BAB I PENDAHULUAN
Epikondilitis medial maupun lateral
merupakan satu jenis penyakit occupational
overuse syndrome (OOS) yaitu masalah kesehatan akibat kerja yang disebabkan oleh penggunaan struktur-struktur otot-tendon dan tulang yang berlebihan sehingga menimbulkan rasa nyeri hebat yang seringkali disertai rasa kesemutan, mati rasa, rasa berat, rasa lemah. Biasanya mulai dari tempat tertentu (leher, bagian atas punggung, bahu, lengan, siku, pergelangan tangan atau tangan) yang menyebar ke satu sisi anggota badan atas atau keduanya.1 Occupational overuse syndrome (OOS) dipengaruhi beberapa faktor seperti sikap kerja, sifat dasar pekerjaan, faktor psikologis, intensitas dan lamanya pekerjaan berlangsung, frekuensi gerakan alat gerak, kecukupan waktu istirahat, ada / tidaknya kompresi mekanik pada bagianbagian tubuh, suhu lingkungan, angkat beban, dan teknik kerja yang kurang memadai.1 Pada tahun 1882, Morris memperkenalkan istilah “lawn tennis elbow” yang merujuk pada suatu sindroma pada siku yang ditemukan pada para pemain tenis, te nis, istilah itu kemudian dikenal “tennis elbow” elbow” yang merupakan istilah untuk epikondilitis lateral sedangkan epikondilitis medial lebih dikenal dengan “golfer’s elbow”.2 Epikondilitis lateral terjadi tujuh sampai sepuluh kali lebih sering daripada epikondilitis medial. Epikondilitis medial terjadi 9,8% sampai 20% dari seluruh kejadian epikondilitis. Insidensi epikondilitis lateral bervariasi mulai dari 1% hingga 3% dari populasi umum. Pria dan wanita memiliki prevalensi yang sama. Kelainan ini sering ditemukan pada orang-orang berkulit putih, 75% terjadi pada tangan yang dominan, dan insidensinya meningkat seiring dengan bertambahnya usia, dengan populasi puncak pada usia 40 hingga 50 tahun.2 Pada epikondilitis lateral disebabkan pembebanan yang berlebihan pada otot ekstensor lengan bawah pada origonya di epikondilus, sedangkan traksi yang berlebihan pada otot fleksor lengan bawah pada origonya menyebabkan epikondilitis medial.
3
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Sendi siku dibentuk oleh tiga potong tulang yaitu tulang humerus, ulna dan radius yang saling berhubungan dalam satu rongga sendi yang bersama-sama. 4 Pada dasarnya di dalam sendi siku terdapat dua gerakan yakni fleksi/ekstensi dan rotasi berupa pronasi dan supinasi.Gerakan fleksi dan ekstensi terjadi antara tulang humerus dan lengan bawah (radius dan ulna), pronasidan supinasi terjadi karena radius berputar pada tulang ulna, sementara itu radius juga berputar pada boros bujurnya sendiri.Sendi radioulnar proksimal dibentuk oleh kepala radius dan incisura radialisulna dan merupakan bagian dari sendi siku.Sendi radioulnar distal terletak dekat pergelangan tangan. 4 Sendi siku sangat stabil karena diperkuat oleh simpai sendi yaitu ligamentcollateral medial dan lateral. Ligamentum annulare radii menstabilkan terutama kepala radius. Otot-otot yang berfungsi pada gerakan sendi siku ialah brachioradialis, biceps brachii, otot triceps brachii, pronator teres dan supinator. Selain otot di atas, dari siku juga berasal sejumlah otot yang berfungsi untuk pergelangan tangan seperti otot ekstensor carpi radialis longus yang berfungsi sebagai penggerak utama ekstensi sendi pergelangan tangan dipersarafi oleh saraf radialis akar saraf servikal 6 - 7, otot ekstensor carpi radialis brevis,berfungsi sebagai penggerak utama ekstensi dan abduksi sendi pergelangan tangan dipersarafi oleh saraf radialis akar saraf servikal 6 – servikal 7. 4
Gambar 1: Gambar otot-otot pada aspek lateral elbow, yang berdekatan dengan origo tendon epikondilus lateral.CET= common extensor tendon, ECRB= extensor carpi radialis brevis, ECRL= extensor carpi radialis longus, ECU= extensor carpi ulnaris, EDC= extensor digitorum communis.5
2
