29 Juz Harga Wanita Wanita
“Sek eka ara ran ng ka kau u se serrin ing g mel elam amun un To Ton? n?” ” Eko mel elem emp par bantal ke wajah Toni. Toni malam ini bermalam di rumah Eko, tempat salah satu pela pe lari rian an ba bagi gi To Toni ni.. Ek Eko o be berce rcela lana na pe pend ndek ek me meng ngga gant ntun ung g ce cela lana na panjangnya, Toni berbaring diam di atas kasur kapuk tak berb be rban anta tal, l, la lamp mpu u di ka kama marr Ek Eko o put utih ih be berp rpij ijar ar.. Ka Kama marr Ek Eko o ta tak k punya ranjang, hanya kasur di atas lantai, satu almari dan cermin kecil menggantung di dinding dekat pintu. Menatap Toni teta tap p melamu mun n Eko mengambil gitar, berniat memainkan sebuah lagu, tapi gitar hanya dipeluk. Hari itu Toni tak banyak bicara, ia terus terpenjara dalam lamunan, “Aku ingin berkenalan dengannya Ko.” “Jangan mimpi Ton, cukup sudah untuk kita hanya bisa melihat wajahnya, senyumnya, kalaupun kita berkenalan, nama kita sudah terhapus setelah pertemuan,” Eko merasa mereka tak akan dilirik. Toni To ni te terse rseny nyum um di pe pemba mbarin ringa gan, n, “A “Aku ku ya yaki kin n ti tida dak. k. Ak Aku u ingin ing in be belaj lajar ar dar dariny inya.” a.” “Belajar apa?” Eko sandarkan gitar ke dinding. “Aku juga tidak tahu, Aku baru sekali ini begitu bahagia meliha mel ihatt wa wanit nita,” a,” Ton Tonii ta tak k ber berhen henti ti ter tersen senyum yum sen sendiri diri.. Eko berkaca sejenak, “Kau jatuh hati Ton. Kau harus tahu diri, dir i, ta tahu hu dir diri!” i!” Karya Ka rya Ma’mun Ma’mun Af Affan fany y
29 Juz Harga Wanita
“Aku tahu diri Ko, aku hanya ingin berkenalan, tak lebih,” Toni duduk. “Tidak mungkin Ton, sudah menjadi tabiat kita kalau terkesan dengan wanita akan berusaha dekat, terus semakin berharap untuk bisa lebih dekat,” Eko berbaring di sebelah Toni, “Dulu aku pernah seperti itu dengan Dede, tapi dia tak membalasku.” Toni termenung. Dede gadis desa yang menolak halus rayuan Eko. Berdua berjejer di kasur bak ikan, melempar lamunan tanpa kata, dengarkan resakan daun di luar perlahan sebarkan ketakutan, Eko menghibur diri pandangi poster Nike Ardila, sedang Toni terus gantungkan angannya pada seorang gadis berbalut kerudung. Tak tahu nama, tak tahu silsilah, Toni mendamba berdasar rasa ingin dekat dengannya. Semakin larut malam semakin membius dua anak adam dengan kantuk. Tak tahu jam berapa mereka tutup mata, tapi saat adzan subuh berkumandang Toni membuka mata lebar. Adzan begitu jelas, mushola dekat, sangat dekat hanya terpisah satu rumah. Tak peduli berkaos lusuh, celana berlubang Toni ingin sekali pergi ke Mushola, Eko masih nyenyak di atas kasur, dengkurnya terdengar pertanda begitu letih tubuhnya. Toni telisik wajahnya sendiri di cermin, tak berbentuk, kumal, kusam, tak terang, jarinya bersihkan sudut mata, ia lepas karet di pergelangan mengikat rambutnya. Waktu pintu kamar
Karya Ma’mun Affany
29 Juz Harga Wanita
dibuka Bapak dan Ibu Eko mau berangkat ke mushola, Toni menyapa, “Ibu mau ke mushola?” Ibu berhenti, ia benarkan tali mukenahnya, “Iya,” bapak Eko sudah lebih awal keluar. “Toni ikut Bu,” canggung bagi Toni, ia seperti anak kecil, dari dulu sangat jarang merambah masjid. “Eko mana?” Ibu heran, anaknya sendiri belum bangun. “Masih tidur di dalam,” Toni menunjuk ke dalam. “Bangunkan Ton,” Ibu sudah akrab, menganggap Toni bak anak sendiri, sedari kecil sering menyelip tidur di rumah. Toni masuk ke kamar, tangan Eko kuat ditarik, “Bangun Ko.” Eko belum membuka mata. “Ko! Sudah subuh,” Toni menyadarkan. Seketika
