ANALISIS EKONOMI-EKOLOGI EKONOMI- EKOLOGI HUTAN MANGROVE DAN ALTERNATIF ALTERNAT IF PEMANFAATAN WILAYAH Nuddin Harahab ABSTRAK Hutan mangrove merupakan suatu ekosistem pesisir yang komplek dan khas, memiliki daya dukung tinggi bagi kehidupan. Oleh karena itu kawasan pesisir pantai menjadi bagian yang sangat penting dalam kegiatan pembangunan dan perekonomian. Tujuan penelitian ini adalah : (1) Menganalisis karakteristik wilayah ekosistem hutan mangrove, (2) Menghitung nilai ekonomi-ekologi ekosistem hutan mangrove, (3) Menganalisis alternatif pemanfaatan wilayah mangrove, dengan memperhatikan nilai-nilai ekonomi dan ekologi ekosistem. Untuk mengetahui nilai ekosistem hutan mangrove, dengan menggunakan perhitungan total economic valuation (TEV). Sedangkan untuk analisis frofitabilitas dan kelayakan usaha dalam alternatif pemanfaatan wilayah menggunakan perhitungan net prersent value (NPV), internal rate of return (IRR), dan net benefit-cost ratio (net B/C)
Kata kunci: Hutan mangrove, Ekonomi-ekologi, Ekonomi-ekologi, Kelayakan Usaha.
ECOLOGICAL-ECONOMIC ECOLOGICAL -ECONOMIC ANALYSIS OF MANGROVE FORESTRY AND ALTERNATIVE COASTAL AREA UTILIZATION ABSTACT Mangrove is coastal ecosystem which has own characteristics and complexity, and has high life supporting. Moreover, coastal area has become on of important part on development and economic area. The purposes of this research are: 1. Characteristic analysis of mangrove ecosystem, 2. counting of economicalecological ecological value of mangrove ecosystem, ecosystem, 3. analyzing of alternative coastal area utilization, by concerning some economical-ecological economical -ecological value of mangrove ecosystem. To get the number value value of mangrove ecosystem, the writer used total economic valuation (TEV). To get the number of profitability and their feasibility, the writer used benefit tabulation, Net Present Value (NPV), internal rate of return (IRR), and net benefit cost ratio (net B/C).
Key words words : Mangrove Mangrove forestry, forestry, Ecological-economic, Ecological-econ omic, Feasibility Feasibilit y Study. PENDAHULUAN Hutan mangrove merupakan sumberdaya pantai yang memiliki daya dukung tinggi bagi kehidupan, sangat produktif dan memberikan manfaat tinggi terutama dari fungsi yang dikandungnya (biologi, kimia, fisik fisik dan ekonomi). Oleh karena itu kawasan pesisir pantai menjadi bagian yang sangat penting dalam kegiatan pembangunan dan perekonomian. Seperti yang diperkirakan (Dahuri, 1993; 1996, 1997; Dahuri et al et al., 2001; Bengen, 2005) bahwa dengan adanya kecenderungan sumberdaya daratan yang langka, maka sumberdaya pesisir dan laut akan menjadi sumber pertumbuhan baru dan tumpuhan harapan bagi pembangunan di Indonesia. Secara normatif sebagai pesan konstitusi, bahwa: kekayaan sumberdaya wilayah pesisir tersebut dikuasai oleh negara untuk mewujudkan mewujudkan kesejahteraan masyarakat (Pasal (Pasal 33 ayat 3 UUD UUD 1945). Juga harus harus dikelola sedemikian rupa sehingga mamberikan manfaat, baik bagi generasi sekarang maupun generasi yang akan datang (Pasal 4 UU. Pengelolaan Lingkungan Hidup Hidup No. No. 23 Tahun 1997). 1997). Peraturan Menteri Kehutanan No. P.03/MENHUT/V/2004 menyebutkan bahwa, hutan mangrove merupakan jalur hijau daerah pantai yang mempunyai fungsi ekologis dan sosial ekonomi. Keputusan Presiden
No.32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, menetapkan jalur hijau (green belt) adalah 130 kali rata-rata perbedaan antara pasang tertinggi dan terendah. Dengan standar itu wilayah yang tidak dialokasikan untuk kegiatan pertambakan atau yang lain adalah wilayah sempadan pantai dengan lebar 140 meter dari garis pantai ke arah daratan. Namun, kebijakan pemerintah tersebut tidak serta merta membuahkan hasil, yang pada akhirnya banyak wilayah hutan mangrove dikonversi untuk kepentingan yang lain. Keadaan demikian, karena tingginya permintaan lahan di kawasan pesisir untuk berbagai macam peruntukan (tambak, pemukiman atau perumahan, maupun industri), rendahnya koordinasi antar sektor maupun rendahnya pemahaman terhadap manfaat dan fungsi ekosistem hutan mangrove. Ekosistem hutan mangrove merupakan himpunan antara komponen hayati dan non hayati yang secara fungsional berhubungan satu sama lain dan saling berinteraksi membentuk suatu sistem. Apabila terjadi perubahan pada salah satu dari kedua komponen tersebut, maka akan dapat mempengaruhi keseluruhan sistem yang ada baik dalam kesatuan struktur fungsional maupun dalam keseimbangannya. Kelangsungan suatu fungsi ekosistem sangat menentukan kelestarian dari sumberdaya hayati
IV-188
sebagai komponen yang terlibat dalam sistem tersebut. METODE PENELITIAN Oleh karena itu, untuk menjamin kelestarian Penentuan Lokasi sumberdaya hayati, perlu diperhatikan hubunganPenelitian ini dilakukan di wilayah pesisir hubungan ekologis yang berlangsung di antara Kecamatan Gending Kabupaten Probolinggo. Wilayah komponen-komponen sumberdaya alam yang tersebut menjadi lokasi penelitian atas dasar dan menyusun suatu sistem. Struktur ekosistem mangrove pertimbangan bahwa wilayah pesisir Kecamatan dan hubungan biotik-abiotik yang terjadi dalam Gending selain terdapat areal pertambakan yang baik, ekosistem banyak dijelaskan oleh Welch dan Lindell juga kondisi hutan mangrovenya cukup baik dan (1980), Fraks and Falconer (1999) Bengen (2000), paling luas diantara beberapa kecamatan pesisir yang Kamaruzzaman (2001), Irwan (2003). ada di Kabupaten Probolinggo. Kondisi mangrove di Pemanfaatan wilayah pesisir mempunyai wilayah Kecamatan yang lainnya (Tongas, banyak tujuan pada berbagai macam aktivitas Sumberasih, Dringu, Pajarakan, Kraksaan, dan Paiton) ekonomi yang ada. Dampak dari suatu aktivitas keadaannya hampir sama dan populasi hutan ekonomi yang satu terhadap yang lain mempunyai mangrove di masing-masing kecamatan tidak lebih potensi saling merugikan manakala tidak diatur dari 90 hektar dan ketebalan vegetasi hutan mangrove keselarasannya. Di sisi lain masing-masing aktivitas sangat rendah, bahkan tidak terlihat dalam peta rupa ekonomi selalu berusaha untuk memaksimumkan bumi digital diterbitkan oleh BAKOSURTANAL keuntungan dengan sumberdaya yang dimiliki. Oleh