LAPORAN PENDAHULUAN
CRANIOSTOMY
DI SUSUN OLEH :
EDY NURYANTO
G3A016145
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMADIYAH SEMARANG
2016
Definisi
Kraniotomi adalah mencakup pembukaan tengkorak melalui pembedahan untuk meningkatkan akses pada struktur intrakranial. Prosedur ini dilakukan untuk menghilangkan tumor, mengurangi TIK, mengevakuasi bekuan darah dan mengontrol hemoragi. (Brunner and Suddarth).
Anatomi dan Fisiologi
Otak dibagi menjadi tiga bagian besar: serebrum, batang otak, dan serebelum. Semua berada dalam satu bagian struktur tulang yang disebut sebagai tengkorak, yang juga melindungi otak dari cedera. Empat tulang yang berhubungan membentuk tulang tengkorak; tulang frontal, parietal, temporal dan oksipital.
Serebrum
Serebrum terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus. Keempat lobus tersebut adalah:
Lobus frontal
merupakan lobus terbesar, terletak pada fosa anterior. Fungsinya untuk mengontrol prilaku individu, membuat keputusan, kepribadian dan menahan diri.
Lobus parietal: lobus sensasi.
Fungsinya: Menginterpretasikan sensasi. Mengatur individu mampu mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya.
Lobus temporal
Fungsinya: mengintegrasikan sensasi kecap, bau dan pendengaran. Ingatan jangka pendek sangat berpengaruh dengan daerah ini.
Lobus oksipital: terletak pada lobus posterior hemisfer serebri.
Fungsinya: bertanggung jawab menginterpretasikan penglihatan.
Batang otak
Batang terletak pada fosa anterior. Bagian-bagian batang otak ini terdiri dari otak tengah, pons, dan medula oblongata, otak tengah (midbrasia) menghubungkan pons dan sereblum dengan hemisfer cerebrum, bagian ini berisi jalus sensorik dan motorik dan sebagai pusat refleks pendengaran dan penglihatan.
Serebelum
Terletak pada fosa posterior dan terpisah dari hemisfer cerebral, lipatan dura meter tentorium serebelum. Serebelum mempunyai dua aksi yaitu merangsang dan menghambat dan tanggung jawab yang luas terhadap koordinasi dan gerakan halus. Ditambah mengontrol gerakan yang benar, keseimbangan, posisi dan mengintegrasikan input sensorik.
Etiologi
Penyebab cedera kepala ada 2, yaitu:
Bersifat terbuka: menembus melalui dura meter (peluru, pisau)
Bersifat tertutup: trauma tumpul, tanpa penetrasi menembus dura (kecelakaan lalu lintas, jatuh, cedera olahraga).
Patofisiologi
Trauma kepala (trauma eraniocerebral) dapat terjadi karena cedera kulit kepala, tulang kepala, jaringan otak, baik terpisah maupun seluruhnya. Beberapa variabel yang mempengaruhi luasnya cedera kepala adalah sebagai berikut:.
Lokasi dan arah dari penyebab benturan.
Kecepatan kekuatan yang datang
Permukaan dari kekuatan yang menimpa
Kondisi kepala ketika mendapat penyebab benturan
Cedera bervariasi dari luka kulit yang sederhana sampai geger otak. Luka terbuka dari tengkorak ditandai kerusakan otak. Luasnya luka bukan merupakan indikasi berat ringannya gangguan. Pengaruh umum cedera kepala dari tingkat ringan sampai tingkat berat adalah edema otak, defisit sensori dan motorik, peningkatan intra kranial. Kerusakan selanjutnya timbul herniasi otak, isoheni otak dan hipoxia.
Cedera pada otak bisa berasal dari trauma langsung atau tidak langsung pada kepala. Trauma tidak langsung disebabkan karena tingginya tahanan atau keluaran yang merobek terkena pada kepala akibat menarik leher. Trauma langsung bila kepala langsung terluka. Semua ini berakibat terjadinya akselerasi-deselerasi dan pembentukan rongga (dilepasnya gas, dari cairan lumbal, darah, dan jaringan otak). Trauma langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya, rusaknya otak oleh kompresi, goresan atau tekanan.
Cedera akselerasi terjadi bila kepala kena benturan dari objek yang bergerak dari objek yang bergerak dan menimbulkan gerakan. Akibat dari kekuatan akselerasi, kikiran atau kontusi pada lobus oksipital dan frontal, batang, otak dan cerebelum dapat terjadi.
