Surah al-Kahf Surah ini terdiri atas 110 ayat. Surah ini dinamakan AL-KAHF yang berarti "Gua". Surah ini juga dinamakan dengan ASHHÂBUL /CAHFartinya "Penghuni-penghuniGua", diambil dari kisah surah ini pada ayat 9 sampai 26.
Surah al-Kahf
Surah ini dinamai surah al-Kahf yang secara harfiah berarti gua. Nama tersebut diambil dari kisah sekelompok pemuda yang menyingkir dari gangguan penguasa zamannya, lalu tertidur di dalam gua selama tiga ratus tahun lebih. Nama tersebut dikenal sejak masa Rasul saw., bahkan beliau sendiri menamainya demikian. Beliau bersabda: "Siapa yang menghafal sepuluh ayat dari awal surah al-Kahf maka dia terpelihara dari fitnah ad-Dajjâl"
(HR.
Muslim dan Abu Dâûd melalui Abu ad-Dardâ'). Sahabat-sahabat Nabi saw. pun menunjuk kumpulan ayat surah ini dengan nama surah al-Kahf. Riwayat lain menamainya dengan surah Ashhâb al-Kahf. Surah ini merupakan wahyu al-Qur'an yang ke-68 yang turun sesudah surah al-Ghâsyiyah dan sebelum surah asy-Syûrâ. Ayat-ayatnya terdiri atas 110 ayat yang, menurut mayoritas ulama, kesemuanya turun sekaligus sebelum Nabi Muhammad saw. berhijrah ke Madinah. Memang, ada sebagian ulama yang mengecualikan beberapa ayat, yakni dari ayat pertama hingga ayat kedelapan. Ada juga yang mengecualikan ayat 28 dan 29; pendapat lain menyatakan ayat 107 sampai dengan 110. Pengecualian-pengecualian itu dinilai oleh banyak ulama bukan pada tempatnya. Ada keistimewaan tersendiri yang ditemukan ulama pada penempatan surah ini, yaitu ia adalah pertengahan al-Qur'an, yakni akhir dari juz XV dan awal juz XVI. Pada awal surahnya, terdapat juga pertengahan dari huruf-
223
224
Surah al-Kahf [18]
huruf al-Qur'an yaitu huruf ( _i ) ta pada firman-Nya: ( ,_f>U\~Aj ) wal yatalaththaf(ayzt huruf ( S£j
19). Ada juga yang menyatakan bahwa pertengahan huruf-
al-Qur'an c^r
JLÛ3
adalah huruf
) laqadji'ta
( _J ) nun
pada
firman-Nya:
syai'an nukran (ayat 74).
Thabâthaba i berpendapat bahwa surah ini mengandung ajakan menuju kepercayaan yang haq dan beramal saleh melalui pemberitaan yang menggembirakan dan peringatan, sebagaimana terbaca pada awal ayat-ayat surah dan akhirnya. Sayyid Quthub menggarisbawahi bahwa "kisah" adalah unsur yang terpokok pada surah ini. Pada awalnya terdapat kisah Ashhâb
al-Kahf,
sesudahnya disebutkan kisah dua pemilik kebun, selanjutnya terdapat isyarat tentang kisah Adam as. dan iblis. Pada pertengahan surah, diuraikan kisah Nabi Musa as. dengan seorang hamba Allah yang saleh, dan pada akhirnya adalah kisah Dzulqarnain.
