BAB I PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Banyak peranti atau
alat (devices) (devices) yang yang operasinya sedikit banyak banyak
bergantung pada prinsip-prinsip listrik dasar, dan hampir semua sistem pengumpulan, transmisi, dan analisa data bergantung pada piranti elektronik. Contohnya, pengukuran pengukuran suhu jarak jauh dan perekamannya biasanya dilaksanakan dilaks anakan sebagai berikut. Pada lokasi yang menjadi perhatian dipasang sebuah transduser, dan piranti ini mengubah suhu pada setiap waktu menjadi tegangan listrik (voltase) yang setara. Tegangan ini lalu ditransmisikan ke stasiun penerima, di mana ia kemudian dipanjangkan dengan suatu cara yang tepat. Setiap tahap proses ini menggunakan perinti listrik. Dalam pembahasan berikut ini, perhatian harus diberikan kepada masalah kesesuaian impedans (impedance matching). Dimana dalam berbagai perangkat eksperimen, untuk dapat melaksanakan tujuan pengukuran secara menyeluruh, berbagai peralatan listrik perlu dihubungkan satu sama lain. Bila menghubungkan berbagai peranti listrik, kita harus hati-hati agar tidaklah terjadi ketidak seimbangan impedans. Oleh karena elektronika telah merasuk ke mana-mana dalam segala segi keteknikan. Maka pada tempatnyalah bila kita di sini membahas beberapa peranti listrik yang dewasa ini banyak digunakan dan menjelaskan pemakaiannya dalam proses pengukuran. Pertama-tama akan kita tinjau pengukuran besaran-besaran listrik dasar, yaitu arus dan tegangan. Lalu, akan kita periksa beberapa rangkaian (circuit) sederhana yang dapat digunakan untuk memodifikasi dan pengukuran sinyal masukan (input signal). Dalam hal ini. Perhatian khusus akan kita berikan pada
penguatan
(amplifikasi)
sinyal,
serta
pada
teknik-teknik
untuk
meminimumkan pengaruh derau atau bising ( noise) yang tidak dikehendaki tetapi selalu hadir. Akhirnya, akan dikaji pula prinsip-prinsip fisik dan karakteristik operasi transduser listrik yang penting-penting dan ditinjau penerapannya.
1|Page
I.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu Pengukuran Gaya dan Torsi? 2. Apa itu Pengukuran Neraca Massa? 3. Apa itu Unsur Elastik Untuk Pengukuran Gaya? 4. Apa itu Tegangan dan Regangan? 5. Apa itu Pengukuran Regangan? 6. Apa itu Pengukuran Regangan? 7. Apa itu Pengukur Regangan Tahanan Listrik? 8. Apa itu Pengukuran Keluaran Tahanan? 9. Apa itu Kompensasi Suhu? 10. Apa itu Strain-Gage Rosettes? 11. Apa itu Pengukuran-Regangan Tahapan Tak Terikat?
2|Page
BAB II PEMBAHASAN
II.1 Pengukuran Gaya dan Torsi (Cahya Mukhlisa Azdarani (H211 16 308))
Gaya adalah suatu besaran yang menyebabkan benda bergerak. Gaya dapat mengakibatkan perubahan – perubahan sebagai berikut : a. benda diam menjadi bergerak b. benda bergerak menjadi diam c. bentuk dan ukuran benda berubah d. arah gerak benda berubah Berdasarkan penyebabnya, gaya dikelompokkan sebagai berikut : a. gaya mesin, yaitu gaya yang berasal dari mesin b. gaya magnet, yaitu gaya yang berasal dari magnet c. gaya gravitasi, gaya tarik yang diakibatkan oleh bumi d. gaya pegas, yaitu gaya yang ditimbulkan oleh pegas e. gaya listrik, yaitu gaya yang ditimbulkan oleh muatan listrik Berdasarkan sifatnya, gaya dikelompokkan menjadi : a. gaya sentuh, yaitu gaya yang timbul karena titik kerja gaya, langsung bersentuhan dengan benda. b. gaya tak sentuh, yaitu gaya yang timbul walaupun titik kerja gaya tidak bersentuhan dengan benda Dalam gerak rotasi, penyebab berputarnya benda merupakan momen gaya atau torsi. Momen gaya atau torsi sama dengan gaya pada gerak tranlasi. Momen gaya (torsi) adalah sebuah besaran yang menyatakan besarnya gaya yang bekerja pada sebuah benda sehingga mengakibatkan benda tersebut berotasi. Besarnya momen gaya (torsi) tergantung pada gaya yang dikeluarkan serta jarak antara sumbu putaran dan letak gaya. Apabila Anda ingin membuat sebuah benda berotasi, Anda harus memberikan momen gaya pada benda tersebut. Torsi disebut juga momen gaya dan merupakan besaran vector.