edisi tahun 2000 dengan skala 1 : 25.000. karena itu integritas pengelolaan dengan berbagai macam tujuan dan prioritas harus dapat ditentukan Penentuan Sampel dengan baik. Dasar penentuan tersebut tentunya harus Penentuan sampel dalam penelitian ini tetap memperhatikan keselarasan dari sebuah sistem dilakukan dengan menggunakan teknik sampel lingkungan, dengan demikian analisis manfaat bertujuan atau purposive sample. Sampel bertujuan ini ekonomi dan ekologi suatu ekosistem harus tetap dilakukan dengan cara mengambil subyek bukan menjadi dasar utama dalam perumusan model didasarkan atas strata, random atau daerah, tetapi kebijakan yang dilakukan. didasarkan atas adanya tujuan tertentu dari penelitian Manfaat ekonomi diartikan sebagai nilai yang dilakukan. Berdasarkan syarat-syarat ekonomi dari pemanfaatan sumberdaya, dalam pengambilan sampel bertujuan, maka diambil hubungan ini nilai ekonomi hutan mangrove adalah beberapa responden dari : 1) pencari ikan, 2) pencari manfaat penggunaan langsung (direct use value: kepiting, 3) pencari udang, 4) pencari tiram, 5) pencari telur burung, 6) pemangku kepentingan yaitu DUV). Sedangkan nilai ekologi berkaitan dengan fungsi yang dikandungnya dan berkaitan dengan pemerintah dan kelompok “Bentar Indah” yaitu upaya-upaya pelestarian. Oleh karena itu nilai ekologi kelompok masyarakat rehabilitasi mangrove atau merupakan nilai penggunaan tidak langsung (indirect pengelola hutan mangrove, dalam hal ini adalah pengurus kelompok dan petugas teknis penanaman use value: IUV) terhadap ekosistem tersebut. Pengelompokan berbagai macam manfaat dan fungsi dan perawatan mangrove, dan juga unsur pemerintah ekosistem hutan mangrove disampaikan dengan desa. berbagai versi (Dixon, 1989; Khalil, 1999; Rawana, 2002; Sumarna dan Abdullah dalam Soemartono, Kerangka Konseptual 2002; Arief, 2003; Gunarto, 2004; Pagoray, 2004, Uraian dalam latar belakang dan kajian pustaka Hudspeth et al.,2007), yang pada dasarnya terdiri dari melandasi proses berfikir penelitian. Dalam proses manfaat secara ekonomi dan ekologi. Sedangkan berpikir ini, dilakukan dengan menggunakan teoriteknik penilaian sumberdaya alam banyak dijelaskan teori yang ditelaah secara mendalam sehingga dapat dalam Hufscmidt, et al., (1987), Dixon (1989), Pearce dipergunakan untuk melakukan analisis. Kegiatan ini and Turner (1990), Pomeroy (1992), Munasinghe merupakan kegiatan studi teoritik yang memberikan (1993), pearce dan Moran (1994), Fauzi (2004), inspirasi bagi penulis untuk berfikir secara deduktif. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka Sedangkan studi empirik yang merupakan telaah dianggap penting untuk dilakukan penelitian tentang generalisasi fakta dan kenyataan akan melengkapi ”Analisis ekonomi-ekologi hutan mangrove dan wawasan dan pemikiran yang bersifat deduktif. alternatif pemanfaatan wilayah”. Analisis ekonomiMenurut Suriasumantri (2001), bahwa proses ekologi akan memadukan prinsip-prinsip ekonomi dan berfikir ilmiah pada hakikatnya merupakan gabungan prinsip-prinsip ekologi untuk menjadi satu kesatuan dari penalaran deduktif dan induktif. Oleh karena itu, didalam penilaian sumberdaya. Secara spesifik proses berfikir dalam penelitian ini merupakan penelitian ini bertujuan untuk : (1) Menganalisis kombinasi antara penalaran deduktif dan induktif. karakteristik wilayah ekosistem hutan mangrove, (2) Atau dengan kata lain, proses berfikir tidak hanya Menghitung nilai ekonomi-ekologi ekosistem hutan didasarkan pada penalaran deduktif atau induktif saja, mangrove, (3) Menganalisis alternatif pemanfaatan tetapi lebih merupakan interaksi antara penalaran wilayah mangrove, dengan memperhatikan nilai-nilai deduktif dan induktif. ekonomi dan ekologi ekosistem. Setelah tahapan tersebut, maka dihasilkan konsep secara keseluruhan, didasari pemikiran bahwa: ekosistem hutan mangrove mempunyai manfaat
IV-189
ganda, yaitu manfaat ekonomi dan ekologi. Agar ekosistem tersebut tetap dalam fungsinya dalam satu kesatuan sistem hidup di alam, maka model pengelolaan wilayah hutan mangrove ini harus benar dari pandangan ekologi maupun ekonomi. Pandangan atau konsep ekologi secara umum menitik beratkan kepada keterbatasan kemampuan ekosistem, sehingga menuntut adanya keseimbangan, lestari, dan konservasi. Sedangkan konsep ekonomi berkembang dengan menitik beratkan kepada upaya pemenuhan kebutuhan manusia, sehingga menuntut adanya efisiensi dan pertumbuhan. Benturan nilai kepentingan seperti itu, bukan sesuatu yang baru akan tetapi senantiasa terjadi sepanjang konsep ekologi dan ekonomi dipandang sendiri-sendiri secara parsial. Karena hal itu merupakan dua orientasi dengan penekanan yang arahnya berlawanan, dalam suatu sistem bersifat tarik-menarik. Dalam pembahasan konsep ekologi, ekologisme, dan pengelolaan sumberdaya hutan, dijelaskan bahwa gabungan dari dua pendekatan ini (ekologi-ekonomi) secara parsial akan selalu berhadapan dengan pertanyaan: mana yang lebih penting dan harus diprioritaskan. Oleh karena itu, paradigma baru yang dianut dalam pendekatan ecological-economic s sebagaimana diuraikan tersebut dimungkinkan merupakan jalan tengah yang dapat dianggap sebagai hasil kompromi antara konsep ekologi dengan konsep ekonomi klasik. Dalam pendekatan baru ini, setiap benda dan makhluk di muka bumi ini diyakini mempunyai nilai-nilai ekonomis dan ekologis pada waktu yang sama, tidak ada yang lebih penting dan harus didahulukan, akan tetapi harus dipandang secara serempak. Dengan demikian nilai ekonomis benda itu sebenarnya tidak ada, demikian pula nilai ekologisnya, yang ada hanyalah nilai ecological-economics dari benda itu (Suhendang, 1996). Berdasarkan uraian tersebut, maka kaidahkaidah pemanfaatan wilayah dalam ekosistem hutan mangrove harus tetap memperhatikan hubungan ekologi dalam suatu ekosistem. Oleh karena itu optimasi sumberdaya wilayah ekosistem hutan mangrove harus berperspektif ekonomi dan ekologi. Atas dasar uraian tersebut dapat dirumuskan kerangka konseptual penelitian seperti disampaikan pada Gambar 1. Kerangka Operasional Tahap pertama penelitian ini adalah melakukan studi pendahuluan untuk memahami wilayah berkaitan dengan materi penelitian, melalui pendekatan rapid rural appraisal. Tahap kedua, adalah kegiatan survei identifikasi manfaat dan fungsi ekosistem hutan mangrove, dan dilakukan perhitungan kuantifikasi manfaat dan fungsi serta monetasi yaitu perhitungan dalam nilai uang. Tahap ketiga, adalah melakukan analisis pemanfaatan wilayah pesisir hutan mangrove dengan pertimbangan nilai ekonomi ekologi Yaitu: pemanfaatan wilayah harus memperhatikan keberlanjutan ekonomi, ekologi dan sosial. . Oleh
