LABORATORIUM PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2014/2015
LAPORAN PRAKTIKUM PENGOLAHAN AIR LIMBAH SECARA ANAEROBIK
Tanggal Praktikum
: 12 November 2014
Tanggal Pengumpulan Laporan
: 19 November 2014
Pembimbing : Herawati Budiastuti, Ph.D Oleh : Kelompok
: IV
Nama
: Iklima
Kelas
NIM. 121411013
Kharisma Putri Adila
NIM. 121411014
Kusnadi
NIM. 121411015
: 3A
PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 2014
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Metode pengolahan air limbah secara anaerobik merupakan metode pengolahan untuk air limbah yang mempunyai kandungan organik tinggi (≥ 2000 mg/L). Dengan tingginya kandungan organik biasanya pengolahan secara aerobik tidak dapat berlangsung dengan efisien karena waktu yang dibutuhkan untuk dekomposisi bahanbahan organik terlalu lama dan ukuran reaktor yang dibutuhkan terlalu besar. Pengolahan anaerobik juga ditujukan untuk menghasilkan biogas yang dapat dimanfaatkan sebagai sumbe energi. Pengolahan anaerobik membutuhkan bakteri anaerobik yang pertumbuhannya sangat lambat dan penjagaan kondisi kedap oksigen bebas yang cukup ketat. Dengan demikian tahap persiapan penumbuhan bakteri anaerobik (tahap start-up) merupakan salah satu kendala dalam implementasi pengolahan air limbah secara anaerobik. Penjagaan kondisi kedap oksigen bebas membutuhkan penanganan khusus dan biaya yang tidak murah. Maka dalam aplikasi di industri pengolahan anaerobik biasanya dikombinasikan dengan pengolahan aerobik.
1.2
Tujuan Adapun tujuan yang ingin dicapai pada percobaan ini adalah: 1. Menentukan konsentrasi awal kandungan organik (COD) dalam umpan dan konsentrasi kandungan organik (COD) dalam effluent setelah percobaan berlangsung selama seminggu. 2. Menentukan kandungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS) yang mewakili kandungan mikroorganisme dalam reaktor.
3. Menghitung efisiensi pengolahan dengan cara menentukan (%) kandungan bahan organik yang didekomposisi selama seminggu oleh mikroorganisme dalam reaktor terhadap kandungan bahan organik mula-mula.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengolahan air limbah secara anaerobik merupakan pengolahan air limbah dengan mikroorganisme tanpa injeksi udara/oksigen ke dalam proses pengolahan. Pengolahan air limbah secara anaerobik bertujuan untuk merombak bahan organik dalam air limbah menjadi bahan yang lebih sederhana yang tidak berbahaya. Disamping itu pada proses pengolahan secara anaerobik akan dihasilkan gas-gas seperti gas CH4 dan CO2. Proses ini dapat diaplikasikan untuk air limbah organik dengan beban bahan organik (COD) yang tinggi. Pada proses pengolahan air limbah secara anaerobik, terjadi empat tahapan proses yang terlibat. Keempat proses tersebut terjadi secara berurutan, dengan gambaran seperti berikut:
Gambar 1. Proses pengolahan air limbah secara anaerobik
1.
Proses hydrolysis, suatu proses yang memecah molekul organik kompleks menjadi molekul organik yang sederhana.
2.
Proses acidogenesis, suatu proses yang mengubah molekul organik sederhana menjadi asam lemak.
3.
Proses acetogenesis, suatu proses yang mengubah asam lemak menjadi asam asetat dan terbentuk gas-gas seperti gas H2, CO2, NH4 dan S.
4.
Proses methanogenesis, suatu proses yang mengubah asam asetat dan gas-gas yang dihasilkan pada proses acetogenesis menjadi gas CH4 dan CO2. Berdasarkan model pertumbuhan mikroorganisme, pengolahan air limbah secara
anaerobik dibagi menjadi dua model yaitu: 1.
Model Pertumbuhan Mikroorganisme Tersuspensi Model pertumbuhan mikroorganisme tersuspensi, yaitu suatu model pertumbuhan mikroorganisme yang tersuspensi (tercampur merata) di dalam air limbah. Contoh peralatan pengolahan air limbah secara anaerobik dengan model pertumbuhan mikroorganisme tersuspensi diantaranya adalah Laguna Anaerobic dan Up-Flow Anaerobic Sludge Blanket (UASB).
