5
ASUHAN KEPERAWATAN DIVERTICULAR DISEASE
MAKALAH
oleh
Istna Abidah Mardiyah
NIM 152310101070
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNVERSITAS JEMBER
2017
ASUHAN KEPERAWATAN DIVERTICULAR DISEASE
MAKALAH
diajukan guna melengkapi tugas mata kuliah Keperawatan Bedah dengan dosen pengampu Ns. Mulia Hakam,M.Kep., Sp.Kep.MB
oleh :
Istna Abidah Mardiyah
NIM 152310101070
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNVERSITAS JEMBER
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya,sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "Asuhan Keperawatan Diverticular Disease". Makalah ini disusun berdasarkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Bedah Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember.
Penyusunan makalah ini tentunya tidak terlepas dari kontribusi berbagai pihak. Oleh karenaitu,penulis menyampaikan terima kasih kepada:
Ns. Mulia Hakam,M.Kep., Sp.Kep.MB selaku dosen mata kuliah keperawatan Medikal Bedah Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember.
Semua pihak yang secara tidak langsung membantu terciptanya makalah ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Jember, Mei 2017
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL i
HALAMAN JUDUL ii
PRAKATA iii
DAFTAR ISI iv
BAB 1. PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 1
Tujuan Penulisan 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Pengertian 3
2.2 Epidemiologi 3
2.3Etiologi 3
2.4 Klasifikasi 6
2.5 Phatogenesis 6
2.6Phatofisiologi 7
2.7Manifestasi klinis 7
2.8PemeriksaanPenunjang 9
2.9Penatalaksanaan medis 9
BAB 3.KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 13
3.1 Pengkajian 13
3.2 Diagnosis 20
3.3 Intervensi 21
3.4Implementasi 23
3.5Evaluasi 23
BAB 4.PENUTUP 24
4.1 Simpulan 24
4.2 Saran 24
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1. PENDAHULUAN
Latar belakang
Penyakit deverticular disease merupakan penyakit yang berhubungan dengan pola makan dan asupan gizi pada tubuh. Penyakit deverticular disease terjadi karena perubahan pola makan akubat dari konsumsi jenis makanan yang mengandung banyak serat ke jenis makanan yang kurang mengandung banyak serat. Prevalensi deverticula disease berjumlah 75% dari jumlah populasi di Amerika Serikat yang berusia diatas 80 tahun. Prevalensi tersebut meningkat secara drastis seiring dengan menurunnya asupan makanan berserat tinggi. (Schwartz, 2007). Berdasarkan survey lapangan didapatkan hasil prevalensi penyakit divertikula diperkirakan kurang dari 5% pada usia 40 tahun, meningkat menjadi 30%pada usia 60 tahun, dan menjadi sebesar 65% pada usia 85 tahun dengan semua jenis kelamin dapat terserang penyakit deverticular disease yaitu meliputi pria dan wanita. Secara geografis, penyakit divertikula tersebut banyak muncul di negara yang tinggi terhadap industrialisasi seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat daripada Negara dengan industrialisasi yang kurang seperti Afrika, Amerika Selatan, dan Asia. (Sabiston, 2000). Diperkirakan 90-95% penderita dengan divertikulosis melibatkan kolon sigmoid, dan 65% penderita mempunyai penyakit yang terbatas hanya terbatas pada kolon sigmoid. Sebaliknya, hanya 2-10% penderita mempunyai penyakit yang terbatas pada colon asenden atau transversum. (Sabiston,2000).
Deverticular disease merupakan penyakit karena adanya peradangan yang terjadi pada divertikula yang disebabkan oleh kontraksi otot kolon (Painter, 2013). Terbukti dengan penelitian penderita divertikula dapat menimbulkan respon kontraktil berlebihan terhadap stimuli hormonal sehingga kontraksi otot kolon yang abnormal tersebut menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal dengan akibat hipertrofi otot polos dan pembentukan divertikula. Divertikulum sering disebut dengan istilah herniasi usus besar yang menyerupai kantung yang terbentuk melalui defek pada lapisan otot tertentu. (Brunner, 2016). Penyakit ini disepabkan karena kurangnya supan serat pada tubuh, misalnya diet tinggi lemak. Kebanyakan diera modern ini masyarakat dunia termasuk di Indonesia kurang memperhatikan asupan serat bagi tubuh dalam memenuhi nutrisi seharai-hari. Sehingga perlu adanya penyuluhan dan deteksi dini terkait penyakit diverticular disease ini.
Rumusan Masalah
Apa pengertian divertikular disease ?
Bagaimana epidemiologi divertikular disease ?
Bagaimana etiologi dari divertikular disease ?
Bagaimana klasifikasi divertikular disease ?
Bagaimana pathogenesis divertikular disease ?
Bagaimana patofisiologi divertikular disease ?
Bagaimana manifestasi klinis divertikular disease ?
Bagaimana pemeriksaan penunjang divertikular disease ?
Bagaimana penatalaksanakan medis divertikular disease ?
Tujuan
Tujuan Umum
Untuk mempelajari tentang asuhan keperawatan pada klien dengan Diverticular disease.
Tujuan Khusus
Mengetahui konsep dasar teoritis Divertikular disease.
Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada klien dengan Divertikular disease, yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Deverticular disease merupakan penyakit karena adanya peradangan yang terjadi pada divertikula yang disebabkan oleh kontraksi otot kolon (Painter, 2013). Divertikular disease yaitu adanya divertikel semu multiple, tidak bergejala pada 80% penderita. Divertikulitis adalah radang akut dalam divertikel tanpa atau dengan perforasi. (Sjamsuhidajat, 2007).
Gambar 2.1.1 Diverticular disease
Divertikular disease merupakan penyakit pada saluran pencernaan yang timbul karena adanya penonjolan berbentuk kantung dari dinding kolon dengan besar bervariasi dari beberapa millimeter sampai beberapa sentimeter. Divertikula biasanya merupakan manifestasi motalitas yang abnormal. Divertikulum dapat terjadi di mana saja sepanjang saluran gastrointestinal.(Sabiston, 2000). Divertikular disease adalah penyakit yang terjadi karena adanya herniasi pada kolon yang menyerupai kantung yang terbentuk melalui defek pada lapisan otot tertentu. (Brunner, 2016).
