ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AH DENGAN CRUS INJURI PEDIS DI RUANG KEMUNING BAWAH RSU KABUPATEN TANGERANG
DISUSUN OLEH KELOMPOK 2 : 1.
FAROH NINGRUM WIDIASTUTIK
2.
YURI WAHYUNI
3.
RATNA WIDYA SARI
4.
ARIE MARSITA
5.
NUR ATIKAH
PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG TAHUN AKADEMIK 2016
BAB I TINJAUAN TEORI DAN KONSEP
A. Konsep Fraktur 1. Definisi Fraktur merupakan istilah hilangnya kontinuitas tulang, baik bersifat total maupun sebagian yang ditentukan berdasarkan jenis dan luasnya (Smeltzer & Bare, 2002). Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan kondisi fraktur tersebut (Price, 2006). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis (Mansjoer, 2001). 2. Klasifikasi Fraktur Berdasarkan hubungan dengan dunia luar fraktur dibagi menjadi: a. Fraktur Tertutup (simple/close fracture) Fraktur tertutup adalah fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit, tetapi terjadi pergeseran tulang didalamnya. Pasien dengan fraktur tertutup harus diusahakan untuk kembali ke aktivitas biasa sesegera mungkin. Pasien diajarkan bagaimana cara mengontrol pembengkakan dan nyeri yaitu dengan meninggikan ekstremitas yang cedera, dan mulai melakukan latihan kekuatan otot yang 8 dibutuhkan untuk pemindahan atau menggunakan alat bantu jalan ( Smeltzer & Bare, 2002). b. Fraktur Terbuka (complicated/ open fracture) Fraktur terbuka merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai ke patahan tulang. Klasifikasi fraktur terbuka menurut Gustilo – Gustilo – Anderson Anderson (Smeltzer & Bare, 2002) adalah: 1) Grade I: dengan luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya, kerusakan jaringan lunak minimal, biasanya tipe fraktur simple transverse dan fraktur obliq pendek. 2) Grade II: luka lebih dari 1 cm panjangnya, tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif, fraktur komunitif sedang dan ada kontaminasi
3) Grade III: yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak
yang
ekstensif,
kerusakan
meliputi
otot,
kulit
dan
struktur
neurovascular. 4) Grade III ini dibagi lagi kedalam: III A : fraktur grade III, tapi tidak membutuhkan kulit untuk penutup lukanya. III B: fraktur grade III, hilangnya jaringan lunak, sehingga tampak jaringan tulang, dan membutuhkan kulit untuk penutup (skin graft). III C: fraktur grade III, dengan kerusakan arteri yang harus diperbaiki,dan beresiko untuk dilakukannya amputasi. 3. Etiologi Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2005) ada 3 yaitu: a. Cidera atau benturan 1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara se cara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya. 2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula. 3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat. (Oswari, 2000) b. Fraktur patologik Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis. c. Fraktur beban Fraktur baban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang baru saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima dalam angkatan bersenjata atau orang- orang yang baru mulai latihan lari. 4. Patofisiologi Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh traumagangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolic, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah menurun. COP (cardiac output) menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh.
Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan ganggguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi revral vaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggau. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selaian itu dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu, disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi karena terkontaminasi dengan udara luar. Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh. (Price, 2006). 5. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstermitas,
krepitus,
pembengkakan
lokal,
dan
perubahan
warna
(Smelzter&Bare,2002). a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak t idak alamiah bukannya tetap rigid seperti normalnya, pergeseran fragmen pada fraktur menyebabkan deformitas, ekstermitas yang bias diketahui dengan membandingkan dengan ekstermitas yang normal. Ekstermitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot. c. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. d. Saat ekstermitas di periksa dengan tangan, teraba adanya Derik tulang yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah ceder 6. Komplikasi a. Komplikasi Awal Komplikasi awal setelah fraktur adalah kejadian syok, yang berakhibat fatal hanya dalam beberapa jam setelah kejadian,kemudian emboli lemak yang dapat terjadi dalam 48 jam, serta sindrom kompartmen yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas secara permanaen jika terlambat ditangani. b.Komplikasi Lambat Komplikasi lambat dalam kasus fraktur adalah penyatuan tulang yang mengalami patah terlambat, bahkan tidak ada penyatuan. Hal ini terjadi jika penymbuhan tidak terjadi dalam dengan waktu normal untuk jenis dan fraktur tertentu. Penyatuan tulang yang terlambat atau lebih lama dari perkiraan berhubungan dengan adanya proses infeksi sistemik dan tarikan jauh pada fragmen tulang. Sedangkan tidak terjadinya penyatuan diakibatkan karena kegagalan penyatuan pada ujung-ujung tulang yang mengalami patahan. 7. Penatalaksanaan Penatalaksanaan semua jenis fraktur memiliki prinsip penanganan yang sama dengan metode yang berbeda-beda. Menurut Mansjoer (2001) dan Muttaqin (2008) konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur yaitu: rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi. a. Rekognisi (Pengenalan) Riwayat kecelakaan,derajat keparahan,harus jelas untuk menentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka. b. Reduksi (manipulasi/ reposisi) Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak asalnya. Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimal. Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka. Reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena
edema dan perdarahan.Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan (Mansjoer, 2002). c. Retensi (Immobilisasi) Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimal.Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi, atau di pertahankan dalam posis kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur. Fiksasi eksterna adalah alat yang diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan fragmen tulang dengan memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus menembus tulang pada bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur dan pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan eksternalbars. Teknik ini terutama atau kebanyakan digunakan untuk fraktur pada tulang tibia, tetapi juga dapat dilakukan pada tulang femur, humerus dan pelvis (Mansjoer, 2001) Rehabilitasi Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk menghindari atropi atau kontraktur. Bila keadaan memungkinkan, harus segera dimulai melakukan latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi (Mansjoer,2000). 8. Pemeriksaan Penunjang Menurut (Doengoes, 2000)pemeriksaan diagnostik fraktur diantaranya adalah: a. Pemeriksaan Rongent Menentukan luas atau lokasi minimal 2 kali proyeksi, anterior, posterior lateral. b. CT Scan tulang, fomogram MRI (Magnetic Resonance Imaging). Untuk melihat dengan jelas daerah yang mengalami kerusakan. c. Arteriogram Dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler. d. Hitung darah lengkap Hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada perdarahan; peningkatan lekosit sebagai respon terhadap peradangan.
B. Asuhan Keperawatan Pada Fraktur Post Operasi 1. Pengkajian Keperawatan Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh. Pengkajian pasien fraktur dengan post operasi menurut (Doenges,2000) a. Aktivitas atau istirahat Keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera akibat langsung dari fraktur atau akibat sekunder pembengkakan jaringan dan nyeri). b. Sirkulasi 1) Peningkatan tekanan darah mungkin terjadi akibat respon terhadap nyeri atau ansietas, sebaliknya dapat terjadi penurunan tekanan darah bilaterjadi perdarahan. 2) Takikardia 3) Penurunan atau tidak ada denyut nadi pada bagian distal area cedera, pengisian kapiler lambat dan pucat pada area fraktur. 4) Hematoma area fraktur. c. Neurosensori 1) Hilang gerakan atau sensasi 2) Kesemutan (parestesia) d. Nyeri atau Kenyamanan 1) Nyeri hebat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area fraktur, berkurang pada imobilisasi. 2)
Spasme atau kram otot setelah imobilisasi.
e. Keamanan 1)
Laserasi kulit dan perdarahan.
2)
Pembengkakan lokal (dapat meningkat bertahap atau tiba-tiba).
f. Penyuluhanatau Pembelajaran 1)
Imobilisasi.
2)
Bantuan aktivitas perawatan diri.
3)
Prosedur terapi medis dan keperawatan.
