22
PENDAHULUAN
Adenoma pleomorfik adalah tumor jinak kelenjar saliva yang paling sering terjadi pada kelenjar ludah minor. Adenoma pleomorfik pada palatum berasal dari kelenjar ludah minor dan lebih sedikit terjadi dibanding adenoma pleomorfik yang berasal kelenjar saliva mayor. Adenoma pleomorfik paling sering ditemukan pada kelenjar saliva mayor (50%), palatum (42,8%), bibir atas (10,1%), pipi (5,5%), tenggorok (2,5%) dan region retromolar (0,7%). Tumor ini merupakan tumor jinak dengan karasteristik tumbuh lambat, setelah mencapai ukuran tertentu akan menetap dan tidak berkembang lagi, tanpa rasa sakit, disertai pembengkakan dan tidak menyebabkan ulserasi mukosa yang melapisinya. Adenoma pleomorfik mempunyai kapasitas tumbuh membesar dan dapat berubah menjadi maligna. 1-3
Adenoma pleomorfik palatum dapat terjadi pada semua umur, namun paling sering terjadi pada orang dewasa yaitu dekade ketiga sampai keenam kehidupan. Angka kejadian pada wanita lebih sering dibandingkan laki-laki dengan perbandingannya 2:1. Penyebabnya belum diketahui secara pasti namun diduga terjadi akibat adanya kelainan kromosom klonal 8q12 dan 12q15. Beberapa faktor yang juga dapat berpengaruh diantaranya adalah pemakaian tembakau, virus serta paparan radiasi. 1,2,5-7
Adenoma pleomorfik ditemukan sekitar 3-10% dari neoplasma daerah kepala dan leher. Pada kelenjar ludah mayor parotis sekitar 53-77%, tumor submandibular 44-68% dan 33-43% dari kelenjar ludah minor. Palatum merupakan lokasi yang paling sering pada intra oral yaitu sekitar 42,8%-68,8%. Di RS Moh. Hoesin Palembang sendiri angka kejadian adenoma pleomorfik pada 5 tahun terakhir adalah sebanyak 2 kasus yaitu tumor pada palatum dan nasolabial.
Gambaran klinis adenoma pleomorfik palatum yaitu massa tumor tunggal, berbentuk bulat dengan permukaan licin, padat kenyal, keras, batas tegas, mobile, pertumbuhan lambat, tidak nyeri serta tidak ditemukan adanya tanda-tanda peradangan dan ulkus. Pasien sering datang dengan keluhan timbul benjolan di langit-langit rongga mulut sehingga mengeluh terganggu untuk mengunyah dan menelan makanan. Diagnosis adenoma pleomorfik dapat ditegakkan melalui pemeriksaan histopatologi, FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy) serta biopsi insisi. Pemeriksaan penunjang seperti radiologi dengan tomografi komputer atau MRI untuk mengetahui lokasi, besar tumor, batas tumor serta perluasan tumor. 4,5,8
Diagnosis banding dari adenoma pelomorfik palatum adalah abses palatum, kista odontogenik, sarkoma, serta tumor jaringan lunak seperti limfoma, lipoma dan fibroma. Perubahan kearah malignansi adalah 6% dari seluruh kasus adenoma pleomorfik dengan gambaran klinis yaitu pertumbuhan yang cepat dan adanya riwayat eksisi berulang. Pilihan penatalaksanaan dari adenoma pleomorik palatum adalah eksisi tumor secara trans oral dengan angka kesembuhan mencapai lebih dari 95%. Resiko kekambuhan sangat rendah. Tumor ini biasanya tidak kambuh kembali apabila dilakukan pengangkatan tumor secara keseluruhan.4,9,14
ANATOMI PALATUM DURUM
Palatum durum memisahkan rongga mulut dengan rongga hidung dan dengan sinus maksila. Mukosa palatum adalah epitel skuamosa pseudostratified berkeratin. Lapisan submukosa terdiri atas kelenjar-kelenjar liur minor terutama daerah palatum durum. Lapisan periosteal yang menutup palatum durum menjadi barier relatif untuk penyebaran sel kanker ke os palatinum. Saraf dan pembuluh darah yang memperdarahi dan mempersarafi palatum berasal dari foramina palatina di medial molar ketiga. Foramina ini dapat menjadi jalur penyebaran tumor. Arteri palatina yang berasal dari arteri maksilaris interna berjalan ke anterior melalui foramen nasopalatinum ke rongga hidung menyediakan suplai darah. Jaras sensorik dan sekremotorik berasal dari cabang maksilaris nervus trigeminal dan ganglion pterigopalatinum menuju palatum durum melalui nervus palatinus. Secara anatomi palatum molle adalah bagian orofaring yang terdiri atas mukosa di kedua permukaan. Diantaranya terdapat jaringan penyambung, serabut otot, aponeurosis, pembuluh darah, kelenjar limfatik dan kelenjar liur minor. Secara fungsional palatum molle memisahkan orofaring dan nasofaring selama proses bicara dan menelan.14,16
Gambar 1. Rongga mulut dan palatum 11
