NANOPARTIKEL DAN NANOFLUIDA NANOPARTIKEL PERPINDAHAN PANAS Sintesis, Karakterisasi dan Aplikasi
Dilarang mereproduksi atau memperbanyak seluruh atau s ebagian dari buku ini dalam bentuk atau cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit. © Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang No. 28 Tahun 2014 All Right Reserved Reserved
NANOPARTIKEL DAN NANOFLUIDA NANOPARTIKEL PERPINDAHAN PANAS Sintesis, Karakterisasi dan Aplikasi
Penulis: Drs. Dani Gustaman Syarif, M.Eng
BATAN Press
NANOPARTIKEL DAN NANOFLUIDA PERPINDAHAN PANAS Sintesis, Karakterisasi dan Aplikasi Penulis: Drs. Dani Gustaman Syarif, M.Eng Cetakan Pertama, Desember 2016 Editor Reviewer Copy Editor Desain Sampul Tata Letak
: : : : :
Prof. M. Ridwan Dr. Anhar Riza Antariksawan Eko Purwito Hidayat, M.Si Agus Rial Aan D’Tech
Diterbitkan oleh: BATAN Press, anggota IKAPI Jl. Lebak Bulus Raya No. 49 Ged. Perasten Kawasan Nuklir Pasar Jumat Jakarta Selatan 12440 Telp : +62 21 7659401; Fax : +62 21 75913833 Email :
[email protected]
Perpustakaan Nasional RI. Data Katalog dalam Terbitan (KDT)
Pengantar Penerbit
N
anouida secara denisi adalah uida atau sederhananya cairan yang terdiri dari partikel-partikel penyusun yang berukuran sangat kecil da lam orde nanometer (10 -9m), partikel kecil ini disebut juga nanopartikel. Penelitian dalam bidang nanouida banyak dilakukan khususnya dalam aplikasinya sebagai pendingin dalam sistem penukar panas (heat exchang er). Selain itu juga masih banyak aplikasi lain yang dapat dimanfaatkan terkait nanouida. Di Indonesia sendiri penelitian tentang nanouida sudah dilakukan di beberapa lembaga penelitian. Buku ini memberikan penjelasan tentang beberapa aspek mendasar mengenai nanouida, selain itu juga beberapa penelitian dan kegiatan yang telah dilakukan terkait dengan perkembangan teknologi nanouida khususnya di Indonesia. Buku ini dapat dijadikan sebagai salah satu rujukan bagi berbagai pihak yang ingin melaksanakan penelitian dan pengembangan atau ingin mengetahui lebih jauh tentang nanouida. Dengan diterbitkannya buku ini oleh BATAN Press diharapkan dapat mendorong para pihak terkait sehingga teknologi nanouida di Indonesia dapat lebih maju dan lebih bermanfaat lagi di berbagai bidang.
BATAN Press
v
vi
Kata Pengantar
S
aat ini nanoteknologi berkembang amat pesat di seluruh dunia. Perkembangannya mepengaruhi berbagai bidang Ilmu dan Teknologi (Iptek). Salah satu bidang Iptek yang perkembangannya dipengaruhi oleh nanoteknologi adalah Iptek Nuklir. Nanouida yang merupakan salah satu produk nanoteknologi dewasa ini sedang dikembangkan di dunia untuk berbagai aplikasi dan salah satunya aplikasi nuklir. Penerapan nanouida di Pusat Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sangat menjanjikan dalam peningkatan tingkat keselamatan dan keekonomiannya. Pada buku ini dibahas mengenai material khususnya nanomaterial dan nanouida. Data tentang nanomaterial dan nanouida yang dibahas dapat membantu para peneliti, mahasiswa, dan siapapun yang tertarik dengan nanouida untuk menggunakannya sebagai pengetahuan maupun sebagai pembanding untuk melakukan penelitian yang lebih baik.
Sesuai dengan judulnya, buku ini terdiri atas lima bagian utama yaitu sintesis material, karakterisasi material, penyiapan nanouid, karakterisasi nanouida, dan aplikasi nanouida. Masing-masing terdiri beberapa bagian yang mendukungnya. Di bagian keramik dijelaskan secara garis besar tentang bahan keramik, sifat-sifatnya dan aplikasinya. Di bagian sintesis dijelaskan mengenai metode-metode sintesis yang banyak digunakan untuk mendapatkan nanomaterial atau nanopartikel. Kemudian, di bagian karakterisasi nanopartikel dijelaskan dasar-dasar metode karakterisasi material. Selanjutnya di bagian penyiapan nanouida dijelaskan tentang metode penyiapan nanouida yang saat ini banyak digunakan di seluruh dunia. Cara-cara karakterisasi nanouida dijelaskan di bagian karakterisasi nanouida yang merupakan bagian penting dalam penelitian nanouida. Potensi aplikasi nanouida juga dijelaskan di bagian akhir buku ini. Terima kasih kepada mahasiswa-mahasiswa bimbingan saya yang berasal dari berbagai perguruan tinggi di Bandung dan luar Bandung yang secara tidak langsung telah memotivasi saya untuk menulis buku ini. Juga rekan peneliti di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) dan Kepala Pusat
vii
Sains dan Teknologi Nuklir Terapan (PSTNT) BATAN Bandung yang telah mendorong saya untuk segera menyelesaikan penulisan buku sebagai salah satu kewajiban Peneliti Utama di BATAN. Buku ini saya persembahkan kepada Istriku Ooy, dan anak-anakku Hazmy dan Midori serta menantuku Dini yang telah dengan sabar menemani dan memberi semangat.
Saya sangat berterima kasih kepada pembaca yang bersedia memberi kritik dan saran untuk perbaikan buku ini. Semoga buku ini bermanfaat.
Bandung, September 2016 Penulis
viii
Daftar Isi Pengantar Penerbit Prakata Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
KERAMIK II.1 Keramik Modern dan Aplikasinya II.2 Keramik Komposit dan Larutan Padat II.3 Teknik Mengubah Sifat Keramik II.3.1 Teknik Doping II.3.2 Pengaturan Struktur Mikro II.3.3 Teknik Redoks II.4 Nanopartikel Keramik dan Aplikasinya II.4.1 Keramik Al2O3 II.4.2 Keramik ZrO2
Halaman v vii ix xi xii
BAB III SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL III.1. Sintesis Nanopartikel/Nanopowder III.1.1 Cara Kimia III.1.2 Cara Fisika III.2 Karakterisasi Nanopartikel III.2.1 Dasar-dasar Kristalogra dan Difraksi Sinar-X III.2.2. Pengukuran luas permukaan jenis III.2.3. TEM III.2.4. X-ray Fluorescence (XRF) III.2.5. Pengukuran luas permukaan jenis
1 7 7 9 14 14 16 18 19 22 23 27 27 27 51 55 55 59 70 72 77
ix
BAB IV PENYIAPAN DAN KARAKTERISASI NANOFLUIDA IV.1 Penyiapan nanouida IV.1.1 Metode satu langkah (one step method ) IV.1.2. Metode dua langkah (MDL) IV.2 Karakterisasi nanouida IV.2.1 Pengukuran pH IV.2.2 Viskositas dan Pengukurannya IV.2.3 Electric Double Layer (EDL) BAB V
VISKOSITAS, KONDUKTIVITAS TERMAL, DAN CHF V.1 Viskositas nanouida V.1.1 Pengaruh Konsentrasi V.1.2 Pengaruh Suhu V.2 Konduktivitas termal nanouida V.3 Fluks panas kritis (Critical Heat Flux , CHF)
79 79 79 81 85 85 86 87 95 95 95 99 101 105
BAB VI PENERAPAN NANOFLUID PADA PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI VI.1 Aplikasi pada Penukar Panas VI.2 Aplikasi pada Reaktor Nuklir VI.3 Kegiatan Penelitian Nanouida di PSTNT BATAN VI.4 Aplikasi pada Radiator VI.5 Aplikasi pada Refrigerator VI.6 Permesinan Logam (Metal Machining) VI.7 Elektronika
111 111 116 119 127 127 128 129
BAB VII PENUTUP
131
DAFTAR PUSTAKA
133
LAMPIRAN
147
INDEX
152
RIWAYAT HIDUP
159
x
Daftar Tabel Halaman 9
Tabel 2.1.
Karakteristik dan Aplikasi Keramik Modern [3-13]
Tabel 2.2.
Daftar harga koesien absorpsi neutron termal beberapa unsur atau senyawa [43]
21
Tabel 2.3.
Sifat-sifat keramik Al2O3 [55]
25
Tabel 2.4.
Sifat-sifat keramik ZrO2 [55]
26
Tabel 5.1.
Persamaan viskositas sebagai fungsi konsentrasi nanopartikel [122]
99
Persamaan konduktivitas termal sebagai fungsi konsentrasi nanopartikel [125]
104
CHF pool boiling beberapa nanouida [128]
109
Tabel 5.2. Tabel 5.3.
xi
Daftar Gambar Halaman Gambar 2.1.
Memperlihatkan citra TEM nanopartikel komposit Fe3O4-SiO 2 dengan jumlah TEOS yang berbeda, 3 ml (a dan b), 7 ml (c dan d), dan 10 ml (e dan f) [15]
10
Konduktivitas termal komposist Cu 2O-TiO 2 fungsi komposisi [16]
11
Citra TEM Fe3O4-Fe 2O3 nanokomposit struktur coreshell [17]
11
Nanopartikel YSZ hasil proses solgel dan pola difraksinya [18]
13
Struktur mikro keramik Fe 2O3 untuk thermistor disinter pada suhu 1100ºC[35]
17
Gambar 2.6.
Struktur Al 2O3 alfa [56]
23
Gambar 2.7.
Struktur kristal ZrO 2 [56]
24
Gambar 3.1.
Serbuk Fe3O4 nanopartikel hasil proses presipitasi (a), dan pola
28
Gambar 3.2.
Teknologi solgel dan produknya [58]
31
Gambar 3.3.
Diagram alir sintesis ZrO 2 dengan solgel prekursor alkosida
32
Gambar 3.4.
Serbuk ZrO 2 hasil proses solgel sesuai Gambar 3.3.
33
Gambar 3.5.
Skema proses pengkelatan selama pembentukan sol untuk sintesis Al2O3
34
Serbuk Al 2O3 nanopartikel hasil proses solgel Pechini dikalsinasi pada suhu 900ºC selama 3 jam (kiri) dan pola XRD nya (kanan) [62]
34
Skema pembentukan gel selama proses solgel Pechini material
35
Serbuk YSZ hasil proses Pechini (kiri) dan pola XRD nya (kanan) [64]
36
Gambar 2.2. Gambar 2.3. Gambar 2.4. Gambar 2.5.
Gambar 3.6.
Gambar 3.7. Gambar 3.8.
xii
Gambar 3.9.
Pola difraksi sinar-x serbuk LiMn 2O4 nanopartikel [65]
37
Gambar 3.10. Sintesis ferit Zn-Ni-Cu dengan metode solgel Pechini [66]
37
Gambar 3.11. Proses selfcombustion [67]
38
Gambar 3.12. Pola difraksi (XRD) serbuk Ni1-zFe 2+zO4 yang berstruktur kubik spinel
39
Gambar 3.13. Pola difraksi (XRD) serbuk LaCo0.6Fe0.4O3 nanopartikel hasil sintesis [69]
40
Gambar 3.14. Skema proses spray pyrolysis [70]
41
Gambar 3.15. Pola difraksi ZnO nanopartikel hasil sintesis [71]
42
Gambar 3.16. Otoklaf untuk sintesis metode hidrotermal [73]
43
Gambar 3.17. Tekanan otoklaf pada berbagai suhu dan fraksi ruang otoklaf yang terisi [74]
44
Gambar 3.18. Al 2O3 nanorod hasil hidrotermal pada suhu 150ºC selama 12 jam dipotret dengan FESEM [76]
44
Gambar 3.19. Serbuk ZrO 2 awal sebelum proses hidrotermal [76]
45
Gambar 3.20. Serbuk ZrO 2 setelah proses hidrotermal [76]
46
Gambar 3.21. Pola difraksi La9 ,33Si6 O 26 hasil sintesis metode hidrotermal pada suhu 240ºC selama 72 jam, dikeringkan dan dipanaskan (a) 120ºC selama 24 jam, (b) 1100ºC selama 17 jam, dan (c) 1600ºC selama 3 jam [77]
46
Gambar 3.22. Grafen dan bahan karbon lainnya [79]
47
Gambar 3.23. Bentuk idealisasi grat oksida [81]
48
Gambar 3.24. Contoh grafen [83]
50
Gambar 3.25. Sebuah alat HEM jenis shaker (a) dan vial tempat penggerusan (b) [88]
53
Gambar 3.26. Sebuah alat HEM jenis attritor, a. Gambar alat, dan b. Skema sistem attritor [88]
53
Gambar 3.27. Prinsip kerja HEM [89]
54
xiii
Gambar 3.28. Data hubungan antara ukuran partikel TiB 2 dan waktu milling sintesis dengan memakai alat attritor [88]
54
Gambar 3.29. Ilustrasi peristiwa saling menguatkan dan melemahkan gelombang yang didifraksi
55
Gambar 3.30. Difraksi sinar-X pada kristal
56
Gambar 3.31. Ilustrasi produksi sinar-X dari sebuah atom
57
Gambar 3.32. Proses terjadinya sinar-X karakteristik
58
Gambar 3.33. Contoh puncak pola difraksi
59
Gambar 3.34. Contoh sebuah SEM [96]
60
Gambar 3.35. Skema prinsip kerja SEM[97]
61
Gambar 3.36. Interaksi antara elektron dan bahan
64
Gambar 3.37. Contoh foto sampel dipotret menggunakan elektron BSE (kiri) dan SE (kanan) [98]
64
Gambar 3.38. Contoh hasil analisis sampel Al 2O3 dengan EDX [99]
66
Gambar 3.39. Contoh hasil analisis sampel dengan EDX di dua titik [100]
67
Gambar 3.40. Contoh hasil analisis EDX mode mapping. [101]
68
Gambar 3.41. Contoh foto FE-SEM dari sampel Y 3 Al5O12 (YAG) yang disinte
70
Gambar 3.42. TEM secara skematis [104]
71
Gambar 3.43. Contoh foto sampel ZrO 2 nanopartikel diambil memakai TEM [105]
72
Gambar 3.44. Skema peristiwa pembentukan radiasi uoresen [106]
73
Gambar 3.45. Skema cara kerja XRF [107]
74
Gambar 3.46. Contoh hasil analisis Cu(In,Ga)Se 2 dengan XRF [107]
75
Gambar 3.47. Contoh hasil analisis sampel Al 2O3 dengan XRF [108]
76
Gambar 3.48. Surface Area Meter dari Quantacrome [110]
77
xiv
Gambar 4.1.
