Pesona Bilingualisme Bilingualisme (Refleksi Hari Sumpah Pemuda dan Ikrar Bahasa 28 Oktober)
Oleh irduna Tripa W irduna
Bilingualisme merupakan suatu istilah yang berasal dari bahasa Inggris, yaitu bilingualism. Bilingualisme dalam bahasa Indonesia lebih familiar dikenal dengan istilah kedwibahasaan. Kedwibahasaan merupakan suatu istilah yang digunakan dalam ilmu kebahasaan bagi yang menguasi dua buah bahasa. Penguasaan dua buah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis, itulah yang dimaksud kedwibahasaan. Sementara orang yang mampu menguasai dua buah bahasa sekaligus itu dinamakan dengan istilah dwibahasawan. Jadi, bagi orang yang mampu berkomunikasi dalam dua buah bahasa sekaligus maka ia berhak menyandang sebagai dwibahasawan. Berbicara tentang persoalan bilingualisme, kita pasti tidak dapat melupakan pada sosok Leonard Bloomfield, ia adalah seorang pakar bahasa yang cukup terkenal. Pemikirannya terhadap perkembangan ilmu kebahasaan tercium begitu cepat ke seantero penjuru dunia. Terkait bilingualisme, Bloomfield melihat bahwa dalam menjalani kehidupan sehari-hari, lingkungan merupakan suatu hal yang sangat sakrar dalam kehidupan manusia. Dapat dikatankan bahwa lingkungan adalah atmosfer yang terpenting bagi keberlangsungan hidup manusia. Di antara beragam aspek sosial, salah satu yang terpenting adalah aspek kebahasaan. Di sini bahasa menduduki garda terdepan dalam kehidupan manusia. Betapa tidak, keberadaan bahasa dalam kehidupan manusia merupakan kunci setiap aktivitas yang telah, sedang atau akan dilakukan oleh manusia. Mungkin tidak dapat dibayangkan seandainya bahasa tidak hadir dalam kehidupan kita. Betapa repot dalam menjalin interaksi. Merujuk pada kaitan pengasaan bahasa, setidaknya ada dua pertanyaan yang perlu dijawab bersama. Pertama, apakah Anda adalah seseorang yang dapat dikategorikan sebagai orang yang telah telah mampu menguasai menguasai bahasa dengan baik? Kedua, apakah Anda hanya menggunakan memori kebahasaan terbatas pada satu bahasa saja? Dua pertanyaan ini akan jawabannya ja wabannya ada pada diri sendiri. Berkaitan dengan pemerolehan bahasa, Naom Chomsky, salah seorang tokoh ilmuan bahasa terkemuka penganut pandangan nativisme mengemukakan bahwa pada setiap manusia yang dilahirkan ke permukaan bumi ini telah dibekali alat pemerolehan bahasa. Dan sebagian dari memori tersebut terdapat sebuah memori
yang beroperasi sebagai penampung kompetensi bahasa, alat tersebut adalah Language Acquisition Device ( L AD). Alat tersebut merupakan pemberian biologis yang sudah terprogramkan pada setiap orang yang berfungsi untuk menyerap berbagai butir-butir dalam suatu tata bahasa. LAD dianggap sebagai bagian fisiologis dari otak manusia yang fungsinya hanya untuk memproses bahasa saja dan tidak punya kaitan dengan kemampuan kognitif lainnya. Beranjak dari pandangan Chomsky tersebut, dapat dicermati bahwa setiap manusia mendapatkan program softwere yang sama. Mungkin dengan kata lain, setiap orang mendapatkan perlakuan yang sama dari sang penciptanya. Ketika seorang anak lahir ke dunia ia hadir dalam kondisi tabularasa. Artinya ia masih bersih dan kosong. Seiring dengan bertambahnya usia, seorang anak pun lambat laun tumbuh berkembang baik biologis maupun psikisnya. Dengan demikian, sifat tabularasa yang dimiliki oleh seorang anak pun secara evolusi akan mengalami perkembagan. Pada masa terbutlah seorang anak meng-input berbagai informasi yang didengar, dirasa, dan, dilihatnya. proses pemerolehan bahasa Salah satu contoh yang dapat kita amati bersama, bila ada anak yang dilahirkan dari keluarga orang Aceh, kemudian ayah dan ibunya tersebut sejak kecil berkomunikasi dengan anaknya dalam bahasa Aceh, maka secara otomatis anak tersebut akan menguasai bahasa Aceh. Dengan demikian bahasa pertama anak itu adalah bahasa Aceh. Dalam kasus lain, ada seorang anak yang dilahirkan dan dibesarkan di lingkungan orang Aceh, tetapi orang tuanya sejak kecil berkomunikasi dengan anaknya dengan menggunkan bahasa Indonesia. Maka bahasa pertama anak tersebut adalah bahasa Indoneisa, meski pada usia remaja ia dapat menggunakan bahasa Aceh dalam berkomunikasi.
