IDENTIFIKASI LIKHEN DI KAWASAN UNPAD JATINANGOR
Risma Restu Winayanni (140410120018) Rhodiatun Nissa (140410120060) Azalea Putri (140410120073)
BIOLOGI Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNPAD Jatinangor
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “IDENTIFIKASI LICHEN DI KAWASAN UNPAD JATINANGOR” Makalah ini berisikan tentang informasi spesies lichen di kawasan atau yang lebih khususnya membahas lichen yang diambil dikawasan UNPAD Jatinangor. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang spesies lichen yang ditemukan. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Jatinangor, 27 Desember 2013
Penyusun
i
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR................................................................................................................ i DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 3 1.1 LATAR BELAKANG..................................................................................................... 3 1.2 MAKSUD DAN TUJUAN ............................................................................................ 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................. 5 BAB III METODOLOGI ........................................................................................................ 11 3.1 METODE PENGAMBILAN SAMPEL ......................................................................... 11 3.2 METODE ANALISIS.................................................................................................. 11 3.2.1 Analisis Morfologi........................................................................................ 11 3.2.2 Analisis Anatomi .......................................................................................... 12 3.2.3 Analisis Kimiawi ........................................................................................... 14 3.2.3.1 Spot Test ........................................................................................... 14 3.2.3.2 Tes Mikrokristal ................................................................................ 14 BAB IV HASIL ..................................................................................................................... 16 BAB V PEMBAHASAN ........................................................................................................ 17 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................................... 26 6.1 KESIMPULAN .......................................................................................................... 26 6.2 SARAN ........................................................................Error! Bookmark not defined. DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 28
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Indonesia
merupakan
negara
tropis
yang
memiliki
banyak keanekaragaman flora dan fauna lebih dari negara-negara yang lain. Dengan letak geografisnya yang mendukung, berbagai macam organisme dapat berhabitat di dalamnya. Kekayaan sumber daya alam juga mengindikasikan kekayaan hayatinya. Tumbuhan yang hidup di Indonesia memiliki beraneka ragam jenis dan bentuk. Tumbuhan memiliki macam yang beragam, mulai dari yang terkecil hingga yang terbesar, yang hidup di darat hingga di laut. Secara umum, dalam biologi tumbuhan dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu tumbuhan rendah dan tumbuhan tinggi. tumbuhan tinggi merupakan tumbuhan yang memiliki biji dan pembuluh pengangkut. Sedangkan tumbuhan rendah adalah tumbuhan yang tidak memiliki berkas pengangkut. Tumbuhan rendah yang banyak dikenal secara luas misanya lumut, lichen, dan jamur.
Lichen termasuk ke dalam tumbuhan tingkat rendah karena tidak memiliki berkas pegangkut. Lichen merupakan tumbuhan suku rendah hasil simbiosis mutualisme antara alga dan jamur.
Tumbuhan ini umum
ditemukan pada batang kayu. Sebagai tanaman suku rendah, Lichen tidak memiliki kesempurnaan seperti tumbuhan dari suku tinggi yang memiliki akar, batang, daun, bunga, dan buah. Lichen terdiri dari tiga kelompok yaitu Lichen yang berbentuk seperti lembaran (Filliosa), berbentuk seperti rambut (fruticosa), dan berbentuk seperti ubin yang menempel (crustosa). Kampus Universitas Padjadjaran Jatinangor juga memiliki keanekaragaman flora yang besar. Oleh karena itu, diadakan pengamatan untuk mengidentifikasi lichen di berbagai titik lokasi di kampus Universitas
3
Padjadjaran Jatinangor. Hal ini dilakukan untuk mengetahui jenis-jenis lichen yang terdapat di Universitas Padjadjaran serta potensi apa saja yang bisa dikembangkan dari keragaman lichen tersebut untuk diteliti lebih lanjut.
1.2 MAKSUD DAN TUJUAN 1. Melihat keanekaan dalam kondisi pencemaran udara di kampus 2. Indicator spesies 3. Kegunaan penelitian untuk menyusun buku lapangan
1.3 IDENTIFIKASI MASALAH
1. Bagaimana cara engidentifikasi likhen. 2. Metode apa yang digunakan dalam penelitian likhen 3. Apa kegunaaan dari penelitian likhen di kawasan UNPAD Jatinangor.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Deskripsi Lichen merupakan salah satu jenis tumbuhan yang sangat penting.
Tumbuhan ini seringkali disebut sebagai tumbuhan perintis. Lichen adalah bentuk simbiosis mutualisme yang terjadi antara fungi dan algae. Simbiosis mutualisme adalah hubungan antar organisme yang saling menguntungkan. Tumbuhan ini umum ditemukan pada batang pohon maupun bebatuan. Secara morfologi, Lichen tampak seperti benang-benang halus berwarna putih kehijauan. Warna putih adalah bagian dari fungi, sedangkan warna hijau adalah bagian dari algae.