Penyiapan nanouida dengan menggunakan metode satu langkah [112]
80
Prosedur penyiapan nanouida dengan metode dua langkah (MDL)
82
Prosedur penyiapan nanouida dengan metode dua langkah (MDL)
82
Gambar 4.4.
Alat ultrasonikasi nanouid [114]
83
Gambar 4.5.
Penampilan visual nanouida Air-Al 2O3 dari bahan lokal Bauksit [115]
83
Mekanisme stabilisasi sterik menggunakan asam sitrat [116]
84
Contoh nanouida Air-Fe3O4 dengan dispersan asam sitrat setelah 84 hari [117]
85
Gambar 4.8.
Alat ukur pH (pH meter) [118]
85
Gambar 4.9.
Vibro viscometer buatan AND tipe SV10 [119]
87
Gambar 4.2. Gambar 4.3.
Gambar 4.6. Gambar 4.7.
Gambar 4.10. Electric Double Layer (EDL) [121]
90
Gambar 4.11. Electric Double Layer (EDL) dengan penggambaran yang berbeda [120]
91
Gambar 4.12. Teknik stabilisasi suspensi
92
Gambar 4.13. Mekanisme sedimentasi sebuah suspensi
93
Gambar 4.14. Peta data kestabilan suspensi atau koloid berdasarkan harga potensial zeta
93
Gambar 4.15. Potensial zeta contoh nanouida Air-ZrO 2 [64]
94
Gambar 5.1.
Viskositas nanouida Air-Fe3O4 [10]
96
Gambar 5.2.
Viskositas nanouida dengan air sebagai uida dasar sebagai fungsi konsentrasi nanopartikel [124]
96
Viskositas nanouida dengan gliserol sebagai uida dasar sebagai fungsi konsentrasi nanopartikel [125]
97
Viskositas nanouida Air-Al 2O3 sebagai fungsi konsentrasi nanopartikel [126]
97
Gambar 5.3. Gambar 5.4. Gambar 5.5.
Viskositas nanouida dengan uida dasar gliserol sebagai fungsi suhu [124]
100 xv
Gambar 5.6. Gambar 5.7. Gambar 5.8.
Gambar 5.9.
Viskositas nanouida (Air-Etilen glikol-SiO 2 ) sebagai fungsi suhu [126]
100
Konduktivitas termal relatif nanouida sebagai fungsi βφ,
103
Konduktivitas termal nanouida etilen glikol-Fe pada suhu 35ºC sebagai fungsi konsentrasi nanopartikel [130]
103
Prediksi model untuk nanouida Air-Al 2O3 [130]
105
Gambar 5.10. Skema metode pengukuran CHF pool boiling [131]
106
Gambar 5.11. CHF nanouida Air-ZnO sebagai fungsi konsentrasi nanopartikel ZnO, dan CHF air [131]
108
Gambar 5.12. CHF nanouida sebagai fungsi konsentrasi nanopartikel, dan CHF air [132]
109
Gambar 5.13. Gambar permukaan pemanas sesudah pengukuran CHF pool boiling dari nanouida dengan konsentrasi a. 10-4%, dan b. 10-1% [134]
110
Gambar 6.1. Gambar 6.2.
Gambar 6.3. Gambar 6.4. Gambar 6.5.
Gambar 6.6. Gambar 6.7. Gambar 6.8. xvi
Sebuah heat exchanger mini (MICHX=Minichannel Heat Exchanger) [130]
112
Pengaruh bilangan Reynolds dan konsentrasi nanopartikel terhadap koesien perpidahan panas MICHX [130]
112
Pengaruh bilangan Reynolds dan konsentrasi nanopartikel terhadap pressure drop MICHX [130]
113
Sistem penukar panas dua pipa untuk mengukur kosien perpindahan panas lokal [131]
113
Koesien perindahan panas sebagai fungsi bilangan Reynolds dengan nanouida Air-CuO pada berbagai konsentrasi [131]
114
Sistem penukar panas jenis radiator (Radiator type heat exchanger) [132]
115
Koesien perpindahan panas fungsi laju alir uida [132]
115
CHF pada kurva pendidihan air [4]
118
Gambar 6.9.
Nanouida Air-Fe3O4 buatan PSTNT-BATAN [136]
119
Gambar 6.10. Citra TEM nanopartikel Fe3O4 yang dibuat dengan metode kopresipitasi yang dikombinasi dengan karbotermal [10]
120
Gambar 6.11. Peningkatan CHF nanouida Air-Fe3O4 sebagai fungsi konsentrasi nanopartikel Fe3O4 [10]
120
Gambar 6.12. Citra TEM nanopartikel ZrO 2 [137]
121
Gambar 6.13. Konduktivitas termal efektif nanouida Air-ZrO 2 fungsi konsentrasi nanopartikel ZrO 2 [137]
122
Gambar 6.14. Penampang lintang kongurasi segitiga dan segiempat, dan untai uji perpindahan panas [138]
123
Gambar 6.15. Hubungan antara bilangan Nusselt dan bilangan Rayleigh untuk sub. channel segitiga [138]
124
Gambar 6.16. Hubungan antara bilangan Nusselt dan bilangan Rayleigh untuk sub. channel segiempat [138]
124
Gambar 6.17. Citra TEM (kiri) dan pola XRD (kanan) nanopartikel Al 2O3 hasil kalsinasi Al(OH)3 suhu 900ºC [138]
125
Gambar 6.18. Peningkatan CHF fungsi konsentrasi nanopartikel nanouid Air-Al 2O3 hasil kalsinasi Al(OH)3 suhu 900ºC[139]
125
Gambar 6.19. Citra TEM (kiri) dan pola XRD (kanan) nanopartikel Al 2O3 hasil kalsinasi Al(OH)3 suhu 600ºC [139]
126
Gambar 6.20. Peningkatan CHF nanouida EG-Al 2O3 fungsi konsentrasi nanopartikel hasil kalsinasi Al(OH)3 suhu 600ºC[140]
127
Gambar 6.21. Contoh proses permesinan logam menggunakan uida pendingin [147]
129
Gambar 6.22. Contoh sebuah komputer yang dilengkapi sistem pendingin dengan uida [148]
130
xvii
xviii
BAB I
PENDAHULUAN
F
luida banyak digunakan dalam sistem perpindahan panas seperti reaktor nuklir, otomotif , industri, dan lain-lain. Namun koesien perpindahan panas uida konvensional seperti air, etilen glikol, dan minyak sangat rendah karena konduktivitas termal mereka relatif sangat kecil. Sejak lama usaha untuk meningkatkan konduktivitas termal uida kemudian terus dilakukan. Sejak tahun 1892 usaha untuk meningkatkan kemampuan perpindahan panas uida dasar telah dilakukan yang dipelopori oleh Maxwel [1]. Pada saat itu dilakukan pencampuran serbuk dari bahan tertentu ukuran mikrometer dengan uida yang selanjutnya dalam konteks nanouida disebut sebagai uida dasar (uida tanpa serbuk atau partikel), membentuk suspensi. Namun hingga ditemukannya nanouida pada tahun 1995 melalui penelitian Prof. Choi dari MIT Amerika Serikat [2], penelitian suspensi tersebut tidak kunjung mencapai aplikasi komersial. Penyebabnya adalah ukuran partikel serbuk yang digunakan relatif sangat besar sehingga menimbulkan masalah yaitu partikel sangat mudah mengendap sehingga menyumbat berkas pipa penyalur uida, dan menimbulkan pressure drop yang besar.
Penemuan Choi dkk. membawa angin segar dalam usaha meningkatkan perpindahan panas berbagai sistem pendingin. Choi juga membuat suspensi berupa komposit nanopartikel dan uida dasar dengan menggunakan nanopartikel berukuran 1-100 nm. Dengan ukuran partikel yang sangat kecil seperti ini masalah yang ditimbulkan oleh suspensi dari partikel yang berukuran besar secara teoritis dapat dipecahkan. Nanopartikel tidak mudah mengendap sehingga tidak menyumbat berkas pipa serta tidak menimbulkan
1
BAB I
|
PENDAHULUAN
pressure drop yang besar. Meski awalnya nanouida dikreasi untuk keperluan perpindahan panas namun kemudian berkembang ke berbagai bidang aplikasi. Bahkan kemajuan yang luar biasa justru terjadi di bidang-bidang selain perpindahan panas seperti lingkungan dan kesehatan.
Berdasarkan data penelitian tentang nanouida yang telah terkumpul, nanouida dapat diterapkan pada berbagai bidang, di antaranya, di bidang nuklir. Nanouida sedang diteliti dan dikaji untuk diterapkan di bidang nuklir khususnya PLTN [3,4]. Penggunaan nanouida diproyeksikan untuk menggantikan uida pendingin yang digunakan di sistem pendingin primer reaktor Pressurized Water Reactor (PWR). Jika penerapannya dapat dilakukan, maka diduga akan dihasilkan peningkatan nilai ekonomi yang cukup signikan [3,4]. Peningkatan nilai Critical Heat Flux (CHF) dari nanouida dapat meningkatkan rapat daya reaktor. Artinya rapat daya reaktor dapat ditingkatkan dengan tingkat keselamatan yang sama jika nanouida digunakan sebagai pendingin [4]. Pendingin dengan CHF yang besar yang digunakan sebagai pendingin ECCS (Emergency Core Cooling System) dan RVCS (Reactor Vessel Cooling System) dapat meningkatkan tingkat keselamatan sebuah PLTN [3,4]. Namun masalah yang harus diatasi agar nanouida dapat diterapkan di reaktor beberapa di antaranya adalah pengendapan nanopartikel dan interaksi kimia antara nanouida dan bahan-bahan logam di dalam reaktor. Yang juga sangat penting adalah regulasi untuk dapat mengadopsi nanouida di dalam reaktor karena berdasarkan persyaratan [5] sejauh ini tidak diizinkan memasukkan material tertentu kedalam pendingin di dalam reaktor melebihi batas konsentrasi tertentu yang sangat kecil. Kedua, di bidang elektronik. Kecenderungan yang terjadi di bidang elektronik khususnya komputer adalah semakin padatnya chips dan cepatnya proses data [6,7]. Pada kondisi ini disipasi panas 2
BAB I
|
PENDAHULUAN
menjadi hal yang penting. Agar kondisi lingkungan memungkinkan peralatan elektronik beroperasi dengan baik, maka diperlukan pendinginan yang efektif. Jika perubahan geometri tidak dapat dipilih, maka penggunaan uida dengan kapasitas perpindahan panas yang sangat baik sangat diperlukan. Nanouida yang berdasarkan data literatur mepunyai konduktivitas termal yang lebih baik dari pada konduktivitas termal uida dasar sangat sesuai untuk diaplikasikan sebagai bahan pendingin elektronik [6,7]. Ketiga, di bidang transportasi. Jika pendinginan mesin otomotif dapat dilakukan lebih efektif, maka penggunaan otomotif atau alat tranportasi lainnya akan lebih ekonomis [7]. Untuk keperluan ini nanouida mempunyai potensi yang sangat besar. Jika pendinginan dapat dibuat lebih baik, maka radiator dapat dibuat lebih kecil dan lebih ringan [7]. Dengan ini kendaraan dapat lebih ringan, jumlah pemakaian bahan bakar akan berkurang [7]. Penerapan nanouida dapat mengurangi friksi dan gesekan dalam pengoperasian pompa dan kompresor sehingga menghasilkan penghematan bahan bakar [8]. Selain itu, dengan pemakaian nanouida tidak hanya meningkatkan esiensi dan ekonomi mesin otomotif tetapi juga mempengaruhi rancangan struktur otomotif [8].