karena itu Jenis dan sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari beberapa kegiatan observasi, wawancara. Sedangkan data sekunder diperoleh dari data dokumen dari sub Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Dinas Kelautan dan Perikanan, dan BPS Kabupaten Probolinggo. Kerangka operasional penelitian secara skematis dapat dilihat Gambar 2. Model dan Teknik Analisa Data Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif deskriptif. Analisis kuantitatif deskriptif maupun penjelasan kualitatif akan menggambarkan tentang karakteristik ekosistem hutan mangrove dan daya dukungnya terhadap perikanan. Sedangkan analisis kuantitatif berdasarkan data perhitungan dan angka-angka yang diperoleh, akan menggambarkan profitabilitas dan tingkat kelayakan usaha , total nilai ekonomi suatu ekosistem hutan mangrove, dan pemanfaatan ekosistem hutan mangrove dalam pengelolaan wilayah pesisir. 1) Profitabilitas dan Kelayakan Usaha a) Analisis Keuntungan π = TR-TC Keterangan: π = Keuntungan TR = Total Revenue (penerimaan usaha) TC = Total cost (biaya total usaha) b) Rentabilitas
Re ntabilitas
=
L M
x100%
Keterangan: L = Jumlah laba atau keuntungan yang diperoleh selama periode tertentu. M = Modal atau aktiva yang digunakan untuk menghasilkan laba. c) Net Present Value (NPV) n
NPV =
∑ t 1 =
Bt - Ct (1 i) =
Keterangan : Bt = benefit kotor pada tahun ke-t Ct = biaya kotor pada tahun ke-t n = umur ekonomis dari proyek i = discount rate yang berlaku. d) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)
Bt - Ct n
Net B/C =
(1 + i)t
∑ Ct - Bt t 1 =
(1 + i)t Keterangan : Bt = benefit kotor pada tahun ke-t Ct = biaya kotor pada tahun ke-t n = umur ekonomis dari proyek i = discount rate yang berlaku.
IV-190
WILAYAH EKOSISTEM HUTAN MANGROVE
EKONOMI-EKOLOGI
Prinsip Ekologi: Keseimbangan dan Lestari (Konservasi)
Prinsip Ekonomi: Efisiensi dan Pertumbuhan
Aktivitas Ekonomi: Rumah tangga keluarga Rumah tangga perusahaan Rumah tangga pemerintah • • •
Sistem Ekologi: Zona penyangga Pantai Supply bahan organik (produktivitas perairan) • •
DAYA DUKUNG EKONOMI-EKOLOGI
PEMANFAATAN WILAYAH HUTAN MANGROVE
Gambar 1. KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN
IV-191
•
•
•
Karakteristik ekosistem Hutan mangrove Identifikasi manfaat dan fungsi ekosistem Aktivitas ekonomi terkait ekosistem hutan mangrove
Studi Pendahuluan (RRA)
Survei
•
Kuantifikasi dan Monetasi • • •
•
•
Tambak Intensif Tambak Wanamina Produksi arang dan penanaman mangrove Penanaman mangrove
•
Analisis opsi pemanfaatan wilayah
Keadaan vegetasi, dan fisika, kimia, biologi perairan hutan mangrove Nilai ekonomiekologi Profitabilitas dan Kelayakan usaha
Pemanfaatan Wilayah
Gambar 2. KERANGKA OPERASIONAL PENELITIAN
IV-192
yang masih terperlihara dengan baik. Wilayah ini pernah memperoleh penghargaan Kalpataru pada NPV' IRR = i’+ (i’ – i”) tahun 1992. Luas hutan mangrove di Kecamatan NPV' - NPV" Gending sekitar 146,0 hektar. Pada saat ini luas Keterangan : wilayah yang sedang dilakukan reboisasi sekitar 50 i’ = tingkat discount rate pada interpolasi hektar. Kegiatan reboisasi ini dilakukan atas kerja pertama (lebih kecil) kelompok “Bentar Indah” dan “Curah Mulya” yang i” = tingkat discount rate pada interpolasi kedua sepenuhnya didanai dari Yayasan OISCA(lebih besar) International (The Organization for Industrial, NPV’ = nilai NPV pada discount rate pertama Spiritual and Cultural Advancement) dalam program (positif) TMMP (Tokio Marine Mangrove Project). Kerjasama NPV” = nilai NPV pada discount rate kedua dilakukan selama 5 tahun dimulai tahun 2004 sampai (negatif) dengan 2009. Data fisika-kimia dan biologi perairan hutan 2) Perhitungan Nilai Ekosistem mangrove menunjukkan nilai yang sangat mendukung Teknik perhitungan untuk menilai ekonomi untuk kehidupan biota. Hasil analisis Mahmudi et al., suatu sumberdaya, mengacu metode valuasi ekonomi (2007) menunjukkan bahwa : variabel fisika, yaitu: atau total economic valuation (TEV) yang suhu di wilayah ekosistem mangrove berkisar antara o dikemukakan oleh Dixon et al., (1988) dalam 30,17 – 32 C. Kecerahan perairan di kawasan Pomeroy (1992). Secara matematis dapat dirumuskan mangrove ini berkisar antara 0,28 – 0,29 m, kecepatan dalam persamaan sebagai berikut: arus berkisar antara 0,061 – 0,105 m/dt dengan kedalaman air pasang berkisar antara 1,03 – 1,80 m. TEV = UV + NUV = (DUV + IUV + OV) + (BV + EV) Sedimen mempunyai tekstur pasir berkisar antara 29 – 70 %, debu 21 – 55 % dan liat 9 – 16 %. Sedangkan Keterangan : kandungan nitrat sedimen adalah berkisar antara 6,52 TEV = Total Economic Value (Total Nilai Ekonomi) – 10,25 ppm, fosfat sedimen berkisar antara 11,86 – UV = Use Value (Nilai Penggunaan) 15,58 ppm, bahan organik di sedimen berkisar antara NUV =Non Use Value ( Nilai Intrinsik) 6,27 – 8,70 % dan pH sedimen berkisar antara 6,7 – DUV =Direct Use Value (Nilai Penggunaan 7,3. Langsung) Variabel kimia, nilai pH perairan berkisar 7,7 – IUV = Inderect Use Value(Nilai Penggunaan Tidak 7,8, kandungan nitrat di perairan berkisar antara 0,02 langsung) – 0,043 ppm, fosfat berkisar antara 0,05 – 0,053 ppm. OV =Option Value (Nilai Pilihan) Kandungan oksigen terlarut di perairan berkisar antara EV =Exsistence Value(Nilai Keberadaan) 7,42 – 8,08 ppm. (Nilai Warisan/kebanggaan) BV =Beguest Value Sedangkan untuk variabel biologi perairan, jenis plankton yang ditemukan berkisar antara 19 – 21,33 jenis, dengan jumlah antara 9.911 – 31.400 individu/ml. Produktivitas primer plankton berkisar HASIL DAN PEMBAHASAN antara 2,65 – 3,57 gC/m 2 /hr dan kandungan klorofil-a Analisis Karakteristik Ekosistem Hutan Mangrove sebesar 11,12 – 18,07 mg/L. Nilai parameter biologi Analisis karakteristik ekosistem hutan perairan tersebut menunjukkan bahwa perairan mangrove, menjelaskan karakteristik hutan mangrove mangrove cukup subur dengan tersedianya jumlah dengan mengetahui kedaan vegetasi dan hubungan plankton yang melimpah. ekologi dalam ekosistem hutan mangrove. Fungsi dan Daya dukung ekosistem hutan mangrove manfaat ekosistem hutan mangrove terkait erat dengan terhadap biota perairan secara khusus dilakukan keadaan vegetasi, melalui jenis dan tegakan tanaman dengan menggunakan pendekatan melalui pelepasan mangrove, jumlah serasah daun yang jatuh, maupun nutrien dari serasah daun mangrove yang dihasilkan. sistem perakaran. Sedangkan hubungan ekologi dalam Dari produksi seresah daun mangrove 704,45 ekosistem mangrove dijelaskan melalui mekanisme 2 gr/m /tahun, setelah mengalami proses grazing, ekspor daya dukung hutan mangrove terhadap organisme atau dan dekomposisi, seresah daun menghasilkan nutrien biota di sekitarnya. 