Sebagian besar dari sisa ayat-ayatnya adalah
komentar menyangkut kisah-kisah itu, di samping beberapa ayat yang menggambarkan peristiwa Kiamat. Benang merah dan tema utama yang menghubungkan kisah-kisah surah ini adalah pelurusan akidah tauhid dan kepercayaan yang benar. Pelurusan akidah itu, menurut Sayyid Quthub seperti jugaThabâthabâ'i, diisyaratkan oleh awal ayat surah ini dan akhirnya. A l - B i q â ' i b e r p e n d a p a t b a h w a tema u t a m a surah i n i a d a l a h menggambarkan betapa al-Qur'an adalah satu kitab yang sangat agung karena al-Qur'an mencegah manusia mempersekutukan Allah. Mempersekutukan Allah bertentangan dengan keesaan-Nya yang telah terbukti dengan jelas pada uraian surah yang lalu, yang dimulai dengan ( ûbi—o ) subhâna,
yakni
menyucikan-Nya dari segala kekurangan dan sekutu. Surah ini juga menceritakan secara haq dan benar berita sekelompok manusia yang telah dianugerahi keutamaan pada masanya, sebagaimana diuraikan oleh surah alIsrâ' yang menyatakan bahwa Allah memberi dikehendaki-Nya
keutamaan
siapa
dan melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya.
paling menunjukkan tema tersebut adalah \asskAhl al-Kahf(^erv^mm
yang
Hal yang Gua)
karena berita tentang mereka demikian rahasia sebab kepergian mereka meninggalkan masyarakat kaumnya didorong oleh keengganan mengakui
Surah al-Kahf [18]
225
syirik dan keadaan mereka membuktikan, setelah tertidur sedemikian lama, bahwa memang Yang MahaKuasa itu adalah Maha Esa. Demikian al-Biqâ'i. Apa yang dikemukakan oleh para ulama, sebagaimana terbaca di atas, dapat disimpulkan dengan menyatakan bahwa surah ini bertemakan uraian tentang akidah yang benar melalui pemaparan kisah-kisah yang menyentuh.
KELOMPOK 1
AYAT 1-8
227
228
Surah al-Kahf [18]
Kelompok I Ayat 1
AYAT 1 -r-.-
Surah al-Kahf [18]
=
229
.i
"Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan dan tidak membuat padanya
kepada hamba-Nya
al-Kitâb
kebengkokan. "
Pada akhir surah al-Isrâ', Rasul saw. diperintahkan agar memuji Allah dan menyucikan-Nya dari segala kekurangan. Beliau diperintahkan demikian karena beliau adalah makhluk yang paling mengetahui tentang makna kesempurnaan dan penyucian Allah. Nah, surah ini dimulai dengan menyampaikan tentang kewajaran Allah swt. menyandang pujian atas segala kesempurnaan-Nya serta kesucian-Nya dari segala macam kekurangan, sambil mengingatkan tentang keharusan memuji-Nya sesuai dengan apa yang digariskan oleh agama dalam kitab suci al-Qur'an. Demikian al-Biqâ'i menghubungkan awal surah ini dengan akhir surah yang lalu. Secara singkat, dapat juga dikatakan bahwa perintah memuji Allah itu yang mengakhiri surah yang lalu, antara lain disebabkan Dia telah menurunkan kitab suci yang sangat sempurna, sebagaimana dijelaskan di sini. Nabi Muhammad saw. hendaknya memuji Allah karena kepada beliaulah kitab sempurna itu diturunkan, dan umatnya pun hendaknya memuji-Nya karena kitab tersebut membawa petunjuk kebahagiaan dan berita gembira kepada orang-orang beriman. Ayat ini menyatakan: Segala puji hanya tertuju bagi Allah yang menurunkan
kepada hamba-Nya,
yakni Nabi Muhammad saw.,
yaitu al-Qur'an, dan tidak membuat padanya Kata ( ±
sedikit kebengkokan
telah
al-Kitâb, pun.
telah diuraikan maknanya secara panjang lebar
ketika menafsirkan ayat kedua surah al-Fâtihah. Di sana, antara lain penulis kemukakan bahwa kata al-hamd terdiri dari dua huruf, alif dasi lâm (baca al) bersama dengan kata hamd. Dua huruf yang menghiasi kata hamd itu oleh para pakar bahasa dinamai Al (dif-lâm)
al-Istighrâq yang berarti tercakupnya
segala sesuatu, dalam konteks ayat ini adalah pujian untuk Allah semata. Itu sebabnya kata "al-hamdu puji bagi Allah".