3|Page
Gambar II.1 Mekanisme Torsi (https://id.scribd.com/doc/123702579/Makalah-Pengukuran-Gaya)
Adapun perumusan dari torsi adalah sebagai berikut. Apabila suatu benda berputar dan mempunyai besar gaya sentrifugal sebesar F, benda berputar pada porosnya dengan jari-jari sebesar b, dengan data tersebut torsinya adalah: (2.1)
T = F x d (N.m)
dimana: T = Torsi benda berputar (N.m) F = adalah gaya sentrifugal dari benda yang berputar (N) d = adalah jarak benda ke pusat rotasi (m) Karena adanya torsi inilah yang menyebabkan benda berputar terhadap porosnya, dan benda akan berhenti apabila ada usaha melawan torsi dengan besar sama dengan arah yang berlawanan. II.2 Pengukuran Neraca Massa (Cahya Mukhlisa Azdarani (H211 16 308))
Neraca massa merupakan perincian banyaknya bahan-bahan yang masuk, keluar dan menumpuk dalam suatu alat pemroses. Perhitungan dan perincian banyaknya bahan-bahan ini diperlukan untuk pembuatan neraca
energi,
perhitungan rancangan dan evaluasi kinerja suatu alat atau satuan pemroses. Untuk rancangan misalnya, diperlukan perhitungan jumlah hasil yang akan diperoleh atau sebaliknya bahan baku dan bahan pembantu yang diperlukan untuk mendapatkan hasil dalam jumlah tertentu. Jumlah energi atau panas yang diperlukan bergantung pada jumlah bahan yang diproses. Demikian juga ukuran peralatan, ditentukan jumlah bahan yang harus ditangani. Bila kita menggunakan neraca untuk menenyukan massa, mungkin terdapat kesalahan jika kita tidak memberikan koreksi terhadap gaya apung (buoyancy) dari udara disekeliling contoh itu. Biasanya massa yang tak diketahui diimbangi
4|Page
dengan bobot-bobot kuningan standar. Gaya yang diindera oleh instrumen itu bukanlah gaya bobot massa yang tak diketahui dan bobot kuningan, tetapi ialah gaya bobot dikurangi dengan apung pada masing-masing massa. Jika pengukuran dilakukan didalam vakum, atau jika kuningan yang tak diketahui dan massa itu mempunyai volume yang sama, gaya-gaya apung itu akan saling menghapus sehingga tidak aka nada kesalahan. Jika tidak demikian halnya, kesalahan itu harus dikoreksi dengan analisa dibawah ini. Kedua gaya yang bekerja pada lengan neraca ialah : W 1 = (P u-P a ) V u
(2.2)
W 2 = (P s-P a ) Vs
(2.3)
Dimana P u = densitas bobot yang tak diketahui P s = densitas bobot standar P a = densitas udara sekitar Vu = Volume bobot yang tak diketahui Vs = volume bobot standar Pada keadaan seimbang w1 = w2 dan karena itu Wu = Ws (1 +
− −)
(2.4)
II.3 Unsur Elastik Untuk Pengukuran Gaya (Cahya Mukhlisa Azdarani (H211 16 308))
Unsur-unsur elastik sering digunakan untuk mendapatkan petunjuk tentang orde besaran gaya yang bekerja, yaitu dengan jalan mengukur anjakan. Contoh tranduser anjakan gaya jenis ini ialah pegas sederhana. Dalam hal ini gaya diberikan oleh F = ky
(2.5)
Dimana k ialah konstanta pegas dan y anjakan dari posisi seimbang. Untuk batangan sederhana dalam gambar 2.2, gaya itu ialah
Gambar II.2 Unsur Elastik Sederhana (McGraw-Hill Series in Mechanical Engineering)
5|Page
F=
(2.6)
Dimana A = ialah luas penampang L = Panjang E = modulus Young untuk bahan batangan Suatu peranti elastic lain yang sering digunakan untuk pengukuran gaya ialah gelang tipis seperti terliha pada gambar 2.3.
Gambar II.3 Unsur Elastik Gelang Tipis (McGraw-Hill Series in Mechanical Engineering) Gelang pembukti (provig ring) ialah tranduser gelang yang menggunakan micrometer peka untuk pengukuran defleksi, seperti terlihat pada gambar 2.4. untuk mendapatkan pengukuran yang tepat, salah satu sisi mikroeter itu dipasang pada peranti batang bergetar R yang ditarik untuk memberikan gerakan getar. Kontak micrometer itu lalu digerakkan ke depan hingga terlihat adanya peredaman atas getaran itu. Dengan metode ini, pengukuran defleksi bisa dilakukan sampai ± 0,00002 in (0,5
). Sebagai standar kalibrasi untuk mesin-
mesin uji tarik biasa digunakan gelang pembukti.