0,064 gr/m2 /tahun (N = 0,061 dan P = 0,003) ke Hutan mangrove di lokasi penelitian lingkungan perairan kemudian diperoleh nilai merupakan hutan mangrove yang cukup baik dan produktivitas primer dari serasah. Produktivitas primer vegetasi sedikit beragam. Jenis mangrove yang tersebut pada akhirnya akan menentukan stok ikan di mendominasi yaitu Rhizophora mucronata (bakau) , perairan. Hasil penelitian Weir et al., (2005) Sonneratia alba (pedada) dan Avicennia alba (apimenjelaskan bahwa kotoran burung Cormorant yang api). Dari beberapa desa yang ada di wilayah jatuh di perairan sebagai pupuk berperan penting Kecamatan Gending, vegetasi mangrove paling baik sebagai supply dalam perputaran nutrien (N dan P) berada di Desa Curahsawo. Mangrove di Desa yang pada akhirnya menentukan stok ikan. Dengan Curahsawo sebagian merupakan hasil reboisasi pada demikian petapa penting fungsi nutrien N dan P dalam tahun 1980-an dan sebagian juga dari tanaman alami pendugaan produktivitas perairan. e) Internal Rate of Return (IRR)
IV-193
Selain produktivitas primer dari serasah, di perairan juga terdapat produktivitas primer dari fitoplankton yang telah ada di perairan. Berdasarkan kedua nilai produktivitas primer tersebut, maka produksi ikan herbivor di perairan mangrove dapat dihitung, yaitu ditemukan nilai 1196,3 kg/ha/tahun. Dengan menggunakan konversi 10 % dalam aliran energi, maka produksi ikan karnivor dapat dihitung, yaitu 119,63 kg/ha/tahun. Jumlah produksi ikan herbivor dan karnivor tersebut merupakan produksi ikan total yang dihasilkan di perairan ekosistem mangrove, yaitu 1315,93 kg/ha/tahun. Artinya bahwa ekosistem mangrove di perairan tersebut mampu menyumbang sebesar 1315,93 kg ikan per hektar mangrove per tahun. Apabila nilai daya dukung ini dipakai untuk menghitung pada luasan mangrove di Kecamatan Gending yaitu 146 hektar, maka produksi ikan yang disumbangkan oleh ekosistem mangrove adalah 192,2 ton per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya peranan ekosistem mangrove terhadap perikanan pantai. Pentingnya ekosistem hutan mangrove terhadap perikanan pantai tersebut dapat dilihat dilapangan, dimana keberadaan ekosistem hutan mangrove mampu menderivasi kegiatan perikanan tangkap dan budidaya. Kegiatan nelayan baik mencari ikan, udang maupun mencari biota air lainnya semakin tinggi dengan adanya hutan mangrove yang semakin baik, demikian pula kegiatan budidaya air payau (tambak udang). Keadaan seperti itu dapat dilihat pada lokasi dimana kondisi hutan mangrove semakin luas dan baik (di Desa Curahsawo Kabupaten Probolinggo, Desa Panunggul Kabupaten Pasuruan, Desa Wringinputih Kabupaten Banyuwangi). Keadaan semacam ini sama seperti yang dijelaskan oleh Barbier and Ivar Stand (1997) bahwa berkurangnya habitat mangrove menunjukkan secara pasti berkurangnya produksi udang baik jumlah maupun keuntungan, sehingga mangrove sama pentingnya dengan input produksi perikanan udang. Kemudian Khalil (1999) menjelaskan bahwa perikanan udang yang berhasil di Pakistan seluruhnya bergantung pada ekosistem mangrove. Output dan Nilai Ekosistem Hutan Mangrove Output ekosistem hutan mangrove tidak terlepas dari manfaat dan fungsi yang dikandungnya. Manfaat dan fungsi tersebut bergantung pada faktor input penting bagi hutan mangrove, yaitu beberapa variabel penting yang menentukan pertumbuhan dan kesuburan vegetasi. Hasil penelitian di dapatkan fungsi dan manfaat hutan mangrove di Kecamatan Gending: a) Fungsi dan manfaat ekonomi, yaitu: sebagai penghasil kayu (kayu bakar, arang dan kayu konstruksi), sebagai tempat bersarangnya burung yang menghasilkan telur (pada bulan penghujan terdapat komunitas burung blekok yang selalu berada di dalam hutan mangrove dengan produksi 64.680 butir/tahun); b) Fungsi dan manfaat ekologi, yaitu: sebagai kawasan penyangga proses terjadinya intrusi atau penahan laju intrusi air laut (penyangga intrusi untuk kepentingan
penduduk sekitar 33.401 jiwa atau 9.097 kepala keluarga), sebagai kawasan untuk berlindung, bersarang dan berkembang biak bagi berbagai biota air (produksi udang 29.472 kg/tahun, produksi kepiting 93.000 kg/tahun, produksi tiram 120.960 kg/tahun), sebagai penahan gelombang, pencegah abrasi dan sebagai perangkap sedimen maupun penahan angin badai, sebagai daerah asuhan (nursery ground ), mencari makan ( feeding ground ) dan daerah pemijahan (spawning ground ) bagi berbagai macam biota perairan khususnya ikan. Berdasarkan identifikasi manfaat dan fungsi tersebut, maka penilaian dapat dilakukan. Penilaian ekonomi dan ekologi (ecological-economics) pada dasarnya adalah valuasi ekonomi, yaitu suatu upaya untuk memberikan nilai kuantitatif terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan, terlepas dari apakah nilai pasar (market price) tersedia atau tidak. Sedangkan metode penilaian untuk mendapatkan nilai ecological-economics tersebut, mengacu pada metode yang dikembangkan oleh Dixon et al., (1988) dan Pomeroy (1992), dengan menerapkan beberapa metode yang sesuai dengan kondisi di lapang. Selanjutnya manfaat dan fungsi ekosistem mangrove tersebut di kelompokkan menjadi : nilai penggunaan langsung; nilai penggunaan tidak langsung; nilai pilihan; nilai keberadaan; dan nilai pewarisan. Hasil perhitungan nilai ekonomi-ekologi ekosistem amngrove di Kecamatan Gending sebagai berikut (Tabel 1).
