19
34
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh manusia terutama dalam sistem urinaria. Pada manusia, ginjal berfungsi untuk mengatur keseimbangan cairan dalam tubuh, mengatur konsentrasi garam dalam darah dan keseimbangan asam-basa darah, serta sekresi bahan buangan dan kelebihan garam (Pearce, 1999).
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah keadaan dimana fungsi ginjal mengalami penurunan yang progresif secara perlahan tapi pasti, yang dapat mencapai 60% dari kondisi normal menuju ketidakmampuan ginjal ditandai tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Pearce, 1999 : 989). Kondisi pasien dengan penyakit ginjal kronik masih dapat melakukan aktifitas hidup jika memperhatikan kualitas hidup yang cukup baik .
Penyebab terjadinya penyakit ginjal kronik adalah disebabkan olehbeberapa penyakit serius yang diderita oleh tubuh yang mana berlahan–lahan berdampak pada kerusakan organ ginjal, dan apabila penyakit ginjal kronik tidak segera mendapatkan perawatan yang intensif dapat menyebabkankematia.
Penyebab utama penyakit ginjal kronik adalah karena diabetes sebesar 50%, hipertensi 27%, dan glomerulonephritis 13% . WHO memperkirakan setiap 1 juta jiwa terdapat 23–30 orang yang mengalami ginjal kronik per tahun. Kasus penyakit ginjal di dunia per tahun meningkat lebih 50%. Di negara yang sangat maju tingkat gizinya seperti Amerika Serikat, setiap tahunnya sekitar 20 juta orang dewasa menderita penyakit ginjal kronik, ( Santoso, 2007). Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008, bila dibandingkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995, SKRT 2001, dan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, terlihat proporsi kematian akibat penyakit tidak menular emakin meningkat, sedangkan penyakit proporsi penyakit menular telah menurun.
Proporsional Mortality Ratio (PMR) akibat penyakit tidak menular telah meningkat dari 42% menjadi 60%. Sedangkan menurut Wijaya (2000), jumlah
pasien penderita penyakit ginjal kronik di Indonesia diperkirakan 60.000 orang
dengan pertambahan 4.400 pasien baru setiap tahunnya. Hampir semua kasus penyakit ginjal kronik stadium V di bawa keruang hemodialisa untuk mendapatkan tindakan pengobatan. Bagi penderita ginjal kronik diadakan hemodialisa untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Namun demikian hemodialisa tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal kronik dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktifitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal
Untuk wilayah Asia, telah tercatat resiko untuk terkena batu ginjal dan batu saluran kemih lainnya sebesar 2-5%, 8-15% untuk wilayah Asia barat, dan 20% untuk Arab Saudi. Di negara berkembang, batu kandung kemih lebih umum terjadi daripada batu saluran kemih bagian atas, sedangkan di Negara maju, malah sebaliknya, batu saluran kemih bagian atas lebih sering terjadi. Perbedaan ini diyakini berhubungan diet, pola hidup dan konsumsi di masing-masing negara.3,8,11
Setiap tahunnya, terjadi peningkatan jumlah kejadian nefrolithiasis baik di dunia, di Indonesia maupun di RSUD Raden Mattaher Jambi. Berdasarkan data yang telah diambil peneliti pada Rekam Medis RSUD Raden Mattaher Jambi, Terjadinya peningkatan insidensi atau kasus kejadian nefrolithiasis dari tahun 2011 berjumlah 58 kasus dan pada tahun 2012 meningkat menjadi 95 kasus, serta belum pernah dan belum adanya data dasar mengenai angka kejadian batu opak ginjal yang disertai nyeri ketok CVA pada pasien suspect nefrolithiasis di Instalasi Radiologi RSUD Raden Mattaher Jambi, sehingga peneliti ingin melakukan penelitian mengenai hal tersebut.
Rumusan Masalalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis dapat membuat rumusan masalah sebagai berikut:
Bagaimana konsep dasar teori Batu Ginjal?
Bagaimana asuhan keperawatan Batu Ginjal secara teoritis ?
Bagaimana asuhan keperawatan berdasarkan scenario kasus Batu Ginjal?
Tujuan
Tujuan Umum:
Mengetahui dan memahami konsep darsar BatuGinjal dan Asuhan Keperawatan gangguan Batu Ginjal
Tujuan khusus :
Untuk mengetahui definisi Batu Ginjal
Untuk mengetahui epidemiologi Batu Ginjal
Untuk mengetahui etiologi penyakit Batu Ginjal
Untuk mengetahui patofisiologi dan woc Batu Ginjal
Untuk mengetahui manifestasi klinis Batu Ginjal
Untuk mengetahui klasifikasi Batu Ginjal
Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Batu Ginjal
Untuk mengetahui penata laksanaan Batu Ginjal
Untuk mengetahui komplikasi Batu Ginjal
Untuk mengetahui pengkajian teori Batu Ginjal
Untuk mengetahui diagnosa teori Batu Ginjal
Untuk mengetahui asuhan keperawatan teori Batu Ginjal
Untuk mengetahui pengkajian berdasarkan kasus Batu Ginjal
Untuk mengetahui diagnosa berdasarkan kasus Batu Ginjal
Untuk mengetahui asuhan keperawatan berdasarkan kasus Batu Ginjal
1.4 Manfaat
1. Masyarakat
Untuk mengetahui bagaimana mengetahui penyebab penyakit Batu Ginjal dan bagaimana mencegah penyakit Batu Ginjal
2. Mahasiswa Keperawatan
Untuk mengetahui dan memahami penyakit Batu Ginjal serta asuhan keperawatan stroke sehingga dapat menjadi bekal dalam persiapan praktik di rumah sakit.
3. Perawat
Sebagai bahan kajian dan informasi bagi mahasiswa serta menambah wawasan tentang Batu Ginjal
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu saluran kemih yang paling sering terjadi.
(Purnomo, 2000)
Batu Ginjal merupakan keadaan tidak normal dalam ginjal, yang mengandung komponen kristal dan matriks organik.(Suyono, 2001)
Batu ginjal adalah suatu penyakit dimana terjadi pembentukan batu dalam kolises dan atau pelvis. Batu ginjal dapat terbentuk karena pengendapan garam urat, oksalat atau kalsium.