Jadi, berdasarkan beberapa pengertian devertikular disease diatas dapat disimpulkan bahwa deverticular sisease merupakan gangguan pada pencernaan yang terjadi di divertikula karena kontraksi pada otot kolon, biasanya ditemukan penonjolan berbentuk kantung di dinding kolon.
Epidemiologi
Berdasarkan survey penyakit tidak menular ditemukan jumlah prevalensi dari divertikular disease diperkirakan kurang dari 5% pada usia 40 tahun, meningkat menjadi 30% pada usia 60 tahun, dan menjadi besar 65% pada usia 85 tahun dengan semua jenis kelamin dapat terserang penyakit deverticular disease yaitu meliputi pria dan wanita. Secara geografis, penyakit divertikula tersebut banyak muncul di negara yang tinggi terhadap industrialisasi seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat daripada Negara dengan industrialisasi yang kurang seperti Afrika, Amerika Selatan, dan Asia. (Sabiston, 2000)
Etiologi
Deverticular disease biasanya disebabkan kan kare kurangnya supan serat pada tubuh. Penyebab timbulnya divertikula diduga karena faktor makanan. Penelitian klinik dan eksperimental telah melibatkan diet-rendah-serat sebagai faktor radiologic yang menonjol. Diet yang kurang serat sayuran diduga merupakan predisposisi untuk timbulnya divertikula akibat motilitas kolon terganggu. Terdapat bukti bahwa penderita divertikula menimbulkan respon kontraktil berlebihan terhadap makanan dan stimuli hormonal. otot abnormal ini diduga menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal dengan akibat hipertrofi otot polos dan pembentukan divertikula. Secara anatomi, divertikula membentuk titik"lemah" dimana pembuluh darah nutrient (vasa recta) menembus lapisan otot sirkular ke mukosa. "perforasi" pembuluh darah ini cenderung menembus dinding kolon sepanjang tepi mesenteric kedua taenia antimesentrik. Divertikula dapat terjadi dilokasi manapun diusus kecil maupun kolon sigmoid. Diverkulosis terjadi apabila terdapat beberapa divertikula tanpa disertai inflamasi atau gejala. Kasus ini paling sering dijumpai pada lansia usia lebih dari 80 tahun. Asupan rendah serat diet yang rendah merupakan faktor predisposisi utama. Divertikulitis terjadi ketika makanan dan bakteri yang tertahan didalam divertikulum menyebabkan infeksi dan inflamasi yang dapat menghambat pengeluaran cairan dan mengakibatkan perforasi atau abses. Diverticulitis dapat terjadi dalam bentuk serangan akut atau sebagai infeksi kronis yang terpendam. Predisposisi kemungkinan bersifat congenital apabila gangguan muncul pada individu berusia dibawah 40 tahun. (Brunner, 2016)
Divertikulum yang didapat merupakan pembentukan kantong keluar yang diinduksi tarikan pada dinding kolon, yang berkembang dalam pola agak klasik dalam dua baris diantara tenia, melalui cacat dalam stratum sirkularis tunika muskularis pada tempat masuknya pembuluh darah. Perkembangannya berhubungan dengan area lokalista tekanan intralumen yang tinggi diantara cincin kontraksi haustra. Divertikulosis mempunyai predileksi bagi kolon sigmoideum dan descenden distalis dalam sekitar 80% pasien. Divertikulosis jarang timbul didalam rectum dan kadang terlihat pada sisi kanan. Divertikulosis terutama mengenai masyarakat beradab dan kurangnya bagian kasar diet bisa berperanan sebagai penyebab. Faktor lain mencakup penuaan, obesitas, sifat genetika, dan konstipasi kronis. (Sabiston, 1994)
Klasifikasi
2.4.1 Divertikulosis
Diverticulosis merupakan gangguan perncernaan karena adanya penonjolan-penonjolan deverticula di usus besar, sehingga menyebabkan perdarahan pada usus besar. Perdarahan dapat diduga akan terjadi pada 15% penderita dengan divertikulosis, dan penyakit divertikula merupakan penyebab bagi 30-50% perdarahan kolon massif. Perdarahan divertikula timbul dari kolon kanan pada 70-90% penderita, dan 70% penderita dengan perdarahan divertikula akan berhenti spontan. (Sabiston, 2000).