lillâh" sering kali diterjemahkan dengan "Segala
230 '
Surah al-Kahf [18]
Kelompok I Ayat 1
Hamd atau. pujian adalah ucapan yang ditujukan kepada yang dipuji atas sikap atau perbuatannya yang baik, walau ia tidak memberi sesuatu kepada si pemuji. Di sini bedanya dengan kata ( £j> ) syukr/syukuryzng
pada dasarnya
digunakan untuk mengakui dengan tulus dan dengan penuh hormat pemberian yang dianugerahkan oleh siapa yang disyukuri itu. Kesyukuran itu bermula dalam hati yang kemudian melahirkan ucapan dan perbuatan. Seseorang layak mendapat pujian ketika perbuatannya memiliki 3 unsur utama, yaitu: 1) Indah dan baik; 2) Dilakukan secara sadar; dan 3) Tidak terpaksa/dipaksa. Kata "al-Hamdu", yang pada ayat ini ditujukan kepada Allah swt., menunjukkan segala perbuatan-Nya telah memenuhi ketiga unsur yang disebutkan di atas. Pada kata ( <& JU^-t ) al-hamdu
lillâh/segala puji bagi Allah, huruf ( _! )
lamlbagi yang menyertai kata ( Â\ ) Allah mengandung makna
pengkhususan
bagi-Nya. Ini berarti bahwa segala pujian hanya wajar dipersembahkan
kepada
Allah swt. Dia dipuji antara lain karena Dia telah menurunkan al-Kitâb yang sifatnya sangat sempurna, tidak mengandung sedikit kebengkokan atau kekurangan. Ada empat surah al-Qur'an—selain surah al-Fâtihah—yang ayatnya dimulai dengan al-hamdu
lillâh. Awal QS. al-Kahf ini adalah salah satunya.
Di sini, anugerah yang menuntut lahirnya pujian itu adalah nikmat-nikmat pemeliharaan Allah yang dianugerahkan-Nya secara aktual dalam kehidupan dunia, yang puncaknya adalah kitab suci al-Qur'an. Tiga surah lainnya adalah QS. al-An'âm [6] : 1 yang mengisyaratkan nikmat wujud di dunia dan segala potensi yang dianugerahkan Allah swt. di langit dan di bumi serta yang dapat diperoleh melalui gelap dan terang. Selanjutnya, QS. Saba' [34]: 1 yang mengisyaratkan nikmat-nikmat Allah di akhirat kelak, yakni kehidupan baru, di mana manusia yang taat memeroleh kenikmatan abadi. Selanjutnya, QS. Fâthir [35]: 1, ayat ini adalah isyarat tentang nikmat-nikmat abadi yang akan dianugerahkan Allah kelak ketika mengalami hidup baru di akhirat. Setiap perincian nikmat yang dicakup oleh masing-masing ayat pada awal empat surah di atas adalah perincian dari keseluruhan nikmat Allah,
Surah al-Kahf [18]
Kelompok I Ayat 2-5
dan kandungan keempatnya dicakup oleh al-hamdu
231
lilkih pada surah al-
Fâtihah itu. 19
Kata ( x& ) 'abdtelah
dijelaskan pada awal QS. al-Isrâ', demikian juga 20
pada ayat 5 QS. al-Fâtihah. Rujuklah ke sana jika Anda berminat. Kata ( brjp ) 'iw a]ani bengkok
menyifati sesuatu yang immaterial.
Thabâthabâ'i berpendapat bahwa bila huruf {—£>) 'ain pada kata itu Av-fathahkan sehingga berbunyi ( £j£ ) 'awaj, maknanya adalah sesuatu
yang
bengkoknya terlihat dengan mudah, dan bila à\-kasrah-ka.n seperti bunyi ayat ini (
) 'iwaj, ia adalah kebengkokan yang sulit terlihat dan
pemikiran yang dalam untuk mengetahuinya.