Keempat, aplikasi pendinginan di industri. Aplikasi nanouida pada pendinginan industri dapat menghemat energi dan mengurangi emisi polusi [8]. Hal ini terjadi jika air sebagai bahan pendingin diganti dengan nanouida. Untuk industri di Amerika Serikat sebagai contoh, pergantian air untuk pendinginan dan pemanasan dengan nanouida berpotensi menghemat energi sebesar 1 Triliun Btu [8]. Dalam industri listrik penggunaan nanouid dalam siklus pendinginan tertutup dapat menghemat sekitar 10-30 Triliun Btu [8]. Penghematan ini setara dengan pengurangan sekitar 5,6 juta metrik ton CO2, 8.600 metrik ton NO2, dan 21.000 ton metrik SO2 [8].
3
BAB I
|
PENDAHULUAN
Kelima, dalam pemanasan gedung. Di gedung-gedung di negara beriklim dingin terdapat sistem pemanas untuk menghangatkan ruangan. Penggunaan nanouida pada heat exchanger dapat mengurangi laju alir massa dan volume uida yang kemudian berdampak pada pengurangan daya pemompaan [8]. Pemakaian nanouida juga tidak memerlukan sistem pemanas yang besar tetapi energi yang dialirkan sama dengan yang dialirkan sistem pemanas yang lebih besar [8]. Pemakaian sistem pemanas yang kecil mengurangi jumlah limbah yang dibuang pada saat sudah tidak dapat dipakai lagi.
Persoalan nanouida ternyata sangat kompleks. Tidak hanya persoalan ukuran partikel yang harus sangat kecil (nanometer) yang berdasarkan hukum Stoke akan sukar mengendap karena kecepatan jatuhnya kecil [9]. Kenyataannya penelitian nanouida sangat kompleks melibatkan proses siko kimia. Selain ukuran partikel, bentuk partikel dan distribusi partikel, interaksinya dengan uida dasar juga sangat penting. Karakteristik nanouida ternyata sangat berbeda dengan suspensi biasa yang terbuat dari partikel berukuran mikrometer. Viskositas dan konduktivitas termalnya tidak memenuhi mekanisme yang telah ada. Sebagai contoh prediksi Einstein tentang hubungan antara konsentrasi partikel dan viskositas sebuah suspensi tidak berlaku untuk nanouida [10,11]. Begitu juga berbagai hasil penelitian tentang pengaruh nanouida terhadap konduktivitas termal nanouida tidak konsisten antara satu peneliti dan peneliti lainnya [7,12]. Keharusan untuk tidak menggunakan dispersan atau surfaktan dalam pembuatan nanouida untuk pendingin reaktor menjadikan tantangan tersendiri yang lebih berat tetapi menarik. Suhu yang relatif tinggi dapat merusak karakteristik nanouida yang distabilkan dengan dispersan karena dispersan yang umumnya dari bahan organik dapat berubah pada suhu operasi reaktor yang relatif tinggi. Selain itu radiasi yang tinggi di dalam reaktor
4
BAB I
|
PENDAHULUAN
juga dapat merusak sifat dispersan atau surfaktan yang kemudian mempengaruhi karakteristik nanouid [4]. Buku ini menerangkan hal-hal penting terkait sintesis dan karakterisasi nanopartikel, dan penyiapan serta karakterisasi nanouida. Nanopartikel yang banyak dijelaskan adalah nanopartikel dari bahan keramik karena sejauh ini bahan keramik banyak dikembangkan untuk pembuatan nanouida. Namun nanouida dapat juga dibuat dari bahan nanopartikel logam. Oleh karena itu meskipun tidak lengkap, hal-hal mendasar mengenai bahan keramik diterangkan di Bab II buku ini. Selanjutnya di Bab III dari buku ini dibahas mengenai sintesis nanomaterial atau nanopartikel yang sebagian besar dari bahan keramik, setelah itu dijelaskan mengenai karakterisasinya. Secara garis besar terdapat dua metode sintesis nanopartikel yaitu metode top-down dan bottom-up. Cara sintesis nanopartikel akan mempengaruhi karakteristik baik nanopartikel itu sendiri maupun nanouida yang dibuat dari nanopartikel tersebut. Sementara karakterisasi nanopartikel sangat penting untuk dapat memahami karakteristik nanouida. Setelah bagian nanopartikel, selanjutnya di Bab IV dijelaskan mengenai penyiapan dan karakterisasi nanouida. Terdapat dua cara atau metode penyiapan nanouida yaitu one step method atau metode satu langkah (MSL), dan two step method atau metode dua langkah (MDL). Karakterisasi nanouida dijelaskan karena karakteristik nanouida merupakan bagian penting yang memberikan gambaran tentang kualitas nanouida dan kemungkinan aplikasinya.
Setelah sebelumnya dijelaskan mengenai nanopartikel dan nanouida, di bagian lain dari buku ini yaitu di Bab V dijelaskan mengenai karakteristik penting dari nanouida dengan menampilkan data-data yang sampai saat ini telah diperoleh oleh banyak peneliti di dunia yaitu viskositas, konduktivitas termal , dan critical heat ux (CHF). Di bagian akhir yaitu di BAB VI dan VII dijelaskan mengenai 5
BAB I
|
PENDAHULUAN
aplikasi nanouida pada perpindahan panas baik untuk aplikasi nuklir maupun aplikasi non-nuklir. Bagian ini juga merupakan gambaran mengenai status perkembangan terkini penelitian tentang nanouida.
6
BAB II
KERAMIK
S
ecara garis besar keramik diketahui sebagai salah satu jenis bahan. Jenis bahan lainnya adalah logam dan polimer. Keramik sebagai bahan telah dikenal lama sejak ribuan tahun yang lalu. Penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari sangat luas hingga saat ini dan diprediksi hingga kurun waktu yang lama ke depan masih akan digunakan oleh manusia dalam kehidupan sehariharinya. Secara tradisonal orang mengenal keramik sebagai barang seni dan alat rumah tangga seperti guci, piring, mangkok, kuali, tungku, keramik dinding, keramik lantai dan lain-lain. Barangbarang ini dibuat dari bahan tanah lempung dan porselen atau secara umum dari bahan silikat. Secara modern keramik digunakan di berbagai bidang yang teknologinya lebih tinggi dari teknologi keramik tradisional. Keramik modern dibuat dari bahan-bahan yang kemurniannya sangat terkontrol. Contoh aplikasi keramik modern di antaranya untuk sensor (sensor gas, sensor panas, sensor tekanan, sensor pH, dan lain-lain), bahan bakar reaktor nuklir, busi, fotokatalis, substrat, elektrode, elektrolit, dan absorban. Aplikasi keramik modern lainnya adalah sebagai bahan nanouida yang menjadi topik buku ini.
II.1. Keramik Modern dan Aplikasinya
Barsoum [13] mendenisikan keramik sebagai senyawa padat yang dibentuk dengan aplikasi panas, dan kadang-kadang panas dan tekanan, mengandung paling sedikit satu logam dan sebuah unsur NMES (Non metallic elemental solids) atau non logam, kombinasi paling sedikit dua NMES, atau sebuah kombinasi dari 7
BAB II
|
KERAMIK
paling sedikit dua NMES dan sebuah non logam. Berdasarkan denisi itu, bahan keramik banyak sekali jenisnya. Keramik dapat berbentuk keramik oksida seperti MgO, ZnO, Fe 2O3, dll (bahan ini terbentuk dari logam dan nonlogam) dan SiO 2 (bahan ini terbentuk dari NMES dan nonlogam), keramik karbida seperti SiC (bahan ini terbentuk dari dua NMES), dan TiC (bahan ini terbuat dari logam dan NMES), dan keramik nitrida seperti TiN (bahan ini terbentuk dari logam dan NMES). Keramik tidak terbatas senyawa biner seperti contoh-contoh yang telah disebutkan. Keramik juga dapat terbentuk dari tiga unsur atau lebih seperti BaTiO 3, YBa2Cu3O7, dan Ti3SiC2. Secara umum keramik yang memiliki konduktivitas termal yang lebih besar dari pada konduktivitas termal uida dan tidak bereaksi menjadi senyawa lain dengan uida (stabil secara kimia dengan lingkungannya) serta berukuran nanometer, sesuai untuk nanouida [7,8]. Dengan demikian banyak keramik dalam bentuk senyawa karbida, oksida, maupun nitrida dengan berbagai struktur kristal berpotensi untuk dimanfaatkan menjadi nanouida [7,8]. Tentu saja persyaratan lainnya harus dipenuhi oleh keramik untuk dapat dimanfaatkan menjadi nanouida. Persyaratan tersebut sangat tergantung pada jenis aplikasi nanouida yang akan dipilih. Pada Tabel 2.1 diperlihatkan karakteristik dan aplikasi keramik modern termasuk nanouida.
8
BAB II
|
KERAMIK
Tabel 2.1. Karakteristik dan Aplikasi Keramik Modern [3-13]. Karakteristik Thermal - Insulasi - Refraktori - Konduktivitas Termal Aplikasi Nuklir - Fisi - Fusi
Aplikasi - Untuk isolasi bagian dalam dinding tungku suhu tinggi (Fiber Silika, Alumina, dan Zirkonia). - Bagian dalam tungku suhu tinggi peleburan logam - Heat sinks perangkat elektronik, nanouid - Bahan bakar nuklir (UO 3,UC), kelongsong bahan bakar (C,SiC), moderator neutron (C,BeO) - Bahan menernak tritium (Zirkonat,Li silikat), fusion reactor lining (C, SiC,Si3N4, B4C)
Kimia - Katalisis - Antikorosi - Biokompatibilitas
- Filter (Zeolit), purikasi - Heat exchanger (SiC), peralatan kimia - Articial joint prostheses (Al 2O3)
Mekanik - Kekerasan - Suhu tinggi - Ketahanan gesek
- Alat potong (Al2O3 yang diperkuat SiC wisker) - Turbin blade, stator , keramik untuk mesin (Si 3N4) - Bearing (Si3N4)
II.2. Keramik Komposit dan Larutan Padat Dalam penggunaannya keramik dapat diaplikasikan dalam bentuk komposit dan larutan padat. Keramik komposit adalah keramik yang dibentuk dari dua atau lebih keramik yang tidak saling bereaksi atau saling melarutkan. Contoh keramik komposit di antaranya adalah keramik yang dibentuk dari Al 2O3 dan ZrO2 atau disebut keramik Al2O3-ZrO2. Keramik ini biasanya diaplikasikan sebagai refraktori, keramik struktural atau cutting tool. Pembuatan keramik seperti ini dilakukan untuk memperbaiki sifat keramik tunggalnya. Teknik penguatan dengan penambahan ZrO 2 sudah sangat terkenal. Penguatan terjadi melalui transformation toughening. [14]. Keramik untuk nanouida juga dapat berasal 9
BAB II
|
KERAMIK
dari keramik komposit. Meskipun tujuannya bukan diarahkan untuk memperbaiki sifat termalnya dan lebih kepada stabilitas dan biokompatibilitasnya, keramik komposit telah digunakan untuk nanouida magnetik seperti Fe 3O4-SiO2 [15]. Citra TEM nanopartikel komposit Fe3O4-SiO2 diperlihatkan pada Gambar 2.1. Contoh kedua keramik komposit adalah nanopartikel Cu 2O-TiO2[16]. Di sini keramik nanokomposit Cu2O-TiO2 digunakan untuk nanouida penyerap sinar matahari (solar absorber ). Harga konduktivitas termal komposit sebagai fungsi komposisi diperlihatkan pada Gambar 2.2. Contoh lain keramik nanokomposit dengan struktur core shell yaitu nanokomposit Fe3O4-Fe2O3 yang diaplikasikan untuk fotokatalis (termasuk aplikasi nanouida pula). Gambar 2.3 memperlihatkan citra TEM nanokomposit Fe3O4-Fe2O3 struktur core shell [17].
Gambar 2.1. Memperlihatkan citra TEM nanopartikel komposit Fe 3O4-SiO2
dengan jumlah TEOS yang berbeda, 3 ml (a dan b), 7 ml (c dan d), dan 10 ml (e dan f) [15].
10
BAB II
|
KERAMIK
Gambar 2.2. Konduktivitas termal komposist Cu 2O-TiO2 fungsi komposisi [16].
Gambar 2.3. Citra TEM Fe3O4-Fe2O3 nanokomposit struktur coreshell [17].
