−
Anaerobic Baffle Reactor (ABR)
ABR merupa merupakan kan pengola pengolahan han air limbah limbah dengan dengan sistem sistem tangki tangki septik septik,, akan tetapi tetapi ada penambahan sistem penyekatan di dalam tangkinya. ABR tangkinya. ABR terdiri dari penyekatan yang berdiri dan menggantung secara bergantian dimana ada pembagian ruangan-ruangan reaktor dengan aliran ke atas dan ke bawah dari ruangan satu ke ruangan berikutnya. Pengertian tangki septik sendiri adalah suatu ruangan kedap air atau beberapa kompartemen ruangan, yang berfungsi menamp menampung/ ung/men mengol golah ah air limbah limbah dengan dengan kecepat kecepatan an alir alir yang yang lambat lambat,, sehing sehingga ga member memberii kesempatan untuk terjadi pengendapan terhadap suspense benda-benda padat dan kesempatan untuk penguraian bahan-bahan organik oleh jasad anaerobik membentuk bahan-bahan larut air dan gas. Jenis reaktor ABR reaktor ABR cocok untuk mengolah limbah industri makanan dengan berbagai variasi debit dan konsentrasi air limbah (Movanhedyan, et al, 2007). Reaktor ABR ABR menunjukkan efisiensi yang tinggi pada loading rate yang tinggi dan dapat diterapkan pada kondisi lingkungan yang extreme dan pada limbah yang mempunyai senyawa inhibitor (Wang, et al, 2003). Meskipun pengolahan ABR pengolahan ABR merupakan proses pengendapan sederhana tanpa penambahan bahan kimia, proses yang terjadi dalam ABR dalam ABR sangat komplek dan saling terkait. Proses-proses yang terjadi adalah (Qasim dalam Mubarok, 2008) :
a.
Penyisihan za zat pa padat
Proses penyisihan zat padat terjadi secara alami dan membentuk tiga lapisan dalam tangki yaitu lapisan lumpur pada dasar tangki, lapisan busa ( scum) scum) pada permukaan air dan lapisan cairan yang relatif agak jernih di tengah. Partikel-partikel padat membentuk partikel yang lebih besar dan mengendap di dasar tangki. Pembentukan partikel ini dibantu dengan adanya gas dan partikel lumpur pada cairan limbah. b.
Pembentukan lumpur dan busa ( scum) scum)
Zat organik pada lumpur dan scum didegradasi oleh bakteri anaerob menghasilkan asam, karbondioksida dan methan. Pembentukan gas pada lapisan lumpur menyebabkan partikel flok mengapung dan akan mengendap mengen dap setelah gas dilepaskan ke permukaan. Lumpur pada tangki menjadi padat tergantung dari berat cairan dan lapisan permukaan lumpur. c.
Stabilisasi lar larutan
Selama waktu tinggal dalam tangki, zat-zat organik dalam larutan limbah distabilisasi oleh bakteri anaerob, dimana organik komplek akan dipecah menjadi materi yang lebih sederhana. d.
Pertumbuhan mikroorganisme
Bermacam-macam mikroorganisme tumbuh, bereproduksi dan mati dalam tangki septik. Mereka melekat pada zat organik dan terpisah dari padatan. Secara keseluruhan terjadi reduksi jumlah mikroorganisme.
Gambar 2.2. Anaerobic Baffle Reactor (ABR) Sumber : Morel & Diener (2006)
−
Volume dan Dimensi Tangki
Volume ABR dihitung berdasarkan waktu tinggal yang akan digunakan dalam perencanaan periode desain. Perhitungan besarnya volume reaktor sama dengan perhitungan tangki septik konvensional. Volume ABR dihitung berdasarkan rumus berikut (Sasse dalam Mubarok, 200 8) : V = Q x td Keterangan
V = volume reaktor (m3)
Q = debit air limbah (l/detik) Td = waktu tinggal (hari) Sedangkan untuk menghitung lebar bukaan outlet dapat menggunakan rumus : A = Q/v Keterangan
A = luas outlet (m2)
Q = debit air limbah (l/hari) V = kecepatan aliran (m/jam)
Perencanaan dimensi tangki menurut (Sasse dalam Mubarok, 2008) adalah sebagai berikut : 1.