Gambar 2. Up-Flow Anaerobic Sludge Blanket
Menurut Dictionary of Food Science and Technology, UASB merupakan reaktor dimana pengolahan secara anaerobik dilakukan oleh mikroorganisme yang membentuk flok tersuspensi di bagian bawah reaktor. Air limbah masuk dari bagian bawah reaktor lalu dialirkan secara vertikal ke atas. Air limbah pertama-tama akan melewati suatu lapisan yang dinamakan sludge bed. Pada lapisan ini air limbah yang masuk akan mengalami kontak dengan mikroba anaerobik yang berbentuk granula (pellet) yang menyusun sludge bed tersebut. Biogas yang terbentuk dari metabolisme anaerobik akan bergerak ke atas dan mengakibatkan terjadinya proses vertical mixing di dalam reaktor. Dengan demikian, tidak diperlukan alat mekanik untuk pengadukan di dalam reaktor. Pada bagian atas reaktor terdapat dua jenis saluran, yaitu saluran untuk mengeluarkan limbah hasil olahan (effluent) serta saluran untuk mengeluarkan biogas. Karena gas dan effluent bergerak ke atas, maka diperlukan suatu struktur untuk menahan granula agar tidak ikut terbawa ke aliran effluent. Struktur inilah yang dinamakan GasLiquid-Solid separator (GLSS). Menurut Anh (2004), GLSS merupakan bagian penting dari UASB karena memiliki fungsi sebagai berikut: Mengumpulkan, memisahkan, dan mengeluarkan biogas yang terbentuk Mengurangi turbulensi di dalam kompartemen pengendapan yang terjadi akibat pembentukan gas Memungkinkan terjadinya pemisahan lumpur secara sedimentasi, flokulasi, atau terperangkap di dalam sludge blanket Membatasi ekspansi sludge bed Mencegah terjadinya wash-out lumpur (terbawanya lumpur ke aliran effluent) 2.
Model Pertumbuhan Mikroorganisme Melekat Model pertumbuhan mikroorganisme melekat, yaitu suatu model pertumbuhan mikroorganisme yang melekat pada suatu media porous. Contoh peralatan pengolahan air limbah secara anaerobik dengan model pertumbuhan mikroorganisme melekat diantaranya adalah Anaerobic Filter dan Anaerobic Fluidized Bed Reactor. Air limbah beserta mikroba tersuspensi dalam air limbah tersebut biasa disebut dengan
mixed liquor. Untuk mengetahui kuantitas mikroba tersuspensi pendekomposisi atau pendegradasi air limbah maka ditentukan dengan mengukur kandungan padatan tersuspensi yang mudah menguap (mixed liquor volatile suspended solids / MLVSS) dalam reaktor.
BAB III METODOLOGI 3.1
Alat dan Bahan Alat:
Bahan:
1.
Cawan Porselin (2)
1.
Aquades
2.
Corong Gelas (2)
2.
Indikator Ferroin
3.
Desikator (1)
3.
Kertas Saring (2)
4.
Dosimat (1)
4.
Larutan FAS
5.
Furnance (1)
5.
Pereaksi Kalium Bikromat
6.
Hach COD Digester (1)
6.
Pereaksi Sulfat Pekat
7.
Labu Erlenmeyer 250 mL (2)
7.
Sampel Air Limbah
8.
Labu Takar 25 mL (1)
9.
