BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Gout merupakan suatu masalah kesehatan yang cukup dominan di berbagai negara, baik di negara-negara maju maupun di negara-negara berkembang, meskipun angka prevalensi gout prevalensi gout di dunia secara global belum tercatat. Prevalensi gout kira-kira 2,6-47,2% yang bervariasi pada berbagai populasi, sedangkan prevalensi gout juga bervariasi 1-15,3% (Hidayat, 2009) . Penelitian di Taiwan, pada tahun 2005-2008 menunjukkan peningkatan kejadian gout kejadian gout pada pada lansia wanita sebesar 19,7% dan prevalensi gout pada lansia wanita sebesar 23,3% (Chuang, 2011). Gout merupakan gangguan inflamasi akut yang ditandai dengan adanya nyeri akibat penimbunan kristal monosodium urat pada persendian maupun jaringan lunak di dalam tubuh (Shetty et al., 2011). Gout ditandai dengan peningkatan kadar asam urat > 7 mg/dl pada laki-laki dan > 6 mg/dl pada perempuan p erempuan (Sudo yo et al.,2010).Prevalensi hiperuresemia bervariasi dari 0,27 % (Amerika Serikat) sampai 10,3 % (suku maori diselandia baru) dan menunjukkan kecenderungan meningkat. Baru-baru ini sebuah penelitian dari Negara barat menyatakan bahwa baik prevalensi maupun insidensi kejadian arthritis gout mengalami peningkatan dibanding 4 dekade yang lalu. Dua penelitian di Inggris pada tahun 1970 dan 1993 menunjukkan bahwa secara keseluruhan prevalensi arthritis gout meningkat dari 0,26 % menjadi 0,95 %. Arthritis gout mempengaruhi sedikitnya 1 % dari jumlah penduduk di Negara-Negara barat dan kebanyakan merupakan penyakit radang sendi pada pria yang berumur lebih dari 30 tahun dan pada wanita setelah menopause. Prevalensi hiperurisemia pada pria 1,36 % dan pada wanita 0,64 % (Albar, 2006). Dengan adanya peningkatan ini berarti arthritis gout merupakan masalah yang pantas untuk diperhatikan penanganannya.. Di Indonesia prevalensi hiperurisemia masih belum diketahui
dengan pasti, Umumnya merupakan angka penyakit arthritis gout. Penelitian di Sinjai, Sulawesi Selatan didapatkan angka kejadian hiperurisemia pada pria 10 % dan wanita 4 %. Hasil penelitian epidemiologi di Kemantren, Bandungan, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, menghasilkan prevalensi arthritis gout pada penduduk pedesaan 15 tahun keatas sebesar 0,8 %, 1,7 % pada pria dan 0,5 % pada wanita. Menurut data yang diperoleh dari Rumah Sakit Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM) penderita arthritis gout dari tahun ketahun semakin meningkat dan terjadi kecenderungan diderita pada usia 30-60 tahun yang masih tergolong dalam kelompok usia produktif. Hal tersebut tentunya akan berdampak secara khusus pada produktifitas kerja individu yang bersangkutan dan akan menghambat efektifitas kerja (Krisnatuti, 2001). Berdasarkan data dari posyandu harapan sehat desa Palem kecamatan Karangrejo kabupaten Magetan jumplah lansia pada tahun 2017 di desa Palem sebanyak 535 dan sebagian besar lansia menderita asam urat. Penyakit asam urat (arthritis gout) masih menjadi masalah utama dalam dunia kesehatan, dibuktikan dari berbagai kasus komplikasi dari penyakit asam urat ini seperti gagal ginjal, batu ginjal dan lain-lain masih cukup tinggi. Peningkatan kadar asam urat memang tidak begitu dirasakan oleh tubuh, dan pada umumnya masyarakat mengetahui jika kadar asam urat sudah meningkat tinggi, karena masyarakat kurang memperhatikan kesehatan, dan apabila tidak mengalami penyakit yang di rasakan parah biasanya masyarakat tidak mau mengecek kesehatannya ke dokter atau puskesmas terdekat. dan juga ditambah minimnya pengetahuan tentang kesehatan tubuh. Padahal apabila masyarakat mengetahui tentang perilaku hidup sehat seperti mengetahui apa gejala asam urat, penyebab dan solusi serta makanan apa yang menjadi pantangan, maka peningkatan kadar asam urat yang tinggi tidak akan mengalami komplikasi yang lebih buruk. Gout banyak dialami oleh golongan usia produktif (Krisnatuti, 2006).
