
yang umum (cuci tangan yang baik
infeksi
karena
ketega-ngan
sebelum dan setelah merawat pasien,
melemahkan
memakai sarung tangan bila menyentuh
Tindakan perlin-dungan khusus
darah atau cairan tubuh) ketika merawat
membantu
pasien.
infeksi
sistem
kekebalan.
mengurangi nosocomial.
risiko Perawat
adalah sumber infeksi nosocomial yang
paling
umum.
Tindakan
pencegahan tersebut melin-dungi pasien dan perawat.
20
5. Resiko tinggi terhadap kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan di rumah berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang perawatan mandiri setelah pulang, kurang adekuatnya sistem dukungan.
Batasan karakteristik : kemungkinan adanya sisa gangguan sensori / motorik tetap hidup sendiri, ungkapan kurangnya pemahaman, meminta informasi, keluarga mengungkapkan ketidakmampuannya untuk merawat karena keterbatasan fisik atau finansial.
Hasil pasien (kolaboratif) : mendemonstrasikan keinginan untuk memenuhi rencanan rehabilitatif.
Kriteria evaluasi : pasien atau keluarga mengungkapkan kepuasannya akan rencana pulang. INTERVENSI
RASIONAL
1. Libatkan pasien dan keluarga dalam AKS. Mulai dengan tugas-tugas sederhana
seperti
Melakukan acara
aktivitas
mandiri
sehari-hari
meningkatkan
mencuci/ kelenturan sendi, dan membantu
mengelap muka, sikat gigi dan
mempertahankan harga diri.
sebaginya .bantu dalam melakukan kebersihan diri, defekasi, makan ambulasi sampai individu dapat melakukannya sendiri. 2. Evaluasi tingkat pemahaman dan kemampuan
mengikuti
Rencanan
perawatan
instruksi penting
serta melakukan aktivitas mandiri. kelangsungan Diskusikan keluarganya
dengan
pasien
tentang
dan
pengaturan
membantu
untuk
di
menjamin
perawatan pasien
rumah
guna
memperoleh
kembali fungsi optimalnya.
kesinambungan asuhan perawatan dirumah. Bila pasien mengalami gangguan
neurologis,
hubungi
institusi pelayanan rehabilitasi yang mempunyai
spesialisasi
tertentu
21
(terapi fisik, terapi okupasi, terapi wicara). Konsultasi dengan pekerja sosial atau bagian yang menangani pemulangan pasien untuk mengatur pelayanan perawatan di rumah atau menempatkannya
di
panti
rehabilitasi sesuai dengan pilihan pasien atau keluarganya.
22
BAB III KESIMPULAN
Kraniotomi adalah mencakup pembukaan tengkorak melalui pembedahan untuk meningkatkan akses pada struktur intrakranial. Prosedur ini dilakukan untuk meghilangkan tumor, mengurangi tekanan intakranial, mengevaluasi bekuan darah dan mengontrol hemoeragi. Etiologi dilakukannya kraniotomi bisa karena adanya benturan kepala yang hebat. Dan untuk indikasi tindakan kraniotomi atau pembedahan intrakranial yaitu pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker, mengurangi tekanan intrakranial, mengevakuasi bekuan darah, mengontrol bekuan darah, pembedahan organ-organ intrakranial, perdarahan (hemorrage), kelemahan dalam pembuluh darah (cerebral aneurysms), peradangan dalam otak, trauma pada tengkorak. Sebelum melakukan tindakan kraniotomi, ada pemeriksaan terlebih dahulu (pemeriksaan umum, pengkajian neurologis, pemeriksaan diagnostic) sebagai acuan dasar dan sesuai prosedur. Dan dalam melakukan pembedahan intracranial (kraniotomi), ada hal-hal yang harus diperhatikan, baik periode pra operasi ataupun post operasi.
23
DAFTAR PUSTAKA Aca.Erlind_Dolphin. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Post Craniotomy SDH . 08 Maret 2011. 18.57 http://askeperlinphin.blogspot.com/2011/03/asuhan-keperawatan-pada pasien-dengan.html Admin. Asuhan Keperawatan Gangguan Persepsi dan Sensori (Neurologi). 7 Agustus 2012. 07:29 http://makalahcyber.blogspot.com/2012/08/asuhankeperawatan-gangguan-persepsi.html Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Brunner, L dan Suddarth, D. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah (H. Kuncara, A. Hartono, M. Ester, Y. Asih, Terjemahan). (Ed.8) Vol 1. Jakarta : EGC Cicilia UzuMaki BanGeuD. Asuhan Keperawatan Kraniotomy. 26 Maret 2011. 20:53 http://bangeud.blogspot.com/2011/03/asuhan-keperawatankraniotomy.html Doenges Marlyn E, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, (Edisi 3),(Alih Bahasa 1 Made Kriase). Jakarta: EGC
Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, (Volume 2), (Alih Bahasa Suharyati Samba). Jakarta : EGC
Hinchliff, Sue. 1999. Kamus Keperawatan. Jakarta: EGC
Pearce, C. Evelyn. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedic. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
24