memerlukan
Jika pendapat ini diterima, itu
berarti jangankan kebengkokan yang jelas, yang sulit ditemukan pun tidak terdapat dalam al-Qur'an. Dalam arti, walau dibahas dan diteliti untuk dicari kesalahannya, pasti tidak akan ditemukan. Ada juga yang memahami kata 'iwajan dalam arti tidak lurus lagi tidak sempurna. Dengan demikian, dinafikannya kebengkokan bagi al-Qur'an berarti segala sesuatu yang berkaitan dengan kitab suci itu lurus dan sempurna bukan hanya pada redaksi atau makna-maknanya, tetapi juga tujuan dan cara turunnya serta siapa yang membawa turun (malaikat Jibril as.) dan yang menerimanya (Nabi Muhammad saw.). Pemahaman ini demikian karena redaksi ayat di atas menyatakan ( Urj* «d J*£ ^ ) lamyaj'allahu membuat padanya yaj'alfihi
'ituajan/tidak
kebengkokan bukannya menyatakan ( ^ J P
'iwajan/tidak
membuat
di dalamnya
kebengkokan.
AYAT 2-5
"Sebagai bimbingan yang lurus untuk memperingatkan dari sisi Allah dan memberi mengerjakan
berita gembira
siksa yang
kepada orang-orang
sangatpedih mukmin
yang
yang saleh bahwa bagi mereka ganjaran yang baik; mereka kekal
di dalamnya untuk selama-lamanya.
Rujuk halaman 12. Baca volume 1 mulai halaman 58.
Dan untuk memperingatkan
orang-orang
232
yang
Surah al-Kahf [18]
Kelompok I Ayat 2-5
berkata: 'Allah mengambil
mempunyai
sedikit pengetahuan
mereka. Alangkah jeleknya tidak mengatakan
seorang
anak. ' Mereka sekali-kali
tidak
pun tentang hal itu, begitu pula nenek
moyang
kata-kata yang keluar dari mulut mereka;
mereka
kecuali dusta. "
Ketidakbengkokan kitab suci al-Qur'an dikukuhkan lagi dengan firmanNya, sebagai bimbingan yang lurus dan sempurna, yang mengatasi dan menjadi tolok ukur kebenaran semua kitab-kitab suci sebelumnya dengan tujuan untuk memperingatkan
siapa pun tentang adanya siksa yang sangat pedih dari sisi
Allah yang tidak terjangkau atau dapat dilukiskan dengan kata-kata betapa pedihnya dan kitab suci itu juga memberi berita gembira
kepada
mukmin yang mantap imannya dan yang selalu mengerjakan
orang-orang
amal-amal
yang
saleh bahwa bagi mereka ganjaran yang besar lagi baik yaitu surga dan segala kenikmatannya; mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya. suci juga diturunkan untuk memperingatkan mengambil
orang-orangyang
Dan kitab
berkata: "Allah
seorang anak" seperti kepercayaan sementara kaum musyrikin
bahwa malaikat adalah anak Allah atau kepercayaan sementara orang Yahudi dan Nasrani. Mereka sekali-kali tidak mempunyai
sedikit pengetahuan
tentang hal apa yang mereka ucapkan itu, begitu pula nenek moyang
pun mereka.