Extensor carpi radialis brevis (ECRB), extensor digitorum communis, dan extensor carpi ulnaris bergabung membentuk suatu tendon yang kuat, diskret, serta melekat pada aspek anterior epikondilus lateral dan pada punggung suprakondilar lateral, dekat dengan origo brachioradialis dan extensor carpi radialis longus. Epikondilus lateral juga merupakan tempat perlekatan extensor digiti minimi dan supinator, yang bergabung bersama dengan ECRB, extensor digitorum communis, dan extensor carpi ulnaris, untuk membentuk tendon extensor communis. ECRB terletak pada aspek anterior dan profunda tendon communis dan memiliki insersi pada basis tulang metacarpal ketiga. Bagian bawah ECRB bersentuhan langsung dengan capitellum dan bagian lateralnya senantiasa bergesekan dengan capitellum selama proses ekstensi dan fleksi elbow. Robekan dan abrasi repetitif akibat pergesekan tersebut kemungkinan besar memainkan peranan penting dalam patofisiologi epikondilitis.Lesi primer yang paling sering kali menimbulkan epikondilitis adalah lesi yang terletak pada ECRB, lalu extensor digitorum communis, dan sisanya adalah otot-otot lain dan tendon pada kompartemen lateral.5
Gambar 2: Anatomi ligamentum elbow dari aspek lateral. AL= annular ligament, LUCL= lateral ulnar collateral ligament, RCL= radial collateral ligament.5 Epikondilitis lateral berhubungan erat dengan cedera kapsuler, penebalan serta robekan pada lateral ulnar collateral ligament (LUCL) dan radial collateral ligament (RCL). Kompleks lateral collateral ligament terdiri atas RCL, ligamen annular, ligamen accessory lateral collateral, dan LUCL (Gambar 2). RCL berasal dari epikondilus lateral bagian anterior dan bergabung dengan fiber ligamentum annular dan fascia otot supinator. Ligamentum annular, stabilisator utama sendi proximal radioulnar, melancip di bagian distal dan mengelilingi caput
3
radial yang berbentuk corong.Gangguan atau robekan pada ligamentum ini dapat menyebabkan instabilitas radioulnar.Ligamentum accessory lateral collateral membantu menstabilkan ligamentum annular namun ligamentum ini tidak selalu bisa ditemukan. Fiber ligamentum accesory berasal dari krista supinator, di sepanjang aspek lateral ulna. LUCL berkontribusi dalam memberikan konstrain ligamentum guna melawan stres varus. LUCL berasal dari epikondilus lateral sebagai persambungan dari RCL, namun LUCL berjalan di sepanjang aspek lateral dan posterior radius lalu masuk ke tuberkel krista supinator ulna. Gangguan pada LUCL akan menyebabkan instabilitas rotasi posterolateral elbow. 5
2.2 Definisi
Epikondilitis lateral adalah suatu kondisi terdapat nyeri pada bagian luar dari siku yang terjadi karena cedera pada otot dan tendon pada (aspek lateral) luar siku yang dihasilkan dari penggunaan berlebihan atau stres yang berulang. Epikondititis medial adalah suatu keadaan nyeri pada siku bagian dalam tepatnya pada tendon otot flexor carpi radialis dan otot pronator teres, yang disebabkan karena gerakan fleksi pergelangan tangan dan pronasi siku yang berulang kali. 3 2.3 Epidemiologi
Epikondilitis lateral terjadi tujuh sampai sepuluh kali lebih sering daripada epikondilitis medial. Epikondilitis medial terjadi 9,8% sampai 20% dari seluruh kejadian epikondilitis. Insidensi epikondilitis lateral bervariasi mulai dari 1% hingga 3% dari populasi umum. Pria dan wanita memiliki prevalensi yang sama. Kelainan ini sering ditemukan pada orang-orang berkulit putih, 75% keluhan terjadi pada tangan yang dominan, dan insidensinya meningkat seiring dengan bertambahnya usia, dengan populasi puncak pada usia 40 hingga 50 tahun.2 2.4 Patofisiologi
Selain akibat cedera stres repetitif, tennis elbow juga dapat terjadi karena trauma langsung.Kondisi ini sering ditemukan pada para pemain tenis, terutama pada mereka yang tidak profesional, dan belum memiliki teknik bermain tenis yang baik. Epikondilitis lateral terjadi karena kontraksi repetitif pada otot-otot ekstensor lengan bawah, terutama pada origo ekstensor carpi radius brevis, yang mengakibatkan robekan mikro lalu degenerasi tendon, perbaikan yang imatur, hingga menimbulkan tendinosis. Selain gaya mekanik yang 4
mengakibatkan stres varus berlebihan pada ekstensor carpi radius brevis, posisi anatomi tendon ekstensor carpi radius brevis yang langsung berhimpitan dengan aspek lateral capitellum menyebabkan tendon tersebut mudah mengalami abrasi berulang selama proses ekstensi elbow. Sejenis tennis elbow, golfer’s elbow disebut juga medial epikondilus. Patofisiologinya sama hanya saja yang mengalami mikro trauma adalah origo dari otot-otot yang melakukan fleksi lengan bawah, jadi yang berorigo pada epikondilus medialis humeri. Hipovaskularitas permukaan bawah tendon juga berkontribusi dalam proses degenerasi dan tendinosis.6