2. Diagnosa dan Rencana Keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien fraktur post operasi berdasarkan Nanda dan intervensi adalah sebagai berikut (Nanda, 2012, NIC 2012, NOC, 2012):
a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cidera fisik: diskontuinitas jaringan 1) Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawan makan nyeri pasien terkontrol. 2) Kriteria Hasil: Pasien mengatakan nyeri berkurang, skala nyeri berkurang dan tanda-tanda vital dalam rentang normal. 3) Intervensi keperatan: Manajemen nyeri (Pain Management) a) Kaji nyeri (lokasi, durasi, karakteristik, frekuensi, intensitas, factor pencetus) b) Observasi tanda non verbal dari ketidaknyamanan c) Monitor keefektifan tindakan mengontrol nyeri d) Kontrol faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien e) Ajarkan tehnik non farmakologis kepada pasien dan keluarga : relaksasi, distraksi, guided imagery, hipnoterapy. f) Ajarkan pada pasien dan keluarga tentang penggunaan analgetik dan efek sampingnya g) Anjurkan pasien untuk meningkatkan istirahat h) Kolaborasi medis (pemberian analgetik), fisioterapis/ akupungturis b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan diskontuinitas jaringan dan tulang. 1) Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien meningkatkan mobilitas pada tingkat yang paling tinggi yang mungkin. 2) Kriteria hasil: Pasien menunjukan teknik yang mampu melakukan aktivitas. 3) Intervensi a) Latihan Kekuatan (Exercise Promotion: Strength Training) Ajarkan dan berikan dorongan pada pasien untuk melakukan program latihan secara rutin. b) Latihan untuk ambulasi ( Exercise therapy:Ambulation) Ajarkan teknik ambulasi dan perpindahan yang aman. Sediakan alat bantu untuk pasien seperti kruk, kursi roda, dan walker. Beri penguatan positif untuk berlatih mandiridalam batasan yang aman. c) Latihan Keseimbangan ( Exercise Therapy Balance ) Ajarkan pada pasien untuk dapat mengatur posisi secara mandiri dan untuk menjaga keseimbangan selama latihan ataupun dalam aktivitas sehari hari c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terhadap fragmen tulang dan prosedur operasi.
Tujuan: setelah di lakukan tindakan pemenuhan masalah kerusakan kulit dapat teratasi, penyembuhan luka sesuai waktu. Kriteria hasil: tidak ada tanda- tanda infeksi seperti pus, kemerahan, luka bersih tidak lembab dan tidak kotor, tanda- tanda vital dalam batas normal atau dapat di toleransi. Intervensi: Perawatan Luka (Wound Care) 1) Kaji keadaan kulit dan identitas pada tahap perkembangan luka untuk mengetahui sejauhmana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat. 2) Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka. 3) Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik. 4) Kolaborasi dengan ahli gizi dan dengan medis untuk terapi antibiotik dan cairan yang digunakan dalam perawatan luka d. Resiko perluasan infeksi sekunder berhubungan dengan luka terbuka. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi sudah tidak terjadi. Kriteria hasil: Tidak ada tanda dan gejala infeksi dan lekosit dalam batas normal. Intervensi: Pengendalian resiko (Infection Protection) 1) Pantau tanda dan gejala infeksi: suhu tubuh, nadi,kondisi luka, sekresi, penampilan urine, penurunan BB, keletihan dan malaise. 2) Pertahankan tehnik aseptik pada pasien yang beresiko 3) Bersihkan alat / lingkungan dengan benar setelah dipergunakan pasien 4) Anjurkan pasien untuk minum obat antibiotika sesuai program 5) Dorong masukan nutrisi dan cairan yang adekuat. 6) Berikan pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga tentang penularan penyakit infeksi: transmisi secara seksual, oral, fekal, sekresi tubuh, kontak langsung. 7) Kolaborasi dengan medis untuk pemberian terapi sesuai indikasi, dan pemeriksaan laboratorium Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan. Tujuan: Setelah dilakukan tidakan keperawatan diharapkan kekurangan volume cairan teratasi. Kriteriahasil: Tanda-tanda vital stabil, membrane mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat dan tidak terjadi perdarahan massif. Intervensi: Manajemen cairan (Fluid Management)
1) Kaji atau ukurdancatatjumlah perdarahan. 2) Monitor tanda-tanda vital 3) Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi dan suhu adekuat, tekanan darah ortostatik) jika diperlukan 4) Ajarkan pada pasien dan keluarga tentang pentingnya kebutuhan cairan 5) Kolaborasi pemberian cairan intravena, dan pemeriksaan elektrolit, darah lengkap. C. Nyeri Post Operasi Fraktur dan Faktor yang Mempengaruhi Pembedahan atau operasi merupakan tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani (Sjamsuhidajad, 2005). Sasaran pembedahan adalah untuk memperbaiki fungsi dengan mengembalikan gerakan dan stabilitas, mengurangi nyeri dan komplikasi (Smeltzer & Bare, 2002). Respon tubuh pasca pembedahan adalah nyeri. Nyeri diakibatkan adanya insisi pembedahan dan kejadian fraktur sebelumnya. Sebagian besar pasien mempercayai bahwa nyeri yang dialami post operasi menimbulkan ketakutan tersendiri yang berakibat mekanisme koping yang tidak efektif. Nyeri akut pasca pembedahan dapat mengancam proses pemulihan seseorang yang berakibat pada bertambahnya waktu rawat, peningkatan resiko komplikasi akibat immobilisasi dan tertundanya program rehabilitasi. Kemajuan secara fisik atau psikologis menjadi tertunda akibat menetapnya nyeri yang dirasakan, karena pasien akan lebih terfokus dan menghabiskan energinya hanya untuk proses penyembuhan nyeri tersebut. Oleh karena itu tujuan utama perawat dalam kasus post operasi adalah untuk memberikan pertolongan terhadap nyeri yang memungkinkan klien dapat berpartisipasi didalamnya (Potter &Perry,2010) Faktor faktor yang memepengaruhi nyeri post orif secara umum menurut Smelzer dan Bare (2002) adalah usia, jenis kelamin, kultur, makna nyeri, perhatian, ansietas, pengalaman masa lalu, pola koping dan dukungan sosial. Smeltzer dan Bare (2002) menjelaskan bahwa usia sangat berpengaruh terhadap nyeri. Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada anak dan lansia. Perbedaan perkembangan yang ditemukan diantara kelompok usia ini dapat mempengaruhi bagaimana anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri. Jenis kelamin laki-laki dan perempuan tidak memiliki perbedaan yang signifikan dalam merespon nyeri. Diragukan apakah hanya jenis kelamin saja yang mempengaruhi kualitas nyeri. Toleransi nyeri sudah sejak lama
telah menjadi subjek penelitian yang melibatkan pria dan wanita, akan tetapi toleransi terhadap nyeri dipengaruhi oleh biokimia. (Smeltzer dan Bare, 2002). Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh budaya mereka. Menurut Perry dan Potter 2005 sosialisasi budaya menentukan perilaku psikologis seseorang sehingga dapat mempengaruhi pengeluaran psikologis opiate endogen dan terjadilan persepsi nyeri. Makna dan pengalaman nyeri seseorang merupakan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Individu akan mempersepsikan nyeri secara berbeda-beda apabila nyeri tersebut memberikan kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman dan tantangan. Derajat dan kualitas nyeri yang dipersiapkan nyeri klien berhubungan dengan makna nyeri. Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansiatas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Menurut Price 2006 suatu bukti bahwa stimulus nyeri mengakibatkan sistem limbik dapat memproses reaksi emosi seseorang, khususnya ansietas. Sistem limbic dapat memproses reaksi emosi seseorang terhadap nyeri, yakni memperburuk atau menghilangkan nyeri. Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang. Apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh maka rasa takut akan muncul dan juga sebaliknya. Akibatnya klien akan lebih siap untuk melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menghilangkan nyeri. Pengalaman nyeri dapat menjadi suatu pengalaman yang membuat merasa kesepian, dan gaya koping mempengaruhi bagaimana mengatasi nyeri. Dukungan keluarga dan sosial, kehadiran orang-orang terdekat klien dan bagaimana sikap mereka terhadap klien mempengaruhi kualitas nyeri yang dirasakan seseorang. Kehadiran orang yang bermakna bagi pasien akan meminimalkan rasa kesepian dan ketakutan. Apabila tidak ada keluarga dan orang terdekat, sering kali nyeri akan membuat pasien menjadi semakin tertekan dan sebaliknya.