Etiologi
Dalam banyak hal penyebab terjadinya batu ginjal secara pasti belum dapat diketahui. Pada banyak kasus ditemukan kemungkinan karena adanya hiperparatirodisme yang dapat meyebabkan terjadinya hiperkalsiuria. Kadang–kadang dapat pula disebabkan oleh infeksi bakteri yang menguraikan ureum (seperti proteus, beberapa pseudoenonas, staphylococcosa albus dan beberapa jenis coli) yang mengakibatkan pembentukan batu.
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik).
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik, meliputi:
Herediter; diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi
Umur; paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
Jenis kelamin; jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien wanita.
Faktor ekstrinsik, meliputi:
Geografi; pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu)
Iklim dan temperatur.
Asupan air; kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
Diet; diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu saluran kemih.
Pekerjaan; penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary life).
Epidemologi
Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan zamanMesir kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah diketemukan batu pada kandung kemihseorang mumi yang diperkirakan sudah berumur sekitar 7000 tahun.Batu ginjal merupakan penyebab terbanyak kelainan di saluran kemih. Di Negaramaju seperti Amerika Serikat, Eropa, Australia, batu saluran kemih banyak dijumpai disaluran kemih bagian atas, sedang di Negara berkembang seperti India, Thailand danIndonesia lebih banyak dijumpai batu kandung kemih. Hal ini karena adanya pengaruhstatus gizi dan aktivitas pasien sehari-hari.Secara Epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinyabatu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaanyang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal darilingkungan sekitarnya.Faktor intrinsik itu antara lain adalah :
Herediter (keturunan) : penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
Umur : penyakit ini paling banyak didapatkan pada usia 30-50tahun.
Jenis Kelamin : jumlah pasien laki-laki 4kali lebih banyak dibandingkandengan pasien perempuan (4:1)
Patofisiologi
Mekanisme pembentukan batu ginjal atau saluran kemih tidak diketahui secara pasti, akan tetapi beberapa buku menyebutkan proses terjadinya batu dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
Adanya presipitasi garam-garam yang larut dalam air seni, dimana apabila air seni jenuh akan terjadi pengendapan.
Adanya inti ( nidus ). Misalnya ada infeksi kemudian terjadi tukak, dimana tukak ini menjadi inti pembentukan batu, sebagai tempat menempelnya partikel-partikel batu pada inti tersebut.
Perubahan pH atau adanya koloid lain di dalam air seni akan menetralkan muatan dan meyebabkan terjadinya pengendapan.
Teori Terbentuknya Batu Saluran Kemih:
Teori nukleasi: Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu atau sabuk batu (nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan kelewat jenuh akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti bantu dapat berupa kristal atau benda asing saluran kemih.
Teori matriks: Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin dan mukoprotein) sebagai kerangka tempat mengendapnya kristal-kristal batu.
Penghambat kristalisasi: Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal yakni magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa zat ini berkurang akan memudahkan terbentuknya batu dalam saluran kemih.
Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa obstruksi dan infeksi saluran kemih. Manifestasi obstruksi pada saluran kemih bagian bawah adalah retensi urine atau keluhan miksi yang lain sedangkan pada batu saluran kemih bagian atas dapat menyebabkan hidroureter atau hidrinefrosis. Batu yang dibiarkan di dalam saluran kemih dapat menimbulkan infeksi, abses ginjal, pionefrosis, urosepsis dan kerusakan ginjal permanen (gagal ginjal).
Klasifikasi
Batu saluran kemih dapat dibagi berdasarkan lokasi terbentuknya, menurut
lokasi beradanya, menurut keadaan klinik, dan menurut susunan kimianya.
1.Menurut tempat terbentuknya
a. Batu ginjal
b. Batu kandung kemih
2.Menurut lokasi keberadaannya :
a. Batu urin bagian atas (mulai ginjal sampai ureter distal)
b. Batu urin bagian bawah (Mulai kandung kemih sampai uretra)
3.Menurut Keadaan Klinik :
a. Batu urin metabolic aktif : bila timbul dalam satu tahun trakhir, batu bertambah
besar atau kencing batu.
b. Batu urin metabolic inaktif : bila tidak ada gejala seperti yang aktif
c. Batu urin yang aktifitasnya diketahui (asimtomatik)
d. Batu urin yang perlu tindakan bedah (surgically active) bila menyebabkanobstruksi, infeksi, kolik, hematuria.
4. Menurut susunan kimiawi
Berdasarkan susunan kimianya batu urin ada beberapa jenis yaitu : batu kalsium okalat, batu kalsium fosfat, batu asam urat, batu struvit (magnesiumammonium fosfat) dan batu sistin
a. Batu Kalsium Oksalat :
Merupakan jenis batu paling sering dijumpai; yaitu lebih kurang 75 – 85%
dari seluruh batu urin. Batu ini lebih umum pada wanita, dan rata-rata terjadi pada usia decade ketiga. Kadang-kadang batu ini dijumpai dalam bentuk murni atau juga bisa dalam bentuk campuran, misalnya dengan batu kalsium fosfat )biasanya hidroxy apatite).
