BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Miel Mielit itis is Tran Transv svers ersal alis is (MT) (MT) meru merupa paka kan n pros proses es infl inflam amasi asi akut akut yang ang
mengenai suatu area di medula spinalis. Penyakit ini secara klinis mempunyai karakteristik tanda dan gejala disfungsi neurologis pada sistem motorik, sensorik, otonom, dan traktus saraf di medula spinalis yang berkembang secara akut atau subakut. Gejala dapat berkembang secara cepat dalam beberapa menit sampai beberapa jam pada beberapa pasien, atau dapat berkembang dalam beberapa hari sampai sampai minggu minggu.. etika etika level level maksima maksimall dari dari defisit defisit neurol neurologi ogiss telah telah tercapa tercapai, i, sekitar !"# pasien kehilangan pergerakan pada kedua tungkai, disfungsi kandung kemih, dan $"%&'# pasien mengalami parestesia atau band-like disestesia. Gejala otonom terdiri dari inkontinensia urin maupun inkontinensia alvi. Pada Pada tahu tahun n
&'$ &'$,,
dr. dr.uch uchet ett% t%a ay ye
seor seoran ang g
neur neurol olog ogis is dari dari *ngg *nggri riss
mengenalka mengenalkan n terminologi terminologi acute transverse mielitis dalam laporannya laporannya terhadap terhadap suatu suatu kasus kasus kompli komplikas kasii mieliti mielitiss transver transversali saliss setelah setelah pneum pneumoni onia. a. Trans Transver verse se menggambarkan secara klinis adanya band-like area band-like area hori+ontal perubahan sensasi di daerah daerah leher atau torak. torak. ejak ejak saat itu, sindro sindrom m parali paralisis sis progre progresif sif karena karena inflam inflamasi asi di medula medula spinal spinalis is dikena dikenall sebaga sebagaii mielit mielitis is transv transversa ersalis. lis. *nflam *nflamasi asi berarti adanya pengaktifan sistem imun yang ada pada daerah lesi dan potensial menimbulkan kerusakan . MT merupakan penyakit yang jarang dengan insidensi %' kasus baru per juta juta pendud penduduk uk per tahun. tahun. MT dapat dapat mengen mengenai ai indivi individu du pada pada semua semua umur umur
1
(- bulan%$$ tahun) dengan insidensi tertinggi antara umur "%& tahun dan "%& tahun. Tidak ada faktor jenis kelamin atau keluarga sebagai faktor predisposisi MT. ekitar / pasien MT sembuh dengan sedikit sampai tidak ada sekuele setelah serangan pertama, / pasien sembuh dengan disabilitas permanen derajat sedang, dan / lainnya tidak mengalami penyembuhan dan mengalami disabilitas berat. 0eberapa tampilan klinis seperti progresi cepat dari gejala klinis, adanya nyeri punggung ba1ah, dan adanya syok spinal menjadi indikator prognosis yang buruk untuk kesembuhan. 2ilangnya konduksi sentral pada evoked potential potential testing dan terdapatnya terdapatnya protein '%% di dalam 3airan 3erebro pinalis pinalis (33) selama fase akut juga diprediksikan memiliki prognosis yang buruk .
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2
2.1. Definisi
Mielitis Transversalis adalah suatu proses inflamasi akut yang mengenai suatu area fokal di medula spinalis dengan karakteristik klinis adanya perkembangan baik akut atau sub akut dari tanda dan gejala disfungsi neurologis pada saraf motorik, sensorik dan otonom dan traktus saraf di medula spinalis . Gangguan pada medulla spinalis ini biasanya melibatkan traktus spinotalamikus, traktus piramidalis, kolumna posterior, dan funikulus anterior .
