BAB I
I.1 PENDAHULUAN
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1, 5 m 2 dengan berat kira- kira 15% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh. Warna kulit berbeda- beda, dari kulit yang berwarna terang ( fair skin), skin), pirang dan hitam, warna merah muda pada telapak kaki dan tangan bayi, serta warna hitam kecoklatan pada genitalia orang dewasa. Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya. Kulit yang tipis dan longgar terdapat pada palpebra, bibir dan preputium, kulit yang tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan tangan dewasa. Kulit yang tipis terdapat pada muka, yang lembut pada leher dan badan, dan yang berambut kasar terdapat pada kepala. Kulit dapat dengan mudah dilihat dan diraba, hidup, dan menjamin kelangsungan hidup. Kulit punmenyokong penampilan dan kepribadian seseorang. Dengan demikian kulit pada manusia mempunyai peranan yang sangat penting, selain se lain fungsi utama uta ma yang menjamin kelangsungan hidup juga mempunyai arti lain yaitu estetik, ras, indikator sistemik, dan sarana komunikasi non verbal antara individu satu denga yang lain. I.2 LATAR BELAKANG
Saat ini banyak factor yang memicu timbulnya kelainan kelainan pada kulit, diantaranya kesulitan ekonomi, higenis dan imunitas tubuh. Untuk bisa mempelajari kelainan-kelainan yang ada pada kulit, baik kita mempelajari dahulu tentang anatomi fisiologi dan pemeriksaan penunjang apa saja pada kulit untuk menjadi dasar dan acuan kita untuk pembelajaran pada stase kulit. I.3 TUJUAN
Mengetahuin anatomi fisiologi dan pemeriksaan penunjang pada kulit. 1
BAB II II.1 ANATOMI KULIT SECARA HISTOPATOLOGIK
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu1 : 1. Lapisan epidermis atau kutikel 2. Lapisan dermis ( korium, kutis vera, true skin ) 3. Lapisan subkutis ( hipodermis) Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak.
2
1. Lapisan epidermis
Terdiri atas : stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum dan stratum basale.
Stratum korneum, (lapisan korneum, (lapisan tanduk ) adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapis sel- sel gepeng yang mati, tidak berinti dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin ( zat tanduk ).
Stratum lusidum, terdapat langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel- sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki.
Stratum granulosum, (lapisan keratohialin) merupakan 2 atau 3 lapis sel- sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir butir kasar ini terdiri atas keratohialin. Mukosa biasanya tidak mempunyai lapisan ini. Stratum garnulosum juga tampak jelas di telapak tangan dan telapak kaki. 3
Stratum spinosum, (stratum Malphigi ) atau disebut pula prickle cell layer (lapisan akanta ) terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda- beda karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, dan inti terletak di tengah- tengah. Selsel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya. Di natara sel- sel stratum spinosum terdapat jembatan- jembatan antar sel ( intercelluler bridges ) yang terdiri atas protoplasma dan tonofibril atau keratin. Perlekatan antar jembatan- jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel- sel spinosum terdapat pula sel Langerhans. Sel- sel stratum spinosum mengandung banyak glikogen.
Stratum basale terdiri atas sel- sel berbentuk kubus ( kolumnar ) yang tersusun vertikal pada perbatasan dermo- epidermal berbaris seperti pagar (palisade). Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel- sel basal ini mengadakan mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu : a.
Sel- sel berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan yang lain oleh jembatan antar sel.
b.
Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell merupakan sel- sel berwarna muda, dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen (melanosomes).
Fungsi epidermis : Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans).
4
Melanosit Warna rambut disebabkan oleh aktivitas melanosit yang terdapat antara papilla dan sel-sel epitel akar rambut. Sel epitel akar rambut menghasilkan pigmen yang terdapat
dalam
sel-sel
medulla
dan
korteks
batang
rambut.
Melanosit
menghasilkan dan memindahkan melanin ke sel-sel epitel.
Sel Langerhans Sel berbentuk bintang ini terutama ditemukan di stratum spinosum epidermis dan mewakili 2-8% sel-sel epidermis. Sel langerhans merupakan makrofag turunan sumsum tulang yang mampu mengikat, mengolah, memresentasikan antigen kepada limfosit T dan sel Sel Langerhans berperan pada perangsangan sel limfosit T. Akibatnya sel Langerhans mempunyai peran yang berarti dalam reaksi imunologi kulit.
Sel Markel Sel Markel biasanya terdapat dalam kulit tebal telapak tangan dan kaki yang agak menyerupai sel epitel epidermis tetapi memiliki granula padat kecil di dalam sitoplasmanua. Sel ini dapat berfungsi sebagai mekanoreseptor sensoris meskipun ada bukti lain yang mengatakan bahwa sel ini juga memiliki fungsi yang berhubungan dengan system neuroendokrin difus.
Aktivitas Imunologi Dalam Kulit Karena ukurannya yang besar, kulit memiliki jumlah limfosit dan sel penyajiantigen (Sel Langerhans) yang sangat besar dan karena lokasinya, kulit berkontak langsung dengan banyak molekul antigen. Itulah sebabnya epidermis mempunyai peran penting untuk beberapa jenis respons imun. Kebanyakn limfosit yang ditemukan di kulit menetap di dalam epidermis.
