HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DAN PERAN PERAWAT DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TB MDR DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN
TESIS
Oleh DINA AFRIANI 127046021 / KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014
Universitas Sumatera Utara
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DAN PERAN PERAWAT DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TB MDR DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep) dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Minat Studi Keperawatan Medikal Bedah pada Fakultas Keperawatan Keperawatan Universitas Sumatera Utara
Oleh DINA AFRIANI 127046021 / KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAM STUDI MAGISTER MAGISTER ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Telah diuji Pada tanggal : 25 Agustus 2014
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua
: Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian., M.Si
Anggota
: 1. Siti Zahara Nasution, S.Kp., MNS 2. Dr. dr. Amira Permata Sari, (M.Ked), Sp.P 3. Yesi Ariani, S.Kep, Ns., M.Kep
Universitas Sumatera Utara
Judul Tesis
: Hubungan Dukungan Keluarga dan Peran Perawat dengan Kepatuhan Minum Obat pada Penderita TB MDR di RSUP.H. Adam Malik Medan
Nama Mahasiswa
: Dina Afriani
Program Studi
: Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi
: Keperawatan Medikal Bedah
Tahun
: 2014
ABSTRAK
TB MDR (multidrug resisten tuberculosis) merupakan masalah utama pada pencegahan dan pemberantasan TB di dunia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dan peran perawat dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR. Jenis Penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan desain penelitian cross sectional. Teknik pengambilan sampel penelitian adalah total sampling dengan kriteria inklusi penderita TB MDR yang sudah menjalani pengobatan selama 2 bulan. Jumlah sampel adalah 63 sejak April hingga Juni 2014 . Penelitian dilakukan di RSUP. H. Adam Malik Medan di Poliklinik TB MDR. Data demografi dianalisis secara univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi karakteristik responden. Analisis bivariat dengan menggunakan uji chi-square untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dan peran perawat terhadap kepatuhan minum obat sedangkan analisis multivariate menggunakan analisa regresi logistik berganda. Berdasarkan uji hipotesa menggunakan chi-square dengan tingkat kepercayaan 95% , diperoleh terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan minum
Universitas Sumatera Utara
obat ( p=0,00). Ada hubungan yang signifikan antara peran
perawat dengan
kepatuhan minum obat ( p=0,00). Berdasarkan analisis multivariat variabel yang paling berhubungan dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR adalah dukungan keluarga informasional ( p=0,00) dan peran perawat sebagai konselor ( p=0.09). Simpulan penelitian ini adalah ada hubungan dukungan keluarga dan peran perawat dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR. Diperlukan kerjasama dukungan keluarga dan peran perawat untuk meningkatkan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR.
Kata kunci : dukungan keluarga, peran perawat, kepatuhan minum obat, TB MDR
Universitas Sumatera Utara
Thesis Title
: The Relationship of family support and role
of
nurses with the compliance taking medicines in TB MDR patients in RSUP. H. Adam Malik Medan Name
: Dina Afriani
Study Program
: Master of Nursing
Field of Specialization
: Medical-Surgical Nursing
Year
: 2014
ABSTRACT
MDR TB (multidrug resistant tuberculosis) is the main problem in preventing and combating tuberculosis throughout the world. The objective of the research was to find out the relationship of family support and role of nurse with the compliance in taking medicines in TB MDR patients. The type of the research was descriptive correlation with cross sectional design. The samples consisted of 63 respondents from April to June, 2014, taken by using total sampling technique with the inclusive criteria of TB MDR patients who had been under the treatment for two months. The research was conducted in the TB MDR Polyclinic of RSUP H. Adam Malik, Medan. Demographic data were analyzed by using univariate analysis was used to find out the frequency distribution of respondents’ characteristics. Bivariate analysis with chi square test was used to find out the correlation of family support and role of nurse with the compliance in taking medicines, while multivariate analysis with multiple logistic regression tests.
Universitas Sumatera Utara
Based on the result of the hypothesis, using chi square test with the level of reliability of 95%, it was found that there was significant correlation between family support and the compliance in taking medicines ( p=0.00) and there was significant correlation between role of nurse and the compliance in taking medicines ( p=0.00). Based on the result of multivariate analysis, the variable which had the most dominant correlation with the compliance in taking medicines in TB MDR patients was informational family support ( p=0.00) and nurses’ role as counselors ( p =0.09).The conclusion of the research was that there was the correlation of family support and role of nurse with the compliance in taking medicines in TB MDR patients. It is recommended that the collaboration between family support and role of nurse to improve the compliance in taking medicines in TB MDR patients.
Keywords: family support, role of nurse, compliance in taking medicines, TB MDR
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa
karena dengan berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul “ Hubungan Dukungan Keluarga dan Peran Perawat dengan Kepatuhan Minum Obat pada Penderita TB MDR di RSUP.H. Adam Malik Medan ”. Tesis ini
disusun untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk
memperoleh gelar Magister Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini tidak akan dapat diselesaikan dengan baik tanpa bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Dedi Ardinata, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara (USU) beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk melanjutkan Studi ke Jenjang Magister Keperawatan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Setiawan, S.Kp., MNS., Ph.D selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan USU. Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si, yang telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis dalam mengerjakan tesis ini hingga selesai. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS, selaku dosen pembimbing II yang tidak hentihentinya memberikan pengarahan, bimbingan dan motivasi kepada penulis sejak awal penulisan hingga selesai tesis ini. Terima kasih juga atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis dalam meningkatkan aktualisasi diri selama masa
Universitas Sumatera Utara
pendidikan. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr. dr. Amira Permata Sari, M.Ked (Paru), Sp.P (K) dan Ibu Yesi Ariani, S.Kep, Ns.,M.Kep. sebagai penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk kesempurnaan penulisan tesis ini. Terima kasih kepada dr. Lukmanul Hakim Nasution, Sp. KK, M.Kes, selaku Direktur RSUP.H. Adam Malik Medan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian. Kepada teman-teman sejawat di poliklinik TB MDR, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan yang telah diberikan sehingga penelitian ini dapat selesai. Penulis mengucapkan terima kasih terima kasih kepada papa, mama, suami dan anak-anak ku tercinta atas dukungannya dalam penyelesaian tesis ini. Akhirnya tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Angkatan II 2012/2013 dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dan memberikan dorongan untuk menyelesaikan laporan tesis ini. Penulis menyadari laporan tesis ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini dan harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya profesi keperawatan.
Medan, Juli 2014 Penulis
Dina Afriani
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP
Nama
: Dina Afriani
Tempat Tanggal Lahir
: Medan, 12 April 1982
Alamat Asal
: Jln.Bunga Rinte, Komplek Puri Zahara II No. B 04 Kec. Medan Selayang, Medan Medan.
No. Telp/HP
: 081361199529
Riwayat Pendidikan : Jenjang Pendidikan SD
Nama Institusi
Tahun Lulus
SD Negeri 060885 Medan Baru
1994
SMP
SMP Negeri 29 Medan
1997
SMU
SMA Negeri 13 Medan
2000
D III Keperawatan Universitas Sumatera
2003
Diploma
Utara Ners
Fakultas Keperawatan Universitas
2007
Sumatera Utara Magister
Fakultas Keperawatan Universitas
2014
Sumatera Utara
Riwayat Pekerjaan : PNS Kemenkes RI sebagai tenaga keperawatan di RSUP. H. Adam Malik Medan 2006 sampai sekarang.
Universitas Sumatera Utara
Kegiatan Akademik Selama Studi : Peserta pada acara “Seminar Penelitian Kualitatif Sebagai Landasan Pengembangan Pengetahuan Disiplin Ilmu Kesehatan & Workshop Analisis Data dengan Content Analysis & Weft-QDA”, 31 Januari 2012, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Peserta Seminar Keperawatan Nursing Leadership menyongsong Asean Community 2015, 30 Januari 2013 Fakultas Keperawatan, USU. Peserta pada 2013 MEDAN INTERNATIONAL NURSING CONFERENCE “The Application of Nursing Education Advanced Research and Clinical Practice”, 1 – 2 April 2013, Hotel Garuda Plaza, Medan, Sumatera Utara. Peserta “Seminar & Workshop Diagnostic Reasoning NANDA dan ISDA Basic, 24 November 2014, Fakultas Keperawatan, USU.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK .................................................................................................... i ABSTRACT .................................................................................................. iii KATA PENGANTAR ................................................................................. v RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... vii DAFTAR ISI ................................................................................................ ix DAFTAR TABEL ....................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiv BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................... 1.1. latar Belakang ................................................................................. 1.2. Permasalahan ................................................................................. 1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................. 1.4. Hipotesis........................................................................................... 1.5. Manfaat Penelitian ...........................................................................
1 1 5 5 6 7
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 2.1. Konsep Dukungan Keluarga ........................................................... 2.1.1. Defenisi .................................................................................. 2.1.2. Jenis Dukungan Keluarga ...................................................... 2.1.3. Manfaat Dukungan Keluarga ................................................. 2.1.4. Sumber Dukungan Keluarga .................................................. 2.1.5. Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga................. 2.2. Konsep Peran Perawat ..................................................................... 2.2.1. Pengertian .............................................................................. 2.2.2. Peran Perawat......................................................................... 2.2.3. Peran Perawat Dalam Penanganan dan Pengendalian TB .... 2.2.4. Peran Perawat Dalam Strategi DOTS .................................. 2.2.5. Manajemen Dan Asuhan Keperawatan Pasien TB MDR ..... 2.3. Konsep Kepatuhan ........................................................................... 2.3.1. Pengertian............................................................................... 2.3.2. Kepatuhan Terhadap Pengobatan TB .................................... 2.3.3. Alat Ukur Kepatuhan ............................................................. 2.3.4 Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan................................ 2.4. Konsep TB MDR ............................................................................. 2.4.1. Defenisi .................................................................................. 2.4.2. Faktor-faktor Terjadinya TB MDR ........................................ 2.4.3. Diagnosis TB MDR ...............................................................
8 8 8 9 11 12 13 16 16 17 17 22 23 24 24 26 27 29 33 33 35 35
Universitas Sumatera Utara
2.4.4. Penatalaksanaan TB MDR ..................................................... 2.4.5. Pemantauan Selama Pengobatan............................................ 2.4.6. Pencegahan Terjadinya Resistensi Obat ................................ 2.4.7. Strategi DOTS Plus ................................................................ 2.5. Landasan Teori Keperawatan........................................................... 2.6. Kerangka Konsep .............................................................................
36 40 40 41 42 46
BAB 3. METODE PENELITIAN ............................................................... 3.1. Jenis Penelitian................................................................................. 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 3.2.1. Lokasi Penelitian.................................................................... 3.2.2. Waktu Penelitian .................................................................... 3.3. Populasi dan Sampel ....................................................................... 3.4. Metode Pengumpulan Data .............................................................. 3.4.1. Prosedur Administrasi............................................................ 3.4.2. Prosedur Pelaksanaan............................................................. 3.5. Variabel Defenisi Operasiona; ......................................................... 3.6. Metode Pengukuran ......................................................................... 3.7. Uji Validitas dan Reliabilitas ........................................................... 3.7. Metode Analisa Data........................................................................ 3.9. Pertimbangan Etik ............................................................................
47 47 47 47 47 47 48 48 49 50 51 57 58 59
BAB 4. HASIL PENELITIAN .................................................................... 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ............................................................. 4.2. Karakteristik Responden .................................................................. 4.3. Analisa Univariat ............................................................................. 4.3.1. Dukungan Keluarga Pada Penderita TB MDR ...................... 4.3.2. Peran Perawat Pada Penderita TB MDR................................ 4.3.3. Kepatuhan Minum Obat Penderita TB MDR ....................... 4.4. Analisa Bivariat................................................................................ 4.4.1. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan............... 4.4.2. Hubungan Sub Variabel Dukungan Keluarga........................ 4.4.3. Hubungan Peran Perawat dengan Kepatuhan ........................ 4.4.4. Hubungan Sub Variabel Peran Perawat dengan Kepatuhan . 4.5. Analisa Multivariat .......................................................................... 4.5.1. Pemilihan Variabel Multivariat ............................................. 4.5.2. Penentuan Variabel yang Dominan.......................................
60 60 61 66 67 68 69 70 70 71 73 74 76 76 77
BAB 5. PEMBAHASAN .............................................................................. 5.1. Dukungan Keluarga pada Penderita TB MDR ................................
82 82
Universitas Sumatera Utara
5.2. Peran Perawat pada Penderita TB MDR .......................................... 5.3. Kepatuhan Minum Obat pada Penderita TB MDR .......................... 5.4. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan......................... 5.5. Hubungan Peran Perawat dengan Kepatuhan .................................. 5.6. Variabel yang paling dominan berhubungan dengan Kepatuhan ... 5.7. Keterbatasan Penelitian....................................................................
87 89 94 97 99 100
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 6.1. Kesimpulan ...................................................................................... 6.2. Saran.................................................................................................
101 101 102
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. LAMPIRAN .................................................................................................
104 111
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1. Peran Perawat dan Kaitannya dengan Lima Elemen Kunci dari Strategi DOTS (Willliam. G, 2008) ..................................
23
Tabel 3.1
Definisi Operasional .................................................................
50
Tabel . 4.1.
Distribusi Frekuensi Karakteristik Penderita TB MDR (n=63).......................................................................
65
Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga Pada Penderita TB MDR (n=63)......................................................................
69
Distribusi Frekuensi Sub Variabel Dukungan Keluarga Penderita TB MDR (n=63) ..................................................
70
Distribusi Frekuensi Peran Perawat Pada Penderita TB MDR (n=63).......................................................................
70
Distribusi Frekuensi Sub Variabel Peran Perawat pada Penderita TB MDR (n=63) .....................................................
71
Distribusi Kepatuhan Minum Obat Penderita TB MDR (n=63).......................................................................
72
Tabel. 4.2.
Tabel. 4.3.
Tabel. 4.4.
Tabel. 4.5
Tabel. 4.6.
Tabel. 4.7.
Hubungan dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat pada Penderita TB MDR ......................................................... 72
Tabel. 4.8.
Hubungan Sub Variabel Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat pada Penderita TB MDR (n=63) ....
Tabel. 4.9.
Hubungan Peran Perawat dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita TB MDR (n=63) ..................................................... 75
Tabel. 4.10. Hubungan Sub Variabel Peran Perawat dengan Kepatuhan Minum Obat pada Penderita TB MDR (n=63) ....................... Tabel.4.11.
73
76
Hasil Analisa Bivariat Dukungan Informasional
Universitas Sumatera Utara
Instrumental, Dukungan Penilaian, Dukungan Emosional, Peran Perawat sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan, Advokasi dan Edukasi, Konselor dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita TB MDR (n=63)................
Tabel. 4.12. Hasil Analisa Multivariat Dukungan Informasional, Dukungan Instrumental, Dukungan Penilaian, Dukungan Emosional, Peran Perawat sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan, Advokasi dan Edukasi, Konselor dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita TB MDR (n=63)...................................................................... Tabel. 4.13.
Tabel. 4.14
Tabel. 4.15.
Tabel. 4.16.
Tabel 4.17.
79
79
Hasil Analisa Multivariat Dukungan Informasional, Dukungan Penilaian, Dukungan Emosional, Peran Perawat sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan, Advokasi dan Edukasi, Konselor dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita TB MDR (n=63). ...........................
80
Hasil Analisa Multivariat Dukungan Informasional, Dukungan Emosional, Dukungan Penilaian, Advokasi dan Edukasi, Konselor dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita TB MDR (n=63). .................................................
81
Hasil Analisa Multivariat Dukungan Informasional, Dukungan Penilaian, Dukungan Emosional, Konselor dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita TB MDR (n=63). ....................................................................................
82
Hasil Analisa Multivariat Dukungan Informasional, Dukungan Emosional, Konselor dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita TB MDR (n=63). ..............................
82
Hasil Analisa Multivariat Dukungan Informasional, Konselor dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita TB MDR (n=63).............................................................................
82
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar .2.1. Kerangka Teori Keperawatan.................................................. 46 Gambar .2.2. Kerangka Konseptual ............................................................. 47
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 Instrumen Penelitian .................................................................. 111 a. Lembar Penjelasan tentang Penelitian ............................................... 112 b. Lembar Persetujuan Menjadi Responden .......................................... 113 c. Kuesioner Penelitian ......................................................................... 114 Lampiran 2 Biodata Expert ........................................................................... 123 Lampiran 3 Izin Penelitian ............................................................................ 124 a. Surat Pengambilan Data dari Dekan Fakultas Keperawatan ............. 127 b. Surat Persetujuan Etik Peneltian ....................................................... 128 c. Surat Ijin Pengambilan Data dari RSUP. H. Adam Malik Medan ..... 129 d. Surat Selesai Penelitian dari RSUP. H. Adam Malik Medan ............. 130
Universitas Sumatera Utara
Judul Tesis
: Hubungan Dukungan Keluarga dan Peran Perawat dengan Kepatuhan Minum Obat pada Penderita TB MDR di RSUP.H. Adam Malik Medan
Nama Mahasiswa
: Dina Afriani
Program Studi
: Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi
: Keperawatan Medikal Bedah
Tahun
: 2014
ABSTRAK
TB MDR (multidrug resisten tuberculosis) merupakan masalah utama pada pencegahan dan pemberantasan TB di dunia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dan peran perawat dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR. Jenis Penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan desain penelitian cross sectional. Teknik pengambilan sampel penelitian adalah total sampling dengan kriteria inklusi penderita TB MDR yang sudah menjalani pengobatan selama 2 bulan. Jumlah sampel adalah 63 sejak April hingga Juni 2014 . Penelitian dilakukan di RSUP. H. Adam Malik Medan di Poliklinik TB MDR. Data demografi dianalisis secara univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi karakteristik responden. Analisis bivariat dengan menggunakan uji chi-square untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dan peran perawat terhadap kepatuhan minum obat sedangkan analisis multivariate menggunakan analisa regresi logistik berganda. Berdasarkan uji hipotesa menggunakan chi-square dengan tingkat kepercayaan 95% , diperoleh terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan minum
Universitas Sumatera Utara
obat ( p=0,00). Ada hubungan yang signifikan antara peran
perawat dengan
kepatuhan minum obat ( p=0,00). Berdasarkan analisis multivariat variabel yang paling berhubungan dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR adalah dukungan keluarga informasional ( p=0,00) dan peran perawat sebagai konselor ( p=0.09). Simpulan penelitian ini adalah ada hubungan dukungan keluarga dan peran perawat dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR. Diperlukan kerjasama dukungan keluarga dan peran perawat untuk meningkatkan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR.
Kata kunci : dukungan keluarga, peran perawat, kepatuhan minum obat, TB MDR
Universitas Sumatera Utara
Thesis Title
: The Relationship of family support and role
of
nurses with the compliance taking medicines in TB MDR patients in RSUP. H. Adam Malik Medan Name
: Dina Afriani
Study Program
: Master of Nursing
Field of Specialization
: Medical-Surgical Nursing
Year
: 2014
ABSTRACT
MDR TB (multidrug resistant tuberculosis) is the main problem in preventing and combating tuberculosis throughout the world. The objective of the research was to find out the relationship of family support and role of nurse with the compliance in taking medicines in TB MDR patients. The type of the research was descriptive correlation with cross sectional design. The samples consisted of 63 respondents from April to June, 2014, taken by using total sampling technique with the inclusive criteria of TB MDR patients who had been under the treatment for two months. The research was conducted in the TB MDR Polyclinic of RSUP H. Adam Malik, Medan. Demographic data were analyzed by using univariate analysis was used to find out the frequency distribution of respondents’ characteristics. Bivariate analysis with chi square test was used to find out the correlation of family support and role of nurse with the compliance in taking medicines, while multivariate analysis with multiple logistic regression tests.
Universitas Sumatera Utara
Based on the result of the hypothesis, using chi square test with the level of reliability of 95%, it was found that there was significant correlation between family support and the compliance in taking medicines ( p=0.00) and there was significant correlation between role of nurse and the compliance in taking medicines ( p=0.00). Based on the result of multivariate analysis, the variable which had the most dominant correlation with the compliance in taking medicines in TB MDR patients was informational family support ( p=0.00) and nurses’ role as counselors ( p =0.09).The conclusion of the research was that there was the correlation of family support and role of nurse with the compliance in taking medicines in TB MDR patients. It is recommended that the collaboration between family support and role of nurse to improve the compliance in taking medicines in TB MDR patients.
Keywords: family support, role of nurse, compliance in taking medicines, TB MDR
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Resistensi
ganda
obat
anti-tuberculosis
( multidrug (multidrug
resistant
tuberculosis/TB tuberculosis/TB MDR) merupakan merupakan masalah masalah terbesar terhadap terhadap pencegahan pencegahan dan dan pemberantasan TB di dunia. Pada tahun 2003 WHO menyatakan insiden TB MDR meningkat secara bertahap rata-rata 2% pertahun. Prevalensi TB diperkirakan WHO meningkatkan 4,3% di seluruh dunia dan lebih dari 200 kasus baru terjadi di dunia, di negara berkembang prevalens TB MDR berkisar antar 4,6% - 22,2% (Frieden, 2004). Pada survey WHO dilaporkan lebih dari 90.000 pasien TB di 81 negara, ternyata angka TB MDR berkisar angka TB MDR lebih tinggi dari yang diperkirakan, enam negara dengan kejadian TB MDR dengan angka tinggi di dunia adalah Estonia, Kazakhsatan, Latvia, Lithunia bagian dari Federasi Rusia dan Uzbekistan. WHO memperkirakan ada 300.000 kasus TB MDR baru per tahun. OAT OAT (obat anti tuberculosis) yang yang resisten terhadap kuman kuman tuberculosis akan semakin meningkat, saat ini 79% dari TB MDR adalah “ super strain “ yang resisten paling sedikit 3 atau 4 OAT (WHO, 2011). Pola TB MDR di Indonesia khususnya RS Persahabatan tahun 1995-1997 adalah resistensi primer 4,6% - 5,8% dan resistensi sekunder 22,95% - 26,07% (Aditama & Wijanarko, 1996). Pada penelitian lainnya Aditama (2004) mendapatkan resistensi primer 6,86% sedangkan resistensi 15,61%. Hal ini patut diwaspadai karena prevalensnya cenderung menunjukkan peningkatan. Penelitian di RS Persahabatan (1998) melaporkan proporsi kesembuhan penderita TB MDR
Universitas Sumatera Utara
sebesar 72% menggunakan panduan OAT yang masih sensitive ditambah ofloksasin (Tukak, 1998). Limited and unrepresentative hospital data (2006) menunjukkan kenyataan bahwa sepertiga kasus TB MDR resisten terhadap Resistance ) (Nawas, ofloksasin dan ditemukan 1 kasus TB XDR (Extremely ( Extremely Drug Resistance) 2010). Kejadian TB MDR pada dasarnya adalah suatu fenomena buatan manusia phenomenon ) sebagai akibat pengobatan TB yang tidak adekuat. Hal (man-made phenomenon) ini disebabkan oleh penyedia pelayanan kesehatan dan dari pihak pasien sendiri. Faktor penyedia layanan seperti buku panduan yang tidak sesuai, tidak mengikuti panduan yang tersedia, tidak memiliki paduan, pelatihan yang buruk, tidak terdapatnya
pemantauan
program
penanggulangan penanggulangan TB yang lemah, lemah,
pengobatan,
pendanaan
program
penyediaan atau kualitas obat yang tidak
adekuat seperti kualitas obat yang buruk, persediaan obat yang terputus, kondisi tempat penyimpanan yang tidak terjamin, kombinasi obat yang salah atau dosis yang kurang. Faktor yang disebabkan dari pasien seperti kepatuhan pasien yang kurang, kurangnya informasi, kekurangan dana/tidak tersedia pengobatan cumacuma, masalah transportasi, masalah efek samping, masalah sosial, malabsorpsi, ketergantungan terhadap substansi substansi tertentu ( Burhan, 2010). Pasien TB-MDR di Indonesia belum mendapat akses pengobatan yang memadai karena tidak semua obat yang dibutuhkan oleh TB MDR tersedia di Indonesia.
Penanganan
TB
MDR
di
Indonesia
masih
sangat
terbatas
jangkauannya. jangkauannya. Sampai saat ini di Indonesia baru ada beberapa rumah sakit yang bisa menangani TB MDR yaitu: RSUP Persahabatan di Jakarta, RSUD Dr.