Gambar II.4 Gelang Pembukti (McGraw-Hill Series in Mechanical Engineering)
6|Page
Regangan permukaan (deformasi) unsure elastic seperti dibahas di atas tentulah merupakan ukuran defleksi dari kondisi tanpa beban. Regangan permukaan itu dapat diukur dengan cepat dengan pengukuran regangan tahanan listrik. II.4 Pengukuran Momen-Puntir (Indriani (H211 16 311)) “
Momen puntir atau torsi adalah suatu ukuran kemampuan motor untuk
menghasilkan kerja. Didalam prakteknya torsi motor berguna pada waktu kendaraan akan bergerak (start) atau sewaktu mempercepat laju kendaraan, dan tenaga berguna untuk memperoleh kecepatan tinggi. Besarnya torsi ( T ) akan sama, berubah-ubah atau berlipat, torsi timbul akibat adanya gaya tangensial pada jarak dari sumbu putaran (Wiratmaja, 2010).” Untuk sebuah mesin yang beroperasi dengan kecepatan tertentu dan meneruskan daya, maka akan timbul gaya ( F ) dan jari - jari ( R ) dalam keadaan konstan, yang besarnya dapat ditentukan dari persamaan: T = 2fR = w.L dimana: t = torsi (Nm) w = gaya berat (N) r = jari – jari (m) g = gravitasi (m/s2) m = massa beban dynamometer (kg) Momen-puntir atau torsi atau momen (torque atau moment ) dapat diukur dengan mengamati deformasi sudut sebuah batangan atau silinder bolong seperti terlihat pada gambar 10.7.
Gambar 1I.5 Silinder bolong sebagai unsur 7unter7 untuk pengukuran momen 7unter 7|Page
Momen diberikan oleh: M =
( − )
(2.7)
Dimana, G = modulus elastisitas geser r 1 = jari-jari dalam r o = jari-jari luar L = panjang silinder
= defleksi sudut Dua pengukur regangan yang dipasang pada sudut 45 o satu sama lain seperti pada gambar 10.7 akan menunjukkan regangan sebesar:
4 = ± ((−)
(2.8)
Baik pengukuran defleksi maupun pengukuran regangan dapat dugunakan sebagi petunjuk sebagai momen yang bekerja. Beberapa pengukur regangan dapat dipasang dan saling dihubungkan sehingga deformasi karena beban aksial atau transversal (lintang) akan saling menghapus pada rangkaian baca akhir. 1. Rem Prony
Suatu alat yang agak kuno untuk pengukuran beban 8unter dan pembuangan daya dari mesin iyalah rem prony. Skema alat itu ditunjukkan pada gambar 10.8. pada suatu pita fleksibel atau tali dipasang balok-balok kayu yang dihubungkan dengan lengan. Tali itu dapat dikencangkan dengan suatu cara, sehingga meningkatkan tahanan gesek antara balok dan roda daya mesin itu yang berputar.
Gambar 1I.6 Skema rem Prony Momen 8unter yang bekerja pada rem proni diberikan oleh: T = FL
(2.9)
8|Page
Gaya F dapat diukur dengan neraca platform yang konvensional atau dengan metode-metode lain. Daya yang dilesap pada rem itu dihitung dari:
= .
ph
(2.10)
Dimana momen puntir dalam kaki-pon-gaya ( foot-pund-force) dan N kecepatan putar dalam putaran per menit. Berbagai jenis rem digunakan untuk mengukur daya pada alat-alat mekanik. Rem air (water brake), umpamanya, membuang energi buangan melalui gesek fluida antara pola dayung yang terpasang pada bagian dalam suatu ruang berisi air. Ruang itu terpasang bebas di atas bantalan sehingga momen puntir ysng sampai padanya dapat diukur dengan lengan momen seperti yang digunakan dengan rem prony. 2. Dinamometer Pangku
Dinamometer pangku arus searah (dc cradled dynamometer ) agaknya merupakan peranti yang paling banyak digunakan untuk mengukur daya ( power ) dan momen puntir pada motor bakar, pompa dan turbin uap yang kecil-kecil dan alat-alat mekanik lainnya. Susunan dasar peranti ini ialah seperti pada gambar 10.9. Generator motor arus searah dipasang di atas bantalan seperti pada gambar, dengan lengan momen menjulur dari badan motor ke peranti pengukuran gaya, yang biasanya berupa neraca pendulum. Bila peranti ini dihubungkan dengan mesin yang menghasilkan daya, ia berfungsi sebagai generator arus searah, yang keluarannya dapat diubah-ubah dengan membuang daya itu pada rak-rak tahanan. Momen puntir yang bekerja pada dinamometer itu diukur dengan lengan momen dan daya keluarannya dihitung dengan persamaan (10.21).
Gambar 1I.7 Skema dinamometer pangku 9|Page
Diamometer itu dapat pula digunakan sebagai motor listrik untuk menggerakkan peranti penyerap daya seperti pompa. Dalam hal ini, peranti itu merupakan alat untuk mengukur beban puntir dan daya masukan ke mesin itu. Dinamometer yang terdapat dipasaran dilengkapi dengan kendali-kendali untuk memberikan variasi yang presisi mengenai beban dan kecepatan mesin, dengan daya teruji sampai setinggi 3700 kW (5000 hp). II.5 Tegangan dan Regangan (Indriani (H211 16 311))
Analisa tegangan ( stress) menyangkut penentuan distribusi tegangan di dalam bahan-bahan dari berbagai bentuk dan kondisi muat yang berbeda. Analisa teganagn dengan eksperimen dilaksanakan dengan mengukur deformasi benda uji karena beban dan dari pengukuran itu menafsirkan tegangan-tegangan setempat yang ada. Perhatikan batangan pada gambar 10.10 yang mendapat beban aksial sebesar T . pada kondisi tanpa beban, panjang batangan itu adalah L
dan
diameternya D. Luas penampang ditandai dengan A. Jika kita berikan beban sedemikian rupa sehingga tegangan tidak melebihi limit elastik bahan itu, tegangan aksial adalah:
= / =
Dimana aksial
(2.11)
ialah tegangan aksial E modulus young bahan itu. Satuan tegangan
didefinisikan dengan hubungan: =
(2.12)
Artinya deformasi aksial per satuan panjang.
Gambar 1I.8 Batangan sederhana dengan batangan aksial
10 | P a g e
Akibat dari deformasi menurut arah sumbu ini ialah terjdinya deformasi pada penampang batangan itu. Perubahan luas terkihat pada diameter, atau lebih jelas, dari perubahan dimensi melintang. Rasio regangan satuan dalam arah lintang terhadap regangan dalam arah sumbu didefinisikan oleh rasio poisson (poisson’s ratio) dan harus ditentukan secara eksperimen untuk berbagai bahan.
/ = - = /
(2.13)
Nilai khas dari rasio Poisso n untuk kebanyakan bahan ialah 0,3. Jika bahan itu berada dlam keadaan 11lastic, volumenya tetap konstan walaupun ada perubahan karena regangan, sehingga: Dv = L Da + A Dl = 0
=
atau ,
(2.14)
dinyatakan dengan diameter, hubungan itu adalah,
2 =
(2.15)
Sehingga = 0,5 dalam kondisi ini. II.6 Pengukuran Regangan (Indriani (H211 16 311))
Setiap pengukuran regangan ( strain) harus dilakukan terhadap panjang berhingga benda uji. Makin pendek panjang ini, makin mendekati pula pengukuran itu pada panjang regangan satuan. Panjang yang digunakan untuk pengukuran regangan rerata disebut panjang dasar (base length).
Sensitivitas
deformasi didefinisikan bebagai deformasi minimum yang dapat ditunjukkan oleh pengukur per satuan panjang dasar. “Teori menyatakan bahwa suatu bahan berkelakuan secara elastis dan memperlihatkan suatu hubungan liniear antara tegangan regangan yang disebut elastis secara linier (Maryanti, 2011)” Hubungan linier antara tegangan regangan untuk suatu batang yang mengalami tarik atau tekan sehingga diperoleh modulus elastisitas material dinyatakan sebagai: σ = E.ɛ “Besarnya
regangan
adalah
jumlah
(2.16) pertambahan
panjang
karena
pembebanan dibandingkan dengan panjang daerah ukur (gage length). Nilai regangan ini adalah regangan proporsional yang didapat dari garis Pada daerah proporsional yaitu daerah dimana tegangan regangan yang terjadi masih
11 | P a g e
sebanding, defleksi yang terjadi masih bersifat elastis dan masih berlaku hukum Hooke (Maryanti, 2011).” II.7. Pengukur Regangan Tahanan Listrik (Mawar (H211 16 508))
Pengukur regangan tahanan listrik (electrical-ressitance strain gage) merupakan peranti yang paling banyak dipakai untuk pengukuran regangan. Operasinya berdasar pada prinsip bahwa tahanan listrik suatu konduktor (penghantar) berubah bila mengalami deformasi mekanik. Biasanya pengahantar listrik itu disatukan dengan spesimen itu dengan bantuan semen isolasi pada kondisi tanpa beban. Kemudian diberi beban, yang menyebabkan terjadinya deformasi pada spesimen maupun pada unsur tahanan. Deformasi ini ditunjukkan dengan pengukuran perubahan tahanan unsur dan prosedur perhitungan yang diuraikan dibawah ini: Marilah kita kembangkan hubungan dasar untuk pengukur-regangan tahanan. Tahanan konduktor ialah:
=
(2..17)
dimana L = panjang A = luas penampang7
= resistivitas bahan bila persamaan 2.1 dideferensasi, kita dapat:
=
(2.18)
luas dapat pula kita hubungkan dengan kuadrat suatu dimensi lintang, seperti diameter dan tahanan. Bila dimensi ini kita namakan D, kita dapat:
= 2
(2.19)
Dengan menggunakan definisi regangan aksial dan rasio Polson kita peroleh:
= ∈
(12)
(2.20)
12 | P a g e
Faktor pengukur (gage factor) F didefinisikan dengan:
=
/ ∈
(2.21)
Sehingga
= (12) ∈
(2.22)
Dengan demikian regangan lokal dapat kita isyaratkan dengan faktor pengukur, tahanan pengukur, dan perubahan tahanan karena regangan:
∈=
(2.23)
Nilai faktor pengukur dan tahanan biasanya diberikan oleh pembuat alat, sehingga pemakai hanya perlu mengukur nilai
∆ untuk
dapat menentukan
regangan lokal. Pada kebanyakan pengukur, nilai F konstan untuk jangkau regangan yang cukup luas. Namun, ada baiknya kita memeriksa pengaruh berbagai sifat fisik bahan tahananan itu terhadap nilai F. Jika resistivitas bahan tidak berubah dengan regangan, kita dapat dari persamaan 2. ,
= 1 2 Dengan mengambil nilai khas
(2.24)
0,3 , kita dapat F = 1,6. Dalam hal ini perubahan
tahanan bahan terjadi semata-mata karena perubahan dimensi fisik. Jika resistivitas berkurang dengan regangan, nilai F akan lebih rendah dari 1,6. Bila resistivitas bertambah dengan regangan, nilai F akan lebih besar dari 1,6. Faktor pengukur untuk berbagai bahan menurut pengamatan berkisar antara -140 sampai + 175. Jika bahan tahanan itu diregang hingga sampai beroperasi di daerah plastik,
=0,5 ,
dan resistivitas pada dasarnya tetap sama. Pada kondisi ini faktor
pengukur nilai 2. Untuk kebanyakan pengukur-regangan dalam niaga, faktor pengukur in sama baik untuk regangan tekan maupun regangan tarik. Faktor pengukur yang tinggi lebih dikehendaki dalam praktek, karena menghasilkan perubahan tahanan
∆ yang lebih besar untuk suatu masukan regangan tertentu,
dan karena itu tidak memerlukan rangkaian baca yang terlalu peka.
13 | P a g e
Bila tahanan jenis (p) tidak berubah terhadap regangan, dapatdilihat bahwa, faktor gage hanya merupakan fungsi dari bilangan Poisson saja yang berarti untuk daerah elastic harganya sekitar = I + 2 (0.3) = 1, 6. Pada gambar 2.1 ditunjukkan tiga jenis pengukur-regangan tahanan yang biasa. Pengukur kawat terikat (bonded wire gage) menggunakan kawat yang ukurannya berkisar antara 0,0005 sampai 0,001 in (12 sampai 25
). Pengukur
bilah tipis (foil gage) menggunakan bilah yang tebalnya kurang darii 0,001 in dan tersedia dalam berbagai konfigurasi yang dapat diterapkan pada berbagai situasi pengukuran regangan. Oleh karna fleksibilitasnya ini, alat ini paling banyak dipakai. Pengukur semikonduktor menggunakan bahan dasar silikon yang pekaregangan dan menguntungkan karena dapat memberikan nilai F yang sangat besar
~ 100 ). Bahan itu biasanya menghasilkan struktur lapis yang rapuh, dengan
(
ketebalan kira-kira 0,01 in (0,25 mm). Disamping itu, pengukur semikonduktor mempunyai tahanan dengan koefisien suhu yang sangat tinggi. Pada Gambar II.10 disajikan
rangkuman
karateristik
beberapa
bahan
pengukur-regangan.
Kebanyakan pengukur komersial dibuat dengan menggunakan konstantan (atau bahan paduan lain) atau isoelastik. Pengukur kawat dan pengukur bilah dapat dibuat dengan berbagai cara, tetapi yang penting ialah bahwa unsur tahann harus terikat satu pada dudukannya. Penting sekali bahwa ikatan antara unsur tahanan dan semen yang menyatukannya dengan beda uji harus lebih kuat dari kawat tahanan itu sendiri. Dengan demikian, kekuatan unsur tahanan lebih kecil, dan karena itu deformasi keseluruhan pengukur itu ditentukan oleh deformasi unsur tahanan. Kebanyakan pengukur regangan kawat menggunakan semen resin nitroselulosa atau fenol sebagai bahan pengikat, dengan punggung kertas untuk menjaga konfigurasi kawat. Pengukur pengukur dapat digunakan sampai suhu 150
° (300°). Untuk suhu lebih tinggi,
° (500°) biasa digunakan dudukan Bakelite. Pengukur bilah dibuat
sampai 260
dengan proses etsa serupa dengan yang digunakan untuk membuat papan rangkaian cetak (printed circuit) dan menggunakan bahan dasar kertas, Bakelite, dan film epoksi. Semen epoksi juga digunakan untuk pengukur kawat maupun pengukur bilah.
14 | P a g e
Gambar II.9 Tiga jenis pengukur-tegangan tahanan
Gambar II.10 Karateristik beberapa bahan pengukur-tegangan tahanan. Bila kita memasang pengukur regangan pada spesimen, ada dua hal yang harus selalu diperhatikan: (1) Permukaan harus benar-benar bersih. Pembersihan dengan ampelas diikuti dengan aseton biasanya cukup memadai. (2) Harus dijaga agar diberikan cukup waktu untuk semen itu mengering dan menjadi keras benar. Walaupun semen disekeliling pengukur mungkin kelihatan sudah kering, dibawah pengukur mungkin masih basah. Jika mungkin, pengeringan dilakukan selama 24 jam pada suhu kamar. Waktu untuk pengeringan ini bisa lebih pendek pada suhu yang lebih tinggi.
15 | P a g e
Untuk penerapan pada suhu rendah (-100
° sampai + 100° ) semen Duco
(nitroselulosa) biasa dipakai dengan pengukur berbalut kertas dan Eastman 910 (sinoakrilat) dengan pengukur bilah yang dipasang di atas epoksi. Masalah yang biasanya muncul bersama instalasi pengukur regangan dapat dikelompokkan dalam tiga kategori: (1) efek suhu, (2) efek kelembaban, dan (3) masalah kawat rangkaian. Kita andaikan pengukur itu terpasang sebagaimana mestinya. Masalah suhu timbul karena adanya perbedaan ekspansi termal antara unsur tahanan dan bahan tempat mengikatkannya. Pengukur semikonduktor mempunyai keuntungan karena mempunyai koefisien ekspansi yang lebih rendah dari pengukur kawat ataupun pengukur bilah. Disamping masalah ekspansi, ada pula perubahan tahanan pengukur karena suhu, yang harus pula dikompensasi secukupnya. Pengukur-regangan tahanan-listrik tidak mudah dikalibrasi, karena jika ia telah dipasangkan ke benda uji kalibrasi, ia tidak dapat dilepas lagi tanpa merusak pengukur. Oleh karena itu, dalam praktek, faktor pengukur diambil dari nilai yang diberikan oleh pabrik pembuat dan semikalibrasi dilakukan dengan memeriksa sistem pengukuran jembatan dan sistem baca. II.8. Pengukuran Keluaran Tahanan (Mawar (H211 16 508))
Perhatikan rangkaian jembatan dalam gambar II.11 . Tegangan listrik yang terdapat dalam detektor diberikan oleh persamaan (4-26) sebagai:
= = ( + + ) Jika jembatan itu berada dalam keadaan seimbang,
(2.25)
= 0.
Umpamakan
pengukur tahanan itu menunjukkan R1 dalam rangkaian ini, dan kita menggunakan peranti baca berimpedans tinggi sehingga jembatan itu beroperasi sebagai rangkaian defleksi peka regangan. Kita andaikan bahwa jembatan itu seimbang pada kondisi tanpa regangan dan bahwa sebagai akibat regangan sebesar pengukur terhadu perubahan tahanan
∆.
∈ pada
R1 akan kita gunakan untuk
menunjukkan tahanan pengukur pada kondisi regangan-nol. Tegangan listrik karena regangan langsung bisa kita dapatkan sebagai:
16 | P a g e
∆ + ∆ = +∆+ +
(2.26)
Penyelesaian untuk mendapatkan perubahan tahanan memberikan:
∆ ∆ [ + ] = − ∆−
(2.27)
Persamaan 2.26 memberikan perubahan sebagai fungsi ketakseimbangan tegangan pada detektor
∆ .
Rangkaian jembatan dapat pula digunakan sebagai peranti peka arus, dengan menggunakan persamaan (4-24) dan (4-26) kita dapat:
=
( − ) + + + + ( +)( +)
(2.28)
Disinipun kita andaikan jembatan itu diseimbangkan pada keadaan tanpa-regang dan kita ambil R1 sebagai tahanan pengukur pada kondisi ini. Jadi,
= 4 Arus galvanometer
(2.28)
∆ ialah nilai yang terjadi dari perubahan tahanan ∆ dari
kondisi seimbang. Dapat dibuktikan bahwa denominator dalam persamaan 2.28 tidak terlalu peka terhadap perubahan kecil
dan karena itu hampir mendekati
konstan yang akan kita tandai dengan C. Jadi,
∆ = [( ∆) 4]
(2.30)
Dengan menerapkan kondisi seimbang kita dapat:
∆ = ∆
(2.31)
Dengan memasukkan faktor pengukur
∆ = ∈ = ∈
(2.32)
Jadi, arus defleksi dapat dianggap memberi petunjuk langsung megenai tegangan yang diberikan pada pengukur itu.