Batu kalsium ini terdiri dari 2 tipe yaitu monohidrat dan dihidrat. Batu kalsium dihidrat biasanya pecah dengan mudah dengan lithotripsy (suatu teknik non invasive dengan menggunakan gelombang kejut yang difokuskan pada batu untuk menghancurkan batu menjadi fragmen-fragmen.) sedangkan batu monohidrat adalah salah satu diantara jenis batu yang sukar dijadikan fragmen-fragmen.
b. Batu Struvit :
Sekitar 10-15% dari total, terdiri dari magnesium ammonium fosfat (batu struvit) dan kalsium fosfat. Batu ini terjadi sekunder terhadap infeksi saluran kemih yang disebabkan bakteri pemecah urea. Batu dapat tumbuh menjadi lebih besar membentuk batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal (6,46) Batu dapat tumbuh menjadi lebih besar membentuk batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal.(6'46) Batu ini bersifat radioopak dan mempunyai densitas yang berbeda. Diurin kristal batu struit berbentuk prisma empat persegi panjang. Dikatakan bahwa batu staghorn dan struit mungkin berhubungan erat dengan destruksi yang cepat dari ginjal' hal ini mungkin karena proteus merupakan bakteri urease yang poten.
c. Batu asam urat :
Lebih kurang 5-10% dari seluruh batu saluran kemih dan batu ini tidak mengandung kalsium dalam bentuk mu rni sehingga tak terlihat dengan sinar X (Radiolusen) tapi mungkin bisa dilihat dengan USG atau dengan Intra Venous Pyelografy (IVP). Batu asam urat ini biasanya berukuran kecil, tapi kadang-kadang dapat cukup besar untuk membentuk batu staghorn, dan biasanya relatif lebih mudah keluar karena rapuh dan sukar larut dalam urin yang asam. Batu asam urat ini terjadi terutama pada wanita. Separoh dari penderita batu asam urat menderita gout; dan batu ini biasanya bersifat famili apakah dengan atau tanpa gout. Dalam urin kristal asam urat berwarna merah orange. Asam urat anhirat menghasilkan kristal-kristal kecil yang terlihat amorphous dengan mikroskop cahaya. Dan kristal ini tak bisa dibedakan dengan kristal apatit. Batu jenis dihidrat cenderung membentuk kristal seperti tetesan air mata.
d). Batu Sistin : (1-2%)
Lebih kurang 1-2% dari seluruh BSDK, Batu ini jarang dijumpai (tidak umum), berwarana kuning jeruk dan berkilau. Sedang kristal sistin diurin tampak seperti plat segi enam, sangat sukar larut dalam air.(6) Bersifat Radioopak karena mengandung sulfur.
e). Batu Xantin :
Amat jarang, bersifat herediter karena defisiensi xaintin oksidase. Namun bisa
bersifat sekunder karena pemberian alupurinol yang berlebihan.
Manifestasi Klinis
Obstruksi.
Peningkatan tekanan hidrostatik
Distensi pelvis ginjal.
Rasa panas dan terbakar di pinggang. Kolik
Peningkatan suhu (demam).
Hematuri.
Gejala gastrointestinal; mual, muntah, diare. Nyeri hebat
Batu pada pelvis renalis
Nyeri yang dalam, terus menerus pada area CVA
Pada wanita ke arah kandung kemih, pada laki-laki kearah testis
Hematuria, piuria
Kolik renal : nyeri tekan seluruh CVA, mual dan muntah
2. Batu yang terjebak pada ureter
Gelombang nyeri luar biasa, akut dan kolik menyebar ke paha dan genetalia kolik ureteral
Merasa ingin berkemih keluar sedikit dan darah
3. Batu yang terjebak pada kandung kemih
Gejala iritasi
Infeksi traktus urinarius
Hematuria
retensi urined.
Obstruksi
Penatalaksanaan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih harus segera dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk melakukan tindakan pada batu saluran kemih adalah telah terjadinya obstruksi, infeksi atau indikasi sosial. Batu dapat dikeluarkan melalui prosedur medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL, melalui tindakan endo-urologi, bedah laparoskopi atau pembedahan terbuka.
ESWL/ LithotripsiAdalah prosedur non-invasif yang digunakan untuk menghancurkan batu di khalik ginjal. Setelah batu tersebut pecah menjadi bagian yang kecil seperti pasir sisa-sisa batu tersebut dikeluarkan secara spontan.
Metode Endourologi Pengangkatan Batu
Ini merupakan gabungan antara radiology dan urologi untuk mengangkat batu renal tanpa pembedahan mayor.
Nefrostomi Perkutan adalah pemasangan sebuah selang melalui kulit ke dalam pelvis ginjal. Tindakan ini dilakukan untuk drainase eksternal urin dari kateter yang tersumbat, menghancurkan batu ginjal, melebarkan striktur.
Ureteruskopi mencakup visualisasi dan akses ureter dengan memasukkan suatu alat Ureteroskop melalui sistoskop. Batu dapat dihancurkan dengan menggunakan laser, lithotripsy elektrohidraulik, atau ultrasound lalu diangkat.
Larutan Batu. Nefrostomi Perkutan dilakukan, dan cairan pengirigasi yang hangat dialirkan secara terus-menerus ke batu. Cairan pengirigasi memasuki duktus kolekdiktus ginjal melalui ureter atau selang nefrostomi.
Pengangkatan Bedah
Nefrolitotomi. Insisi pada ginjal untuk mengangkat batu. Dilakukan jika batu terletak di dalam ginjal.
Pielolitotomi. Dilakukan jika batu terletak di dalam piala ginjal.
Tindakan-tindakan khusus pada berbagai jenis batu yang berbentuk meliputi :
Batu Kalsium : Paratirodektomi untuk hiperparatiroidisme, menghilangkan susu dan keju dari diit, kalium fosfat asam ( 3 – 6 gram tiap hari) mengurangi kandungan kalsium di dalam urine, suatu dueretik ( misalnya 50 mg hidroklorotiazid 2 kali sehari) atau sari buah cranberry ( 200ml, 4 kali sehari ) mengasamkan urin dan membuat kalsium lebih mudah larut dalam urin.
Batu Oksalat diet rendah oksalat dan rendah kalsium fosfat ( 3 – 5 gram kalium fosfat asam setiap hari), piridoksin ( 100 mg, 3 kali sehari).
Batu metabolic : sistin dan asam urat mengendap di dalam urin asam (pH urine harus dianikan menjadi lebih besar dari 7,5 dengan memberikan 4 – 8 ml asam nitrat 50%, 4 kali sehari) dan menyuruh pasien untuk diet mineral basa, batasi purin dalam dit penderita batu asam urat ( berikan pulka 300mg alopurinal ( zyloprin ) sekali atau dua kali sehari). Pada penderita sistinura, diet rendah metionin dan penisilamin ( 4 gram tiap hari ).