Universitas Sumatera Utara
Soetomo di Surabaya, RS Hasan Sadikin di Bandung dan RSUP H.Adam Malik di Medan sedangkan sedangkan kasus TB-MDR TB-MDR diperkirakan tidak hanya di beberapa beberapa wilayah tersebut. Sejak juli 2012 sampai desember 2013, ada 83 pasien yang sudah terdiagnosis TB MDR, tetapi hanya 63 orang yang bersedia menjalani pengobatan di RSUP. H. Adam Malik Medan, 30 orang yang masih menjalani pengobatan sudah mengalami konversi BTA negatif, 10 orang meninggal, 10 orang mangkir, 2 orang gagal pengobatan. Strategi DOTS (Directly (Directly Observed Theraphy Short-course ) dalam penatalaksanaan TB sangat bermanfaat untuk meningkatkan angka kesembuhan sehingga mengurangi angka resistensi termasuk resistensi ganda. Hsieh .et al, (2010) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa strategi DOTS dapat meningkatkan kepatuhan kepatuhan minum OAT pada pasien TB. Berdasarkan dari strategi pengobatan DOTS menurut kriteria komponen dalam pengobatan diperlukan adanya PMO (Pengawas Menelan Obat) selama masa pengobatan. PMO bertugas untuk mengawasi penderitaTB dalam mengkonsumsi OAT selama proses pengobatan. PMO haruslah orang yang hidup berdekatan dengan penderita, dihormati oleh penderita dan dapat berkomunikasi dengan penderita. Peran sebagai PMO inilah yang dapat dijalankan keluarga seperti orang tua atau saudara si penderita (Frieden dan Sbarbaro, 2005). Nasution (2007) menemukan bahwa pasien yang berhasil mengikuti program DOTS memiliki dukungan keluarga yang lebih besar dibandingkan pasien yang gagal di Medan, Indonesia. Dukungan keluarga dan masyarakat mempunyai andil besar dalam
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan kepatuhan pengobatan yaitu dengan adanya pengawasan dan pemberi dorongan kepada penderita. Keuntungan keluarga sebagai PMO adalah tempat tinggalnya yang serumah dengan penderita sehingga pemantauannya lebih optimal dan langsung tidak perlu biaya transportasi (Becher, 1997). Menurut Friedman (1998) dukungan keluarga adalah sikap dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Keluarga juga berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggotanya dan anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung, selalu siap memberikan pertolongan dengan bantuan jika diperlukan. Faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pasien dalam pengobatan adalah dukungan keluarga seperti pada penelitian Hutapea (2010) yang menyimpulkan bahwa dukungan keluarga dapat meningkatkan kepatuhan minum OAT. Namun berbeda dengan penelitian Dewi, Nursiswati & Ridwan (2009) pada penelitian
tersebut tidak didapatkan adanya hubungan antara dukungan
keluarga dengan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan TB. Keperawatan tidak hanya ditujukan kepada individu perseorangan melainkan juga kepada kelompok, keluarga dan masyarakat seperti yang dikemukakan dalam model konsep Orem yang
mengutamakan keperawatan
mandiri klien, mengajak klien dan keluarga untuk secara mandiri dalam mencegah, mendeteksi dan menangani masalah kesehatan (Friedman, 1998). Peran perawat di RSUP. H. Adam Malik selain sebagai PMO, juga sebagai pemberi edukasi dan motivasi. Setelah pasien tidak menjalani perawatan di Rumah Sakit, perawat juga memantau puskesmas daerah tempat tinggal pasien dengan bekerjasama dengan perawat puskesmas tersebut dengan meningkatkan
Universitas Sumatera Utara
jejaring eksternal. Berdasarkan penelitian Pritchard, Hayward & Monk (2003) salah satu faktor yang menyebabkan kejadian TB MDR adalah ketidakpatuhan pasien minum obat. Pengawasan dan perhatian dari tenaga kesehatan maupun pihak keluarga yang telah dipercaya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien tuberculosis dalam menjalani pengobatan yang membutuhkan waktu yang cukup lama walaupun panduan obat yang digunakan baik tetapi bila penderita tidak berobat dengan teratur maka umunya hasil pengobatan mengecewakan (Senewe, 2002). Hal ini menjadikan latar belakang penulis melakukan penelitian sejauh mana hubungan dukungan keluarga dan peran perawat ikut andil dalam kepatuhan minum obat penderita TB MDR. Dengan demikian penulis memilih judul hubungan dukungan keluarga dan peran perawat dengan kepatuhan minum obat penderita TB MDR di RSUP. H. Adam Malik Medan.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah penelitian adalah apakah terdapat hubungan antara dukungan keluarga dan peran perawat dengan kepatuhan berobat penderita TB MDR di RSUP H. Adam Malik Medan ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dan peran perawat
Universitas Sumatera Utara
dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR di RSUP H. Adam Malik Medan. 1.3.2 a.1
Tujuan Khusus Untuk mengetahui dukungan keluarga pada penderita TB MDR di RSUP. H. Adam Malik Medan
a.2
Untuk mengetahui peran perawat pada penderita TB MDR di RSUP. H. Adam Malik Medan.
a.3
Untuk mengetahui tingkat kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR di RSUP. H. Adam Malik Medan.
a.4
Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR di RSUP.H. Adam Malik Medan.
a.5
Untuk mengetahui hubungan peran perawat dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR di RSUP.H. Adam Malik Medan.
a.6 Untuk mengetahui sub variabel yang paling dominan berhubungan dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR di RSUP. H. Adam Malik Medan. 1.4
Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini adalah Hipotesa alternatif (Ha) dimana ada hubungan antara dukungan keluarga dan peran perawat terhadap kepatuhan minum obat penderita TB MDR di RSUP H. Adam Malik Medan.
Universitas Sumatera Utara
1.5
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1.5.1
Bagi Institusi Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar pemikiran bagi peneliti lain untuk dapat melakukan penelitian lebih lanjut khususnya yang berkaitan dengan dukungan keluarga dan peran perawat dalam meningkatkan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR.
1.5.2 Bagi Praktek Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan bagi praktek tenagake perawatan untuk meningkatkan kepatuhan pasien minum obat sehingga meningkatkan angka kesembuhan TB MDR dengan cara melaksanakan program DOTS berbasis keluarga. 1.5.3
Bagi Masyarakat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat keluarga pasien
agar lebih berperan peran serta memberi dukungan
kepada penderita dalam menjalani pengobatan TB MDR. 1.5.4
Bagi Peneliti Hasil penelitian ini menambah ilmu, wawasan penulis tentang dukungan keluarga dan peran perawat pada penderita TB MDR yang menjalani pengobatan.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dukungan Keluarga 2.1.1 Definisi
Menurut Friedman (1998) dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Anggota keluarga dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam lingkungan keluarga. Keluarga juga berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggotanya dan anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung, selalu siap memberikan pertolongan dengan bantuan jika diperlukan. Kane dalam Friedman (1998) mendefinisikan dukungan keluarga sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosial.
Menurut
Gottlieb (1998) dalam Kuncoro (2002) dukungan keluarga adalah komunikasi verbal dan non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subyek di dalam lingkungan sosialnya atau berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya, dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan secara emosional merasa lega karna diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya. Serason (1983) dalam Kuncoro (2002) mengatakan bahwa
dukungan
keluarga adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai dan menyayangi kita. Dukungan keluarga dan masyarakat mempunyai andil besar dalam
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan kepatuhan pengobatan yaitu dengan adanya pengawasan dan pemberi dorongan kepada penderita. Keuntungan keluarga sebagai PMO adalah tempat tinggalnya yang serumah dengan penderita sehingga pemantauannya lebih optimal dan langsung tidak perlu biaya transportasi (Becher, 1997). Penderita dan keluarga menyadari akan pentingnya kepatuhan berobat dan seringkali penderita ingin segera menyelesaikan pengobatan supaya dilihat oleh masyarakat dirinya sembuh sehingga dapat diterima kembali di masyarakat. 2.1.2. Jenis Dukungan Keluarga
Kaplan (1967) dalam Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga memiliki empat jenis dukungan, yaitu: dukungan informasional, penilaian, instrumental dan emosional. Dukungan informasional adalah dukungan yang diberikan keluarga berfungsi sebagai kolektor dan disseminator informasi tentang dunia yang dapat digunakan untuk mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi. Informasi yang diberikan kepada pasien berguna untuk menambah wawasan untuk patuh dalam minum obat. Informasi dalam pengobatan TB MDR dapat diperoleh dari penjelasan petugas kesehatan, selebaran, Koran, brosur dan lain-lain. Informasi ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam minum obat secara teratur dan tepat baik waktu maupun dosisnya. Dalam dukungan penilaian, keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan
Universitas Sumatera Utara
umpan balik, membimbing dan menengahi masalah serta sebagai sumber validator identitas anggota keluarga, diantaranya
memberikan support, pengakuan,
penghargaan dan perhatian. Dukungan
instrumental
merupakan
dukungan
keluarga
berupa
pertolongan praktis dan konkrit diantaranya bantuan langsung dari orang yang diandalkan seperti materi, tenaga dan sarana. Manfaat dukungan ini adalah mendukung pulihnya energi atau stamina dan semangat yang menurun selain itu individu merasa bahwa masih ada perhatian dan kepedulian dari lingkungan terhadap seseorang yang mengalami kesusahan dan penderita. Dukungan emosional adalah dukungan keluarga yang diberikan sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Manfaat dari dukungan ini adalah secara emosional menjamin nilai-nilai individu (baik pria maupun wanita) akan selalu terjaga kerahasiaannya dari keingitahuan orang lain. Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian dan mendengarkan serta didengarkan. Penderita TB MDR sangat membutuhkan keempat jenis dukungan yang berasal dari keluarga sehingga dapat meningkatkan kepatuhan minum obat dan mempercepat proses penyembuhan. 2.1.3 Manfaat Dukungan Keluarga
Wills dalam Friedman (1998) menyimpulkan bahwa efek-efek penyangga (dukungan sosial melindungi individu terhadap efek negatif dari stress) dan efekefek utama (dukungan sosial secara langsung mempengaruhi akkibat-akibat dari
Universitas Sumatera Utara
kesehatan) ditemukan. Sesungguhnya efek-efek penyangga dan utama dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan boleh jadi berfungsi secara bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit dan di kalangan kaum tua, fungsi kognitif, fisik dan kesehatan emosi. Serason (1993) dalam Kuncoro (2002) berpendapat bahwa dukungan keluarga mencakup 2 hal yaitu jumlah sumber dukungan yang tersedia dan tingkat kepuasan akan dukungan yang diterima. Jumlah dukungan yang tersedis merupakan persepsi individu terhadap sejumlah orang yang dapat diandalkan saat individu membutuhkan bantuan. Tingkat kepuasan akan dukungan yang diterima berkaitan dengan persepsi individu bahwa kebutuhannya akan terpenuhi (pendekatan berdasarkan kualitas). 2.1.4
Sumber Dukungan Keluarga
Menurut Root & Dooley (1985) dalam Kuncoro (2002) ada 2 sumberdukungan keluarga yaitu natural dan artifisial. Dukungan keluarga yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupannya secara spontan dengan orang-orang yang berada disekitarnya misalnya anggota keluarga (anak, istri, suami, saudara) teman dekat atau relasi. Dukungan keluarga ini bersifat non formal sedang dukungan keluarga artifisial adalah dukungan yang dirancang kedalam kebutuhan primer seseorang misalnya dukungan keluarga akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan. Menyediakan dukungan baik emosional maupun dalam bentuk informasi diberikan dalam bentuk siap membantu, bersedia mendengar, perhatian terhadap
Universitas Sumatera Utara
kebutuhan pasien dan menyediakan lingkungan yang sesuai untuk pasien membagi pengalaman perawatan mereka. Sebagai tambahan, memberikan dukungan membantu meningkatkan kepercayaan diri pasien untuk melanjutkan aktivitas perawatan. Thorsteinson (2001) menyatakan bahwa mendengarkan perasaan seseorang dan memegang tangan merupakan contoh cara memberi dukungan dan menyemangati pasien. Memastikan kondisi lingkungan yang dapat memotivasi pasien memberi keuntungan dalam meningkatkan kompetensi perawatan dan berguna untuk memfasilitiasi hubungan antara perawat dan pasien dan keluarganya. Interaksi tersebut membantu pasien untuk merespon kebutuhan perawatan mandiri dan membangun keinginan untuk mendiskusikan masalah mereka. 2.1.5 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga
Menurut
Rahayu,
Ferani
&
Rahayu
(2010)
faktor-faktor
yang
mempengaruhi dukungan keluarga adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal
meliputi
tahap
perkembangan,
pendidikan
dan
tingkat
pengetahuan, emosi dan spiritual. Faktor eksternal meliputi praktik dukungan dalam keluarga, psikososialekonomi dan latar belakang keluarga. Tahap perkembangan mempengaruhi dukungan keluarga artinya dukungan dapat ditentukan oleh faktor usia, dalam hal ini adalah pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian setiap rentang usia (bayi-lansia) memiliki pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-beda. Anakanak mempunyai tingkat kepatuhan yang lebih tinggi dibandingkan remaja meskipun anak-anak mendapat informasi yang kurang. Untuk penderita lanjut
Universitas Sumatera Utara
usia kepatuhan minum obat dapat dipengaruhi oleh daya ingat yang berkurang, ditambah lagi apabila penderita lanjut usia tinggal sendiri. Menurut Dunbar & Waszak dalam Smet (1994) ketaatan dalam aturan pengobatan pada anak-anak, remaja dan dewasa adalah sama. Pendidikan dan tingkat Pengetahuan, keyakinan seseorang terhadap adanya dukungan terbentuk oleh variabel intelektual yang terdiri dari pengetahuan, latar belakang pendidikan dan pengalaman di masa lalu. Kemampuan kognitif akan membentuk cara berfikir seseorang termasuk kemampuan untuk memahami faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit dan menggunakan pengetahuan tentang kesehatan untuk menjaga kesehatan dirinya. Faktor emosi juga mempengaruhi keyakinan terhadap adanya dukungan dan cara melaksanakannya. Seseorang yang mengalami respons stress dalam setiap perubahan hidupnya cenderung berespon terhadap berbagai tanda sakit, mungkin dilakukan dengan cara mengkhawatirkan bahwa penyakit tersebut mengancam kehidupannya. Seseorang yang secara umum terlihat sangat tenang mungkin mempunyai respon emosional yang kecil selama ia sakit. Seorang individu yang tidak mampu melakukan koping secara emosional terhadap ancaman penyakit mungkin akan menyangkal adanya gejala penyakit pada dirinya dan tidak mau menjalani pengobatan. Spiritual, dapat terlihat dari bagaimana seseorang menjalani kehidupannya, mencakup nilai dan keyakinan yang dilaksanakan, hubungan dengan keluarga atau teman dan kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup. Praktik di keluarga memberikan dukungan biasanya mempengaruhi
Universitas Sumatera Utara
penderita dalam melaksanakan kesehatannya. Misalnya, klien juga kemungkinan besar akan melakukan tindakan pencegahan jika keluarganya melakukan hal yang sama, anak yang selalu diajak orangtuanya untuk melakukan pemeriksaan kesehatan rutin maka ketika punya anak dia melakukan hal yang sama. Faktor psikososioekonomi dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit dan mempengaruhi cara seseorang mendefinisi
dan bereaksi terhadap
penyakitnya. Variabel psikososial mencakup: stabilitas perkawinan, gaya hidup dan lingkungan kerja. Seseorang biasanya akan mencari dukungan dan persetujuan dari kelompok sosialnya, hal ini akan mempengaruhi keyakinan kesehatan dan cara pelaksanaannya. Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang biasanya ia akan lebih cepat tanggap terhadap gejala penyakit yang dirasakan. Sehingga akan segera mencari pertolongan ketika merasa ada gangguan pada kesehatannya. Latar belakang mempengaruhi keyakinan, nilai dan kebiasaan individu, dalam memberikan dukungan termasuk cara pelaksanaan kesehatan pribadi. Pada penderita TB dukungan keluarga dianggap sebagai determinan penting dari perilaku kesehatan. Dukungan keluarga yang dibutuhkan seseorang dapat berupa pada dukungan moral, emosional dan dukungan intim serta kebutuhan untuk informasi dan umpan balik. Ini dapat dipenuhi oleh keluarga. Kekuatan dukungan keluarga mempengaruhi perilaku perawatan diri individu melalui peningkatan motivasi, memberikan informasi dan memberikan umpan balik ( Xiaolian et al., 2002). Orem membagi keluarga menjadi tiga jenis situasi keluarga antara lain
Universitas Sumatera Utara
keluarga sebagai faktor pengaruh dasar, keluarga sebagai struktur untuk unit perawatan mandiri dan keluarga sebagai unit pelayanan (Taylor dan Renpenning, 1995). Taylor (2001) menyatakan bahwa keluarga memiliki tujuan utama secara spesifik untuk membuat, memelihara dan mempromosikan perkembangan sosial, mental, fisik dan emosional tiap-tiap anggota keluarga dan mendefenisikan keluarga sebagai sebuah sistem atau unit individu yang memiliki hubungan dengan keterkaitan sosial yang kuat dengan komitmen dan ketergantungan satu sama lain.
2.1
Konsep Keperawatan
2.2.1 Pengertian
Perawat atau Nurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti merawat atau memelihara. Lemone (1989, dalam Depkes RI, 2002) menjelaskan pengertian dasar seorang perawat yaitu seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit, luka dan proses penuaan. Menurut UU RI No 23 tahun 1992 tentang kesehatan mendefinisikan perawat yaitu mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang diperoleh melalui pendidikan perawatan Sedangkan menurut International Council of Nurses (1965, dalam Depkes RI, 2002) perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan keperawatan, berwenang dinegara bersangkutan untuk memberi pelayanan dan bertanggung jawab dalam peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit serta pelayanan terhadap pasien.
Universitas Sumatera Utara
Perawat profesional adalah perawat yang bertanggungjawab dan berwewenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan atau berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kewenangannya. 2.2.2
Peran Perawat
Peran diartikan sebagai seperangkat perilaku yang diharapkan oleh individu sesuai dengan status sosialnya. Jika seorang perawat, peran yang dijalankannya harus sesuai dengan lingkup kewenangan perawat. Peran menggambarkan otoritas seseorang yang diatur dalam sebuah aturan yang jelas. Tidak menutup kemungkinan ada dua atau lebih profesi yang memiliki peran yang sama. Kesamaan peran bukan berarti sama dalam segala hal. Peran boleh sama tetapi ruang lingkup atau kewenangan masing-masing profesi tentu berbeda-beda. Tidak mungkin ada satu profesi kesehatan yang menyerobot kewenangan profesi kesehatan lain. Oleh karena itu diperlukan suatu standar dari masing-masing profesi kesehatan. Sebagai tenaga kesehatan perawat memiliki sejumlah peran di dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan hak dan kewenangan yang ada. 2.2.3 Peran Perawat Dalam Penangganan Dan Pengendalian TB Di Rumah Sakit
Peran perawat secara umum adalah memberi pelayanan/asuhan (care provider), pemimpin kelompok (community leader), pendidik (educator), pengelola (manager) dan peneliti (researcher) adapun peran perawat dalam penangganan dan pengendalian TB & MDR TB di rumah sakit menurut Depkes RI (2014) adalah sebagai pemberi asuhan keperawatan, sebagai pendidik dan
Universitas Sumatera Utara
advokasi pasien TB, sebagai konselor di unit DOTS ( Directly Observed Treatment Short-Course), sebagai pengelola ruangan dan sebagai peneliti. 1.
Pemberi Asuhan Keperawatan
Menerapkan keterampilan berfikir kritis dan pendekatan sistem untuk penyelesaian masalah serta pembuatan keputusan keperawatan dalam konteks memberi asuhan keperawatan secara komprehensif dan holistik berlandaskan aspek etik dan legal. Perawat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien dan keluarga yang mengalami TB & MDR TB melalui upaya promotif, preventif, kolaborasi dalam pengobatan (kuratif), dan rehabilitatif. Asuhan keperawatan diberikan secara langsung (direct care) kepada pasien/klien maupun tidak langsung (indirect care) di RS. Peran-peran tersebut dilakukan pada semua ruang keperawatan, yaitu ruangan gawat darurat, ruang rawat dan ruang isolasi. Adapun kegiatan sebagai pemberi asuhan keperawatan adalah melakukan pengkajian keperawatan, menetapkan masalah/diagnosis keperawatan yang berhubungan dengan kasus TB & TB MDR, merencanakan tindakan
keperawatan yang
berhubungan dengan dengan masalah yang muncul, melaksanakan
rencana
tindakan keperawatan meliputi perawatan langsung, perawatan tidak langsung sesuai sarana dan fasilitas RS dan kebutuhan pasien, melaksanakan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain, melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan dan melakukan dokumentasi keperawatan. 2.
Peran Sebagai Pendidik Kesehatan Dan Advokasi Pasien TB MDR
Perawat memberikan pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga yang menjadi tanggung jawabnya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
Universitas Sumatera Utara
pasien TB dan keluarga dalam pencegahan dan penanganan TB. Sebelum memberikan edukasi perawat melakukan pengkajian kebutuhan pengetahuan pasien dan keluarga tentang perawatan TB untuk kemudian menyusun rencana pendidikan kesehatan. Kemudian perawat melaksanakan pendidikan kesehatan dengan topik yang sesuai dengan kebutuhan pasien dan keluarga, diantaranya cara-cara pencegahan penyakit TB MDR, cara penanggulangannya. Selanjutnya perawat membantu pasien dalam mengambil keputusan untuk menentukan pengobatan TB dengan cara membantu memilih sumber informasi antara lain berasal dari petugas kesehatan, buku bacaan, televisi, majalah, dll. 3.
Peran sebagai Konselor di Unit DOTS ( Directly Observed Treatment
Short-course)
Di Rumah Sakit terdapat unit DOTS
pada unit DOTS peran perawat
sangat strategis yaitu sebagai konselor. Perawat memfasilitasi pasien/klien untuk mencari pemecahan masalah kesehatan dalam perubahan perilaku yang terjadi dan dihadapi pasien/klien. Pada konseling keperawatan TB & MDR TB, perawat tidak boleh memberi instruksi kepada pasien untuk melakukan sesuatu tetapi membantu pasien untuk melakukan proses penyelesaian masalah dan mengambil keputusan yang tepat untuk bertindak. Kegiatannya adalah sebagai berikut mengidentifikasi dan klarifikasi masalah yang harus diselesaikan kemudian melibatkan pasien dalam mengidentifikasi dan memilih alternatif penyelesaian masalah. selanjutnya memfasilitasi pasien dalam mengevaluasi keputusan yang diambil untuk meningkatkan kesadaran dirinya untuk mengatasi masalah. Kemudian melaksanakan kerjasama/kolaborasi
antar anggota tim dan tenaga
Universitas Sumatera Utara
kesehatan lain (dokter, psikolog, petugas gizi, dll). Konseling yang diberikan perawat kepada pasien dan keluarga yang mengalami masalah psikososial dan isolasi sosial akibat menderita TB. Konseling juga diberikan kepada pasien yang mengalami efek samping OAT, konseling terkait konflik dalam keluarga akibat TB, konseling penanganan masalah TB MDR, konseling bagi pasien HIV-TB. 4.
Peran Perawat Sebagai Pengelola Ruangan
Perawat mengaplikasikan kepemimpinan dan manajemen keperawatan dalam pelayanan dan pemberian asuhan keperawatan pada pasien/klien dengan TB. Perawat sebagai pengelola ruangan yaitu sebagai ketua tim atau case manager khusus pada kasus pasien dengan masalah TB. Adapun kegiatan sebagai Ketua Tim (Case manager) diruangan pada kasus TB, adalah sebagai berikut: 4.1
Mengelola
pencegahan dan pengendalian infeksi TB pada pasien dan
keluarga di Rumah Sakit. 4.2
Mengelola asuhan keperawatan mengkaji, mengidentifikasi, menganalisa hasil pengkajian
dan menyusun kebutuhan asuhan keperawatan sesuai
dibutuhkan pasien. 4.3
Mengelola dan mengembangkan tindakan keperawatan bersama perawat pelaksana ruangan.
4.4
Melakukan kolaborasi
dengan tim kesehatan lain dalam memberikan
asuhan keperawatan. 4.5
Melakukan evaluasi hasil dan dampak asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat pelaksana.
4.6
Mendokumentasikan asuhan keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
5.
Peran Sebagai Peneliti
Melakukan penelitian keperawatan mulai dari penelitian bersifat sederhana sampai penelitian bersifat advance. Sebagai peran peneliti perawat diharapkan dapat menumbuhkan rasa ingin tahu, mencari jawaban terhadap fenomena klien, menerapkan hasil kajian dalam rangka membantu mewujudkan praktik berbasis bukti/fakta (Evidence Based Nursing Practice) . Perawat dapat berkontribusi atau melakukan penelitian langsung di setiap ruangan di RS serta menggunakan hasil penelitian dalam melakukan perawatan TB. Kegiatannya sebagai berikut: 5.1
Mengidentifikasi
fenomena/masalah-masalah
terkait
pasien
TB
dan
penerapan pengendalian TB untuk kebutuhan penelitian. 5.2
Merancang dan melakukan penelitian langsung sesuai kajian, contoh: dampak ketidakpatuhan terhadap obat yang diberikan.
5.3 Berpartisipasi melaksanakan penelitian bersama tenaga kesehatan lain. 5.4
Menggunakan dan memanfaatkan
hasil
penelitian dalam memberikan
pelayanan/asuhan keperawatan dan mengembangkan metode perawatan terkini pada pasien TB. 5.5
Menyebarluaskan dan mempublikasikan temuan hasil penelitian dalam seminar nasional/internasional maupun jurnal nasional/internasional. Sehubungan dengan TB, perawat meningkatkan kesehatan untuk mencegah
penyakit dengan mengurangi penularan TB di masyarakat dengan menemukan dan mengobati kasus aktif. Mereka memulihkan kesehatan dengan memastikan pasien menerima perawatan yang mereka butuhkan dan meringankan
Universitas Sumatera Utara
penderitaan dengan mengorganisir dukungan untuk pasien sesuai dengan kebutuhan masing-masing. 2.2.4. Peran Perawat Dalam Strategi DOTS.
Peran perawat yang bertugas di manajemen TB dan kontrol bervariasi sesuai dengan lingkungan kerja mereka. Sementara beberapa akan terlibat dalam semua kegiatan yang digambarkan di bawah ini, orang lain akan mengambil berbagai elemen. Perawat bekerja di layanan kesehatan primer yang pertama bertemu dengan pasien dan menemukan gejala sehingga penting untuk identifikasi awal
tersangka TB dan kasus
TB-MDR. Untuk memastikan tingginya tingkat deteksi kasus, landasan penanggulangan TB adalah perawat yang bekerja dengan individu, keluarga, masyarakat dan layanan lainnya perlu memahami peran mereka dalam mengendalikan pencegahan penyakit TB MDR (William.G,2008)
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Peran Perawat dan Kaitannya dengan Lima Elemen Kunci dari Strategi DOTS (William.G,2008)
2.2.5
Elemen Komitmen Politik
Strategi dan rasional investasi di tingkat nasional dan lokal untuk melaksanakan dan mempertahankan program pengendalian TB sukses
Penemuan kasus dengan pemeriksaan mikroskopi Pengobatan dengan standar DOT
Pilihan biaya yang paling efektif, Mengidentifikasi kasus infeksi
Memastikan pengobatan yang efektif dan kepatuhan pengobatan, tersedia PMO, yang terlatih, bertanggung jawab dan dapat diterima oleh pasien.