Perdarahan akibat trauma cranio cerebral dapat terjadi pada lokasi-lokasi tersebut: kulit kepala, epidural, subdural, intracerebral, intraventricular. Hematom subdural dapat diklasifikasi sebagai berikut:
Akut: terjadi dalam 24 jam sampai 48 jam.
Subakut: terjadi dalam 48 jam sampai 2 minggu.
Kronis: terjadi setelah beberapa minggu atau bulan dari terjadinya cedera.
Perdarahan intracerebral biasanya timbul pada daerah frontal atau temporal. Kebanyakan kematian cedera kepala akibat edema yang disebabkan oleh kerusakan dan disertai destruksi primer pusat vital. Edema otak merupakan penyebab utama peningkatan TIC. Klasifikasi cedera kepala:
Conscussion/comosio/memar
Merupakan cedera kepala tertutup yang ditandai oleh hilangnya kesadaran, perubahan persepsi sensori, karakteristik gejala: sakit kepala, pusing, disorientasi.
Contusio cerebri
Termasuk didalamnya adalah luka memar, perdarahan dan edema. Dapat terlihat pada lobus frontal jika dilakukan lumbal pungkri maka lumbal berdarah.
Lacertio cerebri
Adanya sobekan pada jaringan otak sehingga dapat terjadi tidak sarah/pingsan, hemiphagia, dilatasi pupil.
Manifestasi Klinik
Perubahan dan kesadaran/perubahan perilaku.
Gangguan penglihatan dan berbicara.
Mual dan muntah.
Pusing.
Keluar cairan cerebro spinal dari lubang hidung dan telinga.
Hemiparese.
Terjadi peningkatan intrakranial.
Pemeriksan Penunjang
CT Scan (tanpa/dengan kontras)
Tujuan: mengidentifikasi adanya sol, hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
Catatan: pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada iskemia/infark mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca trauma.
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Angiopati Serebral
Tujuan: menunjukkan kelainan sirkulasi cerebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
Komplikasi
Edema cerebral
Perdarahan epidural
Yaitu: penimbunan darah di bawah dura meter. Terjadi secara akut dan biasanya karena perdarahan arteri yang mengancam jiwa.
Perdarahan subdural
Perdarahan subdural dapat terjadi akibat perdarahan lambat yang disebut perdarahan subdural sub akut, secara cepat (subdural akut) dan sangat besar (subdural kronik).
Perdarahan intracranial
Yaitu perdarahan di dalam otak itu sendiri. Dapat terjadi pada cedera kepala tertutup yang berat, atau yang lebih sering, cedera kepala terbuka. Dapat timbul akibat pecahnya suatu ancorisma atau stroke hemoragik. Perdarahan di otak menyebabkan peningkatan TIC, sehingga sel-sel dan vaskuler tertekan.
Hypovolemik syok
Hydrocephalus
Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes Insipidus)
Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis. Tromboplebitis post operasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini.
Infeksi
Infeksi luka sering muncul pada 36 – 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapylococus auereus, organism garam positif stapylococus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptic dan antiseptic.
Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi. Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan.
Penatalaksanaan Keperawatan
Mengurangi komplikasi akibat pembedahan
Mempercepat penyembuhan
Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.
Mempertahankan konsep diri pasien
Mempersiapkan pasien pulang
Perawatan pasca pembedahan
Tindakan keperawatan post operasi
Monitor kesadaran, tanda – tanda vital, CVP, intake dan out put
Observasi dan catat sifat drain (warna, jumlah) drainage.
Dalam mengatur dan menggerakkan posisi pasien harus hati – hati jangan sampai drain tercabut.
Perawatan luka operasi secara steril
Makanan
Pada pasien pasca pembedahan biasanya tidak diperkenankan menelan makanan sesudah pembedahan, makanan yang dianjurkan pada pasien post operasi adalah makanan tinggi protein dan vitamin C. Protein sangat diperlukan pada proses penyembuhan luka, sedangkan vitamin C yang mengandung antioksidan membantu meningkatkan daya tahan tubuh untuk pencegahan infeksi.
