HALAMAN PENGESAHAN
Laporan lengkap Praktikum Kimia Fisik I dengan Judul “Diagram Biner ” disusun oleh: Nama Praktikan
: Norman Adi Husain
NIM
: 1213140002
Kelas / Kelompok
: Kimia Sains / II
Telah diperiksa oleh Asisten dan Koordinator Asisten yang bersangkutan dan dinyatakan diterima.
Makassar,
Juni 2014
Koordinator Asisten
Asisten
Ahmad Fudhail, S.Pd, M.Si
Asma Indriasari, S.Pd
Mengetahui, Dosen Penanggung Jawab
Dra. Hj. Sumiati Side, M.Si NIP. 19610923 19610923 198503 2 002 002
I.
JUDUL PERCOBAAN
Diagram Biner
II. TUJUAN
Tujuan dari percobaan ini adalah Mahasiswa diharapkan mampu menetapkan (mencari) suhu kelarutan kritis (titik konsulat) sistem biner air-phenol.
III. LANDASAN TEORI
Sistem dua komponen atau disebut juga biner, memiliki jumlah komponen dua dengan aturan fasa yang diperoleh sebagai berikut: F = 2 – 2 – 1 1 + 2 = 3 Maka ada tiga variabel yang harus ditentukan dalam si stem ini, diantaranya adlaah temperatur, tekanan, dan konsentrasi. Grafik yang demikian akan membentuk grafik
tiga
dimensi
yang
sukar
digambarkan.
Untuk
mempermudah
penggambaran, diambil salah satu variabel tetap, biasanya diambil tekanan tetap, hingga diperoleh diagram yang menyatakan hubungan antara temperatur dan konsentrasi (Sukarjo, 2002: 256). Menurut Rohman dan Mulyani (2004: 171 – 191), ada 4 jenis sistem biner yang digunakan digunakan yaitu: A. Sistem Dua Komponen Cair-Uap Ideal Sistem dua komponen ini membentuk larutan ideal, dan diagram fasanya yang ditinjau hanya bagian cair-uapnya saja. Larutan ideal adalah larutan yang memenuhi hukum Raoult pada semua rentang konsentrasi. Menurut Raoult sendiri, tekanan uap jenuh berbanding lurus dengan fraksi molnya. Pernyataan ini dapat dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut. Pi = Xi Pi˚ Pi ˚ Dengan Pi menyatakan tekanan uap (jenuh), diatas larutan pada suhu T, Xi menyatakan fraksi mol, dalam larutan ideal, dan Pi˚ Pi ˚ menyatakan tekanan uap (jenuh) pelarut murni, pada suhu T.
B. Sistem Dua Komponen Cair-Uap Tak ideal Diagram fasa cair-uap untuk sistem tak ideal diperoleh melalui pengukuran tekanan dan komposisi uapnya dalam kesetimbangan dengan cairan yang diketahui komposisinya. Jika larutan sedikit tak ideal, kurvanya mirip dengan larutan ideal dan tidak ada perubahan yang signifikan. Akan tetapi jika larutan menyimpang cukup besar dari tekanan awal, akan diperoleh maksimum atau minimum pada kurva P-X l. Untuk larutan yang mengalami deviasi positif dari hukum Raoult akan diperoleh maksimum pada kurva P-X l pada grafik seperti berikut
b) Diagram fasa T-X
a) Diagram fasa P-X Pmaks
uap (v)
cair (l) Pmaks
T0B l +V
P0 A
l+V
P0B
l+V
l +V
cair (l)
uap (v) 0
X A,1
1
0
T A
0
Kurva titik didih X'A
1
C. Sistem Dua Komponen Cair-Cair Dua cairan dikatakan misibel sebagian jika A larut dalam B dalam jumlah yang terbatas, dan demikian pula dengan B, larut dalam A dalam jumlah yang terbatas. Bentuk yang paling umum dari sistem dua komponen cair-cair biasanya pada tekanan tetap (1 atm). D. Sistem Dua Komponen Padat-Cair Ada banyak ragam jenis kesetimbangan dua komponen padat-cair. Beberapa diantaranya adalah: 1. Kedua komponen misibel dalam fasa cair dan immisibel dalam fasa padat 2. Kedua komponen membentuk senyawa dengan titik lele h kongruen 3. Kedua komponen membentuk senyawa dengan titik leleh inkongruen
4. Keuda komponen membentuk larutan padat 5. Kedua komponen misibel dalam fasa cair dan misibel sebagian dalam fasa padat. Percobaan ini menggunakan sistem dua komponen cair-cair. Menurut Tim Dosen Kimia Fisik (2014: 6), pasangan cairan yang bercampur sebagian dapat dibagi kedalam empat tipe. A. Tipe I Campuran dengan temperatur kelarutan kritis maksimum ( maximum critical solution temperature) Contoh tipe ini
: Sistem Air – Anilin Sistem Air – Phenol Sistem Anilin – Heksana Sistem Metanol – Sikloheksana Sistem Matanol – Karbon disulfida
B. Tipe II Campuran dengan temperatur kelarutan kritis minimum (minimum critical temperature) Contoh tipe ini
: Sistem Air – Trimetil amin
C. Tipe III Campuran dengan temperatur kelarutan minimum dan maksimum Contoh tipe ini
: Sistem Air – Metiletileter Sistem Air – Nikotin Sistem Air – Metil piperidin
D. Tipe IV Campuran yang tidak mempunyai temperatur kelarutan kritis. Jika sampel A ditambahkan sedikit cairan B, maka akan membentuk sampel yang terdiri atas dua fase yang berada dalam kesetimbangan satu sama lain. Fase A dijenuhi oleh B dan begitupun sebaliknya. Diagram temperatur-komposisi dapat dilihat pada gambar berikut.