Kelenjar saliva merupakan suatu kelenjar eksokrin yang berperan dalam mempertahankan kesehatan mulut. Kelenjar saliva merupakan organ yang terbentuk dari sel-sel khusus yang mensekresi saliva kedalam rongga mulut. Saliva terdiri dari cairan encer yang mengandung enzim dan cairan kental yang mengandung mukus. Menurut struktur anatomisnya manusia memiliki kelenjar saliva yang terbagi atas kelenjar saliva mayor dan minor. Kelenjar saliva mayor dan minor menghasilkan saliva yang berbeda-beda menurut rangsangan yang diterimanya. Rangsangan ini dapat berupa rangsangan mekanis seperti mastikasi, rangsangan kimiawi seperti rasa pahit, manis, asam, asin, rangsang neural, rangsang psikis berupa emosi atau stress dan rangsangan sakit. 12,13
Gambar 2. Kelenjar saliva mayor14
Kelenjar saliva mayor terdiri dari sepasang kelenjar parotis, submandibula dan sublingual. Kelenjar parotis terletak dibagian bawah telinga dibelakang ramus mandibula meluas ke lengkung zygomatikum didepan telinga dan mencapai dasar dari muskulus masseter. Duktus parotis yakni duktus stensen yang menyilang permukaan otot masseter. Duktus kelenjar ini berjalan menembus pipi dan bermuara ke vestibulum oris pada lipatan antara mukosa pipi dan gusi berhadapan molar dua atas. Duktus parotis merupakan kelenjar saliva terbesar dibanding yang lain dengan berat 20-30 gram, panjang duktus 35-40 mm, dengan diameter 3 mm. Mengandung sejumlah besar enzim antara lain amilase, lisozim, asam fosfatase, aldolase dan kolinesterase. 12,13
Kelenjar submandibula merupakan kelenjar saliva terbesar kedua dengan berat 8-10 gram. Berbentuk oval seperti kacang, terletak di trigonum submandibular. Duktus mandibular disebut ductus Wharton. Duktus muncul dari permukaan bagian dalam kelenjar dan berjalan sampai mencapai dasar mulut, kemudian bermuara pada karunkula sublingualis didekat frenulum lidah. Panjang duktus 40-50 mm, dengan diameter lebih kecil daripada ductus Stensen. Kelenjar submandibula terdiri 75% serous dan 25% mukous. 12,13
Kelenjar sublingualis terletak dibawah lidah dan dibawah membran mukosa mulut. Merupakan kelenjar terkecil dari kelenjar saliva mayor. Kelenjar ini bentuknya memanjang dengan berat 2-3 gram. Duktusnya yaitu ductus Bartholin. Kelenjar sublingual hampir seluruhnya mukous dengan sedikir serous. 12,13
Gambar 3. Kelenjar saliva minor 15,16
Kelenjar saliva minor muncul setelah pembentukan kelenjar saliva mayor yaitu pada minggu ke 12. Kelenjar saliva minor jumlahnya 600-1000 kelenjar dengan ukuran 1-5 mm. Kelenjar ini merupakan sejumlah asinus yang terhubung dalam lobulus kecil. Kebanyakan kelenjar saliva minor terletak dalam mukosa dan submukosa rongga mulut, yang hanya mensekresi saliva kurang dari 5% dari pengeluaran saliva selama 24 jam. Kelenjar saliva minor diantaranya glandula labialis yang terletak pada bibir atas dan bibir bawah dengan asinus-asinus seromukous. Glandula bukalis terdapat pada mukosa pipi dengan asinus-asinus seromukous. Glandula lingualis anterior terletak pada bagian bawah ujung lidah disebelah menyebelah garis median dengan asinus-asinus seromukous. Kelenjar Von-Ebner atau disebut juga Gustatory Gland atau kelenjar lingualis posterior yang terletak pada pangkal lidah dengan asinus-asinus mukous. Glandula palatum dengan asinus yang bersifat mukous. Kebanyakan kelenjar saliva minor menerima inervasi parasimpatis dari saraf lingual kecuali kelenjar saliva minor di palatum yang menerima inervasi parasimpatis dari saraf palatina yang berasal dari ganglion sfenopalatina.12,13
Sekresi saliva sekitar 0,5 -1,5 liter perhari, kecepatan aliran 0,1 sampai 4 ml per menit. Pada kecepatan 0,5 ml/menit sekitar 95% saliva disekresi oleh kelenjar parotis dan kelenjar submandibularis, sisanya disekresi oleh kelenjar sublingual dan kelenjar-kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva berperan memproduksi saliva dimulai dari proksimal oleh duktus asinus yang akan dialirkan ke duktus interkelasi, menuju duktus interlobulus, kemudian duktus intralobulus dan berakhir pada duktus kolektivus. 12,13
ETIOLOGI
Penyebab Adenoma Pleomorfik pada kelenjar saliva belum diketahui secara pasti, diduga karena keterlibatan lingkungan dan faktor genetik. Secara umum β-catenin memainkan peranan penting di dalam perkembangan adenoma pleomorfik. Tidak hanya dalam perubahan bentuk maligna, tetapi juga di dalam pengaturan fungsi-fungsi fisiologis. Ekspresi molekul-molekul adhesi di dalam neoplasma-neoplasma kelenjar saliva juga pernah diteliti. Studi saat ini mengatakan, penelitian untuk memperjelas peran sel di dalam onkogenesis dan sitodiferensiasi adenoma pleomorfik dan karsinoma dari kelenjar saliva yaitu ekspresi dari β-catenin berupa imunohistokemikal yang di uji dalam lesi-lesi maupun dalam kelenjar saliva normal. 18-20