Penatalaksanaan yang harus dilakukan pada pasien dengan post praise batu ginjal menurut Barbara C Long, 1985 meliputi : penempatan pasien dalam ruang dengan ventilasi yang cukup, perhatikan terhadap urine out put, pencegahan terhadap distensi dan pendarahan dan perhatian terhadap lokasi pemasangan drainase dan perawatannya
Komplikasi
Sumbatan atau obstruksi akibat adanya pecahan batu.
Infeksi, akibat diseminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat obstruksi.
Kerusakan fungsi ginjal akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan atau pengangkatan batu ginja
Obstruksi urine dapat terjadi di sebelah hulu dari batu dibagian mana saja di saluran kemih. Obstruksi diatas kandung kemih dapat menyebabkan hidroureter, yaitu ureter membengkak oleh urine. Hidoureter yang tidak diatasi, atau obstruksi pada atau atas tempat ureter keluar dari ginjal dapat menyebabkan hidronefrosis yaitu pembengkakan pelvis ginjal dan sistem duktus pengumpul. Hidronefrosis dapat menyebabkan ginjal tidak dapat memekatkan urine sehingga terjadi ketidakseimbangan elektrolit dan cairan.
Obstruksi menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatistik intersium dan dapat menyebabkan penurunan GFR. Obstruksi yang tidak diatasi dapat menyebabkan kolapsnya nefron dan kapiler sehingga terjadi iskemia nefron karena suplai darah terganggu. Akhirnya dapat terjadi gagal ginjal jika kedua ginjal terserang.
Setiap kali terjadi obstruksi aliran urine (stasis), kemungkinan infeksi bakteri meningkat.
Dapat terbentuk kanker ginjal akibat peradangan dan cedera berulang (Corwin, 2009).
Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Secara radiologi, batu dapat radiopak atau radiolusen. Sifat radiopak ini berbeda untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat ini dapat diduga batu dari jenis apa yang ditemukan. Radiolusen umumnya adalah jenis batu asam urat murni.
Pada yang radiopak pemeriksaan dengan foto polos sudah cukup untuk menduga adanya batu ginjal bila diambil foto dua arah. Pada keadaan tertentu terkadang batu terletak di depan bayangan tulang, sehingga dapat luput dari penglihatan. Oleh karena itu foto polos sering perlu ditambah foto pielografi intravena (PIV/IVP). Pada batu radiolusen, foto dengan bantuan kontras akan menyebabkan defek pengisian (filling defect) di tempat batu berada. Yang menyulitkan adalah bila ginjal yang mengandung batu tidak berfungsi lagi sehingga kontras ini tidak muncul. Dalam hal ini perludilakukan pielografi retrograd. (1)
Ultrasonografi (USG) dilakukan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP, yaitu pada keadaan-keadaan; alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun dan pada wanita yang sedang hamil (3). Pemeriksaan USG dapat untuk melihat semua jenis batu, selain itu dapat ditentukan ruang/ lumen saluran kemih. Pemeriksaan ini juga dipakai unutk menentukan batu selama tindakan pembedahan untuk mencegah tertinggalnya batu (1).
b. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih yang dapat menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan menentukan penyebab batu.
Asuhan Keperawatan.
Asuhan keperawatan pada klien dengan Urolitiasis dilaksanakan melalui pendekatan proses perawatan terdiri dari : pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi (Doengoes, 2000. Hal 686-694).
1. Pengkajian
Dasar data pengkajian pasien
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : pekerjaan monoton, pekerjaan dimana pasien terpajan pada lingkungan bersuhu tinggi. Keterbatasan aktivitas/mobilisasi sehubungan dengan kondisi sebelumnya.
b. Sirkulasi
Tanda : peningkatan TD/nadi (nyeri, ansietas, gagal ginjal). Kulit hangat dan kemerahan ; pucat.
c. Eliminasi
Gejala : riwayat adanya/ISK kronis ; obstruksi sebelumnya (kalkulus). Penurunan haluaran urine, kandung kemih penuh. Rasa terbakar, dorongan berkemih. Diare,
Tanda : oliguria, hematuria, piuria. Perubahan pola berkemih.
d. Makanan/cairan
Gejala : mual/muntah, nyeri tekan abdomen. Diet tinggi purin, kalsium oksalat, dan /atau fosfat. Ketidakcukupan pemasukan cairan, tidak minum air dengan cukup.
Tanda : distensi abdominal ; penurunan/tak adanya bising usus. Muntah.
e. Nyeri/kenyamanan
Gejala : episode akut nyeri berat, nyeri kolik. Lokasi tergantung pada lokasi batu. Contoh pada panggul di region sudut kostovertebral ; dapat menyebar ke punggung, abdomen, dan turun kelipat paha/genetalia. Nyeri dangkal kostan menunjukkan ada pelvis atau kalkulus ginjal.
Nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat tidak hilang dengan posisi atau tindakan lain.
Tanda : melindungi ;perilaku distraksi. Nyeri tekan pada area pada palpasi.
f. Keamanan
Gejala : penggunaan alcohol, demam, menggigil.
g. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme. Penggunaan antibiotic, antihipertensi, natrium bikarbonat, alupurinol, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau vitamin.
Pertimbangan Rencana Pemulangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat : 3,4 hari.
h. Pemeriksaan diagnostic
Urinalisa : warna kuning, coklat gelap, berdarah secara umum menunjukkan SDM, SDP, Kristal,
Urine : (24 jam) kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat.
Hitung darah lengkap : SDP mungkin meningkat menunjukan infeksi/septicemia.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan iritasi pada saluran kemih
b. Perubahan pola eliminasi: urine berhubungan dengan obstruksi karena batu.
c. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
d. Ketidakefektifan management regiment terapeutik tentang perawatan post operasi dan pencegahan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan/informasi
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan belajar berhubungan dengan kurang terpajan/ kurang mengingat/salah intepretasi/informasi. Tidak mengenal masalah/sumber masalah.
3. Rencana Asuhan Keprawatan
No
Dianosa
Tujuan
Interfensi
Rasional
1.
Nyeri berhubungan dengan peningkatan kontraksi ureteral, trauma jaringan, pembentukan edema, ischemia seluler.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan selama 3 x 24 jam maka nyeri hilang, keseimbangan cairan dipertahankan.