Tingginya kadar asam urat dalam darah juga dapat menyebabkan gout artritis. Di Indonesia, penyakit gout artritis menduduki urutan kedua dari penyakit osteoartritis (Juandy, 2009). Kondis ini dipicu oleh meningkatnya asupan makanan kaya purin, dan kurangnya intake cairan (air putih), sehingga proses pembuangannya melalui ginjal menurun (Krisnatuti, 2006). Jika asupan dan pola makan tidak diubah maka kadar asam urat dalam darah yang berlebihan akan menimbulkan penumpukan kristal asam urat, apabila kristal berada dalam cairan sendi maka akan menyebabkan penyakit gout (Misnadiarly, 2007). Gout merupakan gangguan inflamasi akut yang ditandai dengan adanya nyeri akibat penimbunan kristal monosodium urat pada persendian maupun jaringan lunak di dalam tubuh. Tingginya kadar asam urat dalam darah dipicu oleh meningkatnya asupan makanan kaya purin dan kurangnya intake cairan sehingga proses pembuangannya melalui ginjal menurun. Gout adalah penyakit metebolik yang ditandai dengan penumpukan asam urat yang nyeri pada tulang sendi, sangat sering ditemukan pada kaki bagian atas, pergelangan dan kaki bagian tengah (Price, 2005). Menurut Doherty (2009) Gout merupakan penyakit metabolik yang ditandai oleh penumpukan asam urat yang menyebabkan nyeri pada sendi, sedangkan Brunner & Suddarth (2001) mengemukakan Gout merupakan kelompok keadaan heterogenous yang berhubungan dengan defek genetik pada metabolisme purin. Jadi, Gout adalah suatu penyakit metabolik dimana tubuh tidak dapat mengontrol asam urat sehingga terjadi penumpukan asam urat yang menyebabkan rasa nyeri pada tulang dan sendi. Gout dapat mengganggu kenyamanan bagi penderitanya termasuk pada lansia dalam kemandiriannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari akibat nyeri sendi, selain itu juga dapat menyebabkan resiko komplikasi yang tinggi seperti urolithiasis, nefropati asam urat.Sehingga perlu adanya upaya-upaya baik itu bersifat perawatan, pengobatan, pola hidup sehat maupun
upaya-upaya lainnya. Salah satu upaya juga untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan serta kesegaran jasmani bagi lansia adalah dengan melakukan olahraga. Olahraga bagi lansia bila dilakukan dengan terprogram akan mempunyai beberapa manfaat, diantaranya adalah untuk mempertahankan kesehatan, memelihara dan meningkatkan kemandirian serta mobilitas dalam kehidupan bio-psiko-sosiologik sehari-hari (Griwijoyo & Sidik, 2012). Beberapa senam yang dapat dilakukan oleh lansia yaitu senam 10 menit, senam kegel, yoga, taichi dan senam ergonomis. Senam ergonomis juga memaksimalkan suplay oksigen ke otak, membuka sistem kecerdasan, sistem keringat, sistem pemanas tubuh, sistem pembakaran (asam urat, kolesterol, gula darah, asam laktat, kristal oxalate), sistem konversi karbohidrat, sistem pembuatan elektrolit dalam darah, sistem kesegaran tubuh dan sistem kekebalan tubuh dari energi negatif/virus, sistem pembuangan energi negatif dari dalam tubuh. Senam ergonomis terdiri dari gerakan yang menyerupai gerakan sholat, sehingga lansia mudah mengaplikasikan gerakan senam ini dalam kehidupan sehari-hari (Sagiran, 2012). Berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti ingin melakukan peneltian tentang Pengaruh Senam Ergonomis berbasis spiritual terhadap penurunan Kadar Asam Urat pada Lansia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti merumuskan pertanyaan masalah penelitian “Pengaruh
Senam Ergonomis berbasis spiritual terhadap penurunan Kadar Asam Urat pada
Lansia.”?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1
Tujuan Umum
Mengetahui Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perilaku pencegahan arthritis gout pada lansia di posyandu desa Palem kecamatan Karangrejo kabupaten Magetan 1.3.2
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui kadar asam urat pada lanjut usia sebelum diberikan senam ergonomik. 2. Untuk mengetahui kadar asam urat pada lanjut usia sesudah diberikan senam ergonomik. 3. Untuk mengetahui perbedaan kadar asam urat sebelum dan setelah di lakukan senam ergonomic
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang peneliti harapkan setelah proses penelitian yaitu : 1. Bagi Peneliti Hasil penelitian di harapkan dapat menambah pengetahuan peneliti terhadap Pengaruh Senam Ergonomis berbasis spiritual terhadap penurunan Kadar Asam Urat pada Lansia. Serta menambah pengalaman peneliti dalam melakukan peneliti
2. Bagi Instituti Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai lan gkah awal untuk penelitian selanjutnya keperawatan khususnya menyangkut peran perawat sebagai edukator. 3. Bagi Masyarakat Dengan penelitian ini diharapkan masyarakat dap at mengetahui informasi yang terkait dengan penelitian ini agar dapat menjadi acuan dalam menjalani terapi untuk menurunkan kadar asam urat pada lansia. 4. Bagi Peneliti yang selanjutnya Diharapkan pada peneliti selanjutkan lebih mengembangkan secara detail permasalahan yang ada pada lansia yang menderita asam urat.