2.2. Epidei!l!gi
Mielitis Transversalis adalah suatu sindrom yang jarang dengan insiden antara satu sampai delapan kasus baru setiap satu juta penduduk pertahun. Meskipun gangguan ini dapat terjadi pada umur berapapun, kasus terbanyak terjadi pada umur "%& tahun dan "%& tahun. *nsidensi meningkat sebanyak ',- juta kasus per tahunnya jika penyebabnya merupakan proses demielinisasi yang didapat, khususnya multipel sklerosis. Tidak ada pola yang khusus dari mielitis transversalis berdasarkan seks, distribusi geografis, atau ri1ayat penyakit dalam keluarga'.
2.". Eti!l!gi
4tiologi Mielitis Transversalis merupakan gabungan dari beberapa faktor. 5amun, pada beberapa kasus, sindroma klinis Mielitis Transversalis merupakan
3
hasil dari rusaknya jaringan saraf yang disebabkan oleh agen infeksius atau oleh sistem imun, ataupun keduanya. Pada beberapa kasus lainnya, Mielitis transversalis disebabkan oleh infeksi mikroba langsung pada P. "%-"# pasien Mielitis Transversalis dilaporkan menderita infeksi dalam %$ minggu sebelumnya dan bukti serologis infeksi akut oleh rubella, campak, infeksi mononucleosis, influen+a, enterovirus, mikoplasma atau hepatitis 6, 0, dan 3. Patogen lainnya yaitu virus herpes (3M7 (Citomegalovirus), 787 (Varicella zooster virus), 27 ( Herpes simplex virus 1), 27 ( Herpes simplex virus 2), 227- ( Human herpes virus 6 ), 407( Epstein-Barr virus), yang langsung menginfeksi medulla spinalis dan menimbulkan gejala klinis Mielitis Transversalis. Borrelia burgdoreri (9yme neuroborreliosis) dan !reponema pallidum (sifilis) juga dikaitkan dengan infeksi langsung P dan Mielitis Transversalis . Mielitis Transversalis telah dihubungkan dengan penyakit otoimun sistemik seperti 94 ( "upus er#tomathosus). 0eberapa pasien dilaporkan mempunyai vaskulitis spinal fokal yang berhubungan dengan gejala 94 yang aktif .
2.#. Pat!genesis
Mielitis transversalis akut post%vaksinasi 4valuasi otopsi dari medulla spinalis menunjukkan hilangnya akson yang berat dengan demielinisasi ringan dan infiltrasi sel mononuklear, terutama limfosit T pada serabut saraf dan ganglion spinalis. Pada medulla spinalis terdapat infiltrasi sel limfosit di perivaskular dan parenkim di substansia nigra terutama
4
pada kornu anterior. 0eberapa studi menyimpulkan vaksinasi dapat menginduksi proses autoimun yang berkembang menjadi Mielitis Transversalis !.
Mielitis Transcersalis 6kut Parainfeksi ebanyak "%-"# kasus idiopatik mielitis transversalis, terdapat adanya keluhan respirasi, gastrointestinal, atau penyakit sistemik sebelumnya. ata :parainfeksi; telah digunakan untuk kerusakan neurologis yang diakibatkan oleh infeksi mikroba langsung dan kerusakan yang diakibatkan oleh infeksi, infeksi mikroba langsung dengan kerusakan yang dimediasi oleh imun, atau infeksi yang asimptomatik dan diikuti respon sistemik yang menginduksi kerusakan saraf. 0eberapa virus herpes telah dikaitkan dengan mielitis, dan mungkin menjadi penyebab infeksi langsung terhadap sel saraf di medulla spinalis. 6gen lainnya, seperti 9isteria monocytogenes diba1a ke dalam akson ke saraf di medulla spinalis.
b di dalam dinding selnya. omponen khas
5
gangliosid manusia, asam sialik, juga ditemukan pada permukaan antigen 3. jejuni dalam selubung luar lipopolisakarida. 6ntibodi yang bereaksi dengan gangliosid 3. jejuni ditemukan dalam serum pasien G0, dan telah dibuktikan berikatan dengan saraf perifer, mengikat komplemen, dan merusak transmisi saraf. Mimikri molekuler pada MT6 juga dapat terjadi akibat pembentukan autoantibodi sebagai respon terhadap infeksi yang terjadi sebelumnya !.