Algae
memproduksi makanan yang digunakan oleh jamur, hal ini disebabkan pigmen klorofil yang dimiliki oleh ganggang memungkinkannya untuk berfotosintesis. Jamur itu sendiri berfungsi untuk menyerap mineral, melindungi algae dari kekeringan dan erosi yang terjadi saat hujan (Eris, 2011). 5
Tubuh Lichen dinamakan thallus yang secara vegetatif mempunyai kemiripan dengan algae dan jamur. Bagian tubuh yang memanjang secara selluler dinamakan hifa. Hifa merupakan organ vegetatif dari thallus atau miselium yang biasanya tidak dikenal pada jamur yang bukan Lichen. Algae selalu berada pada bagian permukaan dari thallus. Menurut Campbell (2003), komponen fungi yang umum bersimbiosis dengan algae
membentuk Lichen adalah dari jenis
Ascomycetes. Dalam hidupnya lichens tidak memerlukan syarat hidup yang tinggi dan tahan terhadap kekurangan air dalam jangka waktu yang lama. Lichens yang hidup pada batuan dapat menjadi kering karena teriknya matahari, tetapi tumbuhan ini tidak mati, dan jika turun hujan bisa hidup kembali. Lichens menghasilkan lebih dari 500 senyawa biokimia yang unik untuk dapat beradaptasi pada habitat yang ekstrim. Senyawa tersebut berguna untuk mengontrol sinar terik matahari, mengusir atau menolak (repellen) herbivora, membunuh mikroba dan mengurangi kompetisi dengan tumbuhan, dan lainnya. Diantaranya berbagai jenis pigmen dan antibiotik yang juga membuat lichens ini berguna bagi manusia pada masyarakat tradisional. Menurut Fink (1961), bagian utama lumut kerak adalah talus yang merupakan jaringan vegetatif. Keberadaan talus dapat terangkat atau tegak lurus dari substratnya, terjumbai, tergantung atau talus juga dapat terlihat tubuh secara rapat atau jarang pada substrat. Menurut Dharmaputra et al. (1989), talus adalah merupakan istilah umum untuk bagian vegetatif tumbuh-tumbuhan tak berpembuluh (non-vascular).
2.2 Klasifikasi Likhen
Likhen sangat sulit untuk diklasifikasikan karena merupakan penggabungan dua organisme yang berbeda yaitu antara fungi dan algae dimana sejarah perkembangan kedua organism ini pun berbeda pula.Para ahli seperti Bessey (1950),Martin
(1950),dan
Alexopoulus
(1956),berpendapat
bahwa
likhen
dikelompokan dan diklasifikasikan ke dalam kelompok jamur sebenarnya.Smith
6
(1955) menganjurkan agar likhen dikelompokan dalam kelompok yang terpisah yang berbeda dari fungi dan juga algae. Likhen memiliki klasifikasi yang bervariasi dan dasar klasifikasinya secara umum adalah sebagi berikut : 1. Berdasarkan komponen cendawan penyusunnya a. Ascolichens Cendawan penyusunnya tergolong Pyrenomycetales,maka tubuh buah yang dihasilkan berupa peritesium.Contoh : Dermatocarpon dan Verrucaria. Cendawan penyusun tergolong Discomycetes.Likhen membentuk tubuh buah berupa apothechium uyang berumur panjang.Contoh : Usnea dan Parmelia
Dalam kelas Ascolichens ini dibangun juga oleh komponen alga dari family : Mycophyceae dan Chlorophyceae yang bentuknya berupa gelatin. Genus Mycophyceae adalah Scytonema,Nostoc,Rivularia,Gleocapsa dan
lain-lain.
Genus
ini
berasal
dari
Chlorophyceae
adalah
Protocoocus,Trentopohlia,Cladophora,dll.
b. Basidiolichenes Berasal
dari
jamur
Basidiomycetes
dan
alga
Mycophyceae.Basidiomycetes yaitu dari family : Thelephoraceae, dengan tiga genus Cora,Corella,dan Dyctionema. Mycophyceae berupa filament yaitu : Syctonema dan tidak berbentuk filament yaitu Chrococcus.Lichen imperfect
Deuteromycetes
fungi,steril.
Cystocoleus,Lepraria,Leprocanlon,Normandia,dan lain-lain.
2. Lichen berdasarkan alga yang menyusun thallus a. Homoimerus
7
Contoh
:
Sel alga dn hifa jamur tersebar merata pada thallus.Komponen alga didominasi
dengan
bentuk
seperti
gelatin,termasuk
dalam
Mycophyceae.Contoh : Ephebe,Collema. b. Heteromerous Sel algae terbentuk terbatas pada bagian atas thallus dab komponen jamur menyebabkan terbentuknya thallus,alga tidak berupa gelatin Chlorophyceae.Contoh : Parmelia.
3. Berdasarkan tipe thallus dan kejadian saat proses pembentukan a. Crustose atau Crustaceous Merupakan lapisan kerak atau kulit yang tipis di atas batu,tanah atau kulit pohon.Seperti Rhizocarpon pada batu,Lecanora dan Graphis pada kulit kayu.Mereka terlihat sedikit berbeda antar bagian permukaan atas dan bawah. b. Fructicose atau Filamentous Lichen semak,seperti silinder rata atau seperti pita dengan beberapa bagian menempel pada bagian dasar atau permukaan.Thallus bervariasi,ada yang pendek dan panjang,rata,silindris atau seperti janggut atau benang yang menggantung seperti Usnea dan Alectoria adalah tipe antara kedua bentuk itu. Tumbuhan ini memiliki warna yang bervariasi seperti putih, hijau keabuabuan, kuning, oranye, coklat, merah dan hitam.
2.2
Ekologi dan Persebaran Lichen tidak memerlukan syarat hidup yang tinggi. Tumbuhan ini tahan
terhadap kekurangan air dalam jangka waktu yang lama.
Lichen biasanya
ditemukan di sekitar lingkungan dimana organisme lain tidak dapat tumbuh. Hal ini dikarenakan oleh hubungan mutualisme antara algae dengan jamur. Sebagian besar tempat hidup Lichen adalah tempat hidup yang kering. Lichen tumbuh dengan sangat lambat. Pengukuran pertumbuhan Lichen, berkisar antara 1 mm per tahun tetapi tidak lebih 3 cm/tahun. Hal ini tergantung dari organisme yang
8
bersimbiosis, banyaknya hujan yang turun, intensitas cahaya matahari yang didapat, dan cuaca pada umumnya (Oskanen, 2006). Lichen dapat tumbuh pada kondisi yang tidak menguntungkan. Namun, Lichen sangat sensitif terhadap pencemaran udara. Tumbuhan ini dapat menghilang pada daerah yang mempunyai kadar polusi udara yang berat. Hal ini dikarenakan Lichen dapat menyerap dan mengendapan mineral dari air hujan dan udara. Namun, Lichen tidak dapat mengeluarkan air dan mineral tersebut sehingga konsentrasi senyawa yang mematikan seperti SO2 sangat mudah masuk (.Rancovic, 2007).