Eko
membuka
dua
matanya
lebar-lebar,
“Maksudmu?” “Ayo ke mushola,” Toni menarik tangan berdiri. Kontan Eko garuk kepala, Toni tak pernah menyadarkan untuk sholat, apalagi ke masjid, Eko merasa aneh, Eko belum sadar, seakan bermimpi. “Aku duluan Ko,” Toni tinggalkan Eko, Toni hafal, setelah dibangunkan Eko tertidur kembali. Tapi hari ini Eko tergerak, ia ikut berangkat, ia ingin tahu apakah Toni benar-benar ke mushola. Eko lilitkan sarung di leher, bercelana pendek ia tembus fajar, ia perhatikan teman karibnya mengambil air wudlu di Karya Ma’mun Affany
29 Juz Harga Wanita
pancuran. Mulut Toni tak bergerak, memang Toni tak tahu apa do’anya. Yang membuat Eko takjub, “Kenapa baru hari ini Toni berwudlu? Kenapa baru detik ini ke mushola?” Pandangan Eko tak lepas dari Toni, bagaimana ia duduk bersilah mendengar pujian, bagaimana ia diam menunggu iqomah, bagaimana Toni bertakbir, bagaimana Toni berdzikir tanpa tasbih, bagaimana Toni pejamkan mata mengangkat dua tangan setinggi dada kala berdo’a, semua tak Eko lepaskan. Saat usai Eko mendekat ke sisi Toni, ia masih belum berpindah dari tempatnya bersujud, di barisan paling depan, “Sudah selesai Ton?” Toni mengangguk, ia ingin beranjak pergi, tapi Eko menariknya duduk kembali, “Sebentar Ton!” Toni tertarik duduk berhadapan. “Selama ini kamu tak pernah sembahyang, paling berharap pada langit malam di bawah bulan dan bintang. Pagi ini aku ingin tahu do’amu,” Eko tak sedikitpun tersenyum. “Aku ingin mengenal gadis itu,” singkat tapi jelas, Toni menahan nafasnya. “Kamu serius ingin mengenalnya?” Eko takjub. “Aku sungguh-sungguh ingin mengenalnya, aku yakin Allah kabulkan do’aku, aku yakin bagi Allah sangat mudah untuk memberi tahu namanya padaku,” Toni sangat yakin. “Jangan gila Ton,” Eko memandang gadis itu begitu mulia, mungkin semakin Toni kejar ia akan semakin menjauh, Toni semakin tersiksa, mungkin gadis itu perlahan akan menghilang. Karya Ma’mun Affany
29 Juz Harga Wanita
“Aku tidak gila Ko, aku hanya ingin tahu namanya.” Eko gelengkan kepala melihat temannya seakan terasuk setan, berhasrat untuk mengenal gadis di balik kesucian. Eko tahu jika Toni inginkan sesuatu tak pernah menyerah, ia lakukan dengan segenap jiwa raga yang ada. Kalau bukan Toni mungkin tidak akan tamat SMA, setahun tak sekolah untuk mencari uang, setelah terkumpul baru melanjutkan, dan sekarang hasrat Toni muncul kembali, ingin mengenal gadis yang tak pernah bicara, tak pernah membalas pandangannya hanya melihat sekejap saja. Hari ini sebelum hari akhir mengangkat batu. Seperti biasa Toni dan Eko berangkat ke rumah pak Hendra bersama, naik di bak truk, mengangkut batu dari tepi sungai, melempar batu dari truk di pondok Fathun Qorib. Hari ini langit tak begitu bersahabat, mendung, gelap, awan kelabu setengah hitam, petir menyambar menggelegar, angin ribut terbangkan debu rontokkan dedaunan, pak Hendra sudah berlindung di teras masjid beratap terpal biru, Toni dan Eko dari atas truk bersamaan menatap langit seakan menantang, mereka bersiap menerima runtuhan hujan, ranting-ranting terombang-ambing
angin,
beberapa
santriwati
berlarian
mengambil jemuran, saat pakaian sudah terpeluk mereka berlari berlindung di kamar. “Der!!!”