*nflamasi yang dimediasi oleh superantigen mikroba 2ubungan lain antara ri1ayat infeksi sebelumnya dengan terjadinya MT6 yaitu dengan aktivasi limfosit fulminan oleh superantigen mikroba. uperantigen merupakan peptide mikroba yang mempunyai kapasitas unik untuk menstimulasi sistem imun, dan berkontribusi terhadap penyakit autoimun yang bervariasi. uperantigen yang telah diteliti yaitu enterotoksin tafilokokus 6 sampai *, toksin% sindrom syok toksik, dan eksotoksin piogen treptokokus. uperantigen mengaktivasi limfosit T dengan jalur yang unik dibandingkan dengan antigen konvensional. Terlebih lagi, tidak seperti antigen konvensional, superantigen dapat mengaktivasi limfosit T tanpa adanya molekul ko%stimulan.
6
timulasi sejumlah besar limfosit dapat mencetuskan penyakit autoimun dengan mengaktivasi klon sel T autoreaktif. Pada manusia, banyak laporan ekspansi golongan selected Vb pada pasien dengan penyakit autoimun, yang menunjukkan adanya paparan superantigen sebelumnya. el T autoreaktif yang diaktivasi oleh superantigen memasuki jaringan dan tertahan di dalam jaringan dengan paparan berulang dengan autoantigen.
6bnormalitas 2umoral alah satu proses di atas dapat menyebabkan abnormalitas fungsi sistem humoral, dengan berkurangnya kemampuan untuk membedakan :self; dan :non% sel;. Pembentukan antibodi yang abnormal dapat mengaktivasi komponen lainnya dari sistem imun atau menarik elemen%elemen seluler tambahan ke medulla spinalis.
6ntibodi yang bersirkulasi dapat membentuk kompleks imun dan
terdeposit di suatu area di medulla spinalis !.
2.$. %anifestasi Klinis
7
Mielitis transversalis dapat timbul berdiri sendiri atau bersama%sama dengan penyakit lain. Mielitis transversalis dikatakan akut bila tanda dan gejala berkembang dalam hitungan jam sampai beberapa hari, sedangkan sub akut gejala klinis berkembang lebih dari ? minggu. Gejala mielitis transversalis berkembang cepat dari beberapa jam sampai beberapa minggu. ekitar '!# pasien mengalami perburukan secara maksimal dalam ' jam.
dari peningkatan urinary urgency,
inkontinesia urin dan alvi. =uga sering didapatkan sebagai akibat keterlibatan
8
sistem saraf sensoris dan otonom adanya disfungsi seksual. 9ebih dari $"# pasien mendapatkan tanda klinis pada tingkat yang paling parah dalam " hari sesudah onset dari gejala, 1alaupun perburukan fungsi neurologis bervariasi dan berlangsung progresif, biasanya berlangsung dalam '% hari . 2.&. Diagn!sis
riteria diagnostik untuk Mielitis Transversalis 6kut *diopatik dapat dilihat pada tabel ..
riteria inklusi@ . . . '.
spine tidak adekuat) !. *nflamasi pada korda spinalis ditunjukkan oleh pleositosis 3B atau peningkatan indeks *gG atau peningkatan godolinium. =ika tidak ada kriteria inflamasi tersebut yang ditemui pada onset gejala, ulang evaluasi MA* dan 9P antara dan C hari setelah onset gejala memenuhi kriteria. -. Progres menjadi titik nadir (titik terendah) antara ' jam dan hari setelah onset gejala (jika pasien tersadar
gejala harus menjadi lebih menonjol dari titik tersadar
tersebut riteria ekslusi@ . . . '.