Kriteria hasil :
Pasien bebas dari rasa nyeri , Pasien tampak rileks, bisa tidur dan istirahat.
Catat lokasi, lamanya intensitas dan penyebaran.
Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan ke staf terhadap perubahan kejadian/karakteristik nyeri.
Berikan tindakan nyaman, contoh pijatan punggung, lingkungan istirahat.
Bantu atau dorong penggunaan napas berfokus, bimbingan imajinasi, dan aktivitas terapetik.
Berikan obat sesuai indikasi : narkotik, contoh meperidin (Demerol), morfin.
Berika kompres hangat pada punggung.
membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan kalkulus.
memberikan kesempatan untuk pemberian analgesic sesuai waktu dan mewaspadakan staf akan kemungkinan lewatnya batu/terjadi komplikasi.
meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot, dan meningktkan koping
mengarahkan kembali perhatian dan membantu dalam relaksasi otot.
Biasanya diberikan selama akut untuk menurunkan kolik uretral dan meningkatkan relaksasi otot/mental.
menghilangkan tegangan otot dan dapat menurunan reflex spasme.
2.
Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal atau ureteral, obstruksi mekanik, inflamasi.
Tujuan : setelah dilakukan interfensi selama 3 x 24 jam maka pasien mampu berkemih dengan normal.
Kriteria hasil : Pola eliminasi urine dan output dalam batas normal, Tidak menunjukkan tanda-tanda obstruksi (tidak ada rasa sakit saat berkemih, pengeluaran urin lancar).
Awasi pemasukan dan pengeluaran dan karakteristik urine.
Tentukan pola berkemih norml pasien dan perhatikan variasi.
Dorong meningkatkan pemasukan cairan.
Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit, BUN, kretainin.
Ambil urine untuk culture dan sensifitas.
memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi, contoh infeksi dan perdarahan.
kalkulus dapat menyebabkan eksitabilitas saraf, yang menyebabkan sensasi kebutuhan berkemih segera.
peningkatan hidrasi membilas bakteri, darah, dan debris dan dapat membantu lewatnya batu.
peniggian BUN, kreatinin dan elektrolit mengindikasikan disfungsi ginjal.
menetukan adanya ISK, yang penyebab komplikasi.
3.
Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan 1 x 24 jam maka pasien mempertahankan keseimbangan cairan adekuat.
Kriteria hasil : membrane mukosa lembab, turgor kulit baik, berat badan normal.
Awasi pemasukan dan pengeluaran.
Catat insiden muntah, diare, perhatikan karakteristik muntah dan diare.
Tindakan pemasukan cairan sampai 3-4 L/hari dalam toleransi jantung.
Awasi tanda vital
Kalau perlu berikan obat anti enemik.
membandingkan keluaran actual dan yang diantisipasi membantu dalam ealuasi adanya/derajat stasis/kerusakan
ginjal. mual/muntah dan diare secra umum berhubungan dengan kolik ginjal.
mempertahankan keseimbangan cairan untuk homeostasis juga tindakan "mencuci"yang dapat membilas batu keluar.
indicator hidrasi/volume sirkulasi dan kebutuhan intervensi.
4.
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan belajar berhubungan dengan kurang terpajan/ kurang mengingat/salah intepretasi/informasi. Tidak mengenal masalah/sumber masalah.
Tujuan : setelah dilakukan tndkan selama 1 x 24 jam makan keluarga atau pasien menyatakan pemahaman proses penyakit, menghubungkan gejala dengan factor penyebab. Kriteria hasil : melakukan perubahan perilku yang perlu dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
Kaji ulang proses penyakit dan harapan di masa dating. Rasional Tekankan pentingnya peningkatan cairan,
pembilasan system ginjal menurunkan kesempatan statis ginjal dan pembentukan batu. Diet rendah purin, contoh membatasi daging berlemak, kalkun, tumbuhan polog, gandum, alkohol.
Diet rendah kalsium, contoh membatasi susu, keju, sayur berdaun hijau, yogurt. Rasional :
menurnukan pembentukan batu kalsium. Diet rendah kalsium.
memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.
menurunkan pemasukan oral terhadap prekusor asam urat.
menurunkan risiko pembentukan batu kalsium. Diet rendah oksalat.
mencegah kalkulus fosfat dengsn membentuk presipitasi yang tak larut dalam traktus GI.
5.
Ketidakefektifan management regiment terapeutik tentang perawatan post operasi dan pencegahan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan/informasi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan selama 1 x 24 jam maka managenen regiment trepuitik tentang perawatan post operasi efektif
Keriteria hasil: Pasien mengungkapkan proses penyakit, faktor-faktor penyebab, Pasien dapat berpartisipasi dalam perawatan.
Kaji pengetahuan pasien/tanyakan proses sakit dan harapan pasien.
Jelaskan pentingnya peningkatan cairan per oral 3 – 4 liter per hari.
Jelaskan dan anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas secara teratur.
Identifikasi tanda-tanda nyeri, hematuri, oliguri.
Jelaskan prosedur pengobatan dan perubahan gaya hidup.
mengetahui tingkat pengetahuan pasien dan memimih cara untuk komunikasi yang tepat.
dapat mengurangi stasis urine dan mencagah terjadinya batu.
kurang aktivitas mempengaruhi terjadinya batu.
mendeteksi secara dini, komplikasi yang serius dan berulangnya penyakit.
membantu pasien merasakan, mengontrol melalui apa yang terjadi dengan dirinya.