Performa Tambak Wanamina Tambak Wanamina atau Silvofishery merupakan perpaduan antara budidaya ikan dan atau udang dengan penanaman mangrove. Secara umum model tambak silvofishery, yang berkembang adalah model tanggul, dimana mangrove hanya ditanam di sekeliling tanggul atau pematang tambak, selain itu hutan mangrove dalam kawasan berada di depan sebagai green belt. Produksi yang dihasilkan dari dari tambak silvofishery (tambak kombinasi dengan penanaman mangrove) adalah udang windu dan ikan bandeng yang memang sengaja di tebar benih. Selain itu ada produksi udang putih dan udang werus walaupun tidak ditebar secara khusus, keberadaan udang putih dan werus karena ekosistem hutan mangrove. Hasil panen udang windu mencapai 50 kg/hektar (zise atau ukuran 40 - 50 ekor/kg), sedangkan ikan bandeng mencapai 200 kg/hektar (zise atau ukuran 3 - 4 ekor/kg). Pada saat yang sama dapat dipanen juga udang putih sekitar 50 kg/hektar dan udang werus 100 kg/hektar. Hasil panen udang putih dan udang werus ini merupakan salah satu nilai keuntungan yang diperoleh dari tambak silvofishery, karena kedua jenis udang ini tidak sengaja dipelihara, melainkan hasil ikutan akibat suburnya perairan di ekosistem hutan mangrove. Hasil perhitungan yang telah dilakukan, maka performa usaha tambak silvofishery Tabel 2.
IV-194
Tabel 1. Rekapitulasi nilai ekonomi-ekologi ekosistem mangrove di Kecamatan Gending No Uraian Luas wilayah 146 Ha. (Rp/Tahun) 1Ha. (Rp/Tahun) 1. Penggunaan langsung (direct use value): 818.800.000 5.608.219,1 • Penangkapan Udang, produksi 29.472 kg/tahun 1.131.000.000 7.746.575,3 • Penangkapan Kepiting, produksi 93.000 kg/tahun 7.770.000 53.219,1 • Penangkapan Burung/telur burung, produksi 64.680 butir/tahun 850.200.000 5.823.287,6 • Penangkapan Tiram, produksi 120.960 kg/tahun 2. Penggunaan tidak langsung (indirect use value):
Penahan intrusi • Perlindungan pantai dari abrasi, banjir • Daya dukung Produksi tangkapan ikan (ikan Belanak, kakap, bawal) Nilai pilihan (obtion value): keanekaragaman hayati: umlah •
3.
9.961.215.000 472.440.944 678.802.500
68.227.500 3.235.896,8 4.649.332,1
21.656.910
148.335
13.941.885.354
95.492.366
Tabel 2. Hasil analisis finansial tambak silvofishery dalam 1 hektar No. Uraian Nilai per periode Nilai per tahun (Rp/ha) (Rp/ha) 1 Modal Investasi : Rp. 17.335.500 2 Biaya tetap 2.435.850 3 Biaya variabel atau operasional 2.680.000 8.040.000 4 Total biaya 10.475.850 5 Penerimaan atau hasil penjualan 9.700.000 29.100.000 6 Laba atau keuntungan 6.208.050 18.624.150 7 Rentabilitas 93 % 8 Titik impas 3.982.750 9 Nilai NPV = 67.039.512 10 Net B/C = 4,86 11 IRR = 110 %
Alternatif Pemanfaatan Wilayah Hutan Mangrove Proses memilih opsi manajemen seringkali akan mendasarkan kepada beberapa penilaian tentang seberapa mungkin secara teknis, ekonomis dan politis opsi manajemen tersebut bisa dijalankan. Dalam studi ini pemilihan opsi tidak mempertimbangkan masalah politis, sehingga hanya membahas pada pertimbangan teknis dan ekonomis. Dengan demikian spesifikasi tujuan manajemen perlu dijelaskan, bahwa semuanya dengan tujuan akhir menjamin keberlanjutan (sustainable development). Oleh karena itu tujuantujuan yang berkaitan dengan dimensi ekonomi (peningkatan kesejahteraan, penciptaan lapangan kerja, dan keuntugan) harus tetap mengedepankan nilai-nilai keberlanjutan sesuai dengan sistem ekologi. Menurut Ruitenbeek (1992) bahwa opsi manajemen dalam pengelolaan mangrove, tidak satupun opsi manajemen akan tepat untuk setiap area, karena itu sebuah prosedur yang diadopsi harus memungkinkan
para perencana mengidentifikasi dan memilih strategi yang sesuai dan terbaik. Luas wilayah pesisir 559 hektar di Kecamatan Gending (terdiri dari 146 hektar berupa hutan mangrove, luas tambak efektif 132 hektar dan sisanya berupa lahan potensial) akan dilakukan analisis profitabilitas usaha dengan beberapa kemungkinan pemanfaatan, yaitu : 1) andaikan seluruh wilayah dijadikan kawasan industri pertambakan yaitu tambak intensif udang vanname, 2) kombinasi antara tambak dengan penanaman mangrove (tambak wanamina), 3) produksi arang dengan penanaman mangrove, 4) semua wilayah untuk hutan mangrove. Berdasarkan data-data empiris dari keempat alternatif kemungkinan pemanfaatan wilayah ekosistem hutan mangrove tersebut dianalisis kelayakan usaha dalam waktu 10 tahun ke depan adalah sebagai berikut: 1) Semua Wilayah Untuk Tambak Intensif Udang Vanname
IV-195
Budidaya udang dalam tambak secara intensif membutuhkan investasi dan biaya yang cukup tinggi. Investasi lahan dan peralatan bisa mencapai Rp189.200.000/hektar, dengan total biaya operasional mencapai Rp264.460.000/tahun. Tingginya biaya operasional tersebut mununjukkan betapa tinggi pula penggunaan input produksi benih dan pakan. Kebutuhan benih mencapai 300.000 ekor, dengan kebutuhan pakan sekitar 6.000 kg/hektar/siklus. Tingginya input produksi tersebut menyebabkan beban lahan maupun lingkungan terhadap limbah yang ditimbulkan menjadi sangat berat. Keadaan demikian akan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan dengan cepat, manakala proses pengangkatan atau pembersihan limbah tidak bisa dilakukan dengan sempurna. Pada akhirnya menyebabkan penurunan tingkat hidup udang maupun meningkatnya serangan penyakit karena kualitas air yang buruk. Data empiris menunjukkan bahwa pembangunan industri tambak di daerah pesisir Jawa maupun di luar Pulau Jawa mengalami kegagalan
produksi pada masa setelah lima tahun dari masa awal produksi. Artinya bahwa tidak terjadi keberlajutan setelah lima tahun beroperasi, atau produktivitas selalu menurun sedangkan kebutuhan investasi ataupun biaya semakin tinggi. Keadaan demikian berkaitan dengan kerusakan lingkungan dan menurunnya atau hilangnya hutan mangrove, pengalaman yang sama terjadi pula di beberapa negara di asia seperti yang dijelaskan dalam (Barbier and Ivar stand, 1997; Bann, 1998; Khalil, 1999). Prediksi income dan cost dalam waktu 10 tahun kedepan mengikuti trend yang terjadi pada pengalaman di beberapa daerah, bahwa produksi selalu mengalami penurunan dari tahun ke tahun dan penurunan semakin tajam setelah tahun kelima. Penurunan produksi tersebut karena tingkat hidup udang (survival rate: SR) semakin rendah. Sedangkan biaya produksi dan investasi cenderung naik, dalam upayanya mempertahankan tingkat hidup udang atau ingin mencapai SR yang tertap tinggi. Hasil perhitungan disampaikan dalam diagram Gambar 3.