Ai1ayat radiasi sebelumnya pada tulang belakang dalam " tahun terakhir
penyambung)
9
5. 6danya Manifestasi 35 dari sifilis, l#me disease, 2*7, 2T97 , mycoplasma dan infeksi virus otak lainnya AVM, Arteriovenous malformation; nervous
sstem;
C#$,
CMV,
cere%ros&inal
ctome!alovirus;
'ui(;
C),
C"#,
com&ute(
central
tomo!ra&*;
+V,+&stein-arr virus; V, *uman *er&esvirus; #V, *er&es sim&le/ virus; )0V, *uman ) cell leuemia virus; 0, lum%ar &uncture; M, ma!netic resonance
ima!in!;
M#,
multi&le
sclerosis;
#0+,
sstemic
lu&us
ert*ematosus. ao not e/clu(e (iseaseassociate( acute transverse melitis.
2.).
Diagn!sis Banding Ta'el 2.2. Diagn!sis Banding dari %ielitis Trans(ersalis Infamasi
om&resi
Non-Infamasi
enait emielinisasi
1
•
:steot
•
slerosis multi&le
•
isus
•
o&ti neuromelitis
•
Metastasis
•
trauma
ensefalomelitis (iseminata aut melitis transversalis aut i(io&ati nfesi Virus< co/sacie, mum&s, varicella, CMV )u%erculosis •
•
)umor
•
•
Mio&lasma enait in'amasi 0u&us eritematosus sistemi "eurosaroi(osis •
#in(rom araneolasti
•
•
(
2.*. Peeriksaan Pen+n,ang •
MA* 4valuasi a1al untuk pasien myelopati harus dapat menentukan apakah ada penyebab struktural (25P, fraktur vertebra patologis, metastasis tumor, atau spondilolistesis) atau tidak. *dealnya, MA* dengan kontras gadolinium harus dilakukan dalam beberapa jam setelah presentasi-.
•
3T%myelografi =ika MA* tidak dapat dilakukan dalam 1aktu cepat untuk menilai kelainan struktural,
3T%myelografi dapat menjadi
alternatif selanjutnya,
tetapi
pemeriksaan ini tidak dapat menilai medula spinalis-. •
9umbal Punksi =ika
tidak
terdapat
penyebab
struktural,
punksi
lumbal
merupakan
pemeriksaan yang harus dilakukan untuk membedakan myelopati inflamasi
11
ataupun non%inflamasi. Pemeriksaan rutin 3B (hitung sel, jenis, protein, dan glukosa) dan sitologi 3B harus diperiksa -. •
ultur 3B, P3A, titer antibodi Manifestasi klinis seperti demam, meningismus, rash, infeksi sistemik konkuren (pneumonia atau diare), status immunokompromise (6*< atau penggunaan obat%obat immunosuppresan), infeksi genital berulang, sensasi terbakar radikuler dengan atau tanpa vesikel sugestif untuk radikulitis +oster, atau adenopati sugestif untuk etiologi infeksi dari MT6. Pada kasus seperti ini, kultur bakteri dan virus dari 3B, P3A, dan pemeriksaan titer antibodi harus dilakukan-.
•
Pemeriksaan 9ainnya Manifestasi klinis lainnya dapat mengarahkan diagnosis untuk penyakit inflamasi sistemik seperti indrom jogren, sindrom antifosfolipid, 94, sarkoidosis, atau penyakit jaringan ikat campuran. Pada kondisi seperti ini, pemeriksaan yang harus dilakukan@ 634 level, 656, anti ds%<56, %6 (Ao), %0 (9a), antibodi antikardiolipin, lupus antikoagulan, %glikoprotein, dan level komplemen-.