Gambar 3: A. Gambaran histologis tendinosis angiofibroplastic ( angiofibroblastic tendinosis) pada tennis elbow, terjadi disorganisasi kolagen normal akibat invasi fibroblast. B. Tendon normal. 6 Pada pemeriksaan umum, tendon yang mengalami tennis elbow akan berwarna abuabu dan rapuh. Awalnya, banyak yang menduga bahwa epikondilitis terjadi karena adanya proses inflamasi yang melibatkan bursa humeral radial, synovium, dan ligamentum annular. Pada tahun 1979, Nirschl dan Pettrone menemukan adanya disorganisasi arsitektur kolagen normal akibat invasi fibroblast yang berhubungan erat dengan respon reparatif vaskuler yang imatur, yang disebut juga dengan istilah “hiperplasia angiofibroplastik”. Proses itu kemudian dikenal dengan nama “tendinosis angiofibroplastik” karena tidak ada satu pun sel radang yang teridentifikasi. Karena inflamasi bukanlah faktor yang signifikan dalam epikondilitis, maka istilah tendinosis merupakan istilah yang paling tepat untuk menggambarkan tennis elbow.6
5
2.5 Manifestasi Klinis
Epikondilitis ditandai dengan nyeri epikondilus yang diprovokasi oleh gerak ekstensi dan fleksi pergelangan tangan, tergantung epikondilus mana yang terkena. Pasien mengeluhkan nyeri yang akan semakin memburuk ketika pasien beraktivitas dan membaik setelah pasien beristirahat.3 Nyeri yang dialami oleh pasien bervariasi, mulai dari yang paling ringan (seperti rasa mengganggu ketika melakukan aktivitas berat seperti bermain tennis atau menggunakan alat tangan secara berulang-ulang), atau nyeri berat yang terpicu oleh aktivitas sederhana seperti gerakan hendak mengambil dan memegang gelas kopi. Secara umum, akan mengeluhkan penurunan kekuatan ketika melakukan gerakan seperti menggenggam, supinasi, dan ekstensi pergelangan tangan, fleksi pergelangan tangan. Pembengkakan setempat dan teraba hangat dapat terjadi, range of motion dapat penuh tetapi pada tahap lanjut dapat mengalami keterbatasan ( flexion contracture) pada epikondilus medial. 3
2.6 Pekerjaan yang berhubungan dengan Epikondilus Lateral/Medial
2,4
Kegiatan atau Olahraga
Gerakkan
Bermusik
Bermain biola
Bisnis
Mengangkat tas yang berat
Pertukangan
Memalu atau memutar sekrup
Perlistrikan
Memotong kabel
Mekanik
Gerakan repetitif
Bisbol
Pitching
Golf
Memegang dan mengarahkan bola golf dengan stick golf
Olahraga raket Angkat Berat
Pukulan backhand,forehand
Memanah
Manarik dan memlepas busur panah
Berlayar
Mendayung
Tukang kayu
Menebang pohon
Bowling
Melempar bola
Pedagang daging
Memotong daging
Mengankat beban dalam keadaan fleksi, Mengunci siku ketika dalam posisi ekstensi
6
2.7 Diagnosis
1. Anamnesis 2. Pemeriksaan Fisik a. Pemeriksaan Lateral Elbow Nyeri maksimal dapat timbul ketika dilakukan penekanan pada daerah sekitar 1-2 cm dari distal origo ECRB di epikondilus lateral. Apabila tanda ini tidak ditemukan, maka kita dapat menyingkirkan diagnosis tennis elbow. b. Tes Maudsley Pasien diminta untuk melakukan ekstensi jari ketiga (jari tengah) tangan lalu pemeriksa menahan ekstensi tersebut sambil mempalpasi epikondilus lateral. Hal itu akan menimbulkan ketegangan pada otot extensor digitorum dan tendon. Hasil positif terjadi apabila pasien merasakan nyeri pada epikondilus lateral. c. Tes Mill Pemeriksa meminta pasien agar memfleksikan elbow dan pergelangan tangan, sambil memperhatikan tiap nyeri yang timbul pada epikondilus lateral. Hasil positif bila pasien merasakan nyeri pada epikondilus lateral. d. Tes Cozen Pemeriksa menstabilisasi elbow dengan cara meletakkan ibu jari pada epikondilus lateral. Lalu pasien diminta untuk mengepalkan tangan sambil mempronasikan lengan bawah secara radial lalu pasien mengekstensikan pergelangan tangan sambil melawan tahanan yang diberikan oleh pemeriksa. Atau pemeriksa dapat memfleksikan dan mengekstensikan lengan bawah pasien secara pasif. e. Tes mengangkat kursi (Chair Test) Pasien diminta untuk mengangkat sebuah kursi dengan bahu di-adduksi, kemudian elbow
diekstensi,
dan
pergelangan
tangan
dipronasi.
