Aktivitas yang dilakukan di rumah saat menjelang Hari Raya Galungan Hari raya Galungan dirayakan oleh umat Hindu setiap 6 bulan Bali (210 hari) yaitu pada hari Budha Kliwon Dungulan (Rabu Kliwon wuku Dungulan) sebagai hari kemenangan Dharma (kebenaran) melawan Adharma (kejahatan). Perayaan Hari Raya Galungan identik dengan penjor yang dipasang di tepi jalan, menghiasi jalan raya yang bernuansa alami. Di jaman modern ini, apalagi sebagai tujuan pariwisata, pulau Bali kerap disorot sebagai pulau yang indah sekaligus religius. (Penjor adalah bambu yang dihias sedemikian rupa sesuai tradisi masyarakat Bali setempat).
Selain itu pada perayaan Hari Raya Galungan ini juga memiliki makna tersendiri yaitu: Hari Raya Galungan dimaknai kemenangan Dharma ( Kebaikan) melawan Adharma (Keburukan), dimana saat Budha Kliwon wuku Dungulan kita merayakan dan menghaturkan puja dan puji syukur kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa.
Jadi, inti Galungan adalah menyatukan kekuatan rohani agar mendapat pikiran dan pendirian yang terang. Bersatunya rohani dan pikiran yang terang inilah wujud dharma dalam diri. Sedangkan segala kekacauan pikiran itu (byaparaning idep) adalah wujud adharma. Dari konsepsi lontar Sunarigama inilah didapatkan kesimpulan bahwa hakikat Galungan adalah merayakan menangnya dharma melawan adharma.
Selain tulisan tersebut, di sini saya juga akan menceritakan apa saja aktivitas / kegiatan yang saya lakukan saat penyambut Hari Raya Galungan,seperti Sugihan Jawa, Sugihan Bali, Penyajan dan Penampahan. Kegiatan yang saya lakukan dimulai pada hari Penyekeban, dimana Hari Penyekeban ini memiliki makna filosofis untuk “nyekeb indriya” yang berarti mengekang diri agar tidak melakukan hal-hal hal -hal yang tidak dibenarkan oleh agama.
Hari Penyekeban ini dirayakan setiap Minggu Pahing wuku Dungulan. Proses Penyekeban atau penapean ini juga dapat dilakukan untuk buah buahan seperti pisang agar matang dapat digunakan untuk banten. Pada hari Penyajan saya dengan ibu mengisi bunga pada canang ceper dan sarana upakara lainnya serta membuat banten yang akan diaturkan nanti, ada banten gebogan, pajengan dan aturan untuk dipura.
Setelah hari Penyajan, dilanjutkan dengan hari Penampahan jatuh sehari sebelum Galungan, tepatnya pada hari Selasa Wage wuku Dungulan. Masyaraka Bali khususnya saya dan keluarga melakukan kegiatan menyembelih babi yang yang dagingnya akan digunakan sebagai pelengkap upacara. Pada hari Penampahan saya da ibu ikut melakukan acara mebat di rumah seperti memotong daging agar menjadi bagian yang kecil yang selanjutnya dibuat menjadi lawar, komoh,tum, urutan dan sate.
Di lain tempat ibu saya sedang membuat sesajen atau banten yang akan diaturkan setelah selesai acara mebat. Banten ini akan diaturkan ke pelinggih serta tempat tertentu yang bertujuan
agar kita dapat mensyukuri semuayang
telah diberikan oleh Ida Sang Hyang Widhi .
Setelah melewati hari Penampahan maka tibalah hari raya Galungan saat kita merayakan kemenangan Dharma melawan Adharma. Pada hari raya Galungan, umat Hindu di Bali khususnya saya dan keluarga melakukan persembahyangandi sanggah dan di tempat-tempat suci seperti Pura. Setelah melakukan persembahyangan, saya dan keluarga berkumpul di rumah dengan sanak keluarga yang datang untuk sembahyang di sanggah / merajan.
Setelah melaksanakan persembahayang, pada siang harinya untuk melepas lelah saya dan keluarga berkumpul dan tertawa serasa dunia ini milik kita bertiga padahal keluarga kami ada 6 anggota tapi lagi 3 sedang menyelesaikan kesibukannya masing-masing.
Sehari setelah melaksanakan persembahyangan dan merayakan hari raya Galungan, pada hari kamis bertepatan dengan hari Umanis Galungan. Pada hari ini semua orang pergi untuk berlibur ke tempat objek wisata bersama keluarga,
namun berbeda dengan saya hari ini saya tidak bisa pergi walaupun sekedar jalan-jalan bersama keluarga maupun teman-teman karena pada hari ini di rumah sedang disibukkan dengan persiapan dan upacara mebayuh untuk kakak sepupu saya yang merupakan anak dari paman dan bibi saya.
Selain yang saya jelaskan di atas, saya juga membantu orang tua untuk menjemur gabah ( nyemuh jijih ) yang harus saya jaga dan membulak balikkan gabah tersebuat agar cepat kering. Dengan pekerjaan seperti ini saya sungguh sangat kewalahan, mengapa? Karena gabah yang di jemur sangat banyak selain itu terik matarahari yang sangat menyengat
kulit sangat panas ini dilakukan sampai 1 minggu atau sampai dengan menjelang hari Kuningan.
Pada saat meyambut hari raya Kuningan, sama halnya dengan hari raya Galungan saya dengan ibu membuat sarana upakara untuk persembahyangan seperti tamiang, kolem dan endong. Pada saat hari Penyekeban saya membuat tape dan nyekeb pisang agar cepat matang. Setelah Penyekeban, besoknya hari Penyajan saya mengisi bunga pada canang ceper dan sarana upakara lainnya utnuk selanjutnya membuat banten sesajen. Saat itu saya membuat banten tamas sedangkan ibu membuat banten yang akan diaturkan dipura. Ini memang cukup melelahkan itu juga karena kakak saya tidak bisa membantu mempersiapkan hari raya Galungan dan Kuningan karena sedang melaksanakan prakek studinya. Selanjutnya pada hari Penampahan, sama halnya dengan penambahan pada hari raya Galungan, saya dan keluarga juga melakukan acara mebat dan membuat makanan seperti komoh, sate, lawar dan sebagainya.
Setelah melewati hari Penampahan maka tibalah merayakan hari raya Kuningan, pada pagi harinya saya dan keluara melaksanakan persembahyanagn bersama di rumah dan tempat-tmpat suci tertentu. Selain itu setelah kami selesai melaksanakan persembahyangan maka kami akan ke kuburan untuk membawakan banten dengan istilah Mamunjung ka Setra anggota keluarga yang masih berstatus ( Makingsan di Pertiwi )(mapendem/dikubur). Keunikan hari raya Kuningan selain penggunaan warna kuning adalah yaitu persembahyangan harus sudah selesai sebelum jam 12 siang (tengai tepet), sebab persembahan dan persembahyangan setelah jam 12 siang hanya akan diterima Bhuta dan Kala karena para Dewata semuanya telah kembali ke Kahyangan. Hal ini sebenarnya mengandung nilai disiplin waktu dan kemampuan untuk memanajemen waktu. Warna kuning yang identik dengan hari raya Kuningan memiliki makna kebahagiaan,keberhasilan, dan kesejahtraan. Sehari setelah melaksanakan persembahyang hari raya Kuningan, pada hari minggu bertepatan hati Umanis kuningan, di sinin saya juga tidak bisa pergi keluar rumah karena pagi saya mencuci (nyusut) perabotan agar tidak rusak dan cepat kering selain itu saya juga harus mempersiapakan perlengkapan untuk sekolah.