Standard pelaporan dan pencatatan
Evluasi secara sistematis : a) perkembangan pasien dan hasil dari pengobatan.. b) kinerja dari program keseluruhan
Teratur menyediakan obat
Mengurangi berobat
Aspek logistik tambahan: pelatihan dan pengawasan Aspek operasional tambahan: fleksibilatas
Penting untuk memastikan kualitas dan manajemen yang tepat dan kemungkinan penemuan kasus TB
kemungkinan
putus
Berbagai aspek geografi, lingkungan dan konteks budaya dibutuhkan fleksibilitas dalam implementasi dari komponen DOTS
Peran Perawat Advokasi dan lobi Pengalaman bekerja sama dengan pasien dan masyarakat dapat menginformasikan kebijakan dan pengambilan keputusan strategis dan membantu pelaksanaan Identifikasi kasus, Dukungan kepada pasien khawatir, saran untuk menghasilkan sampel yang baik, dokumentasi (Saran & hasil) Memastikan perlakuan yang sama, perencanaan perawatan Individu, Pendidikan pasien & keluarga, Pemantauan dan dokumentasi obat dan kemajuan, Dukungan untuk pasien, keluarga dan pengamat pengobatan. Bersih, akurat dan pencatatan laboratorium menggunakan: register laboratorium, kartu treatment, dan register TB. Komunikasi berulang dan perkembangan secara koleltif. Memastikan dan bertanggung jawab terhadap tersedianya obat untuk pasien dengan melihat pencatatan. (Wasor TB DOTS) Mengembangkan diri secara profesional, menyediakan edukasi untuk pasien, keluarga, masyarakat dan relawan. Perawat mempunyai peran kunci dengan menyediakan layanan yang fleksibel dan berpusat kepada pasien.
Manajemen Dan Asuhan Keperawatan Pasien TB MDR di Rumah Sakit.
Proses keperawatan adalah suatu pendekatan sistematis untuk menyediakan individual, perawatan berpusat kepada pasien melalui siklus penilaiannya, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Hal ini menjelaskan dasar secara ilmiah dan meningkatkan kualitas. Tindakan dibuat eksplisit pada tahap perencanaan memungkinkan evaluasi secara efektif terhadap intervensi yang dilakukan. Seperti proses keperawatan, DOTS dan strategi
Universitas Sumatera Utara
manajemen TB MDR pada dasarnya memiliki kualitas dan efektivitas. Strategi DOTS khususnya menawarkan pendekatan standar untuk mengontrol dan manajemen TB. Pengelolaan TB MDR jauh lebih kompleks meskipun ada beberapa peluang untuk standardisasi aspek-aspek tertentu seperti elemen diagnosis dan pemantauan pengobatan. Meskipun aspek teknis pengendalian TB yang standar telah menjadi efektif, layanan TB harus fleksibel dan didasarkan pada kebutuhan pasien, keluarga dan masyarakat setempat.(William G, 2008) Perawatan dan pengendalian penderita TB MDR menggunakan pendekatan berpusat kepada pasien yang keperawatan
dengan
DOTS
dan
strategi
menghubungkan proses manajemen
TB
MDR,
mengidentifikasi temuan kasus dan merawat pasien. Kasus yang terusmenerus
ditemukan,
mendorong
penyelidikan
lebih
lanjut
yang
menyebabkan lebih ditemukan banyak kasus karena kebutuhan individu pasien dapat berubah selama waktu mereka berada di masa pengobatan, evaluasi secara berkelanjutan oleh perawat dan berulang memastikan perawatan yang tepat pada setiap tahap dan meningkatkan kepatuhan pasien untuk mengikuti pengobatan TB MDR.
2.3 Konsep Kepatuhan 2.3.1
Pengertian
Kepatuhan adalah kerelaan seseorang untuk melakukan suatu permintaan yang sebenarnya tidak ingin dilakukan. Kepatuhan ini muncul karena adanya
Universitas Sumatera Utara
tekanan sosial dan perundingan, hal ini sangat dipengaruhi oleh informasi yang diterima oleh seseorang tentang perilaku yang diharapkan dan diminta (Sears,1994). Menurut (Sackett dalam Niven, 2002) kepatuhan didefinisikan sebagai sejauh mana perilaku klien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh petugas kesehatan. Menurut (Sarafano dalam Smet, 1994) kepatuhan merupakan tingkat klien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau oleh yang lain. Kepatuhan adalah sejauh mana klien mengerti maksud atau harapan dari dokter dalam memberikan pengobatan (McGavock dalam Hughes, 1997). Kepatuhan sering digunakan untuk menggambarkan perilaku bahwa klien mengubah perilakunya atau patuh karena mereka dimintai untuk it u (Brooks dan Burn, 2004). Kepatuhan merupakan masalah yang lazim pada semua penyakit kronis yang memerlukan pengobatan jangka panjang (Oesterberg, 2005) khususnya pada pasien TB paru. Kepatuhan sebagai suatu keadaan dimana pasien harus mengikuti instruksi dokter (WHO, 2003). Pengobatan TB yang efektif juga memerlukan kerjasama pasien dalam perilaku kesehatan. Oleh karena itu kepatuhan untuk menjalani pengobatan hingga berhasil dilihat sebagai keadaan dimana perilaku seseorang minum obat, mengikuti diet sehat dan mengubah gaya hidup, semuanya berkesinambungan dengan rekomendasi yang diberikan oleh tenaga kesehatan (WHO, 2003). Dapat disimpulkan bahwa kepatuhan merupakan perilaku yang muncul akibat permintaan atau saran dari orang lain mengenai tatacara menjalani sebuah program pengobatan, terjadi karna adanya kebutuhan dan peningkatan status
Universitas Sumatera Utara
kesehatan klien. Kepatuhan ini dapat dilihat, dinilai dan diukur dengan menggunakan sebuah instrumen (alat ukur), untuk itu perlu kita ketahui lebih lanjut karakteristik dari sebuah perilaku kepatuhan. 2.3.2. Kepatuhan Terhadap Pengobatan TB
Kepatuhan terhadap pengobatan TB adalah faktor utama keberhasilan pengobatan TB, mengurangi resiko terjadinya TB MDR dan merupakan alasan utama mengembangkan Strategi DOTS. Kepatuhan adalah sejauh mana perilaku seseorang minum obat, mengikuti diet dan/atau melaksanakan perubahan gaya hidup, mengikuti rekomendasi perawatan kesehatan yang disepakati (WHO, 2003). DOT merupakan elemen kunci dari paket kebijakan untuk pengendalian TB dan mengharuskan pengamat langsung pasien menelan obat. PMO dapat petugas kesehatan atau anggota terlatih dan diawasi komunitas. Indikator kepatuhan terbaik termasuk hasil smear konversi dari positif ke negatif, perbaikan gejala, perbaikan keadaan umum. Secara umum, pasien harus patuh minum obat untuk mencapai keberhasilan pengobatan yaitu meningkatkan kesempatan untuk sembuh, mengurangi resiko kekambuhan dan meminimalkan resisten terhadap obat (Maartens & Wilkinson, 2007). WHO (2003) mendefinisikan kepatuhan sebagai sejauh mana pasien untuk mengikuti petunjuk medis. Namun rejimen TB yang efektif juga membutuhkan pasien untuk mengikuti perilaku kesehatan. Sebagian besar hasil penelitian menunjukkan kepatuhan terhadap pengobatan (Martins, et al. 2008; McInerney, et al. 2007; Trajman .et al, 2010) namun dalam perilaku
Universitas Sumatera Utara
kesehatan bukan hanya kepatuhan terhadap pengobatan saja yang diperlukan. Khusus untuk penderita TB paru, Biswas (2010) mengusulkan enam kepatuhan perilaku kesehatan yaitu kepatuhan minum OAT, mengikuti diet sehat, melakukan latihan fisik, menjaga kebersihan lingkungan, mencegah penularan penyakit dan menghindari faktor-faktor resiko kambuh. Empat faktor utama berinteraksi untuk mempengaruhi kepatuhan terhadap pengobatan TB adalah faktor-faktor struktural termasuk kemiskinan dan diskriminasi gender, konteks sosial, faktor pelayanan kesehatan dan faktor personal. Kepatuhan terhadap perjalanan panjang pengobatan TB adalah kompleks, fenomena dinamis dengan berbagai faktor yang berdampak pada perilaku pengobatan. Kepatuhan pasien terhadap rejimen pengobatan dipengaruhi oleh sejumlah faktor tersebut (Volmick, 2010). 2.3.3 Alat Ukur Kepatuhan
Kepatuhan sulit dianalisa karena sulit didefenisikan, di ukur dan tergantung pada banyak faktor. Kebanyakan berhubungan dengan ketidaktaatan minum obat sebagai cara pengobatan, misalnya: tidak minum cukup obat, terlalu banyak dan minum obat diluar yang diresepkan. Metode untuk mengukur kepatuhan dilihat sejauh mana para klien mematuhi nasehat dokter dengan baik, meliputi laporan klien, laporan dokter, perhitungan pil dan botol, tes darah dan urine, alat-alat mekanis, observasi langsung dari hasil pengobatan (Smet, 1994). Menurut (McGavock dalam Hughes, 1997) ada sejumlah metode mengukur kepatuhan. Metode utama yang saai ini digunakan: wawancara pasien, jumlah pil,
Universitas Sumatera Utara
hasil pemeriksaan klinis, menggunakan indikator farmakologi, pengukuran konsentrasi plasma dalam obat dan pengawasan dengan elektronik. Kepatuhan diukur dengan cara yang berbeda. Mengukur kepatuhan dengan metode secara langsung dianggap lebih obyektif dan lebih dapat diukur seperti dari hasil BTA (Caminero, et al. 1996; Liza, 2009; Pungrassami, et al. 2002; Pritchard, et al. 2003), jadwal mengambil obat (Ailinger ,et al. 2010; Burman, 1995; Gelmanov ,et al. 2007; Naing, et al. 2001), menggunakan observasi langsung dalam mengukur kepatuhan pengobatan (Nymathi ,et al. 2006). Sedangkan Ailinger, et al. (2007) menjelaskan metode mengukur dan memonitor kepatuhan dalam regimen terapi baik di laboratorium maupun praktik klinik adalah level obat dalam cairan biologis, penanda biologi, observasi langsung. Haley, et al. (2008) menggunakan wawancara pasien, catatan pasien, kuisioner kepatuhan, jumlah pil. Untuk itu dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode adherence questionaire untuk mengukur kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR. Metode ini digunakan peneliti karena memiliki keuntungan yaitu mudah administrasinya (ditempat,email, surat, telepon) tervalidasi dan dapat menjelaskan perilaku pasien. Sejak tahun 1995, manajemen operasional yang menyesuaikan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Strategy) menekankan adanya pengawas minum obat (PMO) untuk setiap penderita TB paru dengan harapan dapat menjamin keteraturan minum obat bagi setiap penderita TB selama masa pengobatan.
Universitas Sumatera Utara
2.3.4
Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan
Hasil dari beberapa penelitian terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat yaitu lamanya pengobatan, sosial budaya, status ekonomi dan dukungan sosial, pendidikan, tenaga kesehatan, dukungan keluarga. 1.
Lamanya Pengobatan. Lamanya waktu pengobatan TB MDR antara 18-24 bulan menuntut
adanya perawatan komprehensif yang efektif agar dapat mendukung dan meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan. Penderita TB MDR juga tidak segera sembuh setelah meminum obat perlu waktu paling sedikit 18 bulan pengobatan yang meliputi fase awal selama 6 bulan setelah BTA mengalami konversi dilanjutkan fase lanjutan selama 18 bulan. Semakin banyak jenis obat yang harus diminum tiap harinya, maka klien semakin merasa kesulitan mematuhi program pengobatan. Hasil penelitian terhadap obat TB yang paling sering digunakan isoniazid (LoBue, et al. 2003) dan rifampisin (Haley, et al. 2008). Lamanya pengobatan bervariasi dari 4 bulan (Haley, et al. 2008), 6 bulan (LoBue, et al. 2003) dan 9 bulan (Ailinger, et al. 2006). Lamanya pengobatan selama 4 bulan mempunyai tingkat kepatuhan paling tinggi. Semakin lama pengobatan semakin rendah tingkat kepatuhan. 2.
Faktor Sosial Budaya
Hanya satu penelitian yang mengukur tentang faktor sosial budaya. Ailinger, et al. (2006) dalam penelitian di Spanyol menemukan tidak ada hubungan sosial budaya dengan kepatuhan minum obat. Mc Ewen dan Boyle (2007) menemukan
Universitas Sumatera Utara
bahwa dalam budaya spanyol adalah suatu hal yang memalukan apabila memiliki penyakit menular yang dapat ditularkan kepada keluarga dan lingkungan. Penelitian lain menemukan bahwa dua pertiga dari peserta akan menggunakan obat tradisional untuk mengobati penyakit TB mereka daripada pengobatan medis (Joseph, et al. 2008). 3.
Status Ekonomi dan Dukungan Sosial
Status ekonomi mempunyai peran penting dalam ketidakpatuhan untuk pasien. Keterbatasan biaya dalam pengobatan membuat keterbatasan transportasi ( Wyss, et al. 2007). Keterbatasan transportasi menyebabkan pasien tergantung pada orang lain untuk melakukan perjalanan yang jauh dengan transportasi umum yang membutuhkan banyak biaya. Pasien tidak dapat mengambil cuti karena sudah terikat kontrak dengan tempat mereka bekerja dan mereka merasa rugi kehilangan upah bekerja harian (Wyss, et al. 2007). Para peneliti menyarankan bahwa lebih memberikan waktu lebih untuk pasien kontrol ulang kesehatannya, lebih membimbing dan berikan transportasi klinik gratis untuk meningkatkan kepatuhan pengobatan (Wyss, et al. 2007). Pada penelitian Ailinger, et al. (2007) dukungan sosial tidak berkorelasi dengan kepatuhan terhadap pengobatan. 4.
Pendidikan dan Perilaku Sehat. Penelitian sebelumnya menemukan kurangnya kesadaran perilaku sehat
menurunkan tingkat kepatuhan (Mc Ewen dan Boyle, 2007). Banyak pasien yang tidak mengetahui tentang TB, TB MDR dan pengobatannya. Pada penelitian Ailinger, et al. (2006) menemukan penurunan kepatuhan berobat pada pasien yang mengetahui dirinya menderita TB, tidak ditemukan hubungan antara
Universitas Sumatera Utara
pendidikan dan penyakit TB. Pasien beranggapan sudah mendapatkan Imunisasi BCG diwaktu bayi menghindari mereka dari penyakit TB (Joseph, et al. 2008). Ailinger dan Dear (1998) menemukan adanya hubungan antara tingkat pendidikan dan kepatuhan berobat, meskipun penelitian selanjutnya tidak mendukung hasil penelitian ini. 5.
Petugas Kesehatan Kualitas interaksi antara klien dengan petugas kesehatan menentukan
derajat kepatuhan. Kegagalan pemberian informasi yang lengkap tentang OAT dari tenaga kesehatan bisa menjadi penyebab ketidakpatuhan klien meminum obat. Dalam penelitian Mc Ewen dan Boyle (2007) ditemukan kurannya kualitas interaksi dengan perawat membuat pasien merasa terpaksa dalam menjalankan pengobatan. Dalam penelitian tersebut ditemukan adanya ungkapan merasa tepaksa dan berpura-pura menjadi patuh. Nymathy ,et al. (2006) menemukan perawat yang melakukan manajemen perawatan TB dengan baik meningkatkan angka kesembuhan pasien. Perawat sebagai edukasi dan menemukan kasus TB. 6.
Efek Samping Tiga puluh delapan persen pasien melaporkan efek samping pada bulan
pertama, selanjutnya efek samping berkurang. Pada penelitian kualitatif menemukan tidak ada hubungan yang signifikan antara kepatuhan dan efek samping obat (Ailinger, 2006). Namun pada penelitian kualitatif menemukan
Universitas Sumatera Utara
bahwa efeksamping menjadi penyebab ketidakpatuhan (Mc Ewen dan Boyle, 2007). 7.
Dukungan Keluarga Anggota keluarga merupakan subjek utama menjadi PMO dalam program
DOTS bagi pasien TB. Nasution (2007) menemukan bahwa pasien yang berhasil mengikuti program DOTS memiliki dukungan keluarga yang lebih besar dibandingkan pasien yang gagal di Medan, Indonesia. Frieden & Sbarbaro (2007) menyatakan bahwa PMO harus dilakukan oleh individu yang dekat dan dapat diterima dapat oleh pasien dan keluarga. Punggrassami, et al. (2002) menyatakan bahwa hubungan keluarga akan meningkatkan perawatan kesehatan dan dukungan secara psikologis. Dukungan keluarga selama pengobatan TB akan membantu tercapainya keberhasilan pengobatan. Keberhasilan pengobatan dapat dicapai dengan meningkatkan kepatuhan minum obat. Persepsi klien terhadap suatu obat akan mempengaruhi kepatuhan, klien yang paham akan instruksikan obat cenderung lebih patuh. Selain itu keyakinan dan nilai individu juga mempengaruhi kepatuhan, klien yang tidak patuh biasanya mengalami depresi, ansietas dengan kesehatannya, memiliki ego lemah dan terpusat perhatian pada diri sendiri. Sehingga klien merasa tidak ada motivasi, mengingkari penyakitnya dari kurang perhatian pada rogram pengobatan yang harus dijalankan. Variabel psikologis yang dikemukakan Brooks & Burn (2004) dan Smet (1994) seperti intelegensia, sikap terhadap tenaga kesehatan, penerimaan atau penyangkalan terhadap penyakit, keyakinan
Universitas Sumatera Utara
agama atau budaya dan biaya finansial juga mempengaruhi klien dalam mematuhi program pengobatan.
2.4 2.4.1
Multi Drug Resistant (MDR) Definisi
Multi drug resistant TB (MDR TB) didefinisikan sebagai resistensi terhadap dua agen anti-TB lini pertama yang paling paten yaitu isoniazid (INH) dan rifampisin, TB MDR berkembang selama pengobatan yang tidak adekuat. Hal ini dapat terjadi karena beberapa alasan; pasien mungkin merasa lebih baik dan menghentikan pengobatan, persediaan obat habis atau langka atau pasien lupa minum obat. Awalnya resistensi ini muncul sebagai akibat dari ketidakpatuhan pengobatan. Selanjutnya transmisi strain TB MDR menyebabkan terjadinya kasus resistensi primer. Tuberkulosis paru dengan resistensi dicurigai kuat jika kultur tahan asam (BTA) tetap positif setelah terapi 3 bulan atau kultur kembali positif setelah konversi negatif. Directly observed theraphy Short-course (DOTS) merupakan sebuah strategi baru yang dipromosikan oleh WHO untuk meningkatkan keberhasilan terapi TB dan mencegah terjadinya resistensi. TB dengan resistensi terjadi dimana basil Micobacterium Tuberculosis resisten terhadap rifampisin dan isoniazid dengan atau tanpa OAT lainnya (WHO, 1997). TB resistensi dapat berupa resistensi primer dan resistensi sekunder. Resistensi primer yaitu resistensi yang terjadi pada pasien yang tidak pernah mendapat OAT sebelumnya. Resistensi primer ini dijumpai khususnya pada pasien-pasien dengan positif HIV. Sedangkan resistensi sekunder yaitu resistensi
Universitas Sumatera Utara
yang didapat selama terapi pada orang yang sebelumnya sensitif obat (Mc Donald & Reichman, 2003). Jalur yang terlibat dalam perkembangan dan penyebaran TB MDR akibat mutasi dari gen micobakterium tuberkulosis. Basil tersebut mengalami mutasi menjadi resisten terhadap salah satu jenis obat akibat mendapatkan terapi OAT tertentu yang tidak adekuat. Terapi yang tidak adekuat dapat disebabkan oleh konsumsi hanya satu jenis obat saja (monoterapi direk) atau konsumsi obat kombinasi tetapi hanya satu saja yang sensitif terhadap basil tersebut (indirek monoterapi). Pasien TB dengan resistensi obat sekunder dapat menginfeksi yang lain dimana orang yang terinfeksi tersebut dikatakan resistensi primer. Transmisi difasilitasi oleh adanya infeksi HIV dimana perkembangan penyakit lebih cepat, adanya prosedur kontrol infeksi yang tidak adekuat dan terlambatnya penegakkan diagnostik (Leitch, 2000). 2.4.2
Faktor-faktor Terjadinya TB MDR
Ada beberapa hal penyebab terjadinya resistensi terhadap OAT yaitu 1) Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberculosis, 2) Penggunaan paduan obat yang tidak adekuat (yaitu jenis obatnya yang
kurang atau di lingkungan
tersebut telah terdapat resistensi terhadap obat yang digunakan, misalnya memberikan rifampisin dan INH saja pada daerah
dengan
resistensi
terhadap
kedua obat tersebut), 3) Pemberian obat yang tidak teratur ( misalnya hanya dimakan dua atau tiga
minggu lalu berhenti, setelah dua bulan berhenti
kemudian berpindah dokter mendapat obat kembali selama dua atau tiga bulan lalu berhenti lagi demikian seterusnya), 4) Fenomena “addition syndrom” yaitu
Universitas Sumatera Utara
suatu obat ditambahkan dalam satu
paduan pengobatan yang tidak berhasil. Bila
kegagalan itu terjadi karena kuman TB telah resisten pada panduan yang pertama, maka penambahan (addition) satu macam obat hanya akan menambah panjangnya daftar obat
yang
pencampurannya
resisten tidak
saja,
dilakukan
5)
Penggunaan
secara
baik
obat
kombinasi
sehingga
yang
mengganggu
bioavailabilitas obat, penyediaan obat yang tidak reguler kadang-kadang terhenti pengirimannya sampai berbulan-bulan. (Aditama, 2006), 2.4.3
Diagnosis TB MDR
Tuberkulosis paru dengan resistensi dicurigai kuat jika kultur basil tahan asam (BTA) tetap positif setelah 3 bulan atau kultur kembali posiif setelah terjadi konversi negatif. Beberapa gambaran demografis dan riwayat penyakit dahulu dapat memberikan kecurigaan TB paru resisten obat yaitu: 1) TB aktif yang sebelumnya mendapat terapi, 2) Kontak dengan kasus TB resitensi ganda, 3) gagal terapi atau kambuh, 4) Infeksi HIV, 5) Riwayat rawat inap dengan wabah MDR TB (Riyanto & Wilhan, 2006) Diagnosis TB resistensi tergantung pada pengumpulan dan proses kultur spesimen yang adekuat dan harus dilakukan sebelum terapi diberikan. Jika pasien tidak dapat mengeluarkan sputum dilakukan induksi sputum dan jika tetap tidak bisa, dilakukan bronkoskopi. Tes sensitivitas terhadap obat li ni pertama dan kedua harus dilakukan pada laboratorium rujukan yang memadai (Riyanto, et al. 2006). Beberapa metode telah digunakan untuk deteksi resistensi obat pada TB. Deteksi resistensi obat di masa lalu yang disebut dengan metode konvensional berdasarkan deteksi pertumbuhan M.tuberculosis. Akibat sulitnya beberapa
Universitas Sumatera Utara
metode ini dan membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan hasilnya, maka belakangan ini diusulkanlah teknologi baru. Yang termasuk metode terbaru ini adalah metode fenotipik dan genotipik. Pada banyak kasus, metode genotipik khususnya telah mendeteksi resistensi rifampisin, sejak saat itu metode ini dipertimbangkan sebagai petanda TB resisten khususnya pada suasana dengan prevalensi TB resisten tinggi. Sementara metode fenotipik di lain sisi, merupakan metode yang lebih sederhana dan lebih mudah diimplementasikan pada laboratorium mikrobakteriologi klinik secara rutin (Martens, et al. 2007). 2.4.4
Penatalaksanaan TB MDR
Dasar pengobatan terutama untuk keperluan membuat regimen obat-obat anti TB, WHO guidelines membagi obat MDR menjadi 5 kelompok berdasarkan potensi dan efikasinya sebagai berikut : kelompok pertama, pirazinamid dan ethambutol, karena paling efektif dan dapat di toleransi dengan baik. Obat lini pertama yng terbukti sebaiknya digunakan dalam dosis maksimal. Kelompok kedua, obat injeksi bersifat bakterisidal, kanamisin (amikasin)
jika
alergi
digunakan kapreomisin, viomisin. Semua pasien diberikan injeksi sampai jumlah kuman dibuktikan rendah melalui hasil
kultur negatif. Kelompok ketiga,
fluorokuinolon, obat bakterisidal tinggi misal
levofloksain. Semua pasien
yang sensitif terhadap grup ini harus mendapat kuinolon dalam regimennya. Kelompok keempat, obat bakteriostatik lini kedua, PAS, etionamid dan sikloserin. Golongan obat ini mempunyai toleransi tidak sebaik obat-obat
oral
lini
pertama dari kuinolon. Kelompok kelima, obat yang belum jelas efikasinya, amoksisilin, asam klavunalat dan makrolid baru (klaritromisin). Secara in vitro
Universitas Sumatera Utara
menunujukkan efikasinya akan tetapi data melalui uji klinis pada pasien MDR masih minimal. (WHO, 2008). Ada tiga cara pendekatan pembuatan regimen didasarkan atas riwayat obat TB yang pernah dikonsumsi penderita drug resistance surveillance (DRS) di suatu area dari penderita itu sendiri. Berdasarkan data diatas mana yang dipakai maka dikenal dengan regimen standar, pengobatan dengan regimen standar yang diikuti dengan regimen yang sesuai dari hasil DST ( Drug Sensitive Test ) individu penderita tersebut dan pengobatan secara empiris yang diikuti dengan regimen yang sesuai dari hasil DST individu penderita tersebut. Pengobatan dengan regimen standar adalah pembuatan regimen didasarkan dari hasil DRS yang bersifat representative pada populasi dimana regimen tersebut akan diterapkan. Semua pasien TB MDR akan mendapat regimen yang sama. Pengobatan dengan regimen standar yang diikuti dengan regimen yang sesuai dari hasil DST individu penderita, awalnya semua pasien akan mendapat regimen yang sama selanjutnya regimen disesuaikan berdasarkan hasil uji sensitivitas yang telah tersedia dari pasien yang bersangkutan. Pengobatan secara empirik yang diikuti dengan regimen yang sesuai dari hasil DST individu pasien tiap regimen bersifat individualis, dibuat berdasarkan riwayat pengobatan TB sebelumnya, selanjutnya disesuaikan setelah uji sensitivitas obat dari pasien yang bersangkutan ada. Menurut WHO guidelines (2008) membuat pertahapan tersebut sebagai berikut: tahap satu gunakan obat dari lini pertama yang manapun yang masih menunjukkan efikasi. Tahap dua,
Universitas Sumatera Utara
tambahan obat di atas dengan salah satu golongan obat
injeksi
berdasarkan
hasil uji sensitivitas dan riwayat pengobatan. Tahap tiga, tambahan obat-obat di atas dengan salah satu obat golongan flurokuinolon. Tahap empat, tambahan obat-obat tersebut diatas dengan satu atau lebih dari obat golongan empat sampai sekurang-kurangnya sudah tersedia empat obat yang mungkin. Tahap lima, pertimbangan menambahkan sekurang-kurangnya dua obat dari golongan lima (melalui proses konsultasi dengan ahli TB MDR) apabila dirasakan belum ada emapat obat yang efektif dari golongan satu sampai empat. Selain itu ada beberapa butir dalam pengobatan MDR TB yang dianjurkan oleh WHO (2008) sebagai prinsip dasar antara lain: 1) Regimen harus didasarkan atas riwayat obat yang pernah diminum
penderita. 2) Dalam pemilihan obat
pertimbangkan prevalensi resistensi obat lini pertama dan obat lini kedua yang berada di area/negara tersebut. 3) Regimen minimal terdiri empa obat yang jelas diketahui efektifitasnya. 4) Dosis obat diberikan berdasarkan berat badan. 5) Obat diberikan sekurang-kurangnya enam hari dalam seminggu apabila mungkin etambutol, pirazinamid dan fluorokuinolon diberikan setiap hari oleh karena konsentrasi dalam serum yang tinggi memberikan efikasi. 6) Lama pengobatan minimal 18 bulan setelah terjadi konversi. 7) Apabila terdapat DST maka harus digunakan sebagai pedoman terapi. DST
tidak memprediksi efektivitas atau
inefektivitas obat secara penuh. 8) Pirazinamid dapat digunakan dalam keseluruhan pengobatan apabila dipertimbangkan efektif. Sebagian besar penderita TB MDR memiliki keradangan kronik di parunya dimana secara teoritis menghasilkan suasana asam dan pirazinamid bekerja aktif. 9) Deteksi awal
Universitas Sumatera Utara
adalah faktor penting untuk mencapai keberhasilan. Pengobatan pasien TB MDR terdiri atas dua tahap yaitu tahap awal atau fase intensif dan tahap lanjutan. Pengobatan MDR TB memerlukan waktu lebih lama daripada pengobatan TB bukan MDR yaitu sekitar 18-24 bulan. Pada tahap awal pasien akan mendapat obat anti tuberkulosis (OAT) lini kedua minimal empat jenis OAT yang masih sensitif dimana salah satunya adalah obat injeksi. Pada tahap lanjutan semua OAT lini kedua yang dipakai pada tahap awal. 2.4.5
Pemantauan Selama Pengobatan
Pasien harus dipantau secara ketat untuk menilai respons terhadap pengobatan dan mengidentifikasi efek samping pengobatan. Gejala klasik TB adalah batuk, berdahak, demam dan BB menurun umumnya membaik dalam beberapa bulan pertama pengobatan. Penilaian respons pengobatan adalah konversi dahak dan biakan. Hasil uji kepekaan TB MDR dapat diperoleh setelah 2 bulan. Pemeriksaan dahak dan biakan dilakukan setiap bulan pada fase intensif dan setiap 2 bulan pada fase lanjutan. Evaluasi pada pasien TB MDR adalah 1) penilaian klinis termasuk berat badan . 2) penilaian segera bila ada efek samping. 3) pemeriksaan dahak setiap bulan pada fase intensif dan setiap dua bulan pada fase lanjutan. 4) pemeriksaan biakan setiap bulan pada fase intensif sampai konversi biakan. 5) uji kepekaan
obat
sebelum
pengobatan
dan
pada
kasus
kecurigaan
akan
kegagalan pengobatan. 6) periksa kadar kalium dan kreatinin sepanjang pasien mendapat suntikan (Kanamisin dan Kapreomisin). 7) pemeriksaan TSH dilakukan setiap 6 bulan dan jika ada tanda-tanda hipotiroid.