2.3
Kandungan Senyawa Lichen memproduksi metabolit sekunder yang terdiri dari banyak kelas
termasuk senyawa turunan asam amino, asam pulvinat, peptida, gula alkohol, terpenoid, steroid, karotenoid, asam alifatik, fenol monosiklik, depsides, dibenzofurans, antrakuinon, xanthones, asam usnat dan senyawa lain (Huneck, 1999). Asam usnat merupakan senyawa kimia yang paling banyak dipelajari dan digunakan sebagai senyawa aktif dibandingkan dengan senyawa kimia lain yang terkandung dalam lichen. Kelimpahannya didistribusikan pada jenis Cladonia, Usnea, Evemia, Ramalina, Lecanora, Parmelia dan Alectoria (Ingólfsdóttir, 2002).
2.4
Manfaat Lichens memiliki bermacam-macam kegunaan. Sebagai bahan makan,
Lichen dimakan oleh hewan rendah maupun tingkat tinggi seperti siput, serangga, rusa dan lain-lain. Lichen juga dimanfaatkan sebagai Obat-Obatan. Pada abad pertengahan Lichen banyak digunakan oleh ahli pengobatan. Lobaria pulmonaria digunakan untuk menyembuhkan penyakit paru-paru karena Lobaria dapat membentuk lapisan tipis pada paru-paru. Selain itu Lichen juga digunakan sebagai ekspektoran dan obat liver. Sampai sekarang penggunaan Lichen sebagai obatobatan masih ada. Banyak jenis Lichen telah digunakan sebagai obat-obatan, diperkirakan sekitar 50% dari semua spesies Lichen memiliki sifat antibiotic (Bahera, 2009).
9
Substrat dari Lichen yaitu pigmen kuning asam usnat digunakan sebagai antibiotik yang mampu menghalangi pertumbuhan Mycobacterium. Cara ini telah digunakan secara komersil. Salah satu sumber dari asam usnat ini adalah Cladonia dan antibiotik ini terbukti ampuh dari penisilin. Selain asam usnat terdapat juga zat lain seperti sodium usnat, yang terbukti ampuh melawan kanker tomat. Virus tembakau dapat dibendung dan dicegah oleh ekstrak Lichen yaitu : lecanoric, psoromic dan asam usnat (Bahera, 2009). Dari hasil ekstraksi Everina, Parmelia, dan Ramalina diperoleh minyak. Beberapa di akan untuk sabun mandi dan parfum. Di Mesir digunakan sebagai bahan pembungkus mummi dan campuran buat pipa cangklong untuk merokok, khususnya Parmelia audina yang mengandung asam lecanoric. Ekstrak Lichen dapat juga dibuat sebagai bahan pewarna untuk mencelup bahan tekstil. Bahan pewarna di ekstrak dengan cara merebus Lichen dalam air, dan sebagian jenis lain diekstrak dengan cara fermentasi Lichen dalam amonia. digunakan untuk pewarna wol di Amerika Utara (Bahera, 2009)
10
Parmelia sulcata
BAB III METODOLOGI
3.1 METODE PENGAMBILAN SAMPEL
Metode yang digunakan adalah metode plotting. Mahasiswa dibagi menjadi beberapa kelompok kemudian mengambil sampel di tempat yang telah ditentukan. Sampel diambil dari lingkungan sekitar kampus UNPAD Jatinangor. Sampel likhen dipilih yang spesiesnya dominan tumbuh pada suatu pohon dengan lebar kurang lebih 5cm kemudian diambil menggunakan pisau lapangan beserta substratnya. Setelah itu, likhen dimasukkan ke dalam amplop duplo berukuran 8 x 3,5 inchi. Sampel lalu diberi label pada amplop dan dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi. Pada kegiatan ini, pohon dan lokasi pengambilan sampel diambil menggunakan kamera.
3.2 METODE ANALISIS 3.2.1 Analisis Morfologi Lumut kerak dapat dikelompokkan dalam tiga tipe berdasarkan morfologi talusnya yaitu crustose, foliose, dan fruticose. Pengelompokan itu berdasarkan pada organisasi jaringan tubuh dan perlekatan talus pada substratnya, yaitu: 1. Talus Crustose Ukuran talus crustose bermacam-macam dengan bentuk talus rata, tipis, dan pada umumnya memiliki bentuk tubuh buah yang hampir sama. Talus berupa lembaran tipis atau seperti kerak yang permukaan bawahnya melekat pada substrat. Permukaan talus biasanya terbagi menjadi areal-areal yang agak heksagonal yang disebut areole (Vashishta 1982, diacu dalam Januardania 1995; Moore, 1972; Hale, 1979). 2. Talus Foliose Talusfoliose bertingkat, lebar, besar, kasar dan menyerupai daun yang mengkerut dan melipat. Permukaan talus foliose bagian bawah dan atas berbeda,
11
pada permukaan bawah berwarna lebih terang atau gelap dan pada bagian tepi talus biasanya menggulung ke atas (Vashishta 1982, diacu dalam Januardania 1995; Moore, 1972; Hale, 1979). 3. Talus Fruticose Talus fruticose merupakan tipe talus kompleks dengan cabang-cabang yang tidak teratur. Talus ini memiliki bentuk cabang silinder atau pita. Talus hanya menempati bagian dasar dengan cakram bertingkat. Lumut kerak fruticose ini memperluas dan menunjukan per kembangannya hanya pada batu-batuan, daun, dan cabang pohon (Vashishta 1982, diacu dalam Januardania 1995; Moore, 1972). 4. Talus Squamulose Talus ini memiliki bentuk seperti talus crustose dengan pingiran yang terangkat ke atas di atas tempat hidupnya. Talus ini memiliki bentuk seperti sisikyang tersusun oleh banyak cuping (lobes) yang kecil tetapi tidak memiliki rizin (Vashishta 1982, diacu dalam Januardania 1995; Moore, 1972; Hale, 1979; Noer, 2004).