5
2. Lapisan dermis
Adalah lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padat dengan elemen- elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yakni1 : a. Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah. b. Pars retikulare, yaitu bagian di bawahnya yang menonjol ke arah subkutan, bagian ini terdiri atas serabut- serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin dan retikulin. Dasar ( matriks) lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat, dibagian ini terdapat pula fibroblas. Serabut kolagen dibentuk oleh fibroblas, membentuk ikatan ( bundel) yang mengandung hidroksiprolin dan hidroksisilin. Kolagen muda bersifat lentur dengan bertambah umur menjadi kurang larut sehingga makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda. Serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf dan mudah mengembah serta lebih elastis.
6
3. Lapisan subkutis
Adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel- sel lemak di dalamnya. Sel- sel lemak merupakan sel bulat, besar dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel- sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel- sel lemak disebut penikulus adiposa, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung- ujung saraf tepi, pembuluh darah dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung pada lokalisasinya. Di abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm, di daerah kelopak mata dan penis sangat sedikit. Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan. Vaskularisasi di kulit di atur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di bagian atas dermis ( pleksus superfisial) dan yang terletak di subkutis ( pleksus profunda ). Pleksus yang di dermis bagian atas mengadakan anatomosis di papil dermis, pleksus yang di subkutis dan di pars retikulare juga mengadakan anastomosis, di pembuluh darah berukuran lebih besar. Bergandengan dengan pembuluh darah terdapat saluran getah bening.
7
II.2 ADNEKSA KULIT
Adneksa kulit terdiri atas kelenjer- kelenjer kulit, rambut dan kuku. 1. Kelenjer kulit Terdapat di lapisan dermis, terdiri atas : a. Kelenjer keringat ( glandula sudirofera) Ada dua macam kelenjer keringat, yaitu kelenjer ekrin yang kecil- kecil, terletak dangkal di dermis dengan sekret yang encer, dan kelenjer apokrin yang lebih besar, terletak lebih dalam dan sekretnya lebih kental. Kelenjer ekrin telah dibentuk sempurna pada 28 minggu kehamilan dan baru berfungsi 40 minggu setelah kelahiran. Saluran kalenjer ini berbentuk spiral dan bermuara langsung di permukaan kulit. Terdapat di seluruh permukaan kulit dan terbanyak di telapak tangan dan kaki, dahi dan aksila. Sekresi bergantung pada beberapa faktor dan dipengaruhi oleh saraf kolinergik, faktor panas dan stres emosional. Kelenjer apokrin dipengaruhi oleh saraf adrenergik, terdapat di aksila, aerola mammae, pubis, labia minora dan saluran telinga luar. Fungsi apokrin pada manusia belum jelas, pada waktu lahir kecil, tetapi pada pubertas mulai besar dan mengeluarkan sekret. Keringat mengandung air, elektrolit, asam laktat dan glukosa. Biasanya pH sekitar 4- 6, 8. b. Kelenjer palit ( glandula sebasea) Terletak dis eluruh permukaan kulit manusia kecuali di telapak tangan dan kaki. Kelenjer palit disebut juga kelenjer holokrin karena tidak berlumen dan sekret kelenjer ini berasal dari dekomposisi sel- sel kelenjer. Kelenjer palit biasanya terdapat di samping akar rambut dan muaranya terdapat pada lumen akar rambut ( folikel raambut ). Sebum mengandung trigliserida, asam lemak bebas, skualen, wax ester , dan kolesterol. Sekresi dipengaruhi oleh hormon androgen, pada anakanak jumlah kelenjer palit sedikit, pada pubertas menjadi lebih besar dan banyak serta mulai berfungsi secara aktif.
8
II.3 Kuku
Adalah bagian terminal lapisan tanduk ( stratum korneum ) yang menebal. Bagian kuku yang terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku ( nail root ), bagian yang terbuka di atas dasar jaringan lunak pada ujung jari tersebut badan kuku ( nail plate ) dan yang paling ujung adalah bagian kuku yang bebas. Kuku tumbuh dari akar kuku keluar dengan kecepatan tumbuh kira- kira 1 mm perminggu. Sisi kuku agak mencekung membentuk alur kuku ( nail groove ). Kulit tipis yang menutupi kuku di bagian proksimal disebut eponikium sedang kulit yang ditutupi bagian kuku bebas disebut hiponikium.
9
II.3 Rambut
Terdiri atas bagian yang terbenam dalam kulit ( akar rambut ) dan bagian yang berada di luar kulit ( batang rambut ). Ada dua macam tipe rambut, yaitu lanugo yang
10
merupakan rambut halus, tidak mengandung pigmen dan terdapat pada bayi dan rambut terminal yaitu rambut yang lebih kasar dengan banyak pigmen, mempunyai medula dan terdapat pada orang dewasa. Pada manusia dewasa selain rambut di kepala juga terdapat bulu mata, kumis dan janggut yang pertumbuhannya dipengaruhi hormon seks ( androgen ). Rambut halus di dahi dan badan lain disebut rambut velus.
11
Rambut tumbuh secara siklik, dibagi menjadi 3 fase : a. Fase anagen ( pertumbuhan) Sel- sel matriks melalui mitosis membentuk sel- sel baru mendorong sel- sel lebih tua ke atas. Aktivitas ini berlangsung selama 2- 6 tahun dengan kecepatan tumbuh kira- kira 0, 35 mm perhari. b. Fase katagen ( peralihan) Masa peralihan dimulai dari penebalan jaringan ikat di sekitar folikel rambut. Bagian tengah akar rambut menyempit dan di bagian bawahnya melebar dan mengalami pertandukan sehingga terbentuk gada ( club ). Fase ini berlangsung selama 2- 3 minggu. c. Fase telogen ( istirahat ) Berlangsung kurang lebih 4 bulan, rambut akan mengalami kerontokan. 50- 100 lembar rambut rontok perharinya.