Universitas Sumatera Utara
2.4.6. Pencegahan Terjadinya Resistensi Obat
WHO merekomendasikan strategi DOTS dalam penatalaksanaan kasus TB, selain relative tidak mahal dan mudah, strategi ini dianggap dapat menurunkan risiko terjadinya kasus resistensi obat terhadap TB. Pencegahanan yang terbaik adalah dengan standarisasi pemberian regimen yang efektif, penerapan strategi DOTS dan pemakaian obat FDC adalah yang sangat tepat untuk mencegah terjadinya resistensi OAT. Pencegahan terjadinya TB MDR dapat dimulai sejak awal penanganan kasus baru TB antara lain : pengobatan secara pasti terhadap kasus BTA positif pada pertama kali, penyembuhan secara komplit kasih kambuh, penyediaan suatu pedoman terapi terhadap TB, penjaminan ketersediaan OAT adalah hal yang penting, pengawasan terhadap pengobatan dan adanya OAT secara gratis. Jangan pernah memberikan terapi tunggal pada kasus TB. Peranan pemerintah dalam hal dukungan kelangsungan program dan ketersediaan dana untunk penanggulangan TB (DOTS). Dasar pengobatan TB oleh klinisi berdasarkan pedoman terapi sesuai “evidence based” dan tes kepekaan kuman. 2.4.7.
Strategi DOTSPlus
Penerapan strategi DOTSPlus mempergunakan kerangka yang sama dengan strategi DOTS dimana setiap komponen yang ada lebih ditekankan kepada penanganan MDR TB. Strategi DOTSPlus juga sama terdiri dari 5 komponen kunci : 1. Komitmen politis yang berkesinambungan untuk masalah MDR (multi drug resistance).
Universitas Sumatera Utara
2.
Strategi penemuan kasus secara rasional yang akurat dan tepat waktu menggunakan pemeriksaan hapusan dahak secara mikroskopis ,biakan dan uji kepekaan yang terjamin mutunya.
3.
Pengobatan standar dengan menggunakan OAT lini kedua dengan pengawasan yang ketat (Direct Observed Treatment/DOT ).
4. Jaminan ketersediaan OAT lini kedua yang bermutu. 5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang baku. Setiap komponen dalam penanganan TB MDR lebih kompleks dan membutuhkan biaya lebih banyak dibandingkan dengan pasien TB bukan MDR Pelaksanaan program DOTS plus akan memperkuat Program Penanggulangan TB Nasional.
2.5
Landasan Teori Keperawatan
Konseptualisasi Self Care Orem digunakan sebagai landasan teori dalam penelitian ini. Empat teori yang berhubungan dengan konseptualisasi Self Care Orem adalah teori perawatan mandiri, teori defisit perawatan mandiri, teori perawatan ketergantungan dan teori sistem keperawatan. Sebagai tambahan seluruh konsep yang berhubungan dengan teori ini diikutsertakan perawatan mandiri, agen perawatan mandiri dan kebutuhan terapetik mandiri. Kepatuhan merupakan suatu elemen perilaku perawatan mandiri dan menggambarkan pernyataan Orem mengenai kepatuhan dalam menjalani aktivitas pengobatan (Ailinger, Moore, Nguyen & Lasus, 2006). Perawatan mandiri merupakan suatu aktivitas yang dilakukan individu dalam memelihara kehidupan,
Universitas Sumatera Utara
kesehatan dan kualitas hidup (Orem, 2001). Perawatan mandiri mencakup kebutuhan universal, perkembangan dan perawatan kesehatan (Orem, 2011). Secara fundamental kebutuhan perawatan terapetik mandiri merupakan cetak biru untuk tindakan atau perencanaan perawatan mandiri (Taylor, et al. 2001). Pasien diharapkan mengetahui hal yang harus dilakukan untuk patuh dalam pengobatan, memperbaiki kondisi kesehatan dan mencegah penularan. Khusus untuk pasien TB, mengikuti pengobatan dengan OAT, menjalankan diet sehat, melakukan latihan fisik, menjaga kebersihan lingkungan, mencegah penularan penyakit dan menghindari faktor resiko merupakan kebutuhan perawatan terapetik mandiri. Teori keperawatan defisit perawatan mandiri digunakan untuk melandasi penelitian ini. Teori ini terdiri dari teori perawatan mandiri, teori defisit perawatan mandiri, teori perawatan ketergantungan, dan teori sistem keperawatan. Pertama, teori perawatan mandiri digunakan dengan menilai syarat perawatan mandiri dan mengevaluasi kebutuhan perawatan terapetik mandiri. Kedua, teori defisit perawatan mandiri digunakan untuk mengarahkan dalam identifikasi agen perawatan
mandiri.
Ketiga,
teori
sistem
keperawatan
digunakan
untuk
mengidentifikasi sistem keperawatan. Orem (2001) memiliki tiga sistem keperawatan yaitu kompensasi mutlak, kompensasi sebagian dan suportifedukatif. Sistem keperawatan untuk pasien TB adalah sistem suportif-edukatif karena pasien secara umum mandiri dan memerlukan dukungan selama masa pengobatan. Pada sistem ini pasien dapat membentuk atau dapat belajar membentuk internal
Universitas Sumatera Utara
atau external self care tetapi tidak dapat melakukannya tanpa bantuan. Hal ini juga dikenal dengan supportive developmental system .
Melakukan perawatan diri terapeutik pasien Tindakan perawat
Mengkompensasi ketidakmampuan pasien untuk terlibat dalam perawatan diri Mendukung dan melindungi pasien
Wholly Compensatory System Melakukan beberapa tindakan perawatan diri untuk pasien
Tindakan erawat
Mengkompensasi keterlibatasan penanganan diri pasien Memenuhi kebutuhan pasien Melakukan beberapa perawatan diri Menerima bantuan dari perawat
Tindakan pasien
Mengatur proses erawatan diri
Partly Compensatory System Terpenuhinya perawatan diri Tindakan pasien Tindakan erawat
Mengatur pelaksanaan dan pengembangan proses
Supportive-educative system
Gambar 2.1 Basic Nursing Sytem from Orem
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena pasien TB butuh menerima pengobatan jangka panjang dan mengikuti perilaku kesehatan yang baik untuk dapat sembuh dalam hal ini kepatuhan minum obat maka keluarga sebagai agen perawatan mandiri dapat digunakan sebagai perpanjangan tenaga pelayanan kesehatan agen perawatan mandiri. Dalam penelitian ini, keluarga dilihat sebagai unit perawatan mandiri struktural yang menyediakan perawatan yang dibutuhkan pasien TB. Oleh karena iti keluarga dipersiapkan untuk memenuhi kebutuhan pasien TB dengan meningkatkan kemampuan keluarga. Peran perawat dalam hal ini memberikan edukasi kepada keluarga sehingga tentang perawatan dan tatalaksana penyakit MDR TB sehingga keluarga dapat berperan sebagai supotif-edukatif. Program suportif dapat meningkatkan praktik perawatan pada pasien-pasien TB paru. Oleh karena itu program DOTS berbasis keluarga diharapkan dapat meningkatkan perilaku kesehatan dalam hal ini kepatuhan minum obat
dengan cara mengikutsertakan keluarga sebagai agen
perawatan mandiri dalam sistem keperawatan suportif edukatif.
Universitas Sumatera Utara
2.6. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini sebagai berikut : Dukungan Keluarga:
• • • •
Dukungan informasional Dukungan penilaian Dukungan instrumental Dukungan emosional
(Friedman, 1998)
Kepatuhan pasien TB MDR minum obat
Peran Perawat:
• • •
Pemberi Asuhan Keperawatan Pendidik kesehatan dan Advokasi Konselor di unit DOTS
Peran Perawat :
• •
Sebagai Pengelola Sebagai Peneliti ( Depkes, 2014) Gambar 2.2. Kerangka konsep penelitian
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan desain penelitian cross sectional yang bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara dukungan keluarga dan peran perawat dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR di RSUP Haji Adam Malik. Pengukuran atau pengamatan dilakukan pada saat bersamaan pada data variabel independen dan dependen (sekali waktu)
3.2
Lokasi dan Waktu Penelitian.
3.2.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di ruang rawat jalan (Poliklinik) TB MDR RSUP . H. Adam Malik Medan. Adapun alasan peneliti memilihan RSUP. H. Adam Malik Medan merupakan satu-satunya rumah sakit rujukan yang sudah merawat pasien TB MDR di wilayah Sumatera Utara sejak Juli 2012 dan baru mengaktifkan poli TB MDR sejak Februari 2014. Peneliti juga bekerja di Ruangan rawat inap paru RSUP H. Adam Malik Medan sehingga memudahkan peneliti untuk mengambil data awal. Pengumpulan data di mulai dari bulan April sampai Juni 2014. 3.2.2
Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2014.
Universitas Sumatera Utara
3.3
Populasi dan Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pasien TB MDR di Poliklinik TB MDR RSUP.H. Adam Malik Medan sejak Juli 2012 sampai Februari 2014 sebanyak 83 pasien yang mengikuti program DOTS plus. Teknik pengambilan sampel dari penelitian ini adalah total sampling dengan kriteria inklusi pasien yang telah menjalani pengobatan paling sedikit 2 bulan sebanyak 63 pasien.
3.4
Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jenis keluarga, status perkawinan, jumlah keluarga, hubungan dengan PMO, lama pengobatan, fase pengobatan, waktu konversi, kriteria suspek, efek samping, dukungan keluarga, peran perawat dan kepatuhan pasien TB MDR minum obat. Prosedur pengumpulan data pada penelitian ini terdiri dari prosedur administratif dan prosedur pelaksanaan. 3.4.1
Prosedur Administratif Prosedur administratif dalam penelitian ini dilakukan dengan mengajukan
permohonan ijin pelaksanaan penelitian pada instansi pendidikan (Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara) dan telah memenuhi persyaratan ethical clearance, kemudian surat izin yang diperoleh, disampaikan ke RSUP. H. Adam Malik Medan. Setelah mendapatkan izin dari RSUP. H. Adam Malik Medan, peneliti meminta izin kepada instalasi rawat jalan untuk melaksanakan pengumpulan data penelitian serta menjelaskan tujuan dan membuat kontrak kerja terhadap lamanya penelitian dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
3.4.2
Prosedur Pelaksanaan Penelitian dimulai setelah mendapat surat izin penelitian dari rumah sakit,
Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan cara pembagian kuesioner kepada responden. Dalam melakukan pengumpulan data peneliti menunggu pasien TB MDR yang datang ke Poliklinik TB MDR. Sebelumnya peneliti sudah mencatat jadwal kontrol responden. Peneliti membagi kuesioner berdasarkan berapa banyak responden yang datang kontrol dan mengambil OAT MDR di poliklinik sesuai jadwal yang telah dicatat peneliti sebelumnya. Setelah mendapatkan calon responden, selanjutnya peneliti menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian serta proses pengisian kuisioner. Calon responden yang bersedia akan diminta untuk menandatangani surat persetujuan sebagai responden dalam penelitian ini. Peneliti melakukan pengumpulan data setelah pasien selesai minum obat, pasien dianjurkan beristirahat 1 s/d 2 jam setelah minum obat untuk mengantisipasi efek samping yang ditimbulkan OAT MDR. Setelah itu responden diminta untuk mengisi kuisioner yang diberikan oleh peneliti. Responden diberi kesempatan untuk bertanya selama pengisian kuisioner. Setelah kuesioner diisi oleh responden peneliti memastikan kembali apakah semua kuesioner telah terisi, peneliti
mengumpulkan kembali kuesioner
penelitian dan mengucapkan terima kasih kepada responden.
Universitas Sumatera Utara
3.5. Variabel dan Defenisi Operasional
Untuk memberikan pemahaman yang sama tentang variabel yang akan diteliti dapat dilihat pada tabel dibawah ini Tabel 3.1. Definisi operasional No
1
2
Variabel Variabel independen Dukungan keluarga
:
Peran Perawat
Defenisi
Alat Ukur
Dukungan Keluarga adalah sikap dan penerimaan keluarga terhadap penderita MDR TB,mengacu pada dukungan yang dirasakan oleh pasien TB paru yang mereka terima dari anggota keluarga mereka, termasuk dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informasi dan dukungan penilaian. a. Dukungan informasional adalah upaya keluarga dalam mengumpulkan dan mencari informasi tentang penyakit MDR TB yang digunakan untuk menambah pengetahuan penderita dan keluarga. Aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi. b. Dukungan penilaian adalah upaya keluarga untuk membuat penderita merasa dihargai dan dibutuhkan sehingga penderita merasa pengobatan yang dijalani tidak sia-sia. c. Dukungan instrumental adalah upaya keluarga dalam memfasilitasi pasien selama menjalani pengobatan seperti materi, tenaga dan sarana. d. Dukungan emosional adalah : upaya keluarga untuk mempertahankan status emosional pasie yang meliputi dukungan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian dan mendengarkan serta didengarkan.
Kuesioner dukungan keluarga dengan 20 pernyataan
Peran perawat dalam penanganan pengendalian TB MDR di rumah sakit
25
a.
3
Variabel dependen : Kepatuhan minum OAT MDR
dan
Pemberi asuhan keperawatan : perawat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien melalui upaya promotif, preventif, kolaborasi dalam pengobatan (kuratif) dan rehabilitatif. b. Peran sebagai pendidik kesehatan dan advokasi : peran perawat dalam memberikan pendidikan kesehatan dengan tujuan untuk meningkatkan keterampilan pasien dan keluarga dalam pencegahan dan penanganan TB MDR. c. Peran sebagai konselor di Unit DOTS : peran perawat dalam memfasilitasi pasien untuk mencari pemecahan masalah kesehatan dalam perubahan perilaku yang terjadi dan dihadapi pasien dan keluarga. Kepatuhan : Sejauh mana pasien patuh minum OAT MDR dan mengikuti program DOTS.
Hasil Ukur
Skala
• Baik • Kurang
Ordinal
• Baik • Kurang
Ordinal
• Tidak patuh • Patuh
Ordinal
5 pernyataan
5 pernyataan
5 pernyataan
5 pernyataan
pernyataan
11 pernyataan
5 pernyataan
7 pernyataan.
11
pertanyaan
Universitas Sumatera Utara
3.6
Metode Pengukuran.
1.
Dukungan Keluarga Untuk mengukur dukungan keluarga di beri 20 pernyataan, dengan
alternatif jawaban tidak pernah , kadang-kadang, sering dan sangat sering. Setiap jawaban sangat sering di beri skor 4, sering diberi skor 3, kadang-kadang diberi skor 2 dan tidak pernah diberi skor 1. Sehingga skor tertinggi 80 dan skor terendah 20. Dukungan keluarga dapat dihitung dengan rumus : Re n tan
p
=
p
=
g
Banyak Kelas 80
−
20
2
P = 30 Maka dukungan keluarga dapat dikategorikan sebagai berikut : 1. Baik jika skor 2. Kurang jika skor 2.
: 50 – 80 : 20 – 49
Dukungan Informasional Untuk mengukur dukungan informasional di beri 5 pertanyaan, dengan
alternatif jawaban tidak pernah , kadang-kadang, sering dan sangat sering. Setiap jawaban sangat sering di beri skor 4, sering diberi skor 3, kadang-kadang diberi skor 2 dan tidak pernah diberi skor 1. Sehingga skor tertinggi 20 dan skor terendah 5. Dukungan informasional dapat dihitung dengan rumus Re n tan
p
=
p
=
g
Banyak Kelas 20
−
5
2
P = 7,5 = 8
Universitas Sumatera Utara
Maka dukungan informasional dapat dikategorikan sebagai berikut :
3.
1. Baik jika skor
: 13 – 20
2. Kurang jika skor
: 5 – 12
Dukungan Penilaian Untuk mengukur dukungan penilaian di beri 5 pertanyaan, dengan
alternatif jawaban tidak pernah , kadang-kadang, sering dan sangat sering. Setiap jawaban sangat sering di beri skor 4, sering diberi skor 3, kadang-kadang diberi skor 2 dan tidak pernah diberi skor 1. Sehingga skor tertinggi 20 dan skor terendah 5. Dukungan penilaian dapat dihitung dengan rumus Re n tan
p
=
p
=
g
Banyak Kelas 20
−
5
2
P = 7,5 = 8 Maka dukungan penilaian dapat dikategorikan sebagai berikut :
4.
1. Baik jika skor
: 13 – 20
2.
: 5 – 12
Kurang jika skor
Dukungan Instrumental Untuk mengukur dukungan instrumental di beri 5 pertanyaan, dengan
alternatif jawaban tidak pernah , kadang-kadang, sering dan sangat sering. Setiap jawaban sangat sering di beri skor 4, sering diberi skor 3, kadang-kadang diberi skor 2 dan tidak pernah diberi skor 1. Sehingga skor tertinggi 20 dan skor terendah 5. Dukungan instrumental dapat dihitung dengan rumus:
Universitas Sumatera Utara
Re n tan
p
=
p
=
g
Banyak Kelas 20
−
5
2
P = 7,5 = 8 Maka dukungan instrumental dapat dikategorikan sebagai berikut :
5.
1. Baik jika skor
: 13 – 20
2. Kurang jika skor
: 5 – 12
Dukungan Emosional Untuk mengukur dukungan emosional di beri 5 pertanyaan, dengan
alternatif jawaban tidak pernah , kadang-kadang, sering dan sangat sering. Setiap jawaban sangat sering di beri skor 4, sering diberi skor 3, kadang-kadang diberi skor 2 dan tidak pernah diberi skor 1. Sehingga skor tertinggi 20 dan skor terendah 5. Dukungan emosional dapat dihitung dengan rumus Re n tan
p
=
p
=
g
Banyak Kelas 20
−
5
2
P = 7,5 = 8 Maka dukungan emosional dapat dikategorikan sebagai berikut :
6.
1. Baik jika skor
: 13 – 20
2. Kurang jika skor
: 5 – 12
Peran Perawat Untuk mengukur peran perawat di beri 25 pertanyaan, dengan alternatif
jawaban tidak pernah , kadang-kadang, sering dan sangat sering. Setiap jawaban sangat sering di beri skor 4, sering diberi skor 3, kadang-kadang diberi skor 2 dan
Universitas Sumatera Utara
tidak pernah diberi skor 1. Sehingga skor tertinggi 100 dan skor terendah 25. Peran perawat dapat dihitung dengan rumus Re n tan
p
=
p
=
g
Banyak Kelas 100
−
25
2
P = 37,5 = 38 Maka peran perawat dapat dikategorikan sebagai berikut : 1. Baik jika skor
: 63 – 100
2. Kurang jika skor
: 25 – 62
7. Peran Perawat Sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan Untuk mengukur peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan di beri 13 pertanyaan, dengan alternatif jawaban tidak pernah , kadang-kadang, sering dan sangat sering. Setiap jawaban sangat sering di beri skor 4, sering diberi skor 3, kadang-kadang diberi skor 2 dan tidak pernah diberi skor 1. Sehingga skor tertinggi 52 dan skor
terendah 13. Peran perawat sebagai pemberi asuhan
keperawatan dapat dihitung dengan rumus Re n tan
p
=
p
=
g
Banyak Kelas 52
−
13
2
P = 19,5 = 20 Maka peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dapat dikategorikan sebagai berikut : 1. Baik jika skor
: 33 – 52
2. Kurang jika skor
: 13 – 32
Universitas Sumatera Utara
8. Peran Perawat sebagai pemberi edukasi dan advokasi Untuk mengukur peran perawat sebagai pemberi edukasi dan advokasi di beri 5 pertanyaan, dengan alternatif jawaban tidak pernah , kadang-kadang, kadang-kadang, sering dan sangat sering. Setiap jawaban sangat sering di beri skor 4, sering diberi skor 3, kadang-kadang diberi skor 2 dan tidak pernah diberi skor 1. Sehingga skor tertinggi 20 dan dan skor terendah 5. Peran perawat perawat sebagai pemberi edukasi edukasi dan advokasi dapat dihitung dengan rumus Re n tan
p
=
p
=
g
Banyak Kelas 20
−
5
2
P = 7,5 = 8 Maka peran perawat sebagai edukasi dan advokasi dapat dikategorikan sebagai berikut :
9.