T
fase - 1
Tuc (293 K) 290 K
T'
t"
t'
273 K
a'
0 A
a
1 0,4
0,2
0,6
0,8
B
Titik kritis atas (Tuc) adalah batas atas temperatur dimana terjadi pemisahan fasa. Diatas teperatur batas atas, kedua komponen benar-benar bercampur. Temperatur ini ada karena gerakan termal yang lebih besar menghasilkan kemampuan campur yang lebih besar pada kedua komponen (Atkins, 1999: 209 – 211). Aplikasi sistem dua komponen ini telah digunakan secara luas. Diantaranya penggunaan Na 2O-Al2O3. Pemilihan komposisi Na 2O-Al2O3 dan temperatur sintering adalah berdasarkan diagram fasa biner De Vries dan Roth. Senyawa ini digunakan sebagai bahan dasar keramik dimana keramik β-Al2O3 tergolong konduktor listrik pada temperatur tertentu, dimana ion Na dapat bergerak bebas, sehingga material ini memiliki konduktivitas listrik cukup tinggi pada temperatur 300˚C yaitu 30 (Ω.cm-1) (Ramlan dan Johan, 2009: Vol. 12). Aplikasi sistem dua komponen yang lain adalah sistem biner N-Butanol dan air serta Isobutanol dan air. Hasil penelitian terhadap dua pasang komposisi dengan menggunakan beberapa instrument memberikan hasil bahwa komposisi fase organik diperoleh sebesar 0,3407 dan fase aqueous sebesar 0,0259 dalam fraksi mol
n-butanol dengan menggunakan model VLLE. Untuk
data isobutanol dengan
model
atau
sistem
VLLE antara
fase
organik
dan fase aquoeus pada 101,3 kPa adalah sebesar 0,5098 dan 0,0398 dalam fraksi
mol
dari
isobutanol
yang
dihitung
pada
saat
temperatur
kesetimbangan 360,85 K (Kuswandi, Rosmaysari, dan Septiyana, 2013, Vol.1).
IV. ALAT DAN BAHAN
A. Alat 1.
Tabung reaksi besar
10 buah
2.
Rak tabung reaksi
1 buah
3.
Sumbat gabus berlubang
8 buah
4.
Termometr 110˚C
8 buah
5.
Kompor gas
1 buah
6.
Kasa asbes
1 buah
7.
Gelas kimia 50 mL dan 100 mL
1 buah
8.
Gelas ukur 10 mL
1 buah
9.
Spatula
1 buah
10. Necara analitik
1 buah
11. Pipet tetes
3 buah
12. Labu semprot
1 buah
13. Penjepit tabung reaksi
1 buah
B. Bahan 1.
Air (H2O)
2.
Phenol (C6H5OH)
3. Natrium Klorida (NaCl) 1% 4.
Metanol (CH3OH) 1%
V. PROSEDUR KERJA
A. Campuran Air-Fenol 1.
Menimbang dan mengukur phenol dann air dengan perbandingan 4 : 4; 4 : 5; 4 : 6; 4 : 7; 4 : 8; 4 : 10; 2 : 6,5; 2 : 8,5; dan 2 : 10
2.
Menutup masing-masing tabung reaksi dengan sumbat gabus yang telah dilengkapi dengan termometer
3.
Memanaskan tiap tabung reaksi pada air panas dan melihat perubahan dari keruh menjadi jernih
4.