250.000.000 225.000.000 200.000.000 175.000.000 150.000.000
I A L I N
125.000.000 100.000.000 75.000.000 50.000.000 25.000.000 0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
TAHUN INCOM E
COST
Gambar 3. Prediksi perkembangan income-cost tambak intensif udang vanname dikawasan tanpa hutan mangrove
IV-196
Perhitungan finansial atau kelayakan usaha dari tambak udang vanname, dilakukan analisis jangka panjang dalam masa 10 tahun. Hasil analisis kelayakan usaha disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil analisis kelayakan usaha tambak udang vanname dengan menghilangkan ekosistem hutan mangrove No. Parameter kelayakan Nilai 1. NPV 57.858.162.413 2 IRR 51% 3 Net B/C 1,4 2) Tambak Wanamina atau Silvofishery Kegagalan produksi dalam budidaya udang seringkali disebabkan oleh meningkatnya limbah cair yang masuk ke parairan laut dan minimnya daya dukung lingkungan dan menurunnya kemampuan mangrove dalam mengabsorbsi berbagai polutan, akibat penggunaan lahan yang tidak seimbang antara tambak dan hutan mangrove. Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa, kombinasi antara tambak dan hutan mangrove yang baik adalah 50 % : 50 % (JICA, 1999). Pedoman teknis silvofishery perum perhutani menetapkan perbandingan luas antara tanaman mangrove dan tambak 8 : 2. Menurut Hikmawati (2000) perbandingan tambak dan mangrove yang ideal adalah 40% : 60%. Sedangkan menurut Nur (2002), bahwa perbandingan tambak dan mangrove yang baik adalah 30% : 70%. Di Philipina perbandingan antara mangrove dan tambak adalah 80 % : 20 %; di negara Vietnam 70 % untuk mangrove, 20 % untuk tambak, dan 10 % untuk pemukiman (Primavera, 2000). Berdasarkan ketentuan atau prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan beberapa hasil
penelitian tersebut, maka dalam skenario pengelolaan wilayah ekosistem hutan mangrove pada penelitian ini ditetapkan 40 % tambak dan 60 % hutan mangrove. Dengan demikian untuk opsi kombinasi tambak dan penanaman mangrove pada luas wilayah 559 hektar, didapatkan kombinasi luas tambak adalah 224 hektar dan luas hutan mangrove 335 hektar. Perhitungkan/Prediksi income dan cost tahunan dari tambak dan hutan mangrove. tersebut disampaikan dalam diagram Gambar 4. Perhitungan finansial atau kelayakan usaha pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil analisis kelayakan usaha tambak ekstensif dan penanaman mangrove No. Parameter kelayakan Nilai 1. NPV 40.318.720.371 2 IRR 94% 3 Net B/C 8,6 3) Produksi Arang dan Penanaman Mangrove Pengelolaan wilayah hutan mangrove dengan produksi arang dan penanaman mangrove diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif yang cukup baik. Tanaman mangrove dari famili Rhizoporaceae seperti Rhizopora apiculata dan Rhizopora mucronata memiliki karakter yang baik sebagai bahan baku arang. Arang yang terbuat dari jenis ini memiliki kualitas khusus yang mirip dengan arang Bincho dari Jepang, seperti berat yang spesifik, keras dan mudah terbakar. Asumsi yang digunakan dalam skenario pengelolaan ini mengacu pada hasil penelitian JICA (1999), kemudian dirumuskan sebagai berikut:
30.000.000
25.000.000
20.000.000
I A L I N
15.000.000
10.000.000
5.000.000
0 0
2
4
6
8
10
12 TAHUN
INCOM E
COS T
Gambar 4. Prediksi perkembangan income dan cost kombinasi tambak dan penanaman mangrove (tambak wanamina)
IV-197
(1) Produksi arang dan penanaman mangrove dilakukan dalam suatu wilayah dengan sistem tebang pilih dan dilakukan penanaman kembali atau reboisasi. (2) Ditetapkan rotasi 15 tahun, maka plot wilayah untuk tebang dan tanam diatur agar bisa memenuhi rotasi 15 tahunan. (3) Kapasitas tungku pembuatan arang yang dipakai 3 adalah 60 m . (4) Rendemen diperkirakan 25 %. (5) Produksi yang dihasilkan 15 ton/siklus (6) Frekuensi pembakaran adalah 8 kali per tahun. (7) Luas hutan yang diperlukan untuk satu tungku pembakaran dengan metode tebang pilih dan sistem reboisasi adalah : a. konsumsi kayu per tahun = kapasitas tungku x siklus pembakaran per tahun 3 3. = 60 m x 8 kali bakar = 480 m b. konsumsi untuk rotasi 15 tahun = konsumsi per tahun x 15 tahun 3 3. = 480 m x 15 = 7.200 m (8) Berdasarkan Tabel volume tegakan dan tingkat pertumbuhan tanaman mangrove, maka dapat ditentukan rotasi dan luas hutan yang diperlukan. a. Volume efektif tegakan umur 15 tahun 3 adalah 97,34 m /hektar.
b.
Kebutuhan konsumsi kayu untuk rotasi 15 3 tahun adalah 7.200 m , maka luas hutan mangrove yang diperlukan selama 15 tahun untuk satu tungku yaitu (7.200/97,34) = 73,96 hektar, dibulatkan 74 hektar. Jadi kebutuhan per tahun adalah sekitar 5 hektar. (9) Ketentuan penebangan tetap memperhatikan Keppres No.32/1992, yaitu pengelolaan kawasan lindung; jalur hijau kawasan mangrove 130 kali perbedaan pasang tertinggi dan terendah. Dengan demikian luas wilayah mangrove 559 hektar, dapat diusakan 6 unit tungku pembakaran. Prediksi income dan cost pembuatan arang dalam masa 10 tahun ke depan secara diagram dalam Gambar 5, sedangkan perhitungan finansial atau kelayakan usaha dari kombinasi produksi arang dan penanaman mangrove Tabel 4. Tabel 4. Hasil analisis kelayakan produksi arang dan penanaman mangrove No. Parameter kelayakan Nilai 1. NPV 7.785.677.376 2 IRR 44% 3 Net B/C 4,1
28.000.000 26.000.000 24.000.000 22.000.000 20.000.000 18.000.000
I 16.000.000 A L I 14.000.000 N 12.000.000 10.000.000 8.000.000 6.000.000 4.000.000 2.000.000 0 0
INCOM E
1
2
3
4
COST
5
6
7
8
9
10
11
12
T AHUN
Gambar 5. Prediksi income dan cost produksi arang dan penanaman mangrove
4) Semua Wilayah Untuk Mangrove Apabila dengan berbagai pertimbangan tertentu kemudian seluruh wilayah tersebut dijadikan hutan lindung, maka pemanfaatan ekosistem hutan adalah terbatas pada pemanfaatan barang dan jasa yang
dihasilkan tetapi tidak menebang tanamannya. Prediksi inflow – outflow dalam waktu 10 tahun kedepan mengikuti fakta di lapang, bahwa inflow atau benefit diperkirakan meningkat dari tahun ke tahun, akan tetapi pada tahun pertama hingga ke lima masih
IV-198
negatif atau sangat kecil. Hasil prediksi income dan cost disampaikan dalam diagram Gambar 6, sedangkan perhitungan finansial atau kelayakan usaha Tabel 5.