2.4.2 Divertikulitis
Diverticulitis dapat terjadi karena diverkulosis yang sudah parah dan tidak segera diatasi karena diverticulum pecah dan infeksi set di sekitar divertikulum tersebut, kondisi tersebut disebut dengan diverticulitis. Istilah divertikulitis menyatakan inflamasi satu atau lebih divertikula dan menggambarkan, pada tingkat anatomic, perforasi divertikulum kedalam ruang perikolik. Penderita diverticulitis dengan komplikasi menimbulkan masalah seperti obstruksi kolon, pembentukan abses, perforasi bebas, atau fistulisasi. (Sabiston, 2000)
Patogenesis
Divertikel saluran cerna paling sering ditemukan dikolon, khususnya disigmoid. Divertikel kolon adalah divertikel palsu karena terdiri dari mukosa yang menonjol melalui lapisan otot seperti hernia kecil. Di vertikel sejati jarang ditemukan dikolon. Divertikel ini disebut divertikel pulsi (pukulan) karena disebabkan oleh tekanan tinggi dibagian usus distal ini. Besarnya berkisar antara beberapa millimeter – 2 sentimeter; leher divertikel atau pintunya biasanya sempit tetapi mungkin lebar. Kadang terbentuk fekolit (batu tinja) didalamnya. Pada orang barat 95% divertikel kolon terdapat disigmoid. Divertikel soliter disekum atau divertikel multiple dikolon asendens, yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada orang asia. (Sjamsuhidajat, 2007)
Pathogenesis dipengaruhi tekanan intralumen dan defek didinding sigmoid. Tekanan intraluminer bergantung pada kepadatan feses yang meningkat bilakekurangan serat. Defek kecil dilapisan otot dinding usus ditemukan pada tempat keluarnya arteri ke apendiks epiploika. (Sjamsuhidajat, 2007)
Patofisiologi/patologi
Divertikulosis menunjukkan kehadiran divertikulum didalam kolon dan keadaan patologi terlazim dengan lesi ini adalah diverticulitis. Merupakan suatu keadaan peradangan yang timbul setelah obstruksi leher divertikulum oleh tinja dan kadang-kadang barium. Proses ini menyebabkan penyempitan kolon dan bisa berlanjut ke obstruksi lengkap yang meniru manifesti klinis karsinoma. Perdarahan gastrointestinal bawah yang massif bisa mengikuti ulserasi didalam divertikulum. Abses, fistula atau perforasi sering mengkomplikasi perjalanan diverticulitis, sering dengan perikolitis dan edema mesentrium. (Sabiston, 1994)
Divertikulosis kolon merupakan penyebab yang paling umum dari perdarahan saluran cerna bagian bawah. Divertikula kolon merupakan lesi yang diperoleh secara umum dari usus besar pada perut. Dasar anatomi penyebab dari perdarahan ialah pecahnya secara asimetris cabang intramural (di vasa recta) dari arteri marginal pada kubah divertikulum atau pada margin antimesenterikus. Divertikula paling sering terletak pada kolon sigmoid dan kolon descendens. Kemungkinannya disebabkan oleh faktor traumatis lumen, termasuk fecalith yang menyebabkan abrasi dari pembuluh darah, sehingga terjadi perdarahan. Perdarahan dari lesi kolon kanan dapat lebih banyak dan menghasilkan volume yang lebih besar daripada divertikula sisi sebelah kiri. Perdarahan divertikular berasal dari vasa recta yang terletak di submukosa, yang dapat pecah pada bagian puncak atau leher dari divertikulum tersebut. Divertikula yang terletak pada sisi kanan dapat mengekspos bagian yang lebih besar dari vasa recta menjadi luka, karena mereka memiliki bagian leher yang lebih luas dan bagian kubah yang lebih besar dibandingkan dengan divertikulum khas pada kolon sisi kiri.
Penurunan kekuatan otot dalam dinding kolon Penurunan kekuatan otot dalam dinding kolon Peningkatan tekanan intraluminal Peningkatan tekanan intraluminal Volume kolon rendah seratVolume kolon rendah seratInflamasi Inflamasi Obstruksi Obstruksi Divertikulum Divertikulum Herniasi lapisan mukosa dan submukosa Herniasi lapisan mukosa dan submukosa Hipertrofi muskuler Hipertrofi muskuler Pathway
Penurunan kekuatan otot dalam dinding kolon
Penurunan kekuatan otot dalam dinding kolon
Peningkatan tekanan intraluminal
Peningkatan tekanan intraluminal
Volume kolon rendah serat
Volume kolon rendah serat
Inflamasi
Inflamasi
Obstruksi
Obstruksi
Divertikulum
Divertikulum
Herniasi lapisan mukosa dan submukosa
Herniasi lapisan mukosa dan submukosa
Hipertrofi muskuler
Hipertrofi muskuler
perdarahan perdarahan Inflamasi menimbulkan erosi pembuluh darah arterial Inflamasi menimbulkan erosi pembuluh darah arterial peritonitis peritonitis Abses Abses Inflamasi menyebar ke dinding Inflamasi menyebar ke dinding
perdarahan
perdarahan
Inflamasi menimbulkan erosi pembuluh darah arterial
Inflamasi menimbulkan erosi pembuluh darah arterial
peritonitis
peritonitis
Abses
Abses
Inflamasi menyebar ke dinding
Inflamasi menyebar ke dinding
Manifestasi Klinis
Divertikulum kolon tanpa gejala,kecuali bila dikomplikasi oleh mikroperforasi dan infeksi, diverticulitis atau perdarahan rectum tanpa nyeri. Diverticulitis akut mengikuti perforasi dan fekalit yang terperangkap mengerosi mukosa serta memungkinkan infeksi menyebar ke dinding usus berdekatan. Manifestasi klinis diverticulitis mencakup nyeri dan nyeri tekan abdomen, konstipasi, distensi ringan, demam, dan lekositosis. Masa didalam abdomen, rectum atau vagina biasanya dapat dipalpasi serta juga bisa timbul diare. Gejala iritasi vesika urinaria karena piuria (frekuensi, disuria, dan urgency) sering disebabkan oleh masa peradangan yang mengenai vesika urinaria atau perkembangan fistula kedalam vesika urinaria. Perdarahan dari divertikulum timbul sebagai perdarahan rectum mendadak berwarna merah tua atau merah terang. Biasanya tanpa nyeri atau bisa disertai dengan kram ringan. Kadang perdarahan bisa massif, yang menyebabkan syok hemoragik atau kematian. Perdarahan divertikulum jarang timbul menyertai diverticulitis akuta. Diagnosis banding mencakup apendisitis, penyakit adneska peradangan, karsinoma ovarium, prostatitis, karsinoma sigmoideum dan berbagai jenis colitis peradangan,iskemik, infeksiosa. Jika kolon sigmoideum berlebihan danmelipat kearah kuadran kanan bawah, maka diverticulitis dalam area ini dapat meniru apenditis. Enema barium adalah pemeriksaan diagnostic yang penting, tetapi biasanya ditunda selama stadium akuta. Setelah serangan akuta mereda,maka dilakukan persiapan usus dengan enema pembersihan yang lembut daripada dengan laksatif. Criteria radiografi bagi diagnosis diverticulitis akuta telah berubah dalam tahun belakang ini. Pola gigi gergaji bergerigi tajam dengan divertikulum dalam penyempitan lumen, criteria yang lazim digunakan dimasa lampau, tidak lagi merupakan bukti peradangan yang tepat. (Sabiston, 1994)
Obstruksi bisa mengikuti diverticulitis kronika, penebalan peradangan, fibrosis, dan tekanan dari abses perikolika. Kecuali respon klinis terhadap terapi non bedah segera didapat, maka pendekatan operasi yang serupa dengan yang digunakan bagi diverticulitis akuta dengan abses, diindikasikan. (Sabiston, 1994). Perforasi kolon yang disertai dengan abses jarang terjadi, tetapi kadang-kadang terihat menyertai terapi kortikoseroid. Tanda sepsis dan syok bisa ditutup sementara waktu oleh steroid dan tingginya indeks kecurigaan penting dalam membuat diagnosis. Eksisi segera dengan kolostomi penglihatan proksimal merupakan terapi pilihan. (Sabiston, 1994)
Perdarahan dari divertikulum kolon biasanya berhenti spontan dan dapat ditangani secara konservatif dengan penggantian darah sesuai keperluan. Kurang dari 20% pasien dengan perdarahan divertikulum mengalami perdarahan bermakna yang menetap atau kambuh. Walaupun divertikulum kolon kanan kurang sering dibandingkan kolon kiri, bila ada tampaknya mempunyai kecenderungan lebih besar untuk berdarah. Perbedaan jelas ini sebagian bisa karena kebingungan dengan malformasi anteriovenosa didalam kolon kanan.karena malformasi demikian sulit didiagnosis dengan cara biasa bersama perdarahan yang menetap dan tak dapat dispesifikasi, maka arteriografi diindikasikan. Karsinoma kolon dapat menyebabkan perdarahan massif, tetapi hal tersebut tidak lazim. (Sabiston, 1994).