3.2.2 Analisis Anatomi Pada analisis anatomi dilakukan pengamatan tentang berbagai asam ynag dikandung oleh spesies likhen yang ditemukan dan pengamatan alat perkembangan biakan dari spesies tersebut. Struktur morfologi dalam diwakili oleh jenis foliose, karena jenis ini mempunyai empat bagian tubuh yang dapat diamati secara jelas yaitu : perkembang biakan pada likhen terdapat berbagai cara diantaranya: 1. Vegetatif a. Fragmentasi Fragmentasi adalah perkembangbiakan dengan memisahkan bagian tubuh yang telah tua dari induknya dan kemudian berkembang menjadi individu baru. Bagian-bagian tubuh yang dipisahkan tersebut dinamakan fragmen. Pada beberapa fruticose lichens, bagian tubuh yang lepas tadi, dibawa oleh angin ke batang kayu
12
dan berkembang tumbuhan lichens yang baru. Reproduksi vegetatif dengan cara ini merupakan cara yang paling produktif untuk peningkatan jumlah individu. b. Isidia Kadang-kadang isidia lepas dari thallus induknya yang masing-masing mempunyai simbion. Isidium akan tumbuh menjadi individu baru jika kondisinya sesuai. c. Soredia Soredia adalah kelompok kecil sel-sel ganggang yang sedang membelah dan diselubungi benag-benang miselium menjadi suatu badan yang dapat terlepas dari induknya. Dengan robeknya dinding thallus, soredium tersebar seperti abu yang tertiup angin dan akan tumbuh lichens baru. Lichens yang baru memiliki karakteristik yang sama dengan induknya.
2. Aseksual Metode reproduksi aseksual terjadi dengan pembentukan spora yang sepenuhnya bergantung kepada pasangan jamurnya. Spora yang aseksual disebut pycnidiospores. Pycnidiospores berukuran kecil, sporanya yang tidak motil, dan diproduksi dalam jumlah yang besar disebut pygnidia. Pygnidia ditemukan pada permukaan atas dari thallus yang mempunyai suatu celah kecil yang terbuka yang disebut Ostiole. Dinding dari pycnidium terdiri dari hifa yang subur dimana jamur pygnidiospore berada pada ujungnya. Tiap pycnidiospore menghasilkan satu hifa jamur. Jika bertemu dengan alga yang sesuai terjadi perkembangan menjadi lichens baru.
3. Seksual Perkembangan seksual pada lichens hanya terbatas pada pembiakan jamurnya saja. Jadi yang mengalami perkembangan secara seksual adalah kelompok jamur yang membangun tubuh lichens.
13
3.2.3 Analisis Kimiawi 3.2.3.1 Spot Test Spot test atau test warna merupakan salah satu cara identifikasi likhen. Pengujian ini dilakukan dengan memberikan memberikan reagen tes warma pada korteks dan medula talus likhen (Hale, 1961). Spot test dilakukan dengan memotong thalus sampel likhen menjadi bagian kecil kemudian ditaruh di atas wadah menjadi 3 bagian untuk 3 tes uji. Uji yang dilakukan terdiri dari : a. Kalium Hidroksida (KOH) Reagen ini dibuat dengan melarutkan 70 gram Kalium Hidroksida ke dalam 200 mL akuades. Reagen tersebut diteteskan pada potongan sampel thalus pertama, ditunggu beberapa menit kemudian diamati perubahan warna yang terjadi. Hasil positif pemberian reagen ini menghasilkan warna kuning (asam atranorine) atau kuning kemerahan (asam salazinic). b. Calcium hipoklorit (CaHCl3) Reagen ini dibuat dengan melarutkan Calsium Hipoklorit dalam akuades. Reagen tersebut diteteskan pada potongan sampel thalus pertama, ditunggu beberapa menit kemudian diamati perubahan warna yang terjadi. Hasil positif pemberian reagen ini menghasilkan warna merah muda (asam gyrophoric) dan warna merah (asam lecanoric). c. KC (Campuran KOH dan CaHCl3) Reagen ini merupakan campuran dari larutan Kalsium Hidroksida dan Kalsium Hipoklorit. Reagen ini digunakan untuk menguji keberadaan asam alectoronic, asam physodic, asam barbatic. Reagen tersebut diteteskan pada potongan sampel thalus pertama, ditunggu beberapa menit kemudian diamati perubahan warna yang terjadi. Hasil positif pemberian reagen ini menghasilkan warna merah atau orange pada thalus
3.2.3.2 Tes Mikrokristal Uji ini dilakukan dengan melihat kristal yang didapatkan dari ekstrak thalus dengan ditetesi reagen (Galun,1988). Thalus pada sampel likhen dihaluskan dengan menggunakan mortir. Ekstrak thalus ditaruh di atas kaca objek kemudian ditetesi aseton secukupnya dan difiksasi di atas bunsen. Setelah itu ditetesi dengan reagen tes mikrokristal yang terdiri dari G.A.O.T yaitu Gliserin : alkohol 95% : O-toluidine (2:2:1), G.A.An yaitu Gliserin : alkohol 95% : anilin (
14
2:2:1), G.E. yaitu Gliserin : asam asetat (1:1) dan G.A.W yaitu Gliserin : alkohol 95% : air (1:1:1) (Galun, 1988). Lalu ditutup menggunakan kaca objek dan diamati menggunakan mikroskop cahaya dimulai dari perbesaran terkecil.
15
BAB IV HASIL Coccocarpia sp.
Gambar 2. Alat Perkembangbiakan ( Isidia)
Gambar 1. Penampakan di Lapangan Coccocarpia s erythroxyli.
Gambar 5. Hasil Spot Test. (Kiri-kanan) Menggunakan reagen KC (hasil positif), C (hasil negatif), dan KOH (hasil positif).
KLASIFIKASI
a
b
c
d
Gambar 6. HasilTesMikrokristaldenganReagen GE: asam friendelin(d) dengan reagen GAAn: asam barbatik(a) asam
Gambar 4. Spora (Tipe l)
Kingdom
Fungi
Divisi
Ascomycota
Kelas
Lecanoromycetes
Ordo
Peltigerales
Famili
Coccocarpiaceae
Genus
Coccocarpia
Spesies
Coccocarpia
erythroxyli (Nyl, 1819)
merochloropacic(c) dan asam diasectic(b)
16
Dirinaria picta
Gambar 2. Alat Perkembangbiakan ( Isidia)
Gambar 1. Penampakan dilapangan Dirinaria picta
Gambar 5. Hasil Spot Test. (Kiri-kanan) Menggunakan reagen KC (hasil positif), C (hasil negatif), dan KOH (hasil positif )
KLASIFIKASI
Gambar 6. HasilTesMikrokristaldenganReag enGAAn: asam haemathamaolic (a) dan asam physodalic (b)
Gambar 4. Spora (Tipe l)
Kingdom
Fungi
Divisi
Ascomycota
Kelas
Lecanoromycetes
Ordo
Teloschistales
Famili
Caliciaceae
Genus
Dirinaria (Tuck.) Clem
Spesies
Dirinaria picta (Sw.) Schaer. ex Clem
17
Flavoparmelia caperata
Gambar 2. Alat Perkembangbiakan ( Isidia)
Gambar 1. Penampakan dilapangan Flavoparmelia caperata
Gambar 5. Hasil Spot Test. (Kiri-kanan) Menggunakan reagen KC (hasil positif), KOH (hasil positif), dan C (hasil negatif )
KLASIFIKASI
Gambar 6. HasilTesMikrokristaldenganReag enGAAn: asam haemathamaolic (a) dan asam physodalic (b)
Kingdom
Fungi
Divisi
Ascomycota
Kelas
Lecanoromycetes
Ordo
Lecenorales
Famili
Parmeliaceae
Genus
Flavoparmelia
Spesies
Flavoparmelia caperata
Gambar 4. Spora (Tipe l)
Hale(1986)
18
BAB V PEMBAHASAN 5.1 Coccocarpia erythroxyli
Kelompok likhen dari genus Coccocarpia, yang meliputi 23 spesies di seluruh dunia, tersebar di daerah tropis dan daerah subtropis. Likhen jenis Coccocarpia ini memiliki cir-ciri morfologi berupa thalus yang berukuran kecil hingga berukuran sedang, umumnya foliose, namun beberapa dapat berupa fructicose yang berukuran kerdil, tubuhnya dorsiventral, memiliki rhizin, heteromerous, memiliki hifa pada permukaan atas korteks, memiliki medulla, serta periklinal pada bagian bawah korteks. Sel-sel hifa nya berbentuk persegi panjang, merupakan fikobion Syctonema serta alat reproduksinya berupa apothesia biatorine dengan margin yang tidak terlihat jelas. Habitat dari Coccocarpia ini umumnya pada daerah lembab dengan temperature lingkungan yang cukup hangat. Pada penelitian likhen di lingkungan kampus Universitas Padjadjaran ini, didapatkan berbagai jenis likhen, salah satu diantaranya adalah Coccocarpia erythroxyli yang tergolong genus likhen Coccocarpia. Sebelumnya, untuk melakukan penelitian ini dilakukan pengambilan likhen pada pepohonan yang berlokasi di area sekitar depan bale santika. Likhen diambil dari pohon Swietenia mahagoni yang merupakan pohon besar yang berumur cukup tua dan tingginya mampu mencapai 75 kaki. Likhen yang dipilih kemudian diambil dari substratnya, yaitu kulit pohon Swietenia mahagoni, dengan menggunakan pisau lapangan. Likhen diambil dengan ukuran sekitar 5 cm x 5 cm. Selanjutnya likhen disimpan di dalam amplop kertas yang telah dibuat. Di laboratorium kemudian dilakukan berbagai uji untuk mengidentifikasi spesies likhen yang bersangkutan. Uji yang pertama dilakukan adalah Spot Test. Thallus likhen diambil sedikit lalu ditaruh pada plate test yang telah diberi label KC, K, dan C. Hasil yang didapat pada uji spot test dengan reagen KC dan K adalah positif, dimana thalus yang diberi kedua reagen tersebut memberikan hasil berupa 19
warna kuning. Sedangkan, pada thalus yang diberi reagen C memberikan hasil negatif karena tidak menunjukkan perubahan warna apapun. Selanjutnya, uji yang dilakukan untuk mengidentifikasi jenis likhen adalah uji mikro Kristal. Pada uji mikro Kristal ini digunakan 3 macam jenis reagen berbeda, diantaranya adalah reagen G.A.An, G.A.W, serta G.A.An. Hasil dari tes dengan penambahan reagen G.A.An. didapatkan 3 asam, yaitu asam barbatik, asam merochloropacic dan asam diasectic. Untuk hasil dari reagen G.E didapatkan asam friendelin. Pada pengamatan alat perkembangbiakan untuk spesies Coccocarpia erythroxyli didapatkan gambar spora yang terlihat dibawah mikroskop berbentuk bulat yang merupakan simbiosis dari fungi golongan Ascomycotina dan alga Chlorophyta yang di duga dari genus Gleocapsa.
