MAKALAH PENGGUNAAN AMINOGLIKOSIDA PADA NEONATUS
INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD Dr. SOETOMO Jalan Mayjen. Prof. Dr. Moestopo 6-8 Surabaya
Disusun oleh: KELOMPOK 7 (Universitas Airlangga)
PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA) PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI PERIODE FEBRUARI-APRIL 2018
PENDAHULUAN
Neonatus merupakan sebuah kondisi pada 28 hari pertama kehidupan (WHO,2018). Periode neonatus merupakan periode kehidupan yang paling rentan terhadap kelangsungan hidup anak-anak. Pada tingkat global terdapat 19 kematian anak dari 1000 kelahiran hidup. Sebagian kematian terjadi pada minggu pertama, dimana terdapat 1 juta anak meninggal pada hari pertama dan hampir 1 juta anak dalam enam hari berikutnya (UNICEF,2018). Lebih dari 60% neonatus prematur dirawat pada Neonate pada Neonate Intensive Care Unit (NICU). (NICU). Kondisi neonatus berbeda dengan orang dewasa, neonatus memiliki cairan ekstra eksternal lebih besar dan fungsi organ belum sempurna membuat ekskresi yang terjadi lebih cepat. Pada fungsi organ ginjal ginjal dan liver pembentukan pembentukan bilirubin sangat tinggi dan asam lemak tidak teresterifikasi. Neonatus dapat mengalami infeksi yang ditularkan oleh ibu nya maupun lingkungannya. Oleh karena itu dalam masa NICU, neonatus menerima paling sedikit satu macam antibiotika untuk menghindari infeksi awitan. Pemberian antibiotika dipengaruhi oleh fungsi ekskresi ginjal. Aminoglikosida merupakan salah satu antibiotika yang yang digunakan pada neonatus (Pacifici, G M., 2010). Aminoglikosida menginhibisi sintesis protein bakteri. Konsentrasi yang tinggi lebih baik diberikan dalam membunuh bakteri. Aminoglikosida bekerja pada 30S unit bakteri ribosom, menyebabkan kesalahan dalam mengkode. Hal ini berakibat pembawa pesan RNA membawa protein yang rusak. Aminoglikosida dapat menembus sel bakteri melalui transpor aktif dan dapat berdifusi melalui saluran berair yang terbentuk oleh protein protein porin. Macam aminoglikosida yang dapat digunakan antara lain, amikasin, gentamisin, neomisin, netilmisin, streptomisin dan tobramisin (Pacifici, GM da Machini G, 2017).
A. Tinjauan Obat Aminoglikosida 1) Amikasin Amikasin merupakan Antibiotik golongan aminoglikosida yang memiliki spektrum paling luas dalam aktivitas antimikroba dibanding aminoglikosida lainnya. Amikasin aktif melawan sebagian besar bakteri batang gram negatif aerobik seperti strain Serratia, Proteus, Enterobacter, E.Coli, dan Mycobacterium tuberculosis di komunitas maupun rumah sakit. Amikasin resisten terhadap aminoglikosida yang menginaktivasi enzim. Loading dose Amikasin pada minggu pertama kelahiran adalah 10 mg/kg yang diikuti dengan daily maintenance dose 7,5 mg/kg. Amikasin boleh diberikan dengan dosis 15 mg/kg sekali sehari atau 7,5 mg/kg dua kali sehari dengan interval waktu 12 jam diberikan melalui infus selama 30 menit. Pada neonatus, rentang waktu paruh Amikasin antara 5,9 dan 7,6 jam sedangkan pada dewasa, waktu paruhnya adalah 1,3 jam. Amikasin mempunyai indeks terapetik yang sempit sehingga dapat menimbulkan efek samping yang serius seperti nefrotoksik dan ototoksik. Tabel. Parameter Farmakokinetik Amikasin pada Neonatus (Maria & Marchini, 2017)
Interaksi Obat
Furosemid
Kemungkinan
meningkatkan
risiko
nefrotoksik dan ototoksik Indometazin
Kemungkinan meningkatkan level amikasin dan potensi toksisitas
Pancuronium (dan neuromuscular blocking
Kemungkinan
agents lainnya)
memperpanjang
meningkatkan aktivitas
dan
neuromuscular
blockade Vankomisin,
gentamisin
(dan
golongan
Potensi nefrotoksik dan ototoksik
aminoglikosida lainnya)
Pertimbangan Khusus
1. Monitor: fungsi renal dan hidrasi
Ukur kadar serum kreatinin, magnesium, kalsium pada pemberian amikasin yang lebih dari 7 hari.
2. Sesuaikan interval dosis 36-48 jam apabila kadar lembah diatas batas yang dapat diterima atau bayi yang dicurigai atau terbukti mengalami gangguan ginjal. 3. Apabila terjadi gangguan ginjal yang signifikan atau faktor r isiko lain (penggunaan obat yang berisiko nefrotoksik atau ototoksik lainnya secara bersamaan atau pengobatan yang cukup lama, maka pertimbangkan untuk menghentikan penggunaan amikasin.
Tabel . Rekomendasi Dosis Antimikroba pada Neonatus (Jeffrey et al , 2012) Obat
Dosis
Indikasi Mayor
Amikasin Diberikan IV atau IM
Bakteri
enterik
gram
negatif,
puncak
20-30,
PMA
Postnatal
Dosis
Interval
(Bulan)
(hari)
(mg/kg)
(jam)
0-7
18
48
Biasanya
digunakan
8-28
15
36
dengan
kombinasi
≥29
15
24
antibiotik beta-laktam
0-7
18
36
≥8
15
24
≤29
30-34
lembah 2-5 mcg/mL.
≥35
Semua
15
24
Diberikan selama 30 menit Gentamisin Diberikan IV atau IM
Bakteri
batang
gram
negatif aerobik; biasanya
PMA
Postnatal
Dosis
Interval
(Bulan)
(hari)
(mg/kg)
(jam)
0-7
5
48
kombinasi antibiotik beta-
8-28
4
36
laktam. Diberikan dalam
≥29
4
24
infus
0-7
4,5
36
yang
≥8
4
24
senyawa penisilin.
Semua
4
24
Efek ototoksik sinergis
≤29
30-34 ≥35
digunakan
dengan
terpisah
dengan
mengandung
dengan furosemide. Perlu
Diberikan selama 30 menit
memonitor
kadar
serum.
Lembah <2, ideal 0,5-1; puncak 5-12 mg/mL. Tobramisin Diberikan IV atau IM
Bakteri
batang
gram
PMA
Postnatal
Dosis
Interval
negatif aerobik ( E. Coli,
(Bulan)
(hari)
(mg/kg)
(jam)
Pseudomonas, Klebsiella)
0-7
5
48
.
8-28
4
36
kadar serum.
≥29
4
24
Lembah <2 mg/L, ideal
0-7
4,5
36
0,5-1;
≥8
4
24
mg/mL.
Semua
4
24
≤29
30-34 ≥35
Diberikan selama 30 menit
Perlu
memonitor
puncak
5-12
2) Gentamisin Gentamisin merupakan golongan aminoglikosida dan memiliki spektrum luas namun tidak aktif melawan bakteri anaerob dan memiliki aktivitas buruk melawan hemolitik streptokokus dan pneumokokus (Badminton, 2015). Gentamisin terutama digunakan sebagai antibakteri pada infeksi bakteri gram positif (Baxter, 2015). Gentamisn mempunyai aktivitas antimikroba terhadap beberapa bakteri meliputi : Pseudomonas aeruginosa, E. coli, Proteus spp., Klebsiella spp., Enterobacter spp., Serratia spp., Providencia spp., Acinetobacter spp., and Citrobacter spp., Morganella spp., S. aureus., Staphylococcus spp., Viridans stertococci, Enterococcus spp., Mycobacterium spp (www.antimicrobe.org, 2018) Indikasi dan dosis:
Sepsis neonatus Regimen dosis interval diperpanjang melalui injeksi intravena lambat atau infus intravena Usia < 7 hari setelah kelahiran 5 mg / kg setiap 36 jam Usia > 7 hari setelah kelahiran 5 mg / kg setiap 24 jam
Septikemia, meningitis dan infeksi SSP lainnya, infeksi saluran empedu, pielonefritis akut, endokarditis, dan pneumonia pada pasien rumah sakit -Regimen dosis tunggal (bukan untuk endokarditis atau meningitis) dengan infus intravena Usia 1 bulan-18 tahun 7 mg / kg, kemudian disesuaikan dengan konsentrasi serumgentamisin -Regimen dosis ganda dengan intramuskular atau dengan injeksi intravena lambat selama minimal 3 menit Usia1 bulan-12 tahun 2,5 mg / kg setiap 8 jam Usia 12-18 tahun 2 mg / kg setiap 8 jam
Infeksi paru pseudomonal pada fibrosis kistik Regimen dosis ganda dengan injeksi intravena lambat selama minimal 3 menit atau infus intravena Usia1 bulan-18 tahun 3 mg / kg setiap 8 jam
Bakteri ventrikulitis dan infeksi SSP (suplemen untuk terapi sistemik) Dengan injeksi intratekal atau intraventrikular Anak 1 bulan-18 tahun 1 mg setiap hari (meningkat jika perlu 5 mg per hari)
Aminoglikosida
dieliminasi
terutama
melalui
ginjal,
sehingga
terapi
harus
mencerminkan perubahan filtrasi glomerulus. Pada neonatus, diterapkan pemberian regimen dosis dengan interval yang diperpanjang dan konsentrasi serum aminoglikosida harus dimonitoring. Pada pasien dengan regimen dosis harian tunggal mungkin diperlukan untuk memperpanjang interval dosis sampai lebih dari 24 jam jika konsentrasi terlalu tinggi (Badminton, 2015). Efek samping: Efek samping yang potensial (>10%) terjadi pada penggunaan gentamisin meliputi neurotoksisitas (vertigo dan ataxia), ototoksisitas, nefrotoksisitas dan ketidakstabilan dalam berjalan (Medscape, 2018). Interaksi: Penggunaan bersamaan dengan obat lain yang memiliki efek neurotoksik, ototoksik, atau nefrotoksik (misalnya aminoglikosida, asiklovir, amfoterisin B, bacitracin, capreomycin, sefalosporin, colistin, sefaloridin, viomisin, polymyxin B, colistin, cisplatin, vankomisin) dapat menyebabkan toksisitas aditif sehingga harus dihindari. Selain itu, aminoglikosida tidak boleh diberikan bersamaan dengan diuretik kuat seperti asam etakrinat atau furosemid karena kemungkinan terjadi peningkatan risiko ototoksisitas karena efek aditif atau peningkatan konsentrasi aminoglikosida dalam serum dan jaringan. Berikut obat yang berinteraksi dengan gentamisin:
Antibiotik β-Lactam (cephalosporins, penicillins)
Carbapenems (imipenem)
Chloramphenicol
Clindamycin
Diuretics (asam etakrinat, furosemide)
Neuromuscular blocking agents and general anestesi (succinylcholine, tubocurarine)
Probenecid
Indometasin
Tetrasiklin (AHFS, 2011)
Farmakokinetik:
a. Absorbsi: Penyerapan obat pada neonatus sangat dipengaruhi oleh proses pematangan sistem organ. Penyerapan obat oral pada neonatus dipengaruhi oleh karakteristik saluran pencernaan neonatus meliputi peningkatan pH lambung, penurunan motilitas usus, waktu pengosongan lambung yang tertunda, dan pengurangan sintesis asam empedu. Karakteristik kulit neonatal yang menyebabkan peningkatan penyerapan obat yang diberikan secara transdermal termasuk stratum korneum yang lebih tipis, perfusi kulit yang meningkat, peningkatan kadar air, dan rasio luas area terhadap berat badan yang lebih tinggi. Karakteristik yang mempengaruhi penyerapan intramuskular pada neonatus meliputi penurunan massa otot, perfusi otot secara keseluruhan berkurang, dan penurunan kontraktilitas. Penyerapan obat secara rektal umumnya meningkat pada neonatus dibandingkan dengan anak-anak dan orang dewasa. b. Distribusi: Dibandingkan dengan anak-anak dan orang dewasa, neonatus memiliki volume cairan ekstrasel dan volume air tubuh yang lebih tinggi, proporsi jaringan adiposa yang lebih rendah, dan penurunan massa otot. sedangkan neonatus prematur memiliki kandungan lemak dan air yang lebih rendah daripada neonatus. Neonatus memiliki afinitas pengikatan protein yang lebih rendah dari anak-anak dan orang dewasa. Pada neonatus terdapat penurunan konsentrasi albumin dan α1-acid glycoprotein plasma, yang menghasilkan peningkatan konsentrasi obat bebas dalam plasma. Konsentrasi glikoprotein dan α1-acid glycoprotein ini akan meningkat secara bertahap pada usia 1 tahun. Penetrasi obat ke sistem saraf pusat neonatal juga bisa berbeda. Konsentrasi obat yang lebih tinggi di otak lebih mungkin terjadi pada neonatus daripada pada anak-anak dan orang dewasa karena penurunan pengikatan protein, tingkat otak relatif lebih tinggi, dan rasio aliran otak yang lebih tinggi terhadap sistemik. c. Metabolisme: Kapasitas metabolisme obat oleh hati neonatal dipengaruhi oleh perkembangan banyaknya enzim metabolisme obat. Tingkat metabolisme obat oleh hati umumnya sesuai dengan ekspresi enzim tersebut, yang biasanya rendah saat lahir dan secara bertahap meningkat dari waktu ke waktu. Tingkat perubahan dalam ekspresi enzim dapat bervariasi secara signifikan di antara individu dan tidak selalu berkorelasi dengan perubahan enzim lainnya
d. Eliminasi: Kliren obat di ginjal meningkat seiring bertambahnya usia kehamilan, usia pasca kelahiran, dan berat badan. Mekanisme ekskresi ginjal yang dipengaruhi oleh faktor-faktor ini adalah filtrasi glomerular (GFR), sekresi tubular aktif, dan reabsorpsi tubular. GFR neonatus lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak dan orang dewasa, dengan nilai terendah terlihat pada neonatus prematur. Neonatus mengalami peningkatan GFR yang cepat selama 2 minggu pertama kehidupan, diikuti oleh kenaikan yag stabil pada usia 6-12 bulan (Ku, 2015). e. Half-life: 3-3,5 jam pada bayi 1 minggu sampai 6 bulan , 5,5 jam pada bayi dengan bulan kehamilan penuh dan bayi prematur besar usia <1 minggu, 5 jam pada bayi prematur kecil dan berat badan> 2 kg, 8 jam pada bayi prematur kecil dan berat badan 1,5-2 kg, 11,5 jam pada bayi prematur kecil san berat badan <1,5 kg (AHFS, 2011)
3) Neomisin Indikasi :
1. sterilisasi usus pre-operasi sebagai profilaksis operasi kolorektal Neomisin
digunakan sebagai
terapi
tambahan
dalam
sterilisasi
atau
pembersihan usus besar untuk profilaksis operasi kolorektal. Neomisin digunakan bersamaan dengan eritromisisn oral dan metronidazol oral disertai diet dan katarsis atau pencahar yang tepat. Regimen pilihan untuk pasien yang menjalani operasi kolorektal adalah IV cefoxitin atau IV cefotetan saja; IV cefazolin dan IV metronidazol; eritromisin oral dan neomisin oral; atau metronidazol oral dan neomisin oral (BNF, 2015; AHFS, 2011).
2. Hepatic enchepalopathy Neomisin digunakan dalam manajemen terapi hepatic enchepalophaty bekerja dengan cara menghambat bakteri pembentuk amonia di saluran pencernaan pasien sebagai tambahan pembatasan protein dan terapi suportif. Hambatan tersebut menurunkan kadar amonia dalam darah sehingga meningkatkan perbaikan neurologis.
Neomisin digunakan sebagai terapi alternatif penurunan amonia dalam darah, sedangkan lini pertamanya adalah disakarida nonadsorble (laktulosis) (AHFS, 2011).
3. Hiperkolesterolemia Efek terapetik yang diberikan neomisin dalam pengobatan hiperkolesterolemia adalah pengurangan penyerapan kolesterol dalam pencernaan sehingga meningkatkan penghilangan kolesterol sebagai sterol netral dalam feses. Penggunaan neomisisn hanya setelah lini pertama atau lini kedua digunakan (AHFS, 2011). 4. Infeksi topikal Dosis dan administrasi
-
Tersedia dalam bentuk neomisin sulfat larutan, topikal dan serbuk
-
Tidak digunakan untuk >2 minggu
-
Beresiko tinggi nefrotoksisitas, toksisitas permanen, blokade neuromuskular sehingga monitoring kadar neomisin, fungsi ginjal, pendengaran dan vesti bular
Pediatri Dosis general oral : -
neonatus ≤ 1 bulan
- bayi dan anak-anak >1 bulan
: 25 mg/kg BB tiap 6 jam : 100 mg/kg perhari dalam 4 dosis terbagi
Dosis hepatic encephalopaty oral -
anak-anak
: 100 mg/kg perhari dalam 4 dosis terbagi ≤7 hari
Dosis preoperasi sterilisasi usus : 1 gram tiap jam selama 4 jam kemudian 1 gram tiap 4 jam selama 2-3 hari Efek samping : 10% : mual, muntah, diare, iritasi mulut dan rektal Kontraindikasi
1. hipersensitivitas atau reaksi toksik serius terhadap neomisin atau aminoglikosida 2. obstruksi usus 3. GI ulcer/inflamasi dapat meningkatkan absorpsi neomisin
Interaksi
No. Obat
Interaksi
Penanganan
1
Meningkatkan nefrotiksisitas,
Hindari
Aminoglikosida
ototoksisitas
dan
penggunaan
blokade bersamaan
neuromuskular potensial
2
3
Amfoterisin B
Antikoagulan oral
Meningkatkan nefrotoksisitas
Hindari
dan neurotoksisitas
bersamaan
Meningkatkan efek warfarin
Monitoring protombin,
dengan
penggunaan
menurunkan penyesuaian dosis
availabilitas Vitamin K 4
Antiemetik
Antiemetik mual
yang
muntah
menekan dari
Hindari
penggunaan
asal bersamaan
vestibular dan vertigo dapat menutupi gejala ototoksistas vestibular 5
Basitrasin
Meningkatkan nefrotoksisitas Hindari dan neurotoksisitas
6
Antibiotik betalaktam
Meningkatkan nefrotoksisitas,
7
8
9
Cisplatin
Colistin
Cyanocobalamin (B12)
penggunaan
bersamaan insiden
Monitor
konsentrasi
sefalosporin aminoglikosida terutama
meningkatkan serum kreatin, pada
penisilin
inaktivasi invitro dan invivo
tinggi
atau
potensial aminoglikosida
ginjal
Meningkatkan nefrotoksisitas
Hindari
dan neurotoksisitas
bersamaan
Meningkatkan nefrotoksisitas
Hindari
dan neurotoksisitas
bersamaan
Menghambat
dosis
gangguan
penggunaan
penggunaan
absorpsi
cyanocobalamin 10
Digoxin
Menghambat absorpsi digoxin Monitor digoxin
konsentrasi
11
Diuretik (asam etakrinat, Meningkatkan furosemid)
dan
ototoksisitas
efek
samping
aminoglikosida 12
5-flourouracil
Menghambat
absorpsi
5-
absorpsi
5-
flourouracil 13
Metotreksat
Menghambat metotreksat
14
Agen
pemblok
neuromuskular anastesi
Blokade
neuromuskular
dan potensial
dan
Monitoring
tanda
paralisis depresi pernapasan
general pernapasan
(suksinilkolin, tubokuranin, dekametonium) 15
NSAID
Meningkatkan
konsentrasi
aminoglikosida
dengan
Monitor
konsentrasi
aminoglikosida
dan
indometasin pada neunatus penyesuaian dosis prematur, 16
Penisilin V
Menghambat penisilin
V,
absorpsi nefrotoksisitas
dan blokade neuromuskular 17
Polimixin
Menghambat penisilin
V,
absorpsi nefrotoksisitas
dan blokade neuromuskular 18
Vankomisin
Meningkatkan nefrotoksisitas
Hindari
dan neurotoksisitas
bersamaan
penggunaan
Farmakokinetika
No. Faktor
Keterangan
1
Bioavailabilitas: diabsorpsi 3% pada pencernaan, mukosa yang luka atau
Absropsi
inflamasi meningkatkan absorpsi pencernaan. Absropsi total pada permukaan tubuh kecuali kandung kemih setelah irigasi lokal atau intraoperasi topikal
Konsentrasi plasma: Dewasa : 4 gram oral menghasilkan konsentrasi puncak 2,5-6,1 mcg/ml 1-4 jam setelah pemberian 2
3
Distribusi Pada dinding dan otot pencernaan, terdistribusi ke dalam air susu pada hewan (tidak diketahui pada manusia) Ikatan obat protein : 0-30% Eliminasi Ekskresi melalui feses 97% dan urin 1%. Hilang pada hemodialisis. Half life : 2-3 jam pada fungsi ginjal normal, 12-24 jam pada gangguan ginjal akut
Penyimpanan simpan di tempat rapat dengan suhu 20-25 C (tablet) atau 15-30 C (larutan oral)
4) Netilmisin a) Indikasi :
Infeksi berat kuman gram negatif yang resisten terhadap gentamisin (P IONAS).
b) Cover bakteri:
Klebsiella-Enterobacter-Serratia, Citrobacter sp., Proteus sp. (Proteus mirabilis, P. morganii, P. rettgrei, P. Vulgaris), Pseudomonas aeruginosa, Neisseria gonore, Hemophilus influenzae, Salmonella sp., Shigella sp. dan melawan penisilinase dan non-penicillinase producing Staphylococcus termasuk strain resisten methicillin (drugbank.ca)
c) Administrasi, Distribusi, Metabolisme, Ekskresi
Dengan cepat dan benar-benar terserap setelah pemberian IM, kadar serum puncak dicapai dalam 30-60 menit. Aminoglikosida kurang diserap secara oral. Waktu paruh 2-2,5 jam seteleah pemberian IM pada orang dewasa normal dengan fungsi ginjal normal. Waktu paruh 8 atau 4,5 jam pada bayi baru lahir kurang dari 7 hari dengan berat 1,5-2 atau 3-4 kg. Waktu paruh untuk anak usia 6 minggu dan lebih tua adalah 1,5-2 jam (HSDB).
d) Mekanisme Kerja
Netilmicin "ireversibel" mengikat protein 30-subunit spesifik dan 16S rRNA. Secara khusus netilmicin berikatan dengan empat nukleotida 16S rRNA dan sat u asam amino protein S12. Ini mengganggu lokasi decoding di sekitar nukleotida 1400 di 16S rRNA subunit 30S. Daerah ini berinteraksi dengan basis goyangan dalam anticodon tRNA. Hal ini menyebabkan gangguan pada kompleks inisiasi, salah membaca mRNA sehingga asam amino yang salah dimasukkan ke dalam polipeptida yang mengarah ke peptida nonfungsional atau toksik dan
perpecahan polisom menjadi monosom nonfungsional, sehingga bakteri tidak dapat mensintesis protein yang penting bagi pertumbuhannya (drugbank.ca) .
e) Dosis
Injeksi intramuskuler, intravena lambat atau infus: 4-6 mg/kg bb/hari sebagai dosis tunggal atau dosis terbagi tiap 8 -12 jam. Pada infeksi berat dosis dapat naik sampai 7,5 mg/kg bb/hari dalam tiga kali pemberian (dosis segera diturunkan bila terdapat perbaikan klinis, biasanya setelah 48 jam). NEONATUS kurang dari 1 minggu: 3 mg/kg bb tiap 12 jam; di at as 1 minggu, 2,5-3 mg/kg bb tiap 12 jam; ANAK 2-2,5 mg/kg bb tiap 8 jam. Infeksi saluran kemih, 150 mg/hari (dosis tunggal) selama 5 hari. Gonore: 300 mg dosis tunggal (PIONAS).
5) Streptomisin 1. Indikasi
Streptomisin diindikasikan untuk pengobatan individu dengan infeksi sedang sampai berat yang disebabkan oleh mikroorganisme pada kondisi spesifik di bawah ini:
Mycobacterium tuberculosis : The American Thoracic Society dan The Center for Disease Control merekomendasikan bahwa Streptomisin atau Etambutol ditambahkan sebagai obat keempat dalam rejimen yang mengandung isoniazid (INH), rifampisin dan pirazinamida untuk perawatan awal TBC, apabila kemungkinan resistensi INH atau rifampisin sangat rendah. Streptomisin juga diindikasikan untuk terapi tuberkulosis ketika satu atau lebih obat di atas dikontraindikasikan karena toksisitas atau intoleransi.
Infeksi non-tuberkulosis : Penggunaan streptomisin harus dibatasi pada pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang telah terbukti rentan terhadap efek antibakteri streptomisin dan efek toksiknya yang lebih besar. Seperti : a. Pasteurella pestis (plague), b. Francisella tularensis (tularemia), c. Brucella, d. Calymmatobacterium granulomatis (donovanosis, granuloma inguinale), e. H. ducreyi (chancroid), f. H. influenzae (pada infeksi pernafasan, endocardial, dan meningeal - bersamaan dengan agen antibakteri lainnya), g. K. pneumoniae pneumonia (bersamaan dengan agen antibacterial lain),
h. E.coli, Proteus, A. aerogenes, K. pneumoniae, and Enterococcus faecalis pada infeksi saluran kemih, i.
Streptococcus viridans, Enterococcus faecalis (pada infeksi endocardial bersamaan dengan penicillin),
j.
Gram-negative bacillary bacteremia (bersamaan dengan agen antibacterial lain).
Untuk mengurangi perkembangan bakteri yang resistan terhadap obat dan mempertahankan keefektifan streptomisin dan obat antibakteri lainnya, streptomisin harus digunakan hanya untuk mengobati atau mencegah infeksi yang terbukti atau diduga kuat disebabkan oleh bakteri yang rentan (CLSI, 2009; CLSI, 2011).
2. Dosis dan Administrasi
TBC: Dosis yang dianjurkan untuk streptomisin adalah sebagai berikut:
Children Adults
Daily 20-40mg/kg Max 1 g 15 mg/kg Max 1 g
Twice Weekly 25-30 mg/kg Max 1.5 g 25-30 mg/kg Max 1.5 g
Thrice Weekly 25-30 mg/kg Max 1.5 g 25-30 mg/kg Max 1.5 g
Streptomisin biasanya diberikan setiap hari sebagai injeksi intramuskular tunggal. Dosis total tidak lebih dari 120. Selama terapi harus diberikan kecuali tidak ada pilihan terapeutik lainnya. Pada pasien usia di atas 60 tahun obat tersebut harus digunakan dengan dosis rendah karena risiko peningkatan toksisitas. Terapi dengan streptomisin dapat dihentikan saat gejala toksik muncul, bila organisme menjadi resisten, atau bila efek pengobatan penuh telah diperoleh. Total periode pengobatan obat tuberkulosis minimal 1 tahun. Namun, indikasi untuk menghentikan terapi dengan streptomisin dapat terjadi kapan saja seperti yang disebutkan di atas.
TULAREMIA: 1- 2 g setiap hari dalam dosis terbagi selama 7 sampai 14 hari sampai penderita afebris selama 5 sampai 7 hari.
PLAGUE : 2 gram streptomisin setiap hari dalam dua dosis terbagi harus diberikan secara intramuskular. Terapi dianjurkan minimal 10 hari.
BACTERIAL ENDOCARDITIS: a. Streptococcal endocarditis, pada streptococcal endocarditis yang sensitif terhadap penisilin alfa dan non-hemolitik (MIC penisilin ≤0,1 mcg / mL), streptomisin mungkin digunakan untuk pengobatan 2 minggu bersamaan dengan penisilin.
Regimen streptomisin adalah 1 g (2 kali sehari) untuk minggu pertama, dan 500 mg (2 kali sehari) untuk minggu kedua. Jika pasien lebih dari 60 tahun, dosisnya harus 500 mg (2 kali sehari) selama periode 2 minggu. b. Enterococcal endocarditis, dosis Streptomisin 1 g (2 kali sehari) selama 2 minggu dan 500 mg (2 kali sehari) untuk tambahan 4 minggu diberikan dalam kombinasi dengan penisilin. Jika terjadi toksisitas streptomisin dihentikan sebelum pengobatan selama 6 minggu selesai.
PENGGUNAAN BERSAMA DENGAN AGEN LAINNYA: Untuk penggunaan bersamaan dengan agen lain dengan organisme yang menginfeksi juga sensitif, streptomisin dianggap sebagai lini kedua untuk pengobatan bacillary bacteremia, meningitis, dan pneumonia, brucellosis, granuloma inguinale, chancroid, dan infeksi saluran kemih. Dosis dewasa : 1-2 gram dalam dosis terbagi setiap 6-12 jam untuk infeksi sedang sampai berat. Dosis maksimum tidak melebihi 2 gram per hari. Dosis anak-anak : 20-40 mg / kg / hari (8- 20 mg / lb / hari) dalam dosis terbagi setiap 6-12 jam. Serbuk dilarutkan dengan menambahkan air untuk injeksi untuk menghasilkan konsentrasi yang diinginkan seperti ditunjukkan pada tabel berikut: Approx. Conc. mg/mL
Volume (mL) Pelarut
200
4.2
250
3.2
400
1.8
(CLSI, 2009; CLSI, 2011). Rute administrasi secara IV atau IM (telah digunakan secara intratheal dan intraperitoneal). Tidak diabsorbsi oral (WHO, 2014). 3. Efek Samping
Ototoxicity (gangguan pendengaran): Meningkat dengan usia lanjut dan penggunaan jangka panjang
Nephrotoxicity: Kurang nefrotoksik dibanding amikasin. Toksisitas vestibular. Nyeri lokal dengan suntikan IM. Kelainan elektrolit, termasuk hipokalemia, hipokalsemia, dan hypomagnesaemia.
(WHO, 2014). 4. Kontraindikasi
Kehamilan (congenital deafness terlihat dengan streptomisin dan penggunaan kanamisin selama kehamilan);
Hipersensitivitas terhadap aminoglikosida; Hati-hati dengan ginjal, vestibular atau gangguan pendengaran. (WHO, 2014).
5. Monitoring
Monitoring fungsi ginjal dengan mendokumentasikan kreatinin setidaknya setiap bulan (lebih sering jika gangguan ginjal atau hati); dokumen klirens kreatinin jika terjadi kerusakan ginjal di awal; mendokumentasikan audiologi bulanan. Tanya pasien secara teratur tentang keluhan. Memonitor konsentrasi aminoglikosida secara rutin, terlepas dari fungsi ginjalnya. Pantau konsentrasi secara berkala untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal (WHO, 2014). 6. Interaksi
No
1
2
Obat
Abobotulinumtoxin A
Atracurium
3
Bacitracin
4
Vaksin BCG
5
Bumetadine
Interaksi Streptomisin dapat meningkatkan efek Abobotulinumtoxin A secara farmakodinamik. Resiko apnea. Streptomisin dapat meningkatkan efek Atracurium secara farmakodinamik. Resiko apnea.
Penanganan Hindari atau gunakan obat alternatif
Hindari atau gunakan obat alternatif
Hindari penggunaan bacitracin bersamaan Streptomisin dan Bacitracin dengan obat dapat meningkatkan efek nefrotoksik lainnya. nefrotoksik dan ototoksik. Atau gunakan obat alternatif. Streptomisin dapat menurunkan Hindari penggunaan secara bersamaan efek dari vaksin BCG bersifat antagonis secara farmakodinamik. Bumetadine dan streptomisin Hindari atau gunakan obat alternatif dapat meningkatkan efek toksisitas. Dan meningkatkan resiko ototoksik serta nefrotoksis
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Vaksin Kolera
Cisatracurium
Ethacrynic acid
Furosemid
Incobotulinumtoxin A
Onabotulinumtoxin A
Pancuronium
Quinidine
Rapacurium
15
Rimabotulinumtoxin B
16
Rocuronium
Streptomisin dengan vaksin kolera bersifat antagonis secara farmakodinamik. Agen antibiotik dapat aktif melawan strain dari vaksin.
Hindari pemberian vaksin seacara bersamaan dengan antibiotik.
Streptomisin dapat meningkatkan efek Cisatracurium secara farmakodinamik. Resiko apnea. Ethacrynic acid dan streptomisin dapat meningkatkan efek toksisitas. Dan meningkatkan resiko ototoksik serta nefrotoksis Furosemid dan streptomisin dapat meningkatkan efek toksisitas. Dan meningkatkan resiko ototoksik serta nefrotoksis Streptomisin dapat meningkatkan efek incobotulinumtoxin A secara farmakodinamik. Resiko apnea. Streptomisin dapat meningkatkan efek onabotulinumtoxin A secara farmakodinamik. Resiko apnea. Streptomisin dapat meningkatkan efek pancuronium secara farmakodinamik. Resiko apnea. Quinidine akan meningkatkan tingkat atau efek dari streptomisin melalui Pglycoprotein (MDR1) efflux transporter. Streptomisin dapat meningkatkan efek rapacurium secara farmakodinamik. Resiko apnea. Streptomisin dapat meningkatkan efek rimabotulinumtoxin B secara farmakodinamik. Resiko apnea. Streptomisin dapat meningkatkan efek rocuronium
Hindari atau gunakan obat alternatif
Hindari atau gunakan obat alternatif
Hindari atau gunakan obat alternatif
Hindari atau gunakan obat alternatif
Hindari atau gunakan obat alternatif
Hindari atau gunakan obat alternatif
Hindari atau gunakan obat alternatif
Hindari atau gunakan obat alternatif
Hindari atau gunakan obat alternatif
Hindari atau gunakan obat alternatif
17
Succinylcholine
18
Torsemide
19
Tobucurarine
20
Vaksin Tifoid
21
Vecuronium
secara farmakodinamik. Resiko apnea. Streptomisin dapat Hindari atau gunakan meningkatkan efek obat alternatif succinylcholine secara farmakodinamik. Resiko apnea. Torsemide dan streptomisin Hindari atau gunakan dapat meningkatkan efek obat alternatif toksisitas. Dan meningkatkan resiko ototoksik serta nefrotoksis Streptomisin dapat Hindari atau gunakan meningkatkan efek obat alternatif tobucurarine secara farmakodinamik. Resiko apnea. Streptomisin dapat menurunkan Hindari pemberian efek dari vaksin tifoid karena vaksin seacara bersifat antagonis secara bersamaan dengan farmakodinamik antibiotik. Streptomisin dapat Hindari atau gunakan meningkatkan efek vecuronium obat alternatif secara farmakodinamik. Resiko apnea.
(Medscape, 2018) 7. Penyimpanan
Serbuk kering pada suhu 20- 25°C (68-77°F) (WHO, 2014)
Serbuk setelah dilarutkan penyimpanan harus terlindung dari cahaya matahari dan dapat disimpan pada suhu kamar selama satu minggu tanpa kehilangan potensi yang signifikan. Produk parenteral harus diperiksa secara visual yaitu perubahan warnanya sebelum pemberian (CLSI, 2009; CLSI, 2011).
6) Tobramisin Tobramisin memiliki spektrum antimikroba seperti gentamisin. Tetapi tobramisin memiliki sensitivitas yang lebih baik pada bakteri P. aeruginosa dan resisten terhadap E. faectum. Farmakokinetik dari tobramisin identik dengan gentamisin (Katzung dan Trevor, 2015). Waktu paruh dari tobramisin adalah 2-3 jam (Kemenkes RI, 2011). Absorbsi tobramisin sangat rendah apabila diberikan melalui oral, tetapi dapat diabsorbsi dengan baik apabila digunakan melalui intramuscular (Katzung dan Trevor, 2015). Waktu yang diperlukan untuk mencapai kadar puncak adalah 30-60 menit pada pemberian intr amuscular dan <30 menit pada pemberian intravena. Tobramisin terikat protein sebanyak <30% dan diekskresi melalui urin 90-95% dalam 24 jam (Medscape, 2018).
Tobramisin dapat diberikan melalui intramuscular, intravena atau inhalasi. Selain it u juga terdapat sediaan salep mata dan tetes mata tobramisin (Dandan dan Brunton, 2014). Dosis tobramisin adalah 5- 6 mg/kg BB untuk rute intramuscular dan intravena, dosis terbagi dan diberikan setiap 8 jam. Dosis tobramisin untuk pemberian melalui inhalasi adalah 300 mg dengan frekuensi pemberian 2 kali sehari (Katzung dan Trevor, 2015). Terdapat perbedaan pemberian dosis pada neonatus yang dapat dilihat pada tabel III.1. Tabel III.1 Regimen pemberian tobramisin pada neonatus (NCCU, 2016). Umur Kehamilan
Umur Neonatus
Regimen Pemberian
< 30 minggu
0-7 hari
5 mg/kg setiap 48 jam
< 30 minggu
>7 hari
5 mg/kg setiap 24 jam
30 – 35 minggu
0-7 hari
6 mg/kg setiap 48 jam
30 – 35 minggu
>7 hari
6 mg/kg setiap 24 jam
>35 minggu
0-14 hari
4 ½ mg/kg setiap 24 jam
>35 minggu
>14 hari
7 mg/kg setiap 24 jam
Seperti aminoglikosida lainnya, tobramisin bersifat ototoksik dan nefrotoksik. Nefrotoksisitas dari tobramisin lebih rendah dibandingkan dengan gentamisin tetapi dapat meningkat apabila diberikan bersamaan dengan sefalosporin (Katzung dan Trevor, 2015; NCCU, 2016). Tobramisin dapat berinteraksi dengan furosemide, vaksin tifoid oral, succinylcholine, cisplatin, warfarin, sehingga perlu monitoring selama pemberian tobramisin dengan obat-obat tersebut (Kemenkes RI, 2011; Medscape, 2018).
B. Penggunaan Aminoglikosida pada Neonatus Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Rhames Bath (2011) diketahui bahwa bakteri penyebab sepsis pada neonates 90.8% merupakan bakteri gram negative (Pseudomonas (33.2%), dan Klibsiela (31.4%) serta bakteri patogen lain seperti Acinetobacter (14.4%), Staphylococcus aureus (9.2%), E.coli (4.4%), Enterobacter (2.2%), Citrobacter (3.1%) and Enterococci (2.2%). Pada kelompok bakteri positif antibiotik yang memiliki respon paling baik adalah dengan pemberian Amikacin (74.5%), diikuti dengan obat golongan aminoglycosides lainnya, selanjutnya ciprofloxacin dan cefotaxime. Aminoglikosida, biasanya dikombinasikan dengan betalaktam, banyak digunakan untuk sepsis neonatal. Aminoglikosida dapat menunjukkan post-antibiotic effect (PAE) dan peningkatan leukosit post-antibiotik. Efek pembunuhan pada bakteri yang dilakukan oleh
aminoglikosida tergantung pada konsentrasi dan efeknya paling besar pada paparan pertama kali. Pada penggunaan aminoglikosida serum drug concentration (SDC) harus berada dalam kisaran terapeutik untuk mendapatkan efek yang aman dan menghindari toksisitas. Dosis amikacin harian adalah 15 mg / kg sedangkan dosis gentamisin harian adalah 2,5-5 mg/kg (Neestas et al , 2005). Pada penelitian controlled clinical trial yang dilakukan oleh Neestas et al (2005) untuk membanding pemberian aminoglikosida dengan interval yang berbeda yaitu Interval 12 jam pada kelompok TD (Traditional dosing ) dan 24 jam pada kelompok EID ( Extended interval dosing ), dimana pada kelompok EID yaitu dengan memberikan dosis yang lebih tinggi dan frekuensi lebih jarang dibandingkan pada kelompk TD. Konsentrasi aminoglikosida serum terapeutik yang tinggi dan jarang berulang dapat mencegah pengembangan resistensi setelah terpapar aminoglikosida. EID akan menurunkan puncak subtherapeutic konsentrasi serum, yang merupakan prediktor hasil klinis yang buruk. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan pada dosis interval diperpanjang, konsentrasi aminoglikosida serum terapeutik lebih sering dicapai pada penggunaan EID daripada TD. Untuk mencapai peak serum konsestrasi obat perbedaannya lebih terasa pada uji coba dengan rentang puncak terapeutik yang terkait dan dengan hasil klinis yang lebih baik. Hasil dari tinjauan sistemati s ini menunjukkan bahwa TDM dapat dilakukan dalam dosis EID. Aminoglikosida dapat menyebabkan nefrotoksisitas dan ototoksisitas. Megalin, reseptor lipoprotein densitas rendah di tubulus proksimal ginjal dan di epitel labirin, bersama dengan aminoglikosida menyebabkan akumulasi aminoglikosida. Aminoglikosida berikatan dengan tubulus proximal ginjal dan sel koklea, penggunaan satu dosis yang tinggi dan pemendekan durasi terapi aminoglikosida ketika dikombinasi dengan antibiotic sejenis dapat meningkatkan efektivitas anti infeksinya dan menurunkan resiko toksisitas pada neonates. Karena kapasitas serabut tubular ginjal belum matang pada neonatus, resiko nefrotoksik akibat akumulasi aminoglikosida pada neonates lebih rendah bila dibandingkan dengan populasi lainnya (Allegaert et al , 2013). Gentamisin merupakan antibiotik golongan aminoglikosida pilihan pertama untuk pengobatan infeksi oleh bakteri aerobik gram negatif karena telah terbukti keefektifannya dalam membunuh bakteri. Gentamisin bersifat ototoksik dan nefrotoksik. Toksisitas serius terjadi setelah 7 – 10 hari pengobatan. Sehingga pada neonatus dengan fungsi ginjal normal, aminoglikosida diberikan sekali sehari untuk meminimalkan efek samping. Dosis yang
dianjurkan adalah 3,0 mg / kgBB sekali sehari untuk bayi prematur, 4 mg / kgBB sekali sehari untuk bayi baru lahir > 35 minggu kehamilan dan 5 mg / kgBB sehari dalam dua dosis terbagi untuk neonatus. Kehilangan pendengaran pada penggunaan gentamisin untuk bayi lahir sebelum 32 minggu masa kehamilan lebih sering terjadi. Loading dose diperlukan untuk meningkatkan konsentrasi puncak ( peak level ) segera setelah digunakan. Blood level harus selalu dimonitor untuk tetap berada pada rentang terapetik. Pengukuran / monitoring serum kreatinin, urin albumin, dan urin kreatinin dilakukan mulai awal terapi. Penelitian menunjukkan pengguanaan gentamisin pada neonates juga dapat mengakibatkan kehilangan elektrolit pada serum, seperti sodium, calcium dan magnesium segera setalah dilakukan infus gentamisin (Pacifici, 2015). Namun menurut Darmstadt et al, (2008), pemberian EID pada gentamisin tidak tampak meningkatkan nefrotoksisitas atau ototoksisitas pada neonates (hasil belum signifikan konsisten). Gentamisin secara EID berpotensi lebih hemat biaya mengobati pasien neonatal, menurunkan beban kerja dan waktu staf keperawatan, dosis diberikan lebih sedikit per hari, menurunkan biaya pasokan obat, dan mengurangi biaya terapi obat. Selain itu berbagai keuntungan pemberian EID gentamisin pada neonates ada pada tabel 1 seperti dibawah ini:
(Darmstadt et al, 2008)
Penelitian lain yang pernah dilakukan adalah jurnal review oleh Pacifici (2008) mengenai penggunaan aminoglikosida pada neonates dan diperoleh data-data farmakokinetik dari obat golongan aminoglikosida (Amikasin, Gentamisin, Netilmisin dan Tobramisin) seperti berikut:
a. Farmakokinetika Tobramisin Pada Neonates (Pacifici, 2008)
b. Farmakokinetika Amikasin Pada Neonates (Pacifici, 2008)
c. Farmakokinetika Netilmicin pada Neonates (Pacifici, 2008)
d. Farmakokinetika Gentamisin Pada Neonatus (Pacifici, 2008)
d. Farmakokinetika Gentamisin Pada Neonatus (Pacifici, 2008)
PENUTUP
Aminoglikosida merupakan antibiotik concentration dependent yang kemampuan atau daya bunuh terhadap bakterinya bergantung pada konsentrasi awal bakteri tersebut terpapar oleh antibiotik. Aminoglikosida menginhibisi sintesis protein bakteri. Konsentrasi yang tinggi lebih baik diberikan dalam membunuh bakteri.
Aminoglikosida dapat
menunjukkan post-antibiotic effect (PAE) dan peningkatan leukosit post-antibiotik. Macam aminoglikosida yang dapat digunakan antara lain, amikasin, gentamisin, neomisin, netilmisin, streptomisin dan tobramisin Pemberian aminoglikosida pada neonatus harus mempertimbangkan dalam hal efektivitas, keamanan serta farmakokinetiknya. Karena kondisi khusus pada neonatus maka diharuskan melakukan pertimbangan-pertimbangan tersebut untuk mencapai efektivitas yang maksimal serta toksisitas yang minimal.