1. Baik jika skor
: 13 – 20
2. Kurang jika skor
: 5 – 12
Peran Perawat Sebagai Konselor Untuk mengukur peran perawat sebagai konselor di beri 7 pertanyaan,
dengan alternatif jawaban tidak pernah , kadang-kadang, kadang-kadang, sering dan sangat sering. Setiap jawaban sangat sering di beri skor 4, sering diberi skor 3, kadang-kadang diberi skor 2 dan tidak pernah diberi skor 1. Sehingga skor tertinggi 28 dan skor terendah 5. Peran perawat sebagai konselor dapat dihitung dengan rumus Re n tan
p
=
p
=
g
Banyak Kelas 28
−
2
5
= 11,5 11,5 = 12
Universitas Sumatera Utara
Maka peran perawat sebagai konselor dapat dikategorikan sebagai berikut :
10.
1. Baik jika skor
: 17 – 28
2. Kurang jika skor
: 7 – 16
Kepatuhan Minum Obat Untuk mengukur kepatuhan minum obat di beri 11 pertanyaan dengan
alternatif jawaban ya dan tidak. Setiap jawaban ya diberi skor skor 2, tidak diberi skor 1 untuk pertanyaan positif ( no. 8 s/d 11) dan untuk pertanyaan yang bersifat negatif ( no. 1 s/d 7) setiap setiap jawaban jawaban
ya diberi skor skor 1, tidak
diberi skor 2. 2.
Sehingga skor tertinggi tertinggi 11 dan skor terendah 22. Kepatuhan Kepatuhan minum minum obat dapat dihitung dengan rumus Re n tan
p
=
p
=
g
Banyak Kelas 22
−
11
2
P = 5,5 = 6 Maka kepatuhan minum obat dapat obat dapat dikategorikan sebagai berikut : 1. Patuh jika skor
: 17 – 22
2. Tidak patuh jika skor
: 11 – 16
3.7. Uji Validitas dan Reliabilitas
Sebelum kuesioner diberikan kepada pasien terlebih dahulu dilakukan uji coba pada 20 orang pasien (Sugiono, 2010) di poliklinik TB MDR RSUP. H. Adam Malik, dengan pertimbangan pasien yang dilakukan uji coba tidak diikutsertakan menjadi responden penelitian.
Universitas Sumatera Utara
Uji validitas dengan mengukur korelasi antar item variabel menggunakan rumus teknik korelasi Pearson Product Moment Correlation Coefisient (r) dengan ketentuan nilai koefisien korelasi korelasi > 0,361 dinyatakan valid (Sugiono, (Sugiono, 2011). Reliabilitas adalah suatu indeks yang menunjukkan sejauhmana suatu alat ukur dapat dipercaya dan dapat diandalkan. Uji reliabilitas ini menggunakan koefisien Alpha Crobach, apabila nilai Alpha Crobach > 0,60 maka alat ukur tersebut reliabel (Sugiono, 2005). Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner dukungan keluarga terhadap 20 responden, dapat dilihat bahwa untuk untuk item 1, 2, 3, 4, 5, 6,7, 8, 9, 10, 11, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19 dan 20 menunjukan menunjukan nilai koefisien korelasi korelasi
> 0,361
alpha > 0,955 maka butir butir instrumen tersebut tersebut dikatakan valid valid dan nilai cronbach alpha > maka dapat disimpulkan disimpulkan item pernyataan pernyataan tersebut reliabel. reliabel. (tabel terlampir dalam lampiran 2). Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner peran perawat terhadap 20 responden, dapat dilihat bahwa untuk item 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 19, 20, 21, 22, 23, 24 dan 25 menunjukan menunjukan nilai koefisien koefisien korelasi
>
alpha > 0,361 maka item pernyataan tersebut dikatakan valid valid dan nilai cronbach alpha > 0,969 maka dapat disimpulkan item pernyataan tersebut reliabel. Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner kepatuhan terhadap 11 responden, dapat dilihat bahwa untuk item 1, 2, 3, 4, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 dan dan 11 menunjukan nilai koefisien korelasi
> 0,361 maka item pernyataan tersebut
alpha > 0,919 maka dapat disimpulkan item dikatakan valid dan nilai cronbach alpha > pernyataan tersebut reliabel.
Universitas Sumatera Utara
Pada penelitian ini, kuesioner telah dilakukan uji validitas isi, kuesioner divalidasi oleh orang yang berkompeten yaitu Ibu Luthfiani, S.Kep, Ns, M.Kes, Ibu Masdalena S.Kep,Ns, dr.Parluhutan Siagian, (M.Ked), Sp.P dengan nilai uji validitas yaitu 0,97 yang berarti instrumen sudah valid. 3.8.
Metode Analisa Data
Analisa data dilakukan setelah semua data yang berupa kuesioner dikumpulkan oleh peneliti. Yaitu dengan memeriksa kembali semua kuesioner tersebut satu-persatu, dengan maksud untuk memeriksa apakah setiap kuesioner telah diisi sesuai dengan petunjuk. Lalu memberi kode terhadap pernyataanpernyataan yang telah diajukan. Hal ini untuk mempermudah sewaktu mengadakan tabulasi dan analisa data. Analisa data pada penelitian ini meliputi analisa univariat yaitu analisa yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dari tiap variabel. Analisa bivariat dilakukan untuk melihat pengaruh dukungan keluarga dan peran terhadap kepatuhan minum obat penderita TB MDR dengan menggunakan uji Chi-Square. Analisa Multivariat untuk mengetahui faktor yang paling dominan dari variabel independen
terhadap
kepatuhan
pasien
minum
obat
dilakukan
dengan
menggunakan uji regresi logistik berganda dengan metode backward yaitu memasukkan semua variabel kedalam model tetapi kemudian satu persatu variabel independen dikeluarkan dari model berdasarkan kriteria kemaknaan statistik tertentu. Variabel yang pertama dikeluarkan adalah variabel yang memiliki korelasi parsial terbesar dengan variabel dependen.
Universitas Sumatera Utara
3.9.
Pertimbangan Etik
Penelitian ini menggunakan prinsip-prinsip etika penelitian seperti bebas dari bahaya, bebas dari eksploitasi, dan ratio antara risiko dan manfaat. Dalam pelaksanaan penelitian ini hak responden harus dijaga dan dilindungi dengan memperhatikan beberapa aspek responden yang diberi kebebasan untuk untuk menentukan pilihan bersedia atau tidak ikut untuk mengikuti penelitian. Sebelumnya peneliti mengurus surat ethical clearance dari Komisi etik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Dalam penelitian responden memiliki hak untuk memutuskan berpatisipasi dalam penelitian secara sukarela, hak untuk menjawab pertanyaan, menolak memberikan informasi. Selain itu ada juga hak untuk membuat informed consent. Peneliti juga menjelaskan secara keseluruhan proses penelitian sehingga responden mempunyai hak untuk menolak ikut serta dalam penelitian. Dalam penelitian ini juga responden mempunyai hak untuk perlakuan yang adil sebelum, selama dan setelah ikut serta dalam penelitian.
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 HASIL PENELITIAN
4.1.
Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian di poliklinik TB MDR RSUP. H. Adam Malik Medan yang merupakan rumah sakit pemerintah yang dikelola pemerintah pusat. RSUP. H. Adam Malik Medan beralamat di Jalan Bunga Lau No. 17 Medan dan mulai berfungsi sejak tanggal 17 Juni 1991. RSUP. H. Adam Malik Medan berdiri sebagai
rumah
sakit
kelas
A
sesuai
dengan
SK
Menkes
No.335/Menkes/SK/VII/1990. Di samping itu RSUP. H. Adam Malik Medan adalah Rumah Sakit rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Propinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau. RSUP. H. Adam Malik Medan juga ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.502/Menkes/IX/1991 tanggal 6 September 1991. RSUP. H. Adam Malik mulai menerima pasien TB MDR sejak Juli 2012 berdasarkan hasil pemeriksaan kultur sputum dari laboratorium mikrobiologi Universitas Indonesia. Berdasarkan data dasar TB MDR tahun 2012 pasien 14 orang
jumlah
dengan 8 orang laki-laki dan 6 orang perempuan, 5 orang
mengalami default, 3 orang gagal pengobatan dan 2 orang meninggal. Hanya 4 orang yang bersedia menjalani pengobatan dan 2 orang sudah selesai menjalani pengobatan sejak juni 2014. Pada tahun 2013 jumlah pasien TB MDR bertambah menjadi 62 orang dengan karakteristik pasien dengan jenis kelamin pria sebanyak 44 dan 18 berjenis kelamin perempuan, 11 orang meninggal, 8 orang mengalami
Universitas Sumatera Utara
default, 2 orang pindah ke RS Persahabatan dan 53 orang yang bersedia menjalani pengobatan. Pasien TB MDR dirawat di ruangan khusus yang terletak di RA3(Rindu A 3) Paru. Ruangan rawat terdiri dari dua kamar, satu kamar terdiri dari dua tempat tidur untuk pasien permpuan dan kamar lainnya dengan tiga tempat tidur untuk pasien laki-laki. Pasien TB MDR mendapat OAT MDR dari RSUP.H.Adam Malik bekerja sama dengan WHO. Sejak februari 2014, poliklinik TB MDR resmi diaktifkan bergabung dengan Unit DOTS TB Paru. Sampai juni 2014 jumlah pasien TB MDR 63 orang (laki-laki 40 orang dan permpuan 23 orang), 5 orang pasien meninggal, 4 orang default dan hanya 50 orang yang bersedia menjalani pengobatan.
4.2. Karakteristik Responden
Mayoritas responden berusia dewasa menengah 34-59 tahun yaitu 41 orang (65,1%). Pasien termuda pada penelitian ini berusia 19 tahun dan yang tertua berusia 78 tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian Espinal, et al. (2008) menemukan bahwa MDR TB prevalencenya lebih sering terjadi pada kelompok 35-64 tahun. Kejadian yang tinggi pada usia produktif akan menghilangkan kesempatan penderita berproduktif menghasilkan karya dan usahanya bagi keluarga dan bagi negara, di usia produktif TB paru lebih mudah menular, karena pada usia ini orang harus pergi ke tempat kerja dan mereka akan bertemu banyak orang selama aktivitas sehari-hari. Sebagian responden berjenis kelamin laki-laki yaitu 43 orang (68,3%), perempuan sebanyak 20 orang (31,7%) beragama Kristen 52 orang (82,5%)
Universitas Sumatera Utara
bersuku
Batak
dikarenakan penderita TB MDR diseluruh Sumatera Utara
mendapatkan pengobatan di RSUP. H. Adam Malik sebagian besar masyarakat Sumatera Utara
bersuku Batak dan mayoritas suku Batak beragama Kristen.
Hirpa (2013) dalam penelitiannya di Ethiopia laki-laki memiliki resiko untuk terjadinya TB MDR karena sebagian besar kegagalan pengobatan terjadi pada laki-laki, hal ini dihipotesakan bahwa perempuan lebih disiplin dan meminum obat teratur. Pekerjaan pasien berdasarkan urutan yang terbanyak sampai terendah wiraswasta, pegawai swasta, tidak berkerja, petani/buruh dan PNS. Sebagian pekerjaan responden wiraswasta sebanyak 18 orang (28,6%) dan pegawai swasta 17 orang (27,0%) dengan penghasilan mayoritas >Rp. 1.000.000 – 2.000.000 sebanyak 24 orang (38,1%). Hal ini sesuai dengan penelitian Munir, Nawas & Sutoyo (2010) yang mendapatkan pekerjaan terbanyak pada sektor swasta dan dalam penelitian ini tidak diperinci jenis pekerjaannya. Hal ini jika dikaitkan dengan penghasilan maka pekerjaan di sektor swasta sepertinya tidak berarti memiliki penghasilan yang lebih baik. Frieden, et al. (2004) menyatakan bahwa pasien dengan status sosial/ pendapatan atau pendidikan rendah ternyata tidak memiliki hubungan bermakna dengan terjadinya kejadian TB MDR.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Penderita TB MDR (n=63)
Karakteristik
f
%
Umur
• • •
Dewasa muda (18-34) Dewasa menengah (34-59) Lanjut usis (60-80)
18 41 4
28,6 65,1 6,3
43 20
68,3 31,7
19 44
30,2 69,8
52 4 1 1 1 4
82,5 6,3 1,6 1,6 1,6 6,3
3 14 27 5 14
4,8 22,2 42,9 7,9 22,2
4 17 18 7 17
6,3 27,0 28,6 11,1 27,0
14 5 24 17 3
22,2 7,9 38,1 27,0 4,8
Jenis kelamin
• Laki-laki • Perempuan Agama • Islam • Kristen Suku • Batak • Jawa • Melayu • Minang • Tionghoa • Lain-lain Pendidikan
• • • • •
SD SMP SMU/Sederajat Diploma Sarjana
Pekerjaaan
• • • • •
PNS Pegawai Swasta Wiraswasta Petani/buruh Tidak bekerja
Pendapatan
• • • • •
<500.000 >500.000-1.000.000 >1.000.000-2.000.000 >2.000.000-3.000.000 >3.000.000
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.1. Lanjutan. Menunjukkan mayoritas responden sudah menikah sebanyak 45 orang (71,4%), sebagian besar berjenis keluarga inti sebanyak 33 orang (52,4%) dengan jumlah keluarga mayoritas > 5 orang sebanyak 38 orang (60,3%). Mayoritas yang menjadi PMO adalah istri/suami sebanyak 35 orang (55,6%), hal ini disebabkan karena mayoritas penderita sudah menikah dan orang yang terdekat adalah istri/suami. Dari lama minum obat mayoritas responden < 6 bulan sebanyak 28 orang (44,4%) ditemukan paling lama pasien sudah minum obat selama 22 bulan ada 1 orang, sebagian besar masih berada pada fase intensif sebanyak 42 orang (66,7%) sebagian besar belum mengalami konversi sebanyak 30 orang (47,6%). Jika dikaitkan belumnya konversi dengan lamanya minum obat pasien masih menunggu hasil pemeriksaan sputum yang diketahui setelah
hasilnya baru
bisa
2-3 bulan pemeriksaan sputum dan pasien mayoritas masih
berada di fase intensif. 3 kriteria yang ditemukan walaupun seorang suspek bisa saja
memiliki
2 atau lebih kriteria. Kriteria suspek yang terbanyak adalah
kriteria gagal kategori 1 sebanyak 55 orang (87,3%), selanjutnya kriteria kambuh sebanyak 7 orang (11,1%) dan kriteria gagal kategori 2 sebanyak 1 orang (1,6%). Hal ini tentu menjadi faktor resiko untuk terjadinya resistensi OAT. penelitian Maharatta (2010) ditemukan riwayat
Pada
pengobatan TB tidak teratur
berhubungan kuat dengan kejadian TB MDR. Dalam menentukan kriteria kasus TB MDR, peneliti melihat status rekam medik pasien.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.1. lanjutan. Distribusi Frekuensi Karakteristik Penderita TB MDR (n=63)
Karakteristik Status perkawinan
• • •
Menikah Tidak menikah Janda/duda
f
%
45 13 5
71,4 20,6 5
33 30
52,4 47,6
1 8 16 38
1,6 12,7 25,4 60,3
8 9 11 35
12,7 14,3 17,5 55,6
28 21 13 1
44,4 33,3 20,6 1,6
30 10 8 8 4 2 1
47,6 15,9 12,7 12,7 6,3 3,2 1,6
42 21
66,7 33,3
7 55 1
11,1 87,3 1,6
Jenis keluarga
• Keluarga inti • Keluarga extended Jumlah Keluarga • 3 orang • 4 orang • 5 orang • > 5 orang Hubungan dengan PMO
• • • •
Orang tua Anak Saudara Istri/suami
Lama minum obat
• • • •
< 6 bulan 6-12 bulan 13-18 bulan 19-24 bulan
Waktu konversi
• • • • • • •
Belum konversi Bln ke 1 Bln ke 2 Bln ke 3 Bln ke 4 Bln ke 5 >bln ke 6
Fase pengobatan
• Fase intensif • Fase lanjutan Kriteria Suspek • kambuh • Gagal kategori 1 • Gagal kategori 2
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.1. Lanjutan. menunjukkan semua responden mengalami lebih dari satu efek samping minum obat OAT MDR paling banyak pasien mengalami mual dan muntah sebanyak 59 orang diikuti dengan sakit kepala dirasakan sebanyak 57 orang , oyong dan nyeri tulang dirasakan sebanyak 46 orang. Adanya efek samping OAT merupakan salah satu faktor resiko terjadinya default (CDC, 2007). Penelitian oleh Sinha dan Tiwari (2010) di distrik Raipur India, mendapatkan alasan
ketidakpatuhan minum obat adalah ketakutan akan efek
samping obat Tabel 4.1. Lanjutan. Distribusi Frekuensi Efek Samping Minum Obat pada Penderita TB MDR (n=63)
Efek Samping OAT MDR*
• • • • • • • • • • • • • •
Mual dan Muntah Gatal dikulit Gangguan Jiwa Sakit kepala Demam Oyong Nyeri tulang Diare Anemia Gangguan hati Gejala influenza Gangguan pendengaran Kesemutan Mata rabun
f
%
59 46 12 57 12 46 46 18 16 12 16 17 19 44 12
93,7 73,0 19,0 90,5 19,0 73,0 73,0 27,0 28,6 19,0 25,4 27,0 30,2 69,8 19,0
* Responden bisa mengalami lebih dari 1 efek samping OAT MDR . 4.3. Analisa Univariat
Universitas Sumatera Utara
Analisa univariat melihat distribusi frekuensi dari variabel independent yaitu dukungan dukungan keluarga dan peran perawat terhadap variabel variabel dependet dependet yaitu kepatuhan minum obat penderita TB MDR. 4.3.1 Dukungan Keluarga Pada Penderita TB MDR
Untuk melihat distribusi frekuensi variabel dukungan keluarga secara umum dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga Pada Penderita TB MDR (n=63) Dukungan Keluarga
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Dukungan Keluarga Baik Dukungan Keluarga Kurang
42 21
66,7 33,3
Total
63
100%
Dari Tabel 4.2. di atas menunjukkan dari 63 responden yang memiliki dukungan keluarga baik sebanyak 42 orang (66,7%) dan dukungan keluarga kurang sebanyak 21 orang (33,3%). Untuk melihat distribusi frekuensi sub variabel dukungan keluarga dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Untuk dukungan
informasi
didapatkan dukungan
informasi baik sebanyak 45 45 orang (71,4%), dukungan informasi informasi kurang sebanyak 18 orang (28,6%).Untuk dukungan penilaian didapatkan hasil dukungan penilaian baik sebanyak 38 orang (60,3%) dan dukungan penilaian kurang sebanyak 25 orang (39,7%). Untuk dukungan instrumental ditemukan hasil penelitian menunjukkan dukungan instrumental baik sebanyak 44 orang (69,8%) dan dukungan instrumental kurang 19 orang (30,2%). Untuk dukungan emosional hasil penelitian menunjukkan dukungan emosional baik sebanyak 40 orang (63,5%) dan dukungan emosional kurang sebanyak 23 orang (36,5%).
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Frekuensi Sub Variabel Dukungan Dukungan Keluarga Keluarga Penderita TB MDR (n=63) Dukungan Keluarga
1. Dukungan Informasi • Baik • Kurang Total
2. Dukungan Penilaian • Baik • Kurang Total
3. Dukungan Instrumental • Baik • Kurang Total
4. Dukungan Emosional • Baik • Kurang Total
Frekuensi (n)
Persentase (%)
45 18
71,4 28,6
63
100
38 25
60,3 39,7
63
100
44 19
69,8 30,2
63
100
40 23 63
63,5 36,5 100
4.3.2. Peran Perawat Pada Penderita TB MDR
Untuk melihat distribusi frekuensi variabel peran perawat secara umum dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Peran Perawat Pada Penderita TB MDR (n=63) Peran Perawat
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Peran perawat Baik Peran perawat Kurang
43 20
68,3 31,7
Total
63
100%
Hasil penelitian menunjukkan peran perawat baik sebanyak 43 orang (68,3%) dan peran perawat kurang sebanyak 20 orang (31,7%). Untuk mengetahui
Universitas Sumatera Utara
distribusi frekuensi sub variabel peran perawat dapat di lihat pada Tabel 4.5. Untuk sub variabel variabel pemberi pemberi asuhan asuhan keperawatan ditemukan
hasil pemberi pemberi
asuhan keperawatan baik sebanyak 43 orang (68,3%) dan pemberi asuhan keperawatan kurang sebanyak 20 orang (31,7%). Untuk sub variabel edukasi dan advokasi ditemukan hasil penelitian bahwa peran perawat sebagai edukasi dan advokasi baik sebanyak 44 orang (69,8%) dan peran perawat sebagai advokasi kurang sebanyak 19 orang (30,2%). Untuk sub variabel sebagai peran perawat sebagai konselor hasil penelitian menunjukkan bahwa peran perawat sebagai konselor baik sebanyak 49 orang (77,8%) dan peran perawat sebagai konselor kurang sebanyak 14 orang (22,2%). Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Sub Penderita TB MDR (n=63) Peran Perawat
1. Pemberi Asuhan Keperawatan • Baik • Kurang Total
2. Edukasi dan Advokasi • Baik • Kurang Total
3. Konselor • Baik • Kurang Total
Variabel Peran Perawat pada
Frekuensi (n)
Persentase (%)
43 20
68,3 31,7
63
100
44 19
69,8 30,2
63
100
49 14
77,8 22,2
63
100
Universitas Sumatera Utara
4.3.3. Kepatuhan Minum Obat Penderita TB MDR
Untuk melihat distribusi frekuensi kepatuhan Minum Obat Penderita TB MDR dapat dilihat pada tabel dibawah ini Tabel 4.6. Distribusi Kepatuhan Minum Obat Penderita TB MDR (n=63) Kepatuhan
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Tidak Patuh 19 30,2 Patuh 44 69,8 Total 63 100 Hasil penelitian menunjukkan mayoritas pasien TB MDR patuh minum obat sebanyak 44 orang (69,8%) dan tidak patuh sebanyak 19 orang (30,2%)
4.4. Analisa Bivariat
Analisa bivariat bertujuan untuk melihat ada hubungan antara variabel independen dukungan keluarga dan peran perawat dengan variabel dependen kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR. 4.4.1. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum obat
Untuk melihat distribusi frekuensi hubungan dukungan keluarga secara umum dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 4.7 Hubungan dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat pada Penderita TB MDR
Dukungan Keluarga Baik Kurang Total
Kepatuhan Patuh Tidak Patuh n 37 7 44
% 58,8 11,1 69,9
n 5 14 19
% 7,9 22,2 30,1
Total n 42 21 63
% 66,7 33,3 100
P.Value
0,00
Universitas Sumatera Utara
Pada Tabel 4.7. dapat dilihat bahwa kepatuhan minum obat pasien TB MDR lebih banyak ditemukan pada dukungan keluarga yang baik (58,8%) dibanding dengan dukungan keluarga yang kurang (7,9%) sedangkan dari pasien yang tidak patuh minum obat lebih banyak ditemukan pada dukungan keluarga kurang (22,2%). Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh nilai p value=0,00 artinya ada hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR. 4.4.2 Hubungan Sub Variabel Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat pada Penderita TB MDR.
Hubungan sub variabel dukungan keluarga (dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental dan dukungan emosional) pada penderita TB MDR dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.8. Hubungan Sub Variabel Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat pada Penderita TB MDR (n=63) Kepatuhan Total Dukungan Keluarga
Patuh n
1.
Dukungan Informasional • Baik
•
Kurang
Total 2. Dukungan Penilaian
P.Value
Tidak Patuh %
n
%
n
%
42
66,7
3
4,8
45
71,5
2
3,2
16
25,3
18
28,5
44
69,8
19
30,2
63
100
•
Baik
32
50,8
6
9,5
38
60,3
•
Kurang
12
19,0
13
20,7
25
39,7
44
69,8
19
30,2
63
100
36
57,1
8
12,7
44
69,8
8
12,7
11
17,5
19
30,2
44
69,8
19
30.2
63
100
34
54,0
9,5
23
36,5
Total 3. Dukungan Instrumental
•
Baik
•
Kurang
Total
4.
0,00
0.004
0,003
Dukungan Emosional
•
Baik
6
Universitas Sumatera Utara
• Total
Kurang
10
15,9
13
20,7
40
63,5
44
69,9
19
30,2
63
100
0,001
Pada Tabel 4.8. dapat dilihat bahwa kepatuhan minum obat pasien TB MDR mayoritas ditemukan pada dukungan informasional yang baik (66,7%) dibanding dengan dukungan informasional yang kurang (4,8%) sedangkan dari pasien yang tidak patuh minum obat lebih banyak ditemukan pada dukungan informasional kurang (25,3%). Berdasarkan hasil uji Chi-square diperoleh nilai p value=0,00 artinya ada hubungan dukungan informasional dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR. Berdasarkan Tabel 4.8. dapat dilihat bahwa kepatuhan minum obat pasien TB MDR mayoritas ditemukan pada dukungan penilaian yang baik (50,8%) dibanding dengan dukungan
penilaian yang kurang (19,0%)
sedangkan dari
pasien yang tidak patuh minum obat lebih banyak ditemukan pada dukungan penilaian kurang (20,7%). Berdasarkan hasil uji Chi-square diperoleh nilai p value=0,004 artinya ada hubungan dukungan penilaian dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR. Dari segi dukungan instrumental bahwa kepatuhan minum obat pasien TB MDR mayoritas ditemukan pada dukungan instrumental yang baik (57,1%) dibanding dengan dukungan instrumental yang kurang (12,7%) sedangkan dari pasien yang tidak patuh minum obat lebih banyak ditemukan pada dukungan instrumental kurang (17,5%). Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh nilai p value=0,003 artinya ada hubungan dukungan penilaian dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR.
Universitas Sumatera Utara
Untuk dukungan emosional bahwa kepatuhan
minum obat pasien TB
MDR mayoritas ditemukan pada dukungan emosional yang baik (54,0%) dibanding dengan dukungan emosional yang kurang (15,9%)
sedangkan dari
pasien yang tidak patuh minum obat lebih banyak ditemukan pada dukungan emosional kurang (20,6%). Berdasarkan hasil uji Chi-square diperoleh nilai p=0,001 artinya ada hubungan dukungan emosional dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR. 4.4.3
Hubungan Peran Perawat dengan Kepatuhan Minum Obat pada Penderita TB MDR.