Tindakan
seperti
itu
akan
mempresipitasi nyeri Jika pasien merasakan nyeri pada epikondilus lateral, berarti chair test positif. Selain tes-tes di atas, kita juga harus melakukan pemeriksaan ROM pada bahu, siku, dan pergelangan tangan. Pemeriksaan ROM (range of movements) dan uji krepitus sendi radiohumeral dilakukan untuk mengeksklusi penyakit seperti bursitis atau tosteokondritis. Jika ditemukan penurunan ROM, maka kita dapat mempertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan radiologis untuk mengevaluasi sendi yang bermasalah.
7
3. Pemeriksaan Penunjang a. X- Ray Pemeriksaan X-ray biasanya dilakukan dengan tujuan untuk mengeksklusi abnormalitas lain. Gambaran yang dapat ditemukan dari pemeriksaan X-ray adalah deposisi kalsium (kalsifikasi) pada daerah yang berdekatan dengan epikondilus. b. USG Sensitivitas USG untuk mendiagnosis tennis elbow adalah 72-88%, sedangkan spesifisitasnya adalah 36-62,5%, namun ada juga penelitian yang melaporkan bahwa spesifisitasnya mencapai 67-100%, terutama untuk pasien-pasien yang simptomatik.
Gambar 4: A.USG longitudinal pada tendon extensor communis pasien tennis elbow, tanda panah menunjukkan fokus hipoekoik linear yang sesuai dengan robekan intrasubstansi,B USG longitudinal pada tendon extensor communis pasien tennis elbow, tanda panah yang atas menunjukkan tendon yang mengalami kalsifikasi, sedangkan tanda panah yang bawah menunjukkan iregularitas tulang yang dekat dengan te ndon extensor communis. 3. MRI MRI memiliki sensitivitas sekitar 90-100% dalam mendiagnosis epikondilitis. Pasien yang akan menjalani pemeriksaan MRI sebaiknya berbaring dengan tangan terabduksi, elbow di-ekstensi, dan pergelangan tangan di-supinasi.
Gambar 5: MRI tennis elbow. (a) tanda panah menunjukkan robekan full-thickness dan retraksi ECRB yang disertai dengan edema. (b) tanda panah menunjukkan cairan peritendinosus pada origo ECRB.