5.2 Dirinaria picta Lichen Dirinaria picta mempunyai jenis thalus foliose dengan lebar 2-7 cm dan tebalnya mencapai 2mm. Dirinaria picta berwarna abu-abu kebiruan, abuabu, abu-abu hampir putih dan mengkilap. Soralia berupa lapisan tipis, bulat, berbentuk kepala sedangkan soredia seperti tepung. Medulanya berwarna putih, bagian terendah jarang berwarna oranye. Jika demikian , hanya pada ujung lobus saja. Dirinaria picta tidak memiliki rhizine. Pada permukaan bawahnya terdapat warna hitam di tengahnya, semakin menuju lobus, warnanya semakin pudar. Apotechia tidak terlihat. Terdapat pseudocyphellae. Namun tidak berbeda , marginal jarang laminal. Biasanya terbatas pada bagian perifer dari lobus , jarang yang seperti anak sungai. Berdasarkan hasil dari spot test yang telah dilakukan didapatkan hasil positif pada pewarnaan KOH karena terlihat ada sedikit warna kuning pada permukaan thalusnya. Sedangkan untuk pewarnaan KC dan C tidak memberikan hasil positif yang ditandai dengan perubahan warna pada thalus. Pada pewarnaan KC memang terlihat warna kuning pada larutan KC. Tetapi pada permukaan thalusnya tidak terjadi perubahan warna. Hasil positif pada pewarnaan KOH
20
menandakan bahwa lichen Dirinaria picta mengandung asam atranorine. Hal ini didukung dengan pernyataan Nash III (2004) yang menyebutkan bahwa hasil spot test pada bagian korteks atas yaitu K + kuning , C - , KC - , P + kuning. Sedangkan pada bagian korteks bawah medula K - , C - , KC - , P -. Menurut Nash (2004), sekunder metabolit dari Dirinaria picta di bagian korteks atas berupa atranorin dan bagian medula dengan asam divaricatic. Pada tes mkrokristal yang telah dilakukan dengan menggunakan pewarna GAW, GaAN, GE dan GAOT terdapat beberapa mikro kristal yang terlihat. Pada pewarnaan GaAN terdapat asam haemathamaolic dengan perbesaran 400X. Pada pewarnaan GE terdapat asan physodalic acid dengan perbesaran 400X. Sedangkan untuk pewarnaan GAOT dan GAW tidak terlihat adanya mikrokristal. Substrat Dirinaria picta yaitu kulit kayu (terutama pada cocos) atau batuan di wilayah pesisir. Lichen ini terdapat di semua wilayah tropis dari kedua belahan bumi. Spesies ini menyebar di pantropical ke daerah subtropis dan sering meluas ke daerah beriklim sedang. Sampai saat ini belum ditemukan manfaat dari lichen Dirinaria picta.
5.3 Flavoparmelia caperata Proses pengambilan likhen Flavoparmelia caperata dilakukan di daerah kampus Universitas Padjajaran Jatinangor tepatnya di tempat penjualan susu sapi Fakultas Peternakan dekat Balai Santika.Likhen ini diambil dari pohon Swetenia mahagoni.Likhen diambil beserta substratnya agar tidak rusak kemudian dimasukan ke dalam kertas sampel.Likhen selanjutnya dilakukan proses identifikasi di Laboratoriun taksonomi tumbuhan Jurusan Biologi Universitas Padjajaran.Tahap
awal
identifikasi
dilakukan
uji
spot
test
atau
tes
pewarnaan.Pewarnaan dilakukan dengan 3 jenis reagen yaitu Kalium hidroksida (KOH) , Calsium hipoklorit (CaHCl3) dan Campuran keduanya (KC).Pewarnaan dengan reagen Kalium hidroksida (KOH) memberikan hasil positif yaitu terbentuknya warna kuning setelah ditunggu selama bebrapa menit dari proses
21
penetesan.Hal itu menunjukan bahwa Flavoparmelia caperata mengandung asam atranorine dan asam salazinat (salazinc) pada bagian korteksnya.Penetesan dengan Calsium hipoklorit (CaHCl3) memberika hasil negatif setelah ditunggu beberapa menit dari penetesan.Hal ini menunjukan ahwa likhen jenis tersebut tidak mengandung asam gyroporic ataupun asam lecanoric.Tes warna yang terakhir adalah pewarnaan dengan menggunakan KC yakni campuran Kalium hidroksida (KOH) dengan Calsium hipoklorit (CaHCl3) hasilnya positif dimana terbentuk warna kuning yang hampir mendekati warna orange.Ini menunjukan bahwa Flavoparmelia caperata mengandung asam alectronic,asam physodic,dan asam barbatic. Tahap selanjutnya adalah dilakukan uji mikrokristal.Uji ini dilakukan dengan cara meneteskan reagen kepada thallus yang telah dihaluskan sebelumnya.Ada tiga reagen yang digunakan, G.A.An (Gliserin, Alkohol 95%, Anilin), G.A.W (Gliserin, Alkohol 95%, Air), dan G.E (Gliserin, Asam asetat). Pada uji dengan menggunakan reagen G.A.An ditemukan mikrokristal dengan bentuk jarum. Flavoparmelia caperata merupakan jenis likhen yang memiliki tipe thallus folios.Likhen ini biasanya ditemukan berwarna hijau ke abu-abuan,apabila kering akan terlihat lebih pucat,dan berwarna hijau agak kekuningan apabila dalam keadaan basah.Permukaan thalusnya pada umumnya memiliki tekstur yang halus