D. Tehnik Relaksasi Nafas Dalam 1. Pengertian Tehnik relaksasi nafas dalam merupakan salah satu bentuk intervensi asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah nyeri, terutama nyeri yang bersifat akut dan sedang (McCloskey, 2000). Dalam intervensi ini perawat mengajarkan bagaimana cara melakukan
nafas
dalam
lambat
(menahan
inspirasi
secara
maksimal)
dan
menghembuskan nafas secara perlahan melalui mulut. Selain itu tehnik relaksasi nafas dalam dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi dalam darah (Smeltzer &Bare, 2002). Relaksasi juga merupakan metode yang efektif dalam mengurangi nyeri pasca operasi. Relaksasi yang sempurna dapat mengurangi ketegangan otot, rasa jenuh kecemasan sehingga mencegah bertambahnya kualitas nyeri. Relaksasi merupakan perasaan bebas secara mental dan fisik dari ketegangan atau stress yang membuat individu memliki rasa kontrol terhadap dirinya. Perubahan fisiologis akibat relaksasi mencakup menurunya denyut jantung, tekanan darah, kecepatan pernafasan, menurunkan kebutuhan oksigen, meningkatkan kesadaran, merilekskan otot dan menimbulkan perasaan damai (Perry & Potter, 2010). Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa relaksasi nafas dalam merupakan metode efektif untuk mengurangi rasa nyeri, mengurangi ketegangan otot, dimana nyeri itu sendiri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan. Penelitian terkait tehnik relaksasi adalah penelitian yang dilakukan oleh Nurdin (2013), disebutkan bahwa tehnik relaksasi nafas dalam mempunyai pengaruh terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien post operasi fraktur di ruang Irnina A BLU RSUP Prof. Dr. R.D. Kanou Manado. Pendapat serupa juga terdapat pada penelitian yang dilakukan Galuh tahun 2009 yang menyatakan bahwa tehnik relaksasi nafas dalam memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penurunan nyeri pada pasien pasca operasi fraktur femur antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol di Rumah Sakit Karima Utama Surakarta. 2. Tujuan Tujuan tehnik relaksasi nafas dalam adalah untuk meningkatkan ventilasi dal am alveoli, memelihara pertukaran gas, mengurangi stres baik fisik maupun emosional, merilekskan otot, menurunkan kecemasan sehingga dapat menurunkan persepsi nyeri seseorang (Smeltzer & Bare, 2002) 3. Prosedur Tehnik Relaksasi Nafas Dalam
Menurut Smeltzer &Bare (2002) tehnik relaksasi yang sederhana terdiri atas nafas abdomen dengan frekuensi lambat dan berirama. Pasien dapat memejamkan matanya kemudian bernafas dengan perlahan dan nyaman. Irama yang konstan dapat dipetahankan dengan suatu hitungan dalam hati dan lambat bersamaan dengan inhalasi dan ekshalasi. Pada saat perawat mengajarkan tehnik ini perawat menghitung dengan keras dan membimbing pasien berulang kali agar pasien lebih terampil dalam menggunakannya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Nurdin (2013), prosedur tehnik relaksasi nafas dalam adalah dengan menciptakan suasana lingkungan yang tenang, usahakan pasien tetap tenang dan rileks, menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara melalui hitungan, perlahan-lahan udara tersebut dihembuskan melalui mulut sambil merasakan bahwa semua tubuh terasa rileks, usahan tetap konsentrasi dan lakukan kegiatan tersebut sampai 15 kali dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali (Priharjo, 2003, Nurdin, 2013). 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap Penurunan Nyeri Teknik relaksasi nafas dalam dipercaya dapat menurunkan intensitas nyeri melalui mekanisme yaitu (Smeltzer dan Bare, 2002) : a) Dengan merelaksasikan otot-otot skelet yang mengalami spasme yang disebabkan oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang mengalami spasme dan iskemik. b) Teknik relaksasi nafas dalam dipercayai mampu merangsang tubuh untuk melepaskan opioid endogen yaitu endorphin dan enkefalin. Pernyataan lain menyatakan bahwa penurunan nyeri oleh teknik relaksasi nafas dalam disebabkan ketika seseorang melakukan relaksasi nafas dalam untuk mengendalikan nyeri yang dirasakan, maka tubuh akan meningkatkan komponen saraf parasimpatik secara stimulan, maka ini menyebabkan terjadinya penurunan kadar hormon kortisol dan adrenalin dalam tubuh yang mempengaruhi tingkat stress seseorang sehingga dapat meningkatkan konsentrasi dan membuat klien merasa tenang untuk mengatur ritme pernafasan menjadi teratur. Hal ini akan mendorong terjadinya peningkatan kadar PaCO 2 (tekanan carbondioksida) akan menurunkan kadar pH sehingga terjadi peningkatan kadar oksigen dalam darah (Handerson, 2006)
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN ANAK
Nama Mahasiswa : Faroh Ningrum Widiastutik Tempat Praktik
: Kemuning Bawah RSU Kab. Tangerang
Tanggal Praktik
: 14 November sampai 19 November 2016
Tanggal Pengkajian: 14 November 2016
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. AH
Tempat/Tgl.lahir
: Mauk, 09 januari 2010
Usia
: 6 tahun
BB
: 20 kg, TB: 135 cm => Gizi cukup
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Diagnose medis
: crush injuri pedis
Nama Ayah
: Tn. J
Nama ibu
: Ny. K
Pekerjaan Ayah
: Nelayan
Pekerjaan Ibu
: Ibu Rumah Tangga
Alamat
: KP Cibeneng RT 016/004, sasak, mauk.
Agama
: Islam
Suku Bangsa
: Jawa
Pendidikan Ayah : SD Pendidikan Ibu
: SMP
Tanggal rawat
: 21 November 2016, Jam: 20.30 WIB
II. KELUHAN UTAMA
Pada saat pengkajian pada tgl 21 November 2016, Jam 20.00 WIB. Ibu pasien mengatakan An. AH mengalami kecelakaan saat menyebrang jalan, kaki kiri An. AH terlindas mobil box pada jam 11.30 WIB saat anak AH pulang dari sekolah.
III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada kaki sebelah kirinya.
IV. RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN
1. Prenatal
: Ibu klien mengatakan tidak mengalami masalah selama kehamilan
2. Intranatal
: Ibu klien mengatakan An. AH lahir secara normal
3. Postnatal
: Ibu klien mengatakan setelah lahir tidak ada kelainan
V. RIWAYAT MASA LAMPAU
1. Penyakit waktu kecil
: Ibu An. AH mengatakan An. AH hanya sakit biasa waktu masih kecil An. AH sakit panas biasa.
2. Pernah dirawat di RS
: Ibu An. AH mengatakan An. AH tidak pernah dirawat di RS.
3. Obat-obatan yang digunakan : Ibu An. AH mengatakan An. AH jika panas diberikan obat bodrexin. 4. Tindakan (operasi)
: Tidak ada
5. Alergi
: Tidak ada, namun ketika di RS mendapat transfusi darah (golongan darah A), An. AH mengalami gatalgatal dan bentol-bentol.
6. Kecelakaan
: Ibu An. AH mengatakan An. AH tidak pernah mengalami kecelakaan.
7. Imunisasi
: Ibu An. AH mengatakan imunisasi An. AH lengkap.
VI. RIWAYAT KELUARGA
1.
Sosial Ekonomi
: Tingkat social ekonomi klien termasuk menengah, pekerjaan Ayah klien sebagai nelayan.
2.
Penyakit Keluarga
: Ibu An. AH mengatakan tidak ada riwayat penyakit keluarga.
3.
Genogram
: Keterangan : = Laki-Laki = Perempuan = Menikah
X
Tn. J
Ny. K
= Klien X = Meninggal -------- = Tinggal 1 rumah
An. AH (15 bln)
Kesimpulannya: An. AH adalah anak ke 2 (laki-laki) dari pasangan Tn. J dan Ny. K.
VII. RIWAYAT SOSIAL
1. Yang mengasuh
: Kedua Orang Tua
2. Hubungan dengan anggota keluarga
: Anak
3. Hubungan dengan teman sebaya
: Ibu mengatakan An. AH kalau dirumah sering bermain dengan teman sebayanya.
4. Pembawaan secara umum
: Pembawaan secara umum An. AH baik.
5. Lingkungan rumah
: Baik, karena lingkungan nya sangat mendukung dan mengharapkan kesembuhan An. AH
VIII. KESEHATAN FUNGSIONAL (11 POLA GORDON) 1. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan :
Orangtua An. AH sangat khawatir terhadap kesehatan anaknya, terutama terkait luka pada kaki kiri An. AH yang terlindas ban mobil, namun keluarga An. AH terlihat selalu mendo`akan untuk kesembuhan untuk An. AH. 2. Nutrisi
:
Makanan yang disukai An. AH selama di rawat kurang mau makan, namun ibu An. AH berkata An. AH makanan yang tidak di sukai An. AH selama di RS tidak ada.
Selera makan An. AH mengalami penurunan, makanan An. AH terlihat tidak habis. Alat makan yang dipakai : piring, sendok, garpu, Pola makan An. AH/jam: An
AH makan 3 kali sehari pada pagi, siang dan malam hari. 3. Aktivitas
:
An.AH terlihat lemah dan lemas dan terkadang menangis serta merintih merasakan kaki kirinya yang sakit. 4. Tidur dan istirahat :
Pola tidur An. AH kurang baik, karena An. AH merasakan sakit pada kaki kirinya. : ibu An. AH mengatakan biasaya ibu An. AH
Kebiasaan sebelum tidur
selalu menceritaka dongeng atau bersolawat sampai An. AH tertidur. 5. Eliminasi
:
Ibu An. AH mengatakan An.AH blm BAB selama berada di RS dan BAK menggunakan kateter urin ± 200 CC/ 6 jam. 6. Pola hubungan
:
An.AH tinggal bersama orangtuanya, sehari-hari An.AH di asuh oleh ibunya, hubungan dengan keluarga baik. 7. Koping atau temperamen dan disiplin yang diterapkan
An.AH tampak gelisah dan ibu An. AH selalu menemani An. AH di RS dan selalu mengajarkan An. AH untuk bersholawat ketika nyeri pada kaki kiri An. AH timbul. 8. Kognitif dan persepsi
Penglihatan
:
: An.AH dapat melihat sekeliling dan aktiv melihat orang-orang disekelilingnya.
Pendengaran : An.AH saat dipanggil merespon dan mampu menjawab pertanyaan yang diajukan dengan baik. Perabaan
: An.AH dapat merasakan rabaan, namun pada kaki yang terlindas ban mobil sudah baal dan tampak biru.
Pengecapan
: An.AH fungsi pengecapannya baik dapat merasakan makanan.
9. Konsep diri : An.AH konsep dirinya baik, namun An. AH tampak me rasakan nyeri
pada kaki sebelah kiri yang terlindas ban mobil dan An. AH terlihat gelisah. 10. Seksual 11. Nilai
: Tidak ada masalah pada alat reproduksi An.AH.
: Ibu masih mempercayai bahwa dengan berdo`a dan bersolawat dapat mengurangi nyeri pada kaki kiri An. AH dan meningkatkan kesembuhan pada An. AH.
IX.
KEADAAN KESEHATAN SAAT INI
1. Diagnosa medis
: Crush Injury Pedis Sinistra
2. Tindakan operasi
: Tidak ada
3. Status nutrisi
: Nafsu makan An. AH mengalami penurunan karena An. AH merasakan nyeri.
4. Status cairan
: Terpasang infus intra vena ringer laktat 500/8 jam (20 tpm)
5. Obat-obatan
: Terapi obat suntik -
Ceftriaxone 3 x 500 mg
-
Ketorolac 3 x 10 mg
-
Hiponac / gentamicin 2 x1 gr
Terapi Obat Oral
6. Aktivitas
Kolkamoc 2 x 0,5 mg
: Berbaring dan tidur diatas tempat tidur dan terkadang An. AH menangis.
7. Tindakan keperawatan : - Mengobservasi KU (S=37,3oC, N=75x/m, RR=21x/m) - Memonitor infus RL 500cc/8 jam (20 tts/mnt). - Persiapan rencana operasi kaki kiri pada hari selasa jam 18.00 WIB.
8. Hasil laboratorium
:
Hasil laboratorium tanggal 21 November 2016, Jam: 22.59 WIB
Laboratorium Test
Hasil
Satuan
Nilai Normal
*8,9
g/dl
13.2 - 17.3
*15,70
10³/μL
3.80 - 10.60
HEMATOLOGI
Hemoglobin
Lekosit
Hematocrit
*25
%
40 - 52
Trombosit
314
10³/μL
140 - 440
Hasil laboratorium tanggal 21 November 2016, Jam: 22.00 WIB
Laboratorium Test
Hasil
Satuan
Nilai Normal
HASIL
15,2
detik
12,8 – 15,9
Control PT
15,2
detik
11,2 – 17,9
INR
1,05
HEMATOLOGI FALL HEMOSTASIS MASA PROTROMBIN
APTT Hasil
36,5
detik
21,0 – 53,0
Control APTT
32,9
detik
28,6 – 41,6
1/9
Mg/dl
<180
SGOT
45
U/L
0 - 50
SGPT
33
U/L
0 - 50
Ureum
13
Mg/dl
10 - 50
Creatinin
0,5
Mg/dl
0.0 – 1.3
Natrium (Na)
137
mEq/L
135 - 147
Kalium (K)
3,4
mEq/L
3.5 – 5.0
KIMIA KARBOHIDRAT Glukosa Darah Sewaktu FUNGSI HATI
FUNGSI GINJAL
ELEKTROLIT
Chloride (Cl)
96
mEq/L
96 - 105
Hasil laboratorium tanggal 23 November 2016, Jam: 07.11 WIB Laboratorium Test
Hasil
Satuan
Nilai Normal
HEMATOLOGI
X.
Hemoglobin
*10,4
g/dl
13.2 - 17.3
Lekosit
*21,80
10³/μL
3.80 - 10.60
Hematocrit
*30
%
40 - 52
Trombosit
204
10³/μL
140 - 440
PEMERIKSAAN FISIK
a. Kepala
: Tidak ada kelainan, bentuk simetris, distribusi rambut merata dan warna hitam
b. Mata
: Pupil miosis konjungtiva anemis
c. Hidung
: Tidak ada secret, hidung simetris.
d. Mulut
: Mukosa bibir kering, tidak ada stomatitis
e. Tengkuk
: Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, trakea kanan dan kiri simetris
f. Dada
: Tidak ada pembesaran, dada simetris, tidak terdapat bunyi nafas tambahan.
g. Jantung
: Bunyi jantung normal S1,S2 tidak ada pembesaran, N=75 x/m, crt < 3dtk
h. Paru
: RR=21x/m, suara nafas normal.
i.
Perut
: Tidak ada pembesaran, tidak ada nyeri tekan, bising usus 5 x/mnt.
j.
Ekstermitas : Ekstermitas atas tangan kanan terpasang infus vena, tidak ada kelainan, tidak ada edem, bentuk simetris, terdapat luka lecet di tangan kanan bagian sik, dagu, dan kaki kanan sedikit luka di bagian patella serta luka di kaki kiri terutama pada jari-jari kaki kiri terlihat biru (terputusnya kontinuitas jaringan). Musculoskeletal: imobilisasi kaki kiri.
k. Kulit
: Tampak pucat, tidak ada petechi, tidak ada lesi, kulit tampak bersih, turgor kulit tidak elastis, kulit teraba kering, pada bagian yang luka, tampak terpasang kassa dan bidai.
l.
: N= 75x/m, S= 37,3 oC, RR= 21x/mnt
TTV
m. BB & TB/PB: BB= 20 kg, PB= 135 cm, Status gizi: baik.
XI.
PEMERIKSAAN TINGKAT PERKEMBANGAN 1. Riwayat Pertumbuhan Dan Perkembangan a. Personal sosial/ kemandirian bergaul
Ibu mengatakan bahwa anaknya sudah mampu mengambil dan biasanya makan sendiri di rumah. b. Motorik Halus
Ibu mengatakan bahwa anaknya sudah mampu menulis, membaca dan mewarnai serta mampu mengulang apa yang dicontohkan oleh gurunya. c. Bahasa
Ibu mengatakan bahwa anaknya sudah mampu mengartikan 7 kata. d. Motorik kasar
Ibu mengatakan bahwa anaknya sudah mampu berdiri 1 kaki selama 6 detik. Pelaksanaan Test DDST II SEKTOR Personal Sosial
RESPON ANAK
KESIMPULAN
An. AH sudah mampu
An.
AH
dalam
batas tidak
mengambil makanan
normal
dan
dan makan sendiri di
mengalami
keterlambatan
rumah.
dalam
perkembangan
personal sosial. Motorik Halus
An. AH sudah mampu
menulis, membaca dan
An.AH dalam batas normal dan tidak mengalami
mewarnai serta mampu keterlambatan dalam mengulang apa yang perkembangan motorik dicontohkan
oleh
halus.
gurunya. Bahasa
An. AH sudah mampu
mengartikan 7 kata.
An. AH dalam batas normal dan tidak
mengalami keterlambatan dalam perkembangan bahasa Motorik Kasar
An. AH sudah dapat
An.AH dalam batas normal
berdiri dengan 1 kaki
dan
dalam
keterlambatan
dalam
perkembangan
motorik
6
detik
sebelum sakit.
jika
tidak
mengalami
kasar
2. Interpretasi Hasil Test Dari DDST II
An. AH dapat melakukan semua item yang diminta dengan baik sehingga anak dinyatakan lulus (P). An.AH mendapat skor A pada beberapa item yang ditunjukan bahwa anak mengalami perkembangan lebih serta hasil tes perilaku anak yang baik.
3. Kesimpulan Dari Keempat Sektor
An. AH dapat melakukan semua item yang ditunjukan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa An. AU mengalami perkembangan personal sosial, motorik halus, bahasa, motorik kasar dengan baik dan normal sesuai dengan umur anak.
XII.
INFORMASI LAIN
Ibu An. AH mengatakan, An. AH mengalami kecelakaan setelah pulang dari sekolah pada jam 17.00 WIB. An. AH ingin menyebrang lalu terserempet oleh mobil box, kaki kiri An. AH terlindas oleh ban mobil box, lalu An. AH dibawa ke puskesmas mauk, sebelum dibawa ke RS, kaki kiri An. AH tampak pucat kebiruan, kaki kiri An. AH di bibidai di ruang IGD RSU Kabupaten Tangerang.
XIII. RINGKASAN RIWAYAT KEPERAWATAN
An. AH dirawat di ruangan kemuning bawah pada tgl 21 November 2016 pukul: 21.30 WIB. An. AH berumur 6 thn dengan diagnosa Crush Injury Pedis Sinistra. Saat dikaji pada tgl 21/11/2016 An.AH mengalami nyeri pada kaki kiri An. AH. An. AH terpasang infus RL denagn 20 dpm dengan dosis 500 cc/8 jam, diberikan terapi obat suntik Ceftriaxone 3 x 500 mg, Ketorolac 3 x 10 mg, Hiponac / gentamicin 2 x1 gr dan Terapi Obat Oral: Kolkamoc 2 x 0,5 mg. Tindakan keperawatan:
Mengobservasi KU (S=37,6 oC, N=75x/m, RR=21x/m) dan memonitor infus RL 500cc/8 jam (20 tts/mnt).
XIV. DATA DARI DISIPLIN LAIN. (Mencakup rangkuman kondisi klien dari gizi, fisioterapi dan medis, dll)
Pemantauan Status Gizi
TB: 135 cm, BB: 20 kg, IMT: normal. An. AH mendapat asupan sebelum masuk ke RSU 200 Kkal, Protein: 2,2 kg, Lemak: 8,4 g. rencana penatalaksanaan gizi: kebutuhan energy 400 Kkal, protein 8 gr, dan lemak 6 gr.
XV.
ANALISA DATA 1. PRE OPERASI NO
DATA KLIEN
DX
ETIOLOGI
1.
Cedera DS:
An.H mengeluh nyeri di kaki
Trauma/fraktur
sebelah kirinya, nyeri menjalar Mempengaruhi jaringan
hingga pangkal paha
An. H mengatakan skala nyeri 8
An.H
mengatakan
bertambah
saat
nyeri kakinya
digerakan
sekitarnya
Kerusakan periosteum, pembuluh darah,
An.H mengatakan nyeri terus
rupture tendon,
menerus
dislokasi sendi
Ibu pasien mengatakan An. AH mengalami kecelakaan, kaki kiri
Perdarahan & spasme
terlindas mobil box 1 hari yang
otot
lalu
Ibu pasien mengatakan anaknya
Merangsang
tidak bisa tidur karena nyeri
hipotalamus
Ibu pasien mengatakan anaknya
MASALAH KEPERAWATAN
Nyeri akut
tidak nafsu makan
Persepsi nyeri
DO :
An.AH tampak meringis
An.AH tampak menjerit jerit saat di ganti balutan di kakinya
An.AH
tampak
melindungi
daerah yang nyeri (kaki kirinya)
Suhu : 37,3 oC
N=75x/m
RR=21x/m
An.AH
sering
menangis
kesakitan
2.
DS :
An.AH mengatakan takut di operasi
An.AH mengatakan tidak mau dilakukan operasi
Rencana pembedahan
Kurang pengetahuan tentang tindakan pembedahan
Ibu klien mengatakan sangat takut jika anaknya dioperasi Stressor psikologis
DO :
An.AH tampak gelisah
An.AH tampak ketakutan
Cemas
Ansietas
DIAGNOSA PRE OPERASI 1. Nyeri Akut
2. Ansietas
NO 1.
DIAGNOSA
NOC
KEPERAWATAN Nyeri Akut
Setelah
Definisi :
keperawatan
Pengalaman sensori dan
diharapkan
emosional tidak
kriteria hasil:
NIC
dilakukan
tindakan
selama nyeri
1x8
akut
jam
dengan
NIC : MANAJEMEN NYERI
1. Melakukan pengkajian nyeri komprehensif yang
menyenangkan yang muncul Outcome
actual atau potensial atau
Psikologis Tambahan
1. Adanya
:
Nyeri:
karakteristik,
2. Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien
gangguan
pada
konsentrasi dari deviasi cukup
Association for the study of
berat (2) menjadi ringan (4). 2. Distress
nyeri
beratnya nyeri dan faktor pencetus.
Respon
kerusakan (international
pain), awitan yang tiba-tiba
lokasi,
onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau
akibat kerusakan jaringan
yang digambarkan sebagai
meliputi
dari
mengenai nyeri 3. Tentukan
akibat
dari
pengalaman
nyeri
terhadap kualitas hidup pasien (misalnya.,
deviasi
tidur,
nafsu
makan,
pngertian,
perasaan,
atau lambat dari intensitas
cukup berat (2) menjadi ringan
hubungan, performa kerja dan tanggung jawab
ringan hingga berat dengan
(4).
peran)
akhir yang dapat di antisipasi atau di prediksi.
3. Kekhawatiran terkait toleransi terhadap
nyeri
dari
.
Gunakan metode penilaian yang sesuai dengan
deviasi
tahapan perkembangan yang memungkinkan
cukup berat (2) menjadi ringan
untuk memonitor perubahan nyeri dan akan
(4).
dapat
4. Ansietas dari deviasi sedang (3) menjadi tidak ada (5)
membantu
mengidentifikasi
faktor
pencetus actual dan potensial (misalnya., catatan perkembangan, catatan harian.
5. Ketakutan pada nyeri yang
.
Tentukan
kebutuhan
untuk
tidak bisa ditahan dari deviasi
melakukan
sedang (3) menjadi deviasi
pasien dan mengimplementasikan rencana
ringan (4)
monitor
6. Rasa marah terhadap dampak
.
pengkajian
frekuensi
ketidaknyamanan
Pilih dan implementasikan tindakan yang
dari nyeri yang menyebabkan
beragam
ketidakmampuan dari deviasi
nonfarmakologi,
sedang (3) menjadi deviasi
memfasilitasi penurunan nyeri, sesuai dengan
ringan (4).
kebutuhan. .
(misalnya,
farmakologi,
interpersonal)
untuk
Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (seperti hypnosis, relaksasi, terapi music, terapi
bermain,
terapi
aktivitas,
ketika
melakukan aktivitas yang menimbulkan nyeri, sebelum nyeri terjadi, atau meningkat, dan bersamaan dengan tindakan penurunan rasa nyeri lainnya) .
Mulai dan modifikasi tindakan pengontrolan nyeri berdasarkan respon pasien.
.
Dukung istirahat/tidur yang adekuat untuk membantu menurunkan nyeri.
10. Informasikan tim kesehatan lain /anggota
keluarga mengenai strategi nonfarmakologi yang sedang digunakan untuk mendorong pendekatan
preventif
terkait
dengan
manajemen nyeri 11. Berikan
informasi
meningkatkan
yang
pengetaahuan
akurat
untuk
dan
respon
keluarga terhadap pengalaman nyeri. 12. Libatkan keluarga dalam modalitas penurunan nyeri, jika memungkinkan. 13. Monitor kepuasan pasien terhadap manajemen nyeri dalam interval yang spesifik. 14. Periksa tingkat ketidaknyamanan bersama pasien, catat perubahan dalam catatan medis pasien, informasikan petugas kesehatan lain yang merawat pasien. 15. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri. 16. Kolaborasi dengan pasien, orang terdekat dan tim kesehatan lainnya untuk memilih tindakan penurunan nyeri.
DIAGNOSA
NO 2.
NOC
KEPERAWATAN
Setelah
Ansietas
Definisi
:
perasaan
tidak
NIC
dilakukan
keperawatan
tindakan
selama
nyaman atau kekhawatiran diharapkan
tingkat
jam kecemasan
otonom (sumber sering kali spesifik
diketahui
atau
oleh
perasaan
takut
disebabkan
oleh
terhadap
bahaya.
merupakan
yang antisipasi Hal
isyarat
kewaspadaan
yang
memeperingatkan akan
adanya
ini
individu
bahaya
dan
memapukan individu untuk bertindak ancaman.
menghadapi
Kaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan
pendekatan
yang
tenang
dan
menyakinkan Berikan aktivitas pengganti yang bertujuan
tidak Outcome :
iindividu)
Kaji skala kecemasan pasien/anak
Gunakan
yang samar disertai respon berkurang dengan kriteria hasil:
tidak
Pengurangan Kecemasan
Tidak dapat beristirahat dari 3
Jelaskan prosedur tindakan dan sensasi yang
ke 5(tidak ada) Wajah
tenang
dari
2
ke
4(ringan) Perasaan gelisah dari 2 ke 4
(ringan Peningkatan nadi 3 ke 5 (tidak
ada) Gangguan tidur dari 2 ke 4
(ringan)
untuk mengurangai kecemasan
akan
dirasakan
(tindakan)
anak
selama
prosedur
CATATAN KEPERAWATAN/IMPLEMENTASI& EVALUASI Nama Klien : An.AH Ruangan
: Kemuning Bawah RSU Kabupaten Tangerang
PRE OPERASI TGL / HARI
NO. DIAGNOSA
Selasa,
1
22 – 11 – 16
(NYERI AKUT)
IMPLEMENTASI DAN RESPON HASIL
-
(16.00 wib)
Melakukan
pengkajian
komprehensif
yang
karakteristik,
onset/durasi,
nyeri
meliputi
lokasi,
EVALUASI S:
An.AH
frekuensi,
kualitas, intensitas atau beratnya nyeri
mengatakan
nyeri
tidak
menjalar Klien mengatakan skala nyeri 7
dan faktor pencetus. -
Menggali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai nyeri
-
O:
Menentukan akibat dari pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup pasien (misalnya.,
tidur,
nafsu
Klien masih meringis
Klien menangis kesakitan saat ganti
makan,
pngertian, perasaan, hubungan, performa
balutan
TD : 109/67 mmhg
-
kerja dan tanggung jawab peran)
RR : 25x/menit
Menggunakan metode penilaian yang
N : 102 x/menit
sesuai dengan tahapan perkembangan
S : 37,3ºC
yang memungkinkan untuk memonitor perubahan
nyeri
membantu
dan
akan
mengidentifikasi
dapat faktor
pencetus actual dan potensial (misalnya., catatan perkembangan, catatan harian. -
Menentukan kebutuhan frekuensi untuk
A : masalah nyeri akut belum teratasi P:
Monitor ttv
Kaji ketidaknyamanan pasien
melakukan pengkajian ketidaknyamanan pasien
dan
mengimplementasikan
rencana monitor -
Menganjurkan ibu untuk memberikan minyak angina pada perut An. N dan untuk memfasilitasi penurunan nyeri, sesuai dengan kebutuhan.
Selasa,
2.
22 – 11 – 16
(Ansietas)
Mengkaji
skala
kecemasan
pasien/anak
S:
Mengkaji tanda verbal dan nonverbal
kecemasan Menggunakan
pendekatan
yang
An.AH mengatakan cemas dan takut sedikit berkurang
O:
Klien tampak lebih tenang
tenang dan menyakinkan Memberikan aktivitas pengganti yang
bertujuan
untuk
mengurangai
kecemasan Menjelaskan prosedur tindakan dan
TD : 109/67 mmhg
RR : 25x/menit
N : 102 x/menit
S : 37,3ºC
Klien tampak tidur didampigi ibunya
sensasi yang akan dirasakan anak selama prosedur (tindakan) Mempersiapkan anak dan keluarga
untuk berdoa`a dan mengantarkan anak ke ruang operasi.
A : masalah ansietas teratasi sebagian P:
Dampingi anak saat hendak ke ruang operasi
2. ANALISA DATA POST OPERASI NO
DATA KLIEN
DX
1
ETIOLOGI
DS:
MASALAH KEPERAW2ATAN
Nyeri Akut Klien mengatakan nyeri pada
rekontruksi pada tulang
kaki kiri jika digerakkan Klien mengatakan nyeri seperti
Adanya tindakan
(pembedahan)
ditusuk tusuk Klien
nyeri
Rangsangan mediator
pangkal
kimia (protaglandin)
mengatakan
menyebar
hingga
paha, skala nyeri 8
Klien
mengatakan
nyeri
Afferent
mendadak saat digerakan Cortex cerebri DO:
Klien
tampak
menjerit-jerit
Persepsi nyeri
dan menangis saat kaki kiri digerakkan
Klien tampak berkeringat
Klien
tampak
melindungi
daerah yang sakit
2
DS :
Ibu
mengatakan
anaknya
Kerusakan jaringan di
Kerusakan integritas
ujung tulang
jaringan
operasi di kaki hari kedua Hematoma
DO :
Terjadi
kemerahan
pada
daerah post operasi
Tampak pembengkakan pada
Peradangan (kalor,dubor,tumor)
kulit sekitar luka
Tampak jaringan nekrotik pada luka post operasi
S: 37,6 ºC
Perubahan perfusi jaringan
Kerusakan integritas kulit 3.
DS:
Tindakan pembedahan Ibu klien mengatakan ini luka
operasi hari kedua
Terputusnya kontinuitas jarinngan
Port d’entry
DO:
Tampak luka terbuka post
mikroorganisme
amputasi pada pedis sinistra +/- 9cm
leukosit: 21,80
hematocrit 30%
hemoglobin 10,4
Suhu : 37,6 ºC
PRIORITAS MASALAH
PREOPERASI
POSTOPERASI
Risiko infeksi
Resiko infeksi
INTERVENSI KEPERAWATAN
NO 1.