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Skenario Kasus
Ny. F (55 tahun) seorang karyawan swasta MRS dengan keluhan nyeri pinggang kanan. Nyeri hilang timbul dan menjalar ke perut dan tidak dipengaruhi mobilitas fisik. Ny. F mengaku 4 bulan yang lalu sering mengalami nyeri yang sama, dan nyeri hialang setelah diberikan obat penghilang rasa nyeri dari dokter. Nyeri dirasakan bertambah berat dalam 2 hari ini dan tidak menghilang dengan obat yang biasa dimakan, selanjutnya Ny. F dibawa oleh suami ke RS. Ny. F juga mengeluh mual dan muntah sekitar 4-5 kali sejak 1 hari yang lalu dan demam dan air kencing keruh dan 0liguri (+) dg jumlah sekitar 400ml/24 jam. Ny. F mengaku BAB dan Bak selama ini tidak ada masalah. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan Kondisi umum= gelisah dan tampak meringis namun nyeri nonkolik; TD= 120/90 mmHg; HR= 102x/mnt RR= 28x/mnt ; Suhu= 38,70C ; abdomen: inspeksi=flatuensi (+), palpasi: nyeri tekan kuadaran kanan atas (+), perkusi: timpani pada abdomen dan nyeri ketok CVA dexter (+), auskultasi : bising usus menurun. Pada pemeriksaan lab didaptkan : Hb=14gr/dl, leukosit = 15.000/mm3, ureum= 24mg/dl, creatinin =2,5 mg/dl. Pada pemeriksaan penunjang USG menunjukkan hidronefrosis dextra. Pada pemeriksaan BNO-PIV : tampak bayangan radio opak Lumbal III dektra, fungsi ginjal masih baik namun terdapat hidronefrosis ren dektra grade II
3.2 Asuhan Keperawatan
PENGKAJIAN
Identitas Klien
Nama : Ny. F
Umur : 55 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Karyawan Swasta MRS
Diagnosa medis : Batu Ginjal
Riwayat Kesehatan
Keluhan Utama
Nyeri pinggang kanan. Nyeri hilang timbul dan menjalar ke perut dan tidak dipengaruhi mobilitas fisik.
Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri dirasakan bertambah berat dalam 2 hari ini dan tidak menghilang dengan obat yang biasa dimakan, selanjutnya Ny. F juga mengeluh mual dan muntah sekitar 4-5 kali sejak 1 hari yang lalu dan demam dan air kencing keruh dan 0liguri (+) dg jumlah sekitar 400ml/24 jam.
Riwayat Penyakit Dahulu
Ny. F mengaku 4 bulan yang lalu sering mengalami nyeri yang sama, dan nyeri hialang setelah diberikan obat penghilang rasa nyeri dari dokter
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak Ada
Riwayat Obat – Obatan
Obat penghilang rasa nyeri dari dokter
3.3 Data Dasar Pengkajian Pasien
Aktivitas/Istirahat
Gejala : Pekerjaan monoton (-), pekerjaan dimana pasien terpajan pada lingkungan bersuhu tinggi (-), keterbatasan aktivitas/mobilisasi sehubung dengan kondisi sebelumnya (contoh penyakit tak sembuh, cedera medula spinalis) (-)
Sirkulasi
Tanda : Peningkatan TD (-), peningkatan nadi (+), (nyeri (+), ansietas (-), gagal ginjal (-))
Eliminasi
Gejala : Riwayat adanya ISK kronis (-), obstruksi sebelumnya (kalkulus) (-). Penurunan haluaran urin (+), kandung kemih penuh (-). Rasa terbakar (-), dorongan berkemih (-), diare (-)
Tanda : Oliguria (+), hematuria (-), piuria (-). Perubahan pola berkemih (+)
Makanan/Cairan
Gejala : Mual/muntah (+), nyeri tekan abdomen (+). Diet tinggi purin (-), kalsium oksalat (-), dan/atau fosfat. Ketidakcukupan pemasukan cairan ; tidak minum air dengan cukup (-)
Tanda : distensi abdomen (+), penurunan/tak adanya bising usus (+). Muntah (+)
Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Episode akut nyeri berat (+), nyeri kolik (-),. Lokasi tergantung pada lokasi batu, contoh pada panggul regio sudut konstovetebral; dapat menyebar ke punggung (-), abdomen (+), dan turun kelipatan paha/genitalia (-). Nyeri dangkal konstan menunjukkan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal (+). Nyeri dapat digambarkan sebagai akut (-), hebat tidak hilang dengan posisi atau tindakan lain (-)
Tanda : Melindungi ; perilaku distraksi (-). Nyeri tekan pada area ginjal pada palpasi (+)
Keamanan
Gejala : Penggunaan alkohol (-), Demam (+). Menggigil (-)
Tanda-Tanda Vital
No.
Pemeriksaan
Hasil
Normal
Keterangan
1.
TD
120/90 mmHg
120-140 / 80-90 mmHg
Normal
2.
HR
102 x/mnt
60-100 x/mnt
Tidak Normal
3.
RR
28x/mnt
16 – 24 x/mnt
Tidak Normal
4.
Suhu
38,7O C
36,5 – 37,5 O C
Tidak Normal
Kondisi umum= gelisah dan tampak meringis namun nyeri nonkolik
ABDOMEN :
Inspeksi=flatuensi (+),
Palpasi: nyeri tekan kuadaran kanan atas (+),
Perkusi: timpani pada abdomen dan nyeri ketok cva dexter (+),
Auskultasi : bising usus menurun
Pemeriksaan Laboratorium
No.
Pemeriksaan
Hasil
Normal
Keterangan
1.
Hb
14 gr/dl
Pr : 12 – 15 g/dl
Lk : 14 – 18 g/dl
Normal
2.
Leukosit
15.000/mm3
Pr & Lk : 5.000 – 10.000/mm3
Tidak Normal
3.
Ureum
24mg/dl
Pr & Lk : 15 – 40 mg/dl
Normal
4.
Kreatinin
2,5 mg/dl
Pr & Lk : 0,5 – 1,5 mg/dl
Tidak Normal
Pada pemeriksaan penunjang :
USG menunjukkan hidronefrosis dextra.
Pada pemeriksaan BNO-PIV :
Tampak bayangan radio opak Lumbal III dektra, fungsi ginjal masih baik namun terdapat hidronefrosis ren dektra grade II
ANALISA DATA
No.
DATA
ETIOLOGI
MASALAH KEPERAWATAN
1.
DS :
Ny. F mengeluhan nyeri pinggang kanan. Nyeri hilang timbul dan menjalar ke perut.