Neraca Analitik (1)
10. Oven (1) 11. Tabung Hach (6)
3.2
Cara Kerja 1. Penentuan kadar organik (chemical oxygen demand / COD)
Memasukkan 1 mL sampel ke dalam labu takar 25 mL, menambahkan aquades hingga tanda batas, menghomogenkan larutan
Memasukkan 2,5 mL sampel yang telah diencerkan ke dalam tabung Hach
Menambahkan 1,5 mL pereaksi kalium bikromat dan 3,5 mL pereaksi sulfat ke dalam tabung Hach
Memasukkan tabung Hach pada Hach COD Digester dan memanaskannya pada suhu 150 oC selama 2 jam
Mengeluarkan tabung Hach, membiarkannya dingin, menambahkan 2-3 tetes indikator ferroin
Menitrasi dengan larutan FAS hingga larutan berubah warnanya dari hijau menjadi cokelat
2. Penentuan kadar mixed liquor volatile suspended solid (MLVSS) Memanaskan cawan pijar dalam Furnace selama 1 jam pada suhu 600 oC, Memanaskan kertas saring dalam Oven selama 1 jam pada suhu 105 oC
Memasukkan kertas saring tersebut ke dalam cawan pijar, lalu memanaskannya dalam Oven selama 1 jam pada suhu 105 oC
Menimbang berat dari cawan pijar (a gram) dan kertas saring (b gram) hingga konstan
Menyaring 40 mL air limbah dengan kertas saring yang sudah diketahui beratnya
Menimbang berat cawan pijar yang berisi kertas saring dan endapan hingga konstan (c gram)
Memanaskan cawan pijar yang berisi kertas saring dan endapan tersebut dalam Furnace selama 2 jam pada suhu 600 oC, lalu menimbang beratnya hingga konstan (d gram)
BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1
Data Pengamatan 1. Penimbangan Berat (gram) Penimbangan I
Penimbangan II
Cawan pijar kosong
37,5389
37,5388
Kertas saring kosong
0,9318
0,9317
39,9707
39,9708
37,5507
37,5509
Cawan pijar + kertas saring + endapan setelah pemanasan di dalam Oven Cawan pijar + kertas saring + endapan setelah pemanasan di dalam Furnace
2. Penitrasian Standarisasi larutan FAS Normalitas K2Cr2O7 = 0,25 Volume K2Cr2O7 = 10 mL Volume FAS = 12,044 mL Pengenceran sampel
= 25 kali
Penentuan kadar organik (chemical oxygen demand/COD) Volume FAS blanko = 1,258 mL Volume FAS sampel 1 = 1,116 mL Volume FAS sampel 2 = 1,094 mL 4.2
Perhitungan 1. Penentuan kadar mixed liquor volatile suspended solid (MLVSS) TSS (mg/L)
=
TSS1 (mg/L)
=
TSS2 (mg/L)
=
VSS (mg/L)
=
VSS1 (mg/L)
=
VSS2 (mg/L)
=
FSS (mg/L) FSS1 FSS2
(𝑐−𝑎) 𝑚𝐿 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
× 106
(39,9707−37,5389) 40 (39,9708−37,5388) 40 (𝑐−𝑑) 𝑚𝐿 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
× 106 = 60795 mg/L × 106 = 60800 mg/L
× 106
(39,9707−37,5507) 40 (39,9708−37,5509) 40
× 106 = 60500 mg/L × 106 = 60497,5 mg/L
= 𝑇𝑆𝑆 − 𝑉𝑆𝑆 = 60795 − 60500 = 295 mg/L = 60800 − 60497,5 = 302,5 mg/L
2. Penentuan konsentrasi larutan FAS Normalitas FAS = =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐾2 𝐶𝑟2 𝑂7 × 𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐾2 𝐶𝑟2 𝑂7 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐹𝐴𝑆 10 𝑚𝐿 × 0,25 𝑁 12,044 𝑚𝐿
= 0,2076 N 3. Penentuan kadar organik (chemical oxygen demand/COD) COD (mg O2/L) = COD1
=
COD2
=
(𝑎−𝑏) 𝑁 𝐹𝐴𝑆 × 1000 × 𝐵𝐸 𝑂𝑘𝑠𝑖𝑔𝑒𝑛 × 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 𝑚𝐿 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (1,258−1,116) 0,2076 × 1000 × 8 × 25 2,5 (1,258−1,094) 0,2076 × 1000 × 8 × 25 2,5
4. Penentuan efisiensi reaktor Efisiensi
=
Efisiensi1
=
Efisiensi2
=
𝐶𝑂𝐷 𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝐶𝑂𝐷 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝐶𝑂𝐷 𝑎𝑤𝑎𝑙 1235 − 235,83 1235 1235 − 272,37 1235
× 100%
× 100% = 80,9 % × 100% = 77,95 %
= 235,83 mg O2/L = 272,37 mg O2/L
BAB IV PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN 4.1