Pembatasan diit yang dilakukan adalah NPO (nothing peroral) Biasanya makanan baru diberikan jika:
Perut tidak kembung
Peristaltik usus normal
Flatus positif
Bowel movement positif
Mobilisasi
Biasanya pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar keadaanya stabil. Biasanya posisi awal adalah terlentang, tapi juga harus tetap dilakukan perubahan posisi agar tidak terjadi dekubitus. Pasien yang menjalani pembedahan abdomen dianjurkan untuk melakukan ambulasi dini
Pemenuhan kebutuhan eliminasi
Sistem Perkemihan
Control volunteer fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post anesthesia inhalasi, IV, spinal Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi retensio urine.
Pencegahan : inpeksi, palpasi, perkusi abdomen bawah (distensi buli – buli)
Dower catheter kaji warna, jumlah urine, out put urine <30 ml/jam komplikasi ginjal
System Gastrointestinal
Mual muntah 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK pada bedah kepala dan leher serta TIO meningkat
Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus
Kaji paralitik ileus suara usus (-), distensi abdomen, tidak flatus
Jumlah warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam
Insersi NGT intra operatif mencegah komplikasi post operatif dengan decompresi dan drainase lambung
Meningkatkan istirahat.
Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah.
Memonitor perdarahan.
Mencegah obstruksi usus.
Irigasi atau pemberian obat.
Pengkajian
Primary Survey
Air way
Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cair)setelah dilakukan pembedahan akibat pemberian anestesi.
Potency jalan nafas, meletakan tangan di atas mulut atau hidung.
Auscultasi paru keadekwatan expansi paru, kesimetrisan.
Breathing
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguanirama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensimaupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderungterjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR < 10 X / menit depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal gangguan cardiovasculair atau rata-rata metabolisme yang meningkat.
Inspeksi: Pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan diafragma, retraksi sterna efek anathesi yang berlebihan, obstruksi.
Circulating
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanandarah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia,disritmia).
Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan.
Disability : berfokus pada status neurologi
Kaji tingkat kesadaran pasien, tanda-tanda respon mata,respon motorik dan tanda-tanda vital.
Inspeksi respon terhadap rangsang, masalah bicara,kesulitan menelan, kelemahan atau paralisis ekstremitas, perubahan visual dangelisah.
Exposure
Kaji balutan bedah pasien terhadap adanya perdarahan
Secondary Survey
Pemeriksaan fisik Pasien Nampak tegang, wajah menahan sakit, lemah kesdaran somnolent apatis, GCS 15, TD 120/80 mmHg, Nadi 98 x/m, suhu 37 ºC, RR 20 x/m
Abdomen
Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati teraba 2 jari bawah iga,dan limpa tidak membesar, perkusi bunyi redup, bising usus 14 X/menit. Distensi abdominal dan peristaltic usus adalah pengkajian yang harus dilakukan padagastrointestinal.
Ekstremitas
Mampu mengangkat tangan dan kaki. Kekuatan otot ekstremitas atas 4 – 4 dan ekstremitas bawah 4 – 4, akral dingin dan pucat.
Integument
Kulit keriput, pucat, turgor sedang.
Tersiery Survey
Kardiovaskuler
Klien Nampak lemah, kulit dan konjuntiva pucat dan akral hangat. Tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 120x/m, kapiler refille 2 detik. Pemeriksaan laboratorium : HB 9.9 gr %, HCT 32 dan PLT 235
Brain
Klien dalam keadaan sadar, GCS: 4-5-6 (total = 15), klien nampak lemah, refleksdalam batas normal.
Bladder
Klien terpasang doewer chateter urine tertampung 200 cc, warna kuning kecoklatan.
Diagnosa Keperawatan
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka insisi.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan gygiene luka yang buruk
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan post operasi.
Pola nafas inefektif berhubungan dengan efek anastesi
Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan penumpukan secret
Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan efek anastesi
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah.
Intervensi Keperawatan
No
Diagnosa Keperawatan
Criteria Hasil /
Tujuan
Intervensi Keperatan
Rasionalisasi
1.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka insisi
Tujuan:
Setelahdilakukan tindakan keperawatan rasa nyeri dapat teratasi atau tertangani dengan baik.
Kriteria hasil:
· Melaporkan rasa nyeri hilang atau terkontrol.
· Mengungkapkan metode pemberian menghilang rasa nyeri.
· Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi dan aktivitas hiburan sebagi penghilang rasa nyeri
1. Kaji nyeri, catat lokasi,karakteristik, skala (0-10). Selidiki dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.