Mencatat suhu perubahannya
5.
Membiarkan tabung yang telah dipanaskan pada suhu ruangan hingga larutan kembali keruh dan mencatat suhunya.
B. Pengaruh Penambahan NaCl dan CH 3OH 1.
Menyiapkan campuran 4 gram phenol dan 6 gram air dalam tabung reaksi
2.
Menambahkan 6 mL NaCl 1% dalam tabung reaksi tersebut dan menutupnya dengan sumbat gabus dan termometer
3.
Memanaskan tabung pada air panas hingga jernih dan membiarkan tabung pada suhu kamar hingga larutan kembali keruh
4.
Mencatat suhu dari keruh menjadi jernih dan suhu saat jernih menjadi keruh
5.
Melakukan prosedur yang sama dari 1-4 dengan mengganti NaCl 1% menjadi CH3OH 1%
VI. HASIL PENGAMATAN
A. Campuran Phenol – Air 1.
4 gram Phenol + 4 mL air
Larutan Keruh, terbentuk 2 lapisan
(lapisan atas: air, lapisan bawah: phenol) didinginkan
2.
dipanaskan
keruh kembali (60˚C)
4 gram Phenol + 5 mL air
Larutan
Keruh,
lapisan (lapisan atas: air, lapisan bawah: phenol) (68,5˚C) didinginkan 3.
Larutan
4.
Larutan
Larutan
dingin
dipanaskan
Keruh,
lapisan (lapisan atas: air, lapisan bawah: phenol) didinginkan
2
larutan bening
terbentuk
2
larutan bening
terbentuk
2
larutan bening
keruh kembali (68˚C)
4 gram Phenol + 10 mL air
(71˚C)
dingin
dipanaskan
Keruh,
lapisan (lapisan atas: air, lapisan bawah: phenol)
5.
terbentuk
keruh kembali (66˚C)
4 gram Phenol + 8 mL air
(73˚C) didinginkan
dipanaskan
Keruh,
lapisan (lapisan atas: air, lapisan bawah: phenol) didinginkan
dingin
keruh kembali (63˚C)
4 gram Phenol + 6 mL air
(78˚C)
larutan bening (68˚C)
keruh kembali (64˚C)
dingin
dipanaskan
terbentuk
2
larutan bening
6.
2 gram Phenol + 6,5 mL air
Larutan
Keruh,
lapisan (lapisan atas: air, lapisan bawah: phenol) (76˚C) 7.
didinginkan
Larutan
Keruh,
lapisan (lapisan atas: air, lapisan bawah: phenol)
8.
didinginkan
Larutan
larutan bening
dingin
dipanaskan
Keruh,
lapisan (lapisan atas: air, lapisan bawah: phenol) didinginkan
2
terbentuk
2
larutan bening
keruh kembali (66˚C)
2 gram Phenol + 10 mL air
(78˚C)
dipanaskan
terbentuk
keruh kembali (68˚C)
2 gram Phenol + 8,5 mL air
(75˚C)
dingin
dingin
dipanaskan
terbentuk
2
larutan bening
keruh kembali (69˚C)
B. Penghambat 1.
6 mL air + 4 gram Phenol + 6 mL NaCl
Larutan
Keruh,
terbentuk 2 lapisan (lapisan atas: air, lapisan bawah: phenol) larutan bening (79˚C) 2.
didinginkan
Larutan
dingin terbentuk 2 lapisan (lapisan atas: air, lapisan bawah: phenol) didinginkan
keruh kembali (69˚C)
VII.ANALISIS DATA
A. Penentuan Fraksi Massa Campuran Phenol-Air 1.
Tabung 1 (4 : 4) Dik
Dit
: Vair
= 4,0 mL
m phenol
= 4,0 gram
= 1,0 gram/mL
: 1. Xair
=...................?
2. X phenol Jawab
:
dipanaskan
keruh kembali (68˚C)
6 mL air + 4 gram Phenol + 6 mL CH 3OH
larutan bening (78˚C)
dingin
=...................?
⁄
Keruh, dipanaskan
1.
2.
2.
Tabung 2 (4 : 5) Dik
Dit
: Vair
= 5,0 mL
m phenol
= 4,0 gram
= 1,0 gram/mL
: 1. Xair
=...................?
2. X phenol Jawab
=...................?
:
⁄ 1.
2.
3.
Tabung 3 (4 : 6) Dik
Dit
: Vair m phenol
= 4,0 gram
= 1,0 gram/mL
: 1. Xair
=...................?
2. X phenol Jawab
= 6,0 mL
:
=...................?
