1
PERBANDINGAN NILAI TINGKAT KERUSAKAN JALAN SECARA VISUAL DENGAN METODE DIRGOLAKSONO MOCHTAR DAN METODE BINA MARGA
(Studi Kasus : Ruas Jalan Hunitetu Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat)
Richrisna Helena Waas
Dosen UKIM
Email:
[email protected]
ABSTRAK
Studi kerusakan jalan merupakan salah satu tahapan untuk menentukan penilaian kondisi kerusakan jalan. Dua metode yang dapat digunakan dalam melakukan studi kerusakan jalan secara visual metode Bina Marga, dan Metode Dirgolaksono Mochtar. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan nilai kondisi ruas jalan Hunitetu Kecamatan Kairatu Kabupaten SBB provinsi Maluku berdasarkan kedua metode tersebut, dan menghasilkan solusi yang harus dilakukan untuk permasalahan tersebut.
Metodologi penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan dengan data primer berupa hasil survey pengukuran dan identifikasi jenis kerusakan.
Hasil studi kerusakan visual dengan keempat metode diatas, menghasilkan tingkat kerusakan yang bervariasi yaitu antara kerusakan ringan dan sedang. nilai kerusakan ruas jalan Hunitetu berdasarkan metode Dirgolaksono dan Mochtar dengan penilaian pada rentang nilai 0-90 menghasilkan nilai kerusakan 20,25, sedangkan berdasarkan metode Bina Marga dengan sistem penilaian didasarkan pada prosentase kerusakan antara 10-100% menghasilkan nilai kerusakan 14 %. Solusi perbaikan terhadap ruas jalan Hunitetu yang memiliki tingkat kerusakan sedang yaitu dengan pekerjaan perbaikan overlay berdasarkan volume kerusakan berdasarkan metode Dirgolaksono dan Mochtar karena lebih sesuai dengan kondisi di lapangan, dimana kerusakan dengan tingkat keparahan yang dapat di jangkau oleh metode Dirgolaksono dan Mochtar belum dapat dijangkau oleh metode yang lain sehingga belum tentu dengan prioritas perbaikan berdasarkan metode yang lain dapat di perbaiki secara baik. Volume pekerjaan yang terdiri dari : pekerjaan Lapis Pondasi Atas Klas A dengan tebal 10 cm sebesar 153, 87 m3 dari luas kerusakan yang dihitung yaitu sebesar 1538,75 m2, Volume pekerjaan ATB sebesar 2370 ton dari luas jalan yang ditinjau sebesar 24000 m2 (L = 4 m dan P = 6000 m).
Kata Kunci : Kerusakan jalan, Mochtar, Bina Marga.
Pendahuluan
Jalan merupakan prasarana angkutan darat yang penting dalam memperlancar kegiatan hubungan perekonomian dan sosial masyarakat. Kondisi jalan yang baik akan memudahkan mobilitas penduduk dalam melakukan aktivitas setiap hari. Jalan raya dengan perkerasan lentur yang baik, harus mempunyai kualitas demi kenyamanan dan keamanan pengguna jalan. Disamping itu perkerasan jalan raya harus mempunyai ketahanan terhadap pengikisan akibat beban lalu lintas, perubahan cuaca dan pengaruh buruk lainnya serta memiliki umur layanan jalan yang ideal. Sesuai Manual Pemeliharaan Jalan No : 03/MN/B/1983 kerusakan jalan dikelompokkan menjadi; (1) Retak (cracking), (2) Distorsi, (3) Cacat Permukaan, (4) Pengausan, (5) Kegemukan (bleeding), (6) Penurunan pada bekas penanaman utilitas. Pada umumnya kerusakan yang terjadi merupakan gabungan dari berbagai jenis kerusakan sebagai akibat dari berbagai faktor yang saling terkait.