12
Rambut normal dan sehat berkilau, elastis dan tidak mudah patah, dan dapat menyerap air. Kompisis rambut terdiri dari atas karbon 50- 60 %, hidrogen 6, 36 %, nitrogen 17, 14 %, sulfur 5 % dan oksigen 20, 8%. Rambut akan mudah dibentuk dengan mempengaruhi gugusan disulfida misal dengan panas atau bahan kimia.
13
BAB III
III.1 FISIOLOGI KULIT
1. Fungsi proteksi, kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan, gangguan kimiawi, misalnya zat- zat kimia terutama yang bersifat iritan, contohnya lisol, karbol, asam dan alkali kuat lainnya, gangguan yang bersifat panas, misalnya radiasi, sengatan ultraviolet, gangguan infeksi luar terutama kuman atau bakteri maupun jamur. Hal di atas dimungkinkan karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan serabut- serabut jaringan penunjang yang berperan sebagai pelindung terhadap ganngguan fisis. Melanosit turut berperan dalam melindungi kulit terhadap pajanan sinar matahari dengan mengadakan tanning. Proteksi rangsangan kimia dapat terjadi karena sifat stratum korneum yang impermeabel terhadap berbagai zat kimia dan air, disamping itu terdapat lapisan keasaman kulit yang melindungi kontak zat- zat kimia dengan kulit. Lapisan keasaman kulit ini mungkin terbentuk dari hasil ekskresi keringat dan sebum, keasaman kulit menyebabkan pH kulit berkisar pada pH 5- 6,5 sehingga merupakan perlindungan kimiawi terhadap infeksi bakteri maupun jamur. Proses keratinisasi juga berperan sebagai sawar (barrier) mekanis karena sel- sel mati melepaskan diri secara teratur. 2. Fungsi absorpsi, kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat,
tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang larut lemak. Permebailitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antar sel, menembus sel- sel epidermis atau melalui muara saluran kelenjer, tetapi lebih banyak yang melalui sel epidermis daripada melalui muara kelenjer. 3. Fungsi eksresi, kelenjer- kelenjer kulit mengeluarkan zat- zat yang tidak berguna
lagi atau sisa metabilosme tubuh berupa NaCl, urea, asam urat dan amonia. Kelenjer lemak pada fetus atas pengaruh hormon androgen dari ibunya yang memproduksi sebum untuk melindungi kulitnya terhadap cairan amnion, pada waktu lahir dijumpai 14
sebagai vernix caseosa. Sebum yang diproduksi melindungi kulit karena lapisan sebum ini selain meminyaki kulit juga menahan evaporasi air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering. Produksi kelenjer lemak dan keringat di kulit menyebabkan keasaman kulit pada pH 5- 6,5. 4. Fungsi persepsi, kulit mengandung ujung- ujung saraf sensorik di dermis dan
subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan- badan Ruffini di dermis dan subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan- badan Krause yang terletak di dermis. Badan taktil Meisnsner terletak di papila dermis berperan terhadap rabaan, demikian pula badan Merkel Renvier yang terletak di epidermis. Sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh badan Paccini di epidermis. Saraf- saraf sensorik tersebut lebih banyak jumlahnya di daerah yang erotik. 5. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), kulit melakukan peranan ini
dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan (kontraksi otot) pembuluh darah kulit. Kulit kaya kana pembuluh darah sehingga memungkinkan kulit mendapat nutrisi yang cukup baik. Tonus vaskular dipengaruhi oleh saraf simpatis (asetilkolin). Pada bayi biasanya dinding pembuluh darah belum terbentuk sempurna, sehingga terjadi ekstravasasi cairan, karena itu kulit bayi tampak lebih edematosa kerana lebih banyak megandung air dan Na. 6. Fungsi pembentuk pigmen, sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak di lapisan
basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Perbandingan jumlah sel basal : melanosit adalah 10 : 1. Jumlah melanosit dan jumlah serta besarnya butiran pigmen (melanosomes) menentukan warna kulit ras maupun individu. Pada pulasan H.E sel ini jernih berbentuk bulat dan merupakan sel dendrit, disebut pula sebagai clear cell . Melanosom dibentuk oleh alat Golgi dengan bantuan enzim tirosinase, ion Cu dan O 2. Pajanan terhadap sinar matahari mempengaruhi produksi melanosom. N ke lapisan kulit dibawahnya dibawa oleh sel melanofag ( melanofor ). Warna kulit tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh pigmen kulit, melainkan juga oleh tebal tipisnya kulit, reduksi Hb, oksi Hb dan karoten. 7. Fungsi keratinisasi, lapisan epidermis dewasa mempunyai 3 jenis sel utama yaitu
keratinosit, sel Langerhans, melanosit. Keratinosit dimulai dari sel basal mengadakan pembelahan, sel basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum, makin ke atas sel menjadi makin gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum. Makin lama inti menghilang dan keratinosit ini menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung terus menerus seumur hidup, dan sampai 15
sekarang masih belum spenuhnya dimengerti. Matolsty berpendapat mungkin keratinosit melalui proses sintesis dan degradasi menjadi lapisan tanduk. Proses ini berlangsung normal selama kira- kira 14- 21 hari, dan memberi perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologik. 8. Fungsi pembentukan Vit D, dimungkinkan dengan mengubah 7 dihidroksi
kolesterol dengan pertolongan sinar matahari. Tetapi kebutuhan tubuh akan vitamin D tidak cukup hanya dari hal tersebut, sehingga pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan. 9. Fungsi ekspresi emosi, pada manusia kulit dapat pula mengekspresikan emosi karena
adanya pembuluh darah, kelenjer keringat dan otot- otot dibawah kulit.