Keramik larutan padat adalah keramik yang dibuat dari dua atau lebih keramik dimana sebagian dari penyusunnya larutan padat di dalam keramik utamanya. Artinya ion-ion keramik yang ditambahkan masuk ke kisi kristal keramik utamanya. Seperti juga keramik komposit, pembuatan keramik bentuk larutan padat 11
BAB II
|
KERAMIK
dilakukan untuk memperoleh keramik dengan sifat yang lebih baik. Contoh keramik bentuk larutan padat di antaranya keramik ZrO 2 yang doping CaO dan Y2O3 membentuk CaO stabilized zirconia (CSZ) dan Y2O3 stabilized zirconia (YSZ). Di sini CaO dan Y 2O3 larut padat di dalam ZrO2. Pembuatan keramik ini dilakukan untuk memperbaiki konduktivitas ionik atau sifat mekanik keramik zirkonia. Keramik ZrO2 dengan penambahan 3% mol Y2O3 yang membentuk keramik larutan padat (disebut 3YSZ) mempunyai ketangguhan retak (Fracture toughness) yang sangat baik [13]. Salah satu aplikasinya adalah sebagai bahan untuk gigi tiruan. Sementara itu keramik ZrO2 dengan penambahan 8% mol Y2O3 yang membentuk keramik larutan padat (disebut 8YSZ) mempunyai konduktivitas ionik yang sangat baik[18]. Keramik ini dapat diaplikasikan sebagai elektrolit padat untuk Solid Oxide Fuel Cell (SOFC) atau sebagai sensor oksigen dan hidrogen. Keramik larutan padat secara teoritis dapat diaplikasikan sebagai keramik nanouida. Keramik 8YSZ yaitu larutan padat Y 2O3 sebanyak 8% mol di dalam ZrO2 dapat digunakan sebagai keramik nanouida. Gambar visual nanopartikel dan pola difraksi 8YSZ hasil sintesis dengan cara solgel diperlihatkan pada Gambar 2.4 [18].
Secara umum terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan larutan padat yaitu [13]: 1.
Faktor struktur kristal. Pembentukan larutan padat akan berlangsung sempurna jika struktur kristal keramik yang membentuk larutan padat sama.
2.
Faktor valensi. Valensi keramik yang membentuk larutan padat harus sama. Jika tidak, maka akan terbentuk cacat untuk mempertahankan netralisasi muatan.
3.
Faktor ukuran jari-jari ion. Jika jari-jari ion dari keramik yang ditambahkan berbeda
12
BAB II
|
KERAMIK
dengan jari-jari ion keramik yang menerima ( host ), maka akan terbentuk regangan. Makin besar perbedaan jari-jari ion, maka energi regangan akan makin besar. Agar pembentukan larutan padat berlangsung sempurna, maka energi regangan yang terbetuk harus sangat kecil. Secara umum, perbedaan ukuran jari-jari ion antara keramik yang ditambahkan dan keramik host harus lebih kecil dari 15%. 4.
Faktor anitas. Sedapat mungkin perbedaan anitas kimia antara keramik yang ditambahkan dan yang menerima tidak berbeda jauh.
A
B
Gambar 2.4. Nanopartikel YSZ hasil proses solgel dan pola difraksinya [18].
Keramik larutan padat lainnya adalah keramik dengan struktur spinel untuk termistor NTC (Negative Temperature Coecient ) yaitu piranti listrik/elektronik yang tahanan listriknya menurun dengan kenaikan suhu dan sebaliknya tahan listriknya naik dengan turunnya suhu. Keramik Ni0,6Mn2,4-xTixO4 [19] dan Ni0,75Mn1,25Co1-xFexO4 [20] adalah dua contoh keramik larutan padat struktur spinel yang biasanya dipakai sebagai termistor NTC. Bentuk umum keramik ini
13
BAB II
|
KERAMIK
adalah AB2O4 dengan A dan B adalah logam. Keramik larutan padat juga digunakan untuk varistor yaitu komponen listrik/elektronik yang digunakan untuk melindungi berbagai peralatan listrik/elektronik dari tegangan transien seperti petir dan percikan listrik. Biasanya varistor dibuat dari ZnO sebagai keramik dasar dengan dopan seperti CoO dan NiO yang larut di dalam ZnO [21]. Keramik larutan padat seperti ini yang berukuran nanometer juga berpotensi diaplikasikan untuk nanouida barbasis air karena memiliki konduktivitas termal lebih besar dari konduktivitas air bahkan TiO2 dan SiO2 [8].
II.3. Teknik Mengubah Sifat Keramik
Sifat keramik dapat diubah melalui berbagai cara. Tiga cara di antaranya adalah doping, pengaturan struktur mikro, dan reaksi redoks (reduksi oksidasi).
II.3.1. Teknik Doping
Jika keramik valensi tertentu misalnya dua yaitu ZnO didoping dengan keramik valensi lebih besar misalnya tiga yaitu Fe 2O3 dan membentuk larutan padat, maka dapat terjadi reaksi seperti persamaan (2-1). …….....……………………………………(2-1) Dari persamaan (2-1) dapat dilihat bahwa keramik ZnO mengalami penambahan elektron sehingga membuat konduktivitas listrik keramik ini membesar atau tahanan listrik keramik ini mengecil.
Kemudian, sebaliknya jika keramik valensi tertentu misalnya tiga yaitu Fe2O3 didoping dengan keramik valensi lebih kecil misalnya dua yaitu ZnO dan membentuk larutan padat, maka dapat terjadi
14
BAB II
|
KERAMIK
reaksi seperti persamaan (2-2). ..…………………………………………(2-2) Dari persamaan (2-2) dapat dilihat bahwa di dalam keramik Fe2O3 terbentuk cacat kekosongan oksigen. Jika cacat ini menempati posisi tertentu di dalam bandgap (celah pita), maka posisi tersebut memiliki energi tertentu (state energy ). Jika bahan diberikan energi dari luar yang cukup besar dan lebih besar dari energi eksitasi elektron dari cacat tersebut, maka elektron dapat dilepaskan ke pita konduksi sehingga membuat konduktivitas listrik keramik ini membesar atau tahanan listrik keramik ini mengecil.
Untuk keramik elektrolit padat seperti ZrO 2 pemberian doping keramik dengan valensi tiga seperti Y 2O3 dan membentuk larutan padat, maka dapat menghasilkan reaksi seperti persamaan (2-3) yang merupakan reaksi ionic [18]. ………………………………….......………(2-3) Dari persamaan (2-3) diketahui bahwa di dalam keramik ZrO 2 terbentuk cacat kekosongan oksigen. Karena untuk keramik elektrolit padat pembawa muatannya adalah ion, dalam hal ini ion oksigen, maka terbentuknya cacat kekosongan akan membuat konduktivitas ionik bahan ZrO2 membesar. Seperti telah diterangkan sebelumnya keramik yang dibentuk dengan reaksi persamaan (2-3) adalah keramik 3YSZ dan 8YSZ. Dua keramik ini memiliki konduktivitas ionik yang besar. Keramik 8YSZ memiliki konduktivitas ionik yang lebih besar dari pada keramik 3YSZ karena memiliki cacat kekosongan oksigen yang lebih banyak [18].
Pembentukan larutan padat juga dapat mengubah sifat termal khususnya konduktivitas panas. Konduktivitas panas keramik ZrB 2 diketahui meningkat dengan penambahan ZrC dengan konsentrasi 15
BAB II
|
KERAMIK
1-2% [34]. Keramik ZrC yang ditambahkan membentuk larutan padat di dalam ZrB2.
Perubahan sifat listrik dapat terjadi pula jika doping tidak menghasilkan larutan padat tetapi menghasilkan komposit. Tahanan listrik sebuah keramik dapat meningkat bila doping dengan keramik lain tidak membentuk larutan padat tetapi membentuk komposit. Dalam hal ini keramik doping tersegregasi ke batas butir dan menghambat proses penyinteran sehingga menghasilkan keramik dengan ukuran butir yang kecil. Dengan struktur mikro yang demikian, tahanan listrik menjadi lebih besar. Keramik dengan ukuran butir yang kecil, memiliki banyak batas butir dan batas butir tersebut merupakan scattering center bagi pembawa muatan. Selain sifat listrik, sifat mekanik keramik pun dapat diubah dengan membentuk keramik komposit. Seperti telah diterangkan sebelumnya, keramik Al2O3 yang ditambah partikel kedua dari keramik ZrO2 yang membentuk keramik Al2O3-ZrO2 dapat memiliki sifat mekanik yang lebih baik. Kekuatan keramik komposit Al2O3-ZrO2 dapat meningkat melalui mekanisme transformation toughening. Keramik 3YSZ yang telah dibahas sebelumnya memiliki sifat mekanik yang sangat baik [13].
II.3.2. Pengaturan Struktur Mikro Berdasarkan struktur mikronya, karakteristik listrik keramik dapat diubah dengan mengatur parameter prosesnya. Di antara berbagai parameter, tiga parameter diterangkan di sini yaitu suhu dan waktu pembakaran atau penyinteran (sintering), dan ukuran partikel serbuk awalnya. Agar tahanan listrik keramik kecil, maka ukuran butir ( grain) nya harus besar. Begitu sebaliknya, agar tahanan listrik kecil, maka ukuran butir harus kecil. Dengan catatan porositasnya sama.
16
BAB II
|
KERAMIK
Untuk memperoleh keramik dengan ukuran butir yang besar, dapat dilakukan dengan menyinter keramik pada suhu tinggi dan/atau dengan waktu yang lama. Keramik dengan ukuran butir yang besar juga dapat dilakukan dengan menggunakan serbuk awal dengan ukuran partikel yang sangat kecil (nanopartikel). Porositas juga mempengaruhi tahanan listrik keramik. Keramik dengan porositas yang besar, memiliki tahanan listrik yang besar pula. Demikian sebaliknya, keramik dengan porositas yang kecil memiliki tahanan listrik yang kecil. Agar porositas keramik kecil, maka penyinteran atau pembakaran harus dilakukan pada suhu yang tinggi dan waktu yang lama. Batas butir dan pori merupakan scattering center bagi pembawa muatan sehingga pengaruhnya terhadap sifat listrik keramik sangat besar. Tahanan listrik (elektronik) keramik termistor NTC dan tahanan listrik (ionik) keramik 8YSZ untuk elektronik padat dapat diatur dengan mengatur struktur mikronya. Gambar 2.5 memperlihatkan keramik Fe2O3 untuk termistor NTC dengan ukuran butir yang berbeda. Tahanan listrik (elektronik) keramik (b) pada Gambar 2.5 lebih kecil dari pada tahanan listrik keramik (a).
a
b
Gambar 2.5. Struktur mikro keramik Fe 2O3 untuk thermistor disinter pada suhu 1100ºC[35]. a. Serbuk sebelum digerus dengan ball mil, b. Serbuk setelah digerus dengan ball mil.
17
BAB II
|
KERAMIK
Sifat mekanik keramik dapat diubah pula melalui pengaturan struktur mikro. Keramik dengan butir yang kecil seperti terlihat pada Gambar 2.5(a) cenderung memiliki kekerasan yang lebih besar dibandingkan dengan keramik pada Gambar 2.5(b) karena memiliki ukuran butir yang lebih kecil. Sifat mekanik keramik juga dapat berubah dengan membuat struktur mikro mengandung banyak atau sedikit pori. Banyaknya pori berbanding terbalik dengan sifat mekanik keramik. Sifat mekanik seperti kekerasan dan ketangguhan patah keramik cenderung memburuk dengan banyaknya pori. Keadaan ini berlaku untuk keramik berbentuk bulk . Sampai saat ini belum ditemukan studi yang membahas pengubahan sifat mekanik serbuk keramik untuk aplikasi nanouida. Kemungkinan karena sifat mekanik keramik dalam bentuk serbuk belum terlihat urgensinya untuk aplikasi nanouida.
Konduktivitas termal keramik juga dapat diubah dengan mengubah struktur mikronya yaitu dengan mengkreasi atau membuang pori. Keramik yang banyak mengandung pori cenderung memiliki konduktivitas termal yang lebih kecil dibandingkan dengan keramik yang tidak mengandung pori [13].