2. Pertahankan posisi istirahat semi fowler.
3. Dorong ambulasi dini
4. Berikan kantong es pada abdomen
5. Berikan analgesic sesuain indikasi
1. Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan. Perubahan pada karakteristik nyeri menunjukkan terjadinya abses.
2. Mengurangi tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi telentang.
3. Meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh merangsang peristaltic dan kelancaran flatus, dan menurunkan ketidak nyamanan abdomen.
4. Menghilangkan dan mengurangi nyeri melelui penghilangan ujung saraf
catatan: jangan lakukan kompres panas karena dapat menyebabkan kongesti jaringan.
5. Menghilangkan nyeri mempermudah kerja sama dengan intervensi terapi lain.
2.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi
Tujuan:Setelah di berikan tindakan pasien tidak mengalami gangguan integritas kulit. Kriteria hasil:
· Menunjukkan penyembuhan luka tepat waktu.
· Pasien menunjukkan perilaku untuk meningkatkan penyembuhan dan mencegah komplikasi.
1. Kaji dan catat ukuran, warna, keadaan luka, dan kondisi sekitar luka.
2. Lakukan kompres basah dan sejuk atau terap irendaman.
3. Lakukan perawatan luka dan hygiene sesudah mandi, lalu keringkan kulit dengan hati - hati.
4. Berikan prioritas untuk meningkatkan kenyamanan pasien.
1. Mengidentifikasi terjadinya komplikasi.
2. Merupakan tindakan protektif yang dapat mengurangi nyeri.
3. Memungkinkan pasien lebih bebas bergerak dan meningkatkan kenyamanan pasien.
4. Mempercepat proses penyembuhan dan rehabilitasi pasien,
3.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan higiene luka yang buruk
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan. Pasien diharapkan tidak mengalami infeksi. Kriteria hasil:
· Tidak menunjukkan adanya tandainfeksi.
· Tidak terjadi infeksi.
1. Awasi tanda - tanda vital, perhatikan demam, menggigil, berkeringat dan perubahan mental dan peningkatan nyeri abdomen.
2. Lihat lika insisi dan balutan. Catat karakteristik, drainase luka.
3. Lakukan cuci tangan yang baik dan lakukan perawatan luka aseptic.
4. Berikan antibiotik sesuai indikasi.
1. Deteksi dini adanya infeksi.
2. Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi.
3 Menurunkan penyebaran bakter
4. Mungkin diberikan secara profilaktif untuk menurunkan jumlah organism, dan untuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya.
4.
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan
Tujuan:
· Setelah dilakukan perawatan tidak terjadi gangguan perfusi jaringan. Kriteria hasil:
¨ Tanda-tanda vital stabil.
¨ Kulit klien hangat dan kering
¨ Nadi perifer ada dan kuat.
¨ Masukan atau haluaran seimbang
1. Observasi ekstermitas terhadap pembengkakan, dan eritema.
2. Evaluasi status mental. Perhatikan terjadinya hemaparalis, afasia, kejang, muntah dan peningkatan TD
1. Tirah baring lama dapat mencetuskan statis vena dan meningkatkan resiko pembentukan trombosis.
2. Indikasiyang menunjukkanembolisasi sistemik pada otak
5.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan post operasi.
Tujuan:
· Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien menunjukkan keseimbangan cairan yang adekuat
· Tanda - tanda vital stabil.
· Mukosa lembab
· Turgor kulit / pengisian kapiler baik.
· Haluaran urine baik.
1. Awasi intake dan out put cairan.
2. Awasi TTV, kaji membrane mukosa, turgor kulit, membrane mukosa, nadi perifer dan pengisian kapiler.
3. Awasi pemeriksaan laboratorium.
4. Berikan cairan IV atau produk darah sesuai indikasi.
1. Memberikan informasi tentang penggantian kebutuhan dan fungsi organ.
2. Indicator keadekuat volume sirkulasi / perfusi.
3. Memberikan informasi tentang volume sirkulasi, keseimbangan cairan dan elektrolit.
4. Mempertahankan volume sirkulasi
DAFTAR PUSTAKA
A.K. Muda, Ahmad. 2003. Kamus Lengkap Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta : Gitamedia Press.
Carpenito, Lynda Juall RN.1999. Diagnosa dan Rencana Keperawatan Ed 3. Jakarta : Media Aesculappius.
Purnawan Ajunadi, Atiek S.seomasto, Husna Ametz,(1982). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC