1
BAB I P E L A T
PENDAHULUAN
Dalam pertemuan ini anda akan mempelajari hal-hal tentang pelat lantai beton yang meliputi pendahuluan, desain pelat satu arah dan pelat dua arah. Pelat merupakan salah satu elemen struktur beton, sehingga hal ini berguna dalam merencanakan/mendesain suatu bangunan bertingkat. Pertanyaan yang mungkin timbul dalam benak anda adalah: Apa yang dimaksud dengan pelat? Jenis-jenis pelat ada berapa macam? Berapa tebal pelat yang aman pada suatu gedung bertingkat ataupun konstruksi lain? Bagaimana menentukan diemeter dan jarak tulangan supaya memenuhi syarat keamanan? Bagaimana menggambarkan tulangan yang diperoleh dari perhitungan? Selain pelat pada mata kuliah ini, anda telah mengetahui elemen struktur balok dan kolom yang telah dipelajari pada mata kuliah Struktur Beton Dasar yang dapat digunakan bersama-sama dalam perencanaan/desain suatu bangunan. Setelah menyelesaikan mata kuliah ini, diharapkan anda dapat mendesain suatu konstruksi bangunan bertingkat tiga.
2
Setelah mempelajari mata kuliah ini, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan pelat lantai secara umum, mendesain pelat satu arah dan pelat dua arah serta dapat menggambar hasil desainnya.
3
PENYAJIAN
1.1.
Pendahuluan Pelat atau slab adalah elemen bidang tipis yang menahan beban-beban
transversal melalui aksi lentur ke masing-masing tumpuan. Teori pertama tentang bangunan dengan lantai beton bertulang diturunan berdasarkan asumsi yang identik dengan bangunan kayu. Gaya-gaya pada struktur kayu ditransmisikan dari lantai kayu ke balok anak, balok induk dan ke kolom. Sistem slab-balok-kolom beton bertulangpun dianggap serupa. Distribusi bebannya sedemikian rupa, sehingga defleksi lajur pelat yang orthogonal adalah sama. Pada konstruksi beton bertulang, pelat digunakan sebagai lantai, atap dari gedung, lantai jembatan, lapis perkerasan pada jalan raya dan landasan bagi pesawat terbang di bandara. Hal ini terjadi karena pelat merupakan elemen struktur penahan beban vertikal yang rata dan dapat dibuat dengan luasan yang cukup besar. 1.1.1. Syarat-Syarat Tumpuan Untuk merencanakan pelat beton bertulang, yang perlu dipertimbangkan bukan hanya pembebanan, tetapi juga ukuran dan syarat-syarat tumpuan pada tepi. Ada tiga jenis perletakan pada pelat, yaitu: a) Tertumpu bebas
4
b) Terjepit penuh/terjepit sempurna c) Terjepit sebagian/terjepit elastis
(a) Tepi ditumpu bebas
(b) Tepi dengan tumpuan terjepit penuh
(c ) Tepi dengan tumpuan terjepit sebagian
Gambar 1.1. Jenis perletakan pada pelat
1.1.2. Tipe Pelat a) Sistem Flat Slab
Pelat beton bertulang yang langsung ditumpu oleh kolom-kolom tanpa balokbalok disebut Sistem Flat Slab. Sistem ini digunakan bila bentang tidak besar dan intensitas beban tidak terlalu berat, misalnya bangunan apartemen atau hotel. Kadang-kadang bagian kritis pelat disekitar kolom penumpu perlu dipertebal untuk memperkuat pelat terhadap gaya geser, pons dan lentur. Bagian penebalannya disebut Drop Panel, sedangkan penebalan yang membentuk kepala kolom disebut Column Capital. Flat slab yang memiliki ketebalan
5
merata tanpa adanya Drop Panel dan Column Capital disebut Flat Plate. Tebal lantai Flat Slab adalah 125 hingga 250 mm untuk bentangan 4,5 hingga 7,5 m. Sistem ini banyak digunakan pada bangunan rendah yang beresiko rendah terhadap beban angin dan gempa.
