AKUNTANSI SYARIAH ANTARA VALUE FREE DAN VALUE ADDED Syafrida Hani1 Department of Accountancy, Faculty of Economic Muhammadiyah University of North Sumatra Tel: 08126580089; Email:
[email protected] ABSTRAK Tulisan ini mengeksplorasi dasar akuntansi sebagai alat penyampai informasi dalam laporan keuangan. Nilai pertanggungjawaban terhadap laporan harus menekankan aspek moral maupun etika. Seorang akuntan dalam menyampaikan informasi ditekankan memiliki integritas, kapabilitas, profesionalitas dan akuntabilitas, baik secara ukhrawi dan duniawi. Implementasi dari informasi akuntansi tidak hanya didasarkan pada ketentuan dalam kelembagaan ataupun kenegaraan, namun mengkolaborasikannya dengan nilai-nilai Islam sebagai dasar berfikir dan bertindak. Maka informasi akuntansi tidak berorientasi pada value free, tapi senantiasa memiliki value added, sehingga dalam merealisasikan Akuntansi yang sarat nilai solusi yang dapat diterapkan adalah melalui kerangka Akuntansi Syariah. Sebab akuntansi syariah memiliki aturan dan rambu-rambu berlandaskan nilai keIslaman ketika seorang akuntan menyampaikan laporan keuangan, sehingga dapat dipertanggungjawabkan baik secara duniawi dan ukhrawi. Kata kunci: informasi akuntansi, pertanggungjawaban, akuntabilitas.
Pendahuluan Akuntansi syariah dibangun atas keprihatinan yang terjadi dalam praktek akuntansi umum yang lebih dikenal dengan akuntansi konvensional, terinspirasi dari ekonomi Islam berbasis pada syariah Islam. Akuntansi umum cenderung bernilai egoistik dan materialistik layaknya sifat manusia, dapat dilihat dari hal yang mendasari kepentingan dalam penyusunan laporan keuangan. Laporan keuangan yang disajikan dengan kebijakan akuntansi umum untuk memenuhi kebutuhan pemangku kepentingan. Sehingga prilaku akuntan sering mengumbar kebebasan haknya untuk menyajikan informasi dengan mengungkapkan apa yang diinginkan oleh pemangku kepentingan. Akuntansi secara konvensional dipahami sebagai satu set prosedur rasional yang digunakan untuk menyediakan informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan dan pengendalian (Adlan, 2013). Akuntansi sarat dengan nilai value free, keberpihakan akuntansi didominasi pada kepentingan pihak tertentu sehingga laporan keuangan lebih banyak diperuntukkan bagi kepentingan mereka yang memiliki modal dan mengabaikan tujuan dasar dari akuntansi. Tujuan akuntansi untuk memberikan informasi dan akuntabilitas sebagai suatu pertanggungjawaban terhadap kondisi yang terjadi kepada publik selaku pihak yang juga punya hak untuk mempertanyakannya. Akuntansi mempunyai celah yang lebar dan luas untuk dikendalikan guna memenuhi kepentingan satu pihak. Esensi dasar akuntansi sebagai alat penyampai informasi yang dapat dipertangungjawabkan baik secara moral dan etik. Dalam penyampaian informasi seorang 1
Dimuat pada Proceding International Workshop On Islamic Development/ Workshop Internasional Pembangunan Berteraskan Islam (WAPI-7) tahun 2014. Kerjasama Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara dengan ISDEV University Sains of Malaysia
akuntan memiliki tanggungjawab dan akuntabilitas, tidak hanya aturan baku secara kelembagaan ataupun kenegaraan, tetapi juga kepada Allah Al-Mudabbir sang Maha Mengatur. Kebebasan dalam akuntansi modern ternyata tidak bisa menyelesaikan persoalanpersoalan yang makin kompleks karena sifatnya yang harus value free. Akuntansi mempunyai celah yang lebar untuk direkayasa demi kepentingan pihak tertentu karena di dalam pedoman hanya diatur ketentuan umum dan biasanya diisi dengan muatan tertentu demi kepentingan suatu pihak. Dalam praktek bisnis akuntansi identik dengan angka, karena laporan keuangan yang pokok neraca dan laporan laba rugi murni adalah angka, maka akuntansi dinyatakan sebagai