Ta'el 2.". Test Diagn!stik +nt+k %ielitis Trans(ersalis
12
emungkinan Penyebab
Pemeriksaan Penunjang
*nfeksi
erologi darahE kultur, serologi, dan P3A 3BE Boto ThoraH dan pemeriksaan imaging lainnya dengan indikasi 6utoimun istemik atau Penyakit Pemeriksaan BisikE pemeriksaan *nflamasi serologiE Boto ThoraH dan endiE pemeriksaan imaging lainnya dengan indikasi Paraneoplastik Boto ThoraH, 3T scan, P4TE antibody paraneoplastik serum dan 3B $c%uired C&' (em#elinating (isease MA* otak dengan kontras gadoliniumE (sklerosis multiple, optic neuromyelitis) 3B rutinE pemeriksaan visual evoked potential E serum 5MI%*gG Post infeksi atau post vaksinasi 6namnesis ri1ayat infeksi dan vaksinasi sebelumnyaE konfirmasi serologi adanya infeksiE eksklusi penyebab lain (
13
-a'ar 2.1. Al+r Diagn!stik +nt+k %ielitis Trans(ersalis Ak+t -
14
15
16
2.. Penatalaksanaan
*mmunoterapi inisial Tujuan terapi selama fase akut myelitis adalah untuk menghambat progresivitas dan menginisiasi resolusi lesi spinal yang terinflamasi sehingga dapat mempercepat perbaikan secara klinis. ortikosteroid merupakan terapi lini pertama. ekitar !"%C"# pasien
mengalami perbaikan parsial atau komplit.
Aegimen intravena dosis tinggi (""" mg metilprednisolon setiap hari, biasanya selama %! hari) diberikan kepada pasien. Aegimen oral dapat digunakan pada kasus pasien myelitis episode ringan yang tidak perlu dira1at inap. 4fek yang tidak diinginkan pada terapi kortikosteroid yaitu gejala gastrointestinal, insomnia,
17
nyeri kepala, kecemasan, hipertensi, manic, hiperglikemia, dan gangguan elektrolit'. Terapi dengan plasma exchange bermanfaat pada pasien yang tidak respon dengan pemberian kortikosteroid. 2ipotensi, gangguan elektrolit, koagulopati, trombositopenia, thrombosis yang berhubungan dengan pemasangan kateter, dan infeksi merupakan komplikasi dari tindakan ini '. Plasmapharesis berguna pada pasien yang masih memiliki sisa fungsi sensorimotor saat pertama kali serangan, tetapi pada pasien yang kehilangan fungsi sensorimotor mengalami perbaikan hanya ketika diterapi dengan siklofosfamid dan plasmapharesis. Pada pasien demielinisasi, imunomodulator long%acting atau terapi imunosupressan menunjukkan pengurangan risiko serangan berulang'. Aespirasi dan )rophar#ngeal 'upport Mielitis transversalis dapat menyebabkan gagal nafas apabila medulla spinalis servikal atas dan batang otak telah terlibat. Ileh karena itu, pemeriksaan regular dari fungsi pernapasan dan orofaring dibutuhkan selama perjalanan penyakit.
diperlukan pada beberapa pasien.
18
Pemberian
heparin
lo*-moleculer
*eigth
sebagai
profilaksis
untuk
thrombosis vena dalam dianjurkan untuk pasien dengan imobilisasi. Perubahan posisi yang sering ketika duduk atau saat tidur dapat membantu mempertahankan integritas kulit dan memberikan rasa nyaman kepada pasien. olaborasi dengan fisioterapis harus dipertimbangkan sehingga neurorehabilitasi multidisiplin dapat dimulai secepatnya. 'ustained-release potassium-channel blocker dan '% aminopyridine oral menunjukkan hasil yang baik dengan meningkatkan kecepatan pasien berjalan pada pasien dengan multiple sklerosis, mungkin dengan memperpanjang durasi dari potensial aksi. Dalaupun demikian, studi tentang efek agen ini pada pasien myelitis transversalis belum diteliti secara khusus'. 6bnormalitas Tonus Myelitis yang berat menyebabkan hipotonia pada fase akut ( spinal shock ), tetapi biasanya diikuti dengan peningkatan resistensi terhadap pergerakan (spastisitas tonus), bersama dengan spasme otot involunter (spastisitas fasik). pastisitas merupakan respon adaptif, tetapi jika berlebihan, nyeri atau intrusive, memerlukan terapi dengan fisioterapi atau obat%obatan. Penelitian controlled trials meneliti bah1a baclofen, ti+anidine, dan ben+odia+epin sebagai terapi untuk pasien dengan spastisitas akibat gangguan otak dan korda spinalis'. 5yeri 5yeri merupakan manifestasi yang sering muncul selama dan setelah serangan myelitis dan dapat disebabkan oleh injuri langsung pada saraf (nyeri neuropatik), factor ortopedik (nyeri akibat perubahan posisi atau bursitis), spastisitas, atau kombinasi dari beberapa faktor ini. 5yeri neuropatik merespon
19
baik
dengan
agen
antikonvulsan,
obat%obatan
anti%depressan
(tric#clic
antidepressants dan reuptake inhibitors o serotonin dan norepinefrin), 56*<, dan narkotik '.
Malaise Pergerakan yang terbatas, obat%obatan, nyeri, dan faktor lainnya berkontribusi terhadap malaise yang berlebihan setelah serangan myelitis.
2
sfingter urin dan pengosongan urin pada pasien dengan hiperaktivitas sfingter, tetapi beberapa pasien memerlukan kateterisasi intermitten untuk mengosongkan kandung kemih '. Pada fase akut dan kronik myelitis transversalis, disfungsi usus dicirikan dengan konstipasi dan risiko impaksi, kesulitan mengosongkan usus, dan pada beberapa kasus inkontinensia yang biasanya disebabkan gangguan pemrograman usus untuk mengurangi konstipasi dan kontrol 1aktu defekas i '.
onsultasi Psikiater Gangguan mood dan kecemasan sering menjadi komplikasi jangka panjang pada pasien myelitis transversalis dan dapat memperngaruhi gejala lainnya, seperti nyeri dan gangguan fungsi seksual. Barmakoterapi sering diresepkan, sebagai terapi tunggal atau dikombinasikan dengan konsultasi dengan psikolog'.
2.1/. Pr!gn!sis
Pemulihan harus dimulai dalam enam bulan, dan kebanyakan pasien menunjukkan pemulihan fungsi neurologinya dalam $ minggu. Pemulihan mungkin terjadi cepat selama ?- minggu setelah onset dan dapat berlanjut
21
1alaupun dapat berlangsung dengan lebih lambat sampai tahun. Pada penderita ini kemajuan pengobatan tampak pada minggu terapi .
BAB " KESI%PULAN
".1 Kesip+lan
22
Mielitis Transversalis (MT) adalah suatu proses inflamasi akut yang mengenai suatu area fokal di medula spinalis dengan karakteristik klinis adanya perkembangan baik akut atau sub akut dari tanda dan gejala disfungsi neurologis pada saraf motorik, sensorik dan otonom dan traktus saraf di medula spinalis . 4tiologi MT merupakan gabungan dari beberapa faktor. 5amun, pada beberapa kasus, sindroma klinis MT merupakan hasil dari rusaknya jaringan saraf yang disebabkan oleh agen infeksius atau oleh sistem imun, ataupun keduanya . Gejala dapat berkembang secara cepat dalam beberapa menit sampai beberapa jam pada beberapa pasien, atau dapat berkembang dalam beberapa hari sampai minggu. etika level maksimal dari deficit neurologis telah tercapai, sekitar !"# pasien kehilangan pergerakan pada kedua tungkai, disfungsi kandung kemih, dan $"%&'# pasien mengalami kebas%kebas, parestesia atau band-like disestesia. Gejala otonom terdiri dari inkontinensia urin, inkontinensia alvi, kesulitan untuk miksi, dan konstipasi. ortikosteroid merupakan terapi lini pertama. ekitar !"%C"# pasien mengalami perbaikan parsial atau komplit'. kebanyakan pasien menunjukkan pemulihan fungsi neurologinya dalam $ minggu. Pemulihan mungkin terjadi cepat selama ?- minggu setelah onset dan dapat berlanjut 1alaupun dapat berlangsung dengan lebih lambat sampai tahun . DA0TA PUSTAKA
. err, <, "". 3urrent Therapy in 5eurologic
23
. 6l
24