namun beberapa ditemukan terdapan bintil seperti glandula yang disebabkan karena sudah umur likhen yang sudah tua.Rhizom pada Flavoparmelia caperata berfungsi seperti rhizome pada likhen lainnya yaitu sebagai alat yang berfungsi melekat kan likhen pada substratnya.Rhizom pada Flavoparmelia caperata memiliki struktur yang tidak bercabang dan substratnya berupa batang pohon.Namun ada beberapa jenis dari genus ini dapat tumbuh di bebatuan tapi jenis ini sangat sulit ditemukan. Flavoparmelia caperata berkembang biak dengan cara Fragmentasi thallus. Perkembangbiakan ini termasuk kedalam jenis perkembangbiakan vegetatif. Prosesnya yaitu dengan cara memisahkan bagian tubuh yang telah tua dari induknya kemudain berkembang menjadi individu baru.Bagian tubuh yang terpish tersebut dinamakan fragmen.Pada beberapa jenis likhen tertentu fragmen tersebut setelah
22
terpisah dapt terbawa oleh angin kemudian menempel pada substrat yang tepat dan dapat tumbuh lalu berkembang menjadi individu likhen yang baru.Cara perkembangbiakan seperti ini merupakan cara yang paling efektif dalam memprbanyak jumlah populasi individu baru. Likhen yang mengandung berbagai macam asam seperti yang terkandung di dalam likhen Flavoparmelia caperata yaitu sejenis asam usnat dapat digunakan sebagai antibiotic.Asam usnat merupakan antibiotic yang paling umum terkandung dalam likhen dan merupakan antibiotic dengan spectrum luas.Menurut Grupta et.al (2007) melaporkan bahwa ekstrak campuran dari likhen jenis Flavoparmelia caperata , Heteroderma leucomela,Everniastrum cirrhatum,Rimelia reticulate,dan Stereocaulon
foliolosum
mampu
menghambat
pertumbuhan
bakteri
Mycobacterium tuberculosis strain H37Rv dan H37Ra penyebab penyakit tuberculosis (TBC).Asam salazinat (asam salazinc) yang terkandung dalam Flavoparmelia caperata juga mampu menghambat aktivitas beberapa jenis jamur seperti Candida albicans dan Aspergillus niger.Selain sebagai antibakteri dan antijamur likhen Flavoparmelia caperata dapat digunakan sebagai bioindikator pncemaran di lingkungan tepat dia tumbuh,yaitu di Lingkungan sekitar Kampus Universitas Padjajaran Jatinangor. Tingkat pencemaran bisa diketahui dengan cara mengukur kandungan Pb yang terdapat pada likhen,apabila kandungan Pb ini tinggi maka dapat disimpulkan bahwa pencemaran udara di daerah tersebut juga tinggi,begitupun sebaliknya. Namun penggunaan likhen sebagai bioindikator hanya mengukur kualitas udara secara kualitatif tidak secara kuantitatif. Penggunaan likhen sebagai bioindikator memiliki banyak kelebihan di bandingkan dengan alat pemantau pencemaran udara yang otomatis, penggunaan likhen sebagai bioindikator tidak memerlukan energi, karena langsung terpapar dan terfluktuasi oleh alam selain itu dapat digunakan secara periodik (Damar, 2011).
5.3 Peranan Likhen Lichen memiliki peranan yang penting dalam perekonomian yaitu sebagai bahan makanan yang dapat diolah oleh daerah-daerah tertentu, dapat digunakan
23
sebagai primitive antibiotics, maupun sebagai ekstrak pewarna ungu dan merah. Lumut kerak mampu hidup pada daerah bebatuan dan mampu merubah area tandus berbatu menjadi tempat yang digunakan untuk tumbuh-tumbuhan lain. Peran lumut kerak bagi manusia: 1. Sebagai tumbuhan perintis 2. Membantu siklus nitrogen 3. Sebagai indikator lingkungan Pengaruh
Lichenes
Terhadap
Pencemaran
Udara
Lumut kerak (Lichenes) ini merupakan gabungan miselium jamur yang di dalamnya terjalin sel-sel alga dan keduanya saling bersimbiosis mutualisme. Jamurnya adalah golongan Ascomycota atau Basidiomycota dengan alga hijau/Chlorophyta
atau
alga
biru/Cyanophyta
yang
uniseluler.
Meskipun keduanya hidup sendiri-sendiri, tetapi dengan hidup pada lumut kerak lebih menguntungkan bagi keduanya, karena mereka mampu hidup pada substrat atau tempat yang organisme lain tidak dapat hidup, misalnya batu. Karena mampu hidup pada batu-batuan, Lichenes ini dikatakan sebagai organisme perintis yang mampu hidup di atas batu. Lichenes tersebut memulai pembentukan tanah dengan melapukkan permukaan batuan dan menambahkan kandungan zat-zat yang dimiliknya. Lichenes dapat juga digunakan sebagai indikator pencemaran udara, karena dia tidak mampu hidup pada udara yang sudah tercemar. Jadi, apabila di suatu daerah tidak ada Lichenes, ini menunjukkan bahwa udara di daerah tersebut sudah tercemar. Selain itu, Lichenes dapat dimanfaatkan pula sebagai obat, digunakan sebagai penambah rasa dan aroma, serta pigmen yang dihasilkan dapat dibuat
kertas
lakmus
celup
untuk
menentukan
indikator
pH.