17 | P a g e
Telah kita singgung tadi rangkaian penguat jembatan dalam hubungan dengan termometer tahanan listrik. Pengaturan seperti itu dapat pula digunakan dengan rangkaian jembatan pengukur-tegangan. Resistance Strain Gage (jenis tahanan) paling penting/banyakdigunakan. Prinsip sederhana : bila suatu kawat ditarik, kawat akan memanjang dan penampang mengecil sehingga tahanan listriknya bertambah. Sehingga bila kawat diletakkan pada suatu benda yang dibebani maka kawat akan memanjang atau memendek sesuai dengan regangan yang dialami benda. Perubahan tahanan tersebut dapat dikalibrasi menjadi regangan.
Gambar II.11 Contoh konstruksi strain gage dari jenis tahanan listrik. Bila panjang kawat konduktor mula-mula L, clan luas penampangnya CD2, C = konstanta proporsionalitas, D = diameter kawat. Bila kawat tersebut ditarik, maka panjang akanbertambah sedang ukuran lateral akanmengecil sesuai angka Poisson.Tahanan listrik R dapat dihitung dengan:
=
(2.33)
ρ : tahanan jenis, L : panjang kawat, A: luas p enampang.
18 | P a g e
II.9 Kompensasi Suhu (La Farras (H211 16 507))
Hal ini umumnya tidak mungkin untuk menghitung koreksi untuk suhu efek dalam ketegangan gages. Akibatnya, kompensasi dilakukan langsung dengan percobaan setup. Seperti pengaturan kompensasi yang ditampilkan dalam Gambar II.12 Gage 1 diinstal pada tes spesimen, sementara gage 2 diinstal pada sepotong seperti bahan yang tersisa unstrained seluruh tes, tetapi pada suhu yang sama sebagai potongan uji. Setiap perubahan dalam perlawanan gage 1 karena suhu yang dengan demikian dibatalkan oleh perubahan-perubahan serupa dalam perlawanan gage 2, dan sirkuit jembatan mendeteksi seimbang kondisi yang dihasilkan hanya dari ketegangan dikenakan pada gage 1. Tentu saja, perawatan harus diberikan untuk memastikan bahwa kedua gages diinstal dengan cara yang sama pada mereka masing-masing benda kerja.
Gambar II.12 Susunan Kompensasi suhu resistansi listrik strain gages II.10 Strain-Gage Rosettes (La Farras (H211 16 507))
Instalasi strain gage pada bar spesimen adalah sebuah aplikasi berguna dari gage, tapi itu cukup terbatas. Ketegangan yang diukur dalam situasi seperti ini adalah strain utama karena kita mengasumsikan bahwa bar beroperasi di bawah hanya tarik beban. Jelas, masalah pengukuran yang lebih umum akan melibatkan strain lebih dari satu arah, dan orientasi sumbu utama stres tidak akan diketahui. Tentu saja, akan beruntung jika strain gages dipasang pada spesimen sehingga mereka yang berorientasi persis dengan sumbu utama stres. Kita sekarang mempertimbangkan metode yang dapat digunakan untuk menghitung utama stres dan ketegangan dalam bahan dari tiga pengukuran strain gage. Pengaturan untuk
19 | P a g e
strain gages dalam aplikasi tersebut disebut Rosette. Kami akan memberikan hanya hubungan akhir yang digunakan untuk keperluan perhitungan. Pertimbangkan rosette persegi panjang yang ditampilkan dalam Gambar II.13. Tiga strain gages berorientasi seperti yang ditunjukkan, dan strain tiga yang diukur oleh gages ini ϵ1 , ϵ2, dan ϵ3. Strain utama untuk situasi ini adalah
(2.34)
Gambar II.13 Rectangular ketegangan-gage rosettes Tekanan utama adalah
(2.35)
Tegangan geser maksimum ditunjuk oleh Τ maks dan dihitung dari
(2.36) Sumbu utama stres terletak di sudut Θ adalah (2.37)
Ini adalah sumbu di mana maksimum stres Σ
maks
terjadi. Ada masalah yang
timbul dengan penentuan kuadran untuk θ karena akan ada dua nilai yang diperoleh sebagai solusi untuk EQ (2.4). Sudut θ akan terletak di kuadran yang pertama ( 0 < θ < π / 2 ) jika (2.38)
20 | P a g e
dan di kuadran kedua jika ϵ2 kurang dari nilai ini. Tipe lain dari ketegangan-gage rosette kesamaan digunakan adalah delta Roset ditampilkan dalam
(2.39) Tekanan utama adalah (2.40) Sumbu tegangan geser maksimum dihitung dari
(2.41) Sumbu tegangan utama terletak menurut (2.42)
Gambar II.14 Delta ketegangan-gage roset. Sudut Θ akan di kuadran pertama ketika ϵ3 > ϵ 2 dan di kuadran kedua ketika ϵ 2 > ϵ3. Hal ini bermanfaat untuk menyebutkan bahwa perlawanan strain gages mungkin sensitif terhadap strain melintang serta aksial. Perubahan perlawanan yang dihasilkan oleh galur melintang, bagaimanapun, adalah biasanya kurang dari 2 atau 3 persen dari perubahan yang dihasilkan oleh galur aksial. Untuk alasan ini mungkin diabaikan dalam banyak aplikasi. Jika strain melintang yang harus dipertimbangkan, Roset rumus di atas harus diubah sesuai.