16
BAB IV
IV.1 PEMERIKSAAN PENUNJANG PENYAKIT KULIT
Pemeriksaan penunjang yang digunakan dalam pemeriksan klinis kulit yaitu: 1. Pemeriksaan Lampu Wood
Lampu Wood menghasilkan sinar ultraviolet 360 nm, (atau sinar “hitam”) yang dapat digunakan untuk membantu evaluasi penyakit-penyakit kulit dan rambut tertentu. Dengan lampu Wood, pigmen fluoresen dan perbedaan warna pigmentasi melanin yang subtle bisa divisualisasi;
Gambar 1: Lampu Wood Prinsip: Sinar Wood diarahkan ke lesi akan dipantulkan berdasarkan perbedaan berat molekul metabolit organisme penyebab, sehingga menimbulkan indeks bias berbeda, dan menghasilkan pendaran warna tertentu.
Lampu Wood dan ruangan kedap cahaya
Kulit dan rambut yang akan diperiksa harus dalam keadaan sealamiah mungkin.
17
Obat topikal, bahan kosmetik, lemak, eksudat harus dibersihkanterlebih dahulu karena dapat memberikan hasil positif palsu.
Pemeriksaan harus dilakukan di dalam ruangan kedap cahaya agar perbedaan warna lebih kontras.
Jarak lampu Wood dengan lesi yang akan diperiksa ±10-15cm
Lampu Wood diarahkan ke bagian lesi dengan pendaran paling besar/jelas
Gambar 2 : Fluoresensi merah muda koral pada eritr asma di alat kelamin laki-laki
Gambar 3: Vitiligo sebelum disinar lampu Wood (kiri) dan setelah disinar lampu Wood (kanan) 2. Diaskopi
Diaskopi terdiri dari penekanan pada lesi dengan menggunakan sebuah lensa datar transparan atau objek lain (seperti slide kaca atau sekeping plastik yang tidak berwarna, jernih, dan kaku).4Alat ini mengkompresi darah dari pembuluh darah kecil, supaya warna lain pada lesi dapat dievaluasi.3 Diaskopi membantu pemeriksa menilai seberapa banyak darah intravaskular sebuah lesi yang merah atau ungu. Jika lesi terutama terdiri dari kongesti vaskular, diakopi akan memucat. Tekanan yang lebih kuat pada kapiler akan mendorong sel darah merah ke dalam pembuluh darah di sekitarnya yang mempunyai tekanan yang lebih rendah. Jika pada diaskopi gagal
18
terjadi pucat, atau pucat tidak sempurna, hal ini bermakna banyak sel darah merah mengalami ekstravasasi atau jaringan pembuluh yang berisi darah tersebut abnormal, sehingga tidak memungkinkan sel lewat dengan sempurna. Sarkoma Kaposi mencakup baik pembuluh darah neoplastik aberan maupun eritrosit yang ekstravasasi, sehingga tidak memucat.5 Pada nodul granulomatous, tampak gambaran warna kecoklatan yang trasnlusen, dikenal sebagai nodul „apple jelly‟ (contohnya pada lupus vulgaris).
Gambar 4: Diascopy highlights the "apple jelly" coloration of cutaneous sarcoidosis.
Gambar 5: Granulomatous rosacea after diascopy
3. Dermoskopi 19
Dermoskop, juga dikenal sebagai mikroskop epiluminesens adalah lensa tangan dengan builtin lighting dan magnifikasi 10x hingga 30x ; dermoskop membantu inspeksi terhadap lapisan kulit epidermis yang lebih dalam dan dalam lagi secara non-invasif. Dermoskopi sangat berguna untuk lesi pigmentasi bagi membedakan corak pertumbuhan yang jinak atau ganas.
Gambar 6, 7 : Dermoskop Dermoskopi digital terutama bermanfaat dalam memonitor lesi kulit pigmentasi karena gambaran atau imej yang diperiksa disimpan secara elektronik dan bisa didapatkan kembali dan diperiksa di kemudian hari agar bisa dibandingkan secara kuantitatif dan kualitatif serta untuk mendeteksi perubahan lesi seiring dengan waktu. Dermoskopi digital menggunakan program analisis imej komputer (computer image analysis program) yang bisa. -menyediakan pengukuran yang objektif terhadap perubahan -penyimpanan, pengambilan, dan transmisi imej yang cepat kepada spesialis untuk diskusi lanjutan (teledermatology) -ekstraksi gambaran morfologi untuk analisis numerikal.
Namun yang demikian, dermoskopi dan dermoskopi digital memerlukan pelatihan yang khusus.
20
Gambar 8: Dermoskop digital
Gambar 9: Dermoscopy signs in favor of seborrheic keratosis
21
2.2 Tanda-tanda klinis (Clinical signs) Darier sign
Darier‟s sign adalah urtikaria dan halo eritematosa yang terbentuk sebagai respon terhadap penggosokan atau penggoresan lesi mastositosis kutaneus. Darier‟s sign dinamai dari dermatologis Perancis yang pertama kali menggambarkan tanda tersebut, Ferdinand-Jean Darier. Deskripsi mastositosis pertama kali dibuat oleh Nettleship dan Tay pada tahun 1869, dan pada tahun 1878, Sangster menciptakan istilah urtikaria pigmentosa.