Pada lokasi studi jenis perkerasan jalan merupakan perkerasan lentur. pada umumnya perkerasan lentur baik digunakan untuk jalan yang melayani beban lalu lintas ringan sampai dengan sedang, seperti jalan perkotaan, jalan dengan sistem utilitas terletak di bawah perkerasan jalan, perkerasan bahu jalan, atau perkerasan dengan konstruksi bertahap (Silvia Sukirman 2010).
Lokasi penelitian yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah Jalan KM 1- KM 6 di Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), yang memiliki panjang ruas + 6 km. Jalan ini merupakan jalan provinsi yang hingga kini belum mampu diperbaiki secara baik oleh Pemerintah Provinsi Maluku, meskipun sudah dilakukan pemeliharaan setiap saat. Selain itu juga untuk perkembangan wilayah Pulau seram secara keseluruhan dengan peningkatan akses transportasi, maka lokasi ini akan ditingkatkan fungsi jalannya menjadi jalan Nasional.
Untuk mengetahui bagaimana tingkat kerusakan yang terjadi pada lokasi penelitian diatas, maka perlu dilakukan pengamatan secara visual kemudian dilakukan analisis indeks kondisi perkerasan yaitu tingkatan dari kondisi permukaan perkerasan yang terjadi. Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 2 metode yang nantinya akan dilakukan perbandingan terhadap hasil analisis penilaian kerusakan jalan, terdiri dari Metode Dirgolaksono Mochtar dan Metode Bina Marga. Perbandingan penilaian secara visual diantara masing-masing metode diperlukan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari masing-masing metode sekaligus menganalisis metode apa yang paling optimal atau yang paling sesuai digunakan sesuai dengan kondisi dan karakteristik permukaan jalan pada lokasi studi dimaksud.
Kajian Pustaka
Jenis dan Fungsi Perkerasan Lentur
Perkerasan lentur adalah struktur yang terdiri dari beberapa lapisan dengan kekerasan dan daya dukung yang berlainan. Adapun susunan untuk jenis perkerasan lentur dan fungsi dari masing-masing jenis tersebut, seperti yang dijelasakan oleh Silvia Sukirman, 1999 dalam buku " Perkerasan Lentur Jalan Raya" adalah sebagai berikut:
Lapis Permukaan (Surface course)
Lapisan permukaan merupakan lapisan yang terletak paling atas.
Lapisan ini berfungsi sebagai :
Lapis perkerasan penahan beban roda, mempunyai stanilitas tinggi untuk menahan roda selama masa pelayanan
Lapis kedap air, sehingga air air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap kelapisan di bawahnya.
Menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga dapat dipikul oleh lapisan lain yang mempunyai daya dukung yang lebih jelek
Lapisan pondasi atas (base course)
Lapisan perkerasan yang terletak di antara lapis pondasi bawah dan lapis permukaan. Fungsi lapisan pondasi atas ini antara lain sebagai :
Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban ke lapisan bawahnya.
Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah
Bantalan terhadap lapisan permukaan.
Lapisan pondasi bawah (subbase course)
Lapis perkerasan yang terletak antara lapis pondasi atas dan tanah dasar. Lapis pondasi bawah ini berfungsi sebagai :
Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah dasar
Lapis peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi
Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke lapis pondasi atas.
Tanah dasar (subgrade)
Lapisan ini terletak diatas tanah timbunan atau tanah galian yang sebelumnya diadakan perbaikan tanahnya sesuai dengan syarat yang telah ditentukan.
Jenis Kerusakan pada Lapis Permukaan Perkerasan Lentur
Tipe-tipe kerusakan pada perkerasan lentur menurut Manual Pemeliharaan Jalan Nomor : 03/ MN/ B/ 1983 yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga, yaitu :
Retak (cracking), terjadi akibat regangan tarik pada permukaan aspal melebihi dari regangan tarik maksimum terdiri dari : retak halus, retak kulit buaya, retak pinggir, retak refleksi.