Gen β-catenin adalah CTNNB1, yang dipetakan pada kromosom 3p21.9 β-catenin tercakup didalam tranduksi isyarat (Wingless/WNT) dan spesifikasi dari sel selama embriogenesis. Studi terbaru menunjukkan β-catenin secara langsung berhubungan dengan anggota keluarga dari faktor transkripsi yang melibatkan aktifasi dari gen target yang spesifik. Beberapa kelompok cacat genetik didalam adenoma pleomorfik sebagian besar ditandai dengan penyimpangan struktur, khususnya translokasi resiprokal. Subgrup yang besar ditandai oleh penyusunan kembali regu 8q12. Gen kromosom 8p12 dikembangkan dari regulasi zinc finger gene, menunjukkan PLAG1. Secara fungsional adalah signifikan, sebagaimana mempunyai pengaruh dalam stabilitas dan translatabilitas dari hasil fusi mRNA dan sebagai konsekuensinya juga pada konsentrasi PLAG1 dan β-catenin. Studi ini mengkonfirmasikan reduksi ekspresi molekul adhesi didalam sel-sel neoplasma dari tumor jika dibandingkan dengan duktus kelenjar sel. Hal ini dapat dihubungkan dengan translokasi antara PLAG1 dan CTNNB1.13,20
Kejadian Adenoma pleomorfik telah ditemukan untuk meningkatkan 15-20 tahun setelah terpapar radiasi. Satu studi menunjukkan bahwa virus simian (SV40) mungkin memainkan peran penyebab dalam pengembangan adenoma pleomorfik. Virus Epstein-Barr merupakan salah satu faktor didalam perkembangan tumor-tumor limphoephitelial kelenjar saliva. 13,20
GAMBARAN KLINIK
Adenoma Pleomorfik mempunyai gambaran klinis berupa massa tumor tunggal yang berada pada submukosa tanpa adanya ulserasi ataupun inflamasi di sekitarnya, keras, bulat, mudah digerakkan (mobile), pertumbuhan lambat, tanpa rasa sakit dan berkonsistensi kenyal. Jika berasal dari kelenjar saliva minor, biasanya adenoma pleomorfik tumbuh di palatum durum dengan alasan palatum merupakan lokasi tersering dan konsentrasi terbanyak aliran kelenjar saliva minor pada saluran cerna bagian atas. 21-23
Gambar 5. Adenoma pleomorfik 3,24
Pada kelenjar saliva minor, adenoma pleomorfik lebih sering dijumpai pada palatum. Adenoma Pleomorfik biasanya mobile, kecuali di palatum terkadang sering lebih melekat. Adenoma pleomorfik dapat menyebabkan atrofi ramus mandibula jika lokasinya pada kelenjar parotis. Gejala dan tanda tumor ini tergantung pada lokasinya. Adenoma Pleomorfik pada kelenjar parotis dapat menyebabkan kelumpuhan nervus fasialis tetapi ini jarang di jumpai, tapi apabila tumor ini bertambah besar mungkin kelumpuhan nervus fasialis bisa di jumpai, seperti ketika tumor ini menjadi maligna. Apabila tumor ini di jumpai pada kelenjar saliva minor, gejala yang timbul bermacam-macam tergantung pada lokasi tumor. Gejala yang timbul dapat berupa disfagia, dispnea, serak dan susah mengunyah.18,19,21
DIAGNOSIS
Diagnosis adenoma pleomorfik ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy) atau biopsi insisi, Tomografi komputer dan histopatologi jaringan hasil operasi sebagai diagnosis pastinya. Tomografi komputer dan juga MRI dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat keterlibatan tulang, jaringan lunak ataupun saraf, juga untuk mengetahui kedalaman tumor apakah masih superfisial atau sudah cukup dalam yang nantinya berguna sebagai panduan tindakan operatif yang akan dilakukan.8,17
Gambar 6. Tomografi komputer pada adenoma pleomorfik3
Gambaran tomografi komputer adenoma pleomorfik adalah suatu penampang yang tajam pada dasarnya, mengelilingi lesi homogen yang mempunyai suatu kepadatan yang lebih tinggi dibanding jaringan glandular. Dari tampilan MRI, Adenoma Pleomorfik menunjukkan pola homogenous dengan intensitas signal intermediete atau rendah (radiolusen) pada T1- weighted images, intensitas signal tinggi (radiopak) dengan pola inhomogenous pada T2-weighted images dan peningkatan pola inhomogenous pada CE T1-weighted images. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui lokasi, besar tumor, batas tumor serta perluasan tumor. MRI dengan resolusi tinggi untuk jaringan lunak memberikan gambaran yang lebih baik pada perluasan tumor secara vertical dan inferior. Tomografi computer lebih unggul dari MRI dalam mengevaluasi tulang terutama untuk diagnosis erosis dan perforasi tulang palatum dan kemungkinan keterlibatan kavum nasi atau sinus maksila. 8,17
HISTOPATOLOGI