M etode El i sit asi
Pada Darier‟s sign klasik, penggosokan lesi dengan lembut akan diikuti oleh rasa gatal, eritema dan pembentukan urtika dalam 2 hingga 5 menit. Hal ini mungkin terjadi selama 30 menit hingga beberapa jam. Pada anak, vesikulasi bisa terjadi pada lesi yang digosok.Walaupun tanda ini positif pada kulit yang berlesi, namun, tanda ini juga bisa positif pada kulit yang secara klinisnya normal pada pasien dengan mastositosis. Pada pseudoxanthomatous mastocytosis, suatu variant dari diffuse cutaneous mastocytosis, yang akan timbul hanyalah eritem tampa urtika. Kondisi Terkait Darier’s Sign
1. Cutaneous mastocytosis: Pada urticaria pigmentosa, bentuk klinis paling sering dari cutaneous mastocytosis, Darier's sign terdapat pada 94% kasus. 2. Leukemia kutis: Leukemia kutis terjadi pada 25-30% bayi dengan leukemia kongenital dan lebih sering terkait dengan leukemia myeloid akut berbanding leukemia limfoblastik akut. Lesi „seperti-urtikaria-pigmentosa‟ telah dilaporkan pada leukemia limfoblastik akut. 3. Juvenile xanthogranuloma:Juvenile xanthogranuloma adalah merupakan bentuk paling sering dari histiocytosis sel non-Langerhans. Nagayo et al.melaporkan terdapat tanda Darier pada kelainan ini. 4. Histiocytosis X : Foucar et al.menerangkan bahwa terdapat Darier's sign yang positif pada pasien dengan „mast cell rich variant ' dari histiocytosis X.
22
5. Lymphoma: Pada beberapa kasus jarang, Darier's sign telah dilaporkan terdapat pada cutaneous large T-cell lymphoma dan padanon-Hodgkin's lymphoma. Signifikan
Darier's sign merupakan patognomonik dari mastositosis kutaneus walaupun beberapa pasien mungkin mengalami rasa gatal atau urtika yang sedikit atau sama sekali tidak ada walaupun kulit tersebut menunjukkan populasi padat sel mast, terutama pada pasien dengan riwayat yang lama dengan kelainan tersebut. Walau bagaimanapun, Darier‟s sign tidak 100% spesifik untuk
mastositosis
sejak
pertama
kali
ia
dideskripsikan,
meskipun
jarang,
pada
xanthogranuloma juvenil dan leukemia limfoblastik akut. Auspitz sign
Auspitz‟ Sign, atau Auspitz‟ Symptom (dinamai dari Heinrich Auspitz, 1835-1886), merupakan perdarahan pin-point dan lambat yang terjadi setelah sisik psoriasis diangkat. Auspitz‟ Sign terjadi
karena dibawah lesi psoriasis, kapiler-kapiler di bawah epidermis
adalah sangat banyak dan berlingkar-lingkar, dan berada sangat dekat dengan permukaan kulit, sehingga pengangkatan skuama tersebut pada dasarnya akan menarik bagian atas kapiler-kapiler tersebut, yang akhirnya menyebabkan perdarahan. Auspitz sign juga dapat ditemukan pada kelainan skuama yang lain seperti pada Darier's disease dan keratosis aktinik. Auspitz‟ Sign bisa digunakan sebagai sarana diagnostik untuk psoriasis, dengan peringatan bahwa beberapa penyakit lain juga menghasilkan
Auspitz‟ Sign. Walaubagaimanapun,
kombinasi dari kulit yang menebal, meradang, dengan skuama yang berwarna silver dan Auspitz‟ Sign merupakan ciri unik dari psoriasis. Sebaliknya, sebuah laporan dari Bernhard (1990) menyimpulkan bahwa hanya minoritas dari pasien psoriasis yang mempamerkan Auspitz‟ Sign; yang memberi arti bahwa ia bukanlah tes yang baik walaupun disertai dengan simptom psoriasis yang lain.9 Namun yang demikian, laporan ini telah diabaikan. Cara untuk melakukan tes ini adalah dengan mengerok skuama dengan perlahan menggunakan object glass hingga skuama habis. Hasilnya positif apabila terdapat bintik bintik perdarahan sebagai akibat dari papilomatosis.