Dengan demikian, tidaklah beralasan jika mereka percaya atau mengikuti kepercayaan nenek moyang. Alangkah jeleknya kata-kata
yangterus-menerus
keluar dari mulut mereka, yakni mereka tidak hanya simpan dalam benak tetapi dengan bangga mengucapkannya; mereka tidak mengatakan
sesuatu
pun kecuali dusta yang besar belaka. Kata ( U>3 ) qayyiman
terambil dari kata ( fté ) qâma yang biasa
diterjemahkan berdiri. Dari sini kemudian kata tersebut juga berarti lurus karena yang berdiri sama dengan tegak lurus. Kata ( |»3 ) qayyimllurus
sengaja disebut lagi untuk menjadi penguat
terhadap kata tidak bengkok. Pakar tafsir, az-Zamakhsyari, menulis bahwa penguatan tersebut diperlukan karena boleh jadi sesuatu terlihat tidak bengkok padahal hakikatnya bengkok. Demikian juga sebaliknya. Ulama lain memahami kata qayyim
dalam arti memberi petunjuk yang sempurna
menyangkut kebahagiaan umat manusia atau menjadi saksi kebenaran dan
Kelompok I Ayat 6
Surah al-Kahf [18]
233
tolok ukur bagi kitab-kitab suci sebelumnya. Thabâthabâ'i menulis bahwa kata qayyim
digunakan untuk menunjuk siapa/apa yang mengatur
kemaslahatan dan memelihara sesuatu serta menjadi rujukan dalam setiap kebutuhan. Suatu kitab menjadi qayyim apabila kandungannya sempurna sesuai harapan. Dalam konteks ayat ini adalah kandungan al-Qur'an yang mengandung kepercayaan yang haq serta petunjuk tentang amal saleh yang mengantar menuju kebahagiaan, seperti firman-Nya dalam QS. al-Ahqâf [46] : 30 yang menjelaskan tentang al-Qur'an bahwa:
"Dia memimpin
kepada kebenaran
dan jalan yang lurus. "
Ayat 3 di atas tidak menyebut sasaran peringatan. Ini berarti peringatannya mencakup segala sesuatu yang dapat menerima peringatan, baik muslim maupun non-muslim, sedang ayat 4 menyebut salah satu sasaran yang paling pokok yaitu orang-orang yang mempersekutukan Allah yang percaya bahwa Allah mempunyai anak. Kata ( (jrjiTU ) mâkitsîn terambil dari kata (
) mukts yaitu
kemantapan
tinggal di satu tempat. Kelezatan, kenyamanan, dan kesesuaian yang mereka alami di surga diibaratkan sebagai satu tempat yang meliputi penghuni surga. Ini mereka alami ( \jul ) abadan, yakni dalam masa yang tidak berakhir. Dengan memahami kata mâkitsîn seperti di atas, tidak ada pengulangan akibat kedua kata itu. AYAT 6
"Maka, (apakah) barangkali engkau akan membunuh
dirimu karena
bersedih
hati sesudah
tidak
kepada
keterangan
mereka
berpaling,
sekiranya
mereka
beriman
ini. "
Rasul saw. sangat berkeinginan agar semua manusia beriman. Apa yang dilukiskan di atas tentang kepercayaan kaum musyrikin sungguh menyedihkan hati beliau. Karena itu, ayat ini menggambarkan belas kasih atas perasaan
234
Surah al-Kahf [18]
Kelompok I Ayat 6
Rasul saw. itu dengan menyatakan: Maka, akibat ucapan dan perbuatan kaum musyrikin itu apakah barangkali
engkau akan membunuh
dirimu
sendiri
karena bersedih hati atas sikap mereka berpaling dari tuntunan-tuntunan yang engkau sampaikan, sekiranya mereka tidak beriman
kepada keterangan
ini,
yakni kepada al-Qur'an. Kata ( I JLA ) hâdzâ digunakan di sini untuk menunjuk al-Qur'an sebagai isyarat betapa dekat tuntunan-tuntunan kepada jati diri manusia sehingga pastilah ada gangguan pada jiwa manusia yang enggan memercayainya. Kata ( J j J ) la alla sebagaimana kata (
) 'asa digunakan untuk
menggambarkan harapan atau rasa kasih terhadap mitra bicara. Pada ayat ini, rasa kasih itulah yang dimaksud. Ada juga yang memahami kata tersebut di sini dalam arti larangan,
dan bila demikian ayat ini menyatakan: Wahai
Nabi Muhammad, janganlah engkau membinasakan dirimu hingga mati akibat rasa sedih sebab penolakan mereka terhadap ayat-ayat al-Qur'an. Makna ini sejalan dengan firman-Nya:
"Maka janganlah
dirimu
binasa karena kesedihan
terhadap
mereka" (QS.
Fâthir [35]: 8). Kata ( £ ^ ) bâkhi' terambil dari kata ( ç& ) bakha' yang berarti menyembelih.