ilmu pengetahuan bebas nilai (value free), lebih lanjut lagi tanpa angka akuntansi maka tidak akan diperoleh informasi yang menggambarkan kedaaan entitas bisnis. Padahal akuntansi bukan hanya sekedar teknik melaporkan keuangan tetapi akuntansi akan menghasilkan laporan keuangan yang akan memberikan informasi yang berguna untuk mengambil keputusan seperti yang dijelaskan dalam PSAK yang juga terungkap dalam Conceptual Framework (FASB). Sebenarnya akuntansi dapat diibaratkan sebagai pedang bermata dua, di satu sisi akuntansi dibentuk oleh lingkungannya (socially constructed) dan disisi lainnya akuntansi membentuk lingkungannya (socially constructing) (Suwito 2012). Dengan demikian sebenarnya akuntansi tidaklah hanya bersifat value free, namun seharusnya value added, namun akuntansi konvensional hanya mengedepankan aspek sosial yang terbatas pada kepentingan pemangku kepentingan atau stakeholder. Padahal aspek sosial sangat luas dan tidak terbatas, akuntansi dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan ekonomi secara umum. Teori dan Pembahasan Akuntansi syariah merupakan ilmu akuntansi atau akuntabilitas segala aset-aset dan aktivitas ekonomis suatu bisnis individu atau kelompok atau perusahaan yang bersumber hukum Al Qur‟an dan As Sunnah untuk mencapai kekayaan atau kemakmuran yang sebenarnya atau „Falah‟ (Choudhury, 2005). Akuntansi mencatat seluruh transaksi yang terjadi dan terekam dengan baik sehingga dapat dilihat kembali dan dimanfaatkan informasinya kapan saja, terutama pada transaksi-transaksi keuangan yang bersifat kredit (timbulnya hutang dan piutang), seperti yang perintahkan Allah SWT dalam Al Qur'an Surah Al Baqarah ayat 282, ayat tersebut menegaskan bahwa siapa saja yang melakukan transaksi tidak secara tunai (terjadinya hutang-piutang), hendaknya mencatat dan menyampaikannya kepada pihak-pihak berkepentingan dan disertai saksi-saksi yang amanah. Sehingga sangat jelas pengaturan dan dalil akuntansi sebagai produk Islam, yang telah diatur secara jelas dan telah dijalankan Rasulullah dimasa pemerintahannya. Akuntansi secara konvensional dipahami sebagai satu set prosedur rasional yang digunakan untuk menyediakan informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan dan pengendalian (Abimanyu 2010). Sedangkan secara syariah akuntansi adalah bentuk pertanggungjawaban dan menegakkan keadilan dan kebenaran. Akuntan dalam melaksanakan fungsinya sebagai pihak yang melaksanakan tugas pembukuan, menganalisis, mengukur dan menguraikan informasi keuangan akan menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa berdasarkan kejadian yang sebenarnya. Akuntansi mengkonversi bukti dan data menjadi
informasi dengan cara melakukan pengukuran atas berbagai transaksi dan dikelompokkan dalam account, perkiraan atau pos keuangan seperti aktiva, utang, modal, hasil, biaya, dan laba. Artinya, keseluruhan proses akuntansi melibatkan banyak pihak, jika hanya ditujukan untuk kepentingan pihak tertentu saja berarti menunjukkan suatu ketidakadilan dan mengabaikan unsur sosial. Akuntansi konvensional dianggap sebagai aktivitas value free, yakni akuntansi memiliki peluang untuk menciptakan terjadi perlakuan khusus, karena masih bisa dipengaruhi oleh kondisi tertentu karena keberagaman model akuntansi. Akuntansi syariah adalah merupakan bagian dari Islamisasi sains dan pengetahuan yang berangkat dari kegagalan paradigma sains dan pengetahuan modern yang berbasiskan value free sehingga banyak mendatangkan dampak negatif terhadap perkembangan peradaban manusia. (Abimanyu 2010). Perkembangan akuntansi syariah sebagai upaya untuk memadukan urusan dunia yang sesuai dengan tuntunan syariah demi kemaslahatan dunia. Sesuai dengan tujuan dari akuntansi itu sendiri sebagai bentuk pertanggungjawaban (accountability), sebagai dasar penentuan pendapatan (income determination) dasar pengambilan keputusan (based of statement) akuntansi juga merupakan upaya untuk menjaga terciptanya keadilan dalam masyarakat, karena akuntansi memelihara catatan sebagai accountability dan menjamin keakuratannya. Akuntan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas informasi akuntansi yang disajikan perusahaan hendaknya mampu menjaga integritas keseluruhan informasi dengan akurat. Kemampuan dalam mengungkapkan kebenaran yang menjunjung tinggi nilai ke-Islaman harus ditonjolkan dalam pelaporan. Dalam APB Statement no. 4, Basic Concepts and Accounting Principles Underlying Financial Statements Business Enterprises, menyebutkan bahwa tujuan umum laporan keuangan akuntansi konvensional adalah: 1) Memberikan informasi yang terpercaya tentang sumber-sumber ekonomi dan kewajiban perusahaan. 2) Memberikan informasi yang terpercaya tentang sumber kekayaan bersih yang berasal dari kegiatan usaha dalam mencari laba. 3) Memberikan informasi keuangan yang dapat digunakan untuk menaksir potensi perusahaan dalam menghasilkan laba. 4) Memberikan informasi yang diperlukan lainnya tentang perubahan harta dan kewajiban. 5) Mengungkapkan informasi relevan lainnya yang dibutuhkan para pemakai laporan. Tujuan tersebut hanya berorientasi pada pemberian informasi kuantitatif yang berguna bagi pemakai-khususnya pemilik dan kreditur-dalam proses pengambilan keputusan dan kebijakan selanjutnya. Walaupun saat ini akuntansi syariah masih dianggap identik dengan akuntansi konvensional karena dalam prakteknya akuntansi syariah masih mengadopsi sebagian besar konsep konvensional. Dimana pada konsep penyajian laporan akuntansi syariah juga mengikuti pola konvensional. Persamaan kaidah akuntansi syariah dan akuntansi konvensional dapat lihat dari: 1) Prinsip pemisahan jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonomi; 2) Prinsip penahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun pembukuan keuangan; 3) Prinsip pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal; 4) Prinsip kesaksian dalam pembukuan dengan prinsip penentuan barang; 5) Prinsip perbandingan (muqabalah) dengan prinsip perbandingan income dengan cost (biaya); 6) Prinsip kontinuitas (istimrariah) dengan kesinambungan perusahaan; 7) Prinsip keterangan (idhah) dengan penjelasan atau pemberitahuan. Sedangkan perbedaan akuntansi syariah dengan akuntansi konvensional terletak pada asumsi dasar: a) keberlanjutan usaha; b) entitas
akuntansi Islam terpisah dengan pemiliknya; c) syariah menjadi dasar ukuran kebenaran aktivitas bisnis; dan d) pertimbangan kemaslahatan umat (Himawati dan Subono 2009). Laporan keuangan adalah produk dari akuntansi, proses yang dilakukan melalui pengidentifikasian, pencatatan, pengelompokan, pengikhtisaran dan penyusunan laporan. Para akuntan akan menyajikan informasi keuangan dalam bentuk laporan keuangan untuk memenuhi kepentingan pihak tertentu, terutama pemilik modal, seperti yang tertuang dalam SFAC no 1 bahwa laporan keuangan ditujukan untuk kepentingan pemilik; misalnya untuk kepentingan pengambilan keputusan investasi. Mulawarman (2009) mengungkapkan bahwa prinsip pelaporan berhubungan dengan kesatuan bisnis da‟wah mirip gagasan rezeki bernilai tambah. Bahwa bisnis sekaligus dakwah adalah kesatuan antara materi spiritual untuk mendapatkan rezeki bernilai tambah bagi semua, bukan hanya kita. Informasi akuntansi akan menentukan bagaimana prilaku para pemilik, sehingga terkadang cenderung akan menyajikan informasi yang hanya berpihak pada kepentingan pemilik modal dan mengabaikan aspek sosial. Hal ini mendasari pernyataan bahwa akuntansi konvensional dianggap sebagai akuntansi kapitalis. Di dalam International