Divertikulosis yaitu adanya divertikel semu multiple, tidak bergejala pada 80% penderita. Keluhan dan tanda berupa serangan nyeri, obstipasi, dan diare oleh gangguan motilitas sigmoid. Pada pemeriksaan didapatkan nyeri tekan local ringan dan sigmoid sering dapat dan diraba sebagai struktur padat. Tidak ada demam atau leukositosis bila tidak ada radang. Keadaan umum tidak terganggu dan tanda sistemik juga tidak ada. Pada foto roentgen barium tampak divertikel dengan spasme local dan penebalan dinding yang menyebabkan penyempitan lumen. (Sjamsuhidajat, 2007)
Menurut brunner, 2016
Sering kali tidak terlihat gejala yang bermasalah,konstipasi kronis kerap mengawali perjalanan penyakit.
BAB yang tidak teratur, sesekali disertai diare,mual dan anoreksia, serta kembung atau distensi abdomen.
Kram,ukuran feses menyempit , dan peningkatan konstipasi atau terkadang obstruksi usus.
Kelemahan,keletihan, dan anoreksia.
Diverticulitis adalah radang akut dalam divertikel tanpa atau dengan perforasi. Biasanya radang disebabkan oleh retensi feses didalamnya. Tekanan tinggi dalam sigmoid yang berperan pada terjadinya divertikel. Perforasi akibat diverticulitis menyebabkan peridivertikulitis terbatas, abses, atau peritonis umum. Diagnosis banding terpenting adalah karsinoma kolon kiri atau kelainan ginekologik. (Sjamsuhidajat,2007)
Menurut brunner, 2016
Nyeri akut ringan hingga berat dikuadran kiri bawah.
Mual, muntah, demam, menggigil, dan leuositosis.
Jika tidak ditangani peritonitis dan septicemia.
Pemeriksaan Penunjang
Sinar x dengan barium enema.
Endokopi (kolonoskopi) untuk menyingkirkan karsinoma kolon.
Laboratorium
Penatalaksanakan Medis
Pada serangan akut dilakukan tindakan konservatif berupa puasa, pemasangan pipa hisab lambung, infuse, pemberian antibiotic sistemik, dan analgetik. Reseksi bagian kolon yang mengandung divertikel multiple dapat dikerjakan secara elektif setelah diverticulitis menyembuh. Reseksi sigmoid biasanya dilakukan dengan cara Hartmann dengan kolostomi sementara. Cara ini dipilih untuk menghindari resiko tinggi gangguan penyembuhan luka anastomosis baru dikerjakan setelah rongga perut dan lapangan bedah bebas kontaminasi dan radang.(Sjamsuhidajat, 2007).
Komplikasi parah diverticulitis yang mencakup perforasi kolon, perdarahan tak terkendali, fistula dan obstruksi merupakan indikasi intervensi bedah gawat darurat. Proses peradangan dalam diverticulitis akuta bisa dilokalisir oleh peritoneum abdomen sekeliling atau bisa berpenetrasi kedalamorgan berdekatan. Jika proses ini tampak tampak local tanpa bukti peritonitis yang menyebar maka diindikasikan terapi non bedah intensif. Pengisapan nasogaster bagi distensi dan cairan intravena untuk pemeliharaan hidrasi dan keseimbangan elektrolit bersifat penting. Antibiotika berspektrum luas, biasanya mencakup ampisilin dan gentamisin, diberikan secara sistemik. Sering abses hilang dengan terapi demikian serta laksatif yang menyerap air dan bertindak sebagai masa didalam kolon, dan diet yang tepat bisa mencegah serangan lebih lanjut. (Sabiston, 1994)
Menetap atau membesarnya masa peradangan bersama demam, peningkatan nyeri dan nyeri tekan, lekositosis serta tanda sepsis mengaharuskan intervensi bedah segera. Jika masa peradangan tak dapat disingkirkan, maka biasanya dilakukan kolostomi pengalihan. Hal ini merupakan penatalaksanaan klasik perforasi dan jika digunakan mungkin dapat dianjurkan untuk menempatkan kolostomi serendah mungkin, lebih disukai dalam kolon desenden atau kolon sigmoideum untuk memungkinkan evakuasi melalui kolostomi dan mencegah peradangan lebih lanjut pada tempat abses. Abses juga didrainase serentak, terapi suportif intensif diteruskan dan reseksi dapat dilakukan secara terencana 6-8 minggu kemudian dengan pemulihan kesinambungan. Akhirnya pembukaan kolostomi dilakukan sebagai operasi ketiga. Ini adalah terapi tradisional bagi diverticulitis perforate dengan peritonitis yang dianjurkan dimasa lampau. Pendekatan ini memerlukan tiga operasi dengan konvalensensi lama dan peningkatan mortalitas total. Biasanya kolon yang terlibat direseksi dengan drainasi abses dan kolostomi proksimal dengan penutupan kolon sigmoideum distal. Reanastomosis terencana pada kolon dilakukan 6-8 minggu kemudian. Reseksi segera dan anstomosis ujung ke ujung tanpa pembuatan kolostomi penglihatan telah dianjurkan dalam pasien terpilih dan merupakan tindakan yang dapat diterima. (Sabiston, 1994).