Kata ini terambil dari kata (
) bukhâ 'yaitu satu urat yang
terdapat di bagian belakang leher binatang. Itulah batas akhir atau urat binatang yang terakhir yang, jika ia dipotong, leher dapat terpisah dari badannya. Kata ini digunakan di sini untuk menggambarkan kesedihan yang luar biasa sehingga mengantar kepada kematian. Kata ( |«-»jtfT ) âtsârihim terambil dari kata ( J\ ) atsaryang bekas kaki yang terlihat di pasir akibat perjalanan.
berarti bekas-
Dengan berjalan, seseorang
meninggalkan tempat, tanpa berpaling ke belakang melihat bekas-bekas itu. Kata ini juga berarti peninggalan
yang tidak berharga yang sengaja
diabaikan
oleh seorang musafir. Redaksi ini bermaksud berkata, "Boleh jadi engkau membunuh dirimu sendiri karena keengganan mereka berpaling melihat kepadamu, serupa dengan keengganan seseorang yang sedang berjalan ke depan dan enggan berpaling melihat bekas-bekas kakinya di pasir." Makna ini
Kelompok I Ayat 7-8
Surah al-Kahf [18] • 235
merupakan tamsil terhadap keadaan kaum musyrikin yang menolak tuntunan al-Qur'an, bahkan melecehkannya bagaikan barang-barang yang sengaja ditinggal. Redaksi di atas bisa juga dipahami sebagai tamsil keadaan Rasul saw. yang sangat bersedih akibat penolakan kaumnya. Rasul saw. diibaratkan seorang yang terpaksa meninggalkan keluarga dan kampung halamannya. Beliau melihat mereka dan bersedih karena perpisahan itu. Nah, ayat ini membimbing beliau agar jangan bersedih karena yang ditinggal adalah âtsâr, yakni barang-barang yang tidak berharga lagi, yang memang semestinya ditinggal dengan sengaja, seperti sang musafir yang meninggalkan barangbarangnya yang remeh itu. Tentu saja, jika makna ini yang diterima, dapat pula dikatakan bahwa ayat ini turun setelah Rasul saw. berkali-kali mengajak kaumnya untuk beriman, namun mereka tetap menolak. AYAT 7-8
"Sesungguhnya
Kami telah menjadikan
apa yang ada di bumi sebagai
baginya agar Kami menguji
mereka siapakah di antara mereka yang
amalnya. Dan sesungguhnya
Kami benar-benar
atasnya menjadi
akan menjadikan
perhiasan terbaik
apa yang di
tanah rata lagi tandus. "
Setelah ayat yang lalu melarang Nabi Muhammad saw. terlalu bersedih atas penolakan kaum musyrikin, ayat ini menjelaskan bahwa menjadikan mereka beriman adalah di luar kemampuan Nabi Muhammad saw. karena Allah telah menciptakan setiap orang dengan potensi untuk berbuat baik atau jahat, dan menyediakan pula sarana ujian, sehingga masing-masing dipersilakan untuk memanfaatkan potensi dan petunjuk Allah tanpa pemaksaan dari siapa pun. Ayat ini melukiskan hal tersebut dengan firmanNya: Sesungguhnya sebagai perhiasan
Kami telah menjadikan
segala apa yang ada di
bumi
baginya, yakni bagi bumi, dan dipandang indah pula oleh
penghuni-penghuninya agar Kami menguji mereka melalui apa yang terdapat di bumi dan yang menjadi hiasan itu sehingga Kami dapat mengetahui dalam
236
Kelompok I Ayat 7-8
Surah al-Kahf [18]
kenyataan, seperti apa yang telah Kami ketahui dalam ilmu Kami yang azali, siapakah di antara mereka yang terbaik amalnya,
yakni yang paling ikhlas
dan paling sesuai dengan tuntunan kitab suci. Dan sesungguhnya
Kami pada
akhir perjalanan hidup manusia di dunia ini, demikian juga menjelang Kiamat nanti, benar-benar
akan menjadikan pula apa yang di atasnya termasuk aneka
hiasannya menjadi tanah rata lagi tanduswalau
sebelum itu bumi hijau subur,