8
2.8 Penatalaksanaan
Terapi untuk epikondilitis dibagi menjadi 2 yakni terapi konservatif dan pembedahan. Untuk penatalaksanaan awal, biasanya terapi konservatif menjadi pilihan utama, sambil terus melakukan observasi. Namun bila kondisi pasien tidak mengalami perbaikan setelah menjalani terapi konservatif selama 6 hingga 9 bulan, maka sebaiknya pasien segera dirujuk untuk menjalani pemeriksaan radiologis dan terapi pembedahan. 7 Untuk fase akut, maka kita harus memberlakukan regimen R.I.C.E seperti halnya cedera jaringan lunak lainnya. Hal tersebut melibatkan prosedur:7 a. Rest (istirahat) b. Ice (es) c. Compression (kompres) d. Elevation (elevasi) Terapi konservatif
Terapi konservatif yang dapat diberikan pada pasien antara lain: 7 1. NSAID (Non-steroidal anti-inflammatory drugs) NSAID dapat digunakan sebagai analgesia untuk pasien epikondilitis. Obat-obatan tersebut dapat digunakan secara topikal maupun sistemik. NSAID dapat menghambat inflamasi dengan cara menghambat sintesis prostaglandin. Meskipun tennis elbow bukanlah suatu proses inflamasi, namun berbagai penelitian telah membuktikan bahwa penggunaan NSAID dapat mengurangi gejala tennis elbow. Namun penggunaan NSAID dalam jangka panjang tidak dianjurkan karena adanya efek samping pada traktus gastrointestinal dan ginjal. 2. Kortikosteroid Jenis kortikosteroid yang digunakan untuk terapi epikondilitis sebaiknya yang memiliki efek anti-inflamasi yang kuat seperti triamcinolone dan betamethasone. Dan pemberiannya harus dilakukan secara intra-artrikuler untuk mengurangi efek sistemik. Triamcinolone dan betametahsone dapat menurunkan inflamasi dengan cara menekan migrasi leukosit polimorfonuklear dan memperbaiki permeabilitas kapiler. Banyak dokter yang lebih suka menggunakan betamethasone karena agen ini tidak mengalami kristalisasi ketika dicampurkan dengan sediaan anestetik yang bebas paraben. Terapi ini terkadang juga dikombinasikan dengan anestetik lokal; salah satu kombinasi yang sering digunakan adalah 0,5 cc Xylocaine 2% dan 0,5 cc methylprednisolone.
9
3. Vasodilator Vasodilator dapat diberikan pada pasien epikondilitis karena agen ini dapat menstimulasi sintesis kolagen dan membantu proses penyembuhan. Selain itu vasodilator dapat mengurangi gejala nyeri. Vasodilator yang dianjurkan adalah nitrogliserin transdermal. Obat ini dapat menyebabkan relaksasi otot pembuluh darah dengan cara menstimulasi produksi guanosine monofosfat intraseluler. 4. Botulinum Botulinum telah terbukti dapat menurunkan gejala nyeri dengan cara memblokade pelepasan asetilkolin, sehingga menimbulkan denervasi kimiawi pada sistem saraf simpatetik dan perifer. Namun penggunaan botulinum harus dilakukan secara hati-hati karena efek sampingnya dapat menimbulkan kelumpuhan pada otot-otot pernapasan. 5. Terapi Fisik Banyak ahli yang menyarankan terapi fisik untuk pasien-pasien epikondilitis dengan cara memberikan stressing pada insersi ECRB melalui latihan gerakan eksentrik dan konsentrik. Diharapkan dengan terapi ini maka akan terbentuk jaringan kolagen yang padat pada area insersi ECRB, sehingga rasa nyeri akan tereliminasi.
Gambar 6: Latihan fleksi elbow 90⁰ (kontraksi konsentrik pada otot-otot extensor pergelangan tangan).
Gambar 7: Latihan ekstensi elbow 180⁰ (kontraksi eksentrik pada otot-otot er elan an tan an .
10
Terapi fisik seperti ini murah dan cukup efektif dalam mengatasi gejala tennis elbow. Namun sebelum melakukan gerakan-gerakan seperti itu, kita harus memberikan memberikan konseling pada pasien mengenai adanya efek eksarsebasi nyeri ketika sedang melakukan latihan. 6. Penggunaan Ortosis atau Bebat Counterforce (Counterforce bracing) Penggunaan bebat counterforce dilakukan untuk mengurangi gaya tension (tegangan) pada tendon ekstensor pergelangan tangan, dan ortotik jenis ini lebih unggul dalam mengatasi tennis elbow jika dibandingkan dengan bebat biasa. Bebat ini harus diletakan kira-kira 10 cm di arah distal sendi elbow. Penggunaan bebat counterforce selama tiga minggu pada epikondilitis lateral, dapat menurunkan nyeri dan meningkatkan kekuatan genggaman. Namun beberapa ahli menganggap bahwa terapi ini tidak memberikan manfaat sama sekali dalam mengatasi tennis elbow. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa terapi ini masih kurang superior jika dibandingkan dengan terapi NSAID topikal dan injeksi kortikosteroid.
Gambar 8 : Counterforce bracing.