Ny. F mengaku 4 bulan yang lalu sering mengalami nyeri yang sama, dan nyeri hialang setelah diberikan obat penghilang rasa nyeri dari dokter.
Nyeri dirasakan bertambah berat dalam 2 hari ini dan tidak menghilang dengan obat yang biasa dimakan
DO :
Kondisi umum= gelisah dan tampak meringis namun nyeri nonkolik
Palpasi abdomen: nyeri tekan kuadaran kanan atas (+),
Perkusi abdomen: timpani pada abdomen dan nyeri ketok CVA dexter (+)
Iskemi seluler
Nyeri Akut
2.
DS :
Ny. F mengeluh air kencing keruh dan 0liguri (+) dg jumlah sekitar 400ml/24 jam.
Ny. F mengeluh mual dan muntah sekitar 4-5 kali sejak 1 hari yang lalu
DO :
USG menunjukkan hidronefrosis dextra.
BNO-PIV : tampak bayangan radio opak Lumbal III dektra,
Terdapat hidronefrosis ren dektra grade II
Suhu : 38,7 C
HR= 102x/mnt
RR= 28x/mnt
Abdomen: inspeksi=flatuensi (+)
Auskultasi : bising usus menurun.
Obstruksi
Kekurangan volume cairan
3.
DS :
Ny. F mengeluh demam
DO :
Suhu= 38,70C
Leukosit = 15.000/mm3
Infeksi
Hipertermi
ANALISA DATA TAMBAHAN
No.
DATA
ETIOLOGI
MASALAH KEPERAWATAN
1.
DS :
Ny. F mengeluhan nyeri pinggang kanan. Nyeri hilang timbul dan menjalar ke perut.
Ny. F mengaku 4 bulan yang lalu sering mengalami nyeri yang sama, dan nyeri hialang setelah diberikan obat penghilang rasa nyeri dari dokter.
Nyeri dirasakan bertambah berat dalam 2 hari ini dan tidak menghilang dengan obat yang biasa dimakan
DO :
Kondisi umum= gelisah dan tampak meringis namun nyeri nonkolik
Skala nyeri 7
Palpasi abdomen: nyeri tekan kuadaran kanan atas (+),
Perkusi abdomen: timpani pada abdomen dan nyeri ketok CVA dexter (+)
Iskemi seluler
Nyeri Akut
2.
DS :
Ny. F mengeluh air kencing keruh dan 0liguri (+) dg jumlah sekitar 400ml/24 jam.
Ny. F mengeluh mual dan muntah sekitar 4-5 kali sejak 1 hari yang lalu
DO :
USG menunjukkan hidronefrosis dextra.
BNO-PIV : tampak bayangan radio opak Lumbal III dektra,
Terdapat hidronefrosis ren dektra grade II
Creatinin =2,5 mg/dl
Suhu : 38,7 C
HR= 102x/mnt
RR= 28x/mnt
Kulit klien terlihat kering, turgor kulit dan idah jelek
Pasien tampak lemah
Abdomen: inspeksi=flatuensi (+)
Auskultasi : bising usus menurun.
Obstruksi
Kekurangan volume cairan
3.
DS :
Ny. F mengeluh demam
DO :
Suhu= 38,70C
Leukosit = 15.000/mm3
HR= 102x/mnt
RR= 28x/mnt
Kulit terba hangat
Kulit pasien terlihat memerah
Infeksi
Hipertermi
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nyeri berhubungan dengan iskemi ditandai dengan Ny. F mengeluhan nyeri pinggang kanan. Nyeri hilang timbul dan menjalar ke perut. Ny. F mengaku 4 bulan yang lalu sering mengalami nyeri yang sama, dan nyeri hialang setelah diberikan obat penghilang rasa nyeri dari dokter. Nyeri dirasakan bertambah berat dalam 2 hari ini dan tidak menghilang dengan obat yang biasa dimakan. Kondisi umum= gelisah dan tampak meringis namun nyeri nonkolik.. Palpasi abdomen: nyeri tekan kuadaran kanan atas (+), Perkusi abdomen: timpani pada abdomen dan nyeri ketok CVA dexter (+)
Hipertermi berhubungan dengan infeksi ditandai dengan Ny. F mengeluh demam, Suhu= 38,70C, Leukosit = 15.000/mm3,
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan obstruksi ditandai dengan Ny. F mengeluh mual dan muntah sekitar 4-5 kali sejak 1 hari yang lalu. Abdomen: inspeksi=flatuensi (+). Auskultasi : bising usus menurun.Ny. F mengeluh air kencing keruh dan 0liguri (+) dg jumlah sekitar 400ml/24 jam. USG menunjukkan hidronefrosis dextra. BNO-PIV : tampak bayangan radio opak Lumbal III dektra, Terdapat hidronefrosis ren dektra grade II, RR 28 x /i HR 102x/i suhu 38,7 C
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No
Diagnosa
Tujuan
Interfensi
Rasional
1.
Nyeri berhubungan dengan iskemi ditandai dengan Ny. F mengeluhan nyeri pinggang kanan. Nyeri hilang timbul dan menjalar ke perut. Ny. F mengaku 4 bulan yang lalu sering mengalami nyeri yang sama, dan nyeri hialang setelah diberikan obat penghilang rasa nyeri dari dokter. Nyeri dirasakan bertambah berat dalam 2 hari ini dan tidak menghilang dengan obat yang biasa dimakan. Kondisi umum= gelisah dan tampak meringis namun nyeri nonkolik.. Palpasi abdomen: nyeri tekan kuadaran kanan atas (+), Perkusi abdomen: timpani pada abdomen dan nyeri ketok CVA dexter (+)
Setelah dilakukan tindakan selama 3 x 24 jam maka nyeri hilang,
KH: pasien bebas nyeri, pasien tampak rileks
Catat lokasi, lamanya/intensitas nyeri (skala 1-10) dan penyebarannya. Perhatiakn tanda non verbal seperti: peningkatan TD dan DN, gelisah, meringis, merintih, menggelepar.
Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan kepada staf perawatan setiap perubahan karakteristik nyeri yang terjadi.
Lakukan tindakan yang mendukung kenyamanan (seperti masase ringan/kompres hangat pada punggung, lingkungan yang tenang)
Bantu/dorong pernapasan dalam, bimbingan imajinasi dan aktivitas terapeutik.
Batu/dorong peningkatan aktivitas (ambulasi aktif) sesuai indikasi disertai asupan cairan sedikitnya 3-4 liter perhari dalam batas toleransi jantung.
Perhatikan peningkatan/menetapnya keluhan nyeri abdomen.
Kolaborasi pemberian obat sesuai program terapi:
Analgetik
Antispasmodik
Kortikosteroid
Pertahankan patensi kateter urine bila diperlukan.
Membantu evaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan batu. Nyeri panggul sering menyebar ke punggung, lipat paha, genitalia sehubungan dengan proksimitas pleksus saraf dan pembuluh darah yang menyuplai area lain. Nyeri tiba-tiba dan hebat dapat menimbulkan gelisah, takut/cemas.
Melaporkan nyeri secara dini memberikan kesempatan pemberian analgesi pada waktu yang tepat dan membantu meningkatkan kemampuan koping klien dalam menurunkan ansietas.
Meningkatkan relaksasi dan menurunkan ketegangan otot.
Mengalihkan perhatian dan membantu relaksasi otot.
Aktivitas fisik dan hidrasi yang adekuat meningkatkan lewatnya batu, mencegah stasis urine dan mencegah pembentukan batu selanjutnya.
Obstruksi lengkap ureter dapat menyebabkan perforasi dan ekstravasasiurine ke dalam area perrenal, hal ini merupakan kedaruratan bedah akut.
Analgetik (gol. narkotik) biasanya diberikan selama episode akut untuk menurunkan kolik ureter dan meningkatkan relaksasi otot/mental.
Menurunkan refleks spasme, dapat menurunkan kolik dan nyeri.
Mungkin digunakan untuk menurunkan edema jaringan untuk membantu gerakan batu.
Mencegah stasis/retensi urine, menurunkan risiko peningkatan tekanan ginjal dan infeksi
2.
Hipertermi berhubungan dengan infeksi ditandai dengan Ny. F mengeluh demam, Suhu= 38,70C, Leukosit = 15.000/mm3,
Setelah dilakukan tindakan selama 3 x 24 jam maka tidak terjadi hipertermi
KH: suhu tubuh noernal, pasien tidak mengeluh demam, leukosit normal
Pantau suhu
Pantau suhu lingkung
Memberi kompres hangat pada aksila atau dahi
Beri minum sedikit tapi sering
Anjurkan ibu untuk memakai pakaian tipis dan dapat meneyrap keringat
Lakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antipiretik
Tanda vital dapat menandakan adanya perubahan di dalam tubuh.
Suhu ruangan dan jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal
dahi dan aksila merupakan jaringan tipius dan tedapat pembuluh darah sehingga v sodilatasi pembuluharah lebih cepat sehingga pergerakan molekul cepat
untuk menggantikan cairan yang hilang selama proses evaporasi
pakaian yang tipis dapt membantu mempercepat proses evaporasi
Mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus
3.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan obstruksi ditandai dengan Ny. F mengeluh mual dan muntah sekitar 4-5 kali sejak 1 hari yang lalu. Abdomen: inspeksi=flatuensi (+). Auskultasi : bising usus menurun.Ny. F mengeluh air kencing keruh dan 0liguri (+) dg jumlah sekitar 400ml/24 jam. USG menunjukkan hidronefrosis dextra. BNO-PIV : tampak bayangan radio opak Lumbal III dektra, Terdapat hidronefrosis ren dektra grade II, RR 28 x /i HR 102x/i suhu 38,7 C
Setelah dilakukan tindakan selama 3 x 24 jam maka volume cairan tidak kurang
KH: turgor kulit baik, tidak mual muntah,
Awasi asupan dan haluaran
Catat insiden dan karakteristik muntah, diare.
Tingkatkan asupan cairan 3-4 liter/hari.
Awasi tanda vital.
Timbang berat badan setiap hari.
Kolaborasi pemeriksaan HB/Ht dan elektrolit.
Berikan cairan infus sesuai program terapi.
Kolaborasi pemberian diet sesuai keadaan klien.
Berikan obat sesuai program terapi (antiemetik misalnya Proklorperasin/ Campazin).
Mengevaluasi adanya stasis urine/kerusakan ginjal.
Mual/muntah dan diare secara umum berhubungan dengan kolik ginjal karena saraf ganglion seliaka menghubungkan kedua ginjal dengan lambung.
Mempertahankan keseimbangan cairan untuk homeostasis, juga dimaksudkan sebagai upaya membilas batu keluar.
Indikator hiddrasi/volume sirkulasi dan kebutuhan intervensi.
Peningkatan BB yang cepat mungkin berhubungan dengan retensi.
Mengkaji hidrasi dan efektiviatas intervensi.
Mempertahankan volume sirkulasi (bila asupan per oral tidak cukup)
Makanan mudah cerna menurunkan aktivitas saluran cerna, mengurangi iritasi dan membantu mempertahankan cairan dan keseimbangan nutrisi.
Antiemetik mungkin diperlukan untuk menurunkan mual/muntah.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elisabeth. J. 2000. Buku Saku Patofisiologi/Elisabeth. J. Cowin. EGC: Jakarta.
Carpenito, L.J. (2009). Diagnosis Keperawatan:aplikasi pada praktik klinis. Edisi ke Sembilan. Jakarta :EGC.
Corwin, E.J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa: Nike, B. Editor edisi bahasa indonesia: Yuda, E.K, et All.Edisi 3 Jakarta. EGC: Jakarta.
Doengoes, E. M. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi Kedua. Jakarta: EGC.
Doenges, Marilynn. E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. EGC: Jakarta.
Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius: Jakarta.
Mary Baradero. (2008). Klien Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC
Nursalam. 2006. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem perkemihan. Salemba Medika: Jakarta.
Smeltzer, Suzanne. C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. EGC: Jakarta.
Soeparman. (2000). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ketiga. Jakarta: Salemba Medika.