penuh dengan berbagai bentuk keindahan hidup. Kata ( I j y r ) juruzan
berarti tidak bertumbuhan,
baik karena tanahnya
tandus maupun karena tumbuhannya punah oleh satu dan lain hal. Ayat ini menjelaskan hakikat kehidupan duniawi yaitu bahwa jiwa manusia pada mulanya adalah jiwa yang suci, luhur, dan tinggi, tidak cenderung kepada kehidupan duniawi yang rendah, tetapi Allah swt. telah menetapkan bahwa jiwa itu tidak dapat mencapai kesempurnaan dan kebahagiaannya yang abadi kecuali dengan akidah yang benar serta amalamal saleh. Untuk itu, Allah swt. mengantarnya menuju akidah yang benar dan amal saleh serta menempatkannya di arena dan sarana penyucian jiwa yakni menempatkannya di dunia untuk waktu tertentu dengan jalan menjadikan jiwanya memiliki hubungan dan kecenderungan ke bumi melalui kenyamanan hidup, seperti harta, anak, dan kedudukan. Dengan demikian, apa yang ada di bumi terlihat indah dalam pandangan manusia, hiasan-hiasan duniawi disukainya, dan atas dasar itu pula jiwanya cenderung ke bumi dan merasa tenang kepadanya. Nah, apabila waktu yang ditentukan Allah untuk keberadaannya di bumi telah berakhir, yakni setelah rampung masa ujian dan masa penyucian jiwa, Allah swt. mencabut hubungan dan kecenderungan masing-masing manusia kepada bumi serta menghapus keindahan dan hiasan dunia dalam pandangannya. Ketika itulah dunia dilihatnya bagaikan tanah yang gersang tanpa tumbuhan dan keindahan dan dia pun dipanggil kembali menghadap Allah dalam keadaan sendiri sebagaimana dia datang ke bumi sendirian. Demikian terjadi orang per orang dan generasi demi generasi. Bumi diperindah dalam pandangan mereka semua, lalu masing-masing dibiarkan bebas dengan pilihannya sendiri dalam rangka ujian, dan bila waktu ujian selesai—yakni tiba ajalnya—diputuslah hubungannya dengan dunia dan dia
Surah al-Kahf [18]
Kelompok I Ayat 7-8
237
dipindahkan dari arena amal ke arena ganjaran, dari arena ujian ke arena pengumuman dan penerimaan hasil ujian. Demikian lebih kurang Thabâthabâ'i. Dengan demikian, menurutnya, ayat ini bagaikan berkata kepada Nabi Muhammad saw.: "Janganlah engkau, wahai Nabi, bersedih apabila mereka berpaling dari ajakanmu serta tenggelam dalam kenikmatan duniawi karena hakikat kehidupan mereka itu merupakan bagian dari pengaturan Allah. Yang Mahakuasa itu menempatkan mereka di bumi dan menjadikannya indah sehingga hati mereka selalu cenderung kepadanya dalam rangka menguji mereka, tetapi nanti bila tiba masanya—yakni pada saat kematian mereka—apa yang terlihat indah itu tidak lagi akan menjadi demikian. Kalau kini ia bagaikan taman yang sangat indah dengan aneka ragam jenis dan warna kembang, kelak ia akan menjadi tanah gersang yang tidak bertumbuhan." Atas dasar penjelasan di atas, Thabâthabâ'i memahami makna ayat 8 dalam arti terputusnya hidup duniawi,
hubungan
kecintaan
manusia
dengan
kenyamanan
yakni pada saat kematian. Pendapat ini dikemukakannya
tanpa menutup kemungkinan memahaminya dalam arti bahwa Allah swt. akan mengembalikan keadaan bumi, yakni keindahannya, sebagaimana keadaannya semula, yaitu tanah yang tidak bertumbuhan, kelak menjelang Kiamat, sebagaimana pendapat mayoritas ulama. Perlu digarisbawahi bahwa menjadikan bumi indah bukan saja untuk kepentingan pemuasan rasa manusia, tetapi juga sebagai pendorong aktivitasnya serta merupakan salah satu yang dapat mengantar nalar manusia meyakini wujud dan keesaan Allah.