Untuk melihat hubungan variabel independen peran perawat secara umum dengan kepatuhan minum obat penderita TB MDR dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 4.9. Hubungan Peran Perawat dengan Kepatuhan Minum Obat pada Penderita TB MDR (n=63). Kepatuhan Peran Perawat
Patuh
Total
Tidak Patuh
Baik Kurang
n 41 3
% 65,1 4,8
n 2 17
% 3,2 27,0
n 43 20
% 68,3 31,7
Total
44
69,8
19
30,2
63
100
P.Value
0,00
Pada tabel 4.9. dapat dilihat bahwa kepatuhan minum obat pasien TB MDR lebih banyak ditemukan pada peran perawat yang baik (65,1%) dibanding dengan peran perawat yang kurang (4,8%) sedangkan dari pasien yang tidak patuh minum obat lebih banyak ditemukan pada peran perawat kurang (27,0%). Berdasarkan hasil uji Chi-square diperoleh nilai p=0,00 artinya ada hubungan peran perawat dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR.
Universitas Sumatera Utara
4.4.4. Hubungan Sub Variabel Peran Perawat dengan Kepatuhan Minum Obat pada Penderita TB MDR
Hubungan sub variabel peran perawat (sebagai pemberi asuhan keperawatan, sebagai pemberi edukasi dan advokasi, sebagai konselor di unit DOTS) pada penderita TB MDR dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.10. Hubungan Sub Variabel Peran Perawat dengan Kepatuhan Minum Obat pada Penderita TB MDR (n=63). Kepatuhan Peran Perawat
1. Sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan • Baik
•
Kurang
Total
2. Pemberi Edukasi dan Advokasi • Baik • Kurang Total 3. Sebagai Konselor • Baik • Kurang Total
Patuh
Total
Tidak Patuh
n
%
n
%
n
35
55,6
8
12,7
43
68,3
9 44
14,3 69,8
11 19
17,5 30,2
20 63
31,7 100
36 8 44
57,1 12,7 69,8
8 11 19
12,7 17,5 30,2
44 19 63
69,8 30,2 100
41 3
65,1 4,8
8 11
12,7 17,5
49 14
77,8 22,2
44
69,8
19
30,2
63
100
P.Value
%
0,007
0,003
0,00
Pada Tabel 4.10. dapat dilihat bahwa kepatuhan minum obat pasien TB MDR mayoritas ditemukan pada peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan yang baik (68,3%) dibanding dengan pada peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan yang kurang (14,3%) sedangkan dari pasien yang
Universitas Sumatera Utara
tidak patuh minum obat lebih banyak ditemukan pada pada peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan (17,5%). Berdasarkan hasil uji Chi-square diperoleh nilai p value= 0,007 artinya ada hubungan pada peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR. Berdasarkan Tabel .4.10. dapat dilihat bahwa kepatuhan pasien TB MDR mayoritas ditemukan
pada
minum obat
peran perawat sebagai pemberi
edukasi dan advokasi yang baik (57,1%) dibanding dengan peran perawat sebagai pemberi edukasi dan advokasi yang kurang (14,3%) sedangkan dari pasien yang tidak patuh minum obat lebih banyak ditemukan pada peran perawat sebagai pemberi edukasi dan advokasi kurang (17,5%). Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh nilai p=0,003 artinya ada hubungan peran perawat sebagai pemberi edukasi dan advokasi dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR. Dari segi
peran perawat sebagai pemberi konselor di unit DOTS di
temukan bahwa kepatuhan minum obat pasien TB MDR mayoritas pada peran perawat sebagai pemberi konselor yang baik (65,1%) dibanding dengan peran perawat sebagai pemberi konselor yang kurang (4,8%) sedangkan dari pasien yang tidak patuh
minum obat lebih banyak ditemukan pada peran perawat
sebagai pemberi konselor kurang (17,5%). Berdasarkan hasil uji Chi-square diperoleh nilai p=0,00 artinya ada hubungan peran perawat sebagai pemberi konselor dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR.
Universitas Sumatera Utara
4.5.
Analisa Multivariat.
Analisis multivariat bertujuan untuk menentukan variabel independent yaitu dukungan keluarga dan peran perawat yang
paling
kuat hubungannya
dengan variabel dependent kepatuhan minum obat. 4.5.1. Pemilihan Variabel Multivariat
Dalam penelitian ini terdapat 2 variabel independent yaitu dukungan keluarga dan peran perawat. Dalam penelitian ini variabel dukungan keluarga terdiri dari dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental dan dukungan emosional sedangkan variabel peran perawat terdiri dari pemberi asuhan keperawatan, edukasi dan advokasi, sebagai konselor di unit DOTS TB MDR. Untuk menjadikan variabel multivariat terlebih dulu dilakukan analisis bivariat dengan uji regresi logistik berganda dan sebagai variabel dependen adalah kepatuhan minum obat. Setelah dilakukan analisis bivariat, secara bersama-sama dilakukan
analisis multivariat, kemudian variabel memiliki
p>0,05 akan
dikeluarkan secara berurutan dimulai dari p.value yang terbesar. Dari Tabel 4.11. ada tujuh variabel yang p<0,05 yaitu dukungan informasi, dukungan penilaian, dukungan instrumental, dukungan emosional, peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan, edukasi/advokasi dan konselor di TB DOTS. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di tabel berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.11. Hasil Analisa Bivariat Dukungan Informasional, Dukungan Instrumental, Dukungan Penilaian, Dukungan Emosional, Peran Perawat sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan, Advokasi dan Edukasi, Konselor dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita TB MDR (n=63). Variabel Independen
P.value
Dukungan informasional Dukungan penilaian Dukungan instrumental Dukungan emosional Pemberi asuhan keperawatan Edukasi dan Advokasi Konselor
0,000 0,004 0,003 0,001 0,007 0,003 0,000
4.5.2. Penentuan Variabel yang Dominan
Dalam hal ini untuk memilih variabel yang signifikan dengan cara backward elimination. Dalam analisis ini semua variabel dicobakan bersamasama, kemudian variabel yang p>0,05 akan dikeluarkan secara berurutan dimulai dari nilai p value yang terbesar. Tabel 4.12. Hasil Analisa Multivariat Regresi Logistik Dukungan Informasional, Dukungan Instrumental, Dukungan Penilaian, Dukungan Emosional, Peran Perawat sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan, Advokasi dan Edukasi, Konselor dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita TB MDR (n=63). Variabel Independen
B
P.value
Dukungan emosional Dukungan penilaian Dukungan instrumental Dukungan Informasional Pemberi asuhan keperawatan Edukasi dan Advokasi Konselor Constant
2,498 -1,439 0,069 5,741 -0,260 0,370 2,899 15,426
0,000 0,655 0,982* 0,436 0,979 0,969 0,047 0,001
OR (Exp B)
12.164 237 1.072 311.523 771 1.447 18.151
*=Variabel yang dikeluarkan
Dari Tabel 4.12. Terlihat variabel yang p value > 0,05, maka dilakukan
Universitas Sumatera Utara
pengeluaran variabel. Dengan demikian variabel tersebut dikeluarkan, kemudian dilakukan analisa berikutnya tanpa variabel dukungan instrumental ( p=0,982). Tabel 4.13. Hasil Analisa Multivariat Regresi Logistik Dukungan Informasional, Dukungan Penilaian, Dukungan Emosional, Peran Perawat sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan, Advokasi dan Edukasi, Konselor dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita TB MDR (n=63). Variabel Independen
B
P.value
OR (Exp B)
Dukungan emosional Dukungan penilaian Dukungan informasional Pemberi asuhan keperawatan Edukasi dan Advokasi Konselor Constant
2,562 -1,467 5,741 -0,220 0,370 2.903 15.426
0,096 0,625 0,000 0,982* 0,970 0,044 0,001
12.965 231 311.379 802 1.428 18.237
*=Variabel yang dikeluarkan
Berdasarkan Tabel 4.13. Dapat dilihat bahwa dari 7 variabel penelitian adalah siginfikan yaitu terlihat variabel pemberi asuhan keperawatan mempunyai p value terbesar yaitu 0, 982 > 0,05. Dengan demikian variabel tersebut dikeluarkan, kemudian dilakukan analisia berikutnya tanpa mengikutkan pemberi asuhan keperawatan. Tabel 4.14. Hasil Analisa Multivariat Regresi Logistik Dukungan Informasional, Dukungan Penilaian, Dukungan Emosional, Advokasi dan Edukasi, Konselor dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita TB MDR (n=63). Variabel Independen
B
P.value
OR (Exp B)
Dukungan emosional Dukungan penilaian Dukungan informasional Edukasi dan Advokasi Konselor Constant
2,564 -1,480 5,742 0,149 2.902 15.426
0,095 0,616 0,000 0,958* 0,044 0,001
12.993 228 311.598 1.160 18.215
*=Variabel yang dikeluarkan
Universitas Sumatera Utara
Pada tabel 4.14. Terlihat variabel edukasi dan advokasi mempunyai p value terbesar yaitu 0,958 > 0,05 maka variabel tersebut dikeluarkan dan tidak diikutsertakan pada proses berikutnya. Tabel 4.15. Hasil Analisa Multivariat Regresi Logistik Dukungan Informasional, Dukungan Penilaian, Dukungan Emosional, Konselor dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita TB MDR (n=63). Variabel Independen
B
P.value
OR (Exp B)
Dukungan emosional Dukungan penilaian Dukungan informasional Konselor Constant
2,549 -1,341 5,742 2.918 15.426
0,090 0,314* 0,000 0,039 0,001
12.790 261 311.648 18.505
*=Variabel yang dikeluarkan
Pada Tabel 4.15. terlihat variabel dukungan penilain mempunyai p value terbesar yaitu 0,314 > 0,05, maka variabel tersebut dikeluarkan dan tidak diikutsertakan pada proses berikutnya. Tabel 4.16. Hasil Analisa Multivariat Regresi Logistik Dukungan Informasional, Dukungan Emosional, Konselor dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita TB MDR (n=63). Variabel Independen
B
P.value
OR (Exp B)
Dukungan emosional Dukungan informasional Konselor Constant
1,690 5,287 2.934 15.426
0,182 0,000 0,033 0,001
5,418 197,769 18.799
*=Variabel yang dikeluarkan
Pada tabel 4.16. terlihat variabel dukungan emosional mempunyai p value terbesar yaitu 0, 182 > 0,05, maka variabel tersebut dikeluarkan dan tidak diikutsertakan pada proses berikutnya.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.17. Hasil Analisa Multivariat Regresi Logistik Dukungan Informasional, Konselor dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita TB MDR (n=63). Variabel Independen
Dukungan informasional Konselor Constant
B
5,054 3,410 15,426
P.value
OR (Exp B)
0,000 0,009 0,001
156,626 30,256
Tabel 4.17. merupakan hasil akhir analisis multivariat regresi logistik sub variabel yang paling kuat mempunyai hubungan dengan kepatuhan minum obat adalah dukungan informasional ( p= 0,000 ; OR = 156,626) dan konselor ( p=0,009 ; OR = 30,256) berarti terbukti bermakna atau signifikan mempengaruhi kepatuhan minum obat. Variabel yang paling dominan mempengaruhi kepatuhan minum obat adalah dukungan informasional. Artinya dukungan informasional yang baik mempunyai 156,626 kali berpeluang mempengaruhi kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR dibanding dengan dukungan informasional yang kurang baik. Dari Tabel 19. dapat dilihat persamaan regresi sebagai berikut : y = a + b1x 1+ b2x2+ b3x3+ b4x4+ …. bnxn + e Keterangan : y = variabel terikat a = kontanta x = variabel bebas b = koefisien dari setiap variabel bebas y= 15,426 + 5,054x1+ 3,410x2
Universitas Sumatera Utara
Kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR di RSUP HAM akan bertambah sebesar 5,054 jika dukungan informasional bertambah. Kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR di RSUP HAM akan bertambah sebesar 3,410 jika peran perawat sebagai konselor meningkat.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan bahwa dukungan keluarga dan peran
perawat memiliki hubungan dengan kepatuhan
minum obat pada
penderita TB MDR. Penjelasan tentang tiap variabel dalam penelitian ini akan dijelaskan sebagai berikut: 5.1
Dukungan Keluarga pada Penderita TB MDR.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas dukungan keluarga pada penderita TB MDR pada kategori baik yaitu 42 orang (66,7%) dan dukungan keluarga kurang sebanyak 21 orang (33,3%). Menurut Friedman (1998) dukungan keluarga adalah sikap dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Keluarga juga berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggotanyadan anggota kelurga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung, selalu
memberikan
pertolongan dengan bantuan jika diperlukan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Pare, Amiruddin & Leida (2012) dalam
penelitiannya tentang
hubungan antara
pekerjaan, PMO, pelayanan kesehatan, dukungan keluarga dan diskriminasi dengan perilaku berobat pasien TB Paru yang dilakukan
di kota Makassar
menemukan bahwa dukungan keluarga merupakan faktor resiko t erhadap perilaku berobat pasien TB Paru. Kegagalan pengobatan TB Paru dapat disebabkan oleh putus berobat atau
terjadinya resisten terhadap obat yang disebabkan oleh
ketidakteraturan pasien dalam menjalani pengobatannya. Keluarga merupakan orang yang dekat dengan pasien. Peran keluarga sangat dibutuhkan dalam
Universitas Sumatera Utara
memperhatikan pengobatan anggota keluarganya. Sehingga keluarga harus memberi dukungan agar penderita dapat menyelesaikan pengobatannya sampai sembuh. Sebagian besar responden dalam penelitian ini bersuku Batak (82,5%) hal ini disebabkan responden berasal dari seluruh Sumatera utara dan mayoritas penduduk di Sumatera Utara bersuku Batak (Batak Karo, Batak Mandailing, Batak Toba, dll). Ethnik juga dapat mempengaruhi terhadap dukungan keluarga. Penderita yang bersuku Batak mempunyai dukungan keluarga lebih besar dibandingkan dengan ethnik lain. Hal ini dapat dilihat dari
latar belakang
kebudayaan suku Batak yang memiliki sejarah ikatan kekeluargaan yang kuat. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian Hutapea (2010) dalam penelitian tentang pengaruh dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat OAT yang dilakukan di Surabaya
menyimpulkan bahwa dukungan keluarga
dapat meningkatkan kepatuhan minum OAT pada penderita TB Paru. Dalam penelitian tersebut ditemukan dukungan keluarga yang dilakukan anggota keluarga
dengan
mendorong
penderita
untuk
berobat
secara
teratur,
memperhatikan kemajuan pengobatan penderita untuk berobat secara teratur, memberi bantuan transport dan menghindari penderita yang sakit TB. Hasil penelitian ini juga didukung Nasution (2007)
tentang
keluarga terhadap kepatuhan pasien dalam mengikuti
pengaruh dukungan program DOTS
menemukan bahwa pasien yang berhasil mengikuti program DOTS memiliki dukungan keluarga yang lebih besar dibandingkan pasien yang gagal di Medan, Indonesia. Nofizar, Nawas & Burhan (2010) dalam penelitian tentang identifikasi
Universitas Sumatera Utara
faktor resiko TB MDR di RS Persahabatan Jakarta menemukan dukungan keluarga baik 80% dan merupakan faktor dari pasien yang menyebabkan terjadinya TB MDR. Hal ini disebabkan anggota keluarga mendukung secara adekuat
terutama
dalam
dukungan
informasional
ditemukan
dukungan
informasional dengan kategori baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan informasi yang diberikan keluarga pada pasien TB MDR mayoritas berkategori baik sebanyak 45 orang (71,4%) dan dukungan informasi kurang sebanyak 18 orang (28,6%). Informasi yang diberikan kepada pasien berguna untuk menambah wawasan klien untuk patuh minum obat. Dukungan informasi semakin tinggi apabila informasi yang diberikan kepada pasien dimengerti dan dikuti oleh pasien. Hal ini dapat dilihat dari jawaban responden yang menyatakan keluarga memberitahu tentang penyebab penyakitnya, cara penularan, lama minum obat dan informasi tentang efek samping OAT MDR. Diikuti hasil penelitian dari
dukungan
instrumental yang diberikan
keluarga pada penderita TB MDR berada pada kategori baik yaitu sebanyak 44 orang (69,8%). Hal ini menunjukkan bahwa dalam hal dana maupun pertolongan bantuan bagi pasien tidak menjadi hal yang sulit bagi keluarga untuk memperhatikannya. Keluarga mempunyai peran dan tanggung jawab yang penuh untuk berkontribusi dalam mencapai derajat kesehatan anggota keluarganya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan emosional yang diberikan keluarga pada penderita TB MDR berada pada kategori baik yaitu sebanyak 40 orang (63,5%). Hal ini berarti sebagian besar responden menerima ungkapan
Universitas Sumatera Utara
empati, kepedulian dan perhatian terhadap keadaan pasien misalnya dalam bentuk mendengarkan keluhan psikologis karena efek samping pengobatan sehingga dengan adanya dukungan tersebut pasien merasa di urus, diperhatikan dan disayangi serta tidak menyalahkan atas permasalahan yang dihadapi dan memberikan rasa nyaman dalam meningkatkan kepercayaan diri pasien untuk tetap patuh menjalani pengobatan. Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang membantu dalam perawatan secara langsung pada setiap keadaan sehat maupun sakit. Secara lebih spesifik, dukungan keluarga yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunya mortalitas, lebih mudah sembuh dari keadan sakit dan mempengaruhi kognitif, fisik dan keadaan emosi (Ryan & Austin dalam Friedman, 1998). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan penilaian yang diberikan keluarga pada penderita TB MDR berada pada kategori baik yaitu sebanyak 38 orang (60,3%). Hal ini berarti sebagian besar responden tergolong baik dalam bentuk dukungan penghargaan positif, dorongan maju untuk sembuh, pujian ketika berhasil minum obat atau suntik. Dalam aspek penghargaan ini, keluarga dapat memberikan penghargaan positif dan reinforcement atau penguatan kepada pasien. Pemberian penghargaan dalam penelitian ini bukan pada konteks berupa hadiah atas keberhasilan pasien minum obat secara teratur, tapi dalam hal ini adalah keluarga mengekspresikan kepuasan diri terhadap keberhasilan anggota keluarganya yang mampu mempertahankan konsistensinya meminum obat secara teratur. Kepuasan ini ditunjukkan dengan mau menerima kondisi pasien apa
Universitas Sumatera Utara
adanya dan menguatkan pasien bahwa penyakit ini tidak hanya dimiliki oleh dirinya seorang dan masih banyak orang yang menderita dari pada pasien. Dukungan penilaian dapat meningkatkankan harga diri seseorang dan efikasi diri sehingga perilaku yang diinginkan dapat tercapai (WHO, 2003). Hasil penelitian sejalan dengan penelitian Ahsan, Fathoni & Barriyah (2012) dalam penelitian tentang hubungan dukungan keluarga dan tingkat kepatuhan menjalani pengobatan tuberkulosis kambuh di Puskesmas se-kota Malang dengan jumlah responden 30 orang dari hasil penelitian diperoleh 83,3% responden mendapat dukungan emosional baik, dukungan
informasional baik
66,7%, dukungan
penilaian baik 63,3%, dukungan Instrumental baik 55%. Sama halnya dengan penelitian Dewi, Nursiswati & Ridwan (2009) yang meneliti tentang hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien TBC dalam menjalani pengobatan OAT di Sumedang dengan jumlah responden 51 orang, menemukan sebagian besar pasien TB mendapat dukungan informasi baik dari keluarga 82,35%, dukungan penilaian baik dari keluarga 78 %, dukungan Instrumental baik sebanyak 80% dan dukungan emosional sebanyak 72,%. Hasil penelitian tidak sejalan dengan
Biswas (2010) dalam penelitian
tentang hubungan dukungan keluarga dengan perilaku kesehatan pada pasien TB di Thailand menemukan semua jenis dukungan keluarga baik (dukungan penilaian, dukungan instrumental dan dukungan emosional) kecuali dukungan informasi dengan kategori cukup. Hal ini bisa terjadi karena sebagian pasien mencari informasi sendiri tentang keadaan penyakitnya dari buku, brosur dan tenaga kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
5.2
Peran Perawat Pada Penderita TB MDR.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 63 responden ditemukan dalam kategori baik sebanyak 43 orang (68,3%) dan kategori kurang sebanyak 20 orang (31,7%). Dalam penelitian McEwen & Boyle (2007) penelitian tentang resistensi, kesehatan dan infeksi TB laten pada immigrant di mexico ditemukan kurangnya kualitas interaksi dengan perawat membuat pasien merasa terpaksa dalam menjalankan pengobatan. Hasil penelitian sejalan dengan
penelitian
Pare, Amiruddin & Leida
(2012) dalam penelitiannya tentang hubungan antara pekerjaan, PMO, pelayanan kesehatan, dukungan keluarga dan diskriminasi dengan perilaku berobat pasien TB Paru yang dilakukan di kota Makassar menyatakan peran perawat baik sebanyak 59,1%. Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Perdana (2008) dalam penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan berobat penderita TB Paru di Jakarta yang mengemukakan bahwa peran perawat berhubungan dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB Paru. Peneliti Peranan perawat dalam melayani pasien TB MDR diharapkan dapat membangun hubungan yang baik dengan pasien. Perawat berasumsi unsur kinerja perawat mempunyai pengaruh terhadap kualitas pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan kesehatan terhadap pasien TB yang secara langsung atau tidak langsung akan berpengaruh terhadap keteraturan berobat pasien yang pada akhirnya juga menentukan hasil pengobatan. Berdasarkan Dinkes (2014) yang
Universitas Sumatera Utara
membagi peran perawat TB sebagai pemberi asuhan keperawatan, edukasi dan advokasi, konselor, sebagai pengelola ruangan, sebagai peneliti. Hasil penelitian menunjukkan peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan kategori baik sebanyak 43 orang (68,3%) dan pemberi asuhan keperawatan kurang sebanyak 20 orang (31,7%). Perawat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien dan keluarga yang mengalami TB MDR melalui upaya promotif, preventif, kolaborasi dalam pengobatan (kuratif) dan rehabilitatif. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Hsieh, et al. (2008) di Taiwan dalam penelitian tentang eksplorasi efektivitas model manajemen DOTS dalam
meningkatkan
kepatuhan
pasien
TB
menemukan
perawat
klinis
memberikan kontribusi yang signifikan untuk pelayanan kesehatan bagi pasien TB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran perawat sebagai pemberi edukasi dan advokasi baik sebanyak 44 orang (69,8%), edukasi dan advokasi kurang sebanyak 19 orang (27%). Perawat memberikan pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga yang menjadi tanggung jawabnya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pasien TB MDR dan keluarga dalam pencegahan dan penanganan TB. Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan Nymathy ,et al. (2006) dalam
penelitian tentang uji coba secara acak dari dua program
pengobatan untuk orang dewasa tunawisma dengan infeksi TB laten menemukan bahwa manajemen kasus perawat dikombinasikan dengan edukasi dan penemuan
Universitas Sumatera Utara
kasus TB MDR dapat meningkatkan kepatuhan terhadap pengobatan TB Laten pada tunawisma Hasil penelitian menunjukkan bahwa konselor baik sebanyak 49 orang (77,8%), konselor
kurang
sebanyak 14 orang (22,2,0%). Di Rumah Sakit
terdapat unit DOTS pada unit DOTS peran perawat sangat strategis yaitu sebagai konselor. Perawat memfasilitasi pasien untuk mencari pemecahan masalah kesehatan dalam perubahan perilaku yang terjadi dan dihadapi pasien (Dinkes, 2014). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Husnawati dkk (2007) tentang pengaruh konseling terapi OAT yang menemukan adanya pengaruh konseling terhadap kepatuhan minum obat dengan p.value (0,007). Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh ElHameed, Howyida & Heba (2012) tentang efektifitas konseling manajemen
self
care terhadap
perilaku kesehatan yang menemukan adanya pengaruh konseling terhadap perilaku kesehatan pasien dengan TB. 5.3
Kepatuhan Minum Obat Penderita TB MDR.
Hasil penelitian menunjukkan tingkat kepatuhan minum obat penderita TB MDR pada 63 responden didapat pasien yang patuh 44 orang (69,8%) dan pasien yang tidak patuh sebanyak 19 orang (30,2%). Peneliti berasumsi ketidakpatuhan disebabkan karena efek samping OAT MDR berdasarkan data semua responden mengalami lebih dari satu efek samping minum obat OAT MDR paling banyak pasien mengalami mual dan muntah sebanyak 59 orang (93,7%) diikuti dengan sakit kepala dirasakan sebanyak 57 orang (90,7%) , oyong dan nyeri tulang
Universitas Sumatera Utara
dirasakan sebanyak 46 orang (73,0%). Adanya efek samping OAT merupakan salah satu faktor resiko terjadinya default (CDC, 2007). Penelitian oleh Sinha & Tiwari (2010) di distrik Raipur India, mendapatkan alasan ketidakpatuhan minum obat adalah ketakutan akan efek samping obat. Menurut Joenoes (1998) bahwa kepatuhan penderita minum obat dipengaruhi
antara lain dari faktor obat itu
sendiri yakni obat yang memberikan efek samping tertentu menimbulkan keraguraguan untuk meminum obat sehingga tidak teratur minum obat. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Munir, Nawas & Sutoyo (2010) yang melakukan pengamatan pasien tuberkulosis paru dengan TB MDR di poliklinik Paru RSUP Persahabatan yang menemukan bahwa persentase keteraturan
pasien untuk datang berobat mencapai 78,9%. Berbeda dengan
penelitian yang dilakukan Titana (2011) yang meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan pada pasien Tuberkulosis Paru dengan resistensi obat di wilayah jawa tengah menemukan bahwa keteraturan berobat berpengaruh kuat terhadap hasil pengobatan ( p=0,00) sebanyak 21 pasien (46,7) berobat secara teratur, persentasenya lebih rendah dibandingkan jumlah pasien yang berobat tidak teratur (53,3%). Penelitian Sarwani (2012) alasan utama gagalnya pengobatan adalah pasien tidak mau minum obatnya secara teratur dalam waktu yang diharuskan . Pasien biasanya bosan harus minum banyak obat setiap hari selama beberapa bulan.