II.11 Pengukuran-Regangan Tahapan Tak Terikat (La Farras (H211 16 507))
Listrik-perlawanan Berikat strain gage dibahas di atas adalah perangkat yang paling banyak digunakan untuk pengukuran strain. Alternatif perlawanan
21 | P a g e
gage adalah jenis unbonded ditampilkan dalam Gambar II.15. Mekanisme pegas memegang dua piring di posisi dekat sementara filamen denda-kawat yang mengitari pin Mount seperti yang ditunjukkan. Pemasangan pin harus kaku dan juga berfungsi sebagai isolator listrik. Ketika piring A bergerak relatif B, strain dikenakan pada filamen ini, yang dapat dideteksi melalui pengukuran perubahan dalam perlawanan. Diperbolehkan menggantikan-ment gages komersial adalah dari the agar ± di 0.0015 in (0.038 mm), dan diameter kawat adalah biasanya kurang dari 0.001 di (0.025 mm). I 2 R Penghangat Ruangan di unbonded gage dapat menjadi masalah karena kabel memiliki tidak mempunyai kemungkinan untuk membuang kalor selain konveksi untuk udara sekitarnya. Prinsip unbonded gage telah diterapkan untuk percepatan dan transduser diafragma tekanan dengan sukses baik.
Gambar II.15 Skema tak terikat resistensi strain gage
22 | P a g e
BAB III PENUTUP
III.1
Kesimpulan
Pada pembahasan sebelumnya kita membahas fenomena-fenomena fisika dasar yang mendasari instrumen dan rangkaian listrik. Kemudian kita tinjau pengukuran-pengukuran berguna yang dapat dimanfaatkan untuk mencirikan bentuk gelombang yang berubah terhadap waktu. Instrumen dasar, baik yang analog maupun yang digital, yang digunakan untuk mengukur bentuk-bentuk gelombang itu telah kita bahas pula. Dengan demikian kita telah dapat melanjutkan pembahasan kepada situasi eksperimen umum dimana kita melakukan pengukuran dengan bantuan sistemsitem elektronik. Pada umumnya, nilai sifat fisik tertentu yang enjadi perhatian kita dapat dikonversikan menjadi suatu sinyal listrik dengan bantuan transduser yang tepat, dan keluaran transduser ini kemudian diumpankan ke suatu rangkaian masukan.
III.2
Saran
Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan yang diharapkan, karena masih terbatasnya pengetahuan penulis. Olehnya itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Makalah ini perlu dikaji ulang agar dapat sempurna dan makalah ini harus digunakan sebagaimana mestinya.
23 | P a g e
Daftar Pustaka Cady W.G. “Piezoelectricity,” McGraw-Hill Book Company, New York, 1946. Frank, E.: “Electrical Measurement Analysis,” McGraw-Hill Book Company, New York, 1959. Koestoer, R.A, 2004, Pengukuran Teknik Untuk Mahasiswa, Jakarta: Teknik Mesin FTUI Magga, Ramang, 2011, “ Pengunaan Starin Gage (Load Cell) untuk Analisa Tegangan pada Pembebanan Statik Batang Aluminium, Jrnal Ilmiah Teknik Mesin, Vol. 2, No. 1, Hal. 138-146. Maryanti, B., Sonief A. As’ad, Wahyudi Slamet, 2011, “Pengaruh Alkalisasi Komposit Serat Kelapa-Poliester Ter hadap Kekuatan Tarik”, Jurnal Rekayasa Mesin, Vol. 2, No. 2, Hal. 123-129. Oshamu, Nishino. Pengukuran dan Alat-alat Ukur Listrik. 2005. Jakarta: Pt. Malta. Wiratmaja, I. Gede, 2010, “Analisa Unjuk Kerja Motor Bensin Akibat Pemakaian Biogasoline”, Jurnal Ilmiah Teknik Mesin, Vol. 4, No.1, Hal. 16-25.
24 | P a g e