Distorsi, merupakan perubahan bentuk yang terjadi akibat lemahnya tanah dasar, pemadatan yang kurang pada lapis pondasi dan akibat beban lalu lintas, distorsi dapat dibedakan atas : alur, keriting, sungkur, dan amblas
Kerusakan cacat permukaan, merupakan kehilangan material perkerasan secara berangsur-angsur dari lapisan permukaan ke arah bawah. Perkerasan terdiri dari : butiran lepas, kegemukan, agregat licin, terkelupas dan lubang
Metode Penilaian Kondisi Perkerasan
Hal penting dalam pengelolaan sistem perkerasan jalan adalah kemampuan dalam menentukan gambaran kondisinya saat sekarang dari suatu jaringan jalan, dan memperkirakan kondisinya di masa datang. Untuk memprediksi kondisi perkerasan dengan baik, maka suatu metode penilaian untuk identifikasi harus digunakan. Sistem ini merupakan alat bagi personil penilai dalam melakukan penilaian kerusakan perkerasan. Berikut sistem atau metode penilaian kondisi perkerasan yang terdiri dari Metode Dirgolaksono Mochtar dan metode Bina Marga
Metode Dirgolaksono dan Mochtar
2.2.2.1 Jenis Kerusakan yang ditinjau
Masing-masing jenis kerusakan dimasukkan kedalam beberapa kategori berdasarkan faktor penyebab kerusakan. Pembagian tersebut antara lain :
Kategori I
Merupakan jenis kerusakan dengan faktor penyebab kerusakan terhadap perkerasan yang paling besar. Jenis kerusakan yang termasuk adalah potholes. Karena perkerasan yang mengalami potholes akan segera mengalami kerusakan yang lebih parah dan sangat membahayakan bagi para pengguna jalan.
Kategori II
Merupakan jenis kerusakan dengan faktor kerusakan yang lebih kecil dari kategori I. Jika terjadi keparahan yang tinggi maka perkerasan akan segera terbongkar dan akan berkembang menjadi potholes. Jenis kerusakan yang termasuk jenis kerusakan kategori II adalah ravelling-weathering, alligator cracking dan profil distortion (depression, corrugation, upheal dan shoving).
Kategori III
Jenis kerusakan ini lebih rendah dari kategori II, bila mengalami kerusakan yang tinggi akan berkembang menjadi retak yang lebih besar tetapi tidak segera merusak perkerasan. Jenis kerusakan pada kategori III ini adalah transvere crack, longitudinal crack, block cracking dan rutting.
Kategori IV
Merupakan jenis kerusakan dengan faktor yang paling rendah meskipun kerusakan yang ditimbulkan tinggi tetapi tidak banyak berpengaruh terhadap perkerasan jalan. Kerusakan kategori IV ini antara lain patching, flushing dan edge cracking.
2.2.2.2 Evaluasi dan Penilaian Kondisi Perkerasan
(Dedy Tri Siswoyo, 1994) menyebutkan bahwa dalam melakukan evaluasi kondisi perkerasan berdasarkan metode Dirgolaksono dan Mocthar, ada beberapa faktor-faktor yang mendukung dalam evaluasi dan penilaian di lapangan sebagai berikut:
Evaluasi Riding Quality
Riding Quality merupakan kualitas kenyamanan perjalanan kendaraan pada perkerasan. Dalam melakukan evaluasi Riding Quality ini bias menggunakan kendaraan bermotor maupun mobil.