Penelitian
tersebut
juga
menunjukkan
adanya
hubungan
antara
ketidakpatuhan minum obat dengan kejadian TB MDR. Seseorang yang tidak
Universitas Sumatera Utara
mengkonsusmsi obat TB secara teratur mempunyai resiko 2,3 kali lebih besar untuk menderita TB MDR. Pada penelitian ini mayoritas pasien dikategorikan patuh dikarenakan mereka ingin segera sembuh dan tidak ingin minum obat lebih lama lagi berdasarkan pengalaman lamanya minum obat TB terdahulu. Apabila dalam pengobatan TB MDR pasien tidak patuh minum obat maka pasien beresiko mengalami XDR (Extremely Drug Resistant) dan pasien harus minum OAT seumur hidupnya. Berdasarkan karakteristik responden ditemukan bahwa sebagian besar mendapat dukungan keluarga baik pada usia dewasa menengah (34-59) tahun Menurut peneliti hal ini disebabkan pada usia ini pasien sudah menikah dan sudah tidak tinggal serumah dengan orang tuanya sehingga pasien mendapat dukungan keluarga bukan hanya dari orang tua dan saudara kandung melainkan dari istri/suami dan anak-anaknya sesuai dengan hasil yang ditemukan sebagian besar pasien yang sudah menikah dan mendapatkan dukungan keluarga baik. Sebagian responden berlatar belakang pendidikan SMU/Sederajat (42,9%). Peneliti berasumsi latar belakang pendidikan, pengetahuan dan pengalaman di masa lalu dapat membentuk cara berpikir seseorang sehingga mempengaruhi dukungan keluarga yang diberikan. Sama halnya dengan pendapat Notoadmojo (2007) bahwa pendidikan akan membuat individu menuju kepada satu perubahan yang diinginkan. Pendidikan sejalan dengan pengetahuan dimana pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan suatu objek tertentu dan bila penderita tahu minum obat teratur akan memperoleh kesembuhan, maka
Universitas Sumatera Utara
penderita akan patuh. Pendapat Smet (1994) mengatakan bahwa pendidikan yang kurang akan menyebabkan penderita tidak patuh minum obat, apalagi kalau penderita buta huruf, perlu penanganan lebih teliti untuk mengartikan instruksi tata cara penggunaan obat. Pekerjaan responden dari penelitian ini sebagian besar wiraswasta dan pegawai swasta dengan penghasilan sebagian besar >1.000.000-2.000.000. Hal ini disebabkan sebagian besar responden berada pada usia produktif sehingga masih bisa mendapatkan pekerjaan yang layak dan beraktivitas menghasilkan karya yang mempunyai nilai jual. Penderita akan lebih termotivasi untuk lebih patuh berobat dibandingkan mereka yang tidak bekerja karena pekerjaan adalah sumber mata pencahariannya. Berdasarkan karakteristik responden sebagian responden berjenis kelamin laki-laki yaitu 43 orang (68,3%), perempuan
sebanyak 20 orang
(31,7%). Peneliti berasumsi perempuan lebih disiplin dan teratur dalam minum obat. Hasil penelitian ini didukung Nasution (2007) yang menemukan pada kelompok yang berhasil dalam pengobatan lebih dari setengah (57,1) adalah perempuan, tidak seperti pada kelompok yang tidak berhasil dalam pengobatan di mana lebih dari setengah (61,9%) adalah laki-laki. Kondisi ini mungkin karena perempuan memiliki motivasi lebih tinggi daripada laki-laki untuk pulih dari penyakit mereka. Hal ini bisa ter jadi karena perempuan memiliki tanggung jawab untuk mengurus semua anggota keluarga dalam hal aktivitas sehari-hari seperti menyiapkan makanan, menyiapkan pakaian bersih dan membersihkan rumah,
Universitas Sumatera Utara
karena sebagai seorang wanita berkaitan erat dengan pengasuhan dan ini bisa membuat perempuan lebih sesuai untuk pengobatan TB. Kriteria suspek yang terbanyak adalah kriteria gagal kategori 1 sebanyak 55 orang (87,3%), selanjutnya kriteria kambuh sebanyak 7 orang (11,1%) dan kriteria gagal kategori 2 sebanyak 1 orang (1,6%). Hal ini tentu menjadi faktor resiko untuk terjadinya resistensi OAT. Pada penelitian Maharatta (2010) ditemukan
riwayat
pengobatan TB tidak teratur berhubungan kuat dengan
kejadian TB MDR. Kejadian resisten dapat terjadi karena regimen pemberian obat yang tidak tepat, pemberian obat yang tidak teratur, pengobatan yang tidak memuaskan dari para klinisi, lemahnya pengawasan pengobatan dan kontrol yang lemah dari rumah sakit. Pasien harus patuh minum obat untuk mencapai keberhasilan pengobatan yaitu meningkatkan kesempatan untuk sembuh, mengurangi resiko kekambuhan dan meminimalkan resisten terhadap obat (Maartens & Wilkinson, 2007). Sebagian besar hasil penelitian menunjukkan kepatuhan terhadap pengobatan (Martins, et al. 2008; McInerney, et al. 2007; Trajman, et al.2010) namun dalam perilaku kesehatan bukan hanya kepatuhan terhadap pengobatan saja yang diperlukan.
5.5
Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita MDR.
Proporsi
responden dari 44 pasien patuh 47 orang (66,7%) yang
mendapatkan dukungan keluarga baik. Dibandingkan dengan 19 pasien yang
Universitas Sumatera Utara
menyatakan
tidak patuh hanya 3 orang (5%) yang mendapatkan dukungan
keluarga baik. Hasil penelitian dengan
menggunakan uji statistik chi-square
didapatkan p= 0,00 yang artinya adanya hubungan dukungan keluarga secara umum dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR ( Ha diterima). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Pare, Amirruddin & Leida (2012) dalam
penelitiannya tentang
hubungan antara
pekerjaan, PMO, pelayanan kesehatan, dukungan keluarga dan diskriminasi dengan perilaku berobat pasien TB Paru yang dilakukan
di kota Makassar
menemukan adanya hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pasien TB. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Raharno (2005) yang melakukan penelitian tentang faktor – faktor yang berhubungan dengan ketidakteraturan berobat penderita TB Paru di Pekalongan, Jakarta menemukan adanya hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat dan penelitian yang dilakukan Hutapea (2006) meneliti tentang pengaruh dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum OAT penderita TB yang menemukan bahwa dukungan keluarga berhubungan dengan ketidakpatuhan berobat pasien TB Paru. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Ahsan, Fathoni & Bariyyah (2012) dalam penelitian tentang hubungan dukungan keluarga dan tingkat kepatuhan menjalani pengobatan tuberkulosis kambuh di Puskesmas se-kota Malang dengan sampel sebanyak 30 orang yang menemukan tidak ada hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pada pasien tuberkulosis kambuh dalam menjalani pengobatan ( p=0,349). Sama hal nya dengan penelitian Dewi, Nursiswati & Ridwan (2009) dengan sampel sebanyak 51 orang yang
Universitas Sumatera Utara
meneliti tentang hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien TBC dalam menjalani pengobatan OAT di Sumedang yang menemukan tidak ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien minum obat. Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan menurut Snehandhu B.Kar dalam Notoatmodjo (2007) adalah niat seseorang bahwa perilaku bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan kesehatannya ( behavior intention), dan otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan atau keputusan ( personal autonomy). Kemungkinan hal ini dapat menjadi penyebab tidak terdapatnya hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien minum obat TBC. House dalam Friedman (1998) mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan berobat pasien adalah dukungan keluarga. Dalam fungsi keluarga yang terdiri dari 5 fungsi dikatakan bahwa keluarga berfungsi sebagai pemberi keperawatan kepada anggota keluarga yang sakit. Maka berdasarkan pemahaman fungsi tersebut keluarga mampu membantu pasien untuk berobat secara patuh. Pada umumnya dukungan keluarga yang diberikan dalam bentuk memberikan motivasi untuk teratur berobat, bantuan dana untuk kebutuhan sehari-hari serta bantuan transport untuk pasien. Dukungan keluarga yang baik merupakan motivasi yang ampuh dalam mendorong pasien berobat teratur sesuai anjuran petugas kesehatan. Dukungan keluarga dan masyarakat mempunyai andil besar dalam meningkatkan kepatuhan pengobatan yaitu dengan adanya pengawasan dan pemberi dorongan kepada penderita. Keuntungan keluarga sebagai PMO adalah
Universitas Sumatera Utara
tempat tinggalnya yang serumah dengan penderita sehingga pemantauannya lebih optimal dan langsung tidak perlu biaya transportasi (Becher, 1997). Dari hasil data demografi semua pasien mempunyai PMO dan yang menjadi PMO paling banyak adalah istri/suami sebanyak 35 orang (55,6%). Berdasarkan jenis dukungan keluarga yang diberikan peneliti menemukan adanya hubungan yang signifikan terhadap kepatuhan minum obat penderita TB MDR. Setelah dilakukan analisa bivariat secara bersama-sama maka di dapatkan bahwa dukungan informasional yang paling berpengaruh dengan nilai p=0,00 (< 0,05), dukungan penilaian mempunyai p=0,004 dan dukungan instrumental mempunyai p= 0,003 dan dukungan emosional p=0,001. Setelah dilakukan analisa multivariat dengan uji regresi logistik berganda ditemukan tidak terdapatnya hubungan dukungan penilaian ( p=0,314, OR=0,228), dukungan instrumental ( p=0,982, OR=1,072) dan dukungan emosional
( p=0,001, OR=0,182) dengan
kepatuhan minum obat. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ahsan, Fathoni & Bariyyah (2012) dalam penelitian tentang hubungan dukungan keluarga dan tingkat kepatuhan menjalani pengobatan tuberkulosis kambuh di Puskesmas se-kota Malang
dan
penelitain Dewi, Nursiswati &
Ridwan (2009) yang meneliti tentang
hubungan dukungan keluarga dengan
kepatuhan pasien TBC dalam menjalani pengobatan OAT di Sumedang yang menemukan tidak ada hubungan antara dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental dan dukungan emosional dengan kepatuhan minum obat pasien pada pasien TB.
Universitas Sumatera Utara
5.6
Hubungan
Peran
Perawat
dengan
Kepatuhan
Minum
Obat
Penderita TB MDR.
Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa dari 44 responden yang patuh minum obat 41 orang mendapatkan peran perawat baik dibandingkan dengan 19 orang yang tidak patuh hanya 2 orang yang mendapat dukungan keluarga baik. Secara statistik ada hubungan bermakna antara peran perawat dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR dengan nilai p=0,00 < 0,05. Setelah dilakukan uji bivariat secara bersama-sama antara peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan, edukasi dan advokasi dan konselor di unit DOTS didapatkan adanya hubungan yang signifikan terhadap kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR dengan nilai p=0,00 untuk peran perawat sebagai konselor, p=0,003 untuk peran perawat sebagai pemberi edukasi dan advokasi dan p=0,007 untuk peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan. Setelah dilakukan analisa multivariat dengan uji regresi logistik berganda ditemukan tidak terdapatnya hubungan pemberi asuhan keperawatan ( p=0,982, OR=0,802) dan edukasi ( p=0,958, OR=1,160) dengan kepatuhan minum obat. Hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian Pare, Amiruddin & Leida (2012) dalam penelitiannya tentang hubungan antara pekerjaan, PMO, pelayanan kesehatan, dukungan keluarga dan diskriminasi dengan perilaku berobat pasien TB Paru yang dilakukan di kota Makassar yang menyatakan adanya hubungan antara peran perawat dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Perdana (2008) dalam penelitiannya tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan berobat penderita TB
Universitas Sumatera Utara
di Ciracas, Jakarta Timur yang mengemukakan bahwa peran perawat berhubungan dengan dengan kepatuhan kepatuhan minum obat pada penderita penderita TB. Tetapi penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Erawatyningsih dkk (2009) dalam dalam penelitiannya tentang faktor-faktor faktor-faktor yang mempengaruhi ketidak patuhan berobat berobat pada TB Paru Paru di NTB yang menemukan bahwa peran perawat tidak berhubungan dengan kepatuhan berobat penderita TB Paru. Zuliana (2009) dalam penelitiannya tentang pengaruh karakteristik individu, faktor pelayanan kesehatan dan faktor PMO terhadap tingkat kepatuhan penderita TB Paru di Puskesmas Labuhan Batu, Medan
yang menemukan tidak adanya hubungan
peran perawat terhadap kepatuhan minum obat Hubungan yang saling mendukung antara perawat dengan penderita TB MDR serta keyakinan penderita terhadap pelayanan kesehatan merupakan faktor yang penting untuk meningkatkan kepatuhan minum obat penderita TB MDR sehingga dapat meningkatkan angka kesembuhan pasien. Menurut Joenoes (1998) seorang
perawat
yang
tidak
komunikatif
terhadap
penderita
TB
akan
menyebabkan penderita tidak mematuhi atau tidak menggunakan obat yang diberikan padanya. Penyuluhan yang efektif diberikan perawat akan memberikan motivasi untuk patuh okeh penderita. Efektivitas kominukasi petugas dengan penderita akan membuat penderita patuh menggunakan menggunakan obat. Perawat dengan jelas mengutarakan berapa jumlah obat sekali pakai, berapa kali sehari dan harus berapa lama. Joenoes juga menyatakan apabila penderita tidak dapat baca tulis maka perawat memberikan keterangan secara lisan dan berulang-ulang sehingga penderita merasa yakin dan mengerti.
Universitas Sumatera Utara
5.7
Variabel yang paling dominan berhubungan berhubungan dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR .
Berdasarkan hasil uji regresi logistik berganda dapat dilihat bahwa variabel yang dominan berhubungan dengan kepatuhan minum obat pada p= penderita TB MDR dari dari segi dukungan keluarga keluarga adalah dukungan dukungan informasi ( p= 0,00; OR = 156,626) artinya responden yang mendapatkan dukungan informasi yang baik dari keluarga berpeluang 157 kali lebih patuh minum obat dibandingkan dengan pasien yang kurang mendapat dukungan informasi dari keluarga. Pada umumnya dukungan
yang diberikan diberik an berupa nasehat atau
pemberian informasi informasi terkait pengetahuan pengetahuan tentang TB MDR misalnya misalnya tanda dan dan gejala serta pengobatan (diet, terapi obat atau injeksi), efek samping obat yang ditimbulkan dan cara mengatasinya, cara penularan TB MDR dan lain-lain. Perawat sebagai pemberi edukasi dapat memberikan edukasi kepada keluarga pasien yang dihormati sebagai PMO untuk menyampaikan informasi selanjutnya kepada pasien. Informasi yang didapatkan tidak hanya dari tenaga kesehatan saja, keluarga juga mendapatkan informasi dari koran, buku, internet dll Berdasarkan hasil uji regresi logistik berganda dapat dilihat bahwa variabel yang dominan berhubungan dengan kepatuhan minum obat pada p=0,009 ; penderita TB MDR dari segi peran perawat perawat adalah sebagai konselor konselor ( p=0,009 OR = 30,256) artinya pasien
yang mendapatkan konseling
yang baik dari
perawat berpeluang berpeluang 30 kali lebih patuh minum obat dibandingkan dengan pasien yang kurang mendapatkan konseling dari perawat.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Husnawati dkk (2007) tentang pengaruh konseling terapi OAT yang menemukan adanya p=0,007). pengaruh konseling terhadap kepatuhan minum obat (( p= 0,007). Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh ElHameed, Howyida & Heba (2012) tentang efektifitas konseling manajemen
self
care terhadap perilaku
kesehatan yang menemukan adanya pengaruh konseling terhadap perilaku kesehatan pasien dengan TB.
5.6 Keterbatasan Keterbatasan penelitian
Keterbatasan penelitian dalam hal ini adalah pada saat pengumpulan data yang dilakukan dilakukan oleh peneliti, peneliti, responden responden yang telah ditetapkan meninggal meninggal dan mengalami kondisi menjadi lebih buruk sehingga tidak bisa menjadi responden. Upaya yang dilakukan peneliti adalah menambah waktu penelitian sehingga mendapatkan responden sesuai kriteria penelitian.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab terdahulu maka dapat disimpulkan secara umum sebagai berikut : 1. Dukungan keluarga secara umum mayoritas dikategorikan baik sebesar 66,7%, Sub variabel dukungan keluarga secara keseluruhan dikategorikan baik dengan
nilai persentase paling tinggi untuk dukungan informasi
sebesar (71,4%), diikuti dukungan instrumental sebesar (69,8%) kemudian dukungan emosional sebesar (63,5% ) dan dukungan penilaian dengan persentase (60,3%). 2. Peran perawat secara umum dikategorikan baik sebesar (68,3%). Sub variabel peran perawat secara keseluruhan dikategorikan baik dengan nilai persentase paling tinggi untuk peran sebagai konselor
di unit DOTS
adalah (77,8%), kemudian perawat sebagai pendidik dan advokasi sebanyak (69,8%) dan sebagai pemberi asuhan keperawatan sebesar (68,3%). 3. Tingkat kepatuhan minum obat penderita TB MDR menunjukkan mayoritas menyatakan patuh sebesar (69,8%). 4. Ada hubungan signifikan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR ( p=0,00). 5. Ada hubungan signifikasi peran perawat dengan kepatuhan minum obat
Universitas Sumatera Utara
pada penderita TB MDR di RSUP.H. Adam Malik Medan ( p=0,009). 6. Tidak ditemukan hubungan
antara dukungan penilaian, dukungan
instrumental, dukungan emosional, peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dan peran perawat sebagai edukasi/advokasi dengan kepatuhan pada penderita TB MDR di RSUP.H.Adam Malik Medan, 7. Faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat adalah dukungan informasional dan peran perawat sebagai konselor, faktor yang paling dominan mempengaruhi kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR di RSUP. H. Adam Malik adalah dukungan informasional.
6.2. Saran
1. Kepada RSUP. H. Adam Malik agar menyediakan
ruangan untuk
konselor khusus untuk pasien TB MDR dan memberi kesempatan kepada perawat TB mengikuti pelatihan untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di Unit DOTS. 2. Kepada tenaga
keperawatan yang bertugas di bagian paru agar tetap
memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga dan penderita TB MDR tentang
akibat tidak
patuh
minum obat agar meningkatkan
kepatuhan minum obat penderita TB MDR sehingga memperoleh kesembuhan. 3. Kepada Keluarga penderita sebagai orang terdekat yang dipercaya penderita diharapkan tetap mengawasi minum obat dan terus memotivasi
Universitas Sumatera Utara
penderita TB MDR agar tetap semangat menjalani pengobatan. Agar tetap bekerjasama dengan perawat dalam hal meningkatkan kepatuhan minum obat pasien. 4. Kepada peneliti selanjutnya agar dalam melakukan penelitian tentang kepatuhan menggunakan lembar penggunaan OAT MDR yang ada pada setiap status rekam medis khusus TB MDR (TB 01) untuk memudahkan pengumpulan data. Untuk peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian hubungan faktor internal dan faktor eksternal dengan kepatuhan minum obat penderita TB MDR.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, T.Y. (2006). Tuberkulosis : Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia, PERPARI, Jakarta. Aditama, T.Y. (2004). MOTT dan MDR. Jurnal Respirasi Indonesia , 24, 157159. Aditama, T.Y & Wijanarko, P. (1996). Resistensi primer dan sekunder mycobacterium tubercculosis di RSUP Persahabatan 1994. Journal Respirasi Indonesia,16 , 12-14. Ahsan., Fathoni, M., & Bariyyah, N. (2012). Hubungan dukungan keluarga dan tingkat kepatuhan menjalani pengobatan tuberculosis kambuh di Puskesmas se-Kota Malang, Jurnal Kesehatan,14(8), 71-78. Ailinger, R.L., Martyn, D., Lasus, H., & Garcia, N. L. (2010). The effect of a cultural intervention on adherence to latent tuberculosis infection theraphy in Latino immigrant. Public Health Nursing, 27 , 115-120. Ailinger, R. L., Moore, J.B., Nguyen, N., & Lasus, H. (2007). Predictors of adherence to latent tuberculosis infection theraphy in Latino immigrants. Journal Community Health Nursing, 24(3), 191-198. Ailinger, R.L., Moore, J.B., Nguyen, N., & Lasus, H. (2006). Adherence to tuberculosis infection theraphy among Latino immigrants. Public Health Nursing, 23, 307-313. Ailinger, R.L.,& Dear M.R. (1998) . Adherence to tuberculosis preventive theraphy in Latino immigrants. Public Health Nursing, 15 (1), 19-24. Biswas, B. R. (2010). The relationship between family support and health behaviors among patients with pulmonary TB. Unpublished Master’s Thesis. Prince of Songkhla University, Songkhla, Thailand. Burhan, E. (2010). Tuberkulosis multi drug resistance. Majalah Kedokteran Indonesia, 6 , 535-36 Burman.(1995). Noncompliance with Directly Observed Theraphy Tuberculosis. Journal Community Health Nursing, 25 (3), 181-188
for
Becher. (1997). Patient adherence to prescribed therapies. Medical Care, 23, 539 Brooks & Brunn, J. A. (2004). Management of patients with chest and respiratory tract disorder. In S. C. Smeltzer & B.G. Bare (Eds.). Brunner &
Universitas Sumatera Utara
Suddarth’s textbook of medical – surgical nursing . Philadelphia: Lipincortt Wiliam & Wilkins. Clark, P.M., Karagoz, T., Apikoglu-Rabus, S., & Izzetin, F.V. (2007). Effect of pharmacist- Ied patient education on adherence to tuberculosis Health System Pharmacy, 64 , 497treatment. American Journal of 506. Centers for desease and preventiv control, TB Desease (2007). USA : CDC. Caminer, J.A., Pavon, J.M., Castro, F. R., & Diaz, F. (1996). Evaluation of a directly observed six month fully intermitten treatment regimen for tuberculosis in patients suspected of poor compliance. Thorax, 51, 1130-35. Dalton, W.T., Kitzmann, K.M., Burghen, G. A., Mallare, J.T.,& Stender, S.S. (2010). Family functioning and children’s reponse to primary care treatment for overweight: a preliminary study. Journal of Pediatric Nursing, 25 : 282-283. Dewi, M., Nursiswati & Ridwan. (2009). Hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien TBC dalam menjalani pengobatan di Tiga Puskesmas, Kabupaten Sumedang. Jurnal Kesehatan, 10 (19):60-68. Depkes RI. (2002). Keputusan Menkes RI No. 228/MENKES/SK/III/2002 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit yang Wajib Dilaksanakan Daerah. Jakarta: Depkes. Depkes RI. (2014). Panduan Nasional Pelayanan Keperawatan TB. Jakarta: Depkes. Dulmen, S., Sluijs, E., Dijk, L., Ridder, D., Heerdink, R., & Bensing, J. (2007). Patient adherence to medical treatment: A review of reviews. Biomed Central Health Services Research, 7 , 1-13. Espinal, M.A., Lazslo, A., Simonsen, L., Boulahbal, F., Kim, S.J., Reniero, A.,et al. (2008) Global trends resistance to antituberculosis drugs, New England Journal Medicine, 344(17), 1294-1303. Erawatyningsih, E., Purwanta., & Subekti, H. (2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan berobat pada penderita tuberculosis paru, Berita Kedokteran Masyarakat, 25 (3), 134-141.
Universitas Sumatera Utara
ElHammed, A., Howyida, S., & Heba (2012) Effect of counseling on self-care management among adult patients with pulmonary tuberculosis, Life Science Journal , 9 (1), 956964. Friedman, M.M., Bowden, V.R., & Jones, E.G. (1998). Family Nursing : Research, Theory & Practice. New Jersey : Pearson Education, Inc. Freiden, T. E., Sterling, T, Pablos-Mendez, A., Kilburn J.O., Cauthen J.O., & Dooley SW. (2004). The emergence of drugresistant tuberculosis in New York City. New England Journal Medicine,6 , 328. Frieden, T. R. & Sbarbaro, J. A. (2005). Promoting adherence to treatment for tuberculosis: The importance od direct observation. Bulletin of the World Health Organization, 85 , 406-409. Gelmanov, I.Y., Keshavjee, S., & Golubchikova, V.T. (2007). Barriers to succesful tuberculosis treatment in TOMSK, Russian federation: non adherence, default and acquisition of multi drug resistance. Bulletin of the World Health Organization, 85 , 703-711. Haley, C.A., Stephen, S., Vossel, L.F., Sherfy, E.A., Laserson K.F.,& Kainer MA. (2008). Successful use of rifampicin for Hispanic foreignborn patients with latent tuberculosis infection. International Journal Tuberculosis Lung Disease,12 (2), 160-167. Hsieh, C.J., Lin, L.J., Kuo, B.T., Chiang, C.H., Su, W.J., & Shih, J.F. (2008). Exploring the efficacy of a case management model using DOTS in the adherence of patients with pulmonary tuberculosis. Journal of Clinical Nursing. 17, 869-875. Hovell M., et al. (2003). Predictors of adherence to treatment for latent tuberculosis infection in high risk Latino adolescent: a behavioral epidemiological Medicine,56 (8), 1786-1796. analysis. Sosial Science Hutapea, T.P. (2010). Pengaruh dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat anti tuberkulosis, Journal Respirasi Indonesia,16 : 12-14. Hughes, I., Hill, B.,& Budd, R. (1997). Compliance with antipsychotic medication: from theory to practice. Journal of Mental Health, 6 (5), 473-489. Hirpa, S. (2013). Determinants of multidrug-resistant tuberculosis patient who underwent first-line treatment in Addis Abada: a case control study, BMC Public Health, 13, 782.