⁄
1.
2.
4.
Tabung 4 (4 : 8) Dik
: Vair
Dit
= 8,0 mL
m phenol
= 4,0 gram
= 1,0 gram/mL
: 1. Xair
=...................?
2. X phenol Jawab
=...................?
:
⁄ 1.
2.
5.
Tabung 5 (4 : 10) Dik
Dit
: Vair
= 10 mL
m phenol
= 4,0 gram
= 1,0 gram/mL
: 1. Xair
=...................?
2. X phenol
=...................?
Jawab
:
⁄ 1.
2.
6.
Tabung 6 (2 : 6,5) Dik
: Vair
Dit
= 6,5 mL
m phenol
= 2,0 gram
= 1,0 gram/mL
: 1. Xair
=...................?
2. X phenol Jawab
=...................?
:
⁄ 1.
2.
7.
Tabung 7 (2 : 8,5) Dik
Dit
: Vair
= 8,5 mL
m phenol
= 2,0 gram
= 1,0 gram/mL
: 1. Xair
=...................?
2. X phenol
=...................?
Jawab
:
⁄ 1.
2.
8.
Tabung 8 (2 : 10) Dik
: Vair
Dit
= 10 mL
m phenol
= 2,0 gram
= 1,0 gram/mL
: 1. Xair
=...................?
2. X phenol Jawab
=...................?
:
⁄ 1.
2.
B. Pengaruh Penambahan NaCl dan CH 3OH 1.
Tabung 1 (NaCl) Dik
: Vair
= 6,0 mL
m phenol
= 2,0 gram
V NaCl
= 6,0 mL
= 1,0 gram/mL
= 1,006 gram/mL
Dit
Jawab
: 1. Xair
=...................?
2. X phenol
=...................?
3. X NaCl
=...................?
:
⁄ ⁄ 1.
2.
3.
2.
Tabung 2 (CH 3OH) Dik
Dit
Jawab
: Vair
= 6,0 mL
m phenol
= 2,0 gram
V CH3OH
= 6,0 mL
= 1,0 gram/mL
= 0,79 gram/mL
: 1. Xair
=...................?
2. X phenol
=...................?
3. XCH3OH
=...................?
:
⁄
⁄ 1.
2.
3.
C. Grafik
VIII. PEMBAHASAN
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan titik kritis (titik konsulat) pada suatu diagram biner. Diagram biner adalah diagram fasa suatu sistem yang terdiri dari dua komponen. Titik kritis adalah titik tempat dua fase yang terus-menerus saling mendekati menjadi identik dan membentuk hanya satu fase. Fae didefinisikan sebagai bagian sistem yang beragam atau homogeny diantara keadaan submakroskopisnya, tetapi benar-benar terpisah dari bagian sistem yang lain oleh batasan yang jelas dan baik. Diagram biner disebut juga binary isomorphous ally system. Diagram biner merupakan cara mudah untuk menampilkan wujud zat segabai fungsi suhu dan tekanan. Bahan yang digunakan adalah phenol dan air, dengan berbagai perbandingan. Saat diampurkan larutan menjadi dingin yang menandakan terjadi reaksi endoterm. Campuran air-phenol ini menghasilkan dua lapisan, dimana lapisan atas adalah air dan lapisan bawah phenol. Hal ini dikarenakan massa jenis air lebih rendah dibanding phenol yaitu 1 gr/mL sedangkan phenol 1,003 gr/mL. Selain itu air bersifat polar dan phenol sedikit polar, dimana phenol hanya sekitar 8,3 gram larut dalam 100 mL air. Campuran air-phenol dalam 8 tabung reaksi dengan perbandingan yang berbeda ini kemudian dipanaskan hingga larutan jernih yang menandakan terbentuknya satu fase. Untuk mengetahui temperatur perubahan digunakan termometer yang disiapkan dengan sumbat gabus agar uap larutan yang terbentuk saat pemanasan tidak keluar dari tabung reaksi. Setelah larutan jernih dan dicatat suhunya, larutan kembali didinginkan hingga larutan kembali keruh dan dicatat suhunya. Perubahan campuran menjadi keruh dan jernih dikarenakan larutan mengalami perubahan larutan yang dipengaruhi oleh suhu yang diberikan. Semakin tinggi suhu maka kelarutan phenol pun meningkat sehingga terbentuk satu fase yang disebut dengan titik kritis. Hasil yang diperoleh titik kritis berada pada tabung 3 dengan perbandingan phenol-air 4 : 6 dan suhu yang diperoleh saat pemanasan adalah 78˚C. Titik kritis ini dilihat dari suhu tertinggi yang dicapai oleh suatu campuran.