Accounting Standard asumsi dasar Going concern yang berarti kelangsungan hidup perusahan, akan tetap berlanjut dengan atau tanpa mempedulikan adanya transaksi-transaksi pelipatgandaan bunga dan uang secara langsung ataupun tidak langsung yang tercatat dalam akuntansi. Hal ini secara akuntansi syariah tidaklah sesuai karena akuntansi syariah tidak membenarkan adanya praktek yang tidak sesuai dengan syariah. Keberlangsungan usaha ini, tidak hanya ditentukan oleh pemilik perusahaan (stockholders), tetapi juga semua pihak yang terlibat didalamnya, pekerja, konsumen, pemasok, pemerintah, masyarakat akuntan dan lainnya. Tanggung jawab akuntan dalam konsep syariah adalah menyajikan laporan keuangan yang berbasiskan syariah yang bisa dipertanggungjawabkan baik secara horisontal (kepada manusia ataupun semua pihak) dan vertikal (kepada Allah SWT). Kepatuhan terhadap aturan baku akuntansi yang juga didasari pada aturan-aturan agama sebagai basis dan ruh dari sifat akuntansi syariah. Seorang akuntan dalam menyampaikan informasi ditekankan memiliki integritas, kapabilitas, profesionalitas dan akuntabilitas, baik secara ukhrawi dan duniawi. Value added yang ditimbulkan akuntansi syariah
mempunyai adalah akuntabel dalam penyampaian informasi dan akuntabilitas keakuratannya sehingga keputusan maupun kebijakan yang akan diambil bisa benar-benar dipertimbangkan karena sesuai dengan kondisi riil sebenarnya dibandingkan akuntansi konvensional. Akuntansi konvensional yang bersifat value free masih mempunyai celah yang lebar untuk direkayasa demi kepentingan satu pihak tertentu. Entitas bisnis dinyatakan sebagai keberadaan individu yang berdiri sendiri, dapat dilihat dari aspek hukum dan ekonomi, Dalam pemaknaan ekonomi, keberadaan tersebut terpisah dari orang atau badan lain, memiliki otoritas sendiri dalam mengatur ekonomi atau keuangannya. Sedangkan dalam pendekatan hukum, keberadaan individu itu merupakan suatu badan hukum tersendiri yang didalamnya melekat hak-hak dan kewajiban yang berkaitan dengan peraturan yang berlaku. (Jaka Isgiyarta 2009). Adanya pemisahan pemilik dengan pengelola harus memiliki aturan yang jelas. Pengaturan dalam Al Quran At Taubah: 24, bermakna bahwa perniagaan atau bisnis harus dikelola baik agar tidak mengalami kerugian. Pemisahan fungsi bertujuan untuk melaksanakan pengelolaan perusahaan dengan baik dan dapat saling melengkapi antara individu yang satu dengan yang lain, terciptanya
social control dan saling berbagi antar sesama. Untuk melaksanakan pengawasan yang independen dilakukan oleh akuntan pemeriksa (auditor eksternal), yang dalam akuntansi syariah dikenal dengan nama tabayyun. Profesi akuntan pemeriksa diatur Allah dalam Al Quran surat Al-Hujuraat ayat 6 yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. Alangkah indahnya pengaturan Allah, seandainya saja dalam pelaksanaan proses pemeriksaan yang dilakukan para akuntan pemeriksa selalu mengacu kepada kepentingan berbagai pihak, bukan hanya untuk kepentingan pihak tertentu, tidaklah akan terjadi kasus Big Five atas kasus perusahaan Enron yang merugikan berbagai pihak, karena akuntan yang hanya mempriroritaskan kepentingan satu pihak berdampak pada kerugian di pihak lain. Maka kontrol sosial yang dilakukan oleh akuntan melalui proses yang benar, dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan memperhatikan aspek soaial menjadi value added yang akan memberikan kemanfaatan yang lebih luas bagi kemaslahatan umat. Dampak penyimpangan akuntansi ternyata tidak hanya berimbas pada lingkungan perusahaan tetapi juga menjadi masalah sosial yang terkadang fatal dan mempengaruhi kondisi suatu negara. Aktivitas bisnis mempengaruhi kondisi negara. Dalam surat Al Araf; 131 terungkap bahwa kemakmuran akan datang karena