Universitas Sumatera Utara
Husnawati.,Retnosari & Harianto. (2007). Pengaruh konseling tentang terapi obat TBC terhadap penderita TBC paru di Kelurahan Pancoran Mas Depok, Majalah Ilmu Kefarmasian, 4(2), 49-58. International Counsils of Nurses (2006). The ICN code of ethics for nurses. Geneva: ICN Joseph, H.A., Shrestha-Kuwahara.,Lowry, D., Lambert, L.A., Panlilio, a.L.,et al. (2004). Factors influencing health care workers’ adherence to work site tuberculosis screening and policies. America Journal Infection Control, 32, 456-461. Joenoes.(1998) Ars prescribendi resep yang rasional , Surabaya Airlangga University Press. Kuncoro. (2002). Hubungan dukungan keluarga dengan perilaku minumminuman remaja desa Sambirejo, Kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen . Skripsi. UNIMUS. Semarang. Leitch, G.A. (2000). Management of tuberculosis in Seaton A (Eds.), Crofton and Douglas’s Respiratory disease, Berlin.
Liza, E. (2009). Impact comunity tracer teams on treatment outcomes among tuberculosis patient in South Africa. Journal Community Health Nursing, 25 (3), 171- 178 Liu, Q., Abba,K., Alejandria, M.M., Balanag, V.M., Berba, R.P., Lansang, M.A.D. (2007). Reminder system and late patient tracers ini the diagnosis and management of tuberculosis. The Cochrane Library , 4, 1-40 LoBue, P., & Moser, K. (2003). Use of isoniazid for latent tuberculosis infection in a public health clinic. American Journal Respiratory Critical Care Medication, 168, 443-447 Martins, N., Grace, J., & Kelly, P.M. (2008). An etnographc study of barriers to enabling factors for tuberculosis treatment adherence in Timor Leste. The International Journal of Tuberculosis and Lung Disease , 12, 523-537 Marahatta, S.B. (2010) Risk factors of multidrug resistant tuberculosis in central Nepal: A pilot study, Kathmandu University Medical Journal, 13, 514-519
Universitas Sumatera Utara
McInerney, P.A., Nicholas, P.K., Wantland, D., Coreless, I.B., Neama, B.,Bhengu, B., et al. (2007). Characteristic of anti-tuberculosis medication adherence in South Africa. Aplied Nursing Research,12. 233-242. McEwen, M.M., & Boyle, J. (2007). Resistance, health and latent tuberculosis infection: Mexican immigrants at the US-Mexico border. Respiratory Theory Nurse Practice, 21(3), 185-197. Maartens, G., & Wilkinson, R.J. (2007). Tuberculosis. Lancet, 370 , 2030-2043 Mc Donnel, M., Turner, J., & Weaver, M.T. (2001). Antecedents of adherence to antituberculosis therapy. Public Health Nursing, 18, 392-400. Mc Donald, R.J., & Reichman, L.B. (2003). Tuberculosis in Baum, G.L., et al (eds), Baum’s Texbook of Pulmonary Disease, 7th ed . Lipincot Wiliam and Wilkins Publisher, Boston. Morisky, D.E., Malotte, C.K.,Ebin, V., Davidson, P., Cabrera, D., Trout, P.T., et al. (2001). Behavioral interventions for the control of tuberculosis among adolescents. Public Health Reports, 116, 568-574. Munir, S.M., Nawas, A., Sutoyo, D.K. (2010) Pengamatan tuberculosis paru dengan multidrugresistant (MDR TB) di Poliklinik Paru RSUP Persahabatan. Journal Respirasi Indonesia, 30 , 92-104. Naing, N.N., D’Este, C., Isa, R.A. (2001). Factor contributing to poor compliance antiTB treatment among tuberculosis patients, Southeast Asian Journal Tropical Medicine Public Health, 32, 369-382.
Nymathy, A.M., Christiani, A., Nahid, P., Gregerson, P., Leake B.A., et al. (2006). Randomized controlled trial of two treatment programs for homeless adult with latent tuberculosis infection. International Journal Tuberculosis Lung Disease, 10 (7), 775782. Newel, J. N., Bara, S.C., Pande, S.B., & Malla, P. (2006). Family-member DOTS and community DOTS for Tuberculosis control in Nepal: Cluster-randomised controlled trial. Lancet , 18, 903-909. Niven N. (2002). Psikologi Kesehatan Pengantar untuk Perawat dan Profesionalisme Kesehatan Lain. Jakarta, EGC.
Universitas Sumatera Utara
Nasution, S.Z. (2007). Family Support perceived by pulmonary TB patients in complying with the DOTS program in Medan, Indonesia. Unpublished Master’s Thesis. Price of Songkla University, Songkhla, Thailand. Nawas, A. (2010). Penatalaksanaan TB MDR dan strategi DOTS Plus . Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran FK UI RSUP Persahabatan Jakarta. Nofizar, D.,Nawas.,Burhan, E. (2010). Identifikasi factor-faktor risiko tuberculosis multidrug resistant (TB MDR), Majalah Kedokteran Indonesia, 60 (12), 537-545. Notoadmojo (2007) Pengantar pendidikan kesehatan dan ilmu perilaku kesehatan, Yogyakarta: Andi Offset. Oesterberg, L. (2005). Adherence to medication. The New England of England Journal of Medicine, 335 , 487-497. th Orem, D.E. (2001). Nursing: Concepts of practice (6 ed.), St. Louis, MO: Mosby.
Pare, A.L., Amiruddin, R., Leida, I. (2012) Hubungan antara pekerjaan, pmo, pelayanan kesehatan, dukungan keluarga dan diskriminasi dengan perilaku berobat pasien tb paru, Jurnal Kesehatan;14(6):60-68. Perdana, P. (2008). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan berobat penderita TB paru di Puskesmas Kecamatan Ciracas (Skripsi) , Jakarta Timu, FIK Universitas Pembangunan Nasional Pungrasmi, P., Johnsen, S.P., Chongsuvivatwong, V., Olsen, J., & Sorensesn, H. T (2002). Practice of directly observed treatment (DOT) for tuberculosis in Southern Thailand: Comparison between types of DOT observer. International Journal of Tuberculosis and Lung Disease, 6, 389-395. Polit, H. (2004). Nursing research: principles and methods. 7th ed . Philadelphia Lipincott William & Wilkins. Pritchard, A.J., Hayward, A.D., & Monk, P.M. (2003). Risk faktors for drug resistant tuberculosis in Leicestershire-poor adherence. Epidemiologi Infection, 130 , 481-483. Rahayu, W., Ferani, N., & Eva Rahayu. (2010). Hubungan antara dukungan keluarga dengan respon sosial pada lansia di desa Sukaraja (Skripsi) , Universitas Diponegoro. Semarang.
Universitas Sumatera Utara
Raharno, T.(2005) Faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidakteraturan berobat penderita tb paru di instalasi rawat jalan RSUD kraton kabupaten pekalongan (Skripsi), universitas Diponegoro. Semarang. Riyanto, B.S., & Wilhan. (2006). Management of MDR TB Current and future dalam Buku Program dan Naskah Lengkap Konferensi Kerja Pertemuan Ilmiah Berkala, PERPARI. Bandung.
Sarwani, D., Nurlaela, S., Zahrotul, I.(2012) Faktor risiko multidrug resistant tuberculosis (MDR-TB). Jurnal Universitas Negeri Semarang, 8(1):3-8. Senewe, F.P. (2002). Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan berobat penderita tuberculosis paru di puskesmas Depok. Buletin Penelitian Kesehatan, 30 (1), 31-38. Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan, PT Grasindo, Jakarta. Sears, D., Freedman, J., & Peplau, L.A. (1994). Psikologi sosial. Edisi 5. Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Sugiono. (2011). Statistik untuk penelitian. Bandung: CV. ALFABETA. Sinha. T., & Tiwari. S. (2010). DOTS compliance by tuberculosis patients in Journal Health Allied Sciences, 9 (3), 12-19. District Raipur. Taharno, T. (2005). Faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidakteraturan berobat penderita Tb Paru di instalasi rawat jalan RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan. Jurnal Kesehatan, 6 (19):40-48 Taylor, S.G. (2001). Orem’s general theory of nursing and families. Nursing Science Quarterly, 14, 7-9. Taylor, S.G., & Repenning, K.E. (1995). The practicw of nursing in multiperson situations, family and community. In D. Orem, Nursing: Concepts of practice (5th ed.). St. Louis, MO: Mosby. Thorsteinson, L. (2001). The quality of nursing care as perceived by individuals with chronic illness: The magical touch of nursing. Journal of Clinical Nursing, 11, 32-40. Titana, B. (2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan pada pasien tuberculosis dengan resisten obat tuberculosis (Skripsi). Jawa Tengah. Universitas Diponegoro, Semarang.
Universitas Sumatera Utara
Trajman, A., Long, R., Zylbergberg, D., Dion, M.J., Al-Otaibi, B., & Menzies, D. (2010). Factors associated with treatment adherence in a randomized trial of latent tuberculosis infection treatment. The International Journal of Tuberculosis and Lung Disease, 14 , 551-559. Tukak, A,D. (1998). Efektivitas ofloksasin bersama dengan obat anti tuberculosis lain dalam pengobatan multidrug resistants tuberculosis (MDR TB) di RSUP Persahabatan. Tesis. Jakarta: Bagian Pulmonologi FK UI. WHO. (2012). Tuberculosis. Geneva: WHO. William G. (2008). TB guidelines: For nurses in the care and control of tuberculosis and multi-drug resistant tuberculosis (2nd ed) . Geneva: Internasional Council of Nurses. WHO. (2011). Guideline for programmatic management of drug resistant tuberculosis. Geneva: WHO. WHO. (2003). Adherence to long-term therapies: Evidence for action, Geneva: WHO. Wyss, L.L., Alderman, M.K. (2007). Using theory to interpret beliefs in migrants diagnoses with latent TB. Journal Issue Nurse, 12 (1),17. Xiaolian, J., Chaiwan, S., Panuthai, S., Yijuan, C., Lei, Y., & Jiping, L. (2002). Family support and self care behaviour of Chinese chronic obstructive pulmonary disease patients. Nursing and Health Sciences, 4,41-49. Volmink, J., Garner, P., (1997). Systematic review of randomised controlled trials of strategies to tuberculosis treatment. British Medical Journal, 315 , 14031414. Zuliana, I. (2009). Pengaruh karakteristik individu, factor-faktor pelayanan kesehatan dan factor peran pengawas menelan obat terhadap tingkat kepatuhan penderita TB paru dalam pengobatan di Puskesmas Pekan Labuhan Kota Medan (Skripsi). Medan, FKM Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN 1 INSTRUMEN PENELITIAN
Universitas Sumatera Utara
PENJELASAN TENTANG PENELITIAN
Judul Penelitian
:
“Hubungan Dukungan Keluarga dan Peran Perawat dengan Kepatuhan Minum Obat pada Penderita TB MDR di RSUP.H. Adam Malik Medan”
Peneliti
: Dina Afriani
No Telepon
: 081361199529
Peneliti merupakan Mahasiswa Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, bermaksud mengadakan penelitian untuk mengetahui “ Hubungan Dukungan Keluarga dan Peran Perawat dengan Kepatuhan Minum Obat pada Penderita TB MDR di RSUP.H. Adam Malik Medan”. Hasil penelitian ini akan direkomendasikan sebagai masukan untuk dapat diidentifikasi intervensi keperawatan terhadap dukungan keluarga dan peran perawat dalam merawat penderita TB MDR agar dapat meningkatkan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR. Peneliti berjanji akan menjunjung tinggi hak-hak responden dengan cara : 1) Menjaga kerahasiaan data yang diperoleh, baik dalam proses pengumpulan data, pengolahan data, maupun penyajian hasil penelitian nantinya. 2) Menghargai keinginan responden untuk tidak berpartisipasi dalam penelitian ini. Melalui penjelasan singkat
ini, peneliti mengharapkan respon saudara.
Terimakasih atas kesediaan dan partisipasinya.
Universitas Sumatera Utara
LEMBAR PERSETUJUAN
Setelah membaca penjelasan penelitian ini dan mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang saya ajukan, maka saya mengetahui manfaat dan tujuan penelitian ini, saya mengerti bahwa peneliti menghargai dan menjunjung tinggi hak-hak saya sebagai responden.
Saya menyadari bahwa penelitian ini tidak akan berdampak negatif bagi saya. Saya mengerti bahwa keikutsertaan saya dalam penelitian ini sangat besar manfaatnya bagi peningkatan dukungan keluarga dan peran perawat terhadap kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR di RSUP.H. Adam Malik Medan.
Persetujuan yang saya tanda tangani menyatakan bahwa saya bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.
Medan, ..................................2014 Partisipan,
Tanda tangan
Universitas Sumatera Utara
Lampiran KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DAN PERAN PERAWAT DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA MDR TB DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN Kode
:
Tanggal/Waktu : Instrumen ini terdiri dari 4 bagian kuisioner, bagian pertama berkaitan dengan data demografi, bagian kedua berkaitan dengan dukungan keluarga, bagian ketiga berkaitan dengan peran perawat, bagian keempat berkaitan dengan kepatuhan minum obat.
I.
DATA DEMOGRAFI
Petunjuk Pengisian 1. Isilah titik-titik di bawah ini dan berilah tanda cheklist ( √) pada salah satu tanda kurung ( ) sesuai dengan jawaban yang menurut anda benar. 2. Bila ada yang kurang dimengerti Bapak/Ibu, dapat dipertanyakan pada peneliti
1. Kode (diisi peneliti)
: ..........
2. Umur
: ......... tahun
3. Jenis kelamin
: ……………..
4. Status perkawinan □
Kawin
□
tidak kawin
□
janda/duda
5. Mulai minum OAT (Obat Anti Tuberkulosis): 6. Lama menjalani pengobatan
: ......... Bulan
7. Fase pengobatan (diisi oleh peneliti) : 8. Kriteria Kasus
(diisi oleh peneliti)
:
9. Hubungan dengan PMO (Pengawas Menelan Obat):
Universitas Sumatera Utara
10. Keyakinan/ agama
:
□
Islam
□
Budha
□
Kristen
□
Hindu
□
Lain-lain
11. Suku bangsa □
Batak
□
Melayu
□
Tionghoa
□
Jawa
□
Minang
□
Lain-lain
12. Pendidikan terakhir: □
Tidak Sekolah
□
SMP
□
Diploma
□
SD
□
SMU/Sederajat
□
S1
□
S2
13. Pekerjaan □
Pegawai Negeri
□
Pegawai Swasta
□
Wiraawasta
□
Petani/buruh
□
Tidak Bekerja
14. Jenis Keluarga: □
keluarga inti (hanya orang tua dan anak)
□
keluarga extenden (orang tua, anak dan lainnya)
15. Jumlah Keluarga : □
< 2 orang
□
3 orang
□
4 orang
□
5 orang
□
> 5 orang
16. Pendapatan per bulan : □
< Rp. 500.000
□
>Rp. 500.000 – 1.000.000
□
>Rp. 1.000.000 – 2.000.000
□
>Rp. 2.000.000 – 3.000.000
□
> Rp. 3.000.000
Universitas Sumatera Utara
17. Efek Samping OAT MDR □
□
□ □ □
Mual dan Muntah Gatal-gatal di kulit Gangguan jiwa Sakit Kepala Demam
□ □ □ □ □ □
Oyong Nyeri Tulang Diare Anemia Gangguan hati Gangguan pendengaran
□
□ □ □ □ □
Hipersensitive Kutaneuous. Mati Rasa Kesemutan Mata Rabun G. Ginjal Lain-lain
Universitas Sumatera Utara
II.
KUESIONER DUKUNGAN KELUARGA
Petunjuk Pengisian 1. Berilah tanda cheklist (√) pada salah kotak disamping pernyataan sesuai dengan jawaban yang menurut Bapak/Ibu benar. 2. Bila ada yang kurang dimengerti Bapak/Ibu, dapat dipertanyakan pada peneliti Keterangan : TP = Tidak Pernah KK= Kadang-kadang S = Sering SS = Sangat Sering No
Pernyataan
TP
KK
S
SS
Dukungan Informasional 1
Keluarga memberitahu Bapak/ Ibu tentang penyakitnya disebabkan karna sudah resisten OAT (Obat Anti Tuberculosis) lini pertama terhadap kuman TB.
2
Keluarga
menyampaikan
kepada
bapak
ibu
cara
penularan TB MDR melalui udara (ketika batuk, bersin dan berbicara) 3
Keluarga
memberi
saran
kepada
Bapak/Ibu
agar
menggunakan masker 4
Keluarga mengatakan kepada Bapak/Ibu agar teratur minum OAT MDR selama paling sedikit 18 bulan
5
Keluarga memberi informasi tentang efek samping yang mungkin timbu setelah minum OAT MDR
Dukungan Penilaian
Universitas Sumatera Utara
6
Keluarga makan bersama dengan Bapak/Ibu pada saat waktu makan
7
Keluarga meminta Ide dan pendapat dari Bapak/Ibu dalam pengambilan keputusan
8
Keluarga memberi dorongan kepada Bapak/Ibu untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial di masyarakat seperti praktik keagamaan
9
Keluarga menunjukkan kepada Bapak/Ibu bahwa mereka sangat menyayangi anda meskipun menderita TB MDR
10
Keluarga memotivasi Bapak/Ibu untuk tetap berinteraksi sosial dengan teman-teman tetangga
Dukungan Instrumental 11
Keluarga memabantu menjaga rumah Bapak/Ibu agar mendapatkan ventilasi dan pencahayaan matahari yang cukup
12
Keluarga membantu Bapak/Ibu dalam mempersiapkan kebutuhan logistik (mempersiapkan baju dan laken bersih, menjemur tilam di sinar matahari)
13
Keluarga
menyediakan
Bapak/Ibu
makanan
yang
meliputi tinggi kalori (beras, roti, gandum), tinggi protein (daging, telur, susu), buah dan sayur. 14
Keluarga menyediakan transportasi ketika Bapak/ Ibu kontrol ke pelayanan kesehatan (RS, puskesmas)
15
Keluarga menyediakan uang untuk keperluan perawatan kesehatan Bapak/ Ibu
Universitas Sumatera Utara
Dukungan emosional 16
Keluarga mendengarkan Bapak/Ibu keluhan anda selama menjalankan terapi dengan penuh perhatian
17
Keluarga menyakinkan bahwa komplikasi/penyulit dapat dihindari selama Bapak/Ibu menjalankan terapi OAT MDR
18
Keluarga
mengatakan
kepada
Bapak/Ibu
apabila
mempunyai masalah agar diungkapkan kepada keluarga 19
Keluarga
memberi
semangat
Bapak/Ibu
untuk
menjalankan terapi OAT MDR dengan teratur 20
Keluarga mengatakan bahwa Bapak/Ibu masih sangat dibutuhkan oleh keluarga
III.
KUESIONER PERAN PERAWAT
No
Pernyataan
TP
KK
S
SS
Sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan 1
Perawat menanyakan keluhan yang tidak biasa muncul selama menjalani pengobatan TB MDR kepada Bapak/Ibu seperti batuk, lemah dan sesak napas.
2
Perawat mengukut tekanan darah, denyut nadi, jumlah pernapasan dan suhu tubuh anda setiaap kontrol kesehatan ke Rumah Sakit
3
Perawat menimbang BB setiap Bapak/Ibu kontrol kesehatan ke Rumah Sakit
Universitas Sumatera Utara
4
Perawat bekerjasama dengan petugas kesehatan lainnya (dokter, apoteker dan ahli gizi) untuk mengatasi masalah anda berkaitan dengan penyakit anda (TB MDR)
5
Perawat mencatat dan mendokumentasikan keluhan Bapak/Ibu di status catatan rekam medis/ catatan perkembangan kesehatan pasien
6
Perawat memberikan obat langsung kepada Bapak/Ibu
7
Perawat menganjurkan untuk selalu menghitung jumlah OAT MDR yang Bapak/Ibu minum settiap hari
8
Perawat menghubungi Bapak/Ibu mengingatkan untuk kontrol kesehatan dan mengambil OAT MDR ke Rumah Sakit
9
Perawat
menganjurkan
Bapak/Ibu
selalu
menggunakan masker 10
Perawat
mengingatkan
Bapak/Ibu
untuk
datang
pemeriksaan Laboratorium dan Mikrobiologi setiap bulannya 11
Perawat mencatat dan memberi tanda di form TB 01 Bapak/Ibu, setiap anda mendapatkan OAT MDR.
12
Perawat
memberitahu
Bapak/
Ibu
tentang
perkembangan penyakitnya 13
Perawat memberitahu berapa lama lagi Bapak/Ibu minum OAT MDR
Sebagai pendidik kesehatan dan advokasi
Universitas Sumatera Utara
14
Perawat memberikan pendidikan kesehatan cara minum OAT MDR yang benar
15
Perawat memberikan pendidikan kesehatan tentang diet makanan bergizi pada penderita TB MDR
16
Perawat memberikan pendidikan kesehatan tentang faktor resiko, penularan, pencegahan dan pengobatan TB MDR
17
Perawat keputusan penjelasan
membantu untuk
pasien
pengobatan
lamanya
untuk
mengambil
dengan
pengobatan
dan
memberi proses
penyembuhan TB MDR. 18
Perawat membantu menyediakan sumber informasi lain seperti : buku, leaflet dll
Sebagai Konselor di Unit DOTS 19
Perawat mengajak Bapak/Ibu untuk mengungkapkan masalah berhubungan dengan TB MDR seperti efek samping yang dirasakan setelah minum OAT MDR
20
Perawat memfasilitasi Bapak/Ibu apabila mengalami reaksi efek samping pada saat pemberian OAT MDR seperti pusing, mual, dll
21
Melakukan konseling kepada Bapak/Ibu dan keluarga tentang masalah kejiwaan yang disebabkan oleh efek samping OAT MDR seperti : halusinasi, menarik diri, depresi, dll
22
Perawat membantu Bapak/ Ibu
mengatasi tentang
efek samping OAT MDR yang dirasakan
Universitas Sumatera Utara
23
Perawat membantu Bapak/ Ibu dalam penanganan masalah penyakit agar berhasil menjalani pengobatan sampai sembuh.
24
Perawat mendengarkan keluhan Bapak/Ibu terkait konflik dalam keluarga yang timbul akibat penyakit TB MDR
25
Perawat
bekerjasama/kolaborasi
melakukan
konseling dengan petugas kesehatan lain (dokter, psikolog, petugas gizi, dll)
IV. KUESIONER KEPATUHAN MINUM OBAT No
Pertanyaan
Ya
1
Apakah Bapak/Ibu pernah tidak minum OAT MDR
2
Apakah Bapak/Ibu lupa jadwal mengambil OAT MDR
3
Apakah Bapak/ Ibu pernah berpikir untuk tidak minum obat
Tdk
beberapa hari karena lupa seperti karna malas dan bosan 4
Pernahkah
Bapak/Ibu
mengurangi
atau
memberhentikan
minum OAT MDR tanpa memberitahu perawat 5
Apakah Bapak/Ibu pernah tidak minum OAT MDR karena ingin berpergian ke luar kota
6
Apakah Bapak/Ibu pernah ingin berhenti minum OAT MDR ketika anda mengalami efek sampingnya
7
Apakah Bapak/Ibu minum OAT MDR setiap hari hanya jika didampingi keluarga
8
Apakah Bapak/Ibu tetap mengambil OAT MDR walaupun tidak
Universitas Sumatera Utara
didampingi keluarga 9
Apakah Bapak/ Ibu tetap minum OAT MDR tanpa walaupun tidak didampingi perawat ketika di RS
10
Apakah Bapak/Ibu selalu mematuhi petugas kesehatan dan pengawas minum obat (PMO) dalam hal instruksi minum obat
11
Apakah Bapak/Ibu mematuhi pemeriksaan laboratorium sesuai waktu yang telah ditentukan
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN 2 BIODATA EXPERT
Universitas Sumatera Utara
BIODATA EXPERT CONTENT VALIDITY INSTRUMEN PENELITIAN
1. Rosina Tarigan, S.Kp., M.Kep., Sp.KMB Staf Dosen Departemen Dasar dan Medikal Bedah Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
2. Yesi Ariani, S.Kp., M.Kep Staf Dosen Departemen Dasar dan Medikal Bedah Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
3. Eliadi, S.Kep, Ns Kepala Ruangan Unit Stroke RSUD. Dr. Pirngadi Medan.
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN 3 IZIN PENELITIAN
Universitas Sumatera Utara
Medan, Mei 2014 Perihal : Uji Validitas
Kepada Yth. Ibu/Bapak.............................................. di Medan
Sehubungan dengan penyusunan proposal penelitian mahasiswa Magister Keperawatan di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara, dibutuhkan validasi instrumen untuk mendukung hasil penelitian yang akurat , untuk itu saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk melakukan uji validitas isi bagi instrumen saya.
Nama : Dina Afriani NIM
: 127046021
Judul : Hubungan Dukungan Keluarga dan Peran Perawat dengan Kepatuhan Minum Obat pada Penderita TB MDR di RSUP.H. Adam Malik.
Demikian surat ini saya sampaikan. Atas perhatian dan kerja sama Bapak/Ibu, saya ucapkan terima kasih.
Diketahui, Pembimbing 1 Penelitian
( Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian., Msi )
Peneliti,
( Dina Afriani )
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara