Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang.
Kota Palembang telah memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yaitu RTRW Kota Palembang tahun 1999-2009. Sebagai dasar hukum utama dalam pemanfaatan dan pengenadalian pemanfaatan pemanfaat an ruang di Kota Palembang saat ini adalah Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 8 Tahun 2000 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Palembang Tahun 1999-2009. Dengan demikian usia RTRW tersebut sudah 10 tahun. Pada tahun 2004 pernah dilakukan revisi terhadap RTRW Kota Palembang, akan tetapi revisi tersebut belum dituangkan dalam produk hukum sebagai aturan pelaksanaannya, sehingga peraturan tata ruang yang baku di Kota Palembang masih berpedoman pada Perda Nomor 8 tahun 2000 tersebut, dimana Perda tersebut masih rnengacu pada RTRW Kota Palembang Tahun 1999-2009. Dalam rentang waktu 10 tahun tersebut, perkembangan Kota Palembang terutama pembangunan fisik sangat cepat. Terlihat dengan semakin banyaknya pembangunan gedung, rumah, jalan, dan sebagainya. Terlihat pula kemunculan pusat-pusat pertumbuhan baru antara lain di kawasan Sako, Sukarami dan Jakabaring. Perkembangan kawasan perkotaan tersebut berpengaruh pada peruntukan kawasan, baik yang sesuai maupun yang tidak sesuai. Oleh karena itu, untuk mengetahuinya perlu dilakukan evaluasi terhadap RTRW yang sudah ada. Perumusan RTRW tingkat Kabupaten/Kota berpedoman pada Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang menitikberatkan pada aspek pengendalian yang didalamnya terdapat unsur pengawasan/monitoring dan law enforcement bagi pelanggar tata ruang sudah dinyatakan secara jelas berikut aturan mainnya. Hal pokok lain yang secara jelas dicantumkan dalam UU Tata Ruang yang baru adalah mengenai presentase Ruang Terbuka Hijau (RTH), yaitu seluas 30% dari total luas wilayah, sedangkan peraturan yang ada saat ini belum mengatur tentang hal tersebut. Untuk dapat mengakomodasi hal tersebut, tentunya harus diketahui kondisi eksisting RTH yang ada dan bagaimana supaya dapat mencapai 30% serta dimana saja lokasi yang akan direkomendasikan sebagai RTH. Dari sisi kebijakan pemerintah, saat ini telah terbit peraturan dibidang penataan ruang yaitu dengan terbitnya Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Dengan adanya Undang-undang baru tersebut, maka sudah pasti peraturan-peraturan di bawahnya berpedoman pada undang-undang ini. Sebagai contoh, dalam UU Penataan Ruang sebelumnya yaitu UU Nomor 24 Tahun 1992, hanya dimuat 2 (dua) pokok kandungan utama yakni Struktur Ruang dan Pola Pemanfaatan Ruang. Jadi yang ditekankan adalah lebih kepada aspek planni pla nningng-nya nya saja, sedangkan aspek pengendalian dengan law enforcement tidak dinyatakan secara gamblang. Dalam UU No.26 tahun 2007, aspek pengendalian yang didalamnya ada unsur pengawasan/monitoring dan law enforcement bagi pelanggar tata ruang sudah dinyatakan secara jelas berikut aturan mainnya. Beranjak dari hal-hal tersebut, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap RTRW yang sudah ada. Setidaknya terdapat hal utama perlunya dilakukan evaluasi, yaitu untuk menyelaraskan antara kondisi pemanfaatan ruang dengan aturan yang ada dan menyelaraskan aturan yang sudah ada dengan aturan yang baru. Evaluasi tersebut juga bertujuan untuk menghindari adanya penyimpangan yang lebih besar lagi dari pemanfaatan ruang yang telah ada. I - 1
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
Dokumen lain yang terkait erat dengan RTRW kota adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Dalam dokumen RTRW Nasional Tahun 2020 sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008, yang merupakan Hasil Penyempurnaan RTRWN yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1997, di wilayah Propinsi Sumatera Selatan Kota Palembang ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN), sehingga dengan demikian RTRW Kota Palembang harus menyelaraskan dimensi ruang dan aktivitas dengan kehendak RTRWN tersebut. Kebijakan Kota Palembang didasarkan pada pencapaian visi dan misi Kota Palembang dengan prioritas utama pengembangan Kota Palembang sebagai Kota internasional yang perlu ditunjang oleh penyediaan infrastruktur, yang seluruhnya perlu diterjemahkan dalam dimensi ruang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung. Selain itu, dengan terdapatnya pemekaran wilayah Kota Palembang dari 8 kemudian 14 kecamatan dan terakhir menjadi 16 Kecamatan yang memerlukan penyediaan sarana dan prasarana serta pelayanan yang lebih merata tiap wilayah.
1.2
Kedudukan Dan Fungsi RTRW Kota Palembang.
a. Kedudukan RTRW Kota Palembang. Rencana tata ruang wilayah Kota Palembang adalah penjabaran RTRW provinsi kedalam kebijakan dan strategi pengembangan wilayah Kota Palembang yang sesuai dengan fungsi dan peranannya didalam rencana pengembangan wilayah provinsi secara keseluruhan. Strategi pengembangan wilayah ini selanjutnya dituangkan kedalam rencana struktur dan rencana pola ruang operasional. Dalam operasionalisasinya, rencana umum tata ruang dijabarkan dalam rencana rinci tata ruang yang disusun dengan pendekatan nilai strategis kawasan dan/atau kegiatan kawasan dengan muatan subtansi yang dap at mencakup hingga penetapan blok dan subblok yang dilengkapi peraturan zonasi sebagai salah satu dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang sehingga pemanfaatan ruang dapat dilakukan sesuai dengan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang. Rencana rinci tata ruang dapat berupa rencana tata ruang kawasan strategis dan rencana detail tata ruang Kota Palembang. b. Fungsi RTRW Kota Palembang Fungsi RTRW Kota Palembang adalah sebagai: 1. Acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Palembang; 2. Acuan dalam pemanfaatan ruang/pengembangan wilayah Kota Palembang; 3. Acuan untuk mewujudkan keseimbangan pembangunan dalam wilayah Kota Palembang; 4. Acuan lokasi investasi dalam wilayah Kota Palembang yang dilakukan pemerintah, masyarakat, dan swasta; 5. Pedoman untuk penyusunan rencana rinci tata ruang di wilayah Kota Palembang; 6. Dasar pengendalian pemanfaatan ruang dalam penataan/pengembangan wilayah Kota Palembang yang meliputi penetapan peraturan zonasi, perijinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi; dan 7. Acuan dalam administrasi pertanahan.
I - 2
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
Dokumen lain yang terkait erat dengan RTRW kota adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Dalam dokumen RTRW Nasional Tahun 2020 sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008, yang merupakan Hasil Penyempurnaan RTRWN yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1997, di wilayah Propinsi Sumatera Selatan Kota Palembang ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN), sehingga dengan demikian RTRW Kota Palembang harus menyelaraskan dimensi ruang dan aktivitas dengan kehendak RTRWN tersebut. Kebijakan Kota Palembang didasarkan pada pencapaian visi dan misi Kota Palembang dengan prioritas utama pengembangan Kota Palembang sebagai Kota internasional yang perlu ditunjang oleh penyediaan infrastruktur, yang seluruhnya perlu diterjemahkan dalam dimensi ruang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung. Selain itu, dengan terdapatnya pemekaran wilayah Kota Palembang dari 8 kemudian 14 kecamatan dan terakhir menjadi 16 Kecamatan yang memerlukan penyediaan sarana dan prasarana serta pelayanan yang lebih merata tiap wilayah.
1.2
Kedudukan Dan Fungsi RTRW Kota Palembang.
a. Kedudukan RTRW Kota Palembang. Rencana tata ruang wilayah Kota Palembang adalah penjabaran RTRW provinsi kedalam kebijakan dan strategi pengembangan wilayah Kota Palembang yang sesuai dengan fungsi dan peranannya didalam rencana pengembangan wilayah provinsi secara keseluruhan. Strategi pengembangan wilayah ini selanjutnya dituangkan kedalam rencana struktur dan rencana pola ruang operasional. Dalam operasionalisasinya, rencana umum tata ruang dijabarkan dalam rencana rinci tata ruang yang disusun dengan pendekatan nilai strategis kawasan dan/atau kegiatan kawasan dengan muatan subtansi yang dap at mencakup hingga penetapan blok dan subblok yang dilengkapi peraturan zonasi sebagai salah satu dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang sehingga pemanfaatan ruang dapat dilakukan sesuai dengan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang. Rencana rinci tata ruang dapat berupa rencana tata ruang kawasan strategis dan rencana detail tata ruang Kota Palembang. b. Fungsi RTRW Kota Palembang Fungsi RTRW Kota Palembang adalah sebagai: 1. Acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Palembang; 2. Acuan dalam pemanfaatan ruang/pengembangan wilayah Kota Palembang; 3. Acuan untuk mewujudkan keseimbangan pembangunan dalam wilayah Kota Palembang; 4. Acuan lokasi investasi dalam wilayah Kota Palembang yang dilakukan pemerintah, masyarakat, dan swasta; 5. Pedoman untuk penyusunan rencana rinci tata ruang di wilayah Kota Palembang; 6. Dasar pengendalian pemanfaatan ruang dalam penataan/pengembangan wilayah Kota Palembang yang meliputi penetapan peraturan zonasi, perijinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi; dan 7. Acuan dalam administrasi pertanahan.
I - 2
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
1.3
Dasar Hukum Penyusunan RTRW Kota Palembang.
Beberapa dasar hukum dan peraturan yang mendasari penyusunan RTRW Kota Palembang ini antara lain:
1.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II dan Kotapraja di Sumatera Selatan (Lembaran Negara RI Tahun 1959 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1821); Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4844); Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang tentang Penataan Ruang (Lembaran (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4725); Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4833); Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara RI Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5103); Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160); Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 6 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Kota Palembang (Lembaran Daerah Kota Palembang Tahun 2008 Nomor 6); Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah (Lembaran Daerah Kota Palembang Tahun 2008 Nomor 10).
2.
3. 4.
5.
6.
7. 8.
1.4
Profil Wilayah Kota Palembang.
1.4.1 Profil Kependudukan. a
Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk.
Jumlah penduduk Kota Palembang tahun 2008 tercatat sebanyak 1.417.047 jiwa, dengan pertumbuhan rata-rata 2,01 % per tahun. Pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi ini disamping adanya pertumbuhan penduduk alami (kelahiran-kematian) juga disebabkan adanya urbanisasi. Kecamatan dengan jumlah penduduk paling tinggi adalah Kecamatan Ilir Timur II, disusul oleh Kec. Seberang Ulu I dan Kec. Ilir Barat I. Kecamatan dengan pertumbuhan penduduk tinggi (lebih dari 2 %) adalah kecamatan Ilir Barat II (2,24%), Kec. Plaju (2,20%), Kec. Seberang Ulu II (2,18 %), Kec. Seberang Ulu I (2,15 %), Kec. Ilir Timur I (2,11%), Kec. Kertapati (2,08), Kec. Ilir Barat II (2,04%) dan Kec. Kemuning (2,02%). Kecamatan yang tinggi pertumbuhan penduduknya tersebut sebagian besar terdapat di wilayah Palembang Ulu (Kec. Plaju, Seberang Ulu I, Kertapati dan Seberang Ulu II). Dilihat dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa perkembangan wilayah Palembang Ulu pada lima tahun terakhir cukup cepat dan menarik penduduk untuk bertempat tinggal di wilayah tersebut. Wilayah ini cukup menarik karena kebijakan pemerintah daerah baik provinsi maupun kota yang banyak mengarahkan pembangunan di wilayah ini. Beberapa kawasan di wilayah ini telah berkembang menjadi pusat perkantoran I - 3
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
antara lain di Jl. Gubernur Ahmad Bastari (Jalan Poros Jakabaring), kawasan pendidikan di Jl. Ahmad Yani, Pasar Induk Jakabaring, Terminal tipe B Jakabaring, RSUD BARI, perumahan Ogan Permata Indah, Perumahan Taman Ogan Permai dan stadion internasional Bumi Sriwijaya Jakabaring. Wilayah dengan pertumbuhan penduduk paling rendah adalah kecamatan Sako (1,62%), Kec. Gandus (1,84%) (1,84%) dan Kec. Bukit Kecil Kecil (1,81%). Sebelum Sebelum tahun 2000, kecamatan kecamatan Sako merupakan kecamatan dengan pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi. Kawasan Sako saat ini telah menjadi kota satelit bagi pusat Kota Palembang.
Tabel I.1 Jumlah Penduduk Kota Palembang (jiwa)Tahun 2003-2008 Penduduk
Rata-Rata
No.
Kecamatan
1
Ilir Barat II
60.761
62.032
63.264
64.708
65.923
66.966
2
Gandus
48.502
49.015
50.078
51.182
52.125
52.973
3
Seb. Ulu I
142.587
146.403
149.135
152.607
4
Kertapati
74.738
76.417
77.978
79.736
81.225
82.520
5
Seb. Ulu II
82.902
85.109
86.889
88.833
90.482
91.933
6
Plaju
76.996
79.155
80.749
82.581
84.129
85.464
7
Ilir Barat I
106.727
109.952
112.099
114.668
8
Bukit Kecil
45.408
45.865
46.789
47.850
48.748
49.522
9
Ilir Timur I
75.448
77.450
78.674
80.599
82.191
83.409
10
Kemuning
80.246
81.865
83.423
85.351
86.973
88.331
11
Ilir Timur II
157.602
160.818
164.449
12
Kalidoni
86.418
87.718
89.617
91.596
93.281
94.795
13
Sako
90.229
90.263
92.214
94.251
95.986
72.396
14
Sukarame
163.705
167.066
170.828
-
-
-
-
-
-
-
-
15 16
Sematang Borang Alang-Alang Lebar TOTAL
2004
2003
154.864
161.609 -
2005
2006
2008
2007
155.521
116.833
167.522
174.015
157.933
118.671
170.192
104.700
Pertumbuhan 2,04 1,84 2,15 2,08 2,18 2,20 2,24 1,81 2,11 2,02 1,98 1,94 1,62 1,88
25.148 -
1.287.435
1.312.551
1.338.793
1.369.239
1.394.954
72.094 1.417.047
2,01
Sumber Palembang Dalam Angka, 2008
Dari hasil proyeksi proyeksi penduduk didapat kesimpulan kesimpulan bahwa penduduk Kota Kota P Palembang alembang mempunyai jumlah penduduk yang beragam, terutama pada beberapa kecamatan mempunyai jumlah penduduk yang besar dibanding dengan kecamatan lainnya. Hal ini dapat dimengerti karena beberapa kecamatan tersebut mempunyai tingkat mobilitas yang tinggi karena adanya kagiatan seperti perdagangan dan jasa, pemerintahan atau karena kelengkapan fasilitas baik pendidikan, kesehatan, peribadatan dan lain-lain. Tapi pada beberapa kecamatan lain menunjukan pertumbuhan penduduk yang kurang tinggi, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kurangnya fasilitas atau kondisi alam yang kurang mendukung (daerah banjir, rawa) sehingga sebagian penduduk lebih memilih tempat tinggal yang mempunyai kelengkapan fasilitas guna mendukung aktifitasnya. Berdasarkan proyeksi pertumbuhan jumlah penduduk Kota Palembang, rata– rata –rata pertumbuhan mencapai 1,99 % pertahun. Dalam perkembangan lima tahun sampai tahun 2010 jumlah penduduk Kota Palembang mencapai 1.474.724 jiwa, tahun 2020 mencapai mencapai 1.800.568 jiwa 1.800.568 jiwa dan tahun 2030 sebanyak 2.198.974 jiwa
I - 4
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
b. Kepadatan Penduduk Kepadatan penduduk di Kota Palembang pada tahun 2008 sebesar 3.537 jiwa/km2 atau sekitar 36 jiwa/Ha. Kepadatan penduduk di Kota Palembang tidak merata. Di wilayah pusat kota kepadatan penduduk tinggi sedangkan di wilayah pinggiran berkepadatan rendah. Wilayah kecamatan dengan kepadatan penduduk paling tinggi adalah kecamatan Ilir Timur I yaitu 12.832 jiwa/km2, disusul kemudian dengan kecamatan Ilir Barat II (10.766) dan Kec. Kemuning (9.815). Semua kecamatan tersebut terletak di pusat kota. Kecamatan dengan kepadatan penduduk rendah adalah Kec. Sematang Borang sebesar 489 jiwa/km2 dan Kec. Gandus sebesar 770 jiwa/km2. Kecamatan lain yang terletak di pinggiran kota juga berkepadatan penduduk rendah antara lain kecamatan Sukarami, Alang-Alang Lebar dan Kertapati. Faktor jumlah penduduk, pertumbuhan dan perkembangannya ini dapat mempengaruhi : Luas kebutuhan ruang 1. Kebutuhan akan jenis fasilitas, pelayananya dan besaran-besarannya 2. Klasifikasi Kota 3. Pertumbuhan kotanya sendiri 4. Pola Pengaturan Kota dan Kemungkinan perluasan 5. kemungkinan penyediaan lapangan pekerjaan 6. .
Untuk mencapai salah satu tujuan penataan ruang yaitu terciptanya keseimbangan perkembangan wilayah antar kawasan, maka kebijakan pemerataan jumlah dan kepadatan penduduk harus dilaksanakan. Faktor jumlah penduduk merupakan faktor utama dalam mendorong perkembangan wilayah. Dengan kenaikan jumlah penduduk, maka akan mendorong perkembangan kegiatan sosial ekonomi penduduk dan perkembangan fisik kawasan. Wilayah-wilayah kecamatan yang mempunyai kepadatan sangat tinggi seperti Kec. Ilir Timur I dan Ilir Barat II harus bisa dikurangi kepadatannya, karena kalau hal ini dibiarkan maka akan berpengaruh pada menurunnya daya dukung lingkungan di wilayah-wilayah tersebut. Arahan kepadatan penduduk, dirumuskan sebagai pedoman dalam memberikan alokasi dan distribusi penduduk di wilayah perencanaan. Arahan kepadatan penduduk, dikelompokkan menjadi kepadatan sangat tinggi (>250 jiwa/Ha), tinggi (150-250 jiwa/Ha), sedang (50— (50 — 150 jiwa/Ha) dan rendah (<50 jiwa/Ha). ji wa/Ha). Rencana kepadatan kepadatan penduduk dengan dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi direncanakan direncanakan di SWK Pusat Kota dan Jakabaring, sedangkan kawasan dengan tingkat kepadatan penduduk sedang di SWK Sukarami, Kertapati,Plaju, Lemabang, dan kawasan dengan kepadatan rendah di Gandus, Sako dan Alang-Alang Alang -Alang Lebar. Untuk rencana kepadatan penduduk per kecamatan di masa mendatang beberapa kecamatan diprediksi akan mempunyai kepadatan tinggi (>200 jiwa/hektar), yaitu Kec. Ilir Timur I, kecamatan dengan tingkat kepadatan sedang adalah Kec. Ilir Barat II, Kec.Kemuning, sedangkan kecamatan yang diprediksi akan mempunyai kepadatan rendah yaitu Kec. Gandus, Seberang Ulu I, Kertapati, Seberang Ulu II, Plaju, Ilir Barat I, Bukit Kecil, Ilir Timur II, Kalidoni, Sako, Sukarami, Sematang Borang dan Alang-Alang Lebar. Kecamatan yang diprediksi masih berkepadatan rendah tersebut disebabkan masih luasnya cadangan lahan yang belum terbangun di kawasan-kawasan kawasan-kawasan tersebut.
I - 5
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
Tabel I.2 Rencana Kepadatan Penduduk Per Kecamatan
No
Kecamatan
Luas (ha)
Tahun 2020
Tahun 2030
Kriteria
Penduduk
Kepadatan
Penduduk
Kepadatan
622
85.330
137,19
104.425
167,89
Sedang
1
Ilir Barat II
2
Gandus
6.878
65.929
9,59
79.115
11,50
Rendah
3
Seberang Ulu I
1.744
203.861
116,89
252.184
144,60
Rendah
4
Kertapati
4.256
105.645
24,82
129.794
30,50
Rendah
5
Seberang Ulu II
1.069
119.086
111,40
147.748
138,21
Rendah
6
Plaju
1.517
110.967
73,15
137.944
90,93
Rendah
7
Ilir Barat I
1.977
154.808
78,30
193.198
97,72
Rendah
8
Bukit Kecil
992
61.416
61,91
73.483
74,08
Rendah
9
Ilir Timur I
650
107.160
164,86
132.043
203,14
Tinggi
10
Kemuning
900
112.289
124,77
137.148
152,39
Sedang
11
Ilir Timur II
2.558
215.337
84,18
261.981
102,42
Rendah
12
Kalidoni
2.792
119.377
42,76
144.666
51,81
Rendah
13
Sako
1.804
87.794
48,67
103.100
57,15
Rendah
14
Sukarame
3.698
130.922
35,40
157.726
42,65
Rendah
15
Sematang Borang
5.146
30.497
5,93
35.813
6,96
Rendah
16
Alang-Alang Lebar
3.458
90.150
26,07
108.606
31,41
Rendah
40.061
1.800.568
44,95
2.198.974
54,89
Rendah
LUAS KOTA PALEMBANG
Sumber:Hasil analisis, 2009. Keterangan: Lebih dari 400 jiwa/Ha : Sangat tinggi Antara 201 - 400 jiwa/Ha : Tinggi Antara 151 – 200 jiwa/Ha : Sedang Dibawah 150 jiwa/Ha : Rendah (sumber SNI 2003-1733-2004)
I - 6
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
Tabel I.3 Rencana (Proyeksi) Jumlah Penduduk Per Kecamatan No
2015
2016
1
I l i r Ba ra t I I
Ke ca ma ta n
2008 66,966
Pe rtumbu ha n 0.0204
2009 68,332
2010 69,726
2011 71,148
2012 72,600
2013 74,081
75,592
77,134
78,708
2
Ga nd us
52,973
0.0184
53,948
54,940
55,951
56,981
58,029
59,097
60,184
61,292
3
Se b. Ul u I
157,933
0.0215
161,329
164,797
168,340
171,960
175,657
179,433
183,291
187,232
4
Ke rta p a ti
82,520
0.0208
84,236
85,989
87,777
95,311
97,294
5
Se b. Ul u I I
91,933
0.0218
93,937
95,985
98,077
100,216
102,400
104,633
106,914
109,244
6
Pl a ju
87,344
89,266
91,230
7
I l i r Ba ra t I
8
89,603
91,467
2014
93,369
85,464
0.022
99,527
101,716
118,671
0.0224
121,329
124,047
126,826
129,667
132,571
135,541
138,577
141,681
Buki t Ke ci l
49,522
0.0181
50,418
51,331
52,260
53,206
54,169
55,149
56,148
9
I l i r Ti mu r I
83,409
0.0211
85,169
86,966
88,801
90,675
92,588
94,542
96,536
98,573
10
Ke mun i ng
88,331
0.0202
90,115
91,936
93,793
95,687
97,620
99,592
101,604
103,656
11
I l i r Ti mu r I I
170,192
0.0198
173,562
176,998
180,503
184,077
187,722
191,438
195,229
199,094
12
Ka l i doni
94,795
0.0194
96,634
98,509
100,420
102,368
104,354
106,378
108,442
110,546
13
Sa ko
72,396
0.0162
73,569
74,761
14
Suka ra me
104,700
0.0188
106,668
108,674
110,717
112,798
114,919
15
Se ma ta ng Bora ng
25,148
0.0162
25,555
25,969
26,390
26,818
16
Al an g-Al ang Le b a r
72,094
0.0188
73,449
74,830
76,237
77,670
1,417,047
0.0199
2017
2018
2019
2020
2021
1,445,596
2022
1,474,723
2023
75,972
1,504,442
2024
93,237
77,202
1,534,763
2025
95,288
78,453
97,384
81,016
82,328
117,079
119,280
121,523
27,252
27,694
28,142
79,130
80,618
82,134
1,565,700
2026
79,724
57,164
1,597,264
2027
1,629,469
2028
2029
80,313
81,952
83,624
85,330
87,070
88,847
90,659
92,508
94,396
96,321
98,286
100,291
102,337
62,419
63,568
64,738
65,929
67,142
68,377
69,635
70,917
72,222
73,550
74,904
76,282
28,598 83,678 1,662,327
2030 104,425
77,686
79,115
191,257
195,369
199,570
203,861
208,244
212,721
217,294
221,966
226,738
231,613
236,593
241,680
246,876
252,184
99,317
101,383
103,492
105,645
107,842
110,085
112,375
114,712
117,098
119,534
122,020
124,558
127,149
129,794
111,626
114,059
116,546
119,086
121,682
124,335
127,046
129,815
132,645
135,537
138,492
141,511
144,596
147,748
103,954
106,241
108,578
110,967
113,408
115,903
118,453
121,059
123,722
126,444
129,226
132,069
134,975
137,944
144,855
148,099
151,417
154,808
158,276
161,822
165,446
169,152
172,941
176,815
180,776
184,825
188,965
193,198
58,199
59,252
60,324
61,416
62,528
63,660
64,812
65,985
67,179
68,395
69,633
70,894
72,177
73,483
100,653
102,777
104,946
107,160
109,421
111,730
114,087
116,494
118,953
121,462
124,025
126,642
129,314
132,043
105,750
107,886
110,066
112,289
114,557
116,871
119,232
121,641
124,098
126,604
129,162
131,771
134,433
137,148
203,037
207,057
211,156
215,337
219,601
223,949
228,383
232,905
237,517
242,220
247,016
251,906
256,894
261,981
112,690
114,877
117,105
119,377
121,693
124,054
126,460
128,914
131,415
133,964
136,563
139,212
141,913
144,666
99,839
101,456
103,100 157,726
83,662
85,017
86,394
87,794
89,216
90,662
92,130
93,623
95,139
96,681
98,247
123,808
126,135
128,506
130,922
133,384
135,891
138,446
141,049
143,701
146,402
149,155
151,959
154,815
29,061
29,532
30,011
30,497
30,991
31,493
32,003
32,521
33,048
85,251
86,854
88,487
90,150
91,845
93,572
95,331
97,123
98,949
100,809
1 ,6 95 ,8 53
1 ,7 30 ,0 59
1, 76 4, 959
1, 80 0, 56 8
1 ,8 36, 90 1
1 ,8 73 ,9 71
1, 91 1, 794
1, 95 0, 38 6
1 ,9 89, 76 1
33,584
2 ,0 29 ,9 37
34,128
102,704 2 ,0 70 ,9 30
34,681
104,635 2, 11 2, 755
35,242
35,813
106,602
108,606
2 ,1 55, 43 1
2 ,1 98, 97 4
Sumber: Hasil Analisis 2009 I - 9
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
1.4.2 Profil Perekonomian a. Economic Base Wilayah Pada tahap awal pembangunan ekonomi suatu daerah, umumnya perencanaan pembangunan ekonomi ini mengandung unsur dinamis, perubahan dan perkembangan. Oleh karena itu, pemakaian indiktor pertumbuhan ekonomi (economic growth) sampai saat ini masih dipakai untuk memantau perbaikan ekonomi suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi itu sendiri diukur melalui perkembangan dari tahun ke tahun. Sejalan dengan perkembangan Kota Palembang yang didukung oleh Visi Kota Palembang sebagai Kota Metropolitan, mengindikasikan bahwa perlu adanya upaya untuk mempercepat pertumbuhan kota dengan memanfaatkan kemampuan dan potensi yang dimiliki oleh Kota Palembang. Untuk mengetahui peluang pertumbuhan ekonomi di Kota Palembang, terlebih dahulu perlu diketahui sektor-sektor yang menjadi unggulan. Sektor unggulan yang dimaksud disini adalah sektor-sektor perekonomian yang di pandang penting bagi perkembangan wilayah yang bersangkutan. Penentuan sektor unggulan dimaksudkan untuk mengetahui arah dan rencana pemerintah Kota Palembang yang berkaitan dengan pengembangan sektor potensial untuk mengusahakan peningkatan pendapatan daerah, peningkatan pemeratan pendapatan, peningkatan kesempatan kerja dan pemanfaatan potensi daerah secara optimal. Terdapat beberapa indikator yang berpengaruh dalam penentuan sektor-sektor unggulan didasarkan pada beberapa indikator/variabel, yaitu : Penentuan Sektor Basis Penentuan sektor basis digunakan dengan menggunakan metoda perhitungan Location Quotient (LQ). Metode LQ ini dapat mengidentifikasikan sektor yang terspesialisasi di wilayah yang bersangkutan. Selain itu, dari metode LQ ini dapat diketahui potensi sektor
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
1.4.2 Profil Perekonomian a. Economic Base Wilayah Pada tahap awal pembangunan ekonomi suatu daerah, umumnya perencanaan pembangunan ekonomi ini mengandung unsur dinamis, perubahan dan perkembangan. Oleh karena itu, pemakaian indiktor pertumbuhan ekonomi (economic growth) sampai saat ini masih dipakai untuk memantau perbaikan ekonomi suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi itu sendiri diukur melalui perkembangan dari tahun ke tahun. Sejalan dengan perkembangan Kota Palembang yang didukung oleh Visi Kota Palembang sebagai Kota Metropolitan, mengindikasikan bahwa perlu adanya upaya untuk mempercepat pertumbuhan kota dengan memanfaatkan kemampuan dan potensi yang dimiliki oleh Kota Palembang. Untuk mengetahui peluang pertumbuhan ekonomi di Kota Palembang, terlebih dahulu perlu diketahui sektor-sektor yang menjadi unggulan. Sektor unggulan yang dimaksud disini adalah sektor-sektor perekonomian yang di pandang penting bagi perkembangan wilayah yang bersangkutan. Penentuan sektor unggulan dimaksudkan untuk mengetahui arah dan rencana pemerintah Kota Palembang yang berkaitan dengan pengembangan sektor potensial untuk mengusahakan peningkatan pendapatan daerah, peningkatan pemeratan pendapatan, peningkatan kesempatan kerja dan pemanfaatan potensi daerah secara optimal. Terdapat beberapa indikator yang berpengaruh dalam penentuan sektor-sektor unggulan didasarkan pada beberapa indikator/variabel, yaitu : Penentuan Sektor Basis Penentuan sektor basis digunakan dengan menggunakan metoda perhitungan Location Quotient (LQ). Metode LQ ini dapat mengidentifikasikan sektor yang terspesialisasi di wilayah yang bersangkutan. Selain itu, dari metode LQ ini dapat diketahui potensi sektor yang ada dalam wilayah yang bersangkutan untuk diekspor ke wilayah lainnya ataupun tidak (dalam arti hanya melayani/memenuhi kebutuhan sendiri). Ada tiga kondisi yang dapat dicirikan dari hasil perhitungan dengan metode LQ pada suatu wilayah, yaitu : Jika Nilai LQ > 1, maka sektor yang bersangkutan disamping dapat memenuhi 1. kebutuhannya sendiri juga memberikan peluang untuk diekspor ke wilayah lainnya. Dapat dikatakan pula bahwa wilayah tersebut terspesialisasi pada sektor yang bersangkutan (sektor basis). Jika nilai LQ = 1, maka sektor yang bersangkutan hanya dapat memenuhi kebutuhan 2. wilayah itu sendiri. Jika nilai LQ < 1, maka sektor yang bersangkutan tidak cocok untuk memenuhi 3. kebutuhan wilayahnya sendiri. Dapat dikatakan juga bahwa wilayah tersebut tidak terspesialisasi pada sektor tersebut. Berdasarkan nilai LQ sektor ekonomi Kota Palembang dapat diketahui bahwa sumbersumber perekonomian yang merupakan sektor unggulan dan menjadi sektor basis untuk mendukung pengembangan wilayah Kota Palembang hingga tahun 2007, memperlihatkan bahwa di Kota Palembang terdapat 5 (lima) sektor basis, yaitu sektor listrik, gas dan air bersih; sektor bangunan; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan dan jasa perusahaan; serta sektor jasa-jasa, dimana pada sektor-sektor ini nilai LQ-nya adalah > 1. Dalam kurun waktu antara tahun 2003-2007, sektor basis/unggulan di Kota Palembang cukup banyak berubah, karena pada tahun-tahun sebelumnya sektor basis di Kota Palembang berjumlah 7 (tujuh) sektor. Sedangkan pada tahun 2007, sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran tidak lagi menjadi sektor basis. Hal ini dimungkinkan dapat terjadi karena adanya penurunan kualitas produksi sektorsektor tersebut.
I - 10
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
Tabel I.4 Koefisien LQ Sektor Ekonomi Kota Palembang Tahun 2003 -2007 No
Sektor/Sub Sektor Ekonomi
2003
2004
2005
2006
2007
1 2 3 4 5 6
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan
0.05 0.00 2.35 2.98 1.05 1.48
0.05 0.00 2.35 3.11 1.07 1.54
0.04 0.00 2.28 3.06 1.05 1.53
0.04 0.00 2.21 3.06 1.05 1.50
0.16 0.00 0.73 2.76 2.39 0.91
7
Angkutan dan Komunikasi
2.78
2.88
2.90
2.93
3.21
1.67
1.74
1.74
1.70
1.47
1.61
16.56
1.63
1.60
5.78
Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan 9 Jasa-jasa Sumber : Hasil Analisis, 2009. 8
Laju pertumbuhan rata-rata. Dalam menentukan laju pertumbuhan rata-rata setiap sektor perekonomian, indikator yang digunakan untuk menentukan bahwa suatu sektor merupakan sektor unggulan di daerah adalah : jika laju pertumbuhan rata-rata sektor di daerah mempunyai nilai lebih besar daripada nilai total laju pertumbuhan perekonomian di daerahnya dan laju pertumbuhan rata-rata sektor di propinsi. Anggapan yang digunakan dalam analisis ini adalah jika suatu daerah sebagian besar pendapatannya atau kesempatan kerjanya bersumber dari sektor yang cepat pertumbuhannya, maka daerah tersebut akan tumbuh diatas tingkat pertumbuhan propinsi. Dengan demikian, sektor yang laju pertumbuhannya tinggi merupakan sektor unggulan. Sektor unggulan di Kota Palembang cenderung didominasi oleh kegiatan yang notabene berkembang di kawasan perkotaan. Hal ini menunjukkan karateristik yang kuat mengenai perkembangan perekonomian Kota Palembang dalam skala regional. Sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor yang memiliki peranan paling besar dan memiliki keunggulan yang relatif tinggi dibandingkan sektor lainnya, dimana pada tahun 2007 laju pertumbuhannya mencapai sebesar 12,11% terhadap perekonomian Kota Palembang. Selanjutnya sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor bangunan merupakan sektor yang memiliki laju pertumbuhan kedua dan ketiga dalam menumbuhkan perekonomian Kota Palembang. Tumbuhnya sektor–sektor tersebut berkaitan erat dengan posisi Kota Palembang yang tepat berada di tengah propinsi Sumatera Selatan serta fungsi dan perannya sebagai ibukota propinsi. Dalam perkembangan selanjutnya, seluruh sektor unggulan tersebut perlu dipacu pertumbuhannya sehingga perekonomian Kota Palembang memiliki kekuatan untuk memposisikan wilayahnya sebagai Kota Metropolitan di Propinsi Sumatera Selatan sesuai dengan visi dan misi yang diembannya. Dengan mengamati laju pertumbuhan yang ada, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor jasa dan sektor industri pengolahan merupakan sektor yang memiliki laju yang lebih tinggi dibandingkan sektor lainnya. Kondisi ini sesuai dengan kedudukan Kota Palembang sebagai kota industri dan jasa yang telah terbentuk pada beberapa bagian wilayah kota.
I - 11
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
Tabel I.5 Laju Pertumbuhan Sektor Unggulan Kota Palembang No.
2003 3.42 6.61 8.52
2004 3.61 7.97 8.53
2005 3.72 7.17 8.08
Tahun 2006 3.79 9.54 8.7
Perdagangan, Hotel dan Restoran
7.78
8.47
8.97
7.95
8.1
8.254
Pengangkutan dan Komunikasi
7.03
13.41
14.63
13.62
12.11
10.754
5.62 6.48
9.26 4.74
9.62 7.29
8.12 7.78
8.8 7.04
8.284 6.666
Sektor
1 2 3
Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Minum Bangunan
4 5
6 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 7 Jasa-jasa Sumber : Hasil Analisis, 2008.
2007 4.54 6.36 8.45
Rata-Rata 3.816 7.53 8.456
Kontribusi Sektor Indikator lain yang digunakan untuk mengetahui bahwa suatu sektor merupakan sektor unggulan di Kota Palembang adalah perbandingan antara kontribusi sektor tersebut terhadap perekonomian Kota Palembang. Indikator yang digunakan sebagai petunjuk dalam menentukan sektor unggulan adalah jika kontribusi sektor terhadap total PDRB Kota Palembang lebih besar dari 10%, maka sektor tersebut memiliki peran besar terhadap perekonomian Kota Palembang. Setelah mengamati laju pertumbuhan sektor unggulan di Kota Palembang, menunjukkan bahwa sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor yang memiliki keunggulan lebih tinggi dibandingkan sektor lainnya. Namun, apabila melihat kontribusi sektor tersebut relatif berada dibawah sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Hal ini terlihat secara riil kegiatan sektor industri serta sektor perdagangan, hotel dan restoran menunjukkan kinerja yang tinggi dalam mendukung perkembangan Kota Palembang. Secara persentase, dalam kurun waktu tahun 2003-2007 sektor industri pengolahan memberikan kontribusi sebesar 40,46% terhadap perekonomian Kota Palembang serta diikuti oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran memberikan kontribusi sebesar 19,69%. Kondisi ini memberikan implikasi bahwa kedua sektor tersebut merupakan penyumbang yang vital dalam menumbuh kembangkan roda perekonomian Kota Palembang, sehingga memerlukan support yang lebih besar dalam meningkatkan kinerja kedua sektor tersebut. Hal ini akan terkait pula dengan aspek lainnya yang berperan dalam menciptakan kedua sektor tersebut sebagai sektor unggulan di Kota Palembang, diantaranya adalah daya serap terhadap tenaga kerja yang dapat ditampung. Tabel I.6 Kontribusi Sektor Kota Palembang Atas Dasar Harga Konstan 2000 Dengan Migas Tahun 2003-2007 No.
Sektor
1 2 3 4 5
Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Minum Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi
2003 42.81 1.40 7.38 19.07 10.26
6 7
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa
6.18 11.92
2004 41.68 1.42 7.52 19.44 10.94
Tahun 2005 2006 40.38 39.19 1.43 1.46 7.60 7.72 19.79 19.97 11.71 12.44
6.35 11.74
6.50 11.76
6.57 11.85
2007 38.25 1.45 7.82 20.16 13.02
Rata-Rata 40.46 1.43 7.61 19.69 11.67
6.68 11.85
6.46 11.82
Sumber : Hasil Analisis, 2009.
I - 12
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
b. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Analisis Shift and Share membandingkan perbedaan laju pertumbuhan berbagai sektor (industri) di region dengan wilayah orientasi (nasional). Metode ini lebih tajam dibandingkan dengan metode LQ. Metode LQ tidak memberikan penjelasan atas faktor penyebab perubahan, sedangkan metode Shift and Share memperinci penyebab perubahan atas beberapa variabel. Analisis ini menggunakan metode pengisolasian berbagai faktor yang menyebabkan perubahan struktur industri suatu daerah dalam pertumbuhannya dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya. Dalam penganalisaannya meliputi penguraian faktor penyebab pertumbuhan berbagai sektor di suatu daerah dalam kaitannya dengan ekonomi nasional. Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi (Analisis Shift Share) merupakan salah satu model analisis kegiatan ekonomi untuk mengetahui sumber-sumber penyebab pertumbuhan suatu region/wilayah. Analisis Shift and Share juga sering digunakan untuk mengukur perubahan kesempatan kerja pada suatu wilayah. Menurut analisis shift-share, perubahan kesempatan kerja dalam suatu wilayah relatif terhadap perubahan kesempatan kerja nasional yang dipandang sebagai dampak netto dari tiga pengaruh yaitu: pengaruh pertumbuhan nasional, pengaruh bauran industri/kinerja sektor, dan pengaruh perubahan pangsa regional yang dilihat dari besar kontribusi yang diberikan kepada nasional. Komponen efek pertumbuhan nasional menunjukkan pengaruh perubahan kesempatan kerja nasional terhadap perubahan kesempatan kerja regional. Efek pertumbuhan nasional menjawab pertanyaan: “Berapa besarkah pertumbuhan kesempatan kerja di wilayah X seandainya wilayah tersebut tumbuh dengan laju yang sama dengan pertumbuhan nasional?” Efek bauran industri menunjukkan pengaruh bauran industri terhadap perubahan kesempatan kerja pada suatu wilayah. Contohnya pada suatu wilayah yang memiliki proporsi kesempatan kerja relatif tinggi dalam industri yang cepat-tumbuh, misalnya lapangan kerja jasa, diharapkan memiliki pertumbuhan kesempatan kerja yang lebih cepat dibandingkan dengan wilayah yang dengan proporsi yang relatif tinggi dalam industri yang lambat-tumbuh, seperti industri pengolahan. Efek yang ketiga, pangsa kesempatan kerja wilayah, menunjukkan pengaruh pangsa suatu wilayah dalam total kesempatan kerja nasional dalam tiap-tiap kategori lapangan pekerjaan/sektor. Asumsi yang digunakan dalam analisis ini yaitu ‘Perubahan perekonomian regional/wilayah relatif terhadap perubahan perekonomian skala nasional (wilayah orientasi) dalam satu periode, yang dipandang sebagai hasil pengaruh dari pertumbuhan ekonomi nasional, komposisi ekonomi regional dan kontribusi ekonomi regional terhadap nasional’. Adapun komponen Pertumbuhan Ekonomi Region (R) : 1. N (National Growth Effect ) : Dampak pertumbuhan ekonomi nasional 2. M ( Industry Mix Effect ) : Komposisi kegiatan ekonomi/sektor regional 3. S (Regional Share Effect ) : Share/kontribusi masing-masing kegiatan ekonomi/sektor di region terhadap kegiatan ekonomi/sektor sejenis dalam skala nasional dalam satu periode. Rumus yang digunakan dalam perhitungan analisis ini adalah :
R=N+M+S Keterangan : R : Total perubahan perekonomian regional N,M,S : Komponen individual dari perubahan tersebut
I - 13
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
Tabel I.7 Komposisi Perubahan Perekonomian Kota Palembang No . 1 2 3 4 5 6 7
Sektor
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa 8 Perusahaan 9 Jasa-Jasa TOTAL Sumber : Hasil Analisis, 2009.
Jumlah PDRB di Kota Palembang Th 2006 Th 2007 R-absolut 110.439 116.094 5.655 5.485.441 5.734.651 249.210 204.440 217.441 13.001 1.080.857 1.172.161 91.304 2.795.938 3.022.420 226.482 1.741.812 1.952.723 210.911
Komposisi Perubahan Perekonomian N M S 74.697.626 71.153,13 -74.763.125 -2.896.280.251 2.897.300.227 -770.766,19 3.761.696 319.609,82 -4.068.305 336.989.595 2.454.448,41 -339.352.740 -1.763.302.567 1.754.562.933 8.966.116,06 14.776.706,87 552.903.383 -567.469.179
920.101
1.001.097
80.996
169.234.177
3.035.788,52
-172.188.969
1.659.064
1.775.897
116.833
580.489.903
5.349.683,57
-585.722.754
13.998.092
14.992.484
994.392
6.369.939.541
34.202.740,18
-6.403.147.889
Berdasarkan tabel analisis di atas, dapat di ketahui bahwa pada tahun 2007 Kota Palembang memiliki peningkatan nilai PDRB sebesar Rp. 994.392 juta. Secara kondisi ideal, seharusnya peningkatan nilai PDRB Kota Palembang adalah sebesar Rp. 6.369.939.541 juta. Jadi terdapat kekurangan pertambahan nilai PDRB Kota Palembang sebesar Rp. 6.368.945.148,84 juta terhadap kondisi idealnya. Hal ini merupakan pengaruh dari Industri Mix Effect (M) dan Regional Share Effect (S) yang terjadi di Kota Palembang. Artinya, kondisi perekonomian Kota Palembang sudah dapat menyumbang/memberikan kontribusi nilai ekonomi terhadap Provinsi Sumatera Selatan, namun kontribusi yang diberikan belum sepenuhnya maksimal. Nilai M sebesar 34.202.740,18 mengindikasikan bahwa kinerja seluruh sektor perekonomian yang terdapat di Kota Palembang sudah cukup maksimal. Namun demikian, sektor industri pengolahan memiliki nilai M sebesar -770.766,19, yang artinya kinerja sektor industri pengolahan belum maksimal sehingga mempengaruhi kinerja sektor lainnya di Kota Palembang (kinerja sektor ditandai dengan nilai -). Nilai deviasi sektor-sektor perekonomian di Kota Palembang cukup baik, namun untuk sektor pertambangan dan penggalian dan sektor industri pengolahan memberikan nilai (-). Hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan kedua sektor ini berada jauh di bawah pertumbuhan total di nasional. Kontribusi per sektor maupun kontribusi sektor secara total di Kota Palembang terhadap Provinsi Sumatera Selatan sangat kurang, hal ini ditandai dengan nila S s ebesar ’negatif’ Rp. 6.403.147.889 juta. Kegiatan ekonomi di Kota Palembang belum dapat memberikan kontribusi terhadap nasionalnya. Selama kurun waktu tahun 2006-2007, Kota Palembang mengalami perubahan struktur perekonomian akibat adanya selisih nilai PDRB terhadap kondisi ideal (mengacu pada pertumbuhan nasional) sebesar Rp 6.386.945.148,84 juta yang diakibatkan dari adanya penurunan nilai kontribusi PDRB dari sektor industri pengolahan dan pertambangan dan penggalian. Dengan kata lain, selama kurun waktu tersebut, perekonomian Kota Palembang mengalami penurunan akibat dari kinerja ekonomi/sektor yang berada dalam kondisi kurang baik dan tidak mengalami pertumbuhan.
c. Pergerakan Barang dan Jasa Intra dan Inter Kota Pola persebaran barang yang terjadi saat ini memperlihatkan keadaan pergerakan barang dan jasa yang masuk dari beberapa tempat, kemudian mengumpul dan disebarkan ketempat tujuan tertentu. Jenis produksi yang dihasilkan umumnya berupa produksi primer atau hasil olahan industri dan pola pemasaran yang terjadi umumnya memiliki pola internal dan eksternal. Pintu masuk barang dan penumpang di Kota Palembang melalui pintu-pintu utama antara lain Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, stasiun Kereta Api Kertapati, Terminal Karya Jaya, Terminal Alang-Alang Lebar, Pelabuhan Boom Baru, Pelabuhan 35 Ilir. I - 14
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
d. Pola Persebaran Kegiatan Perekonomian Dalam Kota Persebaran kegiatan perekonomian di Kota Palembang memiliki beberapa karakteristik sesuai dengan perkembangan yang terjadi. Namun secara umum, kegiatan ekonomi di Kota Palembang cenderung didominasi oleh kegiatan perdagangan dan jasa yang berkembang di sekitar pusat kota. Pada beberapa tahun terakhir, perkembangan sarana perdagangan dan jasa semakin berkembang dan berpola linear (ribbon development) yaitu menjalar mengikuti jaringan jalan utama kota. Indikasi yang menunjukkan hal tersebut adalah semakin banyaknya pembanguan ruko (rumah toko) di sepanjang jalur jalan. Sedangkan sarana perekonomian rakyat, seperti pasar telah tersebar pada masing-masing kecamatan. Sementara kegiatan perindustrian relatif berkembang pada wilayah-wilayah tertentu yang berada di luar kawasan pusat kota, hal ini dimungkinkan telah sesuai dengan arahan pemanfaatan lahan dan pertimbangan bahwa kegiatan industri memerlukan ruang yang besar dan akses yang langsung dapat melakukan hubungan regi onal.
e. Kemampuan Keuangan Daerah Pemerintah mempunyai fungsi yang penting agar kegiatan pembangunan tetap berjalan, baik dari sisi alokasi, distribusi maupun stabilisasi. Guna menjalankan fungsinya pemerintah membutuhkan dana yang bersumber dari masyarakatnya maupun swasta. Selama kurun waktu 1995 sampai dengan 2002 dana yang dibutuhkan oleh pemerintah Kota Palembang terus mengalami peningkatan yang cukup berarti. Namun demikian, komposisi yang dialokasikan untuk pengeluaran rutin dan pembangunan relatif kurang seimbang. Kondisi ini dapat dilihat dari persentase pengeluaran rutin yang lebih besar bila dibandingkan dengan pengeluaran pembangunan. Tabel I.8 Realisasi Pendapatan Daerah dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) TA 2003 - 2007 Realisasi
Realisasi PAD
Persentase Realisasi PAD terhadap Pendapatan Daerah (%)
No
Tahun Anggaran
Pendapatan Daerah
1.
2003
(Rp) 547.308.148.900,65
( Rp ) 63.522.968.156,65
11,61
2.
2004
600.278.292.190,00
61.568.178.324,00
10,26
3.
2005
698.327.409.737,72
81.030.970.687,46
11,6
4.
2006
891.823.700.337,37
92.041.247.508,30
10,32
5.
2007
1.082.226.879.063,49
109.635.673.670,98
10,13
Sumber : Bagian Keuangan Setda Kota Palembang, 2008
f. Pendapatan Asli Daerah Salah satu sumber pendapatan pemerintah Kota Palembang yang digunakan untuk membiayai pembangunan berasal dari PAD yang terdiri dari pajak, retribusi, laba BUMD dan penerimaan lain-lain. Dari tahun 1998/1999 sampai dengan nilai 2001 nilai PAD didominasi oleh pajak, sedangkan pada tahun 2002 mulai digeser oleh retribusi. Pemberlakuan desentralisasi fiskal melalui pelaksanaan UU No. 25 Tahun 1999 ternyata telah memacu pemerintah Kota Palembang untuk menggali potensi penerimaan, sehingga dapat diharapkan dapat berdampak positif terhadap nilai PAD. Namun demikian, seperti halnya dengan pemerintah Kabupaten-Kota yang lainnya ternyata kontribusi PAD terhadap penerimaan total daerah rata-rata hanya sekitar 10%.
I - 15
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
Tabel I.9 Perkembangan Nilai Pendapatan Asli Daerah Kota Palembang Tahun 2006-2007 Jenis Penerimaan I. 1 Pajak Daerah Pajak Hotel Pajak Restoran Pajak Hiburan Pajak Reklame Pajak Penerangan Jalan Pajak Peng.Galian C Pajak Parkir
Penerimaan Th 2006
Penerimaan Th 2007
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
4.535.807.247,00 8.693.872.955.80 1.793.524.705,00 3.628.407.134,00 24.844.879.752,00 507.830.032,00 1.053.027.000.,00
Rp. 4.954.301.974,00 Rp. 10.762.760.474,00 Rp. 2.624.997.097,00 Rp. 4.121.043.626,73 Rp. 26.896.727.353,33 Rp. 732.704.132.,00 Rp. 1.394.332.950,00
Jumlah I.1 2. Retribusi Daerah 3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan 4. Lain-lain yang sah
Rp. 45.057.348.825,80 Rp. 40.375.914.272,50 Rp. 821.389.463,07 Rp. 10.948.198.417,00
Rp. 51.486.867.607,06 Rp. 48.572.158.218,00 Rp. 2.366.826.716,28 Rp. 39.702.466.760,13
Jumlah Penerimaan PAD
Rp 97.202.850.978,37
Rp. 142.128.319.364,47
Sumber : BPS, Palembang dalam angka, dan Pemkot; Laporan Perhitungan APBD
g. Struktur Penerimaan dan Pengeluaran Keuangan Kota Palembang. Struktur Penerimaan APBD Pembahasan mengenai perkembangan dan potensi penerimaan keuangan daerah untuk pembangunan masa mendatang dilaksanakan berdasarkan UU No.29 Tahun 1999. Menurut undang-undang tersebut, pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan (DAU, Bagi hasil dan DAK), lain-lain pendapatan yang sah dan pinjaman daerah. PAD meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengolahan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, lain-lain pendapatan yang sah. Sedangkan dana perimbangan (revenue sharing) meliputi bagian daerah dari Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan bangunan, dan sumberdaya alam. Sementara itu DAU (unconditional grants) ditentukan berdasarkan formula khusus dan DAK (conditional grants) ditetapkan berdasarkan persetujuan dari pemerintah pusat. Pada dasarnya struktur pendapatan Kota Palembang tidak jauh berbeda dengan kondisi pendapatan Kabupaten-Kota di indonesia, dimana kontribusi PAD masih relatih kecil yaitu 39,67%. Hal tersebut sangat memprihatinkan mengingat fungsi dari Kota Palembang itu sendiri selain Kota Metropolitan, yaitu sebagai Kota Interregional dan sebagai salah satu Pusat Pertumbuhan Pulau Sumatera. Namun demikian, kontribusi terhadap PAD yang tertinggi terbesar berasal dari pemerintah pusat dalam bentuk “intergovermental grants” yang meliputi bagi hasil dan DAU, yaitu sekitar 22,56%.
Struktur Pengeluaran APBD Struktur pengeluaran secara garis besar terdiri dari dua kelompok, yaitu pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Berdasarkan data yang ditampilkan pada Tabel 1.15 berikut diketahui bahwa pengeluaran pemerintah masih didominasi oleh belanja rutin, yaitu sebesar 73,05%, sedangkan belanja pembangunan hanya sebesar 21,66%. Sementara itu sebagai perbandingan komposisi pengeluaran pemerintah Kabupaten-Kota se-Indonesia meliputi pengeluaran rutin sebesar 68,01% dan pengeluaran pengembangan sebesar 31,99%. Komposisi pengeluaran Kota Palembang relatif lebih timpang bila dibandingkan dengan kondisi pengeluaran Kabupaten-Kota secara keseluruhan. Sebagian besar pengeluaran rutin dialokasikan untuk belanja jalan, irigasi, dan jaringan, yaitu sebesar 26,41% dari total pengeluaran. Sedangakan untuk pengeluaran pembangunan porsi terbesar diserap oleh sektor belanja pegawai, yaitu sebesar 19,03% dari pengeluaran total. I - 16
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
h. Potensi Investasi Sebagai pusat pertumbuhan wilayah di Sumatera Selatan, maka Kota Palembang telah berkembang menjadi pusat kegiatan perdagangan, jasa, industri, pemerintahan, pendidikan dan pariwisata. Potensi investasi yang berkembang antara terdapat di hampir semua sektor. Di sektor industri masih sangat terbuka potensi investasi di sektor ini, antara lain industri pengolahan bahan makanan, industri energi, industri kimia, industri makanan dan minuman. Potensi sektor industri didukung oleh melimpahnya dumber daya alam di sekitar Kota Palembang, banyaknya tenaga kerja, adanya lahan yang masih cukup luas dan prospek pemasaran hasil industri yang sangat baik. Di sektor perdagangan kota ini memiliki potensi antara lain perdagangan ritel dan perdagangan barang-barang konsumsi. Jumlah penduduk yang besar menjadi faktor pendorong yang kuat bagi perkembangan sektor perdagangan. Di sektor pariwisata, saat ini Kota Palembang dan Provinsi Sumatera Selatan sedang giat meningkatkan sektor pariwisata. Potensi investasi di sektor ini antara lain usaha di bidang akomodasi seperti hotel dan penginapan, restoran dan rumah makan, usaha jasa wisata seperti penjualan tiket, paket wisata dan sebagainya. Perkembangan kota yang pesat memutuhkan perkembangan infrastruktur yang lebih baik dan lengkap, sehingga kebutuhan investasi di bidang ini juga sangat potensial misal investasi di bidang transportasi (angkutan umum, taksi), air bersih, pengelolaan persampahan dan sebagainya. Nilai investasi di Kota Palembang juga mengalami peningkatan baik penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing. Pada tahun 2006, nilai investasi yang berasal dari pihak asing hanya sebesar Rp. 10.000.000,- dan sebesar Rp. 17.038.000,- adalah modal pihak dalam negeri. Namun pada tahun 2007, nilai investasi di Kota Palembang sebagian besar berasal dari investasi Asing. Hal ini mempengaruhi kinerja Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan maupun Pemerintah Kota Palembang dalam upaya pengembangan kota. Dengan pengoptimalan sumber daya alam maupun manusia di Kota Palembang diharapkan dapat menarik investasi baik dalam negeri maupun investasi luar negeri di tahun mendatang, terutama investasi dalam negeri.
1.4.3 Profil Fisik Dan Lingkungan. a. Letak Geografis. Secara geografis, posisi Kota Palembang terletak antara 2 0 52’ sampai 30 5’ Lintang Selatan dan 1040 37’ sampai 1040 52’ Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata 8 meter dari permukaan. Secara administrasi Kota Palembang berbatasan dengan : Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Pangkalan Benteng, Desa Gasing dan Desa Kenten Kecamatan Talang Kelapa Kabupaten Banyu Asin. Sebelah Timur berbatasan dengan Balai Makmur Kecamatan Banyu Asin I Kabupaten Banyu Asin. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Bakung Kecamatan Indralaya kabupaten Ogan Ilir. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sukajadi Kecamatan Talang Kelapa Kabupaten Banyu Asin.
b. Topografi dan Kemiringan Lereng Terdapat perbedaan karakter topografi yang agak berbeda antara Seberang Ulu dan Seberang Ilir. Bagian wilayah Seberang Ulu pada umumnya mempunyai topografi yang relatif datar dan sebagian besar dengan tanah asli berada di bawah permukaan air pasang maksimum Sungai Musi (+ 3,75 m di atas permukaan laut) kecuali lahan-lahan yang telah dibangun (dan akan dibangun) dimana permukaan tanah telah mengalami penimbunan I - 17
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
(dan reklamasi). Di bagian wilayah Seberang Ilir ditemui adanya variasi topografi (ketinggian) dari 4 m sampai 20 m di atas permukaan laut dan ditemui adanya penggunaan-penggunaan mikro dan lembah-lembah yang “kontinyu” dan tidak terdapat topografi yang terjal. Sampai dengan jarak 5 km ke arah utara Sungai Musi, kondisi topografi relatif menaik sampai punggungan dan setelah itu semakin ke utara menurun kembali. Dengan demikian dari aspek topografi pada prinsipnya tidak ada faktor pembatas untuk pengembangan ruang, baik berupa kemiringan atau kelerengan yang besar. c. Jenis Tanah Tanah merupakan hasil pelapukan yang belum ditransportasi/belum mengalami sedimentasi. Faktor utama yang berpengaruh terhadap erosi tanah adalah jenis tanah, penggunaan lahan dan curah hujan. Jenis tanah alluvial disebut juga sebagai tanah tumbuh tanah endapan, kandungan bahan organiknya rendah, reaksi tanahnya masam sampai netral, struktur tanahnya pejal atau tanpa struktur dan konsistensinya keras waktu kering, teguh waktu lembab. Kandungan unsur haranya relatif kaya dan banyak bergantung pada bahan induknya. Secara keseluruhan tanah alluvial mempunyai sifat fisika kurang baik sampai sedang, sifat kimia sedang sampai baik, sehingga produktivitas tanahnya sedang sampai tinggi. Jenis tanah orgosol disebut juga sebagai tanah gambut tersusun dari timbunan bahan organic dengan ketebalan sangat bervariasi, mulai dari 50 cm sampai 5 meter diatas tanah mineral. Tekstur tanahnya bervariasi, tanpa struktur konsistensi tanahnya lepas, pH tanahnya sangat masam dan tergenang air sepanjang tahun. Tanah ini tidak begitu potensial bagi pertanian karena sifat kimia dan fisiknya sangat jelek. Jenis tanah gleisol memiliki lapisan bahan organic sangat tipis, tekstur tanahnya debu sampai liat berdebu, tanpa struktur, konsistensinya plastik sampai agak melekat, reaksi tanahnya sangat masam sampai agak masam (antara 4,5 – 6,0), kandungan unsur haranya rendah sampai sedang. Secara umum tanah ini memiliki sifat fisika dan kimia yang jelek, sehingga produktivitasnya rendah. Jenis tanah podsolik memiliki solum tanah agak tebal, yaitu 90 – 180 cm, tekstur tanahnya lempung berliat hingga liat, konsistensinya gembur di bagian atas dan teguh di lapisan bawah. Kandungan bahan organiknya kurang dari 5 %, kandungan unsur hara tanaman rendah, reaksi tanah (pH) sangat rendah sampai rendah (antara 4 – 4,5). Secara keseluruhan jenis tanah podsolik memiliki sifat kimia kurang baik dan kurang mantap karena stabilitas agregatifnya kurang, sehingga mudah terkena erosi. Produktivitas tanah ini rendah sampai sedang. Jenis tanah regosol memiliki solum tanah yang tipis (kurang dari 25 cm), struktur tanahnya lepas atau berupa butir tunggal, tekstur tanah berupa pasir sampai lempung pasir, reaksi tanah netral sampai masam, permeabilitas sedang, infiltrasi cepat hingga sangat cepat dan peka terhadap erosi. Produktivitas tanahnya rendah untuk bertekstur pasir dan sedang untuk tekstur lempung berpasir. Lapisan tanah yang terdapat di Kota Palembang berupa tanah lempung, pasir lempung, napal dan napal pasiran. Keadaan stratigrafi wilayah Kota Palembang terbagi atas 3 bagian, yaitu : 1. Satuan Aluvial dan Rawa, terdapat di Seberang Ulu dan Rawa-Rawa dibagian Timur dan bagian Barat wilayah Kota Palembang. 2. Satuan Palembang Tengah, mempunyai batuan lempung dan lempung pasiran yang kedap air, tersebar dibagian Utara yaitu Kenten, Talang Betutu dan Sungai Ringgit (Kabupaten Banyu Asin). Sedangkan disebelah Selatan tersebar ke arah Indralaya (Kabupaten Ogal Ilir) dan Gelumbang (Kabupaten Muara Enim). 3. Satuan Palembang Bawah, tersebar dibagian dalam Kota Palembang dengan arah memanjang ke Barat daya dan Tenggara merupakan suatu rangkaian antiklin
I - 18
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
d. Hidrologi Data hidrologi digunakan untuk mengetahui besarnya potensi sumber daya air tanah. Dalam hal ini sumberdaya air tanah berupa produktivitas air tanah, kedalaman muka air tanah bebas, serta keberadaan sumber air tanah. Potensi air tanah yang tinggi serta pengambilannya yang mudah (air tanah dangkal) akan menunjang kebutuhan kegiatan yang ada diatasnya (khususnya kebutuhan untuk kegiatan perkotaan). Dengan diketahuinya besar potensi sumberdaya air, maka data hidrologi ini pun dapat digunakan untuk menilai kelayakan permukiman berdasarkan produktivitas akuifer yang terkandung didalamnya. Adanya perbedaan karakter topografi di Kota Palembang (kawasan Seberang Ulu dengan Seberang Ilir) terkait dengan kondisi hidrologi, berupa keadaan anak-anak sungai dalam wilayah. Dibagian wilayah Seberang Ulu terdapat anak-anak sungai yang relatif besar dengan muara pada Sungai Musi. Anak-anak Sungai Musi yang relatif besar dan berhulu di Pegunungan Bukit Barisan adalah Sungai Ogan dan Sungai Komering Sedangkan anak-anak Sungai Musi yang relatif kecil adalah Sungai Keramasan yang berhulu di Kabupaten Muara Enim. Selain anak-anak sungai tersebut, terdapat pula anak-anak sungai kecil dan pendek yang bermuara pada Sungai Musi dan berhulu pada wilayah Kota Palembang dan kawasan sekitarnya, seperti Sungai Aur dan Sungai Sriguna. Pada bagian wilayah Seberang Ilir, aliran anak-anak sungai terbagi menjadi 2 (dua) sesuai dengan karakteristik topografi yang ada, berupa adanya punggungan topografi. Pada bagian Selatan punggungan, terdapat anak-anak sungai yang mengalir pada Sungai Musi dan berhulu pada punggungan topografi. Anak-anak sungai tersebut meliputi Sungai Lambidaro, Sekanak, Buah, Batang, Selincah dan sebagainya. Pada bagian utara punggungan terdapat anak-anak sungai yang mengalir keutara, yang bermuara antara lain ke Sungai Kenten.
e. Daya Dukung Lingkungan Berdasarkan kondisi fisik wilayah terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan mengenai daya dukung wilayah Kota Palembang, khususnya untuk menampung berbagai kegiatan. Dari data kemiringan lahan, ternyata wilayah ini sangat potensial untuk dijadikan kawasan budidaya walaupun itu harus dilihat dulu kemampuan tanah di wil ayah tersebut. Kemampuan tanah amat ditentukan oleh kedalaman efektif, tekstur tanah, serta jenis tanah yang selanjutnya akan mempengaruhi pemanfaatan atas tanah itu sendiri. Kedalaman efektif tanah merupakan tebalnya lapisan tanah dari permukaan tanah sampai dengan bahan induk atau suatu lapisan dimana perakaran tanah dapat atau mungkin menembusnya. Faktor ini sangat erat kaitannya dengan tingkat perkembangan tanah, tingkat kepekaan erosi, maupun vegetasi yang dapat tumbuh di atasnya. Kedalaman efektif tanah ini juga mempengaruhi pemanfaatannya baik untuk bidang pertanian, maupun bidang non pertanian serta upaya pengelolaannya. Dengan melihat faktor kedalaman tanah efektifnya, maka tanah yang ada di Kota Palembang pada umumnya dapat dimanfaatkan secara intensif untuk kegiatan pertanian, terutama pertanian dengan jenis tanaman berakar cukup dalam seperti tanaman perkebunan. Apabila ditinjau kondisi tekstur tanahnya, wilayah ini cocok untuk pertanian tanaman lahan kering karena dengan sebagian besar tanah bertekstur sedang dan sebagian kecil bertekstur kasar, maka tingkat erosi di wilayah tersebut tidak terlalu besar. Namun ada beberapa kendala yang harus dihadapi oleh kota yang dilalui oleh Sungai Musi yang tergolong sungai besar, kendala tersebut antara lain adalah cukup besarnya persentase luas lahan di Kota Palembang yang berupa rawa. Kendala lain sering terjadi pada musim kemarau yaitu penurunan debit sungai, sehingga permukaan air Sungai Musi mencapai ketinggian yang minimum. Struktur rawa yang ada di Kota Palembang juga I - 19
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
dipengaruhi oleh pasang surut Sungai Musi dan sungai-sungai lain yang bermuara di Sungai Musi.
f. Penggunaan dan Pemanfaatan Lahan Analisis pola penggunaan lahan dimaksudkan untuk melihat keadaan penggunaan lahan yang ada saat ini dan kecenderungan perubahannya. Hasil analisis ini selanjutnya menjadi dasar untuk kebijaksanaan penataan dan peruntukan lahan di tahun-tahun mendatang. Analisis ini dikaitkan dengan ketersediaan dan kesesuaian lahan berdasarkan pengamatan terhadap kondisi fisik dasar Kota Palembang, terutama untuk penggunaan lahan budidaya. Selain itu juga akan dibahas mengenai struktur penggunaan lahan yang sesuai, sehingga dapat menjadi arahan penggunaan lahan yang sesuai sehingga dapat menjadi arahan penggunaan lahan yang optimal. Pola penggunaan tanah eksisting di wilayah Kota Palembang sampai dengan tahun 2004 masih didominasi oleh kegiatan permukiman yaitu seluas seluas 12.803,76 Ha atau 31,96 % dari total luas wilayah Kota Palembang. Kegiatan permukiman sebagian besar terdapat Kecamatan Sukarami, yaitu mencapai 16,73 % dari luas wilayah permukiman Kota Palembang.
g. Struktur Penggunaan Lahan Hingga tahun 2007, penggunaan lahan di Kota Palembang menunjukkan masih luasnya lahan yang belum diusahakan. Hal ini dipengaruhi oleh tersebarnya kawasan rawa diseluruh kawasan Kota Palembang. Secara keseluruhan kawasan terbangun yang dapat diklasifikasikan sebagai kawasan perkotaan baru menempati lahan seluas 1.134 Ha atau sebesar 9,16 % dari luas kawasan terbangun yang ada di Kota Palembang. Kawasan terbangun yang diklasifikasikan sebagai kawasan perkotaan meliputi kegiatan perdagangan&jasa, perkantoran dan industri. Dari hal tersebut terlihat bahwa dari keseluruhan kawasan terbangun yang terdapat di Kota Palembang, kawasan permukiman menempati area terluas yaitu mencapai 10.909,40 Ha atau sekitar 88,08 % dari luas total kawasan terbangun.
I - 20
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
Tabel I.10 Penggunaan Lahan Kota Palembang Tahun 2007 No
Kecamatan
3
4
8
9
10
11
15
16
0.00
0.00
0.61
0.00
170.78
174.89
0.00
9.96
0.00
6.49
0.00
0.00
0.00
7.37
42.28
0.00
6.22
418.59
Ilir Timur II Ilir Barat I Ilir Barat II
12.68 616.62 0.00
3.33 581.86 11.23
8.87 15.35 0.72
0.00 14.79 0.00
1129.44 1282. 34 348.43
26.52 0.00 0.00
0.00 48.22 0.00
0.00 20.00 0.70
205.64 0.00 0.00
85.42 73.05 0.00
19.64 394.63 1.16
0.00 0.00 0.00
30.04 46.12 8.22
23.97 45.43 3.54
41.74 2667.41 9.49
208.17 0.00 30.59
8.18 18.47 0.00
1803.62 5824.30 414.08
Seberang Ulu I Seberang Ulu II Sukarami
2.17 1.68 216.62
2.93 28.33 356.58
0.34 0.00 0.00
0.00 0.00 0.00
582.41 594.95 2302.92
0.00 5.31 12.37
29.26 0.00 0.00
0.00 0.08 6.13
2.41 0.00 153.44
41.41 7.46 17.28
62.89 43.51 209.19
0.00 0.00 53.02
197.94 76.99 35.76
12.98 5.04 47.72
635.46 93.34 3046.34
111.86 93.58 0.00
3.02 8.46 230.19
1685.08 958.73 6687.56
8 9 10
Sako Kemuning Kalidoni
202.52 0.00 42.43
132.25 1.05 0.00
0.00 0.68 0.00
0.00 0.00 0.00
912.27 578.80 1534.37
5.83 0.00 0.00
0.00 45.67 0.00
15.00 2.58 0.00
17.92 0.00 20.15
0.10 5.71 18.07
1230.00 7.83 204.14
0.00 0.00 0.00
20.26 1.75 644.35
10.35 9.02 14.07
1635.40 9.25 301.75
0.00 0.00 321.00
1.99 35.65 1.10
4183.89 697.98 3101.41
11 12
Bukit Kecil Gandus
0.00 926.86
0.00 252.71
0.00 0.16
0.00 0.79
205.19 371.90
0.00 0.44
0.00 2.86
5.56 0.00
0.00 28.42
0.15 5.61
0.00 183.45
0.00 0.00
0.00 541.29
14.61 29.49
1.47 2014.78
9.84 432.98
0.00 0.00
236.82 4791.76
13 14
Kertapati Plaju
51.15 0.70
9.76 16.31
0.00 0.00
0.00 0.00
378.02 517.59
22.29 0.81
0.00 0.00
12.00 1.04
88.27 243.66
3.08 5.77
195.41 11.87
0.00 0.00
1742.60 254.99
33.40 2.31
1440.62 143.04
318.21 176.00
11.42 0.74
4306.24 1374.83
15 16
Alang-Alang Lebar *) Sematang Borang *)
Jumlah 2073.42 Sumber : Hasil Perhitungan, 2007.
1396.35
26.73
15.59
248.45
126.00
2563.73
53.02
259.30
12082.38
9 = 10 = 11 = 12 =
Industri Sarana Perkebunan Peternakan
1
Ilir Timur I
2 3 4 5 6 7
Keterangan : 1 = Hutan 2 = Rawa 3 = RTH 4 = Kolam
1
2
5
10909.40
5 = Permukiman 6 = Perdagangan dan Jasa 7 = Perkantoran 8 = Pemerintahan
6
7
73.05
759.91
269.60
12
13
14
3600.30
13 = Sawah 14 = Jalan 15 = Jalan Lingkungan dan Lahan Kosong
17
1702.23
325.43
Jumlah
36484.94
16 = Sungai 17 = Lain-Lain Ket : *) Data menyatu dengan kecamatan induk.
I - 21
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
Tabel I.11 Simpangan Perubahan Guna Lahan Kota Palembang Tahun 2008 Luas Area Terbangun 2004 (%)
Luas Area Terbangun 2008 (%)
Luas Area Non Terbangun 2008 (%)
Simpangan Luas Area Terbangun (%)
46.26 4.24 48.11 35.44 28.45
46.26 6.24 48.11 37.69 31.71
53.74 93.76 51.89 62.31 68.29
0 2.00 0 2.25 3.26
6 Ilir Timur I 88.49 7 Kemuning 91.24 8 Ilir Timur II 70.09 9 Ilir barat I 21.64 10 Gandus 8.02 11 Kertapati 10.09 12 Seberang Ulu I 29.24 13 Seberang Ulu II 62.88 14 Plaju 56.87 Sumber : Hasil Analisis, 2009.
88.49 92.45 70.26 23.63 8.82 10.09 29.85 62.88 57.71
11.51 8.76 25.28 76.37 91.18 89.91 70.15 37.12 42.29
0 1.21 0.17 1.99 0.8 0 0.61 0 0.84
No.
1 2 3 4 5
Kecamatan
Kalidoni Sematang Borang Sako Sukarami Alang-Alang Lebar
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa di Kota Palembang mengalamin transformasi penggunaan lahan, khususnya pada tahun 2008. Simpangan terbesar pada tahun 2008 untuk luasan area terbangun terdapat pada kecamatan Alang-alang Lebar sebesar 3.26%, yang artinya adanya perubahan penggunaan lahan area non terbangun menjadi area terbangun sebanyak 3,16%. Hal tersebut menandakan bahwa wilayah tersebut relatif lebih cepat pertumbuhan fisiknya dibandingkan dengan wilayah yang lain. Terbukti dengan adanya beberapa kawasan perumahan skala besar yang dibangun oleg
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
Tabel I.11 Simpangan Perubahan Guna Lahan Kota Palembang Tahun 2008 Luas Area Terbangun 2004 (%)
Luas Area Terbangun 2008 (%)
Luas Area Non Terbangun 2008 (%)
Simpangan Luas Area Terbangun (%)
46.26 4.24 48.11 35.44 28.45
46.26 6.24 48.11 37.69 31.71
53.74 93.76 51.89 62.31 68.29
0 2.00 0 2.25 3.26
6 Ilir Timur I 88.49 7 Kemuning 91.24 8 Ilir Timur II 70.09 9 Ilir barat I 21.64 10 Gandus 8.02 11 Kertapati 10.09 12 Seberang Ulu I 29.24 13 Seberang Ulu II 62.88 14 Plaju 56.87 Sumber : Hasil Analisis, 2009.
88.49 92.45 70.26 23.63 8.82 10.09 29.85 62.88 57.71
11.51 8.76 25.28 76.37 91.18 89.91 70.15 37.12 42.29
0 1.21 0.17 1.99 0.8 0 0.61 0 0.84
No.
1 2 3 4 5
Kecamatan
Kalidoni Sematang Borang Sako Sukarami Alang-Alang Lebar
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa di Kota Palembang mengalamin transformasi penggunaan lahan, khususnya pada tahun 2008. Simpangan terbesar pada tahun 2008 untuk luasan area terbangun terdapat pada kecamatan Alang-alang Lebar sebesar 3.26%, yang artinya adanya perubahan penggunaan lahan area non terbangun menjadi area terbangun sebanyak 3,16%. Hal tersebut menandakan bahwa wilayah tersebut relatif lebih cepat pertumbuhan fisiknya dibandingkan dengan wilayah yang lain. Terbukti dengan adanya beberapa kawasan perumahan skala besar yang dibangun oleg beberapa pengembang, dan telah ditetapkannya kawasan tersebut sebagai KASIBA/LISIBA. Berdasarkan data kuantitatif dan peta penggunaan lahan pada tahun 2004, diketahui bahwa wilayah Kota Palembang sebagian besar lahannya belum terbangun hal ini terlihat dari persentase lahan tersebut yang mencapai 66,05 %. Sementara lahan yang telah terbangun masih didominasi oleh kegiatan permukiman seluas 29,90 %, sementara lahan terbangun lainnya hanya menempati luas dibawah 4,05 %.
h. Kecenderungan Penggunaan Lahan Dengan perkembangan guna lahan saat ini, diperkirakan bahwa kecenderungan penggunaan lahan di Kota Palembang akan berubah orientasi menjadi pola multiple nuclei , dengan tetap mengacu pada struktur dan pola jaringan yang ada. Dalam pengertian pola penggunaan lahan eksisting berupa radial konsentrik cenderung akan bergeser menjadi pola multiple nuclei , dimana terdapat kawasan-kawasan yang mempunyai tarikan-tarikan guna lahan pada masing-masing kawasan. Pola penggunaan lahan terbangun saat ini belum merata dan konsentrasi lahan terbangun (khususnya lahan terbangun untuk kegiatan komersial) terbesar masih terdapat di kawasan-kawasan pusat kota. Kawasan utara Kota Palembang didominasi oleh kegiatan permukiman dan rawa. Kawasan sebelah timur Kota Palembang pun masih didominasi oleh kegiatan permukiman, dengan kegiatan-kegiatan lain (industri, petanian dan rawa) tersebar didalamnya. Sedangkan kawasan selatan dan barat Kota Palembang didominasi oleh kegiatan pertanian. Dengan kecenderungan penggunaan lahan terbangun saat ini yang belum merata dan berkembangnya berbagai kegiatan, maka penggunaan lahan untuk kawasan terbangun berupa kegiatan perdagangan & jasa serta perkantoran cenderung berkembang dikawasan I - 22
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
tengah kota. Sedangkan untuk kegiatan indutri cenderung untuk berkembang di sebelah selatan dan barat Kota Palembang. Adanya kecenderungan tersebut, memaksa untuk terjadinya alih fungsi lahan dari kawasan non terbangun menjadi kawasan terbangun. Hal ini terjadi pada kawasan pertanian dan rawa yang berubah fungsinya menjadi kawasan kawasan permukiman, perdagangan & jasa, maupun perkantoran.
i. Daya Dukung Lingkungan Berdasarkan kondisi fisik wilayah terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan mengenai daya dukung wilayah Kota Palembang, khususnya untuk menampung berbagai kegiatan yang bersifat perkotaan. Dari data kemiringan lahan, ternyata wilayah ini sangat potensial untuk dijadikan kawasan budidaya walaupun itu harus dilihat dulu kemampuan tanah di wilayah tersebut. Namun ada beberapa kendala yang harus dihadapi oleh kota yang dilalui oleh Sungai Musi yang tergolong sungai besar, yaitu (i)cukup besarnya persentase luas lahan di Kota Palembang yang berupa rawa, (ii)pada musim kemarau terjadi penurunan debit sungai, sehingga permukaan air Sungai Musi mencapai ketinggian yang minimum. Struktur rawa yang ada di Kota Palembang juga dipengaruhi oleh pasang surut Sungai Musi dan sungai-sungai lain yang bermuara di Sungai Musi
j. Potensi Bencana Alam Seperti telah diuraikan di atas, wilayah Kota Palembang terletak di dataran rendah, dilalui oleh sungai Musi yang membelah dua wilayah kota menjadi Wilayah Seberang Ulu dan Wilayah Seberang Ilir serta dari alur laut. Kondisi ini menjadikan Kota Palembang relatif terlindung dari pasang surut laut yang besar serta bencana alam lainnya. Meskipun terkadang terjadi banjir terutama pada wilayah-wilayah di sepanjang alur Sungai Musi dan anak sungai, namun banjir ini relatif bersifat sementara
1.4.4 Profil Sarana/Fasilitas Kota. Pada sub bab ini akan dibahas mengenai kondisi sarana dan prasarana yang ada di Kota Palembang. Sarana perkotaan meliputi sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana perdagangan dan sarana olah raga/rekreasi, sedangkan prasarana atau infrastruktur kota adalah prasarana transportasi, drainase, energi (listrik, migas), prasarana komunikasi, persampahan dan air limbah.
a. Sarana Pendidikan Sarana pendidikan yang ada di Kota Palembang saat ini dalam jumlah yang cukup lengkap dari mulai Taman Kanak-Kanak sampai dengan Perguruan Tinggi. Jumlah TK sebanyak 255 unit, SD dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) sebanyak 447 unit, SLTP (SMP dan MTs) sebanyak 221 unit, SLTA (SMA, SMK dan MA) sebanyak 140 unit, serta Perguruan Tinggi sebanyak 14 unit. Untuk sarana pendidikan TK dan SD, persebarannya relatif merata, sedangkan untuk SMP dan SMA persebaran jumlah sarana SMP dan SMA jumlahnya sudah terlihat mnyesuaikan dengan jumlah penduduk. Jumlah SMP dan SMA terlihat sangat kurang di Kec. Sematang Borang, dimana di kecamatan tersebut hanya ada 1 SMP dan tidak ada sama sekali SMA. Hal ini dapat dipahami karena kecamatan ini merupakan kecamatan baru hasil pemekaran pada tahun 2008. Begitu pula dengan hal yang terjadi di Kecamatan Alang-Alang Lebar. I - 23
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
Adanya kondisi ini mengharuskan pemerintah Kota Palembang untuk segera menyediakan sarana pendidikan yang lebih merata. Tabel I.12 Jumlah Sarana Pendidikan/Kecamatan Tahun 2008 No
Kecamatan
TK
SD/MI
SMP/MTS
SMA/SMK/MA
10
20
10
5
4
21
10
6
18
53
19
11
6
41
13
7
1
Ilir Barat II
2
Gandus
3
Seberang Ulu I
4
Kertapati
5
Seberang Ulu II
16
26
13
16
6
Plaju
10
35
17
15
7
Ilir Barat I
27
36
20
20
8
Bukit Kecil
8
15
8
5
9
Ilir Timur I
23
23
15
14
10
Kemuning
14
35
14
22
11
Ilir Timur II
25
48
27
24
12
Kalidoni
17
35
19
15
13
Sako
29
17
11
8
14
Sematang Borang
6
5
1
0
15
Sukarami
33
24
14
20
16
Alang-Alang Lebar
11
13
7
257
447
218
Jumlah
188
Sumber : Palembang Dalam Angka, 2009.
b. Sarana Kesehatan Sarana kesehatan yang tersedia di Kota Palembang terdiri dari rumah sakit sebanyak 22 unit, puskesmas sebanyak 38 unit, Puskesmas Pembantu 70 unit dan Klinik Bersalin 37 unit, puskesmas keliling 17 unit, dan 1 puskesmas terapung tersebar hampir di seluruh wilayah perencanaan. Dari beberapa jenis sarana tersebut, puskesmas pembantu merupakan sarana kesehatan yang terbanyak, terutama di Kecamatan Sukarami 10 unit. Walaupun sebagian dari fasilitas kesehatan telah mencukup, namun apabila dilihat dari segi kualitas ataupun sistem dan jangkauan pelayanannya perlu ditingkatkan, mengingat dari fasilitas tersebut berpengaruh terhadap kesehatan dan jiwa penduduk Kota Palembang. Dengan penambahan jumlah fasilitas kesehatan tersebut untuk jangkauan atau lingkup pelayanan yang lebih kecil (lingkungan). Penambahan fasilitas kesehatan di Kota Palembang tidak hanya untuk pemenuhan kebutuhan penduduk kota yang bersangkutan, akan tetapi perlu diperhitungkan kebutuhan wilayah sekitarnya. Sebagai contoh jumlah rumah sakit di Kota Palembang sudah cukup, akan tetapi penyebarannya tidak merata. Di beberapa kecamatan terdapat lebih dari satu rumah sakit, seperti Kec. Ilir Timur I terdapat 4 unit rumah sakit, sementara beberapa kecamatan belum ada rumah sakit. Pada tahun 2008 jumlah Puskesmas sebanyak 38 unit, seharusnya 47 unit, sedangkan jumlah Puskesmas pembantu kelebihan 23 unit.
I - 24
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
Tabel I.13 Banyaknya Sarana Kesehatan di Kota Palembang Tahun 2008 Kecamatan
Sarana Kesehatan Puskesmas Pembantu Klinik Bersalin
Puskesmas Keliling
Rumah Sakit
Puskesmas
Ilir Barat II
(-)
1
4
2
(-)
Gandus
(-)
1
5
(-)
1
3
5
7
1
2
Kertapati
(-)
2
8
2
1
Seberang Ulu II
(-)
2
3
1
(-)
Plaju
1
1
3
5
1
Ilir Barat I
3
4
7
3
1
Bukit Kecil
2
3
3
3
1
Ilir Timur I
4
3
1
2
1
Kemuning
(-)
2
5
1
1
Ilir Timur II
3
5
4
6
2
Kalidoni
2
3
5
1
2
Sako
1
1
3
5
1
(-)
1
2
1
1
Sukarami
2
3
6
3
2
Alang-alang Lebar
1
1
4
1
(-)
Total
22
38
70
37
17
Seberang Ulu I
Sematang Borang
Sumber : Palembang Dalam Angka, 2009.
c. Sarana Peribadatan Sarana peribadatan yang tersedia di Kota Palembang terdiri dari mesjid sebanyak 680 unit tersebar hampir di seluruh Kecamatan, Langgar sebanyak 825 unit tersebar hampir di pusat-pusat lingkungan perumahan, Gereja sebanyak 69 unit, Pura sebanyak 6 unit dan Vihara sebanyak 76 unit.
d. Sarana Perdagangan Berdasarkan hasil analisis, jumlah sarana perdagangan Kota Palembang pada tahun 2008 terdiri pasar 22 unit, Kios 7.244 unit dan pedagang 7.330 penyewa atau pedagang. Dari data terlihat bahwa ada beberapa kecamatan yang mempunyai lebih dari satu pasar, sementara ada beberapa kecamatan yang tidak mempunyai pasar sama sekali. Masingmasing pasar juga mempunyai sekala pelayanan yang berbeda-beda. Pasar 16 Ilir sejak lama dikenal sebagai pusat perdagangan Kota Palembang, dan sampai saat ini masih memiliki skala pelayanan regional yang melayani seluruh Palembang dan Sumatera Selatan. Pasar Plaju dan Pasar Alang-Alang Lebar juga sudah berkembang menjadi pasar yang tidak saja melayani skala lokal tetapi juga sudaj menjangkau masyarakat di daerah lain seperti di Kabupaten Banyuasin. Dengan pendukung penduduk 120.00 jiwa,maka jumlah pasar sudah mencukupi untuk tahun 2008, hanya perlu dilakukan pemerataan lokasi sesuai dengan daya dukung penduduk dan skala pelayanannya
I - 25
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
Tabel I.14 Jumlah Pasar Tradisional di Kota Palembang Tahun 2008
Kecamatan
Sarana Perdagangan Pasar
Petak/Kios
Los
Pedagang
PKL
Ilir Barat II
1
225
0
225
5
Gandus
2
109
0
109
35
Seberang Ulu I
3
1133
48
1181
31
Kertapati
1
213
0
213
0
Seberang Ulu II
0
0
0
0
0
Plaju
1
412
0
412
0
Ilir Barat I
1
94
0
94
0
Bukit Kecil
4
986
248
1234
15
Ilir Timur I
3
1666
39
705
0
Kemuning
3
551
450
1001
0
Ilir Timur II
2
531
539
1070
0
Kalidoni
0
0
0
0
0
Sako
0
0
0
0
0
Sematang Borang
0
0
0
0
0
Sukarami
0
0
0
0
0
Alang-alang Lebar
1
0
0
0
0
6244
86
22 5920 1324 Total Sumber : Palembang Dalam Angka, 2009.
e. Sarana Olah Raga dan Rekreasi Jumlah sarana olahraga yang terdapat di wilayah perencanaan pada tahun 2008 terdapat 6 unit lapangan olahraga dan 219 unit taman lingkungan. Jumlah lapangan olah raga tercatat sebagai sarana olahraga resmi sebanyak 6 antara lain Stadion Jakabaring, Stadion Kampus, Stadion Kamboja, Lapangan Hatta, Stadion Patrajaya, lapangan UNSRI Bukit Besar dan Lapangan Pusri. Beberapa lapangan yang sifatnya sementara dan lahan terbuka sebenarnya cukup banyak ditemukan terutama di pinggiran kota, akan tetapi tidak secara resmi difungsikan sebagai sarana olahraga dan rekreasi. Khusus olah raga Golf juga ada lapangan golf di Kel. 8 Ilir dan di Pertamina Plaju. Sarana olah raga yang sifatnya in-door juga mulai berkembang di Kota Palembang, seperti olah raga billiard, boling, futsal, dan bulu tangkis. Beberapa sarana olah raga tersebut banyak terdapat di kawasan pusat kota. Jenis taman kota yang ada di Kota Palembang masih bercampur antara lain taman kota, taman median jalan, taman pulau jalan dan taman lingkungan. Sesuai dengan Peraturan Menteri PU Nomor 5/PRT/M/2007 tentang Pedoman RTH Perkotaan, maka taman dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu taman RT, taman RW, Taman Kelurahan, Taman Kecamatan, Taman Kota.
I - 26
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
Tabel I.15 Banyaknya Taman Menurut Kecamatan di Kota Palembang Tahun 2008
No
Kecamatan
Jumlah Taman
Luas (M2)
1
Ilir Timur I
21
3,441
2
Kemuning
4
3,470
3
Ilir Timur II
9
5,161
4
Kalidoni
8
6,001
5
Ilir Barat I
22
26,714
6
Bukit Kecil
29
30,286
7
Ilir Barat II
12
1,640
8
Gandus
7
10,900
9
Seberang Ulu I
39
34,374
10
Kertapati
15
5,220
11
Seberang Ulu II
3
1,680
12
Plaju
1
500
13
Sukarame
17
50,950
14
Sako
2
600
15
Alang-Alang Lebar
0
-
16
Sematang Borang
0
-
Jumlah
189
180,937
Luas dalam Ha
18.09
Sumber : Dinas PJPP, 2008
f. Sarana Kuburan/Pemakaman. Pada umumnya fasilitas pemakaman umum di Kota Palembang, terutama pemakaman umum kalangan muslim sudah ada walaupun letaknya masih terpencar-pencar dalam unitunit kecil dengan memanfaatkan tanah pemerintah dan tanah wakaf/masyarakat setempat dengan luas lahan yang relatif terbatas. Guna meningkatkan pelayanan dan efisiensi maka fasilitas pemakamanan umum harus ditingkatkan untuk mengantisipasi berkembangnya permukiman baru yang belum dilengkapi dengan fasilitas pemakaman. Tabel I.16 Lokasi Pemakaman di Kota Palembang. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
TPU di jl. Politeknik kel. Bukit Lama TPU di jl. Pangeran Sedo ing Lautan di kelurahan 29 Ilir TPU di jl. Kronggo Wirosentiko, kel. 30 Ilir TPU di jl. Srijaya Negara, kel. Lorok Pakjo TPU di kelurahan Duku, TPU di kelurahan Tangga Takat TPU di kelurahan 14 Ulu TPU di kelurahan 1 Ilir TPU di kelurahan Sei Pangeran Taman Makam Pahlawan, di kelurahan Pahlawan TPU di kelurahan 20 Ilir D III TPU di kelurahan 20 Ilir D IV TPU di kelurahan Karang Jaya dan Karang Anyar I - 27
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
1.4.5
Profil Prasarana/Infrastruktur Kota
a. Prasarana Listrik Listrik sampai saat ini merupakan salah satu sumber energi yang sangat efisien. Keuntungan pemakaian listrik adalah bebas polusi, mudah dimanfaatkan, hemat energi, biaya cukup murah dan stabil. Listrik sebenarnya juga berpotensi ekonomis, yaitu merangsang pertumbuhan industri dan penggunaan barang elektronika. Fungsi listrik terutama adalah penerangan buatan khusus pada keadaan gelap dan malam hari dan mendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Jaringan listrik di Kota Palembang dan sekitar merupakan Interkoneksi antar pusat-pusat pembangkit PLN Wilayah IV Sumatera Selatan. Ada 2 macam tegangan yaitu 70 KV dan 150 KV yang relative melingkar jaringannya, dimana jaringan 70 KV pada lingkaran bagian dalam dan jaringan tegangan 150 KV pada lingkaran bagian luar. Jaringan -jaringan tersebut menghubungkan antara gardu induk atau pembangkit sebanyak 12 lokasi di Kota Palembang dan sekitarnya, 8 di Kota Palembang dan 4 di pinggiran sekitarnya. Untuk distribusi di wilayah Kota Palembang terdapat 2 sistem pelayanan transmisi di Palembang Ilir dan Palembang Ulu dengan tegangan 70 KV dan 150 KV. Jumlah pelanggan listrik tahun 2008 sebanyak 598.162 satuan pelanggan, dimana sebagian besar adalah pelanggan rumah tangga.
b. Prasarana Air Bersih Kebutuhan air bersih Kota Palembang sebagian besar dipenuhi oleh PDAM Tirta Musi dan sebagian memanfaatkan air permukaan seperti air sungai, kolam/rawa, dan air tanah sedangkan untuk beberapa komplek perumahan Perusahaan/ dan Perumnas dipenuhi oleh masing-masing perusahaannya seperti Pertamina/Pusri dan PT. TOP/OPI serta Perumnas Talang Kelapa. Sumber air baku untuk air bersih sebenarnya melimpah, tetapi belum dioptimal pemanfaatannya. PDAM Tirta Musi yang memiliki 6 Unit instalasi pengolahan air dengan kapasitas terpasang 3.570 liter/detik dan kapasitas produksi 2.981 liter/detik. Datadata umum selengkapnya mengenai kondisi eksisting PDAM Tirta Musi sampai dengan tahun 2008 adalah sebagai berikut: Kapasitas Terpasang Kapasitas Produksi Panjang pipa transmisi dan distribusi Jumlah Pelanggan aktif Tingkat Kehilangan Air Tingkat Penduduk Terlayani Harga Pokok Air Rata-rata Harga Jual Air Rata-rata Jumlah Pegawai Rasio Pegawai per 1000 pelanggan
: : : : : : : : : :
3.570 liter/detik 2.981 liter/detik 2.083 km 127.344 SL 39,97% 76,86 % Rp. 2.354,- / m3 Rp. 3.167,- / m3 419 orang 3,29
I - 28
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
Tabel I.17 Kapasitas Produksi PDAM Tirta Musi
No
IPA
Kapasitas (lt/dtk)
Sumber Air
1
3 Ilir
1.130
Musi
2
Rambutan
1.020
Musi
3
Borang
190
Borang
4
Poligon
30
Musi
5
Ogan
600
Ogan
6
Karang Anyar
600
Musi
3.570 Sumber: PDAM Tirta Musi 2008.
Kinerja PDAM Tirta Musi dari tahun ke tahun mengalami Perbaikan kinerja. Dari kapasitas terpasang terlihat bahwa pada tahun 2004 sebesar 2.870 liter/detik dan mengalami kenaikan menjadi 3.570 liter/detik. Cakupan pelayanan juga meningkat tajam. Pada tahun 2004 cakupan layanan 43,18% dan meningkat tajam menjadi hampir 80 % dan kedepannya pemerintah Kota Palembang melalui PDAM Tirta Musi bertekad untuk mencapai layanan 100 %. Pada tahun 2004 dan tahun-tahun sebelumnya PDAM Tirta Musi masih merugi dan membebani APBD, akan tetapi saat ini sudah menghasilkan keuntungan yang cukup signifikan dan menyumbang PAD bagi Pemkot Palembang.
Tabel I.18 Perkembangan Kinerja PDAM Tirta Musi INDIKATOR
TAHUN 2003
TAHUN 2007
TAHUN 2008
1. Kapasitas Terpasang
2.870 liter/detik
3.570 liter/detik
3.570 liter/detik
2. Jumlah Pelanggan
87.858 SL
119.208 SL
127.344 SL
3. Cakupan Pelayanan
43,18 %
71,97 %
76,86 %
4. Tingkat Kehilangan air
68,17 %
46,92 %
39,97 %
5. Penerimaan
Rp. 48,20 M
Rp. 156,87 M
Rp. 166,54 M
6. Laba/(Rugi)
(Rp. 16,30 M)
Rp.
Rp. 20,73 M
27,65 M
Sumber: PDAM Tirta Musi, 2008.
Permasalahan dalam penyediaan air bersih untuk kota Palembang : 1. Tingkat kebocoran dan pencurian air bersih yang mencapai 39,97 %, 2. Kualitas yang masih terbatas, 3. Kapasitas produksi belum mencukupi kebututuhan 4. Sumber air baku belum dikembangkan dan relatif jauh dari instalasi Pengolahan air kurang lebih 10 km, 5. Pompa di intake berjalan terus-menerus tanpa cadangan. Daerah pelayanan untuk Seberang Ilir saat ini dengan Instalasi Pengolahan Air Bersih (IPA) 3 Ilir, IPA Rambutan, IPA Borang dan IPA Polygon. Antara IPA 3 Ilir dan IPA Rambutan daerahnya masih overlapping. Sedangkan IPA Borang melayni daerah Perumahan Sako Kenten dan IPA Polygon melayani kawasan Perumahan Bukit Sejahtera Polygon.
I - 29
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
c. Prasarana Air Limbah Sistem pembuangan limbah domestik Kota Palembang terdapat beberapa sistem sesuai dengan peruntukannya. Daerah permukiman yang terstruktur menggunakan sistem tangki septik individual dan komunal, sedangkan untuk permukiman yang tidak terstruktur penduduknya baru sebagian menggunakan tangki septic individual, cubluk, masih banyak yang menggunakan saluran sungai dan saluran irigasi sebagai pembuangan air limbah. Air bekas cucian, dapur dan kamar mandi disalurkan langsung ke saluran drainase, kali dan saluran lainnya. Timbulan air limbah sangat dipengaruhi oleh pola pemakaian air bersih, pada umumnya timbulan air limbah yang dihasilkan kurang lebih 70 % - 80 % dari pemakaian air bersih. Pada saat ini pengolahan air limbah perumahan menggunakan pola penangan setempat atau ‘On Site System’ yang bedasarkan Susenas tahun 2000 (BPS Sumsel 2001) Rumah Tangga yang memiliki MCK sendiri sebanyak 75,51 % Fasilitas bersama 15,87 %, Fasilitas Umum sekitar 2,51 % dan tidak memiliki MCK sebanyak 6,10 %. Sistem setempat (on site) dominan berada dikawasan perumahan, masing-masing rumah mengalirkan air limbah ke tangki septic (septic tank). Untuk perumahan dengan kapling relative kecil (perumahan relative padat) disarankan dengan sistem terpusat atau komunal. Dimana pada saat ini air buangan yang dihasilkan dapat diresapkan ke dalam tanah dengan menggunakan unit septic-tank dan unit bidang resapan., dibuang ke tangki dengan b idang resapan, dibuang ke cubluk, dibuang ke sungai atau rawa Berdasarkan hasil analisis volume air limbah Kota Palembang pada tahun 2019 sebanyak 97.762 liter/detik (untuk jamban) dan 13.305 liter/detik (untuk MCK). Sedangkan volume air limbah pada akhir perencanaan tahun 2029 sebanyak 232.197 liter/detik (untuk jamban) dan 16.506 liter/detik (untuk MCK).
d. Prasarana Persampahan Jumlah sampah secara kuantitas setiap harinya mengalami kenaikan, dan pelayanan persampahan baru mencapai sekitar 38 % dari total sampah secara keseluruhan Untuk saat ini, Kota Palembang sudah memiliki tempat pembuangan sampah (TPA) yang berada di Kelurahan Sukajaya (Kecamatan Sukarami) dengan luas 25 Ha (termasuk IPLT). Jumlah sarana kebersihan dan pengelolaan sampah sudah cukup memadai, hanya kondisi sarana yang perlu terus ditingkatkan kualitasnya seperti mengganti sarana persampahan yang sudah rusak. Mengembangkan TPA yang berada di Desa Karya Jaya (Kecamatan Seberang Ulu I) dengan luas 40 Ha dengan sistem yang di pakai Sanitary Land Fill, sehingga mengimbangi pertambahan penduduk di masa yang akan datang. Dalam implementasinya pengembangan sistem pengelolaan persampahan diprioritaskan untuk daerah-daerah yang belum mendapat pelayanan dan daerah permukiman baru .
I - 30
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
Tabel I.19 Sarana Kebersihan Tahun 2009 No I
JENIS SARANA-PRASARANA Sarana Pengumpul TPS Tong Sampah 1 M3 Tong Sampah 200 liter Tong Sampah 50 liter Gerobak sampah Container Sampah 6 M3 Landasan Container Tempat sampah 3 Warna -
-
-
-
-
-
-
-
II
Sarana Pengangkut Mobil Dump truck Mobil Armroll Motor Sampah Motor ketek sungai Mobil Tanki Tinja Mobil Tanki Air Mobil Jenazah Mobil sweeper Lavatory Buldozer Excavator -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
.
Jumlah 305 unit 128 unit 202 unit 333 unit 314 unit 151 unit 168 unit 38 unit
63 unit 26 unit 9 unit 4 unit 4 unit 1 unit 2 unit 4 unit 5 unit 2 Unit 2 unit
Sumber: Dinas Kebersihan Kota Palembang, 2009
e. Prasarana Drainase Sistem drainase di Kota Palembang, telah diindentifikasi 19 sistem drainase, sedangkan untuk wilayah dari seluruh drainese sebanyak 12 sistem drainase ke Su ngai Musi sementara 7 sistem keutara ke sistem besar Banyu Asin melalui Sungai Gasing, Sungai Kenten dan saluran-saluran yang dibangun disana. Sistem drainase yang telah di identifikasi tersebut adalah Sistem Boang, Sistem Sekanak, Sistem Bendung, Sistem lawang Kidul, Sistem Buah, Sistem Sriguna dan Sistem Seberang Ulu, Sistem Gandus, Sistem Lambidaro, Sistem Anak-anak Gasing, Sistem Anak-anak Kenten, Sistem S. Nyiur, Sistem S. Lais, Sistem Kertapati dan Sistem Keramasan-Karya Jaya. Secara umum kondisi sistem drainase di Kota Palembang berupa rawa dengan sistem sistem Borang merupakan sistem drainase terluas yakni sekitar 71.2 km2 diikuti oleh sistem Gasing seluas 52.1km 2. Sistem sungai di Palembang memiliki 2 arah pengaliran yakni sungai yang bermuara di Sungai Musi sebanyak 16 sistem sungai dan 3 sistem bermuara ke arah Utara yakni Kabupaten Banyuasin. 1.
Kondisi sistem Gandus Luas 2.394 Ha. DAS Gandus memiliki banyak sungai yang langsung menuju ke sungai Musi. Sungaisungai tersebut kebanyakan tidak terlalu panjang dengan kondisi alami. Dengan lebar bervariasi antara 3 sampai dengan 5 meter, dengan kedalaman sekitar 2 meter. Permasalahan banjir yang terjadi adalah akibat pasang sungai Musi. Sedangkan daerah hulu DAS Gandus merupakan dataran tinggi atau bukit yang banyak digunakan untuk budi daya tanaman karet, jati dan sejenisnya. DAS Gandus berupa pemukiman penduduk yang terkonsentrasi pada jalan-jalan utama, dengan adanya bukit-bukit pada daerah hulu sungai. Dan pada DAS Gandus tid ak terdapat kolam retensi.
I - 31
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
2.
Kondisi Sistem Gasing Luas 5.211Ha Sungai Gasing ada dua, sungai Gasing Laut yang sangat besar, dengan sungai Gasing Darat yang lebih kecil. Pada sungai Gasing Darat, alur sungai yang sudah berupa sungai terletak di Kabupaten Banyuasin dan bertemu dengan sungai Gasing Laut. Untuk sungai Gasing Darat yang berada di wilayah kota Palembang, kondisi sungainya itu masih berupa alur di rawa-rawa, dan belum memiliki alur yang tegas. Sebagian alur tersebut mengalir ke arah sungai Gasing Laut, dan sebagian lagi mengalir menuju sungai Lambidaro dan menuju sungai Musi. Karena banyaknya rawa-rawa, dan termasuk dataran tinggi, pada DAS Gasing jarang terkena banjir. Retensi yang ada di DAS Gasing masih berupa rawa-rawa yang belum menjadi kolam retensi permanen. Karena banyaknya rawa-rawa yang berfungsi menjadi kolam retensi, maka dikhawatirkan apabila terjadi perubahan tata guna lahan dari rawa-rawa tersebut maka genangan air akan berpindah menggenangi perumahan penduduk.
3.
Kondisi Sistem Lambidaro Luas 5209 Ha. Pada beberapa bagian Sungai Lambidaro sudah di buatkan turap sungai. Sungai Lambidaro yang dibuatkan turap adalah yang berada di Kelurahan Talang Kelapa, dimana terdapat kolam retensi Talang Kelapa. Kemudian cabang yang memotong jalan Soekarno-Hatta juga telah dibuat turap sungai. Sedangkan bagian-bagian yang lain dari sungai tersebut belum diberi perkuatan dinding sungai. Kolam retensi eksisting dari DAS Lambidaro terdapat di kelurahan Talang Kelapa, dan menampung volume air dari daerah sekitarnya. Outlet dari kolam retensi tersebut sudah dibuat turap, akan tetapi alur dari outlet tersebut kembali masuk rawa-rawa dan mengalir melalui rawarawa tersebut sampai kepada sungai Lambidaro di bagian hilir sungai. Hal itu menyebabkan tidak lancarnya outlet keluaran dari kolam retensi Talang Kelapa. Luasnya rawa-rawa yang ada menyebabkan air hujan dan air dari sebelah hulu dapat ditampung terlebih dahulu.
4.
Kondisi Sistem Boang Luas 867 Ha. DAS Boang terdiri dari beberapa sungai-sungai kecil dan juga sebuah sungai besar yang sebelumnya direncanakan untuk menyambungkan sungai Musi dari dua sisi, yaitu sungai Kedukan. Sungai kedukan ilir ini berukuran cukup besar dengan lebar sekitar 15 meter dengan kedalaman sekitar 4 meter. Sungai ini terputus oleh jalan PDAM Karang Jaya dan hanya dihubungkan oleh gorong-gorong yang berukuran kecil yaitu 2 x 2 meter..Kawasan DAS Boang merupakan daerah pemukiman penduduk yang tidak terlalu padat. Saluran sekunder yang ada masih bisa dikembangkan kapasitasnya karena tidak terlalu berhimpitan dengan rumah penduduk. Kolam retensi yang ada di DAS Boang terletak di daerah situs Kerajaan Sriwijaya, yang ditujukan sebagai tempat wisata sejarah. Sehingga retensi yang ada sekaligus menjadi hiasan taman, dan mengingatkan pada kejayaan kerajaan Sriwijaya sebagai penguasa lautan.
5.
Kondisi Sistem Sekanak Luas 1.139 Ha. DAS Sekanak adalah salah satu DAS yang berada di pusat kota. Permasalahan yang terjadi hampir sama dengan DAS Bendung. Elevasi tanah yang rendah, sehingga air sungai dapat menggenangi daerah tepian sungai melalui saluran-saluran sekundernya dalam keadaan pasang. Kawasan DAS Sekanak adalah kawasan pemukiman yang padat, pasar, pusat pemerintahan, namun begitu masih terdapat daerah kosong yang belum termanfaatkan dan ada yang masih berupa rawa-rawa. Terdapat kolam retensi Siti Khodijah, Kambang Iwak Besak dan Kambang Iwak Kecik. Kolam-kolam retensi tersebut telah mengalami penurunan daya tampung, yang diakibatkan karena pendangkalan oleh pengendapan sedimen. Outlet dan inlet dari kolam retensi tersebut juga sebaiknya diperbesar, agar mempermudah aliran keluar dan masuk, juga mempermudah dalam upaya membersihkan dan memelihara saluran tersebut.
I - 32
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
6.
Kondisi Sistem Bendung Luas 2.259 Ha. DAS Bendung adalah salah satu DAS di pusat kota Palembang, dengan lebar bervariasi sekitar 12 meter, tetapi sudah mengalami pendangkalan akibat penumpukan sedimen dan sampah yang terlihat mendominasi pemandangan di sepanjang sungai. Kawasan DAS Bendung pada umumnya merupakan pemukiman padat penduduk dan juga daerah pertokoan. Pada hulu sungai bendung terdapat beberapa lahan yang masih kosong, tetapi sangat jarang ditemui rawa-rawa. Terdapat banyak kolam retensi pada DAS Bendung. KR Polda, KR Sukabangun, KR Ario Kemuning, KR Talang Aman, KR Seduduk Putih, KR Iba.Kondisi kolam-kolam retensi tersebut secara keseluruhan sama, yaitu terjadi pendangkalan karena pengendapan sedimen. Muka air tanah di Palembang yang cenderung dangkal juga membuat kapasitas tampungan dari kolam retensi tersebut tidak terlalu besar, pendalaman kolam retensi juga percuma karena hanya akan menambah volume tampungan untuk air tanah.
7.
Kondisi Sistem Lawang Kidul Luas 2.340 Ha. DAS Lawang Kidul mempunyai dua buah drainase utama (main drain) yang kemudian bergabung menjadi satu, yaitu sungai Jeruju dan sungai Lawang Kidul. Sungai Jeruju pada bagian hilir mempunyai lebar sekitar 5 meter dengan kedalaman sekitar 2-2.5 meter. Sungai Lawang kidul mempunyai lebar yang kurang lebih sama dengan sungai Jeruju, yaitu sekitar 5 meter, tetapi lebih dangkal dengan kedalaman hanya sekitar 1.5-2 meter. Kedua sungai itu bertemu dan menjadi satu sungai. Setelah melewati jembatan di Jalan Perintis Kemerdekaan kemudian sungai tersebut menjadi semakin kecil dengan lebar hanya kurang dari 2 meter. Tidak terdapat kolam retensi yang sudah dibangun di DAS Lawang kidul. Lahan untuk kolam retensi di Kelurahan 5 Ilir tersebut tidak terlalu luas, hanya sekitar 75x75 meter. Alokasi lahan lainnya untuk rencana kolam retensi sulit ditemukan kecuali membebaskan tanah dan rumah penduduk.
8.
Kondisi Sistem Buah Luas 1.082 Ha. Sungai Buah merupakan sungai yang panjang dengan berkelak-kelok di banyak tempat. Secara teknik hal itu merugikan karena aliran air menjadi tidak lancar dan memakan waktu lebih lama menuju saluran pembuang yang lebih besar, dalam hal ini sungai Musi. Akibat lainnya adalah terjadinya pengendapan di tikungan-tikungan sungai tersebut. Pada beberapa tempat di sepanjang sungai Buah, masih terdapat beberapa tempat kosong, dan rawa-rawa yang potensial untuk dijadikan sebagai kolam retensi. Pada daerah hilir Sungai Buah sebelum masuk ke wilayah PT. PUSRI, terdapat sebuah sudetan yang menuju langsung sungai Musi dari luar wilayah PT. PUSRI. Tetapi karena melalui daerah pemukiman, jadi sudetan tersebut dimasukkan lagi ke dalam sungai Buah yang di wilayah PT. PUSRI. Sedangkan di wilayah green barrier PT. PUSRI, sudah terdapat alur yang dipersiapkan untuk sungai, dengan terdapat dua buah kolam. Kolam retensi yang terdapat di DAS Buah terdapat di antara Jalan Taman Kenten dengan Jalan Patal Pusri. Kolam retensi itu mempunyai luas 2.246Ha. Masyarakat setempat menggunakan kolam tersebut untuk budidaya ikan dalam tambak.
9.
Kondisi Sistem Juaro Luas 686 Ha. Kondisi drainase utama (main drain) yaitu sungai Juaro berupa saluran alam belum diberi turap atau belum dibuat permanen. Dimensinya relatif kecil dengan lebar sekitar 2-3 meter pada bagian hilir, setelah jalan R.E. Martadinata. Pada bagian hulu, sebelum jalan R.E. Martadinata, kondisi sungai mengecil hingga menyerupai saluran tersier. Hulu dari sungai Juaro adalah rawa-rawa. Untuk kondisi jaringan tersier, secara umum kawasan sudah memiliki jaringan tersier, tetapi ada beberapa tempat yang masih terlalu minim kapasitasnya. Daerah pada bagian hilir setelah jalan R.E. Martadinata termasuk cukup aman dari banjir akibat hujan biasa karena arus air ke sungai Musi cukup lancar. Tidak terdapat kolam retensi pada kawasan DAS Juaro. Tetapi dengan I - 33
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
banyaknya terdapat rawa-rawa kemungkinan masih bisa dibuat kolam retensi yang luasan dan penempatannya harus dikaji lebih lanjut. 10. Kondisi Sistem Batang Luas 559 Ha. Drainase utama (Main Drain) DAS Batang yaitu Sungai Batang, berupa saluran alam tanpa turap. Tanah di bantaran sungai Batang pada umumnya mempunyai elevasi yang rendah. Kondisi sungai Batang sendiri dangkal, terjadi pengendapan sedimen, arus sungai yang mengalir tidak begitu deras. Lebar sungai Batang sekitar 12 meter dengan kedalaman sekitar 2 meter pada daerah hilir dan semakin mengecil pada daerah hulu. Daerah hilir sungai Batang masih terkena pengaruh pasang surut dari sungai Musi. Dari keterangan masyarakat yang sudah dihimpun, diketahui bahwa banjir yang terjadi diakibatkan karena terjadinya hujan yang bersamaan dengan pasang, Di kawasan sungai Batang juga masih banyak terdapat areal persawahan, yang bisa menjadi tampungan alami dari air hujan. Belum ada kolam retensi di DAS Batang. Adapun masih luasnya lahan persawahan, tanah kosong maupun rawa-rawa, maka masih dimungkinkan untuk dibuat kolam retensi. 11 Kondisi Sistem Selincah Luas 483 Ha DAS Selincah mempunyai drainase utama Sungai Selincah. Sungai Selincah masih dapat digunakan sebagai arus transportasi air dengan menggunakan perahu walaupun tidak terlalu jauh ke hulu, karena dimensi sungai Selincah di hulu semakin mengecil. Dimensi pada bagian hilir yaitu sekitar 15 meter dengan kedalaman sekitar 3 meter. Tidak terlalu banyak saluran sekunder di Sungai Selincah. Pada daerah hilir Sungai Selincah, tidak ada permasalahan banjir akibat air hujan. Yang menjadi masalah adalah akibat air pasang dari Sungai Musi. Walaupun begitu masyarakat di pemukiman hilir Sungai Selincah sudah mengantisipasinya dengan membuat rumah panggung, juga selama ini belum ada permasalahan banjir yang besar. Sungai Selincah di bagian hilir terdapat di areal persawahan yang masih cukup luas, sehingga bisa menjadi penampungan sementara air hujan apabila sungai dalam keadaan penuh. Kolam retensi tidak terdapat di DAS Selincah, walaupun fungsinya sudah digantikan oleh areal persawahan yang masih cukup luas. Pembuatan kolam retensi permanen bisa dilakukan di areal persawahan tersebut untuk mengantisipasi terjadinya perubahan tata guna lahan di masa depan. 12. Kondisi Sistem Borang Luas 7209 Ha. Pada DAS Borang, beberapa bagian dari Sungai Borang masih banyak yang terdiri dari alur sungai yang terdapat dalam rawa-rawa. Saluran hulu dari Sungai Borang berdimensi cukup kecil, hanya dengan lebar sekitar 2 meter, dan kebanyakan dangkal. Terjadi penumpukan volume air pada daerah hulu tersebut, pada sekitar jalan Kol. H. Burlian, dan di sekitar kelurahan Kebun Bunga. Kolam retensi di DAS Borang hanya terdapat satu buah yaitu di sekitar Kelurahan Sukajaya. Kolam tersebut cukup kecil dan tampungannya hanya bersifat lokal dan daerah yang dilayaninya tidak terlalu luas. Masih banyaknya rawa-rawa bisa menjadi tampungan sementara bagi aliran air. Pembuatan kolam retensi permanen sebagai antisipasi perubahan rawa-rawa menjadi peruntukan lain sangat diperlukan, apalagi kecenderungan kota Palembang untuk berkembang dengan merubah fungsi dari tata guna lahan di rawa-rawa. 13. Kondisi Sistem Simpang Nyiur Luas 225 Ha Sungai Simpang Nyiur dan Sungai Simpang Gajah berupa saluran alam, yang terhubung langsung dengan Sungai Borang. Saluran sekundernya kebanyakan masih berupa saluran alam. Pada DAS Simpang Nyiur ini, tidak terdapat permasalahan banjir yang serius. Ini disebabkan karena kawasan DAS Simpang Nyiur banyak yang masih berupa lahan kosong yang belum dihuni oleh masyarakat. Kebanyakan lahan tersebut masih berupa rawa-rawa, ataupun lahan perkebunan. Tidak terdapat kolam retensi permanen di DAS Simpang Nyiur. Tetapi bila dibutuhkan dapat saja dibangun karena masih terdapat areal lahan yang memungkinkan.
I - 34
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
14. Kondisi Sistem Sriguna Luas 491Ha. Kondisi saluran utama Sungai Sriguna sebagian sudah diberi dinding. Di lokasi ini fasilitas bangunan air seperti retensi belum ada. Memang kondisi banjir di kawasan ini tidak separah dibanding Sungai Bendung. Untuk DAS Sriguna, pada saluran sekunder arah aliran yang kurang tepat seperti pada saluran Jl. Ahmad Yani lebih baik arahnya menuju ke Hilir Sungai Sriguna namun pada kondisi eksisting menuju ke hulu Sungai Sriguna. Pada sisten drainase sekunder secara fisik cukup baik namun ada beberapa titik yang membuat pengaliran menjadi terhambat.
15. Kondisi Sistem Aur Luas 658 Ha. Sungai Aur yang berdimensi besar dan sudah dibangun turap hanya sampai daerah di sekitar Jalan Ahmad Yani. Semakin ke hulu sungai Aur hanyalah berupa alur rawa -rawa yang dangkal dan mengalir di bawah rumah-rumah panggung penduduk. Daerah hulu sungai Aur yang tidak berturap dan dangkal tersebut sering kali menjadi genangan. Saluran sekunder di sungai Aur kebanyakan pada kondisi tidak terawat, terutama di daerah pasar 10 Ulu. Belum terdapat kolam retensi apapun di DAS Aur. Kawasan yang masih berupa rawa-rawa berfungsi sebagai retensi sementara. 16. Kondisi Sistem Kedukan Ulu Luas 1.099 Ha. DAS Kedukan Ulu menghubungkan sungai Musi dengan sungai Ogan. Saluran primer yang ada cukup banyak dan langsung berhubungan dengan sungai Musi maupun sungai Ogan. Permasalahan genangan yang terjadi lebih diakibatkan karena kondisi saluran tersier yang tidak lancar. Pada DAS Kedukan Ulu ini belum terdapat kolam retensi yang permanen. Pembuatan kolam retensi masih dimungkinkan di DAS ini, wilayah lahan yang kosong masih ada, walaupun masih tetap diperlukan sebuah kajian teknis tentang lokasi dan luasan. 17. Kondisi Sistem Jakabaring Luas 3.671 Ha. Pada DAS Jakabaring, saluran yang ada kebanyakan berdimensi besar. Sungai-sungai di DAS Jakabaring merupakan hasil dari pengerukan dengan alat berat, dan terhubung secara langsung dengan Sungai Ogan. Kawasan DAS Jakabaring merupakan kawasan yang disiapkan untuk pengembangan wilayah di seberang ulu karena masih bisa dilakukan upaya penataan dan pembuatan kawasan terpadu yang ter encana. Kolam retensi yang di DAS Jakabaring adalah Kolam Retensi Taman Ogan Permai, yang berada di tengah perumahan PNS yang sedang dipersiapkan untuk perumahan atlit PON. Kondisi outlet dari kolam retensi tersebut belum terlalu bagus, belum ada outlet yang kapasitasnya cukup untuk menyambungkan dengan sungai Bangkuang yang terhubung dengan Sungai Ogan. Kemudian ada sebuah kolam retensi baru di belakang Stadion Gelora Sriwijaya. Sebuah kolam retensi Sungai Ungse yang outlenya dibuang langsung ke Sungai Ogan. 18. Kondisi Ssitem Kertapati Luas 2.509 Ha DAS Kertapati dimanfaatkan juga untuk mengairi areal persawahan yang banyak terdapat di DAS Kertapati ini, Saluran sekundernya telah dibuatkan pintu air untuk mengatur air yang akan dialirkan, namun kondisi pintu-pintu air tersebut sebagian kurang terawat sehingga ada beberapa yang telah mengalami kerusakan. Saluran sekunder sungai Kertapati masih berupa saluran alam yang kurang terawat sehingga dimensinya semakin mengecil akibat pengendapan sedimen. DAS Kertapati seperti halnya DAS Keramasan, kebanyakan berupa areal persawahan dan sebagian pemukiman. Kolam retensi eksisting belum terdapat di DAS Kertapati, karena kawasan tersebut banyak terdiri dari areal persawahan. Pembuatan kolam retensi masih bisa dimungkinkan, karena areal persawahan yang masih luas. 19. Kondisi Sistem Keramasan Luas 3.288 Ha DAS Keramasan mempunyai banyak sungai-sungai kecil yang terhubung langsung dengan Sungai Musi, dengan sebuah sungai besar yaitu Sungai Keramasan. Pada DAS I - 35
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
Keramasan ini terdiri dari banyak areal persawahan pasang surut yang banyak digunakan penduduk untuk menanam padi. Pada saat terjadi banjir besar, sungai Keramasan meluap dan menggenangi daerah sekitarnya sekitar 50 centimeter dari jalan. Kondisi Sungai Keramasan masih cukup lebar sehingga dapat digunakan sebagai sarana transportasi air yang cukup ramai dengan menggunakan perahu. Kondisi jaringan masih berupa saluran alam dan belum dilakukan pembuatan turap permanen. Tidak terdapat kolam retensi di DAS Keramasan ini, adapun fungsi kolam retensi telah diambil oleh lahan persawahan pasang surut. Pembuatan kolam retensi di DAS Keramasan ini dapat dilakukan, karena banyak terdapat tempat yang potensial untuk dijadikan kolam retensi Untuk mengatasi masalah genangan di kawasan terbangun, telah dilakukan pembangunan kolam retensi (retension basin), sampai saat ini telah diidenfikasi 10 kolam retensi yaitu 3 kolam dalam Sistem Sekanak, 6 kolam dalam Sistem Bendungan dan 1 kolam dalam Sistem Buah yang selanjutnya akan dikembangkan beberapa kolam retensi lainnya seperti Talang Kelapa (sistem sekanak), Kemang manis (sistem boang) dan Sungai Buah (sistem buah). Dengan diidentifikasi sistem-sistem drainase tersebut, maka saluran primer yang umumnya adalah saluran samping jalan-jalan utama kota akan diarahkaan alirannya ke sungai-sungai dalam sistem yang bersangkutan.
f. Prasarana Telekomunikasi Seiring dengan kedudukan dan potensi yang dimiliki serta kemajuan perkembangan kotanya, Kota Palembang sudah memperoleh pelayanan jaringan telekomunikasi, namun kapasitas masih terbatas jumlahnya. Umumnya jaringan telekomunikasi tersebut terdapat pada fasilitas perkantoran, perdagangan dan jasa serta sebagian lingkungan perumahan. Kebutuhan layanan sambungan telepon untuk perorangan/rumah tangga dan kantor di wilayah perencanaan dilayani oleh sebuah Sentral Telepon Otomat. (STO). Untuk kebutuhan layanan telepon Kota Palembang, perlu ditambah kapasitas layanan dengan mempertimbangkan laju pertumbuhan penduduk, meningkatnya tarap pendapatan masyarakat dan kebutuhan akan informasi dan komunikasi di era globalisasi. Sesuai dengan kebutuhannya, untuk dimasa yang akan datang perlu diadakan peningkatan jaringannya dengan kapasitas yang mencukupi kebutuhan kota dan daerah sekitarnya, karena sampai saat ini dirasakan bahwa keberadaan jaringan tersebut masih kurang, sedangkan peminatnya cukup banyak yang belum terlayani. Perkembangan teknologi komunikai nirkabel di Kota Palembang cukup pesat. Sampai dengan tahun 2008, jumlah BTS di Kota Palembang sudah mencapai 483 BTS, sedangkan jumlah menara telepon seluler yang sudah berdiri di kota Palembang sebanyak 383 unit. Sampai dengan tahun 2008 setidaknya sudah terdapat 10 operator telepon seluler beroperasi di Kota Palembang antara lain Telkomsel, Indosat, Excelcom, Smart, Sampurna Telekomunikasi (Ceria), Bakri telekom (Esia), PT. Telkom Indonesia (Flexi), Mobile-8 (frend). Penggunaan menara bukan saja untuk prasarana telokomunikasi seluler akan tetapi juga untuk pemanfaatan menara stasiun radio dan televisi serta penggunaan lainnya. Dengan semakin banyaknya penduduk dan pemakai jasa teknologi dan informasi ini, maka dapat dipastikan kebutuhan prasarana telekomunikasi juga semakin meningkat, sehingga dibutuhkan pembangunan menara lebih banyak lagi. Hal ini harus diantisipasi supaya tidak berdampak buruk pada lingkungan.
I - 36
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
Tabel I.20 Nama Operator Telepon Seluler dan Jumlah BTS Tahun 2008
No 1 2 3
Telco operator XL Tsel Isat
BTS 109 82 49
Menara 97 61 48
4
Flexi
58
14
5
HCPT
70
27
6
Smart
45
43
7
Esia
41
5
8
Mobile-8
19
-
9
STI
10
5
11
No_Identifikasi
2
12
Protelindo
13
SKP
4
14
TBG
10
15
Bhakti
18
16
Teleflow
4
17
BKMA
2
18
AMPS
1
21
Kantor_Walikota
1
22
RRI
2
23
Station_TV RCTI
1
38
483
383
Sumber: Masterplan menara bersama, 2008
g. Prasarana dan Sarana Transportasi Transportasi adalah kegiatan memindahkan/mengangkut orang dan atau barang dari suatu tempat ketempat lainnya, dengan menggunakan sarana pembantu berupa kendaraan. Transportasi diperlukan karena kebutuhan manusia tidak berada disembarang tempat. Dalam pengembangan suatu wilayah, transportasi mempunyai peran yang sangat penting yaitu memudahkan interaksi wilayah. Dengan semakin mudahnya interaksi wilayah, maka akan diperoleh manfaat ekonomi, sosial dan kewilayahan (membuka keterisolasian dengan wilayah lainnya). Hubungan antar wilayah yang semakin baik dan mudah akan merangsang dan membangkitkan pergerakan penduduk, kegiatan ekonomi dan sosial yang pada akhirnya diharapkan akan meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan wilayah tersebut. Berdasarkan jenisnya sistem transportasi di Kota Palembang terdiri dari transportasi darat, sungai, laut dan udara. Sistem Transportasi darat yang ada di Kota Palembang terdiri dari transportasi jalan raya dan kereta api serta transportasi sungai meliputi pelabuhan sungai, danau dan penyeberangan. Untuk transportasi udara, terdapat bandar udara SM Badaruddin II yang pada saat ini sedang mengalami beberapa peningkatan pelayanan, seperti penambahan landasan pacu. Sedangkan untuk transportasi laut, didukung oleh keberadaan Pelabuhan Sei Lais, dimana pelayanan angkutan laut khusus yang menonjol adalah pelabuhan perusahaan, yaitu : pelabuhan Pertamina Plaju dan Sei Gerong serta pelabuhan Pupuk Sriwijaya. Analisis terhadap transportasi dilakukan melalui penilaian terhadap kondisi sarana dan prasarana, permasalahan yang ada dan kebutuhan pengembangan sarana dan
I - 37
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
prasarana untuk mengatasi permasalahan, meningkatkan aksesibilitas antar wilayah dan untuk lebih memacu perkembangan wilayah Kota Palembang. 1. Transportasi Darat Transportasi darat mencakup transportasi jalan raya dan kereta api. Pembahasan masalah transportasi darat bukan hanya meliputi prasarananya (jalan, jembatan, terminal, stasiun) akan tetapi juga membahas mengenai sistim transportasi, pola pergerakan manusia dan barang, moda transportasi dan kinerja transportasi di Kota Palembang. a) Transportasi Jalan Raya Analisis sistem transportasi darat meliputi analisis kondisi jaringan jalan, status dan fungsi jaringan jalan ketersediaan dan pengembangan jaringan jalan, status dan fungsi jalan, tingkat pelayanan jalan, terminal, ketersediaan angkutan umum serta perkiraan perkembangan kebutuhan prasarana transportasi.
1) Kondisi Jaringan Jalan Kondisi jaringan jalan yang ada di Kota Palembang sangat mempengaruhi kelancaran arus pergerakan, baik yang keluar dari Kota Palembang maupun yang hendak masuk ke Kota Palembang. Untuk tahun 2008, panjang jalan di Kota Palembang mencapai 877,552 Km, terdiri atas : (1) Jalan Negara 92,020 Km; (2) Jalan Propinsi sepanjang 97,270 Km;dan (3) Jalan Kota sepanjang 747,922 Km, dari panjang jalan kota tersebut 95,72% dengan permukaan diaspal, 0,46% permukaan kerikil, 2,51% permukaan tanah, dan sisanya 1,31% permukaan lainnya. Secara keseluruhan dari 747,922 Km panjang jalan kota tersebut 85,60% dalam keadaan baik, 11,05% dalam keadaan sedang, dan 3,35% dalam keadaan rusak. Khusus untuk kondisi jalan di Kota Palembang kondisi jalan rusak untuk status jalan propinsi dan jalan kota adalah 0,84 % dan 15,84 %. 2) Status dan Fungsi Jalan Menurut statusnya, jalan dibedakan menjadi jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten dan jalan kota. Menurut Undang-undang nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, jalan nasional adalah jalan arteri dan jalan kolektor yang menghubungkan antar ibukota provinsi dan jalan strategis nasional serta jalan tol. Menurut fungsinya jalan dibedakan atas jaringan jalan primer dan sekunder, yang masing-masing dibedakan menjadi arteri, kolektor, dan lokal. Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2004 tentang jalan maka jaringan jalan di Kota Palembang berdasarkan fungsinya dapat diklasifikasikan menjadi : a. Jalan Arteri, yaitu jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jauh. Jalan arteri ini dapat dibagi menjadi arteri primer dan arteri sekunder. Jalan arteri primer adalah jalan yang menghubungkan antar PKN, PKN dengan PKW, atau PKN/PKW dengan bandara/pelabuhan internasional. b. Jalan kolektor adalah pendukung terhadap jalan-jalan arteri primer yang ada. Jalan kolektor primer menghubungkan pusat-pusat bagian kota dengan pusatpusat bawahnya (sub pusat kota). c. Jalan Lokal, yaitu jalan yang melayani angkutan setempat, dengan mempunyai ciri-ciri perjalanan pendek.
I - 38
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
Menurut Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 630/KPTS/M/2009 tangal 31 Desember 2009, jalan-jalan yang termasuk jalan berstatus jalan nasional di Kota Palembang adalah jalan-jalan sebagaimana tercantum dalam tabel di bawah ini: Tabel I.21 Daftar Jalan Nasional di Kota Palembang No
Nama Jalan
Panjang (Km)
1
Jl. Kol H Burlian
2
Jl. Sultan Mahmud Badaruddin
2.87
3
Jl. Jend.Sudirman
5,02
4
Jl. Veteran
1.83
5
Jl. Perintis Kemerdekaan
1.09
6
Jl.Kol. Nur Amin
0.41
7
Jl. Yos Sudarso
0.62
8
Jl. RE Martadinata
1.92
9
Jl. Monginsidi/Abdul Rozal
4.18
10
Jl. R. Sukamto
1.53
11
Jl. Basuki Rahmad
2.03
12
Jl. Demang Lebar Daun
3.91
13
Jl. Parameswara
0.64
14
Jl. Ryacudu
1.59
15
Jl. Rasid Sidik
0.64
16
Jl. Wahid Hasyim
2.66
17
Jl. Ki Merogan
3.17
18
Jl. Sriwijaya Raya
6.22
19
Jl. Akses Bandara
2.35
20
Jl. Letjen Harus Sohar
3.25
21
Jl. Sukarno-Hatta
8.37
22
Jl. Alamsyah RP
23
Jl Yusuf Singedikane
24
Jl. Lingkar Selatan
25
Jl. Mayor Zein
26
Jl.Kapten Abdullah
5.6
27
Jl. Poros Ampera
8.4
Jumlah
5.2
3.1 5.17 11.83 2.37
90.95
Sumber: KepmenPU No. 630 Tahun 2009.
3) Terminal Kota Palembang mempunyai kontribusi cukup besar terhadap ketersediaan terminal di Propinsi Sumatera Selatan. Jumlah terminal regional Kota Palembang di Propinsi Sumatera Selatan adalah sebesar 23 %, sedangkan untuk terminal lokal mempunyai kontribusi sebesar 26 %. Salah satu peningkatan prasarana transportasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Palembang adalah dengan mengoperasikan Terminal Karyajaya (tipe) A pada tahun 2001 yang diharapkan secara berangsur dapat mengatasi kesemrawutan transportasi dalam kota dan antar kota, khususnya dalam menaikkan dan menurunkan penumpang bagi angkutan antar kota agar tidak melakukan di dalam Kota Palembang Di Kota Palembang sendiri sudah terdapat 9 terminal angkutan jalan raya. 2 terminal termasuk kategori terminal tipe A, yaitu terminal Karya Jaya dan terminal Alang-Alang Lebar. Terminal ini melayani angkutan dalam kota dan luar kota atau provinsi lain. I - 39
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
Tabel I.22 Tipe dan Luas Terminal di Kota Palembang Tahun 2009 No
Nama Terminal
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Alang-Alang Lebar Karya Jaya Km. 5 Sako Kenten Lemabang Plaju Jaka Baring Tangga Buntung 7 Ulu
Tipe
Luas (m2)
A A C C C B B C C
8.000 18.000 1.800 2.400 1.600 3.750 8.000 780 820
Sumber : Dinas Perhubungan Kota Palembang, 2009.
4) Kondisi Lalulintas Jalan Raya Pembebanan Jaringan Jalan Utama Dari data traffic counting dan turning movement pada beberapa ruas jalan di Kota Palembang pada jam puncak memiliki V/C ratio mendekati 0,80 yang artinya jalan-jalan tersebut telah berkurang pelayanannya (menuju kondisi macet). Jalan jalan tersebut adalah Jl. AKBP Cek Agus, Jl. Jend. Sudirman, Jl. Ryacudu, Jl. Kol. H. Burlian, Jl. Mangkunegara, serta Jl. HM. D. Effendi. Tabel I.23 V/C Ratio Jalan Utama di Kota Palembang Tahun 2008 Volume Kapasitas V/C No (smp/jam) (smp/jam) Ratio 1 AKBP Cek Agus 2536 2842 0.89 21 2 Amphibi 744 1592 0.47 22 3 Angkatan 45 3230 6468 0.50 23 4 Angkatan 66 1039 2842 0.37 24 5 Adi Sucipto 778 2842 0.27 25 6 Basuki Rahmat 3768 6468 0.58 26 7 Demang Lebar Daun 3542 8926 0.40 27 8 DI. Panjaitan 1787 2842 0.63 28 9 Dr. M. Isa 2221 2842 0.78 29 10 Gub. A. Bastari 1557 6468 0.24 30 11 Jend. A. Yani 2906 6468 0.45 31 12 Jend. Sudirman 6576 9314 0.71 32 13 K. Marzuki 635 1592 0.40 33 14 Kapt. A. Rivai 3745 6468 0.58 34 15 Kapt. Abdullah 841 2842 0.30 35 16 Ki. Merogan 3738 6468 0.58 36 17 Kol. H. Burlian 4662 6468 0.72 37 18 Lingkar Selatan 642 2842 0.23 38 19 Macan Lindungan 351 1592 0.22 39 20 Mayor Zein 1652 2842 0.58 40 Sumber : Dinas Perhubungan Kota Palembang, 2008. No
Ruas Jalan
Ruas Jalan
Merdeka MP. Mangkunegara Mujahidin Letjen H. Alamsyah RPN Ryacudu Parameswara Perintis Kemerdekaan POM IX R. Sukamto Brigjen HM Dani Effendi Raya Betung RE. Martadinata Yos Sudarso Residen Rozak Mayor Salim Batubara Soekarno-Hatta Indralaya Letjen Harun Solar Veteran KH. Wahid Hasyim
Volume (smp/jam) 3151 2710 475 1820 5822 1816 2681 876 3321 2069 1863 1682 1215 1235 1059 1513 453 491 3482 3482
Kapasitas (smp/jam) 6468 2842 1592 2842 5880 2842 6468 5351 6429 2842 2842 6468 6468 6468 2842 2842 2842 2842 5880 6468
V/C Ratio 0.49 0.95 0.30 0.64 0.99 0.64 0.41 0.16 0.52 0.73 0.66 0.26 0.19 0.19 0.37 0.53 0.16 0.17 0.59 0.54
Berdasarkan data tersebut, secara umum jam puncak yang terjadi pada ruas-ruas jalan di Kota Palembang adalah pada pukul 07.00 Wib sampai dengan 09.00 Wib dan pukul 15.00 Wib sampai dengan 17.00 Wib. Waktu-waktu tersebut merupakan jam berangkat dan jam pulang aktivitas masyarakat Kota Palembang. I - 40
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
Volume Pergerakan Simpang Utama Hasil volume pergerakan lalu lintas pada masing-masing simpang utama merupakan olahan dari survei Turning Movement yang telah dilakukan. Volume pergerakan ini menggambarkan jumlah kendaraan (smp/jam) pada jam puncak masing-masing simpang. Simpang Poldan dan Sekip yang terletak di pusat kota dengan ruas jalan-jalan utama merupakan simpang yang mempunyai volume pergerakan yang tinggi. Sedangkan Simpang Pusri merupakan simpang dengan volume pergerakan terendah ini. Tabel I.24 Volume Simpang Utama Di Kota Palembang No Lokasi Volume Kapasitas 1 Bandara 7.302,90 10.602,00 2 Tanjung Api11.327,54 16.245,00 3 Polda 18.547,00 23.199,20 4 Sekip 14.845,06 18.904,80 5 Jaka Baring 13.766,89 22.572,00 6 Musi 2 8.560,98 13.081,50 7 Macan 5.499,798 9.297,90 8 Mujahidin 6.775,00 11.684,80 9 Kampus 10.435,33 15.228,80 10 Angkatan 45 10.312,53 16.302,40 11 Angkatan 66 8.871,93 13.888,80 12 Patal 9.802,37 14.440,00 13 Dolog 10.605,00 14.440,00 14 Pusri 4.569,00 12.236,00 15 Plaju 4.413,05 6.612,00 Sumber : Dinas Perhubungan Kota Palembang, 2008.
V / C Ratio 0,69 0,70 0,80 0,79 0,61 0,65 0,59 0,58 0,69 0,63 0,64 0,68 0,73 0,37 0,67
Jam Perjalanan Jam perjalanan secara umum dibagi menjadi 3 (tiga) jenis perjalanan, yaitu (1) perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kegiatan, (2) perjalanan pulang kerumah, dan (3) perjalanan antar tempat kegiatan. Jam berangkat ketempat kegiatan dari rumah sebagian besar (91,46 %) pada pukul 05.00 – 09.00 pagi hari. Sedangkan pukul 05.00 – 07.00 merupakan perjalanan siswa (terutama pendidikan dasar dan menengah). Sedangkan untuk kegiatan-kegiatan lain, yaitu perdagangan dan jasa memulai kegiatan pada pukul 07.00 – 09.00. Disamping perjalanan yang terjadi pada pagi dan sore hari, kegiatan perjalanan di Kota Palembang pun terjadi pada malam/dini hari. Kegiatan perjalanan ini sebagian besar berasal dari luar wilayah Kota Palembang menuju tempat-tempat perdagangan (seperti pasar) membawa hasil bumi untuk diperjual belikan (0,64 %). Selain jam perjalanan berangkat kendaraan, prosentase jam puncak perjalanan pulang kerumah di Kota Palembang terjadi pada 2 (dua) kurun waktu, yaitu pukul 11.00 – 13.00 (27,31 %) dan pukul 15.00 – 17.00 (29,74 %). Jam perjalanan pulang pada pukul 11.00 – 13.00 didominasi oleh para pelajar (dasar dan menengah) serta para pekerja dengan hari kerja 6 hari per minggu. Sedangkan pada pukul 17.00 – 19.00 didominasi oleh para pekerja dengan hari kerja 5 hari per minggu (termasuk pegawai negeri).
I - 41
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
Maksud Perjalanan Sebagian besar maksud perjalanan yang terjadi di Kota Palembang adalah untuk melakukan perjalanan tunggal. Maksud dari perjalanan tunggal ini adalah tidak melakukan perjalanan terusan setelah aktivitas pertama, dalam artian langsung pulang setelah melakukan aktivitas pertama. Jumlah maksud perjalanan dengan tujuan tunggal mempunyai prosentase 50 % dari total perjalanan yang terjadi. Maksud perjalanan paling tinggi adalah untuk sekolah dan bekerja. Disini terlihat bahwa kebanyakan penduduk Kota Palembang adalah usia produktif yaitu bekerja atau sedang sekolah. Jenis Kendaraan Yang Digunakan Sebagian besar jenis kendaraan yang digunakan dalam melakukan perjalanan di Kota Palembang adalah jenis angkot/mikrolet, yaitu sebesar 18,49 %. Selain menggunakan angkot/mikrolet, kecenderungan lain adalah masyarakat Kota Palembang cenderung menggunakan kendaraan berupa sepeda motor (16,24 %) serta bis sedang (14,37 %). Sedangkan masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi dalam melakukan aktivitasnya hanya sebesar 9,11 %. Dari kenyataan yang ada, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa masyarakat Kota Palembang cenderung untuk menggunakan angkutan umum (baik itu angkot maupun bis sedang). Hal ini menunjukan bahwa angkutan umum merupakan pilihan utama masyarakat walaupun keberadaan sarana angkutan tersebut tidak diimbangi dengan kualitas pelayanan yang baik (tingkat pelayanan masih cukup rendah). Disisi lain besarnya jumlah masyarakat yang menggunakan angkutan umum ini dapat disebabkan oleh tidak adanya pilihan lain untuk memakai angkutan dalam melaksanakan kegiatannya sehari-hari (mayoritas pengguna adalah masyarakat dengan pendapatan menengah kebawah).
Lama Waktu Perjalanan Waktu perjalanan yang terjadi di Kota Palembang sebagian besar terjadi antara kurun waktu 10 – 30 menit (56.43 %), dibawah 10 menit (33.64 %) serta diatas 30 menit (9.93 %). Hal ini menunjukan bahwa perjalanan yang terjadi sebagian besar merupakan perjalanan jarak dekat atau masih dalam koridor wilayahnya. Sedangkan perjalanan dengan waktu lebih dari 60 menit bisaanya dilakukan keluar wilayah Kota palembang, seperti perjalanan menuju kabupaten-kabupaten yang ada disekitar Kota Palembang.
Distribusi Perjalanan Secara garis besar pola pergerakan orang dan atau barang menggambarkan kekuatan/potensi disuatu wilayah, dimana kekuatan atau potensi itu dapat berupa jumlah penduduk yang tinggi, perekonomian yang kuat, pelayanan transportasi yang prima dan lain sebagainya. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin besar suatu daerah melayani pergerakan orang dan atau barang, maka daerah tersebut merupakan daerah yang mempunyai potensi untuk membangkitkan dan atau menarik aktivitas masyarakat dalam segala bidang. Untuk memeratakan pergerakan orang dan atau barang, maka daerah-daerah yang merupakan simpul-simpul bangkitan dan tarikan perjalanan membutuhkan prasarana transportasi untuk menghubungkan satu sama lain dalam membuka wilayah-wilayah potensial yang masih terisolasi sehingga tercapai pemerataan pembangunan. Dari tabel-tabel dan gambar-gambar tersebut dapat dilihat bahwa besarnya pola pergerakan orang dan atau barang di Kota Palembang masih dari dan menuju I - 42
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
kecamatan-kecamatan yang mempunyai kekuatan/potensi yang besar, terutama dari segi jumlah penduduk dan faktor pendukung perekonomian (prasarana transportasi). Kecamatan-kecamatan yang merupakan simpul tarikan dan bangkitan perjalanan di Kota Palembang adalah Kecamatan Sukarami (bangkitan 33.339 samp/hari, tarikan : 31.292 smp/hari) serta Kecamatan Ilir Timur II (Bangkitan : 21.673 smp/hari, tarikan : 22.112 smp/hari). Kedua kecamatan tersebut merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak di Kota Palembang. Sedangkan simpul bangkitan dan tarikan terendah terdapat di Kecamatan Gandus (bangkitan : 2.548 smp/hari, tarikan : 2.721 smp/hari).
Distribusi Jarak Perjalanan Faktor lain yang mempengaruhi besarnya pola perg erakan adalah jarak perjalanan dari satu simpul ke simpul lainnya. Umumnya semakin dekat jarak suatu simpul dengan simpul yang lain, semakin besar pula perjalanan yang terjadi antar simpul tersebut. Tren perjalanan terbesar di dalam Kota Palembang lebih didominasi perjalanan didalam simpul (didalam wilayah kecamatan sendiri) yang mencapai 52,35 %. Ini berarti secara umum prasarana dan sarana kota bisa dikatakan sudah merata, sehingga kebutuhan kegiatan orang sudah mampu terlayani oleh wilayah tersebut (sekolahan, pasar, perkantoran dll). Selain faktor jarak terdapat faktor lain yang berpengaruh sangat besar terhadap pola perjalanan seperti tataguna lahan dan l okasi simpul. Simpul yang mempunyai tataguna lahan permukiman biasanya merupakan daerah bangkitan yang potensial. Sedangkan simpul yang didominasi oleh tataguna lahan perkantoran, pasar, sekolah dan fasilitas lainnya merupakan pusat tarikan yang besar. Begitu juga simpul-simpul yang merupakan pintu masuk dan pintu keluar suatu wilayah akan mempunyai pola pergerakan yang lebih besar. Biasanya lokasi simpul -simpul tersebut dekat dengan sungai, laut atau prasarana transportasi lain seperti dermaga, pelabuhan, stasiun dan bandar udara.
5) Kinerja Makro Transportasi Kota Palembang a. Kinerja Lalu Lintas Kondisi umum sistem transportasi jalan berdasarkan pengamatan dan datadata mengenai sistem jaringan jalan di Kota Palembang adalah jaringan jalan regional di Propinsi Sumatera Selatan yang menunjukan ruas-ruas jalan utama yang menghubungkan Kota Palembang dengan kota-kota regional ke utara, barat dan selatan. Jalan utama dari pusat kota adalah sebagai berikut : 1. Arah utara : arah airport, lebih jauh ke Kabupaten Banyuasin, Jambi 2. Arah barat : arah Prabumulih 3. Arah selatan : arah Kayu Agung Dengan melihat pola jaringan jalan tersebut mengindikasikan bahwa Kota Palembang tidak hanya melayani arus l alu lintas internal, tetapi juga melayani arus lalu lintas eksternal. Lalu lintas eksternal yang dimaksud adalah lalu lintas yang masuk/keluar Kota Palembang dan lalu lintas yang hanya melintas Kota Palembang. Sedangkang lalu lintas internal adalah lalu lintas yang terjadi dalam Kota Palembang itu sendiri. Bangkitan lalu lintas sebagian besar disebabkan oleh aktivitas guna lahan yang ada serta keterkaitan dengan jumlah penduduk yang menempati aktivitas-aktivitas pada guna lahan tersebut. I - 43
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
Permasalahan untuk kemacetan lalu lintas terutama ditemui pada titik-titik lokasi sebagai berikut, yaitu : 1. Jalan Sudirman Km. 5 (Kol. H. Burlian) a. Gangguan aktivitas pasar b. Adanya penyempitan jalan (bottle neck ) c. Kendaraan umum menaik turunkan penumpang disembarang tempat 2. Jalan Mesjid Lama a. Gangguan aktivitas pasar b. Parkir dibadan jalan (on street parking) c. Adanya penyempitan jalan (bottle neck) 3. Jalan MP Mangkunegara a. Kurang memadai lebar jalan yang ada b. Kendaraan umum menaik turunkan penumpang disembarang tempat 4. Simpang Pasar Lemabang a. Gangguan aktivitas pasar b. Parkir dibadan jalan (on street parking) c. Kendaraan umum menaik turunkan penumpang disembarang tempat 5. Jalan Kapten Abdullah (Plaju) a. Kapasitas persimpangan yang sudah “jenuh” b. Pengaturan lampu lalu lintas belum optimal c. Kendaraan umum menaik turunkan penumpang disembarang tempat 6. Jalan Sudirman (Simpang Polda, Sekip, Charitas) a. Gangguan aktivitas pasar b. Parkir dibadan jalan (on street parking) c. Kendaraan umum menaik turunkan penumpang disembarang tempat
b. Kinerja Angkutan Umum Tidak optimalnya pelayanan angkutan umum banyak dipengaruhi oleh faktor pelayanan yang belum kompetitif, baik dari segi kenyamanan, keamanan, ketepatan waktu perjalanan dan juga ketersediaan terminal yang belum mampu mendukung kelancaran pergerakan. Kelebihan dari perangkutan jalan raya adalah terletak pada kendaraan bermotor yang mempunyai sifat yang luwes karena dia dapat menjangkau seluruh pelosok daratan, diantaranya seperti angkutan kota, kereta api, bus dan l ain-lain. Pada tahun 2008 jumlah angkutan penumpang orang dan atau barang di Propinsi Sumatera Selatan mencapai 51.484 unit. Komposisi angkutan umum tersebut adalah 6.182 unit mobil penumpang umum, 5.319 unit mobil bus, 38.516 unit mobil barang, 1.391 unit kendaraan khusus, dan 29 unit KRT tempelan. Dari tiap jenis moda angkutan umum yang berada di Propinsi Sumatera Selatan, Kota Palembang merupakan wilayah yang memberikan kontribusi terbesar untuk jumlah angkutan umum. Sekitar 68 % angkutan umum di Propinsi Sumatera Selatan merupakan angkutan umum yang berasal dari Kota Palembang. Trayek atau jalur pelayanan transportasi jalan raya di Kota Palembang sudah cukup menyebar ke seluruh penjuru kota. Menurut lokasi pelayanan, trayek angkutan kota di Kota Palembang terbagi menjadi 2 (dua) yaitu trayek dalam kota dan trayek pinggir kota. Trayek dalam kota dilayani oleh bus kota, minibus dan otolet. Sedangkan untuk trayek pinggir kota dilayani oleh otolet. Untuk jenis angkutan kota, kebutuhan yang ada masih dapat dipenuhi d engan penyediaan yang ada saat ini. Hal ini dapat dilihat dari belum ditemuinya kelebihan muatan penumpang dalam pelayanannya. I - 44
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
Secara spesifik terlihat bahwa hampir sebagian besar trayek angkutan dalam kota Palembang menuju dan dari arah jembatan Ampera. Hal ini disebabkan karena kawasan Ampera ini merupakan kawasan pusat perdagangan dan jasa, pusat pemerintahan Kota Palembang, pusat pariwisata, sehingga bisa dikatakan pergerakan sebagian besar penduduk Kota Palembang menuju dan dari kawasan ini. Tujuan jalur angkutan kota menuju dan dari kawasan Ampera ini tidak saja dari Palembang Ilir, akan tetapi juga dari dan ke Palembang Ulu seperti jalur Ampera-Plaju dan Ampera Kertapati, sehingga angkutan tersebut harus melewati Jembatan Ampera. Hal ini menyebabkan beban Jembatan Ampera sangat berat. Kawasan Ampera dan sekitarnya sudah mulai terjadi kemacetan lalu lintas, karena hampir semua jalur angkutan kota melewati kawasan ini.
c. Keselamatan Lalu Lintas Salah satu indikator kinerja pelayanan jaringan jalan adalah kinerja keamanan/keselamatan perjalanan yang dicerminkan oleh tingkat kecelakaan yang terjadi pada suatu ruas jalan. Berdasarkan data yang ada, diperoleh data tentang jumlah kecelakaan selama 5 (lima) tahun terakhir (untuk tiap km panjang jalan), pada beberapa ruas jalan yang ada di Kota Palembang. Secara umum terdapat 4 (empat) faktor penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas di Kota Palembang, yaitu kesalahan pengemudi, faktor kendaraan, kondisi jalan : geometrik jalan kurang baik, jalan rusak ser ta cuaca buruk
2. Transportasi Kereta Api Mobilisasi barang dan atau orang selain menggunakan prasarana jalan, di Propinsi Sumatera Selatan juga tersedia prasarana jalan rel yang terbilang cukup penting perananannya. Jalan Rel merupakan suatu kebutuhan dasar yang dapat menggerakkan laju mobilisasi barang dan atau penumpang yang direalisasikan kedalam bentuk Stasiun Kereta Api, yang merupakan tempat/ terminal untuk menaikan dan menurunkan barang dan atau orang dari suatu tempat ke tempat yang lainnya. Pelayanan kereta api merupakan pelayanan dengan skala regional, dimana Kota Palembang merupakan awal dan akhir tujuan penumpang. Ujung stasiun kereta api terletak di Kecamatan Kertapati Kota Palembang. Pelayanan kereta api merupakan pelayanan dengan skala regional, dimana Kota Palembang merupakan awal dan akhir tujuan penumpang. Ujung stasiun kereta api terletak di Desa Karya Jaya, Kelurahan Kemang Agung, Kecamatan Kertapati. Jaringan rel kereta api melintas kawasan terminal terpadu tipe A, sehingga menjadikan jalur ini menjadi strategis dan cepat berkembang. Tabel I.25 Prasarana dan Sarana Angkutan Kereta Api di Kota Palembang No. 1. 2.
3.
Prasarana dan Sarana Lokasi Stasiun Kelas Stasiun KA. Penumpang Palembang – Lampung Palembang – Lbk. Linggau KA barang
Kondisi Saat Ini Kertapati Besar
Rencana
Keterangan
3 KA / hari 3 KA / hari 6 KA / hari
-
2000 tmp duduk (eksekutiv, bisnis, ekonomi) 2000 tmp duduk (eksekutiv, bisnis, ekonomi)
Sumber : Laporan Bulanan Dinas Perhubungan Kota Palembang, 2008.
I - 45
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
Dari tahun ke tahun lalu lintas angkutan barang dan penumpang kereta api di Propinsi Sumatera Selatan mempunyai jumlah yang stabil. Kenaikan ataupun penurunan jumlah barang dan atau penumpang yang ada masih berada dalam kondisi yang normal. Stabilnya kenaikan dan atau penurunan jumlah barang dan atau penumpang ternyata tidak ikut berpengaruh pada pendapatan dari sektor lalu lintas kereta api. Besarnya pendapatan dari sektor lalu lintas kereta api cenderung fluktuatif. Jenis angkutan kereta api yang melayani angkutan penumpang dan barang di tahun 2001 mulai mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Untuk jumlah penumpang mengalami peningkatan sebesar 7,6 % atau naik menjadi 726.002 penumpang, sedangkan untuk barang hanya mengalami kenaikan sebesar 2,01 % atau naik menjadi 488.309 ton. Lokasi stasiun kereta api di Kertapati sebenarnya cukup strategis, karena bisa diintegrasikan dengan moda transportasi lain. Letaknya yang berada di tepi jalan utama dapat diintegrasikan dengan angkutan bus dan minibus. Selain itu letaknya juga berada di tepi sungai Musi dan sungai Ogan sehingga bisa diintegrasikan dengan moda transportasi sungai. Pemerintah provinsi Sumatera Selatan telah mengembangkan jalur alternatif yang diperuntukan bagi para komuter Palembang-Indralaya terutama para mahasiswa Universitas Sriwijaya. Stasiun baru juga sudah didirikan yaitu di Indralaya, dibangun diatas tanah seluas lebih kurang 6 hektar, dilengkapi dengan fasilitas jembatan penyeberangan, ruang tunggu dan parkir. Tujuan diadakannya jalur kereta api khusus Palembang-Indralaya ini antara lain untuk menyediakan sarana angkutan umum bagi para mahasiswa dan dosen UNSRI dan para komuter lainnya. Adanya jalur ini akan memperlancar arus transportasi jalan raya yang sudah semakin padat.
3. Transportasi Sungai. Secara aktual terdapat 9 (sembilan) anak sungai besar yang bermuara di Sungai Musi, dimana panjang yang dimiliki tidak kurang dari 700 km. Sungai-sungai tersebut adalah Sungai Musi, Sungai Rawas, Sungai Lematang, Sungai Kelingi, Sungai Ogan, Sungai Komering, Sungai Lakitan, Sungai Lahan dan Sungai Batang Hari Leko. Secara keseluruhan 9 (sembilan) ruas sungai tersebut memiliki lebar bervariasi dari 50 sampai 200 m, kedalaman dari 2 sampai 10 m, dan panjang 2.630 km dengan 1.880 km serta diantaranya dapat dilayari. Kondisi ini menunjukkan bahwa transportasi sungai memiliki potensi untuk pengembangan dimasa yang akan datang. Pengembangkan dapat dilakukan dengan penanganan yang sebaik mungkin untuk tidak lagi menjadi moda alternatif melainkan sudah menjadi moda simultan yang tumbuh dan berkembang disamping transportasi jalan yang relatif sudah cukup padat. Angkutan sungai di dalam Kota Palembang diwarnai dengan keberadaan kapal-kapal barang dan penumpang yang melakukan aktivitasnya disepanjang Sungai Musi. Mobilitas penumpang dimungkinkan karena tidak ada jalan penghubung selain jembatan Ampera yang menjembatani wilayah Seberang Ulu dan wilayah Seberang Ilir. Hal ini dikarenakan jembatan Musi II berada jauh di luar kawasan kota atau pada jalan lingkar barat sekitar 10 km dari pusat kota. Sebagian jalur pelayaran telah terbentuk dengan sendirinya karena terdesak oleh tingkat kebutuhan yang meningkat untuk saling berhubungan antara satu daerah dengan daerah lainnya. Hal ini terjadi baik pada rute pelayaran dalam lingkup Kota Palembang maupun rute pelayaran kearah hulu Sungai Musi dan Sungai Ogan serta kearah hilir Sungai Musi. Keadaan ini mengakibatkan bermunculan trayektrayek komersial yang mengadaptasi jalur tradisional pelayaran Sungai Musi.
I - 46
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
Tabel I.26 Asal dan Tujuan Transportasi Sungai dan Fungsinya No. 1. 2. 3.
Asal Kertapati Tangga Buntung Sekanak
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Benteng Kuto Besak 6 Ilir Rumah Buruk Tangga Buntung Pair Kuto 3 Ilir/1 Ilir Boom Baru Sei Lais
Tujuan Sei Buaya Merogan 4 Ulu 5 Ulu 7 Ulu 7 Ulu 7 Ulu dan 10 Ulu Pedatuan Pedatuan 13 Ulu Tangga Takat Assegaf Sei Gerong dan Pertamina
Fungsi Penyaberangan Penyeberangan Penyeberangan
Sumber : Dinas Perhubungan, 2009.
Gambar 1.1 Diagram Sistem Lalu Lintas Sungai Dalam Kota Palembang 16 ILIR
10 ULU
B. KUTO BESAK
7 ULU
SEKANAK RUMAH BURUK
5 ULU 4 ULU PEDAUTAN
TANGGA BATU PASAR KUTO
13 ULU ASSEGAF
3 ILIR/1 ILIR TG. TAKAT BOOM BARU SEI GEERONG SEI LAIS PERTAMINA KERTAPATI SEI BUAYA TG. BUNTUNG
MEROGAN
Sumber : Dinas Perhubungan Kota Palembang dan Hasil Analisis, 2009.
Pergerakan penumpang terjadi antar dermaga baik yang dibangun oleh pemerintah maupun yang dibangun oleh pihak swasta serta penduduk setempat secara swadaya. Pergerakan tersebut dilayani oleh kapal kretek yaitu sampan bermotor yang mampu memuat sampai 12 orang dan memiliki rute trayek yang tetap, yaitu antar dermaga di I - 47
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
tepian Sungai Musi dalam jarak yang relatif tidak jauh. Sedangkan untuk pergerakan barang di dalam kota lebih memilih menggunakan angkutan jalan mengingat proses bongkar muat yang dua kali lipat lebih lama apabila menggunakan angkutan sungai. Mobilitas barang lewat angkutan sungai di dalam Kota Palembang hanya didominasi oleh kapal-kapal Jukung yang berasal dari luar kota dan itu banyak ditemui di dermagadermaga pasar. Pelayanan angkutan sungai untuk penumpang dan barang baik dari dan atau menuju Kota Palembang meliputi angkutan regional (Antar Kota Dalam Propinsi) dan pelayanan lokal. Terdapat dua arah pelayanan regional dengan tujuan ke Kota Palembang, yaitu kearah hulu dan hilir sungai. 4. Sistem Transportasi Laut Transportasi laut yang ada digunakan untuk menghubungkan wilayah eksternal Kota Palembang. Kondisi eksisting menunjukan bahwa lingkup hubungan eksternal sistem transportasi laut Kota Palembang menghubungkan Kota Palembang dengan Bangka dan Batam. Sarana angkutan laut yang ada didukung oleh keberadaan pelabuhan 35 Ilir (Dishub) dan Boom Baru. Transportasi laut dari dan ke Kota Palembang melayani angkutan penumpang dan Barang. Jalur transportasi laut yang sudah ada antara lain Palembang-Mentok (Bangka) dan Palembang-Batam. Pelabuhan utama Kota Ilir Timur II. Pelabuhan lain: - Panjang dermaga - Kapasitas dermaga - Luas Gudang - Kapasitas Gudang - Luas kawasan
Palembang saat ini adalah pelabuhan Boom Baru di Kecamatan ini mempunyai fasilitas yang cukup lengkap dan memadai antara : : : : :
740 m 3 ton/m3 8.972 m2 2 ton / m2 24 Hektar
Disamping pelabuhan-pelabuhan tersebut, terdapat pula rencana pengembangan Pelabuhan Laut di Tanjung Api-Api yang mempunyai lokasi berdekatan dengan Kota Palembang. Pengembangan Pelabuhan Laut ini direncanakan sebagai pelabuhan samudera yang akan melayani keperluan eksport-import berbagai komoditi bagi wilayah Sumatera bagian Selatan, sehingga nantinya pelabuhan ini akan menggeser fungsi pelabuhan laut di Boom Baru dan Sei Lais. Beberapa permasalahan transportasi laut yang dihadapi oleh Kota Palembang adalah : a) Kondisi pelabuhan laut yang terjadi pendangkalan sehingga setiap tahun harus dilakukan pengerukan dengan biaya yang mahal; b) Kapasitas pelabuhan laut yang sangat terbatas karena terletak di Sungai Musi. c) Membutuhkan waktu yang cukup lama bagi kapal yang akan memasuki Sungai Musi.
5. Sistem Transportasi Udara Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II merupakan bandara utama di Kota Palembang yang saat ini masih terus-menerus mengalami beberapa peningkatan pelayanan. Selain itu fasilitas terminal bandara juga diperluas agar dapat menampung penumpang lebih banyak. Setelah dilakukan pembangunan bandara tersebut, maka dimungkinkan bandar udara tersebut dapat melayani jamaah haji yang menggunakan pesawat berbadan lebar dan penerbangan internasional lainnya, sehingga Kota Palembang mempunyai embarkasi haji sendiri. Jalur penerbangan dari dan ke Kota Palembang melayani jalur dalam negeri dan luar negeri. Jalur dalam negeri yang langsung terutama ke dan dari Jakarta, PalembangBatam dan Palembang-Pangkal Pinang. Jalur keluar negeri antara lain ke Singapura dan Johor Baru (Malaysia). I - 48
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
Jumlah kedatangan pesawat pada tahun 2008 sebanyak 7.901 kali dan jumlah keberangkatan sebanyak 7.903 kali, dengan jumlah penumpang sebanyak 812.828 penumpang. Beberapa maskapai penerbangan yang sudah beroperasi di Kota Palembang antara lain Garuda Indonesia, Lion Air, Sriwijaya Air, Batavia Air, Kartika Air, dan Silk Air. Di dalam RTRW Nasional, fungsi Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang berfungsi sebagai bandara penyebaran sekunder dengan fungsi (I/4) atau dalam status pengembangan bandar udara sekunder. Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II merupakan pintu gerbang utama memasuki wilayah Provinsi Sumatera Selatan dan Kota Palembang khususnya. Dari bandara ini para pengguna angkutan udara selain ke Kota Palembang juga menuju daerah-daerah lain di sekitar Kota Palembang.
1.4.6
Profil Struktur Ruang Kota Palembang.
Struktur ruang kota Palembang dibentuk oleh sistem pusat kegiatan yang dihubungkan dengan jaringan jalan. Pusat-pusat kegiatan di Kota Palembang telah menyebar dari pusat kota sampai dengan pinggiran kota. Kawasan yang berkembang menjadi pusat kegiatan suatu wilayah telah menimbulkan hubungan yang saling mempengaruhi dengan pembentukan wilayah administrasi kota, sehingga pusat-pusat kegiatan tersebut biasanya menjadi pusat dari suatu wilayah administrasi.
a. Tinjauan Administrasi Wilayah. Kota Palembang secara administrasi terbagi menjadi 16 Kecamatan dan 107 Kelurahan sejak tahun 2008. Pembagian wilayah kecamatan tersebut menunjukan struktur sistem pusat-pusat pelayanan kota, karena pembagian wilayah kota menjadi kecamatankecamatan didasarkan pada semakin meningkatnya kebutuhan pel ayanan. Tabel I.27 Pembagian Wilayah Administrasi Kota Palembang No
Nama Kecamatan
Jml. Kel. 7
Keterangan Nama Kelurahan
1
Ilir Barat II
2 3
Gandus Seberang Ulu I
4
Kertapati
6
5
Seberang Ulu II
7
6
Plaju
7
7
Ilir Barat I
6
8
Bukit Kecil
6
9
Ilir Timur I
11
10
Kemuning
6
11
Ilir Timur II
12
Kalidoni
5
Kalidoni, Bukit Sangkal, Sungai Lais, Sungai Selayur, Sungai Selincah
13 14
Sako Sukarami
4 7
Sukamaju, Sialang, Sako, Sako Baru
15
Alang-Alang Lebar
4
Srijaya, Karya Baru, Talang Kelapa, Alang-Alang Lebar
16
Sematang Borang
4
Lebong Gajah, Suka Mulya, Sri Mulya, Karya Mulya
5 10
12
27 Ilir, 28 Ilir, 29 Ilir, 30 Ilir, 32, Ilir, 35 Ilir, Kemang Manis Karang Anyar, Karang Jaya, 36 Ilir, Pulokerto, Gandus 1 Ulu, 2 Ulu, 3/4 Ulu, 5 Ulu, 7 Ulu, 8 Ulu, 9/10 ulu, 15 Ulu, Tuan Kentang Karya Jaya, Keramasan, Kemang Agung, Kertapai, Kemas Rindo, Ogan Baru 11 Ulu, 12 Ulu, 13 Ulu, 14 Ulu, Tangga Takat, Sentosa, 16 Ulu Plaju Ulu, Plaju Ilir, Plaju Darat, Talang Putri, Komperta, Bagus Kuning, Talang Bubuk Bukit Lama, Lorok Pakjo, 26 Ilir D1, Lorok Pakjo, Bukit Baru, Siring Agung 19 Ilir, 22 Ilir, 23 Ilir, 24 Ilir, 26 Ilir, Talang Semut 13 Ilir, 14 Ilir, 15 I lir, 16 Ilir, 17 Ilir, 18 Ilir, Sei Pangeran, Kepandean Baru, 20 Ilir DI, 2o Ilir DIII, 20 Ilir DIV 20 Ilir D.II, Pipareja, Ario Kemuning, Sekip Jaya, Talang Aman, Pahlawan 1 Ilir, 2 Ilir, 3 Ilir, 5 Ilir, 8 Ilir, 9 Ilir, 10 Ilir, 11 Ilir, Lawang Kidul, Kuto Batu, Sungai Buah, Duku
Kebon Bunga, Talang Betutu, Talang Jambe, Sukadadi, Sukarami, Suka Jaya
Sumber: Palembang Dalam Angka, 2008, diolah. I - 49
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
b. Kerangka Kota (Urban Skeleton)
Kerangka kota merupakan jaringan jalan yang menjadi urat nadi kota dan kawasan yang menghubungkan fungsi – fungsi primer kota dan umumnya merupakan jaringan jalan yang paling besar dengan klasifikasi antara lain sebagai Jalan Primer / Jalan Lingkar / Jalan Arteri 1. Poros Utara – Selatan Saat ini Kerangka Kota atau Urban Skeleton dari Kota Palembang dibentuk oleh jaringan Jl. Kol. H. Burlian – Jl. Jend. Sudirman – Jl. Pangeran Ratu masih merupakan jalan utama (main road) yang menghubungkan Wilayah Ilir dan Wilayah Ulu. Hal ini disebabkan Jembatan Ampera merupakan satu-satunya penghubung wilayah tersebut. Penumpukkan arus lalu lintas di sepanjang Jl. Sudirman serta kawasan 16 Ilir dan sekitarnya yang pada akhirnya berdampak terhadap kemacetan lalu lintas
2. Poros Lingkar Barat “Jalan lingkar barat”, dari persimpangan di Desa Karya Jaya – Jembatan Musi II – Simpang Tanjung Api-api, yang telah berfungsi efektif dan terletak dalam wilayah Kota Palembang. Jl. Kol. H. Berlian – Jl. Alamsyah Ratu Prawira NEgara – Jembatan Musi II - Jl. Paresmeswara – Kab. OKI . Jalur poros barat merupakan jalur lintas Sumatera, merupakan kelas jalan arteri Primer .
3. Poros Timur Barat Seberang Ilir ”Jalan Poros Timur-Barat Seberang Ilir”, menghubungkan fungsi kota bagian Timur dengan Fungsi Kota Pusat dan Fungsi Kota Bagian Barat pada wilayah seberang Ilir. Jalan Poros Timur Barat Seberang Ilir merupakan jalan dengan hiraki Arteri Primer 1 Jl. Demang Lebar Daun – Jl. Basuki Rahmad – Jl. Sukamto – Jl. Residen
Rozak (Patal Pusri) – Jl. Mayor Zen (ke P. Sei Lais)
I - 50
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
4. Poros Timur Barat Seberang Ulu ”Jalan Poros Timur-Barat Seberang Ilir”, menghubungkan fungsi kota ”bagian Timur - Fungsi Kota Pusat - Fungsi Kota Bagian Barat” pada wilayah seberang Ulu. Jalan Poros Timur Barat Seberang Ilir merupakan jalan dengan hiraki Arteri 2 Sekunder Plaju – Jl. Jend. A Yani – Jl. Kha. Wahid Hasyim – Jl. Meragon
5. Kerangka KOTA ”REL KERETA API” Struktur Ruang Jalan kereta api dengan pelayanan skala regional, dimana Kota Palembang merupakan awal dan akhir tujuan penumpang. Terletak di Kecamatan Kertapati Kota Palembang.
c. Tinjauan Hirarki Pusat-Pusat Pelayanan. Penentuan sistem pusat-pusat permukiman di wilayah perkotaan dapat ditentukan berdasarkan kriteria jumlah penduduk perkotaan ( primacy indexes) atau berdasarkan kelengkapan fasilitas (skalogram), sementara keterpusatan dari setiap permukimannya ditentukan berdasarkan indeks sentralitas (weighted centrality indexes). Untuk penentuan hirarki kota-kota di wilayah Kota Palembang dilakukan berdasarkan kriteria kelengkapan fasilitas, yaitu dengan menggunakan metode skalogram Secara garis besar metode skalogram ini dilakukan dengan menyusun suatu matriks. Kolom matriks tersebut berisi keberadaan jenis fasilitas, sedangkan baris matriksnya berisi unit observasi. Pada tahapan ini unit observasi yang dipergunakan adalah kota-kota kecamatan yang ada di Kota Palembang. Skalogram merupakan grafik/gambar yang menunjukkan penyebaran fungsi berdasarkan kelangkaannya dan menyusun hirarki permukiman berdasarkan kompleksitasnya. Variabel-variabel yang digunakan dalam menggunakan metode skalogram antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
penentuan
sistem
pusat-pusat
dengan
Fasilitas pendidikan (SD, SLTP, SLTA, Perguruan tinggi). Fasilitas Kesehatan (Puskesmas pembantu, Puskemas, Rumah sakit, rumah sakit bersalin). Fasilitas Pemerintahan (kelurahan, kecamatan, kantor pemerintahan kota, kantor pemerintahan provinsi/pusat). Fasilitas Peribadatan. Fasilitas Perdagangan dan Jasa (Pasar tradisional, pasar swalayan, hotel berbintang, hotel melati, rumah makan, restoran, mall, pergudangan). Prasarana Transportasi (terminal, dermaga, stasiun, bandara, pelabuhan)
I - 51
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
Dari daftar skalogram, terdapat kecamatan-kecamatan yang mempunyai fungsi lebih dari 20 item, yaitu Kec. Ilir Barat I, Ilir Timur I, Ilir Timur II dan Seberang Ulu I.. Kecamatan yang mempunyai fungsi antara 15 sampai dengan 20 adalah Kec. Ilir Barat II, Bukit Kecil, Kalidoni, Kertapati, Seberang Ulu II, Plaju, Alang-Alang Lebar dan Sukarami dan kecamatan yang mempunyai fungsi kurang dari 15 adalah Kec. Sako, Sematang Borang, Kemuning dan Gandus. Berdasarkan hasil perhitungan batas ambang hirarki kota tersebut, selanjutnya dapat ditentukan kecamatan mana yang termasuk ke dalam hirarki I, hirarki II, dan hirarki III di wilayah Kota PalembangBerdasarkan hasil perhitungan batas ambang hirarki kota tersebut, selanjutnya dapat ditentukan kota kecamatan mana yang termasuk ke dalam hirarki I, hirarki II, dan hirarki III di wilayah Kota Palembang. Hirarki I: Kota hirarki I ini berdasarkan hasil analisis berada di Kec. Ilir Barat I, Ilir Timur I, Ilir Timur II dan Seberang Ulu I, Tiga kecamatan terdapat di Palembang Ilir dan dekat dengan pusat kota dan satu kecamatan di Palembang Ulu (Jakabaring). Secara eksisting terlihat bahwa wilayah di kecamatan-kecamatan tersebut banyak kegiatan yang berfungsi sebagai fungsi primer, antara lain pasar 16 Ilir, perkantoran Provinsi, Markas Kodam II Sriwijaya, Kantor Walikota, PT. PUSRI, Universitas Sriwijaya, RS Muhammad Husein, Mall Palembang Square, Palembang Indah Mall dan sebagainya dan kegiatan-kegiatan utama di wilayah ini antara lain: 1. Pusat kegiatan perdagangan dan jasa 2. Pusat kegiatan perkantoran pemerintahan propinsi sumatera selatan dan pemerintahan kota palembang 3. Pusat kegiatan pendidikan. 4. Pusat pelayanan sosial. 5. Pusat Permukiman.
Hirarki II : Kota hirarki II, pada dasarnya memiliki fungsi untuk mendukung fungsi utama dan pendukung kota hirarki diatasnya (hirarki I). Pada kota hirarki II ini perlu dibedakan secara fungsional kawasannya. Pada beberapa kota kecamatan (bagian kota kecamatan) yang merupakan satu kesatuan fungsional dengan kota hirarki I, maka fungsi utama kota hirarki II tersebut merupakan limpasan kegiatan perkotaan yang tidak dapat ditampung oleh kota hirarki I selain fungsi internalnya. Kota-kota kecamatan tersebut merupakan kota kecamatan yang secara fisik berbatasan dengan kota hirarki I atau memiliki keterkaitan fungsional yang erat. Kota-kota tersebut yaitu Kec. Ilir Barat II, Bukit Kecil, Kalidoni, Kertapati, Seberang Ulu II, Plaju, Alang-Alang Lebar dan Sukarami.
Hirarki III : Kota-kota hirarki III adalah Gandus, Sako, Kemuning dan Semarang Borang. Sekalipun termasuk dalam klasifikasi hirarki III, namun karena sebagian kawasannya masuk dalam kawasan fungsional perkotaan (hirarki I), maka sebagian fungsi kotanya juga merupakan fungsi limpasan kegiatan kota hirarki I, terutama untuk kegiatan perdagangan dan jasa selain fungsi internalnya. 1. Fungsi utama kota hirarki III ini yaitu kegiatan pelabuhan dan terminal, pengembangan kegiatan pariwisata dan kegiatan perkantoran pemerintahan kota dan skala lokal. 2. Fungsi pendukungnya perdagangan dan jasa serta perumahan dan permukiman 3. Fungsi pendukungnya, perdagangan dan jasa skala lokal, Perumahan dan permukiman, dan Pertanian dan perkebunan.