Pembahasan (Kusnadi NIM. 121411015) Pada percobaan ini, proses pengolahan air limbah dilakukan secara anaerobik terhadap air limbah yang memiliki nilai kandungan organik (chemical oxygen demand) sebesar 1235 mg O2/L. Pengolahan dengan cara ini melibatkan empat tahapan proses dekomposisi bahan-bahan organik yang berlangsung secara berurutan, yaitu hydrolysis, acidogenesis, acetogenesis dan methanogenesis. Pada akhir proses dekomposisi tersebut dihasilkan gas CH4 sebagai produk akhir. Alat utama yang digunakan adalah anaerobic digester reaktor 1 yang terdapat di Laboratorium. Nilai COD (chemical oxygen demand) menunjukkan banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mendekomposisi bahan-bahan organik yang terkandung di dalam air limbah. Hal ini berarti bahwa semakin besar nilai COD, maka semakin banyak kandungan bahan-bahan organik yang terkandung di dalam air limbah dan begitupun sebaliknya. Proses dekomposisi yang terjadi menurunkan nilai COD. Hasil percobaan menunjukkan bahwa setelah proses dekomposisi, nilai COD mengalami penurunan dari 1235 mg O2/L menjadi 272,37 bahkan hingga 235,83 mg O2/L. Banyaknya mikroorganisme yang tersuspensi di dalam air limbah ditunjukkan dengan nilai mixed liquor volatile suspended solid (MLVSS) yang ditentukan dengan metode gravimetri. Air limbah yang sudah disaring dengan kertas saring, dimasukkan ke dalam cawan pijar dan dipanaskan di dalam Oven selama 1 jam untuk menguapkan air. Setelah itu cawan pijar tersebut dipanaskan di dalam Furnace selama 2 jam untuk menguapkan mikroorganisme yang merupakan volatile suspended solid atau padatan terlarut yang mudah menguap. Nilai MLVSS merupakan selisih berat setelah dipanaskan di dalam Furnace dan setelah dipanaskan di dalam Oven. Hasil percobaan menunjukkan bahwa nilai MLVSS di dalam reaktor 1 adalah sebesar 60497,5 hingga 60500 mg/L. Selisih nilai COD menunjukkan bahwa efisensi pengolahan air limbah yang dilakukan adalah sebesar 77,95 hingga 80,9 %. Nilai ini masih kurang dari nilai efisiensi pengolahan yang terdapat pada literature, yaitu sebesar 90 %. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh nilai kandungan bahan organik (chemical oxygen demand) umpan yang hanya sebesar 1235 mg O2/L, padahal pengolahan air limbah secara anaerobik merupakan metode pengolahan untuk air limbah yang mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi (≥ 2000 mg O2/L).
4.2
Kesimpulan 1. Nilai konsentrasi awal kandungan organik (chemical oxygen demand/COD) dalam umpan adalah sebesar 1235 mg O2/L. 2. Nilai konsentrasi kandungan organik (chemical oxygen demand/COD) dalam effluent berkisar antara 235,83 hingga 272,37 mg O2/L. 3. Nilai kandungan mixed liquor volatile suspended solid (MLVSS) dalam reaktor berkisar antara 60497,5 hingga 60500 mg/L. 4. Nilai efisiensi pengolahan oleh reaktor 1 berkisar antara 77,95 hingga 80,9 %.
DAFTAR PUSTAKA
Sumada, Ketut. 2012. “Pengolahan Air Limbah Secara Biologi Anaerob”. http://ketutsumada.blogspot.com/2012/04/pengolahan-air-limbah-secara-biologi_10.html.
[18 November 2014]. Anonim. 2010. “Pengolahan Aerob vs Anaerob?”. http://www.airlimbah.com/2010/08/15/pengolahan-aerob-vs-anaerob/.
[18 November 2014]. Anonim. 2011. “Mengenal Reaktor UASB”. http://www.airlimbah.com/2011/01/24/mengenal-reaktor-uasb/. [18 November 2014]. Parlina, Iin. “Pengolahan Limbah Cair Dengan Metode Anaerob”. http://iinparlina.wordpress.com/ragam-teknologi/pusat-teknologi-lingkunganbppt/pengolahan-limbah-cair-dengan-metode-anaerob/. [18 November 2014]. Biru, Nadyacinta. 2012. “Pengelolaan Anaerob pada Air Limbah”. http://nadyacintabiru.blogspot.com/2012/10/pengelolaan-anaerob-pada-air-limbah.html. [18 November 2014].