Terapi Pembedahan
Jika semua terapi konservatif gagal dalam mengatasi tennis elbow, maka kita harus melakukan pemeriksaan radiologis guna menyingkirkan kemungkinan adanya kelainan lain yang menyertai tennis elbow dan mempertimbangkan terapi pembedahan. Rehabilitasi
Setelah menjalani pembedahan, terutama operasi terbuka, tangan yang dioperasi harus diimobilisasi dengan menggunakan bebat. Setelah 1 minggu, bebat dan jahitan dapat dilepaskan. Jika bebat telah dilepaskan, maka kita harus segera memulai latihan fisik dengan melakukan gerakan peregangan siku dan mengembalikan fleksibilitas siku. Latihan penguatan siku dapat dimulai dalam 2 bulan setelah pembedahan. Sedangkan untuk latihan atletik yang jauh lebih berat, biasanya akan dimulai dalam 4 hingga 6 minggu setelah operasi.6
11
2.9 Pencegahan
Pencegahan merupakan tindakan penanggulangan Repetitive Strain Injury yang paling penting. Langkah pertama untuk tindakan pencegahan adalah identifikasi besarnya masalah yang ada dilingkungan tempat kerja. Analisis lingkungan tempat kerja, jadwal dan kecepatan kerja kelompok kerja yang mempunyai risiko untuk terjadinya penyakit ini, sikap/posisi kerja, peralatan yang digunakan, desain tugas kerja, sangat perlu dilaksanakan secara menyeluruh. Semua ini berguna untuk mengurangi stres fisik terhadap alat gerak para pekerja. Elemen-elemen tindakan pencegahan adalah sebagai berikut:1 a. Memperbaiki lingkungan tempat kerja, peralatan dan organisasi tugas kerja menurut prinsip-prinsip ergonomi, misalnya; perubahan tinggi meja kerja, tempat duduk, desain mesin-mesin dan peralatan kerja, banyaknya,frekuensi dan variasi gerakan yang dilakukan agar sesuai dengan kapasitas fisik dan mental para pekerja. Memberikan variasi untuk tugastugas yang mempunyai risiko terjadinya penyakit ini. Setiap pekerjaan sedapat mungkin harus merupakan kombinasi dari pekerjaan dengan gerakan berulang /posisi tugas yang kurang nyaman dengan pekerjaan lain yang dapat memberikan istirahat bagi otot-otot yang mengalami kelelahan. b. Para pekerja yang baru bertugas kembali dari absen selama lebih dari 2 minggu, dilarang untuk langsung bekerja seperti biasa, tetapi perlu dilakukan suatu periode penyesuain kerja. c. Training/pelatihan perlu dilaksanakan secara reguler untuk memberikan masukan tentang; perhatian terhadap tugas - tugas yang berisiko tinggi, cara kerja yang sehat, penggunaan peralatan/mesin-mesin yang benar, maksud serta tata cara penggunaan alat perlindungan perorangan yang baik,dsb.
2.10 Prognosis
Angka kesembuhan pasien dari penyakit ini cukup tinggi, meskipun tanpa terapi pembedahan. Meskipun begitu, epikondilitis memiliki potensi menjadi masalah kronik terutama jika tidak tertangani dengan baik. Untuk menurunkan risiko kronik, maka pasien dianjurkan menjalani modifikasi aktivitas dan koreksi biomekanik. 6
12
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Epikondilitis lateral adalah suatu kondisi terdapat nyeri pada bagian luar dari siku yang terjadi karena cedera pada otot dan tendon pada (aspek lateral) luar siku yang dihasilkan dari penggunaan berlebihan atau stres yang berulang. Epikondititis medial adalah suatu keadaan nyeri pada siku bagian dalam tepatnya pada tendon otot flexor carpi radialis dan otot pronator teres, yang disebabkan karena gerakan fleksi pergelangan tangan dan pronasi siku yang berulang kali. Epikondilitis merupakan salah satu OOS ( Occupational overuse syndrome) yaitu masalah kesehatan kerja yang terjadi akibat pebggunaan yang berlebihan dari struktur tendon,otot tulang yang berlebihan. Penatalaksanaan
epikondilitis
mencakup
penatalaksanaan
konservatif
dan
pembedahan. Langkah pertama untuk tindakan pencegahan adalah identifikasi besarnya masalah yang ada dilingkungan tempat kerja. Analisis lingkungan tempat kerja, jadwal dan kecepatan kerja kelompok kerja yang mempunyai risiko untuk terjadinya penyakit ini, sikap/posisi kerja, peralatan yang digunakan, desain tugas kerja, sangat perlu dilaksanakan secara menyeluruh. Umumnya prognosis dari penyakit ini baik jika ditanggulangi secara tepat dan cepat.
13