Penilaian terhadap Riding Quality dalam metode ini diberi kriteria penilaian antara 1 sampai dengan 5
Tabel 1. Kriteria Riding Quality (Metode Dirgolaksono dan Mochtar, 1990)
Riding Quality
K e t e r a n g a n
Nilai
RQ1: EXCELLENT
Kecepatan batas dapat dilakukan dgn nyaman,
Tanpa mengalami goncangan
1
RQ2: GOOD
Kecepatan batas dapat dilakukan tetapi ada goncangan, satu atau dua tempat terasa kasar/menggeronjal
2
RQ3: FAIR
Kecepatan batas dapat dipertahankan, tetapi sering kali ada goncangan, Lebih dari dua tempat terasa kasar/ menggeronjal
3
RQ4: POOR
Kecepatan terpaksa di bawah batas pada situasi tertentu, Jika terpaksa pengemudi menghindar dari jalur karena bahaya Kekasaran dan goncangan terasa sepanjang jalan
4
RQ5: VERY POOR
Kecepatan batas sangat sulit dilakukan, tidak mungkin dicapai kecepatan batas sepanjang seksi jalan yang ditinjau atau disurvey
5
(Sumber : Materi Kuliah Manajemen Kerusakan Jalan Indrasurya B Mochtar, 2013)
Gambar 4. Contoh data Form Metode Dirgolaksono dan Mochtar
Penilaian Kondisi Perkerasan
Dalam menentukan pengelompokkan tingkat kerusakan pada masing-masing section yang di bagi setiap 100 m' bersama-sama dengan penilaian riding quality serta drainase, dimasukkan dalam form survey. Kemudian untuk menentukan nilai kerusakan diperoleh dengan menjumlahkan masing-masing nilai dari tiap tipe kerusakan. Nilai kerusakan perkerasan (NP) diperoleh dengan rumusan :
NP = Nilai Tingkat Kualitas x Faktor Pengali (6)
Faktor pengali ditentukan berdasarkan klasifikasi kerusakan seperti pada Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3. Faktor Pengali berdasarkan Kategori dan jenis Kerusakan Perkerasan Jalan
Kategori
Jenis Kerusakan
Faktor Pengali
I
Pothole
6
II
Ravelling Weathering
Alligator Cracking
Depresion, Upheavel, Corrugation, Shoving. Profile Distortion
2
III
Block Cracking
Tranverse Cracking
Longitudinal Cracking
Rutting
1
IV
Flushing/ Excess Asphalt
Bituminous Patching
Edge Deterioration
0,25
penilaian berdasarkan metode ini dilakukan untuk pembagiannya menurut per section per lajur, per section per arah, dan per ruas jalan. Seperti yang ada dalam Gambar 4 di bawah ini.
Gambar 5. Contoh Nilai Kerusakan Visual Metode Dirgolaksono dan Mochtar
Setelah dilakukan perhitungan Total Nilai Perkerasan untuk per section per lajur, per arah dan per ruas jalan maka pengelompokkan kondisi dan cara penanganannya di jelaskan sebagai berikut :
Total Nilai Kondisi Perkerasan 0 – 20
Ruas jalan dengan total nilai kondisi perkerasan dibawah 20 secara umum kondisi jalan masih baik. Kerusakan yang terjadi tidak lebih dari 10 %., masih dalam tingkat keparahan yang rendah. Jalan dalam kelompok ini tidak memerlukan pemeliharaan.
Total Nilai Kondisi Perkerasan 20 – 40
Ruas jalan dengan total pada golongan ini mulai mengalami kerusakan ringan. Kerusakan yang terjadi kurang dari 30 % dan mencapai tingkat keparahan sedang tetapi tanpa diikuti kerusakan kategori I. Perkerasan hanya butuh pemeliharaan ringan, misalnya penambalan lubang, crack sealing dan leveling
Total Nilai Kondisi Perkerasan 40 – 90
Ruas jalan dalam kondisi kritis, dan telah mencapai sampaii dengan 60 % dan beberapa telah mencapai tingkat keparahan tinggi dan telah diikuti kerusakan kategori I dengan tingkat keparahan rendah. Perkerasan jalan memerlukan pemeliharaan tingkat sedang seperti manual patching, sealing dan skin patching.
Total Nilai Kondisi Perkerasan Lebih dari 90
Ruas jalan yang mengalami kerusakan telah mencapai 60 % berada dalam tingkat keparahan tinggi. Perkerasan memerlukan perbaikan seperti manual patching, perbaikan base, overlay. Untuk ruas jalan dengan profile distortion dengan tingkat keparahan sedang maupun tinggi, jalan tersebut memerlukan rekonstruksi.