Rasio panjang terhadap lebar adalah 2 : 1 sampai 1 : 3
2.
Tinggi tangki adalah tinggi air dalam tangki ditambah freeboard
Untuk memberikan distribusi air limbah yang bagus dan merata, perencanaan dimensi tiap ruangan ABR adalah sebagai berikut : 1.
Rasio panjang dan tinggi tiap ruangan adalah 0,5 – 0,6
2.
Kecepatan aliran ke atas (up flow) adalah 0,5 – 1,5 m/jam, pada keadaan debit
maksimum kecepatan ke atas adalah 3 m/jam. 3.
Pembebanan organik adalah < 3 – 4 kg COD/m3/hari.
2.9.3. Unit-unit Pengolahan Kimia
Pengolahan ini merupakan proses pengolahan limbah dimana penguraian atau pemisahan bahan yang tidak diinginkan berlangsung dengan adanya mekanisme reaksi kimia (penambahan bahan kimia ke dalam proses). −
Desinfeksi
Desinfeksi adalah usaha untuk mematikan mikroorganisme yang masih tersisa dalam proses, terutama ditujukan kepada yang pathogen (Tri Joko, 2010). Terdapat bermacam-macam cara desinfeksi : •
•
Kimia -
Larutan kaporit -
Gas Chloor
-
Gas Ozon
Fisika -
Gelombang Mikro -
Ultraviolet
Untuk membunuh mikroorganisme yang bersifat pathogen terkandung di dalam air, misalnya adalah mikroba E. Coli. Bahan desinfeksi tersebut desinfektan dan biasanya desinfektan kimia berupa kaporit, Bromin Klorida, gas klor, gas iod, ozon dan kalium permanganat. Desinfektan yang sering digunakan adalah kaporit, gas klor dan sinar ultraviolet. Kemampuan dari desinfektan ini adalah sebagai berikut : 1.
Menghilangkan bau
2.
Mematikan alga
3.
Mengoksidasi Fe (II) menjadi Fe (III) sehingga konsentrasi di air turun
4.
Mengoksidasi Mn
5.
Mengoksidasi H2S menjadi H2SO4
6.
Mengoksidasi nitrit menjadi nitrat
7.
Mengoksidasi amonia menjadi senyawa amin
8.
Mengoksidasi phenol menjadi senyawa phenolat yang tidak berbahaya
Faktor yang mempengaruhi efisiensi desinfeksi adalah : 1.
Waktu kontak
2.
Konsentrasi desinfektan
3.
Jumlah mikroorganisme
4.
Temperatur air
5.
pH
6.
Adanya senyawa lain dalam air
Senyawa klor dapat mematikan mikroorganisme dalam air karena oksigen yang terbebaskan dari senyawa asam hypochlorous mengoksidasi beberapa bagian yang penting dari sel-sel bakteri sehingga rusak. Teori lain menyatakan bahwa proses pembunuhan bakteri oleh senyawa klor, selain oleh oksigen bebas juga disebabkan oleh pengaruh langsung senyawa chlor yang bereaksi dengan protoplasma. Beberapa percobaan menyebutkan bahwa kematian mikroorganisme disebabkan reaksi kimia antara asam hipoclorous dengan enzim pada sel bakteri sehingga metabolismenya terganggu. Senyawa klor yang sering digunakan sebagai desinfektan adalah hipoclorit dari kalsium dan natrium, kloroamin, klor dioksida dan senyawa kompleks dari klor. Setelah filtrasi air pada prinsipnya sudah memenuhi standar kualitas. Tetapi untuk keperluan penyimpanan dan untuk menghindari kontaminasi air dari mikroorganisme perlu dilakukan desinfeksi (Tri Joko, 2010).
