A. PENG PENGER ERTI TIAN AN Menurut WHO, ASI Eksklusif adalah air susu ibu yang diberikan pada enam bulan pertama bayi baru lahir tanpa adanya makanan pendamping lain. (www.tabloid-nakita.com, 2005) Menurut survey 15 % bayi di seluruh dunia diberi ASI tercantum dalam dalam laporan tahun 2000 WHO, eksklusif selama selama 4 bulan dan seringkali pemberian makanan pendamping ASI 1,5 juta anak tidak tidak sesuai sesuai dan tidak tidak aman sehing sehingga ga menyeb menyebabka abkan n
mening meninggal gal karena karena pember pemberian ian
makanan yang tidak benar. Pada tahun tahun 2000, 2000, survei survei kesehat kesehatan an demogr demografi afi WHO menemu menemukan kan bahwa bahwa pember pemberian ian ASI eksklusif selama 4 bulan pertama sangat rendah terutama di Afrika Tengah dan utara, Asia dan Amerika Latin. Oleh karena itu, WHO menganjurkan menganjurkan agar bayi diberikan diberikan ASI eksklusif eksklusif selama 6 bulan pertama sebab terbukti bahwa menyusu eksklusif selama 6 bulan menurunkan angka kematian dan kesakitan pada umumnya dibandingkan menyusu selama 4 bulan.
B. MANFAA MANFAAT T ASI ASI EKSKLU EKSKLUSIF SIF Ditinjau dari aspek gizi: 1. Kandu Kandung ngan an gizi gizi leng lengkap kap
3. Mengembangkan dasar kepercayaan (Basic sence of trust).
Ditinjau dari aspek KB: 1. Menunda kembalinya kesuburan. 2. Menjarangkan kehamilan.
Bagi ibu: 1. Mengurangi insidens kanker leher rahim dan kanker payudara. 2. Mengurangi insidens HPV (Human Papilo Virus). 3. Mempercepat involusi uterus.
Bagi keluarga: 1. Aspek Ekonomi: hemat karena tidak membeli susu formula dan bayi jarang sakit sehingga
C. KERUGIAN TIDAK DIBERIKAN ASI EKSKLUSIF Berdasarkan hasil penelitian Ridwan Amirudin 2007, anak yang tidak diberi ASI ekslusif lebih cepat terserang penyakit kronis seperti kanker, jantung, hipertensi, dan diabetes setelah dewasa, kemungkinan anak menderita kekurangan gizi dan obesitas (Amiruddin, 2007). Bayi yang diberi susu selain ASI, mempunyai 17 kali lebih besar mengalami diare, dan 3 sampai 4 kali lebih besar kemungkinan terkena infeksi saluran pernafasan (ISPA) salah satu faktor adalah karena buruknya pemberian ASI (Dep.Kes,RI, 2005). Pada penelitian yang diadakan di tahun 2000 terbukti bahwa bayi-bayi yang tidak diberikan ASI Eksklusif selama 13 minggu pertama dalam kehidupannya memiliki tingkat infeksi pernafasan dan infeksi saluran cerna yang lebih tinggi dibandingkan dengan bayi-bayi lain yang diberikan ASI. Menurunnya tingkat infeksi saluran cerna ini tetap bertahan bahkan sesudah selesai masa pemberian ASI dan berlanjut hingga tahun-tahun pertama dalam kehidupan anak. Selain itu, bayi-bayi yang tidak diberikan ASI mudah terkena penyakit penyakit lain yang berhubungan dengan kekebalan tubuh.(www.melanicyber.com)
menimbulkan metastasis. Ibu dengan psikosis, dengan pertimbangan kesadaran ibu sulit diperkirakan sehingga dapat membahayakan bayi. Ibu dengan infeksi virus. Ibu dengan TBC atau lepra. 2. Faktor Bayi Bayi dalam keadaan kejang-kejang yang dapat menimbulkan bahaya aspirasi ASI. Bayi yang menderita sakit berat dengan pertimbangan dokter anak tidak dibenarkan untuk mendapatkan ASI. Bayi dengan berat badan lahir rendah, karena refleks menelannya sulit sehingga bahaya aspirsi mengancam. Bayi dengan cacat bawaan yang tidak mungkin menelan (labiokisis, palatoknakisis, labioknatopalatokisis). Bayi yang tidak menerima ASI, penyakit metabolisme seperti alergi ASI. Pada kasus tersebut di atas untuk memberikan ASI sebaiknya dipertimbangkan dengan dokter anak. 3. Patologis Payudara Pada rawat gabung dapat diharapkan bahwa kemungkinan stagnasi ASI yang dapat menimbulkan infeksi dan abses dapat dihindari. Sekalipun demikian masih ada keadaan patologis payudara yang memerlukan konsultasi dokter sehingga tidak merugikan ibu dan bayinya. Keadaan patologis yang memerlukan konsultasi adalah:
Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002–2003 hanya 8 % bayi Indonesia yang mendapat ASI ekslusif 6 bulan dan 4% yang mendapat ASI dalam satu jam kelahirannya (Amori, 2007). Menteri negara pemberdaya perempuan pada Peringatan Pekan ASI Sedunia 2007, mengatakan meskipun usaha meningkatkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) sangat gencar dilakukan, tapi kesadaran
masyarakat untuk
pemberian
ASI
di Indonesia
masih
memprihatinkan, berdasarkan data yang ada pada tahun 2002–2003 bayi dibawah usia 4 bulan yang diberikan ASI ekslusif hanya 55 % sementara itu pemberian ASI ekslusif pada bayi usia 2 bulan hanya 64%, pada bayi berumur 2-3 bulan hanya 46 % dan pada bayi berumur 4-5 bulan haya 14 %. Dan berdasarkan hasil penelitian Ridwan Amirudin 2007, proporsi pemberian ASI Ekslusif pada bayi kelompok usia 0 bulan sebesar 73,1 %, usia 1 bulan sebesr 55,5 %, usia 2 bulan sebesar 43 %, usia 3 bulan sebesar 36%, dan usia 4 bulan 16,7% (Amiruddin, 2007). Berdasarkan hasil perhitungan data SUSENAS pada tahun 2006 di Propinsi Lampung bayi usia 0-4 bulan yang tidak memberikan ASI secara eksklusif sebesar 44,52 % (Profil Lampung, 2006). Di Kota Metro yang tidak memberikan ASI secara ekslusif pada tahun 2007 sebanyak 52,88%, sedangkan dipuskesmas Iringmulyo ibu-ibu yang tidak memberikan ASI secara ekslusif sebanyak 57,93% (Dinkes Kota Metro, 2 007).
serta
kelangsungan
akan lebih
baik
pada ibu yang berpendidikan
rendah.
Hal
ini karena ibu yang berpendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan yang luas serta kemampuan untuk menerima informasi lebih tinggi. Faktor lain yang berpengaruh terhadap pemberian ASI adalah sikap ibu terhadap lingkungan sosialnya dan kebudayaan dan dilihat faktor intern dari ibu seperti terjadinya bendungan ASI, luka-luka pada puting susu, kelainan pada puting susu dan adanya penyakit tertentu seperti tuberkolose, malaria. (Arifin, 2004). Berkurangnya jumlah ibu yang menyusui bayinya dimulai di kota-kota, terutama pada warga yang berpenghasilan cukup yang kemudian menjalar ke daerah pinggiran kota, penelitian para ahli mengapa jumlah ibu yang menyusui bayinya cenderung menurun, semakin banyak ibu bekerja,adanya anggapan menyusui adalah lambang keterbelakangan budaya dan alasan estetika (M, Sjahnien. 2008). Dan berdasarkan hasil penelitian Ridwan Amirudin 2007 dengan bertambahnya usia bayi tejadi penurunan pola pemberian ASI sebesar 1,3 kali / 77,2 %. Hal ini memberikan adanya hubungan antara pemberian ASI dengan sosial ekonomi ibu dimana ibu yang mempunyai sosial yang rendah mempunyai peluang 4,6 kali untuk memberikan ASI dibanding ibu dengan sosial yang tinggi bertambahnya pendapatan keluarga atau status sosial ekonomi yang tinggi serta lapangan pekerjaan bagi perempuan, berhubungan dengan cepatnya pemberian susu botol artinya mengurangi kemungkinan untuk
6. Ibu hamil lagi padahal masih menyusui 7. Ibu bekerja
G. Upaya pemerintah menggalakkan ASI Ekslusif Pemerintah terus menggalakkan program pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif. Tujuannya, agar bayi-bayi di Indonesia tumbuh sehat dan memiliki kekebalan tubuh yang lebih dari bayi-bayi yang mengonsumsi susu formula. Sebagai bentuk keseriusan pemerintah untuk meningkatkan angka ibu menyusui dan bayi yang mendapatkan ASI, diterbitkanlah PP 33/2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif. Meski PP ini mendapat sambutan yang cukup baik, Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) menilai beberapa pasal dalam PP ini sangat rancu dan multitafsir. AIMI mencatat, ada dua pasal krusial yang dianggap perlu diperjelas sehingga tidak disalahartikan. Berikut pasal-pasal yang dikritisi AIMI seperti yang dimuat melalui siaran pers yang diterima merdeka.com, Kamis (5/4): -
Pasal 6 yang berbunyi: Setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI eksklusif
"Hal ini dapat menimbulkan konflik kepentingan di kalangan-kalangan tersebut yang seharusnya melindungi ibu dan anak dari eksploitasi kepentingan pasar," tambahnya.
Di lain hal, UNICEF memuji langkah yang diambil oleh pemerintah untuk meningkatkan angka menyusui, termasuk peraturan kesehatan baru yang melarang promosi pengganti ASI di fasilitas kesehatan, dan telah hak perempuan untuk menyusui yang telah di dukung oleh peraturan pemerintah. Hukum ini akan memungkinkan negara ini menciptakan lingkungan yang memberdayakan perempuan untuk menyusui secara eksklusif selama enam bulan pertama dan terus menyusui selama dua tahun atau lebih. H. Health Bealif Model (HBM) Konsep utama dari HBM ini adalah bahwa prilaku sehat ditentukan oleh kepercayaan individu atau persepsi tentang penyakit dan sarana yang tersedia untuk menghindari terjadinya suatu penyakit. Ada empat persepsi utama yang mengembangkan teori HBM, setiap persepsi baik sendiri-sendiri atau bergabung dapat digunakan dalam menjelaskan prilaku sehat. Dalam perkembanganya pemebentukan lain ditambahkan ke dalam HBM, sehingga model HBM diperlukan meliputi Modifiying factor, cause to action, dan self efficacy.
Kemudahan menderita penyakit adalah salah satu dari persepsi yang digunakan dalam mendukung seseorang dalam menerima perilaku sehat. Semakin besar penerimaan terhadap resiko, semakin besar kemungkinan terciptanya perilaku yang dapat menurunkan resiko. Contohnya, laki-laki yang berhubungan dengan laki-laki melakukan vaksin hepatitis B menggunakan kondom dalam upaya menurunkan kemungtkinan infeksi HIV. Selain itu kemudahan menderita penyakit ini memotivasi orang untuk divaksin influenza, menggunakan sun screen untuk menjaga kanker kulit, dan menggunakan sabuk keselamatan untuk mencegah kematian dan cedera akibat kecelakaan lalu lintas. Ketika seseorang percaya bahwa mereka berisiko terhadap nsebuah penyakit, mereka lebih sering melakukan sesuatu untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut. Namun, sebaliknya ketika seseorang percaya bahwa mereka tidak beresiko maka perilaku tidak sehat cenderung untuk dihasilkan. Persepsi dari peningkatan succeptibility atau resiko dihubungkan dengan perilaku sehat dan penurunan resiko pada perilaku tidak sehat. c. Keuntungan yang didapat Yang membentuk persepsi terhadap keuntungan yang akan diperoleh adalah opini individu itu sendiri terhadap kegunaan atau kemampuan perilaku baru dalam menurunkan
e. Modyfying factor Empat persepsi pembentuk utama teori HBM yaitu a ncaman, keseriusan, ketidakkebalan, dan pertimbangan keuntungan dan kerugian dipengaruhi oleh variabel-variabel yang dikenal dengan modyfing variabel. Variabel tersebut antara lain: (a) variabel demografi (usia, jenis kelamin, latar belakang budaya), (b) variabel psikologis (kepribadian, kelas sosial, tekanan sosial), dan (c) variabel struktural (pengetahuan dan pengalaman tentang masalah). Orangtua bila dibandingkan dengan reemaja akan melihat secara berbeda tentang resiko dari kanker dan masalah jantung. f.
Cause to action Tambahan dari empat kepercayaan atau persepsi dan variabel modifikasi, HBM menyatakan bahwa timbulnya perilaku memerlukan adanya pemicu. Pemicu timbulnya perilaku adalah kejadian, orang, atau barang yang membuat seseorang merubah perilaku mereka. contohnya anggota keluarga yang mengalami suatu penyakit, laporan media massa, kampanye media massa, saran dari orang lain,l poster-poster dan label peringatan yang ada pada sebuah produk.
g. Self efficacy
Kerangka Teori
BAB III A. KERANGKA KONSEP
Karakteistik ibu menyusui: usia, pengetahuan, pendidikan, pekerjaan, ekonomi, budaya
Hambatan Jenis pekerjaan, ASI kurang, tidak tersedianya tempat penitipan anak di tempat kerja, Ibu kurang
memahami tata laksana laktasi yang benar, Bayi diberi susu formula sebelum disusui ASI, Bayi terlanjur mendapatkan
Derajat Persepsi
terhadap keseriusan dampak dan
Ancaman terjadi
Kemudahan menderita penyakit/ kerentanan
Cause to action : Edukasi, media masa, kebijakan pemerintah, , laporan media massa,
kampanye media massa, saran dari orang lain,l poster-poster dan label peringatan yang ada pada sebuah
prelakteal
feeding
(pemberian
air
gula/dekstrosa, susu formula pada hari-hari pertama kelahiran), Kelainan ibu: puting ibu lecet, puting ibu luka, payudara bengkak, engorgement, mastitis dan abses, kelainan bayi: bayi sakit, abnormalitas bayi. , Ibu hamil lagi padahal masih menyusui
B. http://www.unicef.org/indonesia/id/reallives_19398.html http://www.idai.or.id/asi/artikel.asp?q=201057102916 . Buku Bedah ASI IDAI oleh I G. Ayu Nyoman PartiwI dan Jeanne Purnawati.