petir
menyambar,
tak
berselang
detik,
“Bresss!!!’ hujan deras mengguyur, Toni dan Eko basah kuyup, berdua tak berlindung, batu tinggal sedikit, mereka sudah sering makan hujan bersama, diantara kabut deras hujan tubuh mereka Karya Ma’mun Affany
29 Juz Harga Wanita
bergerak, tangan mereka sekuat tenaga melempar batu dari bak truk, keringat dan air menyatu, lelah dan dingin membaur. Toni tak lepas topinya, Eko melepas kaosnya jadikan penutup wajah bak ninja agar tak sakit tertusuk jarum hujan, saat kilat menggaris langit
bak
sengatan,
mereka
duduk
sejenak
berlindung,
“Derrr!!!” petir menyambar kabarkan ketakutan. Batu terakhir Toni lempar, air menciprat, Toni loncat, Eko menyusul, di tengah lebat hujan mereka berlarian menuju teras rumah pak Kyai, mereka seperti anak kecil bermain hujan, hanya mereka berdua yang bergerak menerjang, Toni lebih cepat, Eko tertinggal di belakang, air menggenang tenggelamkan mata kaki tak tampakkan daratan, petir sekali lagi menyambar di tengah lebat hujan “Derrr!!!” tak disengaja kaki Eko menginjak sesuatu, “Cusss!!!” paku menusuk telapak kaki kanannya, Eko terduduk seketika, “Ton!!!” sekuat tenaga
Eko memanggil, guyuran
hujan buyarkan suara, tapi sayup kecil Toni mendengar. Toni balikkan tubuhnya, berlari dekati Eko yang duduk beralas air memegang kaki kanannya, darah mengalir, air hujan di sekitar tubuh Eko memerah darah, Eko tak sanggup berjalan, tanpa bertanya Toni angkat tubuh Eko, membopong meski tergopoh-gopoh, air hujan di muka tak diusap, terus menerjang, sekuat tenaga menahan, dari kaki kanan darah terus menetes, di teras pak Kyai Toni letakkan Eko dekat tiang biarkan bersandar, Toni tak peduli lantai menjadi setengah berlumpur. “Tahan sebentar Ko,” Toni meminta Eko sabar, tetesan merah di lantai tampak kental. Karya Ma’mun Affany
29 Juz Harga Wanita
Sejenak Toni celingukan, tak ada orang, semua jauh, matanya hanya bisa menyelip diantara putih kabur suasana, yang terdekat tak lain pintu rumah pak Kyai, tanpa berfikir Toni ketuk pintu keras, “Assalamu’alaikum!!!” Tak ada yang keluar. “Assalamu’alaikum…” Toni kembali mengetuk, wajahnya berulang-ulang melihat Eko meringis menahan perih. Pintu terbuka, pak Kyai ada di hadapan Toni, berkaos dalam seakan hendak tidur di kasur. “Maaf pak Kyai, saya hanya butuh pertolongan, kaki teman saya menginjak paku,” Toni menunjuk Eko, ia tak canggung meski sekujur tubuh basah menetes air. Pak Kyai melongok, lantai rumahnya setengah merah, “Tunggu sebentar,” pak Kyai menutup pintu kembali. Toni ke dekat Eko, darah terus mengalir. “Ambilkan batu Ton,” Eko meminta. Toni ke halaman mencari batu, ia cepat kembali, “Ini.” Eko memalu kakinya berkali-kali dengan batu, bibirnya terkulum menahan perih, matanya memejam menahan pedih. “Kak!” tiba-tiba dari belakang satu gadis datang, ia duduk tepat di belakang Toni, kalau Toni tidak panik, ia mampu menghirup wangi Spalding, tapi semua pudar, Toni hanya memandang telapak kaki merah Eko. Dari belakang kotak putih P3K disodorkan.