PENUTUP
Aminoglikosida merupakan antibiotik concentration dependent yang kemampuan atau daya bunuh terhadap bakterinya bergantung pada konsentrasi awal bakteri tersebut terpapar oleh antibiotik. Aminoglikosida menginhibisi sintesis protein bakteri. Konsentrasi yang tinggi lebih baik diberikan dalam membunuh bakteri.
Aminoglikosida dapat
menunjukkan post-antibiotic effect (PAE) dan peningkatan leukosit post-antibiotik. Macam aminoglikosida yang dapat digunakan antara lain, amikasin, gentamisin, neomisin, netilmisin, streptomisin dan tobramisin Pemberian aminoglikosida pada neonatus harus mempertimbangkan dalam hal efektivitas, keamanan serta farmakokinetiknya. Karena kondisi khusus pada neonatus maka diharuskan melakukan pertimbangan-pertimbangan tersebut untuk mencapai efektivitas yang maksimal serta toksisitas yang minimal.
DAFTAR PUSTAKA
Allegaert, K., Langhendries, J., van den Anker, J. 2013. Educational Paper: Do we need neonatal clinical pharmacologists?. Eur J Pediatr . 2013 April; 172(4): 429 – 435. doi:10.1007/s00431-012-1734-4. Darmstadt, G., Miller-Bell, M., Batra, M., Law., P., Law, K. 2008. Extended-interval Dosing of Gentamicin for Treatment of Neonatal Sepsis in Developed and Developing Countries. J HEALTH POPUL NUTR 2008 Jun;26(2):163-182. Nestaas, E., Bangstad, H-J., Sandvik. L., Wathne, K-O. 2005. Aminoglycoside Extended Interval Dosing in Neonates is Safe and Effective: A Meta-Analysis. In: Arch Dis Child Fetal Neonatal 90yh ed. pp.294-300 Pacifici, G.M. 2008. Clinical Pharmacokinetics Of Aminoglycosides in The Neonate: A Review. European Journal of Clinical Pharmacology, Springer Verlag, 65 (4), pp.419427. Pacifici, G.M. 2015. Clinical Pharmacology Of Gentamicin in Neonates: Regimen, Toxicology and Pharmacokinetics. Medical Express Ramesh Bhat,Y., Edward, Leslie., Vandana KE. 2011. Bacterial Isolates Of Early-Onset Neonatal Sepsis and Their Antibiotic Susceptibility Pattern Between 1998 and 2004: An Audit From a Center in India. In: Italian Journal Of Pediatrics. pp.37-32. Pacifici, Gian Maria dan Marchini, Giovanna., 2017. Clinical Pharmacokinetics of Gentamicn in Neonates. I nt J Pediatric.,Vol 5 Serial No.39. Pacifici, Gian Maria., 2010. Clinical Pharmacokinetics of Penicillins, Cephalosporins and Aminoglycosides in the Neonate:A Review. Pharmaceuticals. Vol 3., pp. 2568 -2591. UNICEF, 2018. The Neonatal Period is the most vulnarable time for a child. Diakses dari www.data.unicef.org, pada tanggal 4 Maret 2018. WHO, 2018. I nfant Newborn. Diakses dari www.who.int, pada tanggal 4 Maret 2018.
Maria Pacifici G, Marchini G. 2017. Clinical Pharmacokinetics of Amikasin in Neonates. I nt
J Pediatr , Vol. 5(2), pp. 4407-4428. Northern Neonatal Network. 2000. Neonatal Formulary 3. BMJ Books: London. Stockley I. 2000. Drug Interaction 5 th ed. The Pharmaceutical Press: London. AHFS. 2011. AHFS Drug Information. Bethesda: American Society of Health System Pharmacists. www.antimicrobe.org.
2018.
Diakses
melalui
http://www.antimicrobe.org/drugpopup/Gentamicin.htm pada 3 Februari 2018. Badminton, M.N., et all, 2015. British National Formulary ℎ 2014 −
2015. London. BMJ Publishing Group and the Royal Pharmaceutical Socier y Baxter,
K. et all, 2015. British National Formulary 70 Edition. London. BMJ
Publishing Group and the Royal Pharmaceutical Sociery Ku, L. C., & Smith, P. B. 2015. Dosing in neonates: Special considerations in physiology and trial design. Pediatric Research, Vol.77; p: 2 – 9. Medscape. 2018. Medscape Application. Diakses pada 3 Februari 2018. AHFS. 2011. AHFS : Drug Information Essential. American Society of Health-System Pharmacists: Bethesda, Maryland BNF. 2015. British Nationally Formularium for Chirldren. Pharmaceutical Press : UK. Abergh, et al . 2011. Drug Information Handbook. Lexi-comp, Inc. https://www.drugbank.ca/drugs/DB00955 diakses pada 3 Maret 2018 http://pionas.pom.go.id/monografi/netilmisin diakses pada 3 Maret 2018 https://toxnet.nlm.nih.gov/cgibin/sis/search2/r?dbs+hsdb:@term+@rn+@rel+56391 -56-1 diakses pada 3 Maret 2018 Clinical and Laboratory Standards Institute. Performance Standards for Antimicrobial Disk Susceptability Tests Approved Standard-Tenth Edition. CLSI Document M02-A10. Vol. 29 No. 1, CLSI, Wayne, PA 2009.
Clinical and Laboratory Standards Institute. Performance Standards for Antimicrobial Susceptability Testing; Twenty-First Informational Supplement. CLSI Document M100-S21 Vol. 31 No. 1, CLSI, Wayne, PA 2011. Companion handbook to the WHO guidelines for the programmatic management of drug resistant tuberculosis. Geneva, Switzerland. World Health Organizati on. 2014. Dandan, Randa H. dan Brunton, Laurence L., 2014.
Goodman and Gilman’s: Manual
of Pharmacology and Therapeutics 2nd edition. Mc Graw Hill Education. Katzung, Bertram G. dan Trevor, Anthony J., 2015. Basic & Clinical Pharmacology
13th edition. Mc Graw Hill Education. Kemenkes RI, 2011. Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik . Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jeffrey L. Segar, MD., Chetan A. Patel and Sarah B. Tierney, PharmD. 2012. Recommended Antimicrobial Dosage Schedules for Neonates. Uichildrens.org. NCCU, 2016. Neonatal Medication Protocols . Pert: Neonatology Clinical Care Unit.