Metode Bina Marga (1995)
Bina Marga telah memberikan Manual Jilid I Pemeliharaan Rutin untuk Jalan Nasional dan Jalan Propinsi (No. 001/T/Bt/1995). Buku tersebut mencakup prosedur survey lapangan pemeliharaan rutin didasarkan atas pengamatan kondisi lapangan.
Jenis-jenis kerusakan yang dikategorikan dalam manual ini adalah sebagai berikut :
Tabel 4. Kategori Kerusakan jalan
Kode Kerusakan
Kategori Kerusakan
Sub Kategori Kerusakan
100
200
300
400
500
600
700
800
Perkerasan
Bahu jalan
Trotoar
Drainase
Perlengkapan Jalan
Lereng
Keadaan Darurat
Struktur
111 – 153
211 – 252
310 – 390
410 – 490
510 – 540
610 – 640
710 – 740
811 – 823
(Sumber : Manual Jilid I Pemeliharaan Rutin untuk Jalan Nasional dan Jalan Propinsi, 1995)
Penilaiai Kerusakan Perkerasan
Penilaian dengan metode Bina Marga hanya sebatas pada perhitungan prosentase kerusakan terhadap luas jalan yang ditinjau, dengan tidak menggunakan koefisien maupun formula tertentu untuk nilai suatu perkerasan. Berikut penentuan kondisi jalan dengan program penanganan berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 13 /PRT/M/2011.
Tabel 5. Penentuan Program Penanganan Pemeliharaan Jalan Berpenutup Aspal/Beton Semen
Kondisi Jalan
Prosentase Batasan Kerusakan (Persen terhadap Luas Lapis Permukaan Perkerasan)
Program Penanganan
Baik (B)
< 6 %
Pemeliharaan Rutin
Sedang (S)
6 - < 11 %
Pemeliharaan Rutin/Berkala
Pemeliharaan Rehabilitasi
Rusak Ringan
(RR)
11 - < 15 %
Rusak Berat (RB)
15 > %
Rekonstruksi/Peningkatan
Struktur
(Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 13 /PRT/M/2011)
Metodologi Penelitian
Obyek Penelitian
Obyek yang diambil pada Penelitian ini adalah ruas jalan dengan perkerasan lentur
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian pada ruas jalan Hunitetu (Km 1- Km6) kecamatan Kairatu kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi Maluku.
Bagan Alir Penelitian
Bagan alir penelitian yang akan dilaksanakan dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut ini:
Gambar 7. Bagan Alir Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Perbandingan Hasil Penilaian
Perbandingan Berdasarkan Nilai Kondisi Permukaan Jalan per Sta
Berdasarkan studi kerusakan visual untuk mendapatkan nilai kondisi perkerasan jalan terhadap ruas jalan Hunitetu dengan keempat metode Dirgolaksono Mochtar dan Metode Bina Marga 1995, maka diperoleh nilai kondisi permukaan jalan per Sta yang dapat dilihat dalam Tabel 6 di bawah ini.
Tabel 6. Nilai Kondisi Permukaan Masing-Masing Metode
No
Metode Dirgolaksono & Mochtar
Metode Bina Marga
Nilai Kondisi Permukaan
Nilai Kondisi Permukaan
Total Kerusakan (Unit
Total Kerusakan (Unit
1
> 90
>15 %
17
0
2
40-90
11-15 %
5
7
3
20-40
6-<11 %
7
16
4
0-20
<6 %
32
38
5
6
7
Berdasarkan Tabel di atas, untuk masing-masing metode terdapat perbedaan yang signifikan satu dengan yang lainnya dalam hal penilaian kondisi permukaan jalan.
Penilaian dengan Metode Dirgolaksono dan Mochtar memiliki penilaian yang antara jumlah seksi yang mengalami kerusakan sangat buruk dan buruk lebih sedikit di bandingkan dengan kerusakan sedang dan kondisi baik. Jumlah seksi yang memiliki nilai kondisi yang sangat buruk dan buruk berjumlah 7 seksi.