Tabel 5. Hasil analisis kelayakan penanaman mangrove 559 hektar No. Parameter Nilai kelayakan 1. NPV 22.878.117.644 2 IRR 65% 3 Net B/C 6,9
18.000.000
16.000.000
14.000.000
12.000.000
I 10.000.000 A L I N 8.000.000
6.000.000
4.000.000
2.000.000
0 0 INCOM E
1
2
3
4
COS T
5
6
7
8
9
10
11
12
TAHUN
Gambar 6. Prediksi perkembangan income dan cost penanaman mangrove
Hasil analisis pada alternataif pemanfaatan wilayah (yaitu; X1: tambak intensif; X2 : tambak wanamina; X3 : produksi arang dan penanaman mangrove; X4 : penanaman mangrove saja) dapat diambil data/informasi finansial pada masing-masing aktivitas tersebut (Tabel 5). Berdasarkan data dari Tabel 5 tersebut dapat diambil informasi bahwa: pemanfaatan wilayah ekosistem hutan mangrove untuk kepentingan tambak intensif, dalam pandangan dan perhitungan jangka pendek menunjukkan nilai keuntungan yang sangat tinggi yaitu Rp.86.868.600.000,- dalam 559 Ha/tahun. Namun nilkai keuntungan tersebut diperoleh dengan mengorbankan sejumlah nilai jasa lingkungan dari ekosistem hutan mangrove (nilai negatif tanda kurung dalam tabel). Selain itu tambak intensif tanpa daya dukung lingkungan yang baik telah banyak terbukti tidak bisa berkelanjutan, produksi dari tahun ke tahun mengalami penurunan sampai pada tahun kelima mengalami kerugian yang cukup tinggi dan sering terjadi gagal panen. Pada penggunaan lahan untuk tambak wanamina atau tambak silvofishery, keuntunmgan yang diperoleh dari komoditi yang dibudiyakan memang sedikit lebih rendah dibandingkan perolehan
dari tambak intensif. Namun demikian pengembangan tambak wanamina tidak mengalmi kerugian jasa lingkungan, sehingga sangat dimungkinkan terjadinya stabilitas produksi dan keberlanjutan usaha cukup tinggi. Sedangkan apada alternatif yang lain untuk, produksi arang dan atau untuk pengeklolaan hutan mangrove saja memang menunjukkan keuntungan yang tidak terlkalu tinggi dibandingkan untuk penggunaan tambak, akan tetapi memberikan jaminan keberlanjutan yang tinggi dalam manfaat dan fungsi yang dikandungnya. Oleh karena itu solusi untuk memadukan kepentingan tambak dan pelestarian hutan sebagai penyeimbang fungsi ekologi barangkali meruipakan solusiu yang terbaik. Dengan demikian perlu dilakukan analisis yang mendalam tentang hal ini dan berapa kombinasi optimal dari penggunaan lahan tersebut.
IV-199
No
1.
2.
3.
4.
Tabel 5. Output pada Alternatif Pemanfaatan Wilayah Pesisir 559 Ha/ tahun Uraian Tambak Tambak Arang dan Mangrove Intensif (X1) Wanamina X2) Mangrove Saja (X4) (X3) Produksi : Udang Tambak 86.868.600.000 4.905.600.000 Udang Mangrov (818.800.000) 1.878.753.339 611.295.882 1.878.753.399 Arang 540.000.000 Bandeng 1.612.800.000 Kepiting (1.131.000.000) 2.595.102.726 844.376.708 2.595.102.726 Telur burung (7.770.000) 17.828.396 5.800.882 17.828.399 Tiram (850.200.000) 1.950.801.346 643.738.349 1.950.801.346 Jasa Lingkungan: Penahan Intrusi (9.961.215.000) 9.961.215.000 7.436.797.500 9.961.215.000 Perlindungan (472.440.944) 472.440.944 352.712.752 472.440.944 Pantai Daya dukung (ikan) (678.802.500) 1.557.526.254 506.777.199 2.598.976.644 Keragaman hayati (21.656.910) 49.692.225 16.168.515 49.692.225 (stabilitas perairan) Biaya-Biaya: Investasi 105.762.800.000 5.239.902.000 2.434.950.000 2.254.950.000 Operasional 147.911.400.000 2.175.790.400 144.528.000 726.700.000 Cash Flow: NPV 57.858.162.413 40.318.720.371 7.785.677.376 22.878.117.644 IRR 51 % 94 % 44 % 65 % Net B/C 1,4 8,6 4,1 6,9
Keterangan: ( … ) bernilai negatif.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis dapat diambil kesimpulan bahwa : (1) Berdasarkan beberapa parameter keadaan vegetasi, biofisik dan lingkungan perairan ekosistem mangrove mempunyai kelayakan bagi kehidupan organisme perairan atau mempunyai daya dukung tinggi bagi kehidupan organisme perairan termasuk juga untuk tambak, (2) Perhitungan nilai ekonomi-ekologi ekosistem hutan mangrove di Kecamatan Gending Kabupaten Probolinggo, didapatkan nilai total atau Total Economic Value (TEV) ekosistem hutan mangrove sebesar Rp.13.941.885.354,-. Jumlah nilai tersebut 79% merupakan nilai ekologi dari fungsi yang dikandung ekosistem tersebut, berupa manfaat tidak lansung (indirect use value:IUV), (3) dari berbagai alternatif pemanfaatan wilayah hutan mangrove, pemanfaatan untuk tambak wanamina atau silvofishery mempunyai keunggulan dalam stabilitas produksi dan nilai kelayakan yang cukup tinggi, yaitu nilai keuntungan Rp.18.624.150,- per hektar per tahun, nilai rentabilitas 93 %, dan IRR 94 %, net B/C 8,6. Saran yang disampaikan dari hasil penelitian adalah :Pengelolaan sumberdaya mangrove dalam pemanfaatan ruang wilayah pesisir harus sesuai dengan konsep konservasi, yang memandang ekosistem mangrove sebagai pemelihara proses
ekologi dan penyangga kehidupan. Dengan demikian, maka keberadaan ekosistem hutan mangrove melalui kemampuan daya dukungnya secara ekologi maupun ekonomi harus menjadi bagian pertimbangan dalam pengembangan dan tata ruang wilayah pesisir. DAFTAR PUSTAKA Arief, Arifin. 2003. Hutan Mangrove: Fungsi Dan Manfaatnya, Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Bann, Camille. 1998. The Economic Valuation of Mangroves, A Manual for Researchers. Economy and Enviroment Program for Southeast Asia. Barbier,E.B and Ivar Strand. 1997. Valuing mangrove-fishery: a Case Study of Campeche, Mexico. Paper prepared for the 8th annual conference of european association of environmental and resource economics (EAERE), Tilburg University, The Netherlands. Bengen Dietriech G. 2000. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove, Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. IPB. Bogor. Bengen, Dietriech G. 2005. Menuju Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu Berbasis Daerah Aliran Sungai (DAS), Interaksi daratan dan lautan pengaruhnya terhadap sumberdaya dan