Penanganan diverticulitis Menurut Brunner (2016), penatalaksanaannya dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Diverticulitis biasanya ditangani dengan rawat jalan, berupa pemberian medikasi dan diet, gejala ditangan dengan istirahat,analgesic, dan antispasmedik.
Pasien dianjurkan untuk minum cairan bening sampai inflamasi mereda, kemudian berikan diet tinggi serat dan rendah lemak. Antibiotic diresepkan untuk 7-10 hari, dan laksatif pembentuk bungkal juga diresepkan.
Pasien yang menunjukkan gejala berat, dan terkadang pasien lansia,pasien yang mengalami gangguan imu, atau pasien yang menggunakan kortikosteroid harus dirawat inap. Untuk diistirahatkan dengan menghentikan asupan cairan, memberikan cairan IV dan melakukan pengisapan nasogastric.
Antibiotic spectrum luas dan analgesic diresepkan, opioid diresepkan untuk meredakan nyeri. Asupan oral ditingkatkan setelah gejala reda. Diet rendah serat harus diberikan sampai tanda-tanda infeksi berkurang.
Antipasmodik seperti propantelin bromide dan oksifensiklimina diresepkan.
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Identitas klien
Nama : -
Umur : terjadi pada klien dengan usia 40tahun, tetapi lebih banyak pada klien yang berusi >60tahun
Jenis Kelamin: Laki-laki memiliki resiko yang sama
Suku : -
Alamat : Lebih banyak terjadi di Negara industri seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat
Riwayat kesehatan
Keluhan utama
Klien datang dengan keluhan nyeri didaerah abdomen.
Riwayat penyakit sekarang
Klien dengan gejala devertikulum biasanya merasakan nyeri hebat dibagian perut yang terinfeksi.
Riwayat penyakit dahulu
Memiliki riwayat nyeri perut sebelumnya.
Riwayat penyakit keluarga
Salah satu keluarga memiliki riwayat devertikular disease
Pola fungsi kesehatan
Pola nutrisi dan metabolisme
Klien mengalami penurunan nafsu makan karena klien akan muntah bila makan.
Pola aktivitas.
Aktivitas klien akan terbatasi karena klien kehilangan sebagian energy akibat susah makan.
Pola istirahat dan tidur.
Terjadi perubahan pola tidur karena kadang klien merasakan nyeri.
Pola eliminasi
Seseorang yang mengalami divertikulum sebagian besar mengalami kesulitan dalam pola eliminasi.
Pola hubungan peran
Hubungan dan peran klien dalam keluarga mengalami perubahan karena adanya perubahan kenyamanan pada klien.
Pola penanggulan stress
Biasanya klien merasa cemas dan stress karena keadaan penyakitnya.
Pola tata nilai dan kepercayaan
Dalam hal beribadah klien sedikit terganggu dengan adanya nyeri pada abdomen.
Pola fungsi dan seksualitas
Reproduksi klien dalam batas normal
Observasi dan pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Kesadaran composmentis, tampak lemah
Tanda-tanda vital
Nadi : takikardi
Suhu : Hipertermi, jika terkena infeksi
TD : Hipertensi karena ansietas terhadap nyeri
Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala : simetris, tidak terdapat luka, tidak ada benjolan, kulit kepala bersih.
Rambut : tidak ketombe
Muka : tampak sayu, tidak ada luka
Mata : penglihatan normal, konjungtiva tidak enemis
Hidung : bentuk simetris tidak terdapat secret
Mulut : bibir agak kering, tidak bau, lidah tidak kotor.
Leher : tidak ada benjolan, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
Pemeriksaan thorax
Bentuk normal tidak ada kelainan, paru suara dan nafas normal tidak ada suara tambahan,jantung teratur tidak ada suara tambahan
Pemeriksaan abdomen
Terjadi ketegangan pada abdomen sehingga sulit untuk BAB
Pemeriksaan ektremitas
Ekstremitas tidak ada kelainan
Pemeriksaan integumen
Kulit kering tidak ada kelainan
Pemeriksaan genetalia
Keadaan genetalia bersih
Pemeriksaan neurologi
System syaraf normal
Pemeriksaan diagnostic
Sinar-X abdomen
Enema barium
CT scan
Test laboratorium
kolonoskopi
Diagnosa
Data
Etiologi
Masalah
Ds: klien mengeluh nyeri pada perut.
Do: Klien tampak gelisah
Penahanan/ penonjolan keluar pada mukosa dan sub mukosa disaluran gastrointestinal.
Nyeri akut
Ds: klien mengeluh kembung pada abdomen, merasa mual.
Do: perut klien buncit, agak keras
Penyempitan kolon sekunder akibat penebalan segmen otot dan struktur.
Gangguan BAB (Konstipasi)
Ds: Klien mengatakan mual, tidak nafsu makan.
Do: klien lemas, lesu, porsi makan hanya 3-4 sendok.
Penurunan nafsu makan terhadap nyeri ditandai dengan hanya makan 3-4 sendok.
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Ds: klien mengatakan tidak bisa tidur karena merasa nyeri.
Do:klien gelisah
Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri pada abdomen yang ditandai klien gelisah.
Gangguan pola tidur
Ds : klien cemas, penyakitnya tidak sembuh sembuh
Do : klien tampak cemas
Ansietas yang berhubungan dengan nyeri yang tidak sembuh sembuh ditandai klien tampak cemas
Ansietas
Ds : Klien merasakan panas dalam tubuhnya, kedinginan.