Gambar 1.2. Sistem lantai flat plate dan flat slab
b) Sistem Lantai Grid Sistem lantai grid 2 arah (Waffle-system) memiliki balok-balok yang saling bersilangan dengan jarak yang relatif rapat yang menumpu pelat atas
yang
tipis. Ini dimakudkan untuk mengurangi berat sendiri pelat dan dapat didesain sebagai Flat Slab atau pelat dua arah, tergantung konfigurasinya. Sistem ini efisien untuk bentang 9 hingga 12 m.
6
Gambar 1.3. Sistem lantai grid
c) Sistem Lajur Balok Sistem ini hampir sama dengan system balok-pelat tetapi menggunakan balokbalok dangkal yang lebih lebar. Sistem lajur balok banyak diterapkan pada bangunan yang mementingkan tinggi antar lantai. Balok lajur tidak perlu dihubungkan dengan kolom interior atau eksterior. Alternatif lain adalah dengan menempatkan balok anak membentang di antara balok-balok lajur. Sistem ini menghemat pemakaian cetakan.
Gambar 1.4. Sistem lajur balok
7
d) Sistem Pelat dan Balok Sistem ini terdiri dari slab menerus yang ditumpu balok-balok monolit yang umumnya ditempatkan pada jarak sumbu 3 m hingga 6 m. Tebal pelat ditempatkan berdasarkan pertimbangan struktur yang biasanya mencakup aspek keamanan terhadap bahaya kebakaran. Sistem ini yang banyak dipakai.
Gambar 1.5. Sistem lantai pelat dan balok
1.1.3. Klasifikasi Pelat Pelat diklasifikasikan berdasarkan cara pelat tersebut “didukung”. Dengan sistem pendukung tersebut, pelat akan melendut dalam satu arah atau dua arah. Pada pelat satu arah, biasanya pelat hanya ditumpu pada kedua sisinya yang saling berhadapan.
Gambar 1.6. Pelat satu arah
8
Pada pelat dua arah, pelat ditumpu pada ke empat sisinya. Tetapi bila perbandingan antara sisi panjang (Ly) dan sisi pendek (Lx) lebih besar dari 2, maka pelat tersebut dapat dianggap sebagai pelat satu arah, di mana beban pelat hanya dipikul dalam arah bentang pendek.
lx
ly
ly
Gambar 1.7. Pelat dua arah
1.2.
Pelat Satu Arah (One Way Slab)
1.2.1. Distribusi Gaya Distribusi gaya dalam pada pelat satu arah di atas dua atau lebih tumpuan dapat dianggap sebagai balok di atas dua atau lebih tumpuan. Untuk struktur statis tertentu, besar reaksi perletakannya dapat ditentukan dengan persamaan keseimbangan statika: ;
;
Untuk struktur statis tak tentu, besar reaksi perletakannya dapat ditentukan dengan cara Clayperon, cara Cross dan lain-lain. Selain cara tersebut di atas,
9
boleh direncanakan dengan cara berikut ini, asalkan batasan-batasan berikut dipenuhi. a) Jumlah bentang ≥ 2 b) Selisih antara bentang terpanjang dan terpendek lebih kecil atau sama dengan sepertiga bentang terpanjang A
B
C
c) Beban yang bekerja adalah beban terbagi rata d) Beban hidup ≤ 3 x beban mati e) Penggunaan kofisien momen dapat berdasarkan: − untuk momen lapangan : bentang teoritis (l) di antara dua tumpuan − untuk momen tumpuan : bentang teoritis (l) rata-rata di kiri dan kanan tumpuan f) Koefisien momen-momen yang ditetapkan dalam SK SNI-T1991-03 akan dirangkum pada Tabel 1.1.
10
Tabel 1.1. Koefisien Momen, dikalikan
1.2.2. Bentang Teoritis Pelat Dalam perhitungan perencanaan pelat beton bertulang, digunakan istilah bentang teoritis yang dinyatakan dengan .
di mana :
= bentang bersih a = panjang perletakan pada kedua tumpuan
11
Untuk perletakan yang monolit dengan pelat:
h
h b2
ln
b1
= tebal pelat
b1, b2 = lebar balok
Gambar 1.8. Perletakan yang monolit dengan pelat • bila
maka
• bila
maka
mm
Untuk perletakan yang tidak monolit dengan pelat:
h
ln
b1
h b2
= tebal pelat
b1, b2 = lebar balok
Gambar 1.9. Perletakan yang tidak monolit dengan pelat
• bila
maka
• bila
maka
1.2.3. Tebal Minimum Pelat Pada SK SNI-T-15-1991-03 tabel 3.2.5.a, tercantum tebal minimum sebagai fungsi dari bentang.
Tabel 1.2. Tebal minimum pelat satu arah bila lendutan tidak dihitung
12
Dua
Satu ujung
Dua ujung Kantilever
tumpuan
menerus
menerus
fy (MPa)
fy (MPa)
fy (MPa)
Komponen
400
240
400
240
400
240
fy (MPa) 400
240
Pelat solid satu arah
1.2.4. Pemeriksaan Lebar Retak Retak pada komponen stuktur dengan tulangan dapat mengakibatkan korosi pada baja tulangan. Oleh karena itu bila meninjau lebar retak, harus memperhitungksn kemungkinan korosi. Secara eksperimen, lebar retak ditentukan sebagai berikut:
di mana : ω = lebar retak β = perbandingan lebar retak pada penampang tidak bertulang terhadap penampang bertulang = 1,2 untuk pelat lantai fs = tegangan pada tulangan ≈ 0,6 × fy A = luas = 2 × dc × s dc = jarak antara titik berat tulangan tarik ke serat tarik terluar s = jarak antar tulangan
13
A dc dc s s
s
s
Gambar 1.10. Lebar retak pada pelat satu arah(ref.[5])
Rumus di atas hanya berlaku untuk fy > 300 MPa. Untuk fy ≤ 300 MPa lebar retak tidak perlu diperiksa. Lebar retak yang disyaratkan: • ϖ = 0,40 mm, untuk struktur di dalam ruangan/tidak dipengaruhi cuaca • ϖ = 0,30 mm, untuk struktur di luar ruangan/dipengaruhi cuaca Pada SK SNI-T-15-1991-03 pasal 3.3.3.6, agar persyaratan untuk batas lebar retak memadai, maka: ≤ 30 MN/m (di dalam ruangan) ≤ 25 MN/m (di luar ruangan) 1.2.5. Detail Penulangan a) Spasi Tulangan
Gambar 1.11. Jarak bersih antar tulangan
14
• Jarak bersih antar tulangan sejajar selapis ≥ dtul atau 25 mm • Jarak bersih antar tulangan sejajar untuk pelat dan dinding ≤ 3 × tebal pelat/dinding atau 500 mm b) Selimut Beton Tebal minimum penutup beton yang disyaratkan dalam SK SNI-T-15-1991-03 ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 1.3. Tebal minimum penutup beton pada tulangan terluar Komponen Di dalam ruangan
Di luar ruangan
Dtul ≤ D36 = 20 mm
D19∼D56 = 50 mm
Dtul > D36 = 40 mm
Dtul ≤ D16 = 40 mm
struktur
Lantai/dinding Dtul > D16 = 50 mm Balok
semua Dtul = 40 mm
Dtul ≤ D16 = 40 mm Dtul > D16 = 50 mm
Kolom
semua Dtul = 40 mm
Dtul ≤ D16 = 40 mm
c) Tulangan Susut (Tulangan Pembagi) Rasio tulangan susut dan suhu terhadap luas bruto penampang beton diperlihatkan pada tabel berikut:
15
Tabel 1.4. Rasio tulangan susut fy (MPa)
ρ
< 300 = 300
0,0020
= 400
0,0018
> 400
• Jarak antara tulangan sejajar selapis untuk tulangan susut ≤ 5 × tebal pelat atau 500 mm • Tulangan susut dipasang tegak lurus terhadap tulangan pokok pada pelat satu arah. Tulangan susut disebut juga tulangan pembagi. 1.3.