DIAGNOSA
NOC
KEPERAWATAN Nyeri Akut
Setelah
Definisi :
keperawatan
Pengalaman sensori dan
diharapkan
emosional tidak
kriteria hasil:
NIC
dilakukan
tindakan
selama nyeri
1x8
akut
jam
dengan
Outcome
actual atau potensial atau
Psikologis Tambahan
:
Nyeri:
1. Adanya
Respon
meliputi
lokasi,
karakteristik,
konsentrasi
Association for the study of
cukup
pain), awitan yang tiba-tiba
ringan (4).
berat
pada
cukup
berat
akhir yang dapat di antisipasi
ringan (4).
mengenai nyeri
dari
deviasi
3. Tentukan akibat dari pengalaman nyeri
(2)
menjadi
terhadap kualitas hidup pasien (misalnya., tidur, nafsu makan, pngertian, perasaan,
2. Distress nyeri dari deviasi
ringan hingga berat dengan
atau beratnya nyeri dan faktor pencetus. 2. Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien
gangguan
kerusakan (international
atau di prediksi.
1. Melakukan pengkajian nyeri komprehensif
onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
akibat kerusakan jaringan
atau lambat dari intensitas
MANAJEMEN NYERI
yang
menyenangkan yang muncul
yang digambarkan sebagai
NIC :
(2)
3. Kekhawatiran
menjadi
hubungan, performa kerja dan tanggung jawab peran) 4. Gunakan metode penilaian yang sesuai
terkait
dengan
tahapan
perkembangan
yang
toleransi terhadap nyeri dari
memungkinkan untuk memonitor perubahan
deviasi
nyeri
cukup
berat
(2)
dan
akan
dapat
membantu
menjadi ringan (4).
mengidentifikasi faktor pencetus actual dan
4. Ansietas dari deviasi sedang (3) menjadi tidak ada (5)
catatan harian.
5. Ketakutan pada nyeri yang tidak
bisa
ditahan
potensial (misalnya., catatan perkembangan,
dari
5. Tentukan
kebutuhan
melakukan
frekuensi
pengkajian
untuk
ketidaknyamanan
deviasi sedang (3) menjadi
pasien dan mengimplementasikan rencana
deviasi ringan (4)
monitor
6. Rasa dampak
marah dari
terhadap nyeri
yang
menyebabkan ketidakmampuan
beragam
(misalnya,
nonfarmakologi, dari
deviasi sedang (3) menjadi deviasi ringan (4).
6. Pilih dan implementasikan tindakan yang
memfasilitasi
farmakologi,
interpersonal)
penurunan
nyeri,
untuk sesuai
dengan kebutuhan. 7. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (seperti hypnosis, relaksasi, terapi music, terapi
bermain,
terapi
aktivitas,
ketika
melakukan aktivitas yang menimbulkan nyeri, sebelum nyeri terjadi, atau meningkat, dan bersamaan dengan tindakan penurunan rasa nyeri lainnya) 8. Mulai dan modifikasi tindakan pengontrolan nyeri berdasarkan respon pasien.
9. Dukung istirahat/tidur yang adekuat untuk membantu menurunkan nyeri. 10. Informasikan tim kesehatan lain /anggota keluarga mengenai strategi nonfarmakologi yang sedang digunakan untuk mendorong pendekatan
preventif
terkait
dengan
manajemen nyeri 11. Berikan
informasi
yang
akurat
untuk
meningkatkan pengetaahuan dan respon keluarga terhadap pengalaman nyeri. 12. Libatkan
keluarga
dalam
modalitas
penurunan nyeri, jika memungkinkan. 13. Monitor manajemen
kepuasan nyeri
pasien
dalam
terhadap
interval
yang
spesifik. 14. Periksa tingkat ketidaknyamanan bersama pasien, catat perubahan dalam catatan medis pasien, informasikan petugas kesehatan lain yang merawat pasien. 15. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri. 16. Kolaborasi dengan pasien, orang terdekat
dan tim kesehatan lainnya untuk memilih tindakan penurunan nyeri. NO 2.
DIAGNOSA
NOC
KEPERAWATAN Kerusakan Integritas
Setelah
dilakukan
Jaringan
keperawatan diharapkan
NIC
tindakan
selama penyembuhan
jam luka
adekuat dengan kriteria hasil: Drainase purulen dari 4 ke 5
(tidak ada) Bau luka busuk dari 4 ke 5
(tidak ada) Pembentukan bekas luka dari 3
ke 4 (besar) Lebam disekitar kulit sekitar
dari 1 ke 4(terbatas) Ukuran luka berkurang dari 2
ke 4 (besar)
1. Perawatan amputasi Monitor
keutuhan
kulit
dan
jaringan
(infeksi,) setiap ganti balutan. Monitor penyembuhan luka disekitar insisi letakkan bagian yang teramputasi dibawah
lutut dengan posisi ekstensi kolaborasi
pemberian therapy medikasi
(analgesic) ganti balutan dengan sesuai dengan jumlah
eksudat. Monitor
karakteristik
luka
termasuk
darinase,warna, ukuran dan bau. Gunakan teknik steril saat penggantian
balutan Kolaborasikan pemberian antibiotik .
NO 3.
DIAGNOSA
NOC
KEPERAWATAN
NIC
Resiko tinggi infeksi
Outcome : status imunitas
NIC :
Definisi:
1. Fungsi respirasi deviasi cukup
PERAWATAN LUKA
Mmengalami peningkatan
terganggu
resiko terserang organisme
terganggu (5).
patogenik
2. Suhu
(3)
tubuh
terganggu
(3)
menjadi
tidak
2. Monitor karakteristik luka, termasuk drainase, deviasi
cukup
menjadi
tidak
terganggu (5).
cukup
terganggu
(3)
menjadi sedikit terganggu (4).
cukup
terganggu
(3)
menjadi sedikit terganggu (4). 5. Infeksi berulang deviasi cukup terganggu
(3)
3. Ukur luas luka yang sesuai.
menjadi
tidak
terganggu (5). 6. Kehilangan berat badan deviasi cukup terganggu (3) menjadi sedikit terganggu (4).
yang tidak beracun dengan tepat. 5. Berikan rawatan insisi pada luka yang di perlukan.
4. Jumlah sel darah putih absolut deviasi
warna, ukuran, bau.
4. Bersihkan dengan normal salin atau pembersih
3. Skrining untuk infeksi saat ini deviasi
1. Angkat balutan dan plester perekat
6. Berikan perawatan ulkus pada kulit yang diperlukan 7. Berikan balutan yang sesuai dengan jenis luka 8. Pertahankan teknik balutan steril ketika melakukan perawatan luka dengan tepat. 9. Periksa luka setiap kali perubahan balutan 10. Posisikan untuk menghindari, menempatkan ketegangan pada luka dengan tepat. 11. Reposisi pasien setidaknya setiap 2 jam dengan
tepat. 12. Dorong cairan yang sesuai. 13. Dokumentasikan lokasi luka, ukuran dan tampilan.