23
Nikolskiy sign
Nikolsky sign dinamai dari dermatologis Russia Piotr Vasiliyevich Nikolskiy yang mendeskripsikannya pada tahun 1894. Nikolskiy sign yang positif menunjukkan pembelahan intraepidermal dan membedakan lepuh intraepidermal dari lepuh subepidermal. Tanda ini merupakan patognomonik dari pemfigus dan staphylococcal scalded skin syndrome. Nikolsky sign juga bisa dielisitasi pada ichthyosis bullosa of Siemens (yang jarang terjadi), di mana ia dinamakan sebagai `mauserung phenomenon'. Tanda ini dielisitasi dengan memberikan tekanan lateral dengan menggunakan ibu jari atau fingerpad pada kulit pada tonjolan tulang (bony prominence). Hal ini akan menyebabkan tekanan penggeseran yang akan memisahkan lapisan atas epidermis dari lapisan bawah epidermis.9 Penghapus (rubber eraser ) atau sebarang objek tumpul yang bisa mencengkeram kulit dengan utuh juga bisa digunakan. Nikolsky sign juga bisa dielisitasi pada mukosa oral dengan menggunakan penghapus atau swab kapas. Penyebab terser i ng:
Kondisi autoimun (Pemphigus vulgaris)
Infeksi bakteri ( Scalded skin syndrome)
Toxic drug reaction (Toxic epidermal necrolysis)
Nikolskiy sign memberikan hasil positif pada fase aktif atau progresif penyakit pemfigus. Bila tanda ini menjadi negatif pada pasien yang menerima terapi imunosupresif, hal ini memnunjukkan berakhirnya fase akut dari penyakit tersebut. Namun demikian, kemunculan kembali saat pengobatan menunjukkan terjadinya flare-up. Pasien ini akan memerlukan peningkatan dosis imunosupresan atau pemberian obat baru. Istilah "Nikolskiy phenomenon" digunakan bila lapisan superfisial epidermis dirasakan bergerak melewati lapisan yang lebih dalam lagi, dan tidak seperti pada Nikolsky‟s sign yang hanya membentuk erosi, pada Nikolsky phenomenon, lesi lepuh terbentuk setelah beberapa waktu.
24
Asboe-Hansen sign
Asboe-Hansen sign (juga dikenal sebagai "indirect Nikolsky sign" atau "Nikolsky II sign") pertama kali dideskripsikan pada tahun 1960 oleh Gustav Asboe Hansen (1917-1989), seorang dermatologis Danish. Asboe-Hansen sign juga dikenal sebagai blister-spread sign yang merujuk kepada terjadinya ekstensi dari lepuh terhadap kulit normal yang berdekatan dengan lepuh tersebut apabila diberikan tekanan di atas bula tersebut. Pembentukan lepuh yang angular terkait dengan penyakit akantolitik intraepidermal seperti pemfigus, sedangkan pembentukan lesi lepuh yang bulat terkait dengan penyakit akantolitik subepidermal seperti pemfigus bulosa. Asboe-Hansen sign juga bisa ditemukan pada erupsi obat bulosa.10 Tanda ini sama sekali berbeda dari Nikolsky Sign. 2.3 Tes Klinis ( Clinical tests) 1. Tes Tempel (Patch Test)
Metode ini adalah dengan menerapkan alergi untuk sebuah patch yang kemudian diletakkan pada kulit. Hal tersebut dapat dilakukan untuk menunjukkan yang memicu dermatitis kontak alergi.11 Jika ada alergi antibodi dalam sistem tubuh, kulit akan menjadi jengkel dan mungkin gatal, lebih mirip gigitan nyamuk. Reaksi ini berarti pasien alergi terhadap zat tersebut
Pemeriksaan status imunologik selular dapat dilakukan secara in vivo maupun secara in vitro. Uji kulit tipe lambat digunakan untuk mengukur reaksi imunologi selular secara in vivo dengan melihat terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe lambat setelah penyuntikan antigen yang sudah dikenal sebelumnya (recall antigen) pada kulit.
25
Uji ini menggunakan antigen spesifik yang disuntikkan secara intradermal. Antigen yang digunakan biasanya yang telah berkontak dengan individu normal, misalnya tetanus, difteria, streptokokus, tuberkulin (OT), Candida albicans, trikofiton, dan proteus. Pada 85% orang dewasa normal reaksi akan positif dengan paling sedikit pada satu dari antigen tersebut. Pada populasi anak persentase ini lebih rendah, walaupun terdapat kenaikan persentase dengan bertambahnya umur. Hanya 1/3 dari anak berumur kurang dari satu tahun yang akan bereaksi dengan kandida, dan akan mencapai persentase seperti orang dewasa pada usia di atas 5 tahun.
Sebuah aplikator sekali pakai yang berisi semua antigen tersebut dengan larutan gliserin sebagai kontrol, misalnya seperti Multi-test CMI buatan Merieux Institute sekarang banyak dipakai. Kit ini mengandung 7 jenis antigen ( Candida albicans, toksoid tetanus, toksoid difteri, streptokinase, old tuberculine, trikofiton, dan proteus) serta kontrol gliserin secara bersamaan sekaligus dapat diuji. Persiapan
Pastikan bahwa kondisi antigen yang digunakan dalam keadaan layak pakai, perhatikan cara penyimpanan dan tanggal kadaluarsanya Harus diingat bahwa kortikosteroid dan obat imunosupresan dapat menekan reaksi ini sehingga memberi hasil negatif palsu. Setelah itu lakukan anamnesis tentang apakah pernah berkontak sebelumnya dengan antigen yang akan digunakan. M elakukan uji
26
Kalau memungkinkan gunakan aplikator seperti di atas sehingga dapat digunakan banyak antigen sekaligus. Hati-hati sewaktu melepas penutup antigen, harus dengan posisi menghadap ke atas sehingga antigen tidak tumpah. Kalau tidak ada aplikator seperti itu dapat digunakan antigen yang mudah didapat (tetanus, tuberculin, dan sebagainya). Dengan menggunakan alat suntik tuberkulin, pastikan bahwa sejumlah 0,1 ml antigen masuk secara intrakutan hingga berbentuk gelembung dan tidak subkutan. Beri tanda dengan lingkaran masing-masing lokasi antigen. H asi l pemer ik saan
Hasil uji dibaca setelah 24-48 jam. Bila setelah 24 jam hasil tes tetap negatif maka cukup aman untuk memberikan dosis antigen yang lebih kuat. Indurasi yang terjadi harus diraba dengan jari dan ditandai ujungnya, diukur dalam mm dengan diameter melintang (a) dan memanjang (b). Untuk setiap reaksi gunakan formula (a+b):2. Suatu reaksi disebut positif bilamana (a+b):2=2 mm atau lebih. Ef ek sampin g
Dapat terjadi suatu reaksi kemerahan yang persisten selama 3-10 hari tanpa meninggalkan sikatriks. Pada orang yang sangat sensitif dapat timbul vesikel dan ulserasi pada lebih dari satu lokasi antigen. I nterpr etasi
Uji kulit ini saja tidak cukup untuk menyimpulkan status imunologik selular seseorang karena untuk dapat disimpulkan hasil uji harus disesuaikan dengan anamnesis dan keadaan klinik. Untuk menilai suatu uji kulit, seperti juga prosedur diagnostik yang lain, sangat tergantung pada pemeriksanya. Bila disimpulkan bahwa kemungkinan terdapat gangguan pada sistem imunitas selular, maka dapat dipertimbangkan pemberian imunoterapi. Tetapi untuk memulai terapi sebaiknya pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan secara in vivo. 2. Prick Test (Uji tusuk)
Uji tusuk dapat dilakukan dalam waktu singkat dan lebih sesuai untuk anak. Tempat uji kulit yang paling baik adalah pada daerah volar lengan bawah dengan jarak sedikitnya 2
27
sentimeter dari lipat siku dan pergelangan tangan. Setetes ekstrak alergen dalam gliserin (50% gliserol) diletakkan pada permukaan kulit. Lapisan superfisial kulit ditusuk dan dicungkil ke atas memakai lanset atau jarum yang dimodifikasi, atau dengan menggunakan jarum khusus untuk uji tusuk. Ekstrak alergen yang digunakan 1.000-10.000 kali lebih pekat daripada yang digunakan untuk uji intradermal. Dengan menggunakan sekitar 5 ml ekstrak pada kulit, diharapkan risiko terjadinya reaksi anafilaksis akan sangat rendah. Uji tusuk mempunyai spesifitas lebih tinggi dibandingkan dengan uji intradermal, tetapi sensitivitasnya lebih rendah pada konsentrasi dan potensi yang lebih rendah. Kontrol Untuk kontrol positif digunakan 0,01% histamin pada uji intradermal dan 1% pada uji tusuk. Kontrol negatif dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan reaksi dermografisme akibat trauma jarum. Untuk kontrol negatif digunakan pelarut gliserin. Antihistamin dapat mengurangi reaktivitas kulit. Oleh karena itu, obat yang mengandung antihistamin harus dihentikan paling sedikit 3 hari sebelum uji kulit. Pengobatan kortikosteroid sistemik mempunyai pengaruh yang lebih kecil, cukup dihentikan 1 hari sebelum uji kulit dilakukan. Obat golongan agonis β juga mempunyai pengaruh, akan tetapi k arena pengaruhnya sangat kecil maka dapat diabaikan. Usia pasien juga mempengaruhi reaktivitas kulit walaupun pada usia yang sama dapat saja terjadi reaksi berbeda. Makin muda usia biasanya mempunyai reaktivitas yang lebih rendah. Uji kulit terhadap alergen yang paling baik adalah dilakukan setelah usia 3 tahun. Reaksi terhadap histamin dibaca setelah 10 menit dan terhadap alergen dibaca setelah 15 menit. Reaksi dikatakan positif bila terdapat rasa gatal dan eritema yang dikonfirmasi dengan adanya indurasi yang khas yang dapat dilihat dan diraba. Diameter terbesar (D) dan diameter terkecil (d) diukur dan reaksi dinyatakan ukuran (D+d):2. Pengukuran dapat dilakukan dengan melingkari indurasi dengan pena dan ditempel pada suatu kertas kemudian diukur diameternya. Kertas dapat disimpan untuk dokumentasi. Dengan teknik dan interpretasi yang benar, alergen dengan kualitas yang baik maka uji ini mempunyai spesifitas dan sensitivitas yang tinggi disamping mudah, cepat, murah, aman dan tidak menyakitkan. Uji gores kulit (SPT) disarankan sebagai metode utama untuk diagnosis alergi yang dimediasi IgE dalam sebagian besar penyakit alergi. Memiliki keuntungan relatif sensitivitas dan spesifisitas, hasil cepat, fleksibilitas, biaya rendah, baik tolerabilitas, dan demonstrasi yang jelas kepada pasien alergi mereka. Namun akurasinya tergantung pelaksana, pengamatan dan interpretasi variabilitas.
28
3. Injeksi intradermal
Sejumlah 0,02 ml ekstrak alergen dalam 1 ml semprit tuberkulin disuntikkan secara superfisial pada kulit sehingga timbul 3 mm gelembung. Dimulai dengan konsentrasi terendah yang menimbulkan reaksi, kemudian ditingkatkan berangsur masing-masing dengan konsentrasi 10 kali lipat sampai menimbulkan indurasi 5-15 mm. 3 Uji intradermal ini seringkali digunakan untuk titrasi alergen pada kulit.Tes alergi pengujian injeksi intradermal tidak direkomendasikan untuk penggunaan rutin untuk aeroallergens dan makanan, tetapi mungkin untuk mendeteksi racun dan diagnosis alergi obat. Ini membawa resiko lebih besar anafilaksis dan harus dilakukan dengan tenaga medis yang berkopeten melalui pelatihan spesialis.
4.Uji Gores (Scratch Test)
Uji gores kulit (SPT)adalah prosedur yang membawa resiko yang relatif rendah, namun reaksi alergi sistemik telah dilaporkan. Karena test adalah perkutan, langkah-langkah pengendalian infeksi sangat penting.
Pasien harus benar-benar dan tepat mengenai risiko dan manfaat.
Masing-masing
pasien
kontraindikasi
dan
tindakan
pencegahan
harus
diperhatikan.
Uji gores kulit harus dilakukan oleh yang terlatih dan berpengalaman staf medis
dan paramedis, di pusat-pusat dengan fasilitas yang sesuai untuk mengobati reaksi alergi sistemik (anafilaksis).
Praktisi medis yang bertanggung jawab harus memesan panel tes untuk setiap
pasien secara individual, dengan mempertimbangkan karakteristik pasien, sejarah dan temuan pemeriksaan, dan alergi eksposur termasuk faktor-faktor lokal.
Staf teknis perawat dapat melakukan pengujian langsung di bawah pengawasan
medis (dokter yang memerintahkan prosedur harus di lokasi pelatihan yang memadai sangat penting untuk mengoptimalkan hasil reproduktibilitas.
Kontrol positif dan negatif sangat penting.
Praktisi
medis
yang
bertanggung
jawab
harus
mengamati
reaksi
dan
menginterpretasikan hasil tes dalam terang sejarah pasien dan tanda-tanda.
29
Hasil tes harus dicatat dan dikomunikasikan dalam standar yang jelas dan bentuk
yang dapat dipahami oleh praktisi lain.
Konseling dan informasi harus diberikan kepada pasien secara individual,
berdasarkan hasil tes dan karakteristik pasien dan lingkungan setempat. 2.4 Pemeriksaan Radiologi dan Imaging
Karena kelainan pada kulit bisa dilihat dengan mata telanjang, pemeriksaan radiologi dan imaging pada penyakit-penyakit kulit memiliki kepentingan yang lebih rendah berbanding pada spesialti yang lainnya. Namun yang demikian, pemeriksaan ini masih memainkan peran yang penting dalam dermatologi pada kasus-kasus tertentu. Dalam praktek dermatologi, Ultrasonografi (USG), Magnetic Resonance Imaging (MRI), scan radioisotope, dan PET scan semuanya digunakan terutama untuk yang berkaitan dengan deteksi limfadenopati atau keganasan kulit metastatik yang lainnya.
Peran
Ultrasound resolusi tinggi semakin penting dalam dokumentasi pembesaran nodul dan infiltrasi tumor, serta bisa digunakan untuk memandu biopsi. Selain dari itu, prosedur radiologi juga digunakan untuk menilai dengan tepat lesi tebal pada skleroderma, derajat ekstensi infeksi pada selulitis tipe berat (dan membedakannya dari necrotizing fasciitis menggunakan MRI), serta assessment invasi lokal tumor. Teknik-teknik imaging juga berperan penting dalam manajemen penyakit seperti neurofibromatosis, di mana terdapat keterlibatan sistem saraf pusat, atau dalam penilaian perubahan otot pada dermatomiositis. Limfosintigrafi mungkin berguna untuk penilaian fungsi sistem limfatik pada ekstremitas bawah yang edem.
IV.2 PEMERIKSAAN PENUNJANG LAIN PADA PENYAKIT KELAMIN
Sifilis
Sin ar Rontgen
Kelainan tulang dapat terjadi pada S II, S III, dan sifilis kongenital Oleh itu, sinar Rontgen dapat dipakai untuk melihat kelainan khas pada tulang. Begitu juga pada sifilis kardiovaskular, sinar Rontgen digunakan untuk melihat aneurisma aorta.
30
Limfogranuloma venerium (L.G.V)
Tes F r ei
Tes Frei dilakukan dengan menggunakan antigen Frei. Antigen ini diperoleh dari pus dari abses yang belum memecah penderita limfogranuloma venerium. Pus ini kemudian dilarutkan dalam garam faal dan dilakukan pasteurisasi. Untuk mendapatkan antigen yang tidak terkontaminasi oleh bakteri, dapat diperoleh dari otak tikus yang telah ditulari.
Metode Cara melakukan tes ini sama seperti melakukan tes Tuberkulin/Mantoux test, yaitu dengan menyuntikkan antigen Frei sebanyak 0,1 cc secara intrakutan pada bagian anterior/voler lengan bawah dan hasilnya dibaca setelah 48 jam. Jika setelah 48 jam terdapat infiltrat berdiameter 0,5 cm atau lebih, berarti hasilnya positif.
Kekurangan
Tes ini tidak khas karena penyakit yang segolongan juga memberi hasil yang positif.
Tes ini baru memberi hasil positif setelah 5-8 minggu orang tersebut terinfeksi.
Jika hasilnya positif, hanya berarti sedang atau pernah menderita L.G.V.
Tes Frei terbalik Jika pada tes Frei, antigennya diambil dari penderita L.G.V. dan disuntikkan pada tersangka L.G.V; sebaliknya, pada tes Frei terbalik, antigennya diambil dari penderita yang tersangka menderita L.G.V., kemudian disuntikkan pada penderita L.G.V. Jika hasilnya positif, berarti yang tersangka tersebut menderita L.G.V.
Granuloma Inguinale
Tes Kul it
Digunakan antigen D.granulomatis yang disuntik secara intradermal dan hasilnya dibaca setelah 72 jam. Sering terjadi reaksi positif semu.
31