Pelat Dua Arah (Two Way Slab) Sistem pelat ini berdasarkan kondisi tumpuannya, dapat melendut dalam
dua arah. Pelat lantai/atap gedung umumnya menggunakan sistem pelat dua arah, yang mana pelat tersebut dipikul oleh balok-balok dan atau kolom–kolom dan atau dinding-dinding yang letaknya teratur sehingga panel-panel pelatnya berbentuk empat persegi panjang. Ditinjau dari sistem pendukungnya, sistem pelat dua arah dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1. Pelat dengan balok
16
2. Pelat tanpa balok, ada dua macam: a) Dipikul langsung oleh kolom (Flat Plate) b) Dipikul oleh kolom dengan kepala kolom dan atau penebalan pelat di sekitar kolom (Flat Slab) Pada pelat dengan balok di mana panel-panel pelatnya berbentuk empat persegi panjang, besarnya momen maksimum di tumpuan (Mtp) dan di lapangan (Mlap) pada kedua arah dapat ditentukan dengan menggunakan tabel-tabel yang tersedia dengan tebal pelat tetap yang ditumpu pada ketiga atau keempat sisinya dngan memperhatikan kondisi tumpuannya. Bila panel-panel pelatnya tidak berbentuk persegi empat (tidak beraturan), besarnya Mtp dan Mlap pada kedua arah ditentukan dengan “metode garis leleh” (Yield Line Method). Bila terdapat lubang pada panel pelat berbentuk persegi empat, besarnya Mtp dan Mlap pada kedua arah ditentukan dengan “metode jalur” (Strip Method). Menurut SK SNI-T-15-1991-03: baik untuk pelat dengan atau tanpa balok, perhitungan Mtp dan Mlap dapat ditentukan dengan “Cara Perencanaan Langsung” (Direct Design Method), asalkan persyaratan pada pasal 3.6.6. dipenuhi. Bila persyaratan tersebut tidak dipenuhi, dimungkinkan menggunakan “Cara Rangka Ekivalen” (Portal Equivalent Method) pada pasal 3.6.7. Pembahasan pelat dua arah dikhususkan pada panel pelat yang berbentuk empat persegi panjang dengan tebal pelat tetap.
17
1.3.1. Perhitungan Gaya-gaya Dalam Perhitungan gaya-gaya dalam (Mtp dan Mlap) dapat menggunakan tabeltabel yang ada, diantaranya Peraturan Beton Indonesia (PBI) 1971 dan SK SNI-T15-1991-03. Peraturan-peratutan tersebut menyediakan tabel untuk pelat persegi yang menumpu pada keempat sisinya akibat beban terbagi rata. Kondisi-kondisi tumpuan pada tabel-tabel tersebut adalah: a) Tertumpu bebas Asumsi pelat tertumpu bebas, diambil apabila tepi pelat tersebut menumpu atau tertanam di dalam tembok. Pada tepi pelat ini harus dianggap bekerja momen tumpuan tidak terduga sebesar harga terbesar dari: 0,5 Mlap di arah ⁄ ⁄ tepi pelat tersebut atau 0,3 Mlap di arah ⊥ tepi pelat tersebut Pada sudut-sudut pelat di mana bertemu tepi-tepi yang menumpu bebas, harus dipasang tulangan atas dan tulangan bawah dalam kedua arah untuk memikul momen-momen puntir. Jumlah tulangan untuk kedua arah tersebut harus diambil sama dengan jumlah tulangan lapangan terbesar. Jaring tulangan ini harus meliputi daerah tidak kurang dari 1/5 x bentang pelat di arah ⊥ tepi pelat yang ditinjau.
18
b) Terjepit Elastis Asumsi pelat terjepit elastis pada salah satu sisinya diambil apabila tepi pelat tersebut
merupakan
satu
kesatuan
monolit dengan balok pemikulnya yang relatif tidak terlalu kaku dan sesuai dengan
kekakuannya
memungkinkan
pelat berputar pada tumpuan itu. Secara umum kondisi tumpuan ini yang sering dijumpai di lapangan.