Do: Suhu 39oC, nadi cepat
Hipertermia yang berhubungan dengan dehidrasi ditandai dengan suhu tubuh 39oC, nadi cepat
Hipertermia
Diagnosa Keperawatan
Nyeri kronis yang berhubungan dengan penahanan/ penonjolan keluar pada mukosa dan sub mukosa disaluran gastrointestinal yang ditandai klien mengeluh nyeri pada perut, klien tampak gelisah.
Nyeri akut berhubungan dengan luka insisi (pembedahan) ditandai dengan klien Terdapat luka post operasi pada daerah kuadran kiri bawah.
,Klien meringis kesakitan dan skala nyeri 5
Konstipasi yang berhubungan dengan penyempitan kolon sekunder akibat penebalan segmen otot dan struktur yang ditandai dengan klien mengeluh kembung pada abdomen, merasa mual, perut klien buncit, agak keras.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhyang berhubungan dengan penurunan nafsu makan terhadap nyeri ditandai dengan hanya makan setengah porsi makan.
Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan klien merasakan nyeri pada abdomen ditandai pasien gelisah.
Ansietas yang berhubungan dengan nyeri yang tidak kunjung sembuh yang ditandai klien tampak cemas.
Hipertermia yang berhubungan dengan dehidrasi yang ditandai dengan suhu tubuh 39oC, nadi cepat
Intervensi
Diagnosa
Tujuan dan criteria hasil
intervensi
Nyeri akut
NOC
Pain level
Pain control
Comfort level
Kriteria hasil
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri)
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manjemen nyeri.
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
osis optimal.
Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri teratur.
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic pertama kali.
Berikan analgesic tepat
waktu terutama saat nyeri hebat.
Evaluasi efektivitas analgesic tanda dan gejala.
Nyeri kronis
NOC
Comfort level
Pain control
Pain level
Kriteria hasil
1. Tidak ada gangguan tidur
2. Tidak ada gangguan konsentrasi
3.Tidak ada gangguan hubungan interpersonal
4. Tidak ada ekspresi menahan nyeri dan ungkapan secara verbal
5. Tidak ada tegangan otot
NIC
Pain Manajemen
Monitor kepuasan pasien terhadap manajemen nyeri3.
Tingkatkan istirahat dan tidur yang adekuat
Kelola anti analgetik
Jelaskan pada pasien penyebab nyeri
Lakukan tehnik nonfarmakologis (relaksasi, masase punggung)
Konstipasi
NOC
Bowel elimination
Hydration
Kriteria hasil
Mempertahankan bentuk feses.
Lunak setiap 1-3 hari.
Bebas dari ketidaknyamanan dan konstipasi.
Mengidentifikasi indicator untuk mencegah konstipasi.
Feses lunak dan berbentuk.
NIC
Konstipasi/impaction management
Monitor tanda dan gejala konstipasi.
Monitor bising usus.
Monitor feses (frekuensi, konsistensi, dan volume)
Jelaskan etiologi dan rasionalisasi tindakan terhadap pasien.
Identifikasi faktor penyebab konstribusi konstipasi.
Dukung intake cairan
Kolaborasikan pemberian laksatif.
Pantau tanda-tanda dan gejala impaksi.
Memantau gerakan usus, termasuk konsistensi frekuensi, bentuk, volume, dan warna.
Memantau bising usus.
Konsultasikan dengan dokter tentang penurunan/kenaikan frekuensi bising usus.
Pantau tanda gejala pecahnya usus/peritonitis
Jelaskan etiologi masalah dan pemikiran untuk tindakan pasien.
Mendorong meningkatkan asupan cairan.
Evaluasi profil obat untuk efek samping gastrointestinal.
Anjurkan pasien/keluarga mencatat warna, volume, frekuensi, dan konsistensi tinja.
Anjurkan pasien untuk diet tinggi serat.
Anjurkan pasien pada penggunakan yang tepat dari obat pencahar.
Anjurkan pasien pada hubungan asupan diet, olahraga, dan cairan sembelit/impaksi.
Timbang BB pasien secara teratur.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
NOC
Nutrisional status
Intake
Weight control
Kriteria Hasil
Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan.
Berat badan ideal sesuai tinggi badan.
Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dan menelan.
Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.
NIC
Nutrision management
Kaji adanya alergi makanan.
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
Berikan substansi gula.
Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi.
Berikan makanan yang terpilih.
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.
Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan.
Nutrision monitoring
BB pasien dalam batas normal.
Monitor adanya penurunan berat badan.
Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan.
Monitor interaksi anak atau orang tua selama makan.
Monitor lingkungan selama makan.
Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi.
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah.
Monitor mual dan muntah.
Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht.
Monitor pertumbuhan dan perkembangan.
Monitor pucat, kemerahan dan kekeringan jaringan konjungtiva.
Monitor kalori dan intake nutrisi.
Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik, papilla lidah dan cavitas oral.
Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet.
Gangguan pola tidur
NOC
Anxiety reduction
Comfort level
Pain level
Rest : Extent dan pattern
Sleep : Extent danpattern
Kriteria Hasil
Jumlah jam tidur dalam batas normal 6-8 jam/hari.
Pola tidur, kualitas dalam batas normal.
Perasaan segar sesudah tidur atau istirahat.
Mampu mengidentifikasi hal-hal yang dapat meningkatkan tidur.
NIC
Sleep Enhancement
Determinasi efek-efek medikasi terhadap pola tidur
Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat.
Fasilitas untuk mempertahankan aktifitas sebelum tidur.
Ciptakan lingkungan yang nyaman.
Kolaborasi pemberian obat tidur.
Diskusikan dengan pasien dan keluarga tentang teknik tidur pasien
Monitor waktu makan dan minum dengan waktu tidur.
Monitor/catat kebutuhan tidur pasien setiap hari dan jam.
Ansietas
NOC
Anxiety self-control
Anxity level
Koping
Kriteria Hasil
Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas.
Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas.
Vital sign dalam batas normal.
Postur tubuh, ekpresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan.