IV-200
Lembaga Pengetahuan Indonesia, Khalil, Samina. 1999. The Economic Value of The lingkungan. LIPI Press Jakarta. Environment : Cases from South Asia. IUNC. Dahuri, Rochmin, 1993. Model Pembangunan www.iucnus.org/publication.html. Sumberdaya Perikanan Secara Berkelanjutan, Kamaruzzaman, B.Y; Mohd-Lokman H; Sulong I. and Razanudin I. 2001. Sedimentation Rates on the Simposium Perikanan Indonesia I, Jakarta 25 – 27 Mangrove Forest of Pulau Che Wan Dagang, Agustus 1993. Dahuri, Rokhmin. 1996. Pengembangan Rencana Kemaman terengnu. The Malaysian Forester 64 Pengelolaaan Pemanfaatan Berganda Hutan (1) : 6 – 13. Mangrove di Sumatera, Pusat Penelitian Mahmudi, Muhammad; Nuddin H; Diana, A. 2007. Lingkungan Hidup. Institut Pertanian Bogor. Daya Dukung Ekologi dan Ekonomi Ekosistem Bogor. Mangrove Terhadap Produksi Perikanan Sebagai Dahuri, Rochmin. 1997. Pengelolaan Kawasan Laut Dasar Pengelolaan Sumberdsaya Mangrove di dan Pesisir Secara Terpadu di Indonesia, Makalah Wilayah Pesisir. Ristek, Kementerian Negara Riset Dan Teknologi Republik Indonesia, jakarta. kursus pengelolaan kawasan pesisir dan laut. Munangsihe, M. 1993. Environmental Economics and Pusat Penelitian Kependudukan dan Lingkungan Sustainable Development. Hidup, LP-ITS. Surabaya dengan PPPSL. World Bank Surabaya 2 – 11 Januari 1997. Environnment Paper Number 2. Dahuri, Rochmin; Jacob Rais; Sapta Putra Ginting; Nur, Sofyan Hasanuddin. 2002. Pemanfaatan M.J Sitepu, 2001. Pengelolaan Sumber Daya Ekosistem Hutan Mangrove Secara Lestari untuk Wilayah Pesisir Dan Lautan Secara Terpadu, Tambak Tumpangsari . Disertasi Program Pasca Cetakan kedua, Penerbit Pradnya Paramita. Sarjana IPB- Bogor. Jakarta. Pagoray, Henny. 2004. Lingkungan Pesisir Dan Dixon, John A.1989. Valuation of Mangrove: Tropical Masalahnya Sebagai Daerah Aliran Buangan coastal area management. Vol 4, No.3. Metro Limbah. Makalah Falsafah Sains (PPs 702) Manila Philipines. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. Fauzi, Ahmad. 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam Pearce, D. dan R. K Turner. 1990. Economics of dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi, PT. Natural Resources and The Environment. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Harvester Wheatsheaf. Franks, T; And Falconer R. 1999. Developing Pearce,D. Dan D. Moran. 1994. The Economic Value prosedure for the sustainable use of mangrove of Biodiversity. IUNC. Earthscan Publication, system, Elseveir; Agricultural Water London. Pomeroy, R.S. 1992. Economic Valuation Available Management. Gunarto, 2004. Konservasi Mangrove Sebagai Methode. P. 149 – 162. In T.E Chua and LF Pendukung Sumber Hayati Perikanan Pantai. Scura (eds.) Integrative framwork and methodes Jurnal Litbang Pertanian, 23 (1). for coastal area managemant. ICLARM Conf. Hikmawati,DC. 2000. Tambak Berkelanjutan . Proc, 37,169p. Primavera, J.H. 2000. Integrated Mangrovehttp://cerd.or.id/news/buletin/ Aquaculture System in Asia. Integrated coastal Volume206/Tambakberkelanjutan.htm. Diakses 26 Januari 2006. zone management. Autumn ed, pp 121-130. Hudspeth, Thomas R; Joshua Farley; Roelof, Rawana. 2002. Problematika Rehabilitasi Mangrove Boumans. 2007. Valuing Philippine Mangrove Berkelanjutan. Materi Pelatihan dan Workshop Forest via Ecological Economics. University of Rehabilitasi Mangrove Tingkat Nasional. Vermon Environmental Program and Rubenstein Jogyakarta. Ruitenbeek, H.Jack. 1992. Mangrove Management: Shool of Environmental and Natural Resources, An Economic Analysis of Management Options Burlington.
[email protected]. Hufschimdt,M. Maynard; David E. James; Anton D. With a Focus on Bintuni Bay, Irian Jaya . Meister; Blair T.Bower; John a. Dixon. 1987. Environmental Management Development in Environmental Natural System and Development, Indonesia Project (EMDI), Jakarta. an Economic Valuation Guide. (Edisi Indonesia: Soemartono. 2002. Kontribusi Perguruan Tinggi Lingkungan Sistem Alami dan Pembangunan, Dalam Rehabilitasi Dan Pengembangan Hutan Petunjuk Penilaian Ekonomis). Gadjah Mada mangrove. Makalah pelatihan Dan Workshop University Press. Jogyakarta. Rehabilitasi Mangrove Tingkat Nasional. Irwan, Z.D. 2003. Prinsip-Prinsip Ekologi dan Yogyakarta. Organisasi Ekosistem Komunitas dan Lingkungan. Suhendang, Endang. 1996. Ekologi, Ekologisme, dan PT. Bumi Aksara. Jakarta. Pengeloaan Sumberdaya Hutan : Ekologi vs JICA (Japan International Cooperation Agency). 1999. Ekonomi. Gagasan, Pemikiran, dan Karya Ishemat Sustainable Management Models for Mangrove Soerianegara. Diterbitklan oleh: Jurusan Forest. Alih bahasa: Oki Hadiyati dan Ni Luh Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institute Kompyang Sri Marsheni. Departemen Kehutanan Pertanian Bogor dan Himpunan Alumni Fakultas dan Perkebunan Republik Indonesia. Kehutanan Institute Pertanian Bogor. ISBN:97995044-2-X.
IV-201
Suriasumantri, Jujun S, 2001. Filsafat Ilmu Sebuah Sebuah Pengantar Populer. Pustaka Sinar Harapan Jakarta. Weir, Karine Gd; Enrique Weir; Clark Casler; Sara Aniyar. 2005. Ecological Functions and Economic
Value of the Neotropic Cormorant (Phalacrocorax brasilianus) in Los Olivitos Estuary, Venezuela. Texas A&M University, Dept.Widldlife and Fisheries Sciences,, College Station, TX.
Nuddin Harahab: Dosen Program Studi Sosial ekonomi Perikanan Fakultas perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang Jln. Veteran – Malang Tlp dan Fax 0341-581110 E-mail:
[email protected]
IV-202