c) Tejepit penuh/terjepit sempurna Asumsi pelat terjepit penuh pada salah satu sisinya diambil apabila tepi pelat tersebut
merupakan
satu
kesatuan
monolit dengan balok pemikulnya yang relative
sangat
kaku
atau
apabila
penampamg pelat di atas tumpuan itu merupakan
bidang
simetri
terhadap
pembebanan dan ukuran-ukuran pelat. Besar momen-momen lapangan dan momen-momen tumpuan di dalam panel pelat persegi yang menumpu pada ke empat sisinya akibat beban terbagi rata untuk berbagai kondisi tumpuan adalah sebagai berikut:
19
Tabel 1.5. Momen di dalam pelat persegi yang menumpu pada ke empat tepinya akibat beban terbagi rata
20
Tabel 1.6. Momen di dalam pelat persegi yang menumpu pada ke empat tepinya akibat beban terbagi rata
21
1.3.2. Bentang Teoritis Pelat Penentuan bentang teoritis pada masing-masing arah seperti pada pelat satu arah. 1.3.3. Tebal Minimum Pelat Menurut SK SNI-T-15-1991-03:
………………………. (1.1.)
dimana : h = tebal pelat (mm) = bentang bersih terpanjang, diukur dari muka kolom (mm) fy = tegangan leleh baja (MPa) β = perbandingan antara bentang bersih terpanjang dan bentang bersih terpendek αm
=
harga rata-rata dari perbandingan kekakuan lentur balok
terhadap kekakuan lentur pelat pada ke empat sisinya.
………………………………………..(1.2) Ip1
22
ay
ay
Ip2
ay
lp1
ax
ax
ax
ax
a) Denah pelat
Inersia balok
Inersia pelat h
h
b
hb 45°
a
45° b
c) Potongan pelat
bm = b + {2 (hb-h)}
b) Potongan balok
Gambar 1.12. Denah pelat, potongan balok dan potongan pelat
23
………………………………………………….(1.3) …………………………………………………...(1.4)
ln1 ln1 < ln2
(1)
(3)
ay
ln2
(2)
(4)
ax
Gambar 1.13. Panjang bentang dan penomoran tepi pelat
………………………………………………(1.5)
Dalam menentukan harga αm, harga h harus diperkirakan terlebih dahulu. Perkiraan harga h didasarkan pada pembatasan harga h yang akan diperoleh dari persamaan tadi.
24
•
Apabila tidak digunakan balok atau balok yang digunakan sangat fleksibel, maka harga h yang akan diperoleh menjadi terlampau besar dari yang sesungguhnya diperlukan. Untuk mengatasi hal tersebut, harga h tidak boleh melampaui:
……………………………………..(1.6) •
Sebaliknya apabila balok yang digunakan sangat kaku, maka harga h yang akan diperoleh menjadi terlampau kecil dari yang sesungguhnya diperlukan. Untuk mengatasi hal tersebut, harga h tidak boleh kurang dari:
…………………………………………(1.7) Penentuan tebal pelat berdasarkan persamaan (1.1) telah menjamin kenyamanan dalam penggunaannya, dengan kata lain lendutan yang terjadi tidak perlu diperhitungkan lagi. Dalam segala hal, hmin pelat tidak boleh kurang dari harga berikut ini: • Untuk αm < 2,0 → hmin = 120 mm (pada pelat lantai) • Untuk αm ≥ 2,0 → hmin = 90 mm (pada pelat atap) 1.3.4. Pemeriksaan Lebar Retak Pemeriksaan lebar retak pada sistem pelat dua arah sama pada sistem pelat satu arah.