CATATAN KEPERAWATAN/IMPLEMENTASI& EVALUASI Nama Klien : An.AH Ruangan
: Kemuning Bawah RSU Kabupaten Tangerang
POST OPERASI
TGL / HARI
NO. DIAGNOSA
Rabu,
1
23 – 11 – 16
(NYERI AKUT)
IMPLEMENTASI DAN RESPON HASIL
-
Melakukan
pengkajian
komprehensif
yang
karakteristik,
onset/durasi,
nyeri
meliputi
lokasi,
EVALUASI S:
An.AH
frekuensi,
kualitas, intensitas atau beratnya nyeri
nyeri
tidak
menjalar klien
dan faktor pencetus. -
mengatakan
mengatakan
nyeri
saat
kaki
digerakan
Menggali pengetahuan dan kepercayaan
Klien mengatakan skala nyeri 7
pasien mengenai nyeri -
Menentukan akibat dari pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup pasien (misalnya.,
tidur,
nafsu
makan,
pngertian, perasaan, hubungan, performa kerja dan tanggung jawab peran)
O:
Klien masih meringis
Klien menangis kesakitan saat ganti balutan
-
Menggunakan metode penilaian yang
sesuai dengan tahapan perkembangan
yang memungkinkan untuk memonitor
RR : 27 x/ menit
Klien melindungi daerah yang sakit
Klien tampak tidur di damping ibunya
perubahan
nyeri
membantu
dan
akan
dapat
mengidentifikasi
faktor
TD : 108/61 mmhg Nadi : 112 x/menit
pencetus actual dan potensial (misalnya., A : Masalah nyeri belum teratasi
catatan perkembangan, catatan harian. -
Menentukan kebutuhan frekuensi untuk melakukan pengkajian ketidaknyamanan pasien
dan
mengimplementasikan
Monitor ttv Dorong intake nutrisi Monitor perdarahan
rencana monitor -
P:
Memilih dan implementasikan tindakan yang beragam (misalnya, farmakologi, dan
nonfarmakologi
dengan
menganjurkan ibu untuk memberikan minyak angina pada perut An. N dan untuk memfasilitasi penurunan nyeri, sesuai dengan kebutuhan. 2
Rabu,
(kerusakan
30 – 11 – 16
itegritas jaringan)
-
Memonitor
keutuhan
kulit
dan
jaringan (infeksi,) setiap ganti balutan. -
Memonitor
penyembuhan
luka
S:
-
An.AH mengatakan nyeri di luka
disekitar insisi -
post operasi
Meletakkan bagian yang teramputasi dibawah lutut dengan posisi ekstensi
-
Melakukan
kolaborasi
O:
pemberian
therapy medikasi (analgesic) -
Mengganti
balutan
dengan
sesuai
dengan jumlah eksudat. -
Memonitor
karakteristik
luka
teknik
penggantian balutan
steril
-
luka tampak kebiruan
-
klien tampak meringis kesakitan
-
suhu : 37,5 C
-
TD : 108/61 mmhg
-
bau. Menggunakan
Luka anak cukup bau
- Nadi : 112 x/menit
termasuk darinase,warna, ukuran dan
-
-
RR : 27 x/ menit
saat A : Masalah kerusakan jaringan belum
teratasi P: Monitor warna kulit Monitor kebersihan luka
Rabu, 23 – 11 – 16
3 (risiko infeksi)
- Memonitor karakteristik luka, termasuk
S:
drainase, warna, ukuran, bau.
-
- Mengukur luas luka yang sesuai. - Membersihkan dengan normal salin atau pembersih yang tidak beracun dengan tepat.
An.AH mengatakan nyeri di luka post operasi
O:
- Memberikan balutan yang sesuai dengan jenis luka
-
suhu : 37,5 C
-
TD : 108/61 mmhg
- Nadi : 112 x/menit
- Mempertahankan teknik balutan steril ketik
-
melakukan perawatan luka dengan tepat.
RR : 27 x/ menit
- Memeriksa luka setiap kali perubahan balutan - Memposisikan untuk menghindari,
A : Masalah risiko infeksi belum teratasi
menempatkan ketegangan pada luka dengan P : tepat.
Monitor lingkungan pasien Monitor kebersihan luka
JURNAL TERKAIT DENGAN KASUS.
JUDUL
:
HUBUNGAN
STATUS
GIZI
DENGAN
KEJADIAN
PNEUMONIA PADA BALITA USIA 1-5 TAHUN DI PUSKESMAS CANDI LAMA KECAMATAN CANDISARI KOTA SEMARANG 2013
PEMBAHASAN :
Status gizi kurang dengan keadaan imunitas rendah akan mudah terserang penyakit infeksi tetapi apabila status gizinya semakin memburuk, penyakit yang dianggap biasa dapat menjadi berat dan menyebabkan kematian. Sedangkan balita dengan status gizi baik akan meningkatkan daya tahan tubuh cukup kuat, sehingga tubuh tidak akan mudah terserang berbagai jenis penyakit terutama penyakit pneumonia. Anak yang berstatus gizi baik akan baik pula dalam melawan bahaya infeksi (Sediaoetama, 2008). Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa balita dengan status gizi kurang tentunya akan lebih rentan terkena pneumonia dibandingkan dengan balita dengan status gizi baik dan lebih. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan terhadap 180 sampel yang merupakan pasien yang berkunjung ke Klinik Masjid Agung Jawa Tengah dari bulan April 2008 sampai bulan April 2009. Setelah dilakukan analisis terhadap 180 sampel, disimpulkan bahwa status gizi mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap kejadian ISPA pada balita. Hal ini terbukti dengan nilai p < 0,0001 jauh lebih kecil dari derajat kemaknaan yang ditetapkan peneliti yaitu 0,05. Dengan demikian perbaikan status gizi dapat mencegah anak terserang pneumonia (Elyana, 2009).
KESIMPULAN
Status gizi balita sebagian besar baik yaitu sebanyak 17 responden (65,4%). Kejadian Pneumonia sebanyak 13 responden (4,3%) dari 300 balita yang diperiksa di Puskesmas. Ada hubungan antara status gizi dengan kejadian pneumonia pada balita usia 1 – 5 tahun di Puskesmas Candi Lama Kecamatan Candisari Kota Semarang. Hal ini dibuktikan dengan hasil Fisher’s Exact Test dan didapat nilai p value sebesar 0,005 (p < 0,05).
PERBANDINGAN :
Faktor penyebab pada jurnal yaitu Menurut Maryunani (2010), status gizi adalah keadaan yang ditunjukkan sebagai konsekuensi dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke tubuh dan yang diperlukan. Teori Sediaoetama (2008) menyatakan, bahwa status gizi baik akan meningkatkan daya tahan tubuh cukup kuat, sehingga tubuh tidak akan mudah terserang berbagai jenis penyakit terutama penyakit infeksi. Anak yang berstatus gizi baik akan baik pula dalam melawan bahaya infeksi. Pada kasus An. AU, anak AU memiliki status gizi yang kurang hal ini dibuktikan dengan BB= 6,7 kg, PB= 73 cm, , LLA : 10 cm dan lingkar kepala 40 cm, Kulit: Tampak pucat (anemis), turgor kulit tidak elastis, kulit teraba kering, status gizi: kurang (< 18,5). Ibu nya juga mengatakan bahwa An. AU sudah 4 hari tidak mau menyusu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa gizi yang kurang akan membuat anak mudah terserang berbagai jenis penyakit terutama infeksi. Pada hasil pemeriksaan darah terakhir tanggal 14/11/2016, jam: 15.58 WIB menyatakan bahwa hasil hemoglobin : 8,8 g/dl (menurun). Hasil leukosit : 15,70 10³/uL (meningkat). Hasil hematocrit : 27 % (menurun). Hasil trombosit : 663 10³/uL (meningkat). Hasil MCV : 57 μm³ (menurun) dan hasil MCH : 19 pg (menurun). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pertahanan tubuh pada anak AU sangat rendah dan mudah terkena infeksi atau penyakit bronkopneumonia.
JURNAL TERKAIT TINDAKAN PADA KASUS
JUDUL : PENGARUH C H E S T T H E R A P Y TERHADAP PENURUNAN SESAK
NAFAS
DENGAN
PARAMETER
R E S PI R A T OR Y
RATE
PADA
ANAK
BRONCHITIS.
PEMBAHASAN:
Anak dengan diagnose bronchitis mempunyai keluhan batuk berdahak dan sesak yang menyebabkan gangguan pernapasan sehingga mempengaruhi respiratory rate. Chest therapy di harapkan dapat mengatasi permasalahan yang timbul pada anak dikarenakan belum bisa mengeluarkan sputum sendiri. Chest therapy bertujuan mengeluarkan sputum dari dalam saluran respiratori, mencegah obstruksi, mencegah rusaknya saluran respirasi dan dapat membantu memperbaiki ventilasi dan perfusi paru. Chest therapy adalah sekumpulan tehnik fisioterapi sebagai usaha untuk membersihkan jalan nafas akibat menurunnya fungsi mucocilliary clearance atau batuk