I - 52
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
Tabel I.28 Skalogram No 1
2
Fungsi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
a. SD
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
b. SLTP
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
c. SLTA
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
d.Perguruan Tinggi
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Pendidikan
Kesehatan a. Pustu
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
b. Puskesmas
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
c. RS Bersalin
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
d. RS Umum 3
4
Kantor Pemerintahan a. Kelurahan
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
b. Kecamatan
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
c. Kota
•
•
•
d. Provinsi
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
a. Pasar Tradisional
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
b. Pasar Swalayan
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
g. Mall
•
•
•
h. Pergudangan
•
•
•
•
•
Perdagangan/Jasa
c. Hotel Berbintang
6
•
Peribadatan a. Mesjid
5
•
d. Hotel Melati
•
e. Rumah Makan
•
f. Restoran Besar
•
•
•
•
•
•
•
Transportasi a. Terminal
•
b. Dermaga
•
•
•
•
•
•
c.Stasiun
•
•
•
•
d. Bandara e. Pelabuhan 7
• •
•
•
Industri a. Industri besar
8
•
•
•
•
•
•
•
21
20
•
•
Pariwisata a. Obyek wisata
•
•
•
•
•
19
11
22
20
22
• 14
21
16
15
18
• 13
20
16
9
d. Tinjauan Kegiatan Fungsional Kota. Tinjauan fungsional kegiatan kota dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai kawasan mana saja yang memiliki fungsi primer dan fungsi sekunder. Fungsi primer adalah kawasan yang melayani tidak saja wilayah kota, akan tetapi juga mampu melayani skala pelayanan regional bahkan nasional, sedangkan fungsi sekunder adalah fungsi pelayanan yang melayani lokal atau dalam kota Palembang.
I - 53
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
Tabel I.29 Fungsi Kegiatan Primer Kota Palembang. NO 1
2
3 4
KEGIATAN Perdagangan
Transportasi
Hankam Pendidikan
Nama Tempat
Lokasi (Kecamatan)
1
Pasar 16 Ilir
Ilir Timur I
2
Pasar Induk Jakabaring
Seberang Ulu I
3
Palembang Square
Ilir Barat I
4
Palembang Trade Centre
Ilir Timur I
5
Palembang Indah Mall
Bukit Kecil
1
Bandara SMB II
Sukarami
2
Terminal A Karyajaya
Kertapati
3
Terminal A Alang-Alang Lebar
Alang-Alang Lebar
4
Stasiun KA Kertapati
Kertapati
5
Pelabuhan Boom Baru
Ilir Timur II
1
Makodam II Sriwijaya
Ilir Timur I
2
Mapolda
Kemuning
1
Universitas Sriwijaya
Ilir Barat I
2
IAIN Raden Fatah
Ilir Timur I
3
Universitas Muhammadiyah
Seberang Ulu I
5
Kesehatan
1
RSMH Muhammad Husein
Ilir Timur I
6
Industri
1
PT. PUSRI
Ilir Timur II
2
Pertamina
Plaju
7
Pariwisata
1
Benteng Kuto Besak/Ampera
Bukit Kecil
8
Olah Raga
1
Stadion Jakabaring
Seberang Ulu I
9
Pemerintahan
1
Provinsi Sumatera Selatan
Ilir Barat I
Sumber: Hasil Analisis, 2009.
1.4.7
Profil Pola Ruang Wilayah Kota Palembang.
a. Kawasan Lindung. Pengertian kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup, yang mencakup sumberdaya alam serta sumberdaya buatan guna pembangunan berkelanjutan. Dalam penetapan dan pengelolaan kawasan lindung, maka kawasan lindung yang akan ditetapkan di Kota Palembang meliputi wilayah daratan yang terdiri atas : 1. Kawasan perlindungan setempat 2. Kawasan cagar budaya 3. Kawasan Rawan bencana
Kawasan Perlindungan Setempat Kawasan perlindungan setempat merupakan kawasan yang harus dibebaskan dari pembangunan fisik dalam upaya untuk memberikan perlindungan pada obyek khusus yang ada. Dalam hal ini kawasan perlindungan setempat terdiri atas kawasan sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, kawasan sekitar mata air, kawasan terbuka hijau kota . a) Sempadan Sungai Di Wilayah Kota Palembang banyak tedapat sungai-sungai dari sungai yang kecil sampai sungai-sungai yang besar seperti, yang lebarnya mencapai 20 m sampai 30 m. Saat ini sebagian besar daerah sepanjang sungai-sungai yang ada masih merupakan I - 54
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
kawasan yang tidak terganggu. Tetapi dalam mengantisipasi perkembangan yang akan terus terjadi perlu disiapkan pengaturan dalam penetapan fungsi lindung di sepanjang sungai ini agar tidak menimbulkan permasalahan lingkungan di masa-masa datang. Sungai-sungai besar yang melintasi Kota Palembang ada 4(empat), yaitu : 1) Sungai Musi dengan lebar rata-rata 504 meter, lebar terpanjang sebesar 1.350 meter yaitu disekitar Pulau Kemarau, dan lebar terpendek 250 meter, yaitu sekitar Jembatan Musi II; 2) Sungai Komering, dengan lebar rata-rata 236 meter; 3) Sungai Ogan, dengan lebar rata-rata 211 meter; dan Sungai Keramasan dengan lebar rata-rata 103 meter. Disamping sungai-sungai besar tersebut terdapat sungai-sungai kecil yang merupakan anak sungai dan saluran air lainnya yang dibangun. Sungai-sungai kecil tersebut memiliki lebar berkisar antara 3 – 20 meter. Pada aliran sungai-sungai tersebut ada yang dibangun kolam retensi, sehingga menjadi bagian dari sempadan sungai. Bentuk pengelolaan kawasan perlindungan setempat yang diterapkan oleh Pemerintah Kota Palembang adalah penetapan sempadan sungai melalui Perda No. 5 Tahun 1999 yang mengacu pada Keppres No. 32 Tahun 1990, yaitu : Sungai Musi : 100 m di bagian kiri dan kanan Sungai Komering, Ogan, Keramasan : 25 m di bagian kiri dan kanan Namun sempadan sungai untuk sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10 – 15 meter.
Untuk sungai yang sempadannya telah dimanfaatkan oleh kegiatan permukiman (rumah apung) tetap dipertahankan, dengan pertimbangan sebagai aset sektor pariwisata, sebagai permukiman tradisional. Namun dalam pengelolaannya perlu ada upaya penataan agar aspek kelayakan dapat terpenuhi. Sesuai dengan kondisi dan karakteristik sungai-sungai yang ada di Kota Palembang, maka didalam Perda tersebut telah ditetapkan garis sempadan untuk sungai-sungai besar sebesar + < 50 meter dan untuk sungai-sungai kecil sebesar 3 meter. Namun, mengingat penetapan sempadan sungai ini adalah bentuk peraturan yang ditetapkan setelah perkembangan kegiatan perkotaan berlangsung dan budaya perairan yang melekat pada penduduk di sekitar kawasan sempadan sungai, maka pada beberapa bagian kawasan, implementasi penetapan garis sempadan sungai ini sulit untuk diterapkan, seperti pada bagian kawasan sempadan sungai sepanjang Seberang Ulu I (Kelurahan 1 Ulu, 2 Ulu, ¾ Ulu, 5 Ulu, 7 Ulu dan 9/10 Ulu) yang mana pada bagian kawasan ini mengalir sungai-sungai kecil, yaitu S. Galen, S. Parigi, S. Kecil dan S. Semalit. Di kawasan Seberang Ulu II, hal yang serupa terdapat di Kelurahan 11 Ulu, 12 Ulu, 13 Ulu, 14 Ulu dan Tangga Takat. Pada bagian kawasan ini juga mengalir sungaisungai kecil, yaitu S. Karang Belanga, S. Temiang Agung, S. Karana.
b) Ruang Terbuka Hijau (RTH) Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Kriteria menurut Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan ruang, luas RTH didalam kawasan perkotaan minimal 30 %, terdiri dari RTH publik 20 % dan RTH private 10 %. Sesuai dengan Permen PU Nomor 5 tahun 2008 tentang Penyediaan RTH di Kawasan Perkotaan, maka yang termasuk dalam RTH adalah taman, hutan kota, sempadan sungai, RTH Jalan, RTH Sutet, RTH jalur rel kereta, pemakaman dan RTH pekarangan rumah/kantor. RTH di Kota Palembang yang sesuai dengan kriteria tersebut antara lain taman kota yang tersebar di beberapa wilayah, taman median jalan, taman pulau jalan, hutan kota dan pemakaman. Beberapa RTH belum bisa terdata secara pasti antara lain jalur hijau di pinggir jalan, jalur hijau sempadan sungai.
I - 55
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
Kawasan Cagar Budaya Tersebar terutama di sepanjang pinggiran Sungai Musi Kawasan Rawan Bencana Di Kota Palembang tidak terdapat kawasan rawan bencana secara geografis. Kawasan rawan bencana yang ada berupa genangan air apabila terjadi hujan deras dan jangka waktu lama dan beberapa kawasan yang rawan kebakaran.
b. Kawasan Budidaya Kawasan Budidaya dirinci sebagai berikut : 1. Kawasan Pertanian Hasil pertanian merupakan salah satu potensi utama Kota palembang yang cukup penting. Luas panen tanaman padi pada tahun 2007 meningkat 5,11% atau sebesar 317 Ha dari 6.209 Ha pada tahun 2006 menjadi 6.526 Ha pada tahun 2007. Hal ini juga diikuti oleh hasil produksi tanaman padi yang meningkat 8,74% atau sebesar 1.951 ton dari 22.325,95 ton pada tahun 2006 menjadim 24.277 ton pada tahun 2007. Tanaman palawija yang terdiri dari ubi kayu, ubi jalar, jagung, kacang tanah, kacang hijau dan kedelai, secara keseluruhan pada tahun 2007 mengalami peningkatan. Luas panen tanaman palawija tahun 2007 seluas 1.111 Ha, meningkat 4,42% atau 47 Ha dari tahun 2006 yang seluas 1.064 Ha Peningkatan ini juga berpengaruh terhadap hasil produksi dengan peningkatan sebesar 3,57% dari tahun sebelumnya yaitu 7.889,29 ton, sehingga hasil produksi palawija pada tahun 2007 menjadi 8.171 ton. Data jumlah ternak yang masuk di Kota Palembang tahun 2007 yang tersedia dari Dinas Peternakan hanya ternak sapi potong/kerbau, kambing/domba, babi, ayam buras, ayam petelur, ayam pedaging dan itik. Dibandingkan dengan tahun 2006, maka pada tahun 2007 ini jumlah ternak di Kota Palembang relatif mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2006, yaitu sebesar 2.359.244 ekor pada 2006 naik menjadi 4.700.212 ekor pada tahun 2007. Di wilayah kota Palembang tidak ditemukan adanya kawasan perkebunan. Hanya beberapa lahan yang ditanami tanaman buah-buahan dan pekarangan. 2. Kawasan Industri Kegiatan industri di Kota Palembang masih menunjukan pola yang menyebar dan belum membentuk suatu kluster industri yang kuat. Beberapa industri besar masih ada, antara lain Pusri, Pertamina, Indomi, Interbis. Industri lain yang berkembang tetapi lokasinya menyebar adalah industri pengolahan karet, industri tenun, industri makanan dan minuman, industri kerajinan dan sebagainya. 3. Kawasan Pariwisata DI kota Palembang terdapat beberapa lokasi wisata yang mempunyai luas cukup besar antara lain kawasan Benteng Kuto Besak, Kampung Kapiten, Bukit Siguntang, Kawah Tengkurep, Pulau Kemarau dan TPKS Karang Anyar. 4. Kawasan Perdagangan dan jasa Sebagai Kota besar, maka kegiatan perdagangan cukup merata berada di seluruh kawasan. Kawasan yang berkembang sebagai pusat perdagangan skala regional sampai sekarang adalah kawasan 16 Ilir. Beberapa kawasan sudah menunjukan perkembangan yang sangat pesat sebagai pusat perdagangan antara lain Jakabaring, Alang-Alang Lebar, Plaju, Lemabang. 5. Kawasan Lainnya. a) Pendidikan. Sebagai ibukota provinsi, maka Kota Palembang juga merupakan pusat pendidikan. Kawasan yang selama ini dikenal sebagai pusat pendidikan antara lain kawasan Bukit Besar (Unsri, SMAN 1, SMK 1, SMPN 17), kawasan Ahmad Yani (Bina Darma, I - 56
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
Universitas Muhammadiyah) dan beberapa kawasan yang terdapat universitas dan sekolah. b) Kesehatan. Kawasan yang terdapat pusat pelayanan kesehatan antara lain kawasan Rumah Sakit Muhamad Husein, kawasan RSUD Bari, Rumah Sakit Ernaldi Bahar, RS Charitas, RS Siti Khodijah. c)
Bandara. Kawasan khusus bandara adalah kawasan Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II di Kec. Sukarami.
d) Militer. Beberapa kawasan militer yang mempunyai lahan cukup luas antara lain kawasan TNI Angkatan Udara di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, kawasan Markas Kodam II Sriwijaya, kawasan Raiders di Gandus.
1.5
Isu-Isu Strategis Kota Palembang
1.5.1 Isu Kebijakan a.
Adanya Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Banyak hal mendasar yang diatur dalam undang-undang penataan ruang yang baru ini yang harus diakomodasikan didalam rencana tata ruang wilayah di daerah, sehingga setiap daerah baik provinsi, kabupaten atau kota harus melakukan revisi terhadap rencana tata ruangnya. Dalam Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan dan nilai strategis kawasan. Penataan ruang wilayah kota termasuk dalam klasifikasi penataan ruang berdasarkan wilayah administratif. Penataan ruang berdasarkan wilayah administratif terdiri atas penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota. Beberapa hal mendasar yang termuat didalam undang-undang tata ruang yang baru antara lain: 1. Undang-undang yang baru ini tidak terfokus pada perencanaan tata ruang akan tetapi juga pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. 2. Antara RTRWN, RTRWP dan RTRW Kabupaten/kota saling komplementer satu sama lain. 3. Masa perencanaan menjadi 20 tahun. 4. Adanya penetapan kawasan stategis. 5. Harus menampilkan arahan pemanfaatan ruang berisikan indikasi program utama selama 5 tahun pertama. 6. Harus ada arahan pengendalian pemanfaatan ruang berupa peraturan zonasi, insentif dan disintensif, mekanisme perijinan dan sangsi. 7. Proses pembuatan peraturan daerah harus melalui persetujuan substansi dari pemerintah pusat dan provinsi. 8. Muatan atau substansi yang harus ada didalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota sebagaimana diamanatkan didalam UU No. 26 Tahun 2007 adalah: 1) Tujuan, Kebijakan dan Strategi penataan ruang wilayah kota. 2) Rencana Struktur ruang wilayah kota, yang meliputi sistem pusat-pusat pelayanan dan sistem jaringan prasarana kota. 3) Rencana pola ruang kota, yang meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya. 4) Penetapan kawasan strategis kota. 5) Arahan pemanfaatan ruang wilayah kota yang berisi indikasi program utama 5 tahunan selama 20 tahun. I - 57
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
6)
7)
b.
Arahan pengendalian pemanfaatan ruang kota yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disintensif, serta arahan sangsi. Rencana penyediaan dan pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau (RTH) 30 % dari luas wilayah dan Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH), prasarana jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal dan ruang evakuasi bencana yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi kota sebagai sebagai pusat pelayanan sosial, ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah.
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional telah menempatkan Kota Palembang sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) serta sebagai kawasan andalan, sedangkan didalam PP Nomor 47 tahun 1997 Kota Palembang dan sekitarnya ditetapkan sebagai kawasan tertentu. Didalam sistem perkotaan nasional sebagaimana ditetapkan didalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Kota Palembang ditetapkan sebagai PKN (Pusat Kegiatan Nasional), yaitu kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional dan beberapa provinsi. Kota-kota di sekitar Palembang yang berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Wilayah adalah Muara Enim, Kayu Agung, Lahat, Baturaja, Prabumulih, Lubuk Linggau dan Sekayu. Interaksi antar PKN dengan PKW serta antar PKW dengan PKW cukup tinggi dengan semakin berkembangnya kegiatan penduduk dan didukung prasarana jalan yang semakin baik. Dalam sistem jaringan transportasi nasional, terdapat jalan yang ditetapkan sebagai jalan bebas hambatan, yaitu jalan Indralaya-Betung sebagai jalan bebas hambatan antar kota di Pulau Sumatera dan Jalan Palembang-Indralaya sebagai jalan bebas hambatan dalam kota, kemudian Pelabuhan Tanjung Api-Api juga ditetapkan sebagai pelabuhan internasional dan Bandar Udara Sultan Mahmud Badaruddin II sebagai bandar udara dengan status pusat penyebaran sekunder. Wilayah Sungai Musi merupakan wilayah sungai antar provinsi yang melewati provinsi Bengkulu, Sumatera Selatan dan Lampung. Oleh karena itu wilayah sungai Musi juga merupakan wilayah sungai strategis nasional. Didalam penetapan kawasan andalan, yaitu kawasan yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang pengembangannya diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan sekitarnya, maka telah ditetapkan bahwa Kawasan Kota Palembang dan sekitarnya merupakan kawasan andalan dengan sektor unggulan pertanian, industri, pertambangan, kehutanan dan perikanan.
Tabel 1.30 Sistem Perkotaan Nasional Pusat Kegiatan Nasional (PKN) PALEMBANG
1 2 3 4 5 6 7
Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Muara Enim (I/C/1) Kayu Agung (II/B) Baturaja (II/B) Prabumulih (II/C/1) Lubuk Linggau(I/C/1) Sekayu (II/B) Lahat (II/B)
Sumber: RTRWN
I - 58
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
c.
Sistem kota-kota sebagaimana tercantum didalam RTRW Provinsi Sumatera Selatan, Palembang ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional dengan fungsi utama pusat pelayanan pemerintahan, industri, perdagangan dan jasa, pendidikan, pariwisata dan sosial. Kota-kota yang berstatus sebagai pusat kegiatan wilayah (PKW) adalah Kota Lubuk Linggau, Muara Enim, Baturaja. Kayu Agung, Indralaya, Lahat, Sekayu, Prabumulih dan Sungsang. Kemudian sebagai pusat kegiatan lokal (PKL) adalah kota Pangkalan Balai, Muara Dua, Muara Beliti, Martapura dan Pagar Alam.Dalam penetapan kawasan strategis provinsi, maka kawasan Metropolitan Palembang merupakan kawasan strategis provinsi. Sebagaimana kondisi eksisting, bahwa Kota Palembang telah berkembang sangat pesat dan interaksi dengan kawasan di sekelilingnya semakin tinggi.
4. Didalam rencana tata ruang kawasan metropolitan Palembang, maka seluruh wilayah kota Palembang termasuk didalam kawasan perkotaan Palembang (Palembang Metropolitan) yang mempunyai fungsi utama sebagai pusat pelayanan kegiatan perdagangan dan jasa (pusat kota Palembang, Jakabaring), pusat kegiatan industri (Sei Lais, Karya Jaya, Plaju dan Sukarami), kegiatan pariwisata (Tepian Sungai Musi), pusat pemerintahan (pemda kota dan provinsi), pelayanan transportasi (Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, Stasiun Kertapati, Terminal A Karya Jaya, Pelabuhan Boom Baru).
1.5.2 Isu Strategis Fisik, Lingkungan dan Tata Ruang. a.
b.
c.
d.
e. f.
Pola pemanfaatan ruang di Kota Palembang mengikuti jaringan jalan (ribbon). Perkembangan pembangunan fisik kota yang cepat terjadi di sepanjang koridor jalan jala utama, terutama di wilayah pinggiran Kota Palembang. Hal ini menyebabkan lahanlahan di belakang jalan tersebut masih banyak yang kosong. Untuk kedepannya perencanaan detil tata ruang kota dilakukan dengan pendekatan blok p lan. Sebagian wilayah merupakan rawa yang membatasi pembangunan fisik. Luas rawa di Kota Palembang saat ini hampir sekitar 16% dari total wilayah kota. Adanya rawa ini membatasi pembangunan fisik. Untuk mengatasinya banyak penduduk yang menimbun rawa-rawa tersebut dan akibatnya air yang semula tertampung di rawa tersebut akan menggenangi wilayah di sekitarnya. Kondisi topografi relatif datar. Kondisi ini akan memberikan keuntungan dalam pemanfaatan ruang sebagai kawasan budidaya, akan tetapi menimbulkan rawan genangan/banjir. Kondisi topografi yang datar menyebabkan aliran air menjadi lebih lambat. Apabila terjadi hujan yang lebat, maka dapat dipastikan akan terjadi genangan. Perkembangan fisik cenderung kearah utara dan selatan, sedangkan kearah timur dan barat perkembangan relatif lebih lambat. Perkembangan yang cepat ke arah utara dan selatan tersebut dipacu dengan perkembangan jaringan jalan, prasarana dan sarana kota lainnya yang pesat di kawasan tersebut. Perkembangan ke arah utara juga dipicu oleh adanya perkembangan Kabupaten Banyuasin, terminal alang-Alang Lebar, Bandara SMB II, Kasiba-Lisiba Talang Kelapa, Jalan Lingkar Sukarno-Hatta. Perkembangan ke arah selatan dipicu oleh perkembangan kawasan Jakabaring, Pasar Induk Jakabaring, perkantoran Jakabaring, dan jalan lingkar selatan. Perkembangan ke wilayah timur kurang cepat sampai saat ini belum ada jaringan jalan yang menghubungkan wilayah timur Palembang dengan wilayah luar kota, tidak banyak pusat-pusat pelayanan skala kota dan belum ada jembatan yang menghubungkan kawasan Palembang Ilir dengan Palembang Ulu di kawasan timur Palembang. Masih adanya lingkungan permukiman kumuh. Di beberapa wilayah kota Palembang terutaman di tepi sungai masih banyak ditemukan permukiman kumuh. Terpusatnya kegiatan-kegiatan ekonomi utama di pusat kota. Kondisi ini menyebabkan kawasan pusat kota menjadi sangat padat, terutama di siang hari. Para penduduk yang tinggal di pinggiran kota bahkan luar kota yang bekerja di pusat kota Palembang menyebabkan arus pergerakan penduduk semakin meningkat.
I - 59
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang
1.5.3 a.
b.
c.
d.
Isu Strategis Infrastruktur.
Kemacetan lalulintas di Kota Palembang terutama disebabkan pertumbuhan kendaraan yang jauh melebihi pertumbuhan jalan. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan upaya yang komprehensif, tidak hanya dengan pembuatan jalan baru akan tetapi dengan memperbaiki manajemen transportasi secara menyeluruh. Masih adanya wilayah di Kota Palembang yang belum mendapatkan layanan air bersih. Tingkat layanan air bersih oleh PDAM Tirta Musi mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Akan tetapi di beberapa wilayah terutama di pinggiran kota masih belum terjangkau oleh layanan air bersih tersebut. Masih adanya lokasi genangan dan banjir di beberapa wilayah. Kondisi ini disebabkan karena kurangnya kapasitas jaringan drainase kota, disamping topografi wilayah yang memang datar. Untuk mengatasi hal ini perlu dikembangkan jaringan drainase yang memadai, pembangunan polder/kolam retensi serta pengelolaan rawa yang baik. Mulai dikembangkannya sistem transportasi masal. Pengembangan transportasi masal ini untuk mengatasi gejala kemacetan lalu lintas sekaligus memberikan pelayanan angkutan umum yang berkualitas.
1.5.4
Isu Strategis Ekonomi.
a.
Struktur ekonomi masih didominasi oleh sektor industri. Kontribusi sektor industri terhadap PDRB Kota Palembang mencapai 51,93 % atau mencapai lebih dari separoh PDRB. Keberadaan industri memang memberikan manfaat yang besar terhadap perekonomian Kota Palembang akan tetapi disisi lain harus diperhatikan mengenai penyediaan ruang yang cukup besar untuk perkembangan sektor industri. Selain itu juga perlu diperhatikan mengenai dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh adanya kegiatan industri seperti polusi udara, polusi air, sampah dan limbah cair industri. Pertumbuhan sektor industri mencapai 3,99%. b. Ketergantungan dengan sektor industri migas cukup besar. Pertumbuhan ekonomi Kota Palembang tahun 2008 tercatat sebesar 6,84% dengan Migas dan 7,58 % tanpa migas. Kontribusi sektor industri terhadap PDRB sebesar 51,93% dengan migas dan 28,88 % tanpa migas. c. Masih tingginya angka kemiskinan atau penduduk miskin. d. Berkembangnya pariwisata MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exibition) akhir-akhir ini. Kegiatan MICE cukup pesat, terbukti dengan seringnya even-even baik lokal, nasional maupun internasional diadakan di kota ini. Perkembangan sarana atau fasilitas yang mendukung kegiatan MICE ini cukup pesat juga antara lain hotel, restoran, biro perjalanan. 1.5.5
Isu Strategis Kependudukan.
a.
Pertumbuhan penduduk masih cukup tinggi. Pertumbuhan penduduk Kota Palembang masih cukup tinggi yaitu sekitar 2% per tahun. Pertumbuhan penduduk ini disamping disebabkan adanya kelahiran juga adanya migrasi dari daerah luar kota ke dalam wilayah Kota Palembang. Adanya pertumbuhan penduduk tersebut menuntuk peningkatan penyediaan ruang untuk permukiman dan ruang untuk menampung perkembangan kegiatan penduduk. b. Jumlah penduduk yang cukup besar menghasilkan potensi pasar yang tinggi. c. Struktur penduduk juga didominasi oleh penduduk usia muda atau usia produktif. Komposisi penduduk ini menimbulkan konsekwensi keharusan menyediakan lepangan kerja bagi penduduk usia produktif tersebut. d. Angka kepadatan penduduk yang tidak merata. Di wilayah pusat kota, kepadatan penduduk sangat tinggi, sebaliknya di beberapa wilayah di pinggiran kota terdapat wilayah-wilayah yang berkepadatan penduduk rendah. e. Heterogenitas penduduk kota yang cukup tinggi. Sebagai kota besar, maka terkumpul penduduk dari berbagai suku di kota ini. Heterogenitas ini bisa menjadi modal sosial yang kuat apabila bisa mengelolanya, akan tetapi bisa menjadi timbul permasalahan apabila tidak bisa dikelola dengan baik. I - 60