lx
25
ly
•
Untuk arah bentang pendek
dc s
•
s
Untuk arah bentang panjang
dc s
s
Gambar 1.14. Lebar retak pada pelat pelat dua arah
1.3.5. Detail Penulangan Detail penulangan pada pelat dua arah sama seperti pada pelat satu arah.
26
PENUTUP
A. Rangkuman Pelat atau slab adalah elemen bidang tipis yang menahan beban-beban transversal melalui aksi lentur ke masing-masing tumpuan. Ada tiga jenis perletakan pada pelat yaitu tertumpu bebas, terjepit penuh/sempurna dan terjepit sebagian/elastis. Sistem lantai terdiri dari sistem flat slab (termasuk drop panel dan column capital) dan flat plate, sistem grid, sistem lajur balok serta sistem pelat dan balok. Pelat diklasifikasikan pelat satu arah apabila: − ditumpu pada ke dua sisi yang berhadapan − perbandingan sisi panjang dengan sisi pendek (ly/lx) > 2 Pelat diklasifikasikan pelat dua arah apabila: − ditumpu pada ke empat sisinya − perbandingan sisi panjang dengan sisi pendek (ly/lx) ≤ 2 Bentang teoritis (l) pada pelat satu arah dan pelat dua arah berbeda untuk perletakan yang monolit dengan pelat dan yang tidak monolit dengan pelat. Pemeriksaan lebar retak hanya berlaku untuk fy > 300 MPa. Untuk fy ≤ 300 MPa, lebar retak tidak perlu diperiksa. Tulangan pada pelat satu arah terdiri dari tulangan lentur/utama dan tulangan susut/pembagi yang dipasang saling tegak lurus. Sedangkan tulangan pada
27
pelat dua arah terdiri dari tulangan pada arah panjang dan arah pendek yang dipasang saling tegak lurus. Menentukan tebal pelat (h) dihitung dengan persamaan (1.1), tetapi nilai tersebut harus terletak antara hmin (persamaan (1.6)) dan hmaks (persamaan (1.7)). Tebal minimum pelat (hmin) tidak boleh kurang dari: − 120 mm (pada pelat lantai) − 90 mm (pada pelat atap) Lebar retak yang terjadi (ω) tidak boleh kurang dari lebar retak yang disyaratkan (ϖ), yaitu: − 0,4 mm (untuk struktur di dalam ruangan) − 0,3 mm (untuk struktur di luar ruangan) Jarak bersih antar tulangan pada pelat satu arah: − tulangan lentur
≥ dtul atau 25 mm ≤ 3 x h atau 500 mm
− tulangan susut
≤ 5 x h atau 500 mm
Jarak bersih antar tulangan pada pelat dua arah: − pada bentang panjang dan bentang pendek ≥ dtul atau 25 mm ≤ 3 x h atau 500 mm
28
B. S o a l Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini: 1) Apa yang dimaksud dengan pelat atau slab? 2) Sebutkan tiga jenis perletakan pada pelat! 3) Jelaskan persamaan dan perbedaan antara sistem lantai flat slab dengan flat plate! 4) Sebutkan minimal 3 macam tipe pelat! 5) Diketahui suatu panel pelat lantai dengan ukuran sisi panjang 4 m dan sisi pendek 2,5 m. Pelat tersebut temasuk pelat satu arah atau pelat dua arah? 6) Diketahui suatu lantai beton yang direncanakan terletak di luar ruangan. Berapa tebal minimum penutup beton, jika digunakan tulangan D22-200 dan tulangan D16-125? 7) Diketahui suatu pelat dua arah, yang terjepit elastic pada keempat sisinya. Perbandingan bentang panjang dan pendek adalah 2,0. Berapa nilai koefisien yang akan digunakan untuk menghitung momen tumpuan dan momen lapangan pada bentang panjang dan bentang pendek? 8) Tuliskan rumus untuk menghitung momen berdasarkan gambar di bawah ini: 9) Hitung rasio tulangan susut (ρ) jika diketahui tegangan leleh baja (fy) = 240 MPa! 10) Diketahui suatu pelat dua arah terletak di dalam ruangan dengan kuat tekan beton = 35 MPa. Tebal pelat 130 mm, tulangan utama D19-150 dan tulangan susut D10-150.
29
Hitung lebar retak pelat tersebut jika tegangan leleh baja = 250 MPa! Hitung lebar retak pelat tersebut jika tegangan leleh baja = 420 MPa! C. Tindak Lanjut − Jika anda tidak dapat menyelesaikan soal 1−10, maka anda tidak dapat membaca bab selanjutnya. − Jika anda dapat menyelesaikan dengan baik soal 1−4, maka saudara dapat melanjutkan membaca bab selanjutnya tetapi harus mengulang sub bab 1.2. dan 1.3. − Jika anda dapat menyelesaikan dengan baik soal 5−10, maka anda dapat membaca bab selanjutnya tetapi harus mengulang sub bab 1.1. − Jika anda dapat menyelesaikan dengan baik 7−8 soal, maka anda dapat melanjutkan membaca bab selanjutnya.