2.10 Effective Microorganism 4 (EM4) 2.10.1. Pengertian EM4
Effective Microorganism 4 (EM4) adalah suatu kultur campuran mikroorganisme yang mengandung bakteri, Actynomicetes, Lactobasilus sp dan ragi yang menguntungkan bagi pertumbuhan. Teknologi ini merupakan salah satu teknologi pemanfaatan jasad renik hidup untuk memperbaiki kesuburan dan sifat tanah (Anonim, 2004). Teknologi EM4 ini telah dikembangkan oleh Teruo Higa sejak tahun 1980 dari Jepang. Kemasan EM4 berupa cairan berwarna coklat dengan bau yang khas, apabila tercium bau busuk menandakan bahwa mikroorganisme yang terkandung di dalamnya telah rusak atau mati (Anonim, 2004). Anonim, 2004 juga menyatakan bahwa proses fermentasi material organik yang dibantu oleh EM4 akan menghasilkan senyawa-senyawa asam amino, asam laktat dan alkohol yang dapat dengan mudah diserap atau menjadi substrat bagi mikroorganisme lainnya. EM4 bukan hanya diperuntukkan bagi tanaman tetapi juga digunakan untuk mempercepat dekomposisi material organik sehingga dalam dekomposisinya tidak menimbulkan bau busuk. EM4 sebagai mikroorganisme campuran fermentasi dan sintetik yang dapat memfermentasi bahan/material organik dan memanfaatkan gas dan panas dari proses pembusukkan sebagai sumber energi. Hal ini berarti, jika proses penguraian material organik berlangsung dengan fermentasi/dalam kondisi anaerob maka pembentukan bau busuk dan panas dapat ditekan (Anonim, 2004).
2.10.2. Pengaruh EM4 dalam Pengolahan Limbah
Pengolahan limbah yang memanfaatkan teknologi EM4 ini akan memiliki beberapa keuntungan karena EM4 mempunyai pengaruh yang positif terhadap pengolahan limbah dengan EM4. Pengaruh positif tersebut adalah : 1.
EM4 dapat menekan bau busuk proses fermentasi material organik
2.
EM4 dapat berfungsi untuk mengurangi endapan atau sludge
3.
EM4 dapat meningkatkan kualitas air limbah, sehingga hasil olahan
menjadi lebih meningkat kualitasnya.
4.
Air limbah hasil olahan dengan EM4 menjadi berkualitas baik sehingga
dapat dimanfaatkan untuk tanaman. Menurut Supriyanto (1997), EM4 dapat dipakai untuk membantu memecahkan permasalahan limbah cair tahu, yaitu menggunakan metode batch konvensional pada kondisi anaerob. Konsentrasi paling tepat untuk keperluan proses pengolahan limbah cair pabrik tahu pada proses tersebut di atas adalah 1 ml EM4 dalam 1 Liter substrat dengan efisiensi penurunan COD 64,66% - 73,18%. 1.11
Persyaratan Lokasi IPAL
Pemilihan lokasi untuk sarana pengolahan air limbah harus dievaluasi berdasarkan topografi, tata guna lahan, pengaruhnya terhadap lingkungan sekitar dan analisa ekonomi. Beberapa prinsip yang harus dipertimbangkan dalam memilih lokasi sarana pengolahan air limbah antara lain adalah sebagai berikut (Qasim dalam Mubarok, 2008) : 1.
Instalasi pengolahan air limbah (IPAL) sebaiknya dibangun pada tempat dengan
elevasi rendah agar memungkinkan penyalurannya secara gravitasi. 2.
Lokasi IPAL bukan pada tanah atau area yang akan dikembangkan.
3.
Lokasi bukan pada daerah atau tempat yang sering terkena banjir.
4.
Terdapat jalur untuk akses masuk ke lokasi IPAL yang dapat selalu dilewati.
5.
Lokasi IPAL tidak jauh dengan saluran atau sungai atau badan air alami yang
mampu menerima efluen dari pengolahan. 6.
Lokasi IPAL mempunyai slope yang dapat mengalirkan air limbah secara
gravitasi dari unit pengolahan satu ke unit pengolahan lainnya. 7.
Lokasi bukan merupakan tempat yang mempunyai nilai sejarah atau arkeologi
atau wilayah yang dilindungi oleh pemerintah.