Dinamakan Adenoma pleomorfik karena terbentuk dari sel-sel epitel dan jaringan ikat. Secara histologi ada 3 bentuk utama adenoma pleomorfik yaitu miksoid dimana 80% di dominasi oleh stroma, selular dengan predominan berupa mioepitelioma dan klasik yang merupakan bentuk campuran antara miksoid dan selular. Secara klasik bentuknya bifasik dan ditandai dengan campuran epitel poligonal dan elemen mioepitel berbentuk spindle-shaped dalam berbagai variabel dengan latar belakang stroma yang mukoid, miksoid, tulang rawan atau hialin. Elemen epitel berada dalam saluran seperti struktur lembaran, gumpalan atau jalinan berhelai dan terdiri dari poligonal, spindle atau berbentuk sel stellata. Area metaplasia skuamosa dan mutiara epitel dapat terjadi. Tumor tidak tertutup kapsul, tetapi hanya dikelilingi oleh pseudokapsul fibrosa dengan berbagai ketebalan. Tumor meluas melalui parenkim kelenjar yang normal dalam bentuk finger-like pseudopodia, tapi ini bukanlah tanda transformasi menjadi ganas.25,26
Gambar 7. Histopatologi adenoma pleomorfik26
Setiap jaringan tumornya dihubungkan oleh jaringan epitelial dan mesenkim. Proporsi tiap elemennya mempunyai luas yang bervariasi dengan satu yang lebih dominan. Adenoma pleomorfik tipe selular mempunyai elemen epitel yang lebih dominan. Tipe miksoid didominasi oleh elemen berupa miksoma atau miksokondroma. Tipe campuran adalah tipe yang klasik, pada bentuk ini termasuk
bentuk spindle, skuamosa, basaloid, kuboid, plasmasitoid, onkositik , mukoid dan sebaseous.25,26
DIAGNOSIS BANDING
Adenoma pleomorfik di diagnosis banding dengan abses palatum, kista odontogenik dan non-odontogenik, tumor jaringan lunak seperti fibroma, lipoma, neurofibroma. 7,18
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan tumor adenoma pleomorfik adalah pembedahan dengan mengupayakan agar seluruh jaringan tumor terangkat. Eksisi tumor dengan mengangkat periosteum dan juga tulang jika terdapat keterlibatan tulang. Jika pengambilan tumor tidak hati-hati dan meninggalkan sel tumor di dalam jaringan mesenkim glandula, maka dapat terjadi kekambuhan. Defek post operasi atau kerusakan jaringan lunak palatum dapat mengalami penyembuhan sendiri sedangkan kerusakan jaringan keras palatum dapat diperbaiki dengan bantuan obturator prostetik, flap local dan flap free radial forearms. Penyembuhan komplit dari defek membutuhkan waktu sekitar dua setengah bulan dan pasien dipantau setiap bulan selama satu tahun. 3,8,18
Gambar 8. Operasi pada adenoma pleomorfik3
PROGNOSIS
Prognosisnya sangat baik setelah reseksi bedah dengan tingkat kesembuhan lebih dari 95%, namun kekambuhan bisa terjadi pada adenoma pleomorfik, terutama yang terjadi di kelenjar parotis. Risiko kekambuhan lebih sering pada yang gambaran mikroskopisnya di dominasi myxoid. Kekambuhan disebabkan oleh banyak faktor yaitu termasuk pengangkatan kapsul yang tidak lengkap, nodul tumor di luar kapsul dan ruptur tumor intraoperatif. Kekambuhan biasanya terjadi secara multinodular. 7,18
Komplikasi yang jarang dari adenoma pleomorfik adalah perubahan ke arah ganas yaitu karsinoma ex-pleomorfik adenoma atau nama lainnya benign metastazing mixed tumor. Kekambuhan juga berkaitan dengan tumor yang mengandung mesenkimal tinggi, terutama chondroid dan stroma myxoid. Perubahan menjadi ganas sekitar 6% kasus yang dihubungkan seperti tumor yang sering kambuh, lobus tumor yang lokasinya lebih dalam, jenis kelamin laki-laki dan usia yang lebih tua. 18,26
LAPORAN KASUS
Seorang laki-laki usia 35 tahun datang ke klinik THT RSMH dengan keluhan utama benjolan pada langit-langit mulut sejak 10 tahun yang lalu, mula-mula sebesar biji kacang kedele lalu semakin membesar. Benjolan tidak disertai rasa nyeri. Penderita merasa terganggu pada saat mengunyah makanan namun masih dapat makan dan minum seperti biasa. Keluhan sesak nafas tidak ada. Suara sengau tidak ada. Keluar darah dari mulut tidak ada, hidung tersumbat dan keluar darah dari hidung tidak ditemukan. Bengkak pada leher tidak ada dan penurunan berat badan tidak ada. Riwayat tertusuk duri ikan dan trauma lain disangkal, riwayat gigi berlubang tidak ditemukan, riwayat mengunyah tembakau tidak ada. Riwayat merokok sejak 10 tahun yang lalu sebanyak 1 bungkus sehari. Riwayat minum alkohol disangkal. Riwayat paparan radiasi disangkal. Riwayat keluhan yang sama pada anggota keluarga lainnya tidak ada. Pasien lalu berobat ke rumah sakit daerah, dilakukan pemeriksaan FNAB dan dikatakan terdapat daging tumor pada langit-langit dan kemudian pasien dirujuk ke RSMH.
Gambar 9. Benjolan di palatum durum
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik, kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/80mmHg, frekuensi nadi 78x/menit, frekuensi pernafasan 20x/menit, temperatur 36,50C. Status generalis dalam batas normal. Pada pemeriksaan telinga dan hidung tidak ditemukan adanya kelainan. Pemeriksaan rongga mulut didapatkan adanya massa padat kenyal dengan batas tegas dan permukaan licin dengan ukuran 5x4x2 cm di daerah palatum durum posterolateral kiri, tidak nyeri tekan, dapat digerakkan, warna mukosa disekitarnya normal, tidak ada ulkus, fluktuasi, pus serta tanda-tanda radang lainnya. Gigi geligi normal. Pembesaran kelenjar getah bening di daerah leher tidak ada. Pemeriksaan nervus kranialis normal.
Penderita kemudian direncanakan untuk menjalani CT scan kepala dengan irisan aksial dan koronal dengan hasil tampak massa soft tissue yang berbatas tegas di daerah palatum durum kiri dengan ukuran 5x4x3 cm. Tidak tampak destruksi tulang di bawahnya dan perluasan ke daerah sinus paranasalis. Selanjutnya pasien didiagnosis dengan adenoma pleomorfik palatum durum dan direncanakan operasi eksisi tumor palatum durum dengan anestesi general. Dilakukan pameriksaan laboratorium lengkap dengan hasil dalam batas normal dan pemeriksaan foto polos dada didapatkan hasil jantung dan paru-paru tidak tampak adanya kelainan.
Gambar 10. CT scan nasofaring potongan aksial dan koronal
Dilakukan konsul ke bagian anestesi dengan hasil ACC ASA I setuju tindakan anestesi. Selanjutnya dilakukan tindakan operasi, pasien dalam anestesi umum, dilakukan tindakan aseptik antiseptik daerah operasi, daerah operasi dibatasi dengan doek steril, dilakukan pemasangan Davis Boyle mouth gag, dilakukan pemasangan faringeal pack, aseptik dan antiseptik pada palatum, infiltrasi pehakain di sekeliling sekitar massa, insisi perlahan secara vertikal pada mukosa di tengah massa hingga tampak massa, massa di luksasi secara tumpul dari sekitar hingga dasar massa hingga massa terlepas secara lengkap, dilakukan evaluasi tidak didapati perforasi ke dasar hidung maupun tampak massa yang tersisa, pencucian dengan betadin, perdarahan yang tampak diatasi, lalu luka operasi dijahit, faringeal pack di angkat, dilakukan pemasangan NGT, mouth gag di lepas, operasi selesai. Jaringan di periksakan ke bagian patologi anatomi.
Gambar 11. Proses Operasi
Pascaoperasi pasien diterapi cairan ringer laktat intravena 20 tetes per menit, antibiotik seftriakson 2x1 gram intravena dengan terlebih dahulu dilakukan tes kulit, asam traneksamat 3x500 mg intravena, ketorolak 30 mg intravena 3 kali per hari, ranitidin 2x1 ampul intravena, betadin kumur 4x sehari, diet cair melalui NGT.
Hari pertama pascaoperasi didapatkan keluhan nyeri pada lokasi bekas operasi, darah pada luka operasi tidak ditemukan, mulai terbentuk fibrin, asam traneksamat injeksi di hentikan, terapi lain masih dilanjutkan. Pada hari kedua pasc aoperasi keluhan nyeri minimal pada lokasi bekas operasi, darah pada luka operasi tidak ditemukan, mulai terbentuk fibrin, ketorolak injeksi di ganti asam mefenamat tablet 3x500 mg, terapi lain masih dilanjutkan. Pada hari ke empat pascaoperasi, keluhan nyeri minimal pada lokasi bekas operasi, darah pada luka operasi tidak ditemukan, fibrin terbentuk menutupi luka oparasi, NGT di lepas, pasien direncanakan rawat jalan dan diberikan terapi sefadroksil 2x500 mg, asam mefenamat 3x500mg, ranitidin 2x1 tablet, betadin kumur 4x perhari dan dianjurkan untuk diet makanan lunak.
Gambar 12. Follow up pascaoperasi
Pasien kontrol ke klinik THT-KL RSMH keluhan nyeri tidak ada, terbentuk fibrin dan tidak ditemukan adanya tanda infeksi. Pasien diberi terapi sefixime 2x100mg, parasetamol 3x100mg, ranitidin 2x1 tablet, obat kumur cair aloevera. Hasil PA No. 1421/A/2014 dengan gambaran makroskopis, sepotong jaringan ukuran 5 x 2,5 x 2 cm dengan bagian luas licin pada potongan padat warna putih dijumpai permukaan strukturnya seperti papiler. Sediaan berasal dari palatum durum, yang terdiri komponen epitel, mioepitel dan stroma miksoid. Komponen epitel terutama terdiri dari sel skuamus metaplasia dengan keratin pearls diantaranya. Tampak ula sel spindle, plasmasitoid dan struktur kelenjar yang dilapisi sel kuboid luminal. Mioepitel tampak dengan lumen mengandung bahan amorf eosinofilik. Gambaran morfologi ini sesuai dengan adenoma pleomorfik.
Gambar 13. Histopatologi pleomorfik adenoma
Pasien kontrol kembali setelah 1 tahun post operasi. Pasien kontrol kembali ke klinik THT-KL dan tidak ada keluhan. Pada pemeriksaan masih didapatkan benjolan kecil sebesar 2x1x1/2 cm. Pasien disarankan untuk operasi rekonstruksi kembali namun pasien menolak karena merasa tidak ada keluhan. Pasien disarankan kontrol kembali bila terdapat keluhan dan tanda-tanda kekambuhan.
Gambar 14. Pasca operasi setelah satu tahun
DISKUSI
Adenoma pleomorfik dapat terjadi pada semua umur, namun paling sering terjadi pada orang dewasa yaitu dekade ketiga sampai keenam kehidupan. Angka kejadiannya lebih sering pada wanita dibandingkan laki-laki dengan perbandingan 2:1. Chaudhari dkk melaporkan 4 kasus adenoma pleomorfik palatum durum dengan rentang usia antara 30-45 tahun. Sebagian besar pasien adalah perempuan yaitu sebanyak 3 orang dan hanya 1 pasien laki-laki. Gupta S dkk melaporkan kasus adenoma pleomorfik palatum durum yang terjadi pada dekade kedua kehidupan yaitu pada laki-laki berusia 25 tahun. Pada kasus ini penderita adalah laki-laki berusia 35 tahun.19,21-23
Penyebab adenoma pleomorfik pada kelenjar ludah belum diketahui secara pasti namun diduga terjadi akibat adanya kelainan kromosom klonal yaitu penyimpangan gen 8q12 dan 12q15. Beberapa faktor yang juga dapat berpengaruh diantaranya adalah pemakaian tembakau, virus serta paparan radiasi. Pada kasus ini, penderita memiliki kebiasaan merokok kurang lebih sebanyak satu bungkus perhari. Riwayat paparan radiasi disangkal. Riwayat keluhan yang sama pada anggota keluarga lainnya tidak ada.24,25,27
Pasien dengan adenoma pleomorfik palatum durum biasanya datang dengan keluhan timbul benjolan pada langit-langit rongga mulut dengan pertumbuhan yang lambat, biasanya muncul setelah beberapa tahun dan tidak nyeri. Keluhan lain yang dapat timbul adalah sulit mengunyah, disfagia serta dispnea. Thiagarajan B dkk melaporkan kasus adenoma pleomorfik dengan massa tumor berukuran 7x5 cm yang tumbuh lambat selama 5 tahun sedangkan Gupta S dkk melaporkan kasus adenoma pleomorfik berukuran 1,5 x 0,7 cm yang timbul sejak 3 bulan. Chaudhari S dkk melaporkan 4 kasus adenoma pleomorfik pada palatum durum dan semua pasien datang dengan keluhan timbul benjolan yang tidak nyeri di daerah palatum durum yang menyebabkan kesulitan untuk mengunyah makanan. Bucak A dkk melaporkan 2 kasus adenoma pleomorfik yang datang dengan keluhan sulit mengunyah dan menelan makanan. Pada kasus ini, pasien datang dengan keluhan timbul benjolan di langit-langit rongga mulut sejak kurang lebih 10 tahun yang lalu, mula-mula kecil kemudian membesar secara perlahan dan tidak dirasakan nyeri. Massa berukuran 5x4x3 cm sehingga penderita merasa terganggu pada saat mengunyah makanan namun penderita masih dapat makan dan minum seperti biasa. Keluhan sesak nafas tidak ada.19-22
Berdasarkan beberapa literatur, pada pemeriksaan fisik adenoma pleomorfik palatum durum didapatkan massa tumor yang tunggal, berbentuk bulat dengan permukaan licin, padat kenyal, dapat bergerak atau mobile, berbatas tegas tidak ada ulkus serta tanda peradangan. Apabila merupakan adenoma pleomorfik yang rekuren, massa yang timbul biasanya multipel. Pada kasus ini terdapat massa yang tunggal, padat kenyal dengan batas tegas dan permukaan licin di daerah palatum durum posterolateral sisi kiri, tidak nyeri tekan, dapat digerakkan, mukosa di sekitarnya normal, tidak ada ulkus, fluktuasi, pus serta tanda-tanda radang lainnya.20,26,29,30
Diagnosis adenoma pleomorfik dapat ditegakkan melalui pemeriksaan histopatologi dengan Fine Needle Aspiration Biopsy atau FNAB serta biopsi insisi. Pada 4 kasus adenoma pleomorfik yang dilaporkan oleh Chaudhari S dkk diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan FNAB sedangkan Sharma N dkk dan Singh RB dkk melakukan biopsi insisi untuk menegakkkan diagnosis. Pada kasus ini, diagnosis adenoma pleomorfik ditegakkan melalui FNAB yang sebelumnya sudah dilakukan di RSUD setempat.19,22,29,31
Pemeriksaan radiologi berupa CT scan dan MRI dilakukan untuk mengetahui lokasi, besar tumor, batas tumor serta perluasan tumor. Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan CT scan irisan aksial dan koronal dengan hasil tampak massa soft tissue yang berbatas tegas di daerah palatum durum kiri. Tidak tampak destruksi tulang di bawahnya dan perluasan ke daerah sinus paranasalis.21,26,31
Pilihan penatalaksanaan dari adenoma pleomorfik palatum durum adalah bedah eksisi. Thiagarajan B dkk menyatakan bahwa eksisi harus dilakukan secara keseluruhan di sekitar massa tumor dan mengangkat seluruh kapsul untuk meminimalkan kekambuhan. Mubeen K dkk melakukan bedah eksisi pada penderita dengan adenoma pleomorfik palatum durum dengan margin 1 mm di sekitar massa tumor sedangkan Singh RB dkk melakukan bedah eksisi dengan margin 2 mm. Pada kasus ini telah dilakukan operasi bedah eksisi dengan mengangkat seluruh tumor dan memastikan tidak ada tumor yang tersisa.26,27,30,31
Rekonstruksi palatum harus dilakukan sebaik mungkin setelah eksisi untuk memperbaiki fungsi dan estetika. Kerusakan jaringan lunak palatum dapat mengalami penyembuhan sendiri sedangkan kerusakan jaringan keras palatum dapat diperbaiki dengan bantuan obturator. Lamanya penyembuhan luka bervariasi. Bucak A dkk melaporkan kasus adenoma pleomorfik pada laki-laki, 78 tahun yang telah dilakukan operasi eksisi tumor, penyembuhan terjadi dalam 1 bulan sedangkan Moghe S dkk melakukan operasi eksisi tumor pada perempuan, 24 tahun, penyembuhan luka terjadi dalam 3 minggu. Mubeen K dkk melaporkan kasus adenoma pleomorfik dengan destruksi tulang di bawahnya, dilakukan eksisi tumor sampai mukoperiosteum dan tulang palatum durum yang terkena. Defek yang ditimbulkan akibat operasi eksisi tersebut ditutup dengan menggunakan obturator dan penyembuhan defek terjadi dalam 2,5 bulan. Pada laporan kasus ini dilakukan operasi eksisi tumor palatum durum, luka operasi kemudian dijahit dan penyembuhan luka terjadi dalam waktu 4 minggu. 26,30,33
Adenoma pleomorfik merupakan tumor jinak tetapi dapat terjadi rekuren pada sebagian kecil kasus. Angka rekuren untuk adenoma pleomorfik adalah 2-44%. Transformasi ganas menjadi karsinoma ditemukan 8%. Pada dewasa muda angka rekuren setelah reseksi bedah lebih rendah. Rekuren dapat terjadi terutama disebabkan reseksi dan enukleasi yang tidak adekuat. Adenoma pleomorfik merupakan tumor jinak campuran yang mengenai kelenjar liur minor paling sering ditemukan pada palatum. Kontrol secara periodik diperlukan mengingat adanya kemungkinan tumor ini rekuren dan bertransformasi menjadi ganas. Walaupun radioterapi tidk diindikasikan pada penanganan tumor kelenjar saliva jinak tetapi kadang-kadang harus digunakan untuk mengontrol Adenoma pleomorfik rekuren. Apabila Adenoma pleomorfik telah berubah menjadi ganas maka dapat dianjurkan radioterapi atau kombinasi pembedahan dan radioterapi sebagai terapi paliatif tergantung ukuran dan stadium tumor serta factor lain seperti toksisitas, status fungsi, penyakit komorbid dan kenyamanan pasien. 27-30
Secara umum modalitas tunggal seperti operasi saja ataupun radiasi saja lebih diperuntukkan bagi stadium dini, T1 atau T2, sedangkan untuk lesi lanjut kombinasi modalitas lebih baik. Pada pasien dengan hasil patologi resiko tinggi, kemoterapi konkuren dengan radiasi pasca operasi meningkatkan control. Gambaran patologi beresiko tinggi antara lain stadium T lanjut, klinis KGB positif multipel, penyebaran ekstrakapsuler, batas sayatan positif dan invasi perineural.30
SIMPULAN
Dilaporkan satu kasus pada seorang laki-laki berusia 35 tahun dengan benjolan yang tidak nyeri di palatum sejak 10 tahun sebelum masuk rumah sakit, histopatologi mengkonfirmasi pleomorfik adenoma sebagai diagnosisnya. Pada pasien ini dilakukan eksisi tumor sebagai penatalaksanaannya. Tumor jinak pada palatum sering berupa pleomorfik adenoma yang bila dilakukan eksisi tumor secara komplit memberikan prognosis yang baik. Dari kasus diatas dapat disimpulkan bahwa adenoma pleomorfik adalah kasus yang sangat jarang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Gothwal AK, Kamath A, Pavaskar R, Satoskar S. Pleomorphic adenma of the palate, A case report, Journal of clinical and diagnostic research 2012, August, vol 6 (6), 1109-1111.
Perkasa MF, Kurniawati D. Adenoma pleomorfik kelenjar saliva pada bayi, Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar,Hal 1-6
Mubeen K, Vijayalakshmi KR, Abihishek RP, Girish BG, Singh Ch. Benign pleomorphic adenoma of minor salivary gland of dentidtry and oral hygiene, vol 3(6), June 2011, pp 82-88.
Lenka SP, Padhiary SK, Subudhi SK, Pathak H, Sahoe S. Pleomorphic adenoma of hard palate, A case report, International Journal of scientific and research publications, Volume 3, Issue 1, India, Januari 2013, p.1-3.
Byakordi S, Charanth I, Hirenath S, Kashalikar JJ. Pleomorphic adenoma o palate, A Case report, Int J Dent case report, India, May 2011, vol 1 No 1, p. 36-40.
Jorge S, Pires R, Alves F. Juvenille intraoral pleomorphic adenoma, report of fine case and review of the literature, clinical paper head and neck onkology, international journal of oral & maxillofacial surgery, Brazil, 2002, 31: 273-275
Sharma S, Bagewadi A, Shetti A. Pleomorphic Adenoma of the Palate- A Case Report, research paper, Volume : 2 " Issue : 3 " Mar 2013 ISSN No 2277 – 8179.
Dhillon M, Agnihotri PG, Raju SM, Lakhanpal M. Pleomorphic adenoma of the palate, Cninicoradiological case report, India, JP-Journals-10011-1149, p.1-3
Calder,med,miami.edu/Ralph/o2.pdf. Anatomy of the palate.
Http://www. inklinking.com/read/clinical-anatomy-regions-snell 9th / chapter-11 / basic-anatomy-the- palate
http://what-when-how.com/detal-anatomy-physiology-and-occlusion/the-temporomandibular-joints-teeth-and-muscles-and-their-functions-dental-anatomy-physiology-and-occlusion-part-3/
Holsinger FC and Bui DT. Anatomy, Function, and Evaluation of the Salivary Glands,p 1-16.
Framita J. Tumr parotis dextra, Laporan kasus, Bagian ilmu bedah RSU.Prof.R.D.Kandau, Manado,2001.
Http://www.Aboutcancer.com/salivary_anatomy_nett.gif
Http://Headandneckcancerguide.org/wp_content/uploads/2013/02/14_minorglands1.jpg
Img.medscape.com/pi/emed/ckb/clinical_prosedures/79926-79932-1520068-1597047tn.jpg.
Singh RB, Baliarsingh, Satpathy AK, Naik CB, Nayak A, Lohar TP. Pleomorphic adenoma of both harda nd soft palate, a case report, annals and essences of dentistry vol IV Issue 3, april-Jun 2012, p. 30-34.
http://www.neuronarc.com/pleomorphic-adenoma-definition-etiology-clinical-features-investigation-differential-diagnosis-treatment.html
Chaudhari S, Hatwal D, Ashok, Suri V. Pleomorphic adenoma of hard cases palate: A report of four. IJCRI. 2013 ; 4(2) : 90–94.
Oh YS, Eisele DW. Salivary Gland Neoplasms. In : Johnson JT, Pou AM,editors. Head and Neck Surgery-Otolaryngology. 4th ed. Philadelpia : Lippincot Williams & Wilkins; 2006. p. 1516-17.
Thiagarajan B. Pleomorphic adenoma hard palate a case report and literature review - ENT Scholar. 2013 ; 1-4
Sharma N, Singh V, Malhotra D. Pleomorphic adenoma of the hard palate-a case report. Indian Journal of Dental Sciences. 2010 ; 2(1) : 18-20.
Byakodi S, Charanthimath S, Hiremath S, Kashalikar JJ. Pleomorphic adenoma of palate : a case report. Int J Dent Case Reports. 2011 ; 1(1): 36-40.
Gupta S, Gupta K, Ram H, Gupta OP. Pleomorphic Adenoma of Minor Salivary Gland: Report of Two Cases. Asian Journal of Oral Health & Allied Sciences.2012 ; 2( 1) : 31-34.
Ord RA, Pazoki AE. Salivary Gland Disease and Tumors. In : Miloro M, editor. Peterson s Principles of oral and Maxillofacial Surgery. 2nd ed. London : BC Decker : 2004 : p. 671-73
Moghe S, Pillai AK, Prabhu S, Nahar S, Kartika UK. Pleomorphic Adenoma of the Palate:Report of a Case. International Journal of Scientific Study. 2014 ; 2(1) : 54-56.
Lenka SP, Padhiary SK, Subudhi SK, Pathak H, Sahoo S. .Pleomorphic Adenoma of Hard Palate : a case report. International Journal of Scientific and Research Publications. 2013 ; 3(1) : 1-3.
Vujhini SK, Kumar KM, Omkareshwar K, Reddy S, Ganesh. FNAC diagnosis of pleomorphic adenoma of palate. MRMS Journal of health sciences. 2014; 2(1) : 57-58.
Everson JW, Kusafuka K, Stenman G, Nagao T. Pleomorphic Adenoma. In : Barnes L, Everson JW, Reichart P, Sidransky D, editors. Pathology and Genetics of Head and Neck Tumours. Lyon : International Agency for Research on Cancer ( IARC) Press ; 2005.p.254-8.
Mubeen K, Vijayalakshmi KR, Abhishek RP, Girish BG, Chandravir S. Beningn pleomorphic adenoma of minor salivary gland of palate. Journal of Dentistry and Oral Hygiene. 2011; 3(6) : 82- 88.
Singh RB, Baliarsingh RR, Satpathy AK, Naik CB, Nayak A, Lohar TP, Parida A. Pleomorphic adenoma of both hard and soft palate- a case report. Annals and Essences of Dentistry. 2012 ; 4(3) : 30-33.
Bradley PJ. Recurrent Pleomorphic Adenoma. In : Myers EN, Ferris RL, editors. Salivary Gland Disorders. New York : Springer-Verlag Berlin Heidelberg,2007.p.268-77.
Bucak A, Ulu S, Tekin MS, Kacar E, Kahveci OK, Haktanir N. Two Different Giant Pleomorphic Adenoma Arising from the Palate and Parapharyngeal Space. Kocatepe Medical Journal. 2014;15(3) : 345-8