NIC
Anxiety Reduction
Gunakan pendekatan yang menyenangkan.
Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien.
Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
Pahami perspektif pasien terhadap situasi stress.
Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi rasa takut.
Lakukan back atau neck rub.
Dorong keluarga untuk menemani.
Dengarkan dengan penuh perhatian.
Identifikasi tingkat kecemasan
Bantu pasien untuk mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan,persepsi.
Instrusikan pasien menggunakan teknik relaksasi.
Berikan obat untuk mengurangi kecemasan.
Hipertermia
NOC
Thermoregulation
Kriteria hasil
Suhu tubuh dalam rentang normal.
Nadi dan RR rentang normal.
Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
NIC
Fever treatment
Monitor suhu sesering mungkin.
Monitor IWL
Monitor warna dan suhu kulit.
Monitor tekanan darah, nadi dan RR
Monitor tingkat penurunan kesadaran.
Monitor WBC, Hb, dan Htc.
Monitor intake dan output.
Berikan antipiretik
Berikan pengobatan untuk mengobati penyakit demam
Selimuti pasien
Lakukan tapid sponge
Kolaborasi pemberian cairan intravena.
Kompres pasien pada lipat paha dan aksila.
Tingkatkan sirkulasi udara.
Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil.
Temperature regulation
Monitor suhu minimal tiap 2 jam.
Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu.
Monitor TD, nadi dan RR
Monitor warna dan suhu kulit.
Monitor tanda hipertermi dan hipotermi.
Tingkatkan intake cairan dan nutrisi.
Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh.
Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas.
Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negative dari kedinginan.
Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency yang diperlukan.
Berikan antipiretik
Vital sign Monitoring
Monitor TD,nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Monitor VS saat pasien berbaring, duduk dan berdiri.
Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
Monitor TD,nadi, RR sebelum selama dan setelah aktivitas.
Monitor kualitas nadi.
Monitor frekuensi dan irama pernafasan.
Monitor suara paru.
Monitor pola pernafasan abnormal
Monitor suhu, warna, kelembapan kulit.
Monitor sianosis perifer.
Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
Implementasi
Diagnose
Implementasi
Nyeri akut
Pain management
Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
Mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
Menggunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien.
Mengkaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri.
Mengevaluasi pengalaman nyeri masa lampau.
Mengevaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan control nyeri masa lampau.
Membantu pasin dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan.
Mengkontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan.
Mengurangi faktor presipitasi nyeri.
Memilih dan melakukan penanganan nyeri (farmakologi,non farmakologi dan interpersonal)
Mengkaji tipe dan sumber nyeri untuk menentuka intervensi.
Mengajarkan teknik non farmakologi.
Memberikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
Mengevaluasikeefektifan control nyeri.
Meningkatkan istirahat.
Memonitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri.
Analgesic administration.
Menentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajad nyeri sebelum pemberian obat.
Memilih analgesic yang diperlukan atau kombinasi dari analgesic ketika pemberian lebih dari satu.
Menentukan pilihan anlgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri.
Menentukan analgesic pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.
Memilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri teratur.
Memonitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic pertama kali.
Memberikan analgesic tepat waktu terutama saat nyeri hebat.
Mengevaluasi efektivitas analgesic tanda dan gejala.
Nyeri kronis
1. manajemen nyeri klien
2. Memonitor kepuasan pasien terhadap manajemen nyeri
3. Mingkatkan istirahat dan tidur yang adekuat pada klien
4. Mengelola anti analgetik
5. Menjelaskan pada pasien penyebab nyeri
6. Melakukan tehnik nonfarmakologis (relaksasi, masase punggung)
Konstipasi
Konstipasi/impaction management
Memonitor tanda dan gejala konstipasi.
Memonitor bising usus.
Memonitor feses (frekuensi, konsistensi, dan volume)
Menjelaskan etiologi dan rasionalisasi tindakan terhadap pasien.
Mengidentifikasi faktor penyebab konstribusi konstipasi.
Mendukung intake cairan
Mengkolaborasikan pemberian laksatif.
Memantau tanda-tanda dan gejala impaksi.
Memantau gerakan usus, termasuk konsistensi frekuensi, bentuk, volume, dan warna.
Memantau bising usus.
Mengkonsultasikan dengan dokter tentang penurunan/kenaikan frekuensi bising usus.
Memantau tanda gejala pecahnya usus/peritonitis
Menjelaskan etiologi masalah dan pemikiran untuktindakan pasien.
Mendorong meningkatkan asupan cairan.
Mengevaluasi profil obat untuk efek samping gastrointestinal.
Menganjurkan pasien/keluarga mencatat warna, volume, frekuensi, dan konsistensi tinja.
Menganjurkan pasien untuk diet tinggi serat.
Menganjurkan pasien pada penggunakan yang tepat dari obat pencahar.
Menganjurkan pasien pada hubungan asupan diet, olahraga, dan cairan sembelit/impaksi.
Menimbang BB pasien secara teratur.
Keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Nutrision management
Mengkaji adanya alergi makanan.
Mengkolaborasikan dengan ahli gizi untukmenentukan jumlah kalori dannutrisi yang dibutuhkan pasien.
Menganjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C.
Memberikan substansi gula.
Meyakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi.
Memberikan makanan yang terpilih.
Memonitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
Memberikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.
Mengkaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan.
Nutrision monitoring
Menimbang BB pasien dalam batas normal.
Memonitor adanya penurunan berat badan.
Memonitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan.
Memonitor interaksi anak atau orang tua selama makan.
Memonitor lingkungan selama makan.
Memonitor kulit kering dan perubahan pigmentasi.
Memonitor turgor kulit
Memonitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah.
Memonitor mual dan muntah.
Memonitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht.
Memonitor pertumbuhan dan perkembangan.
Memonitor pucat, kemerahan dan kekeringan jaringan konjungtiva.
Memonitor kalori dan intake nutrisi.
Mencatat adanya edema, hiperemik, hipertonik, papilla lidah dan cavitas oral.
Mencatat jika lidah berwarna magenta, scarlet.
Gangguan pola tidur
Sleep Enhancement
Mendeterminasi efek-efek medikasi terhadap pola tidur
Menjelaskan pentingnya tidur yang adekuat.
Memfasilitasi untuk mempertahankan aktifitas sebelum tidur.
Menciptakan lingkungan yang nyaman.
Mengkolaborasikan pemberian obat tidur.
Mendiskusikan dengan pasien dan keluarga tentang teknik tidur pasien
Memonitor waktu makan dan minum dengan waktu tidur.
Memonitor/mencatat kebutuhan tidur pasien setiap hari dan jam.
Ansietas
Mengggunakan pendekatan yang menyenangkan.
Menyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien.
Menjelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
Menjelaskan perspektif pasien terhadap situasi stress.
Menemani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi rasa takut.
Melakukan back atau neck rub.
Mendorong keluarga untuk menemani.
Mendengarkan dengan penuh perhatian.
Mengidentifikasi tingkat kecemasan
Membantu pasien untuk mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
Mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan,persepsi.
Menginstrusikan pasien menggunakan teknik relaksasi.
Memberikan obat untuk mengurangi kecemasan.
Hipertermia
Fever treatment
Memonitor suhu sesering mungkin.
Memonitor IWL.
Memonitor warna dan suhu kulit.
Memonitor tekanan darah, nadi dan RR
Memonitor tingkat penurunan kesadaran.
Memonitor WBC, Hb, dan Htc.
Memonitor intake dan output.
Memberikan antipiretik.
Memberikan pengobatan untuk mengobati penyakit demam.
Menyelimuti pasien.
Melakukan tapid sponge.
Mengkolaborasikan pemberian cairan intravena.
Mengkompres pasien pada lipat paha dan aksila.
Meningkatkan sirkulasi udara.
Memberikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil.
Temperature regulation
Memonitor suhu minimal tiap 2 jam.
Merencanakan monitoring suhu secara kontinyu.
Memonitor TD, nadi dan RR.
Memonitor warna dan suhu kulit.
Memonitor tanda hipertermi dan hipotermi.
Meningkatkan intake cairan dan nutrisi.
Menyelimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh.
Mengajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas.
Mediskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negative dari kedinginan.
Memberitahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency yang diperlukan.
Memberikan antipiretik
Vital sign Monitoring
Memonitor TD,nadi, suhu, dan RR
Mencatat adanya fluktuasi tekanan darah
Memonitor VS saat pasien berbaring, duduk dan berdiri.
Melakukan auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
Memonitor TD,nadi, RR sebelum selama dan setelah aktivitas.
Memonitor kualitas nadi.
Memonitor frekuensi dan irama pernafasan.
Memonitor suara paru.
Memonitor pola pernafasan abnormal.
Memonitor suhu, warna, kelembapan kulit.
Memonitor sianosis perifer.
Memonitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
Mengidentifikasi penyebab dari perubahan vital sign
Evaluasi
Data
Evaluasi
Nyeri akut
S : klien mengatakan nyeri di abdomen sedikit berkurang
O : Ekspresi wajah tenang
A : Masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
Nyeri kronis
S : klien mengatakan nyeri di abdomen sedikit berkurang
P: nyeri karena adanya penonjolan
Q : seperti ditusuk-tusuk
R : kuadran kiri bawah
S : skala nyeri 5
T : hilang timbul
O : Ekspresi wajah tenang
A : Masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
Konstipasi
S : klien mengatakan sudah lancer BAB
O : feses lunak
A : masalah teratasi
P : Anjurkan makan diet tinggi serat
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
S : klien mengatakan sudah nafsu makan dan tidak mual.
O : Porsi makan penuh dihabiskan
A : Masalah teratasi
P : anjurkan tetap makan meskipun mual.
Gangguan pola tidur
S : Klien mengatakan sudah bisa tidur
O : Klien tidur
A : Masalah teratasi
P : Anjurkan tetap rileks
Ansietas
S : Klien mengatakan sudah tidak gelisah
O : Klien tampak tenang
A : Masalah teratasi
P : Anjurkan tetap rileks
Hipertermia
S : klien mengatakan suhu tidak panas lagi
O : Suhu tubuh normal
A : Masalah teratasi
P : Anjurkan banyak minum
BAB 4. PENUTUP
Kesimpulan
Divertikula merupakan penonjolan berbentuk kantung dari dinding kolon dengan besar bervariasi dari beberapa millimeter sampai beberapa sentimeter. Divertikula biasanya merupakan manifestasi motalitas yang abnormal. Divertikulum dapat terjadi di mana saja sepanjang saluran gastrointestinal. Biasanya penyakit ini disebakan karena klien mengkonsumsi rendah serat. Penyakit divertikula ini sering terjadi di amerika serikat,mayoritas penyakit divertikulaini menyerang pada usia lansia >80 tahun.
Saran
Memperhatikan nutrisi yang kita konsumsi sangatlah penting, agar system pencernaan kita tidak mengalami gangguan seperti penyakit divertikula. Oleh karena itu, sebelum makan kita harus memperhatikan kandungan dalam makanan. Upaya yang dapat kita lakukan untuk menghindari penyakit divertikula adalah mengkonsumsi makanan yang tinggi serat, terutama bagi lanjut usia karena penyakit ini mudah menyerang kepada usia lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, Suddarth.2016. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Carpenito – moyet,L.J. 2004. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Corwin J. Elisabet.2004.patofisiologi untuk perawat.EGC,Jakarta.
Doenges, Marilyn E, dkk.(1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, 3 th ed. Jakarta : EGC.
Pierce,A,.Grace,.Neil R. Borley,.2006. At a Glance Ilmu Bedah.Jakarta : EGC
Tambayong, Jan,2000.Patofisiologi untuk Keperawatan.Jakarta:EGC
Sabiston, & David. 2000. Buku Teks Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara
Sabiston. 1994. Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGC
Schwartz. 2007. Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
Sjamsuhidajat. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
Suzanne C.Smeltzer & Brenda G.Bare.2001. KMB vol 3. Hal.2194 BAB 60 UNIT 15.EGC.Jakarta.