Dari sejumlah laporan diketahui bahwa talus Lichenes dapat mengakumulasi Pb yang berasal dari hasil emisi gas buang kendaraan bermotor. Hasil penelitian Bargagli et al (1987) dalam Nursal, dkk (2005) menunjukkan bahwa Lichenes merupakan indikator yang baik terhadap pencemaran udara. Di daerah TuscanyItalia, konsentrasi Pb pada talus Lichenes terdapat 13,2 μgg-1 berat kering. Konsentrasi Pb terbanyak ditemukan di daerah yang dekat dengan area parkir kendaraan dan di dekat jalan raya. Akumulasi Pb pada Parmelia physodes menurun secara proporsional pada jarak yang semakin jauh dari jalan raya (Deruelle dan
24
Kovacs, 1992 dalam Nursal, dkk, 2005). Hasil penelitian Deruelle (1981) dalam Nursal, dkk (2005) juga menunjukkan bahwa pada jarak 15 m dari jalan raya akumulasi Pb ditemukan sebanyak 1002 μgg-1 berat kering, sedangkan pada jarak 600 m dari jalan raya akumulasi Pb hanya 65 μgg-1 berat kering. Lichenes juga dapat digunakan sebagai indikator terhadap berbagai polutan diantaranya SO2, NO2, HF, Chlorida, O3, peroksi asetat, logam berat, isotop radioaltif, pupuk, pestisida, dan herbisida tergantung pada tingkat sensitifitasnya (Kovacs, 1992 dalam Nursal, dkk, 2005).
25
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan di kawasan UNPAD Jatingor dengan plotting daerah depan Bale Santika dapat diambil simpulan: Cara mengidentifikasi lichen yang kami lakukan khusunya di daerah Universitas Padjadjaran (UNPAD) yaitu melakukan pengambilan spesies lichen dengan pemisahan dari habitatnya, lalu diamati dibawah mikroskop stereo untuk melihat alat perkembangbiakan, test spot test dengan reagen KOH,KC,dan C. Dan tes mikrokristal dengan reagen G.A.W, G.A.An, dan G.E. Metode yang digunakan untuk menentukan spesies dari likhen yang diambil adalah dengan mengjinya dengan uji spot test untuk mengetahui ada reaksi positif dari sampel liken dengan menggunakan reagen KC, KOH dan C. Kemudian dengan uji mikrokristal untuk mengetahui jenis asam yang terkandung didalam likhen tersebut. Serta pengamatan dibawah mikroskop stereo untuk mengamati alat perkembangbiakannya dan di bawah mikroskop cahaya untuk melihat sporanya. Penelitian likhen di kawasan UNPAD dilakukan untuk mengetahui keanekaan liken yang berada di UNPAD Jatinangor. 6.2 SARAN Sebaiknya sarana dan prasarana dapat dibantu oleh pihak fakultas. Juga akan lebih baik lagi jika buku sumbernya dilengkapi. Seslain itu sangatlah bijak, bila kami dibantu untuk mengidentifikasi spesies-spesies yang ditemukan agar mudah dalam mengerjakan laporan. Terimakasih.
26
27
DAFTAR PUSTAKA Behera, B.C., N. Verma, A. Sonone, U. Makhija. 2009. Optimization of Culture Conditions for Lichen Usnea ghattensis G. Awasthi to Increase Biomass and Antioxidant Metabolite Production Food, Technol, Biotechnol. 47(1). Dharmaputra, O.S; Wydia, A & Nampiah, G. 1989. Penuntun Praktikum Mikologi Dasar.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor. Bogor. Fink, B. 1961. The Lichen Flora of The United States. Ann Harbor, The University of Michigan. United State of America. Hale, M.E. 1979. How to Know The Lichens, Second Edition. WCB McGraw-Hill. Boston.
Huneck, S. 1999. The Significance of Lichens and Their Metabolites. Wiss. 86(12). Ingólfsdóttir, K, G.F. Gudmundsdóttir, H.M. Ogmundsdóttir, K. Paulus, Haraldsdóttir S, H.
Kristinsson, R. Bauer. 2002. Effects of
Tenuiorin and Methyl Orsellinate from the Lichen Peltigera leucophlebia on 5-15-lipoxygenases and Proliferation of Malignant Cell Lines In Vitro. Phytomedicine. 9(7). Jayallal,U. 2013. The Lichen Dirinaria picta New to South Korea. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3817231/. Diakses pada 26 Desesnber 2013 Pukul 06.30 WIB. Moore, E. 1972. Fundamental of The Fungi, 4th Edition. Landecker Prentince Hall International Inc.
Nash III. 2004. Description. http://eol.org/data_objects/10548585. Diakses pada tanggal 26 Desember 2013 pukul 06.00 WIB. Noer, I.S. 2004. Bioindikator Sebagai Alat Untuk Menengarai Adanya Pencemaran Udara. Forum Komunikasi Lingkungan III, Kamojang. Bandung
Oksanen, I. 2006. Ecological and Biotechnological Aspects of Lichens (MiniReview). Appl. Microbiol. Biotechnol. Ranković, B., M. Misić, S. Sukdolak. 2007. Antimicrobial Activity of Extracts of the Lichens Cladonia furcata, Parmelia caperata, Parmelia pertusa, Hypogymnia physodes and Umbilicaria polyphylla. Br. J. Biomed. Sci. 64(4).
28
Grupta,V.K,M.P.Darokar,D.Salkia,A.Pal,A.Fatima,S.P.S Kanuja.2007.Antimycobacterial Activity of Lichens.Pharm.Bio Mirsa,A.R,P Agrawal.1978.Lichens ( A Preliminary Text).Oxford and IBH Publishing Co.New York-Bombay-Calcuta. http://species.wikimedia.org/wiki/Coccocarpia_imbricascens. di akses 24 Desember 2013 Henssen A. Eine Revision der Flechtenfamilien Lichinaceae und Ephebaceae. Symbolae Bot Upsalienses 1963;18:90. Park YS. The Macrolichen Flora of South Korea. The Bryologist 1990;93:105–160. Brodo IM, Sharnoff SD, Sharnoff S. Lichen of North America. New Haven and London: Yale University Press; 2001. pp. 279-280. Arvidsson L. A monograph of the lichen genus Coccocarpia. Opera Bot 1983;67:1–96. Arvidsson L. Coccocarpiaceae. Flora of Australia 1991;54:152–159.
29