usaha, sedangkan pekerjaan yang paling anjurkan Rasulullah adalah menciptakan usaha. Pendirian perusahaan bagian dari usaha menafkahkan harta yang dimiliki di jalan Allah Swt, melakukan tindakan amal, meminjamkan kekayaan kepada Allah Swt. Bentuk riil dari amal baik itu adalah ikut serta meningkatkan kemaslahatan umat. Bilamana masyarakat mempunyai kemaslahatan yang baik, maka peribadahan umat kepada Allah akan menjadi lebih baik, sebaliknya masyarakat yang fakir akan cenderung kufur, dan orang kufur lebih mudah tergelincir terhadap tindakan kafir (Jaka Isgiyarta 2009). Konsep syraiah dalam ekonomi Islam sangat lugas mengatur segala sesuatunya, maka jika pengelolaan perusahaan berjalan sesuai engan kaidah syariah maka akan tercipta nilai-nilai moral yang tinggi. Akuntansi konvensional yang masih kering dengan nilai-nilai etik dan moral sehingga seringkali mengabaikan kemashlahatan manusia karena dipisahkannya agama dengan segala yang berkaitan dengan urusan dunia. Dengan berkembangnya akuntansi syariah berarti akutansi tidak lagi value free, tetapi berubah menjadi sarat dengan nilai-nilai ibadah (non value free) inilah yang dimaksud dengan value added. Karena akuntansi syariah bertujuan memberikan informasi dan akuntabilitas dianggap sebagai suatu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya bahwa akuntansi bisa benar-benar berfungsi sebagai alat penghubung antara stockholders, entity, profesi akuntan dan publik dengan tetap berpegangan pada nilai-nilai akuntansi dan ibadah syariah sehingga informasi yang disampaikan bisa benar-benar sesuai dengan kondisi riil tanpa ada rekayasa dari pihak manapun sehingga ada nilai ibadah secara individu bagi stockholders dan para akuntan dan ibadah sosial bagi terciptanya peradaban manusia yang lebih baik (Abimanyu 2010). Beberapa hal yang dapat menjelaskan value added dalam konteks akuntansi syariah dapat dilihat dari konsep pemahaman terhapat nilai uang, transaksi jual beli, pengakuan laba bahkan penyajian laporan keuangan syariah. Konsep konvensional berprinsip bahwa laba terjadi karena adanya jual-beli, dimana terjadi selisih pendapatan dengan biaya, ketika
pendapatan diperoleh lebih besar dari beban maka dianggap sebagai laba. Sedangkan konsep Islam memakai kaidah bahwa laba tidak hanya selisih lebih dari pendapatan dan biaya, tetapi disaat terjadi pertambahan pada nilai barang, baik yang telah terjual maupun yang belum, maka berarti laba sudah diperoleh. Namun transaksi jual beli adalah suatu keharusan untuk menyatakan laba, dan pada prinsipnya laba tidak boleh dibagi sebelum nyata laba itu diperoleh. Transaksi jual beli yang terjadi adalah transaksi atas barang dan dan jasa yang halal menurut ajaran Islam, yang tidak diharamkan. Pertukaran barang atau jasa yang diharamkan bukanlah merupakan transaksi bisnis, karena akan mendatangkan kemudaratan dari pada manfaat. Hal ini menunjukkan bahwa akuntansi syariah lebih memperhatikan pada unsur penambah nilai yang disebut dengan value added. Namun dalam praktek bisnis banyak para pelaku usaha yang kurang memperhatikan kemaslahatan umat, mereka cenderung berfikir bagaimana menguntungkan diri sebayakbanyak tanpa memperhatikan kodisi masyarakat disekitarnya. Produk dijual dengan harga yang tinggi, masyarakat konsumen membeli di atas harga yang sesungguhnya, tindakan ini tentu saja merugikan dan men-dzalim masyarakat. Penetapan dan penentuan harga oleh perusahaan dilakukan dengan kebenaran dan keadilan dalam mengukur (menakar) berapa nilai jual yang wajar. Hal ini sejalan dengan pernyataan Umer Chapra menyangkut pengukuran kekayaan, utang, modal pendapatan, biaya, dan laba perusahaan, sehingga seorang Akuntan wajib mengukur kekayaan secara benar dan adil. Laba akuntansi yang dilaporkan dalam laba