Penilaian dengan Metode Bina Marga memiliki penilaian yang antara kondisi sangat buruk dan buruk jumlahnya berbeda jauh dengan uang memiliki kondisi baik dan sangat baik, namun jumlah seksi yang memiliki nilai kondisi sangat buruk dan buruk (rusak berat dan rusak ringan) lebih banyak dari jumlah seksi yang ada pada Metode Dirgolaksono-Mochtar, yaitu dengan jumlah 22 seksi.
Perbandingan Berdasarkan Total Nilai Kondisi
Setelah memaparkan nilai kondisi permukaan untuk masing-masing seksi dengan masing-masing metode, maka akan dijabarkan pula nilai total kondisi permukaan per ruas jalan Hunitetu yang diperlihatkan pada Tabel 7 di bawah ini.
Tabel 7. Total Nilai Kondisi Permukaan Ruas Jalan Hunitetu
Metode
Nilai Kondisi
Keterangan
Dirgolaksono dan Mochtar
20,25
Menunjukkan kondisi permukaan pada level 20-40 dimana kondisi permukaan secara umum mengalami kerusakan ringan dan mencapai tingkat keparahan sedang.
Bina Marga
14 %
Secara umum kondisi jalan mengalami kerusakan ringan
Program/ kegiatan penanganan jalan ditentukan oleh tingkat kerusakan jalan berdasarkan nilai kondisi permukaan pada ruas jalan Hunitetu dengan masing-masing metode yang menghasilkan tingkat kerusakan ringan dan sedang.
Kategori penanganan jalan pada ruas jalan Hunitetu dengan masing-masing metode dapat dilihat dalam Tabel 8 di bawah ini.
Tabel 8. Kategori Penanganan Jalan Ruas Jalan Hunitetu
Metode
Kategori Penanganan
Dirgolaksono dan Mochtar
Kategori penanganan dengan pemeliharaan ringan seperti penambalan lubang, crack sealling dan levelling.
Bina Marga 1995
Pemeliharaan Berkala (PM/ Rehabilitasi)
Dapat dijelaskan berdasarkan keterangan Tabel 4.3 di atas, bahwa hampir semua kategori penanganan untuk masing-masing metode sama yaitu overlay/ lapis tambahan.
Perhitungan Volume Pekerjaan Perbaikan
Dalam menghitung volume perkerjaan, sebelumnya ditentukan seksi-seksi yang berada pada nilai kondisi buruk yang akan diperlihatkan dalam 4.4. jenis lapisan yang akan digunakan untuk perbaikan kerusakan adalah Lapis Pondasi Atas/ LPA kelas A dengan tebal 10 cm.
Kemudian dengan berdasarkan nilai kondisi per ruas, maka untuk masing-mesing metode menggunakan perbaikan dengan lapis tambahan/ATB dengan tebal 5 cm.
Volume Pekerjaan Perbaikan berdasarkan Nilai Kondisi Metode Dirgolaksono dan Mochtar
Seksi-seksi yang memiliki Nilai Kondisi buruk berdasarkan hasil analisis dengan metode Dirgolaksono dan Mochtar berjumlah 7 seksi di tambahakn 1 seksi yang nilainya mendekati nilai kondisi 40-90 seperti yang dapat dilihat dalam Tabel 10 di bawah ini yang dilampirkan dengan luasan kerusakan yang akan dilapisi dengan Lapis Pondasi atas klas A.
Tabel 10. Luasan Kerusakan untuk perbaikan LPA kelas A
No
Seksi (Sta)
Luas Kerusakan (M2)
1
STA 800-900
201,2375
2
STA 1800-1900
204,8123
3
STA 1900-2000
26,9497
4
STA 2400-2500
331,6464
5
STA 3700-3800
27,085
6
STA 5200-5300
224,995
7
STA 4900-5000
25,049
8
STA 5600-5700
400
Total Luas Kerusakan
1538,75
(Sumber : Hasil Analisis, 2014)
Berdasarkan luas kerusakan di atas, maka untuk menghitung volume pekerjaan Lapis Pondasi Atas klas A dan Lapis Tambahan (ATB) adalah sebagai berikut :
1.
Volume Pekerjaan LPA Klas A, tebal 10 cm
V
=
153,87
m3
2.
Lapis Tambahan/ ATB tebal 5 cm
Luas ruas jalan
=
24000
m2
V
=
2730
ton
Volume Pekerjaan Perbaikan berdasarkan Nilai Kondisi Metode Bina Marga
Seksi-seksi yang memiliki Nilai Kondisi buruk berdasarkan hasil analisis dengan metode Bina Marga (1995) berjumlah 17 seksi seperti yang dapat dilihat dalam Tabel 11 di bawah ini yang dilampirkan dengan luasan kerusakan yang akan dilapisi dengan Lapis Pondasi atas klas A.
Tabel 11. Luasan Kerusakan untuk perbaikan LPA kelas A
No
Seksi (Sta)
Luas Kerusakan (M2)
1
STA 500-600
275,4
2
STA 600-700
95,398
3
STA 800-900
201,2375
4
STA 1100-1200
105,8782
5
STA 1200-1300
101,876
6
STA 1600-1700
200,632
7
STA 1800-1900
204,8123
8
STA 2300-2400
62,89856
9
STA 2400-2500
331,6464
10
STA 2500-2600
200,585
11
STA 2800-2900
123,914
12
STA 3200-3300
58,49
13
STA 3400-3500
62,42502
14
STA 3600-3700
313,88
15
STA 4700-4800
66,84425
16
STA 5200-530
224,995
17
STA 5600-5700
400
Total Luas Kerusakan
3030,91
(Sumber : Hasil Analisis, 2014)
Berdasarkan luas kerusakan di atas, maka untuk menghitung volume pekerjaan Lapis Pondasi Atas klas A dan Lapis Tambahan (ATB) adalah sebagai berikut :
1.
Volume Pekerjaan LPA Klas A, tebal 10 cm
V
=
303,1
m3
2.
Lapis Tambahan/ ATB tebal 5 cm
Luas ruas jalan
=
24000
m2
V
=
2730
ton
Berdasarkan luas kerusakan di atas, maka untuk menghitung volume pekerjaan Lapis Pondasi Atas klas A dan Lapis Tambahan (ATB) adalah sebagai berikut :
1.
Volume Pekerjaan LPA Klas A, tebal 10 cm
V
=
4,5621
m3
2.
Lapis Tambahan/ ATB tebal 5 cm
Luas ruas jalan
=
24000
m2
V
=
2730
ton
Pemilihan Metode
Setelah melakukan seluruh analisis Nilai Kondisi kerusakan dan juga alternatif penanganan serta analisis volume pemeliharaan, penulis dapat melakukan pemilihan metode yang lebih sesuai dengan kondisi di lokasi studi yaitu ruas jalan Hunitetu adalah antara metode Dirgolaksono-Mochtar.
Dirgolaksono-Mochtar, Metode Dirgolaksono dan Mochtar masih memiliki keunggulan karena menambahkan alternatif perbaikan drainase, walaupun tidak dibahas dalam penulisan ini, tapi dapat menjadi tindak lanjut dari penelitian ini kedepan. Selain itu seksi-seki yang diprioritaskan penanganannya karena kondisi buruk berdasarkan metode Dirgolaksono dan Mochtar, walaupun jumlahnya (8 seksi) sedikit tetapi memiliki luasan yang lebih besar dari pada seksi-seksi yang diprioritaskan oleh metode PCI yang memiliki luasan lebih kecil tetapi jumlahnya banyak (11 seksi).
Jumlah luasan kerusakan yang menjadi prioritas penanganan oleh metode Dirgolaksono dan Mochtar mempengaruhi pembiayaan yang besar lebih besar dari pada metode Bina Marga, tetapi dengan biaya yang besar akan dapat terealisasi dengan baik untuk seksi-seksi jalan yang benar-benar sudah diprioritaskan. Jika pembiayaan pemeliharaan berdasarkan Metode Bina Marga yang akan digunakan dilapangan, maka kerusakan dengan tingkat keparahan yang dapat di jangkau oleh metode Dirgolaksono dan Mochtar namun belum dijangkau oleh metode Bina Marga, tidak akan dapat di perbaiki secara baik.
Kesimpulan Dan Saran
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat di ambil dari penulisan ini adalah sebagai berikut :
Jenis kerusakan yang sering ditemukan pada ruas jalan hunitetu adalah Retak garis (berkelok), retak buaya, Ambles, sungkur, kerusakan tepi, terkelupas, dan lubang.
Nilai kerusakan ruas jalan Hunitetu berdasarkan metode Dirgolaksono dan Mochtar dengan penilaian pada rentang nilai 0-90 menghasilkan nilai kerusakan 20,25; metode Bina Marga dengan sistem penilaian didasarkan pada prosentase kerusakan antara 10-100% menghasilkan nilai kerusakan 14 %..
Berdasarkan perbandingan nilai kerusakan di atas, maka kategori kerusakan pada ruas jalan hunitetu adalah kerusakan ringan sampai sedang.
Solusi perbaikan terhadap ruas jalan Hunitetu yang memiliki tingkat kerusakan sedang yaitu dengan pekerjaan perbaikan overlay berdasarkan volume kerusakan berdasarkan metode Dirgolaksono dan Mochtar karena lebih sesuai dengan kondisi di lapangan, dimana kerusakan dengan tingkat keparahan yang dapat di jangkau oleh metode Dirgolaksono dan Mochtar belum dapat dijangkau oleh metode yang lain sehingga belum tentu dengan prioritas perbaikan berdasarkan metode yang lain dapat di perbaiki secara baik.
Volume pekerjaan perbaikan berdasarkan metode Dirgolaksono dan Mochtar terdiri dari : pekerjaan Lapis Pondasi Atas Klas A dengan tebal 10 cm sebesar 153, 87 m3 dari luas kerusakan yang dihitung yaitu sebesar 1538,75 m2, Volume pekerjaan ATB sebesar 2370 ton dari luas jalan yang ditinjau sebesar 24000 m2 (L = 4 m dan P = 6000 m).
Saran
Saran yang dapat disampaikan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
Hasil studi yang dilakukan menunjukkan bahwa jenis kerusakan pada ruas jalan Hunitetu menghasilkan kategori sedang, sehingga rekomendasi selanjutnya yaitu perlu dilakukan kajian terhadap kerusakan di bawah permukaan perkerasan dan juga kajian terhadap stabilitas tanah dasar dan saluran drainase.
Perlu dilakukan studi berkelanjutan dengan membandingkan antara nilai perkerasan yang telah didapat dengan International Roughness Index, karena perbaikan jenias kerusakan akan sangat berpengaruh terhadap jenis kendaraan yang melintasi.
Daftar Pustaka
Harry Christady Hardiyanto., (2007), Pemeliharaan Jalan Raya, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hamid A., (2007), Studi Pengaruh Volume Lalu Lintas Terhadap Nilai Kerusakan Jalan Pada Ruas Jalan Brigjen Katamso-Waru, Tugas Akhir, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
http://www.pavementinteractive.org/category/maintenance-and-rehabilitation/maintenance/flexible-pavement-maintenance/
Istiar., (2009), Penentuan Nilai dan Bobot Kerusakan Jalan Pada Perkerasan Kaku dengan Metode AHP ( Studi Kasus : Jalan Mayjend Sungkono Surabaya) : Tesis FTSP-ITS, Surabaya.
Musriyana Nabiu., (2006), Evaluasi Tingkat Kerusakan Jalan Pada Ruas Jalan Yos Sudarso – Kalumata Kota Ternate, Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 2006.
Noor Juliansya Noor,Dr.,Se.,M.M., (2011), Metodologi Penelitian, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
Sukirman, Silvia., (1992), Perkerasan Lentur Jalan Raya. Bandung: Nova.
…Dan seterusnya.