Karya Ma’mun Affany
29 Juz Harga Wanita
Toni
mencomot,
ia
mencari
sesuatu
tapi
tak
menemukannya, “Tolong ambilkan air hangat dan handuk kecil Mba’.” “Kakak ikat dulu kakinya agar darah tidak terlalu banyak keluar,” setengah lari gadis tersebut masuk, kelebat roknya terdengar, Eko memperhatikan tiap langkahnya, tapi Toni sibuk membuka kain kasa sebagai tali mengikat pergelangan kaki Eko. Nafas Eko terengah-engah menahan sakit sekaligus menatap seorang yang sedari pagi bahkan malam ada dalam setiap kata, mimpi, harapan, dan do’a Toni. “Ini kak,” satu tangan menyodorkan. “Makasih mba’,” Toni bisa sedikit lega. Kaki Eko Toni pangku, ia lap perlahan dengan handuk putih kecil, telapak kaki tampak putih mayat, getir dingin, tapi seketika merah saat darah kembali menyembul mencemar, “Mungkin aga’ sakit Ko.” Toni ambil air hangat di gayung, sedikit demi sedikit Toni guyur kaki Eko. “Aduh!!!” Eko mengerang. Toni erat memegang tak sadari gadis di belakang Toni tersenyum geli dengan gigi tak tampak, ia setengah menunduk tersenyum imut, tersenyum manis dengan pangkuan punggung telapak tangan, tersenyum suci menahan lucu, tak ada suara tapi Eko memperhatikannya. Mulut Toni menggigit ujung kemasan plastik sulfatilamit, ia tabur di luka dan sekitarnya, Toni gunting kain kasa, Karya Ma’mun Affany
29 Juz Harga Wanita
melipatnya empat kali menjadi penyumpal luka, dengan kain kasa yang panjang Toni mulai mengikat, pelan tapi pasti Toni hati-hati, dililitkan, saat terakhir Toni tak bisa rapikan ujungnya, hanya diselipkan. “Jangan seperti itu Kak, nanti malah lepas,” gadis di belakang Toni memberi tahu. Toni menoleh, “Trus…” seketika kata-kata Toni terputus menyadari gadis yang ada didekatnya, terhenti kata-kata saat ia sanggup melihat dua bening matanya begitu dekat, begitu jernih, meski ia tak membalas tapi Toni hanyut seolah masuk ke dalam dua matanya, kata tak lagi berlanjut, tak lagi bersambung, Toni bungkam dalam pagutan keadaan, berderai dingin hujan ia pandangi keindahan, harumnya seolah keringkan badan, ia tak merasa memangku kaki Toni, ia pandangi jernih alas dua katup bibirnya, merah kilau pipinya seolah ia mampu berkaca, baru saat itu ia seolah tak terbatas waktu bisa menatapnya, wajah yang tersenyum saat berkata, yang mampu memecah karang sepi, menyejuk panas hati, yang mampu tundukkan angkuh selimuti tubuh
dengan
segenggam
tatapan
penuh
nafas
malaikat
kebijaksanaan. “Kakak sobek jadi dua ujungnya dengan gunting,” santun ia menuntun, matanya menyorot ke kaki. Kesadaran Toni tergugah, ia lihat kembali kaki Eko, ia ikuti tanpa sedikitpun menyanggah.