rugi adalah hasil dari aktivitas operasional perusahaan. Salah satu tujuan laporan laba rugi (income statement) untuk semata-mata pengelolaan kemakmuran para pemilik modal (Himawati dan Subono 2009). Dalam konsep Islam hal ini perlu diluruskan bahwa laba bukan hanya sekedar pencapaian kinerja dan pertanggungjawaban manajemen untuk kemakmuran pemilak, namun juga sarat makna dengan hasil usaha pekerja. Islam menentang eksploitasi pekerja oleh pemilik modal terhadap buruh yang miskin dan melarang penumpukan kekayaan (QS Ash Shura; 17 dan Al Al A‟raf: 29) bahwa Islam menjunjung tinggi upaya untuk mewujudkan keadilan, karena Allah tidak membenarkan seseorang untuk menguasai harta orang lain” (QS: Al Hadid: 7). Dalam perkembangannya ekonomi Islam, sangat berperan dalam mengentaskan kemiskinan, pengelolaan harta dalam Islam dalam bentuk berbagi kepada sesama juga saat ini telah merambah dalam perlakuan akuntansi sosial yang dikenal dengan bentuk pertanggungjawaban sosial perusahaan atau coorporate social responsibility (CSR). Jauh sebelum perkembangan CSR diungkapkan Islam telah mengatur tentang berbagi kepada sesama melalui zakat, infak dan sedekah. Jika sebelum perkembangan ekonomi syariah zakat infak dan sedekah adalah kewajiban individu. Sekarang ini bahkan dalam perkembangannya zakat tidak hanya dikenakan pada individu-individu saja tetapi juga dikenakan terhadap perusahaan. Zakat perusahaan selain merupakan ibadah yang harus dilaksanakan juga dapat dijadikan sebagai pembentukan image perusahaan, sehingga perusahaan yang mempunyai kinerja bagus diharapkan juga akan meningkatkan zakatnya (Kurniawan dan Yulianto 2009). Hal ini sangat membantu dalam meningkatkan kemakmuran bagi masyarakat dan merupakan wujud dari keadilan sosial atas keberadaan perusahaan di lingkungan masyarakat. Dalam hal permodalan, menentukan nilai atau harga untuk melindungi modal pokok, akuntansi konvensional belum menetapkan dengan jelas apa yang dimaksud dengan modal pokok (capital). Sedangkan konsep syariah menerapkan konsep penilaian berdasarkan nilai
tukar yang berlaku, hal ini bertujuan untuk melindungi modal pokok dari segi kemampuan produksi di masa yang akan datang dalam ruang lingkup perusahaan yang kontinuitas, dimana suatu entitas bisnis akan tetap berlangsung (going concern). Artinya penciptaan value added atas modal benar-benar mencerminkan bahwa modal pokok tidak hanya menunjukkan unsur kepemilikan namun bagaimana modal tersebut dijadikan sebagai tolak ukur kelangsungan usaha. Berkaitan dengan proses akuntansi, pada setiap pekerjaan dalam sebuah organisasi ataupun individu dengan nilai ibadah dan ibadah individu membentuk individu sosial yang beribadah. Sehingga tujuan dasar dari akuntansi sebagai alat penyampai informasi bisa benarbenar mempunyai nilai akuntabilitas yang tinggi dan bisa diambil kebijakan selanjutnya dalam pengendalian sebuah organisasi. Demikian pula konsep nilai tambah dari domain akuntansi. Mulawarman (2008) mengungkapkan penggunaan konsep nilai tambah biasanya digunakan oleh aliran akuntansi sosial lingkungan, konsep value added berbasis kepentingan perusahaan akan menghasilkan informasi dan pertanggungjawaban ekonomi sosial lingkungan juga berbasis kepentingan keuntungan stockholders dan menggunakan nilai tambah untuk informasi dan akuntabilitas sosial lingkungan berbasis kuantatif maupun kualitatif, untuk kepentingan lebih luas, yaitu stakeholders. Dengan berlandaskan al-Qur'an, as-Sunnah dan ayat kauniyah, akuntansi syari'ah memandang bahwa tujuan dasar dari akuntabilitas dalam prakteknya bukanlah sekedar akuntabilitas yang bersifat horisontal saja (hablumminannaas) saja tapi juga sebagai akuntabilitas yang bersifat vertikal, bisa dipertanggungjawabkan kepada Tuhannya (hablumminallah). Akuntansi syariah memberikan pencerahan dan menyelamatkan masa depan akuntansi, karena setiap pekerjaan yang lakukan dengan tujuan memberikan manfaat dan dampak yang baik menurut Islam adalah ibadah, baik dilakukan secara organisasi maupun individu. Ibadah individu yang terorganisir dengan baik akan menghasilkan ibadah sosial, sehingga akuntansi sebagai sarana penyampai informasi melalui penyusunan laporan keuangan akan menjamin kualitas laporan dan nilai akuntabilitas yang tinggi laporan keuangan sebagai produk akuntansi yang disajikan oleh akuntan dapat dipertanggungjawabkan secara kebijakan dan secara moral memberikan kemanfaatan baik pihak yang berkentingan dalam pengambilan keputusan. Penutup Akuntansi Konvensional yang ditujukan untuk kepentingan pihak tertentu terutama kepentingan pemilik modal. Dalam konsepnya akuntansi konvensional yang dibangun atas dasar kepentingan pihak tertentu, dan diatur secara baku dalam hukum negara dan lembaga tertentu. Ini mengindikasikan bahwa ada ketidakadilan yang bertentangan dengan prinsip ekonomi islam. Dalam Akuntansi syariah ada konsep yang harus dipatuhi, yaitu hukum Syariah yang berasal dari Tuhan yang bukan ciptaan manusia. Penciptaan value added atas semua aktivitas perusahaan yang tercermin dalam informasi akuntansi yang disajikan para akuntan telah memberikan dampak yang signifikan dan bermanfaat bagi pengentasan kemiskinan melalui zakat infak dan sedekah yang dikeluarkan perusahaan dari bagian laba yang peroleh perusahaan. Akuntan dalam konteks Islam harus memiliki moral dan etika dalam menyajikan informasi akuntansi. Kompetensi akuntan yang dibutuhkan dalam konsep syariah adalah
akuntan yang memiliki tanggung jawab sosial, bahkan ada pertanggungjawaban di akhirat, dimana setiap orang akan mempertanggung-jawabkan tindakannya di hadapan Allah SWT. Akuntan harus memiliki integritas, kapabilitas, profesionalitas dan akuntabilitas, baik secara ukhrawi dan duniawi. Sehingga keberadaannya akan mendatangkan kemaslahatan ummat. Dengan berkembangnya akuntansi syariah berarti akuntansi tidak hanya value-free, tetapi ada nilai ibadah didalamnya karena akan mendatangkan kemaslahatan bagi semua pihak, inilah yang disebut dengan value added. Akuntansi syariah bertujuan memberikan informasi dan akuntabilitas dianggap sebagai suatu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya bahwa akuntansi bisa benar-benar berfungsi sebagai alat penyampai informasi berpegangan pada nilai-nilai akuntansi dan ibadah.
Daftar Pustaka Abimanyu, Ian 2010, Perbedaan Akuntansi Syariah Dengan Akuntansi Konvensional http://ianabimanyusgm.blogspot.com/2010/10/perbedaan-akuntansi-syariahdengan.html Adlan, M.Aqim 2013, Perbandingan antara Akuntansi Konvensional dan Akuntansi Shari'ah, http://pesantren.web.id/ppssnh.malang/cgibin/content.cgi/artikel/akuntansi_syariah.single, diakses 2 Mei 2014 Choudhury, M. A. 2005, Islamic Ekonomics and Finance: Where Do They Stand? 6th International Conference on Islamic Economics, Banking, and Finance, 21-24 November, Jakarta, Indonesia. Mulawarman, Aji Dedi 2008, Eksistensi Laporan Nilai Tambah Syari‟ah Berbasis Rezeki, Simposium Nasional Akuntansi (SNA) ke XI, Pontianak Himawati, Susana dan Subono, Agung (2009) Praktik Akuntansi dan Perkembangan Akuntansi Syariah di Indonesia. Jurnal Sosial Budaya, 2 (2). ISSN 1979-6889. Jaka Isgiyarta 2009, Perumusan Konsep Entitas Akuntansi Islam, JAAI Volume 13 No.1, Juni 2009: 77–86 Kurniawan, Aris Suliyanto 2013, Zakat Sebagai Aspek Tabaru Dan Pengungkapan Islamicsocial Reporting Terhadap Kinerja Keuangan: Sebuah Agenda Penelitian . Performa Suwito 2012, Akuntansi: Ilmu Pengetahuan Value Free Atau Value Laden, http://kumparta.blogspot.com/2012/04/akuntansi-ilmu-pengetahuan-value-free.html