Menurut teori suhu teoritis dari titik konsulat phenol-air adlaah 65,85 ˚C. Kesalahan ini terjadi karena kurang telitinya Praktikan dalam meneliti perubahan fase, sehingga kesalahan pun menjadi fatal. Dalam percobaan ini phenol dan air yang digunakan karena sistem ini mudah untuk diamati, kelarutan phenol air (8,3 gr/100 mL), memperlihatkan kelarutan timbal baik antara phenol dan air pada suhu dan tekanan tetap, serta dapat menunjukkan pengaruh penghambat bila dicampurkan dengan NaCl dan CH 3OH, dimana NaCl larut dalam air dan tak larut dalam phenol, sedangkan CH 3OH larut dalam air dan phenol sehingga mempengaruhi suhu kritis. Percobaan kedua dengan uji penambahan NaCl dan CH 3OH pada campuran phenol-air dimana perandingan phenol-air adalah 4 : 6 yang akan diuji dengan 6 mL NaCl dan 6 mL CH 3OH pada tabung yang berbeda. Menrut teori, NaCl akan menaikkan titik kritis, karena NaCl larut dalam air dan akan mengurangi kelarutan phenol dalam air, sedangkan metanol akan menurunkan titik
kritis
larutan.
Hasil
percobaan
menunjukkan
penambahan
NaCl
menghasilkan suhu larutan saat jernih adalah 79˚C telah sesuai dengan teori namun dengan metanol menghasilkan suhu 79 ˚C, dan percobaan ini tidak sesuai dengan teori yang dikarenakan adanya zat polutan dalam larutan maupun kuran telitinya Praktikan saat mengamati
IX. PENUTUP
A. Kesimpulan Kesimpulan dari percobaan ini adalah: 1.
Titik kritis sistem phenol-air berada pada tabung ke-3 dengan perbandingan 4 : 6 dengan suhu 78 ˚C
2.
Penambahan NaCl akan meningkatkan titik kritis larutan
3.
Penambahan CH 3OH akan menurunkan titik kritis larutan
B. Saran Saran untuk praktikum berikutnya adalah agar lebih teliti dalam mengamati perubahan fase serta skala termometer agar tingkat kesalahan yang terjadi tidak terlalu besar.
DAFTAR PUSTAKA
Atkins, P.W. 1999. Kimia Fisika Jilid 1 Edisi 4. Penerbit Erlangga. Jakarta. Kuswandi, Rosmaysari, dan Septiyana. 2012. Kesetimbangan Uap-Cair-Cair Sistem Biner N-Butanol + Air dan Isobutanol + Air pada 101,34 kPa. Jurnal Sains dan Seni Pomits. Vol. 1, No. 1. Ramlan
dan Johan. 2009. Identifikasi Keramik Na-β”-Al2O3 dengan Penambahan Variasi Komposisi (0%, 3%, dan 6%) Berat MgO. Jurnal Penelitian Sains. Vol. 12. No.1.
Rohman dan Mulyani. 2004. Kimia Fisika 1. Jurusan Kimia FMIPA UPI. Jakarta. Sukardjo. 2002. Kimia Fisika. PT. Rineka Cipta. Jakarta. Tim Dosen Kimia Fisik. 2014. Penuntun Praktikum Kimia Fisik I . Jurusan Kimia FMIPA UNM. Makassar.
Pertanyaan
1. Hitung fraksi phenol dari setiap campuran air- phenol pada bercobaan yang anda lakukan. 2. Hitung temperatur rata-rata terjadinya perubahan fase pada setiap campuran air-phenol. 3. Buat kurva hubungan antara suhu dan fraksi phenol dalam satu diagram fase. 4. Gambarkan pada diagram fase yang anda buat untuk mengetahui pengaruh penambahan larutan NaCl atau CH3OH pada temperatur kelarutan kritis.
Jawaban
1. a. Tabung 1 (4 : 4)
b. Tabung 2 (4 : 5)
c. Tabung 3 (4 : 6)
d. Tabung 4 (4 : 8)
e. Tabung 5 (4 : 10)
f. Tabung 6 (2 : 6,5)
g. Tabung 7 (2 : 8,5)
h. Tabung 8 (2 : 10)
2. Tabung 1
Tabung 2
Tabung 3
Tabung 4
Tabung 5
Tabung 6
Tabung 7
Tabung 8
Suhu rata-rata saat larutan jernih ∑
Suhu rata-rata saat larutan kembali keruh ∑
3.
4.