Karya Ma’mun Affany
29 Juz Harga Wanita
“Kakak ikat, tapi jangan terlalu kuat, nanti sakit,” langkap ia berkata, tata cara, bahkan sebab akibat. Malaikat mana yang menjadi perantara dalam penciptaannya. Saat mengikat Toni terpejam, ia berulang-ulang bersyukur bisa dengar kata-katanya bak suara tipis kabut, tak pernah ia dapati kata selembut itu, kata seolah Ibu untuk anaknya. Mungkin bagi Eko kata-kata seperti itu sangat biasa, tapi bagi Toni semua itu sama artinya bermimpi ada seseorang yang mengasihinya. Toni mengikat sesuai petunjuk, tak terlalu kencang, perlahan kaki Eko Toni singkirkan dari pangkuan, “Singkirkan kakimu Ko.” Gadis itu rapikan setiap alat dan obat, Toni cermati setiap gerak-geriknya,
bagaimana
jemarinya
memungut,
bagainya
caranya benarkan kerudung dengan jemari kirinya, bagaimana ia menunduk sembunyikan dagunya, Toni mencegahnya pergi, “Mba’!” Gadis itu berhenti. “Minta tolong ambilkan kain lap dan ember,” Toni hati-hati, takut salah. Gadis itu hanya mengangguk, sedikit kembungkan dua pipinya. “Sudah sedikit baikan Ko?” Toni pandangi kaki Eko. “Aku senang melihatmu seperti punya semangat baru,” Eko lupakan pertanyaan Toni, lupakan sejenak kakinya. “Maksudmu?” Toni tak mengerti, menoleh ke belakang sekali. Karya Ma’mun Affany
29 Juz Harga Wanita
“Waktu melihat gadis itu kau berbeda Ton, seolah kamu jadi ranting yang sedang dimainkan angin,” Eko tersenyum, “Toni yang aku kenal tak semudah itu menurut, tapi hari ini kamu menjadi bunga bakung di atas air yang ikuti ke mana air mengalir,” Eko tajam menatap, selama ini Toni tak mudah mengalah. “Entahlah Ko, aku merasa dia penuntunku,” Toni sendiri bingung, termenung sendiri. Gadis tersebut kembali datang, membawa ember dan kain pel. Ia berbaju biru, roknya hitam, jalannya begitu pelan sembunyikan suara kain di lingkaran kakinya, “Ini kak,” sembari duduk ia berikan. “Makasih mba’,” Toni menerima. Gadis tersebut kembali masuk ke dalam. Pertemuan hari ini sempurnakan lukisan yang ada di hati Toni, gerak-geriknya kini terpahat, suaranya sudah terekam, sorotan matanya sudah menjelma petir menyambar hati. Toni mengisi ember dengan air hujan, mencuci kain, lantai bekas langkah kakinya dibersihkan perlahan. Sembari melihat Eko bersyukur memiliki teman seperti Toni, tak pernah mengukur jasa, tak pernah mengharap balasan, semua terberi karena merasa hidup sepenanggungan. Hidup Toni tlah payah, hanya bantuan yang mampu diberikan, Eko dalam hati ikut berdo’a semoga Toni bisa temukan kebahagiaan terbaiknya. Toni lupa seluruh teras, sesekali memeras, sesekali celupkan kain di ember, saat usai Toni dan Eko duduk berdua Karya Ma’mun Affany
29 Juz Harga Wanita
menunggu hujan reda berselimut baju basah kuyup, kaki Eko serasa semakin membaik meski pedih. Pintu rumah pak Kyai tiba-tiba terbuka, gadis nan anggun membawa nampan berisi dua gelas teh panas, asapnya masih mengepul, ia mendekat, duduk bersimpuh perempuan, sedikit jauh, tak terlalu dekat dengan Toni dan Eko, ia sodorkan teh sedang tangan kirinya memingit ujung kerudung agar tak berkibar tersapu angin hujan. “Mba’…” Toni mencegah gadis tersebut pergi begitu saja. “Boleh saya tahu nama Mba;,” tak tampak wajah menggoda dari Toni. Gadis tersebut tak langsung menjawab. Toni harap cemas, “Kalau Mba’ keberatan tidak apa-apa,” Toni tak memaksa. “Naela,”
sejenak berhenti, “Naela Khasna,” Naela tak
memandang, ia ingin pergi. Tapi Toni sekali lagi mencegah, “Mba’…” Naela berhenti. “Terimakasih banyak untuk semua,” Toni tak bisa bayangkan bagaimana kaki Eko tanpa pertolongan Naela. Tak ada jawaban, sekali lagi hanya sebuah senyuman diberikan, senyum yang indah laksana sinar di tengah rintik kecil hujan membentuk pelangi melukis warna di lubuk hati yang paling dalam, senyum yang akan selalu dikenang, akan selalu diputar saat diam, akan selalu tersimpan rapi entah sampai kapan. Karya Ma’mun Affany
29 Juz Harga Wanita
Pesan sekarang novel paling dicari oleh wanita
Indonesia, sebuah novel yang langsung ditandatangani oleh penulisnya. Hubungi 085747777728, Anda akan dilayani dengan sebaik-baiknya.
Ukuran 13,5 x 20,5 Tebal 365 hal. Cover Full Colour Isi Book Paper Harga Rp. 65.000, Jawa Timur Gratis Ongkir Luar Jawa Timur + Rp. 5000, Luar Jawa + Rp. 15.000
Karya Ma’mun Affany