Mungkin selama ini sebuah kecemasan besar dari pakar dan pemerhati bahasa akan punahnya bahasa Aceh. Hal ini mungkin karena orang tua menyuguhkan bahasa pertama pada anaknya dengan bahasa Indonesia. Sehingga, muncul asumsi para permerhati bahasa akan punahnya bahasa Aceh secara perlahan. Sebab, anak-anak Aceh tidak dapat berkomunikasi lagi dalam bahasa Aceh. Dalam hal ini, saya tidak melihat bahwa ini merupakan suatu masalah yang miris terhadap punahnya bahasa Aceh. Biarkan orang tua memilih bahasa mana yang menjadi bahasa pertama disuguhkan kepada anaknya. Karena dengan demikian pada usia remaja setidaknya seorang anak telah dapat menguasai dua buah bahasa, bahasa pertama bahasa Indoneisa ²bagi orang tua yang memilih bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama-dan bahasa kedua bahasa Aceh atau sebaliknya.
manfaat bilingualisme Dapat menguasai dua buah bahasa atau lebih, selain dapat membuat seseorang mudah dalam berkomunikasi global, juga berdampak terhadap perlindungan LAD. Teori terbaru Bialiystok menunjukan bahwa orang yang mampu menguasai dua buah bahasa atau lebih, maka orang tersebut akan terhindar dari penyakit lupa alias pikun. Sebab, penggunaan otak yang maksiamal dapat mengatur sistem kerja pada otak dengan baik. Dengan demikian secara otomatis dapat merawat sel-sel saraf yang berfungsi sebagai daya ingat bagi manusia.
Oleh karena itu, pergunakanlah LAD yang telah diberikan kepada kita dengan maksimal. Sangat disanyangkan bila kita tidak memanfaatkan kelebihan yang telah dianugerahi tuhan, sementara kita hanya menggunakan memori tersebut hanya untuk penguasaan satu bahasa saja. Hanya melulu bahasa Aceh atau hanya melulu bahasa daerah saja. Menjadi seorang bilingualisme bukanlah seuatu hal yang sangat sulit, tetapi juga tidak begitu mudah. Dalam teori bahasa, ada dua macam cara seseorang meng-input bahasa. Pertama, dengan pemerohelan, kedua dengan pembelajaran. Pemerolehan merupakan penyerapan bahasa yang dilalui oleh sesorang melalui proses alamiah. Seseorang memperolah bahasa secara informal. Sementara pembelajaran bahasa dilakukan secara formal, misalnya belajar bahasa Inggris di sekolah atau privat. Jika ada pertanyaan, lebih mudah yang manakah, pemerolehan atau pembelajaran? Sebenarnya dua-duanya mudah, hanya saja tergantung pada intensitas seseorang dalam dalam menekuninya. Mungkin ada yang mengambil kesimpulan bahwa lebih gampang meng-input bahasa melalui proses pemerolehan dari pada pembelajaran, karena sebuah contoh kasus yang sudah sangat familiar, banyak orang yang belajar bahasa mulai dari SD sampai Perguruan Tinggi juga belum dapat menguasai bahasa tersebut. Hal ini sebagai mana terjadi pada pembelajaran bahasa Inggris. Umumnya orang Aceh tidak dapat menguasi bahasa Inggirs, meskipun ia telah menghabiskan waktu selama lebih dari sepuluh tahun semenjak Sekolah Dasar bahkan sampai ke Perguan Tinggi sekali pun, mungkin dalam hal ini Anda juga korban salah satunya. Ketidakberhasilan dalam menguasi bahasa Inggirs yang dialami oleh masyarakat Aceh dan umumnya Indonesia ´mungkinµ, salah satunya dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Sebab, orang Aceh biasanya belajar bahasa Inggirs hanya terpaku pada kaidah-kaidahnya saja, itu pun hanya berlangsung di ruang kelas saja. Dan pun jika
ada seorang yang ingin belajar berkomunikasi di ruang kelas merasa minder, takut salah dan sebagainya. Faktor lain adalah tidak didukungnya oleh lingkungan ketika berada diluar ruang kelas. Jadi bahasa Inggris hanya menjadi santapan luwih di ruang kelas atau sekedar doa gubai yang dihafal setiap saat. Penulis adalah mahasiswa Program Pascasarjana Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Pengurus Ikatan Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia se-Indonesia (Imabsii).
Curiculum Vitae Nama TTL Alamat
: Wirduna Tripa : Drien Tujoh, Tripa, Nagan Raya, 29 Oktober 1988 : Jl. Laksamana Malahayati, KM 6. Kompleks Cadek Permai Kec. Baitussalam, Aceh Besar, Aceh.
Aktivitas
:1. Mahasiswa Program Pascasarjana Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unsyiah. 2. Staf Pengajar di Universitas Syiah Kuala, Aceh. 3. Wartawan Media Nasional ´Jarrak Posµ 4. Reporter Tabloid ´the CHIEKµ
Organisasi
:1. Ketua Umum Ikatan Mahasiswa dan Pemuda Nagan Raya (Ipelmasra), Banda Aceh (2010/1012) 2. Kabid. Infokom Ikatan Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia se-Indonesia (Imabsii), (2010/2012)
Agama Hobi No Mobile E-mail Web/blog
: Islam : Membaca dan Menulis : 085277833707 :
[email protected] : http//:wirduna.blogspot.com
Phone