II.3.3. Teknik redoks Beberapa bahan keramik mempunyai sifat listrik yang sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Bahan seperti Fe2O3 tahanan listriknya dapat diperkecil dengan mereduksinya di dalam gas reduktif. Akibat reduksi, bahan Fe2O3 yang stoikiometris akan menjadi Fe2O3 yang non-stoikiometris yaitu Fe2O3-x. Reaksi kimianya diperlihatkan pada persamaan (2-4). Di dalam Fe 2O3 sebagain Fe3+ direduksi menjadi Fe2+. Dengan kondisi yang barunya, di dalam bahan terbentuk elektron tambahan yang menyebabkan konduksitivitas listrik membesar. Sebaliknya jika ingin memperkecil 18
BAB II
|
KERAMIK
konduktivitas ionik , bahan yang non-stoikiometris (kekurangan oksigen) dioksidasi di dalam oksigen menjadi stoikiometris seperti persamaan (2-5). …………………………..…………….(2-4) ………………….…………………….……….(2-5)
II.4. Nanopartikel Keramik dan Aplikasinya
Keramik yang telah dijelaskan umumnya dalam bentuk bulk, thick lm, dan thin lm. Penjelasan mengenai keramik tersebut dapat dijadikan sebagai pengetahuan dalam memahami keramik. Di bagian ini dijelaskan keramik dalam bentuk serbuk ukuran nanometer (nanopartikel) dan aplikasinya. Sejalan dengan perkembangan nanoteknologi berkembang pula penelitian dan aplikasi keramik khususnya nanoceramic. Keramik nanopartikel banyak sekali aplikasinya. Beberapa di antaranya adalah nanopartikel untuk bidang kesehatan seperti Fe3O4 untuk Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan terapi kanker [36], nanopartikel untuk bidang lingkungan seperti Fe2O3 dan Fe3O4 untuk adsorben [37], nanopartikel TiO2, ZnO, Fe2O3 untuk fotokatalis [38-40], dan nanopartikel seperti TiO2, Al2O3, ZnO, Fe2O3, CuO, Fe3O4, dan ZrO2 [7,41-42] untuk nanouida perpindahan panas yang menjadi topik buku ini. Keramik nanopartikel mempunyai karakteristik yang sangat istimewa dan lebih baik dari bentuk bulk nya karena mempunyai perbandingan luas permukaan terhadap volume yang sangat besar. Jika difokuskan pada aplikasi nuklir khususnya reaktor nuklir bertipe LWR (Light Water Reactor ) yang terdiri dari PWR (Pressurized Water Reactor ) dan BWR (Boiling Water Reactor ) terdapat beberapa daerah aplikasi utama yaitu reaktor bagian dalam (bagian yang mengandung bahan bakar) dan luar tangki (vessel) untuk PWR 19
BAB II
|
KERAMIK
dan BWR, dan sistem pendingin sekunder untuk PWR. Daerah aplikasi ini mempengaruhi pemilihan keramik yang dipakai. Untuk aplikasi di dalam vessel sebagai pendingin primer keramik harus mempunyai keoesien absorbsi neutron termal yang kecil dan tidak mudah teraktivasi oleh neutron. Berdasarkan harga koesien absorpsi neutron termal Pada Tabel 2.2 [43] yang lebih kecil dari tampang lintang neutron termal hidrogen sebagai komponen utama air (H 2O), untuk daerah ini terdapat 8 jenis bahan yaitu 7 bahan keramik yaitu PbO/PbO 2, BeO, Bi2O3, MgO, Al2O3, SiO2, dan ZrO2 serta 1 bahan non keramik yaitu C (Karbon). Untuk sistem pendingin sekunder di reaktor jenis PWR, banyak keramik yang dapat diaplikasikan selain 7 keramik yang telah disebutkan, di antaranya Fe3O4 [10], NiO[44], ZnO [45,46], CuO[45,47-49], TiO 2 [45,49-51], Fe2O3 [52], WO3[53], dan SnO2[54], baik dalam bentuk keramik larutan padat maupun keramik komposit, dalam bentuk baik keramik biner maupun keramik terner.
Untuk aplikasi di daerah luar vessel untuk Reactor Vessel Cooling System (RVCS), keramik yang digunakan pada sistem pendingin sekunder juga dapat dipakai. Sementara untuk Emergency Core Cooling System (ECCS) keramik harus sama dengan keramik untuk sistem pendingin primer yaitu PbO/PbO2, BeO, Bi2O3, MgO, Al2O3, SiO2, dan ZrO2 serta C. Pertimbangannya, pada saat kecelakaan terjadi, inti reaktor ( reactor core ) yang disiram cairan pendingin (nanouida) tidak boleh terkontaminasi oleh unsur yang mudah teraktivasi karena unsur yang teraktivasi dapat menimbulkan radiasi pengion. Radiasi tersebut akan menambah jumlah radiasi yang ditimbulkan oleh bahan bakar reaktor. Dari beberapa keramik yang telah disebutkan, dua di antaranya yaitu Al2O3 dan ZrO2 ditambah Fe3O4 dan Fe2O3 menjadi perhatian PSTNT BATAN yang sejak tahun 2011 melakukan penelitian nanouida. Salah satu pertimbangannya karena bahan dasar dari 20
BAB II
|
KERAMIK
keramik-keramik tersebut banyak tersedia di Indonesia berupa mineral atau limbah. Al2O3 dapat diekstraksi dari mineral bauksit yang terdapat di Sulawesi dann Kalimantan, dan ZrO2 dari pasir zirkon yang tersedia di Pulau Bangka-Belitung, serta Fe3O4 dan Fe2O3 dapat diperoleh dari pasir besi, hematit, dll. yang tersedia di antaranya di Pulau Jawa bagian selatan. Keramik Fe 3O4 dan Fe2O3 sesuai untuk aplikasi pendingin sekunder reaktor PWR dan ERVCS, dan aplikasi non-nuklir bidang otomotif, lingkungan dan kesehatan, pendinginan gedung, dll.
Tabel 2.2. Daftar harga koesien absorpsi neutron termal beberapa unsur atau senyawa [43]. No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Unsur/ Koesien absorbsi No. Unsur/ Koesien absorbsi Senyawa neutron termal Senyawa neutron termal (barns) (barns) Al Sb Ba Be Bi B Cd C Ce Cr Co Cu Dy Eu Gd Ga O
0,23 5,4 1,2 0,0092 0,033 759 2450 0,0034 0,63 3,1 37,2 3,79 930 4600 49000 2,9 0,00027
18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
D2O H Fe La Pb Mg Mo Ni Nb Si Ta Sn Ti W Y Zn Zr
0,0013 0,332 2,55 9,0 0,17 0,063 2,65 4,43 1,15 0,16 21 0,63 6,1 18,5 1,28 1,10 0,185
21
BAB II
|
KERAMIK
Berikut ini adalah gambaran dari Al2O3 dan ZrO2 yang menjadi keramik utama yang diteliti di PSTNT BATAN sejak 2011.
II.4.1. Keramik Al2O3 Al2O3 (alumina) mempunyai berbagai struktur (polimorp) yaitu (α, χ, η, δ, θ, γ, dan ρ) Al 2O3. Alfa Alumina (α-Al 2O3) disebut juga sebagai korundum adalah alumina yang paling stabil. Alumina alfa mempunyai titik leleh 2054ºC[13]. Keramik alumina mempunyai konduktivitas listrik yang rendah oleh karena itu sering dimanfaatkan untuk isolator listrik. Karena sifat mekaniknya sangat baik keramik Al2O3 sering digunakan untuk bahan struktur. Di antara berbagai keramik, Al2O3 mempunyai konduktivitas termal yang relatif besar yaitu sebesar 35 W/K [55]. Konduktivitas panas yang relatif baik menyebabkan Al2O3 digunakan sebagai keramik substrat elektronik. Konduktivitas termal yang baik juga dibutuhkan untuk aplikasi nanouida. Secara kimia Al 2O3 juga sangat stabil artinya tahan terhadap lingkungannya karena itu sering dipakai untuk bahan tungku bagian dalam dan luar. Al 2O3 umumnya diproduksi dari mineral bauksit dengan proses bayer. Bauksit di Indonesia di antaranya terdapat di Pulau Sulawesi. Koesien absorbsi neutron termalnya yang kecil, bahkan lebih kecil dari air (0,33 barns)[43] yang digunakan sebagai pendingin reaktor PWR dan BWR, menyebabkan Al2O3 dalam ukuran nanometer sangat sesuai untuk nanouida reaktor nuklir. Alumina untuk nanouid aplikasi reactor nuklir harus memiliki kemurnian yang tinggi, terutama tidak boleh mengandung impuritas yang mengganggu ekonomi neutron di dalam reaktor nuklir, menimbulkan masalah radiasi (akibat aktivasi impuritas oleh neutron), dan masalah korosi baik pada bahan bakar maupun pada tangki (vessel). Nanopartikel alumina dapat diproduksi dengan cara kimia seperti solgel, presipitasi dan spray pirolysis. Pada Gambar
22
BAB II
|
KERAMIK
2.6 diperlihatkan struktur alumina alfa. Sementara pada Tabel 2.2 diperlihatkan sifat-sifat keramik Alumina [55].
Gambar 2.6. Struktur Al2O3 alfa [56].
II.4.2. Keramik ZrO2 ZrO2 merupakan keramik polimorp, artinya berstruktur lebih dari satu yaitu monoklinik, tetragonal, dan kubus. Keramik ini mempunyai titik leleh 2677ºC[13]. Keramik ini mempunyai konduktivitas listrik yang lebih rendah dari pada Al 2O3. Sama dengan Al2O3 sering pula dimanfaatkan untuk isolator listrik. Karena sifat mekanik keramik ini sangat baik, keramik ZrO 2 digunakan pula untuk bahan struktur terutama setelah ditambah keramik lain seperti Y2O3, MgO, dan CaO. Dibanding dengan Al2O3, ZrO2 mempunyai konduktivitas termal yang relatif lebih kecil yaitu 2,7 W/m.K [55]. Secara kimia ZrO 2 juga sangat stabil artinya tahan terhadap lingkungannya. Sama seperti 23
BAB II
|
KERAMIK
Al2O3, keramik ZrO2 juga sering dipakai untuk bahan tungku. Seperti juga Al 2O3, karena koesien absorbsi neutron termalnya kecil, lebih kecil dari air (0,33 barns) yang digunakan sebagai pendingin reaktor PWR dan BWR, ZrO 2 dalam ukuran nanometer sangat sesuai untuk nanouida reaktor nuklir. Struktur kristal ZrO 2 diperlihatkan pada Gambar 2.7. Dibanding dengan Al2O3, keramik ZrO2 lebih berat pada volume yang sama. Keramik ZrO 2 biasanya diperoleh dari pasir zirkon (ZrSiO4) yang banyak terdapat di Pulau Bangka dan Belitung, serta Pulau Kalimantan. Nanopartikel ZrO2 dapat diproduksi dengan cara kimia seperti solgel, presipitasi dan spray pirolysis. Tabel 2.3 memperlihatkan sifat-sifat keramik ZrO2 [55].
Gambar 2.7. Struktur kristal ZrO2 [56].
24
BAB II
|
KERAMIK
Tabel 2.3. Sifat-sifat keramik Al2O3 [55]. No.
Sifat
Satuan
Keterangan
Harga
Sifat Fisika 1
Rumus kimia
Al2O3
2
Rapat massa
3
Struktur Kristal
4
Warna
5
Kekerasan
Mohs
69
Kekersan
Knoop(kg/mm)
2000
g/cm3
3,7-3,97 hexagonal Putih/gading
Sifat Mekanik 6
Kekuatan tekan
MPa (Suhu ruang)
2070-2620
7
Kekuatan tarik
MPa (Suhu ruang)
260-300
8
Young Modulus
GPa
393
9
Flexural strength
MPa(Suhu ruang)
310-379
10
Bilangan Poisson
11
Ketangguhan retak
0,27 MPa x m1/2
4,5
∆T (ºC)
200
W/m.K(Suhu ruang)
35
Sifat Panas 12
Thermal shock resistance
13
Konduktivitas panas
14
Koesien ekspansi panas linear
µm/m.K
8,4
15
Panas jenis
Cal/g.ºC
0,21
Sifat Listrik 16
Konstanta dielektrik
1MHz (Suhu ruang)
9,6
17
Kekuatan dielektrik
kV/mm
15
18
Resistivitas listrik
Ohm.m (Suhu ruang)
>1014
25
BAB II
|
KERAMIK
Tabel 2.4. Sifat-sifat Keramik ZrO2 [55]. No.
Sifat
Satuan
Keterangan
Harga
Sifat Fisika 1
Rumus kimia
2
Rapat massa
3
Struktur Kristal
4
Warna
5
Kekerasan
Mohs
6,5
Kekersan
Knoop(kg/mm)
1600
MPa (Suhu ruang)
2500
Sifat Mekanik
ZrO2 g/cm3
6,04 Tetragonal Putih
6
Kekuatan tekan
MPa (Suhu ruang)
2500
7
Kekuatan tarik
MPa (Suhu ruang)
248
8
Young Modulus
Gpa
207
9
Flexural strength
MPa(Suhu ruang)
900
10
Bilangan Poisson
11
Ketangguhan retak
0,32 MPa x m1/2
13,0
∆T (ºC)
280-360
W/m.K(Suhu ruang)
2,7
Sifat Panas 12
Thermal shock resistance
13
Konduktivitas panas
14
Koesien ekspansi panas linear
µm/m.K
11
15
Panas jenis
Cal/g.ºC
0,1
Sifat Listrik 16
Konstanta dielektrik
1MHz (Suhu ruang)
26
17
Kekuatan dielektrik
kV/mm
9,0
18
Resistivitas listrik
Ohm.m (Suhu ruang)
>104
26
BAB III
SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL
III.1. Sintesis nanopartikel/nanopowder Sintesis nanopartikel dapat dilakukan dengan cara kimia dan cara sika. Cara kimia dikenal sebagai metode bottom-up sementara cara sika dikenal sebagai metode top-down.
III.1.1. Cara Kimia
Sintesis cara kimia atau bottom-up banyak sekali jenisnya. Pada buku ini dijelaskan beberapa di antaranya yaitu presipitasi dan kopresipitasi, solgel, spray pyrolysis, dan hidrotermal.
III.1.1.1. Metode presipitasi dan kopresipitasi Proses sintesis ini relatif sederhana menggunakan prekursor bentuk larutan garam logam atau logam hidroksi. Bila larutan prekursor hanya terdiri atas satu jenis, maka prosesnya disebut presipitasi, dan bila larutan prekursornya jamak lebih dari satu jenis, maka prosesnya disebut kopresipitasi. Proses kopresipitasi yang terkenal (klasik) adalah proses yang dilakukan untuk sintesis Fe3O4 nanopartikel untuk ferrouid atau aplikasi biomedis seperti hipertermia untuk terapi kanker dan lain-lain. Sintesis dilakukan dengan memakai FeCl2 dan FeCl3 sebagai precursor. FeCl 2 dapat diganti dengan FeSO4. Dua bagian FeCl3 dalam mol dan satu bagian FeCl2 dalam mol dilarutkan di dalam air. Kemudian NH 4OH
27
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKTERI SASI NANOPARTIKEL
ditambahkan kedalam larutan hingga terjadi pengendapan dengan endapan berwarna hitam pada pH > 8. Endapan Fe 3O4 dikeringkan dan digerus untuk mendapatkan Fe3O4 nanopartikel. Reaksi pembentukan Fe3O4 diperlihatkan pada persamaan (3-1). ....…(3-1) Sintesis Fe3O4 nanopartikel dengan cara presipitasi salah satunya dilakukan dari bahan Fe3O4 yang ukuran partikelnya relatif besar misalnya dalam mikrometer. Partikel dengan ukuran bukan nanometer dilarutkan dengan asam klorida, setelah larut diendapkan lagi dengan menambahkan ammonia hingga pH lebih besar dari 8. Endapan yang diperoleh adalah Fe 3O4 nanopartikel. Contoh Fe3O4 nanopartikel yang diperoleh dengan cara ini adalah yang diperlihatkan pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Serbuk Fe3O4 nanopartikel hasil proses presipitasi (a), dan pola difraksinya (b) [10].
Contoh sintesis kopresipitasi untuk lebih dari satu prekursor adalah sintesis Co1-xZnxFe2O4 berikut ini [57]. Sintesis Co128
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKT ERISASI NANOPARTIKEL
xZnxFe2O4 nanopartikel dilakukan menggunakan prekursor FeCl3.6H2O, CoCl2.6H2O dan ZnCl2. Ketiga prekursor ini dicampur hingga homogen sambil dipanaskan pada suhu 80º C. Kemudian, larutan NaOH (2M) ditambahkan kedalam larutan campuran hingga terjadi pengendapan pada pH sekitar 10. Pemanasan larutan pada suhu 80º C dilanjutkan selama 1 Jam. Pengendapan terjadi sesuai reaksi persamaan (3-2).
...........................................….(3-2) Contoh kopresipitasi lainnya adalah sintesis BaZrO 3 berikut ini. Sejumlah BaCl 2.2H2O dan ZrOCl2.8H2O dilarutkan di dalam 50 ml air. Kemudian larutan campuran tersebut ditambahkan kedalam larutan 100 ml NaOH sambil dipanaskan 80ºC dan diaduk. Endapan yang terbentuk dicuci dan dikeringkan pada suhu 110ºC.
III.1.1.2. Metode solgel Proses solgel adalah proses pembentukan zat anorganik melalui reaksi kimia pada suhu rendah dalam larutan melalui proses perubahan dari sol ke gel. Sol adalah suspensi koloid stabil yang fasa terdispersinya berbentuk padat berukuran sangat kecil partikel atau polimer yang memungkinkan tersuspensi oleh gerak Brown dan fasa pendispersinya adalah cairan. Gel adalah jaringan kontinyu tiga dimensi yang melingkupi fasa cair. Di dalam gel jaringan terbentuk dari aglomerasi partikel koloid. Di dalam gel polimer partikel mempunyai substruktur polimer yang terbuat dari agregat partikel subkoloid. Umumnya partikel sol berinteraksi dengan gaya van der Waals atau ikatan hydrogen. Sebuah gel dapat terbentuk pula dari gabungan rantai polimer. Metode solgel dikembangkan
29
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKTERI SASI NANOPARTIKEL
sejak tahun 1960 an yang tujuan awalnya untuk memenuhi kebutuhan metode sintesis baru di industri nuklir. Pada waktu itu diperlukan sebuah metode yang dapat mengurangi produksi debu, memungkinkan penyinteran pada suhu yang lebih rendah, sekaligus dapat dikendalikan dari jarak jauh ( remote control). Metode solgel dapat digunakan untuk membuat berbagai bentuk produk seperti struktur porus, bers, serbuk, dan lm tipis. Langkah proses solgel dilaksanakan sesuai produk yang akan dibuat. Jika produknya berupa lm tipis ( thin lm), maka prekursor langsung dilapiskan pada substrat, lalu dipanaskan pada suhu tertentu, atau prekursor dihidrolisis dan dipolimerisasi terlebih dahulu menjadi sol, lalu sol dilapiskan pada substrat kemudian dipanaskan pada suhu tertentu. Jika produknya berupa serbuk nanopartikel, maka dapat dilakukan dengan dua jalur. Pertama, sol diendapkan lalu dipanaskan dan hasilnya digerus ( precipitation). Kedua, sol dipanaskan pada suhu rendah hingga menghasilkan gel basah (wet gel), lalu dipanaskan pada suhu lebih tinggi untuk menghasilkan xerogel. Kemudian xerogel dikalsinasi pada suhu tertentu, dan hasilnya digerus. Untuk menghasilkan produk benda padat tertentu, xerogel dapat langsung disinter. Untuk menghasilkan keramik ber , sol dispin lalu dipanaskan. Secara garis besar proses solgel dapat dilihat pada Gambar 3.2.
30
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKT ERISASI NANOPARTIKEL NANOPARTIKEL
Gambar 3.2. Teknologi 3.2. Teknologi solgel dan produknya [58].
Proses solgel dapat dilakukan pada suhu rendah dan produknya mempunyai kehomogenan tingkat molekul (molecular-level (molecular-level homogenity ). ). Prekursor untuk sintesis solgel biasanya dalam bentuk alkosid logam (metal ( metal alkox alkoxides ides)) berbentuk M(OR)z atau garam logam (metal salts) salts) berbentuk di antaranya klorida, oksiklorida, dan nitrat. Dalam proses solgel terdapat beberapa jalur proses di antaranya jalur hidrolisis dan poli kondensasi, dan jalur Pechini. Jika prekursor berbentuk logam alkosid, perubahan bentuk sol menjadi bentuk gel terjadi melalui reaksi hidrolisis dan reaksi kondensasi. Hidrolisis M-O-R + H2O
M-OH + R-OH (hidrolisis) ……...........………......…..(3-3)
Kondensasi M-OH + HO-M
M-O-M + H2O (kondensasi air)……...............…..(3-4)
M-O-R + HO-M
M-O-M + R-OH (kondensasi alkohol)…....…..(3-5)
dengan, (M = Si, S i, Zr, Zr, Ti, dll.).
31
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKTERI SASI NANOPARTIKEL NANOPARTIKEL
Salah satu contoh sintesis dengan cara ini adalah sintesis TiO2 yang dilakukan oleh Simonsen dan Sogaard [59] berikut. Ti-OR + H2O
Ti-OH+ROH
Hidrolisis
Ti-OH + OR-Ti
Ti-O-Ti + ROH
Kondensasi
Ti-OH + HO-Ti
Ti-O-Ti + H2O
Kondensasi
Contoh sintesis lainnya adalah sintesis ZrO 2 yang dilakukan oleh Agoudji dkk. [60] berikut. Zr(OR)3OR+H2O Zr(OR)3OH +ROH
Hidrolisis
Zr(OR)3OH +Zr(OR)3OR
(OR)3Zr-O-Zr(OR)3 +ROH
Kondensasi
(OR)3Zr-O-Zr(OR)3 +H2O
Kondensasi
atau Zr(OR)3OH +Zr(OR)3OH dengan, OR =OC3H7
Diagram alir proses solgel jalur alkosid untuk membuat ZrO 2 nanopartikel dari Agoudji dkk. [60] [6 0] diperlihatkan pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3. Diagram 3.3. Diagram alir sintesis ZrO 2 dengan solgel prekursor alkosida.
32
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKT ERISASI NANOPARTIKEL NANOPARTIKEL
Gambar 3.4. Serbuk 3.4. Serbuk ZrO2 hasil proses solgel sesuai Gambar 3.3.
III.1.1.2.1. Metode Pechini (Pechini Method) Proses solgel Pechini adalah proses solgel yang menggunakan asam sitrat sebagai pengkelatnya. Proses ini dikreasi pertama kali oleh Maggio Pechini pada tahun 1967 [61]. Penggu Penggunaan naan asam sitrat sebagai pengkelat dilakukan karena asam sitrat merupakan agen pengkompleks yang efektif dan relatif murah. Contoh proses solgel Pechini adalah sintesis Al 2O3 nanopartikel berikut ini. Sejumlah AlCl3 dan asam sitrat dilarutkan di dalam air dengan perbandingan mol ion logam dan asam sitrat 1:1. pH larutan diatur hingga pH 5 dengan menambahkan NH4OH. Larutan ini membentuk sol. Skema proses pengkelatan selama proses pembentukan sol diperlihatkan pada Gambar 3.5. Larutan sol yang terbentuk dipanaskan pada suhu 80ºC hingga membentuk gel. Gel dipirolisis pada suhu 200ºC hingga membentuk gel kering. Selanjutnya gel kering ( xerogel xerogel)) dikalsinasi pada suhu 900ºC selama 3 Jam. Serbuk Al 2O3 nanopartikel hasil sintesis yang merupakan γ-Al 2O3 dan pola difraksi sinar sinar-X -X nya diperlihatkan pada Gambar 3.6.
33
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKTERI SASI NANOPARTIKEL
Gambar 3.5. Skema proses pengkelatan selama pembentukan sol untuk sintesis Al 2O3.
Gambar 3.6. Serbuk Al2O3 nanopartikel hasil proses solgel Pechini dikalsinasi pada suhu 900ºC selama 3 jam (kiri) dan pola XRD nya (kanan) [62].
Contoh kedua proses solgel Pechini adalah proses sintesis ferit Cd1-xZnxFe2O4 berikut. Bahan-bahan Fe(NO3)3.9H2O, Zn(NO3)2.6H 2O, Cd(NO3)2.4H 2O, asam sitrat dan etilen glikol dengan perbandingan mol asam sitrat:etilen glikol:ion logam=2:1:1 dilarutkan di dalam air.
34
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKT ERISASI NANOPARTIKEL
Larutan kemudian dipanaskan pada suhu 110ºC di atas sebuah hotplate sambil diaduk dengan pengaduk magnet hingga terbentuk gel. Proses pembakaran kemudian dilakukan pada gel ini pada suhu 700ºC selama 2 jam di dalam tungku mafel. Reaksi redoks selama sintesis mengikuti persamaan (3-6). Proses Pechini di sini merupakan modikasi karena terdapat perbedaan yaitu penambahan etilen glikol. Etilen glikol di sini digunakan sebagai pemercepat proses pembakaran. Selama proses solgel Pechini terjadi proses pembentukan gel seperti skema Gambar 3.7.
(1-x)Cd(NO3)2 + 2Fe(NO3)3 + x Zn(NO3)2
Cd1-xZnxFe2O4 + gas ....( 3-6 )
Gambar 3.7. Skema pembentukan gel selama proses solgel Pechini material Cd1-xZnxFe2O4 [63].
35
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKTERI SASI NANOPARTIKEL
Contoh ketiga proses solgel Pechini adalah sintesis YSZ berikut ini. Sejumlah ZrOCl 2.8H2O (ZOC), yttrium nitrat dan asam sitrat dilarutkan di dalam air dengan perbandingan mol ion logam dan asam sitrat 1:1. pH larutan diatur hingga pH 5 dengan menambahkan NH4OH. Larutan sol yang terbentuk dipanaskan pada suhu 80ºC hingga membentuk gel. Gel dipirolisis pada suhu 200ºC hingga membentuk gel kering. Selanjutnya gel kering ( xerogel) dikalsinasi pada suhu 800ºC selama 3 jam. Gambar visual serbuk YSZ nanopartikel yang terbentuk dan pola d XRD nya diperlihatkan pada Gambar 3.8.
Gambar 3.8. Serbuk YSZ hasil proses Pechini (kiri) dan
pola XRD nya (kanan) [64].
Contoh keempat adalah sintesis LiMn2O4 nanopartikel berikut ini. Sejumlah 0,01 mol Li(CH 3COO)·H2O, 0,02 mol Mn(CH3COO)2.4H2O dilarutkan di dalam air, lalu ditambah larutan 0,03 mol asam sitrat sambil diaduk. Sesudah semua garam larut sempurna, larutan dipanaskan pada suhu 80ºC selama 2 jam. Setelah penguapan pada suhu 80-100ºC, terjadi perubahan sol menjadi gel kental. Gel dipanaskan pada suhu 120ºC selama 3 jam untuk memperoleh gel kering. Gel kering dikalsinasi pada suhu 550ºC selama 3 jam untuk memperoleh serbuk LiMn2O4. Pola difraksi bahan hasil sintesis diperlihatkan pada Gambar 3.9. 36
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKT ERISASI NANOPARTIKEL
Gambar 3.9. Pola difraksi sinar-x serbuk LiMn 2O4 nanopartikel [65].
Contoh kelima adalah sintesis Zn-Ni-Cu Ferrite berikut ini. Proses sintesisnya diperlihatkan pada Gambar 3.10.
Gambar 3.10. Sintesis ferit Zn-Ni-Cu dengan metode solgel Pechini [66].
37
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKTERI SASI NANOPARTIKEL
Terdapat kecenderungan untuk melakukan sintesis nanopartikel yang ramah lingkungan atau dikenal sebagai green synthesis. Proses solgel yang diterangkan sebelum ini menggunakan asam sitrat komersial yang ada di pasaran. Untuk mendapatkan proses solgel yang ramah lingkungan asam sitrat dapat diganti dengan ekstrak buah lemon atau belimbing wuluh. Sintesis ramah lingkungan dengan cara solgel menggunakan citrus aurantifolia dari buahbuahan lokal sebagai pengkelat telah dilakukan oleh Samat dkk., tahun 2013 untuk menghasilkan ZnO nanopartikel dari prekursor Zn asetat.
III.1.1.2.2. Self combustion Proses selfcombustion atau selfcombustion synthesis (SCS) hampir sama dengan proses solgel Pechini namun proses pemanasannya sedikit berbeda. Pada proses Pechini gel dipanaskan di dalam tungku dengan kecepatan tertentu sementara pada SCS, gel dipanaskan secara mendadak dengan pembakaran ( self ignition). Pembakarannya dapat menggunakan tungku atau pemanas terbuka seperti kompor atau api dari arang atau kayu. Ilustrasi prosesnya dapat dilihat pada Gambar 3.11. Pada proses ini diperlukan bahan bakar agar mudah terbakar. Bahan yang digunakan biasanya glycine, hydrazine dan asam sitrat.
Gambar 3.11. Proses selfcombustion [67].
38
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKT ERISASI NANOPARTIKEL
Contoh sintesis dengan metode SCS adalah sintesis serbuk Ni1Fe2+zO4 ukuran nanometer yang dilakukan Sutka [65] berikut ini. z Senyawa Ni(NO3)2.6H2O dan Fe(NO3)3.9H2O dengan perbandingan molar yang sesuai komposisi Ni 1-zFe2+zO4 dilarutkan di dalam air. Asam sitrat ditambahkan kedalam larutan dengan perbandingan molar terhadap senyawa nitrat 1:1. pH larutan diatur menjadi 7 memakai NH4OH. Larutan campuran dipanaskan pada suhu 80ºC hingga membentuk gel kering. Gel kemudian dipanaskan pada suhu 250ºC untuk menimbulkan reaksi selfcombustion dan menghasilkan hasil bakar seperti kertas terbakar yang ringan (disebut juga sebagai as-burnt powder atau loose powder ). Reaksi selfcombustion adalah reaksi oksidasi-reduksi. Di sini ion NO 3- menjadi oksidan atau pengoksidasi dan kelompok hidroksil menjadi reduktan atau pereduksi. Reaksi dapat berlangsung sempurna ketika perbandingan antara oksidan dan reduktan 1:1. Reaksi pembakaran nitrat-sitrat berlangsung sesuai persamaan (3-7) dan pola difraksi serbuk yang dihasilkan diperlihatkan pada Gambar 3.12. Ni(NO3)2 + 2Fe(NO3)3 + 3C6H8O7
NiFe2O4 + 4N2 + 18CO2 + 12 H2O …(3-7)
Gambar 3.12. Pola difraksi (XRD) serbuk Ni1-zFe2+zO4 yang berstruktur kubik spinel. 39
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKTERI SASI NANOPARTIKEL
Contoh lainnya adalah sintesis serbuk LaCo0.6Fe0.4O3 ukuran nanometer berikut ini yang dilakukan oleh Megha, dkk.[69]. Senyawa yang digunakan adalah La(NO3)3.6H2O, Co(NO3)2.6H2O, Fe(NO3)3.9H2O, asam sitrat, etilen glikol (kemurnian 99–99.99%), dan air. Larutan prekursor disiapkan dari logam nitrat, asam sitrat, asam nitrat dan air (bebas ion). Larutan digetarkan dengan gelombang ultrasonik agar larut sempurna. Perbandingan molar antara asam sitrat dan kation logam adalah 2:1. Larutan dipanaskan pada suhu 60ºC sambil diaduk dengan magnetic stirrer . Etilen glikol ditambahkan kedalam larutan dengan perbandingan molar 3:1 terhadap asam sitrat. Larutan kemudian dipanaskan pada suhu 90ºC di atas hot plate, dilanjutkan pada suhu 100ºC hingga membentuk gel. Gel kemudian dipanaskan di dalam hot mantle pada suhu 350ºC. Gel yang dipanaskan mengalami dehidrasi untuk membentuk kompleks polimer diikuti dengan dekomposisi bersamaan dengan proses swelling yang dasyat menghasilkan produk berwarna hitam yang sangat ringan (foamed black product atau loose black product). Produk berwarna hitam yang dihasilkan dikalsinasi pada suhu 500-1000ºC selama 6 Jam. Gambar 3.13 memperlihatkan pola difraksi serbuk LaCo0.6Fe0.4O3 nanopartikel hasil sintesis.
Gambar 3.13. Pola difraksi (XRD) serbuk LaCo0.6Fe0.4O 3 nanopartikel hasil sintesis [69]. 40
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKT ERISASI NANOPARTIKEL
III.1.1.3. Spray Pyrolisis Spray pyrolysis adalah proses aerosol untuk mengatomisasi larutan membentuk droplet dan memanaskan droplet tersebut untuk menghasilkan partikel padat. Proses ini relatif sederhana, reprodusibel, ukuran partikel mudah untuk dikontrol, dan murah. Secara skematis proses spray pyrolysis diperlihatkan pada Gambar 3.14. Larutan awal diatomisasi, lalu ditiup dengan gas ke dalam tungku. Di dalam tungku droplet yang terbentuk dipanaskan hingga berubah menjadi serbuk/partikel oksida (mengalami oksidasi) dan ditampung di presipitator. Karakteristik hasil sintesis dipengaruhi oleh beberapa parameter di antaranya konsentrasi material awal, suhu, dan tekanan saat atomisasi.
Gambar 3.14. Skema proses spray pyrolysis [70].
Contoh sintesis dengan spray pyrolysis adalah proses sintesis ZnO nanopartikel berikut ini yang dilakukan oleh Reza dkk.[71]. Seng asetat dehidrat (Zn(CH3COO)2.2H2O) dengan kemurnian 99.5% dijadikan prekursor. Larutan prekursor disiapkan dari zat tersebut dan aquades. Beberapa tetes asam cuka ditambahkan kedalam 41
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKTERI SASI NANOPARTIKEL
larutan untuk menyetabilkan larutan sol yang terbentuk. Untuk mendapatkan konsentrasi optimal dilakukan variasi konsentrasi sebesar 5, 15, 20 dan 25% berat. Udara kering digunakan sebagai pembawa larutan prekursor ke nebulizer dan juga menyuplai tekanan yang diperlukan untuk mengatomisasi larutan. Larutan prekursor dialirkan ke nebulizer, diatomisasi dengan tekanan 7 bar, dan dikirimkan ke tungku dengan suhu kerja 1200ºC, hasilnya ditampung di presipitator. Seng asetat yang tidak bereaksi dibersihkan dengan cara mencuci nanopartikel menggunakan air. Pola difraksi sinar-X nanopartikel yang dihasilkan diperlihatkan pada Gambar 3.15.
Gambar 3.15. Pola difraksi ZnO nanopartikel hasil sintesis [71].
a. ZnO 5%, b. ZnO 15%, c. ZnO 20%, d. ZnO 25%, e. ZnO 20%(a), dan f. ZnO 20%(b).
III.1.1.4. Metode Hidrotermal
Sintesis hidrotermal secara umum didenisikan sebagai sintesis kristal atau pertumbuhan kristal di bawah suhu dan tekanan tinggi air, dari zat-zat yang tidak dapat larut pada suhu dan tekanan biasa (<100ºC, <1 atm) [72]. Proses reaksi selama proses hidrotermal berlangsung di dalam otoklaf. Untuk skala laboratorium, otoklaf yang
42
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKT ERISASI NANOPARTIKEL
biasa digunakan adalah otoklaf seperti terlihat pada Gambar 3.16. Proses sintesis hidrotermal adalah sintesis yang sederhana dan ramah lingkungan. Suhu proses relatif rendah. Prekursor yang digunakan biasanya berupa garam logam yang banyak tersedia di pasaran. Seiring dengan perkembangan teknologi, proses hidrotermal juga berkembang dengan modikasi-modikasi sehingga muncul sintesis yang dikenal sebagai microwave hydrothermal synthesis, ultrasonichydrothermal synthesis, electrochemical-hydrothermal synthesis, dan mechano-chemical hydrothermal synthesis. Tekanan yang timbul di dalam sebuah otoklaf dipengaruhi oleh volume air dan prekursor atau ruang kosong yang tersisa. Gambar 3.17 memperlihatkan tekanan di dalam otoklaf sebagai fungsi suhu dan volume ruang otoklaf yang terisi. Sebagai contoh sesuai Gambar 3.18, jika sebuah otoklaf terisi 70% dari volume total, maka pada suhu 400ºC akan memiliki tekanan sekitar 900 bar.
Untuk kemudahan reaksi, biasanya ditambahkan pula mineralizer yang mempermudah kristalisasi tetapi tidak ikut serta dalam reaksi. Dengan mineralizer kepolaran pelarut ditingkatkan sehingga kelarutan suatu zat terlarut dapat ditingkatkan. Zat yang biasa digunakan adalah zat hidroksida seperti NaOH dan KOH.
a
b
Gambar 3.16. Otoklaf untuk sintesis metode hidrotermal [73]. a. Bentuk utuh, b. Bentuk parsialnya.
43
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKTERI SASI NANOPARTIKEL
Gambar 3.17. Tekanan otoklaf pada berbagai suhu dan fraksi ruang otoklaf yang terisi [74].
Salah satu sintesis Al2O3 yang sangat esien dengan metode hidrotermal adalah sintesis yang dilakukan oleh Shah dkk. berikut [75]. Pada sebuah percobaan, 5 mg serbuk Al dicampurkan dengan air sebanyak 10 ml, lalu digetarkan dengan gelombang ultrasonik selama 20 menit. Suspensi kemudian dipanaskan di dalam otoklaf pada suhu 50-200oC selama 12-24 jam. Al2O3 nanopartikel yang dihasilkan berbentuk rod (nanorod ). Pada proses ini tidak diperlukan katalisator seperti NaOH atau KOH. Contoh Al2O3 nanorod hasil pemanasan pada suhu 150ºC selama 12 jam diperlihatkan pada Gambar 3.18.
Gambar 3.18. Al2O3 nanorod hasil hidrotermal pada suhu 150ºC selama
12 jam dipotret dengan FESEM [76].
44
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKT ERISASI NANOPARTIKEL
Proses hidrotermal juga dapat digunakan untuk memproduksi nanopartikel (ukuran nanometer) dari material bukan nanopartikel (ukuran mikrometer). Usaha untuk membuat ZrO 2 nanopartikel dari ZrO2 bukan nanopartikel telah dilakukan oleh Behbahani dkk. [73]. Proses yang dilakukan mereka adalah sebagai berikut. 0,085 g serbuk ZrO2 komersial dicampur dengan 75 ml larutan NaOH 10M. Campuran diaduk dengan pengaduk magnet selama 3 jam dengan kecepatan 850 rpm. Campuran yang telah diaduk ditempatkan di dalam otoklaf volume 100 ml, lalu dipanaskan pada suhu 150ºC selama 85 jam. Serbuk ZrO 2 yang dihasilkan berukuran puluhan nanometer seperti diperlihatkan pada Gambar 3.19 sementara serbuk ZrO2 sebelum proses hidrotermal berukuran ratusan nanometer seperti diperlihatkan pada Gambar 3.20. Mekanisme proses perubahan ukuran partikel terjadi melalui reaksi ZrO 2 dengan NaOH pekat yang menyebabkan sebagian ikatan Zr-O-Zr putus dan membentuk kompleks. Kompleks kemudian berubah menjadi partikel ZrO2 ukuran nanometer.
Gambar 3.19. Serbuk ZrO2 awal sebelum proses hidrotermal [76].
45
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKTERI SASI NANOPARTIKEL
Gambar 3.20. Serbuk ZrO2 setelah proses hidrotermal [76].
Contoh sintesis dengan hidrotermal lainnya adalah sintesis bahan apatit sebagai berikut [77]. La2O3 dan Na2SiO3 dengan jumlah sesuai dengan perbandingan stokiometris material yang akan disintesis, dicampur hingga homogen kemudian dicampurkan ke dalam larutan NaOH 3 M sebagai mineraliser dan dipanaskan pada suhu 240ºC selama 3-4 hari. Produk yang terbentuk kemudian dicuci dengan aqua DM lalu dikeringkan melalui pemanasan pada suhu 120ºC. Pola difraksi serbuk hasil sintesis diperlihatkan pada Gambar 3.21.
Gambar 3.21. Pola difraksi La9,33Si6O26 hasil sintesis metode hidrotermal
pada suhu 240ºC selama 72 jam, dikeringkan dan dipanaskan (a) 120ºC selama 24 jam, (b) 1100ºC selama 17 jam, dan (c) 1600ºC selama 3 jam [77]. 46
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKT ERISASI NANOPARTIKEL
III.1.1.5. Sintesis Grat Oksida dan Grafen Pada buku ini nanomaterial yang banyak dibahas adalah nanomaterial dari bahan keramik. Meskipun bukan keramik, grat oksida (GO) dan grafen merupakan material penting yang dapat pula dimanfaatkan untuk nanouida. Grafen merupakan keluarga karbon yang mempunyai koesien absorpsi neutron termal yang sangat kecil [43]. Sejak ditemukan pada tahun 2004 oleh Andre K. Geim dan Konstantin S. Novoselov dari Universitas Manchester, UK [78] grafen telah diteliti secara luas di seluruh dunia. Grafen adalah lapisan tunggal karbon dua dimensi (2D) yang tersusun dalam bentuk kisi heksagonal dengan jarak karbon-karbon 0,142nm [81]. Material ini sangat menarik baik untuk studi fundamental maupun untuk aplikasi masa depan karena memiliki karakteristik yang unik. Ilustrasi grafen dan bahan karbon lainnya diperlihatkan pada Gambar 3.22 [78]. Grafen merupakan bahan pembentuk (dasar) dari bahan karbon lainnya seperti fulerence (0D), SWCNT (Single Wall Carbon Nanotube) (1D), DWCNT (Double Wall Carbon Nanotube) (1D), MWCNT (Multi Wall Carbon Nanotube ) (1D), dan grat (3D).
Gambar 3.22. Grafen dan bahan karbon lainnya [79]. 47
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKTERI SASI NANOPARTIKEL
GO adalah senyawa yang mempunyai struktur lapisan seperti grat tetapi beberapa karbonnya mengandung karbon, oksigen dan hidrogen [80]. GO berupa padatan berwarna kekuningan. GO dan grafen dapat dihasilkan dengan berbagai cara namun cara yang terkenal untuk memperoleh grat oksida dengan skala besar adalah metode Hummer [80]. Grafen dapat dibuat dari GO yang diperoleh dengan metode Hummer.
Gambar 3.23. Bentuk idealisasi grat oksida [81].
III.1.1.5.1. Sintesis Grafen Oksida (GO) Proses sintesis GO berikut ini menggunakan metode Hummer. Pada sebuah contoh sintesis GO proses dilakukan sebagai berikut [82]. Proses sintesis dimulai dengan stirring 2 gram serbuk grat dan 4 gram NaNO 3 dengan 98 ml H 2SO4 98% selama 4 jam dengan kecepatan tinggi di dalam ice bath dengan suhu 0ºC. Setelah proses stirring berjalan selama 1 jam, 8 gram KMnO4 dan 4 gram NaNO 3 mulai ditambahkan sedikit demi sedikit dan bertahap larutan akan berubah warna menjadi hitam kehijauan selama proses penambahan zat tersebut. 48
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKT ERISASI NANOPARTIKEL
Setelah proses Hummer selesai dilakukan, dilanjutkan dengan proses pengadukan pada suhu 35ºC selama 24 jam. Larutan yang awalnya berwarna hijau keunguan akan perlahan berubah menjadi coklat muda dan lebih kental. 200 ml aquades ditambahkan secara bertahap kedalam larutan tersebut dan diaduk kurang lebih selama 1 jam atau sampai larutan tersebut homogen. Dengan penambahan 200 ml aquades tersebut, larutan akan berubah menjadi coklat tua. Setelah larutan homogen, ditambahkan 15 ml hidrogen peroksida (H2O2) secara bertahap. Larutan akan berubah warna dari coklat tua menjadi kuning keemasan. Setelah itu, fasa padat dan cair dari larutan tadi dipisahkan. Pemisahan dipercepat dengan menggunakan centrifuge 2000 rpm selama kurang lebih 1 jam. Fasa padat yang sudah terpisah dari fasa cair, dicuci menggunakan 10 ml HCl 35% dan aquades beberapa kali sampai pH larutan netral. Larutan grat oksida dititrasi menggunakan BaCl2 0.1 M untuk melihat apakah ion SO4- masih ada di dalam larutan atau tidak. Ketika pH larutan netral dan tidak ada lagi SO4-, maka dilakukan proses pengeringan pada grat oksida pada suhu 110ºC selama 12 jam.
III.1.1.5.2. Sintesis Grafen
Proses sintesis grafen berikut ini merupakan contoh proses yang diambil dari literatur [82]. Proses sintesis grafen diawali dengan pelarutan 40 mg grat oksida dengan 40 ml aquades. Proses pengadukan dilakukan sampai larutan grat oksida menjadi homogen. Setelah itu grat oksida yang sudah terlarut dalam aquades digetarkan dengan gelombang ultrasonik yang berfungsi untuk mengelupas (exfoliate) grat oksida menjadi lembaran-lembaran kecil grafen oksida. Proses ultrasonikasi dilakukan menggunakan gelombang ultrasonik dengan frekuensi lebih dari 20.000 Hz selama 120 menit. Proses reduksi dilakukan dengan cara menambahkan
49
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKTERI SASI NANOPARTIKEL
10 ml HCl 35% yang berfungsi untuk membuat larutan menjadi asam karena proses reduksi berlangsung pada suasana asam, dengan menambahkan 0,8 gram, 1,6 gram, dan 2,4 gram serbuk Zn sebagai pereduksi kedalam 40 ml larutan grat oksida. Reaksi reduksi berlangsung dalam kondisi diam agar proses reaksi reduksi berlangsung maksimal. Setelah proses reduksi selesai, larutan diaduk dengan magnetic stirrer selama 1 jam agar larutan menjadi homogen dan setelah itu ditambahkan lagi 10 ml HCl 35% yang berfungsi menghilangkan sisa-sisa seng ( zinc) yang tidak bereaksi di dalam larutan. Setelah itu dilakukan proses pencucian secara berulang kali dengan aquades sampai pH netral dan tidak ada lagi seng. Contoh serbuk grafen diperlihatkan pada Gambar 3.24
Gambar 3.24. Contoh grafen [83].
50
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKT ERISASI NANOPARTIKEL
III.1.2. Cara Fisika III.1.2.1. High Energy Milling (HEM)
Sintesis nanopartikel dalam bentuk serbuk dengan cara sika di antaranya dilakukan dengan metode High Energy Milling (HEM). Sintesis dengan cara sika tersebut masuk kedalam metode sintesis Top-down. Dengan cara ini biasanya partikel berukuran besar (dalam mikron) digerus (proses milling) dengan HEM hingga berukuran nanometer. Bahan yang ukuran partikelnya akan diperkecil dimasukkan kedalam vial (biasanya berbentuk silinder) bersamaan dengan bola-bola terbuat dari bahan logam atau keramik. Vial kemudian dikocok atau diputar dengan kecepatan tinggi menggunakan alat HEM. Alat HEM dapat juga dimanfaatkan untuk pembuatan paduan (Alloy) dalam hal ini proses milling disebut Mechanical Alloying (MA). Sintesis material secara reaksi zat padat pada suhu ruang melalui proses milling energi tinggi disebut juga sebagai Mechanochemical Alloying. Sedangkan milling untuk memperkecil ukuran partikel lebih sesuai disebut sebagai Mechanical Milling (MM). Faktor yang mempengaruhi karakteristik serbuk yang dihasilkan adalah kecepatan milling, waktu milling, perbandingan massa antara bola-bola penggerus dan serbuk umpan (BPR=Ball to powder weight ratio), dan proporsi pengisian ruang di dalam vial. Kecepatan milling sangat berpengaruh terhadap hasil akhir proses milling, tetapi berbeda-beda sesuai jenis alat milling. Di atas kecepatan tertentu bola-bola penggiling justru tidak mempunyai efek terhadap proses milling serbuk. Di bawah kecepatan ini peningkatan kecepatan akan meningkatkan efektivitas efek bola-bola penggiling terhadap proses milling. Waktu milling juga berpengaruh dalam proses milling. Namun waktu milling yang lama dapat meningkatkan tingkat kontaminasi.
51
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKTERI SASI NANOPARTIKEL
Perbandingan massa antara bola-bola penggerus dan bahan yang akan digerus (umpan) dapat bervariasi sesuai kebutuhan. Beberapa penelitian menggunakan BPR sebesar 5:1 [84], 10;1 [85], 35:1 [86], dan 40:1 [87]. Umumnya sintesis dengan HEM menggunakan BPR 10:1. Untuk sintesis dengan milling skala besar menggunakan attritor biasanya memakai BPR yang besar misalnya 50:1 atau 100:1. Parameter penting lain selain waktu dan kecepatan milling serta BPR adalah proporsi ruang yang boleh diisi oleh serbuk yang akan digerus dengan alat ball mill dan bola-bola penggiling/ penggerus. Diperlukan ruang yang cukup agar serbuk dan bolabola untuk bergerak. Proporsi ruang untuk serbuk dan bola-bola, dan ruang kosong berbeda-beda tergantung jenis alat millingnya. Umumnya ruang yang terisi adalah 50% dari volume ruang total, tetapi untuk jenis attritor ruang kosong adalah 20-30%. Contoh alat HEM jenis shaker dapat dilihat pada Gambar 3.25a, dan contoh vial tempat penggerusan dapat dilihat pada Gambar 3.25b. Contoh alat HEM bentuk attritor diperlihatkan pada Gambar 3.26. Untuk menghindari oksidasi biasanya vial diisi gas inert seperti He atau Ar, atau divakum. Kelemahan proses sintesis nanopartikel dengan HEM adalah kemungkinan kontaminasi dari bola-bola penggerusnya, dan ukuran partikel yang dihasilkan tidak uniform ( polydispersed ).
Prinsip proses penghancuran bahan dengan HEM diperlihatkan pada Gambar 3.27. Selama proses milling, vial akan berputar ke satu arah sementara itu bola-bola penggiling akan berputar mengikuti arah gerak vial, kemudian pada posisi tertentu bola akan jatuh menimpa/menumbuk serbuk. Partikel serbuk yang tertumbuk secara terus menerus akan pecah dan terbelah menjadi partikel yang lebih kecil. Ukuran partikel yang digerus dengan alat ball mill akan mengecil sesuai lamanya waktu milling. Makin besar waktu milling, makin kecil ukuran partikel yang digerus dengan alat ball mill, namun perubahan ukuran partikel tidak linear (eksponensial)
52
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKT ERISASI NANOPARTIKEL
terhadap perubahan waktu milling seperti diperlihatkan pada Gambar 3.28. Untuk waktu milling tertentu, ukuran partikel produk, ditentukan oleh ukuran partikel umpan.
Gambar 3.25. Sebuah alat HEM jenis shaker (a) dan vial tempat penggerusan (b) [88].
Gambar 3.26. Sebuah alat HEM jenis attritor, a. Gambar alat, dan b. Skema sistem attritor [88].
53
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKTERI SASI NANOPARTIKEL NANOPARTIKEL
Gambar 3.27. Prinsip kerja HEM [89].
Gambar 3.28. Data 3.28. Data hubungan antara ukuran partikel TiB2 dan waktu milling sintesis milling sintesis dengan memakai alat attritor [88]. [88].
54
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKT ERISASI NANOPARTIKEL NANOPARTIKEL
III.2. Karakterisasi Nanopartikel III.2.1. Difraksi sinar-X (X-ray Diffraction, XRD ) XRD )
Difraksi sinar-X merupakan peristiwa sika ketika sinar-X yang jatuh mengenai kristal bahan tertentu dihamburkan oleh kristal tersebut. Sinar Sinar-X -X yang dihamburkan oleh kristal ada yang saling menguatkan (menghasilkan puncak) dan ada yang saling melemahkan (tidak menghasilkan puncak). Pola yang demikian disebut difraksi. Ilustrasi peristiwa gelombang datang yang saling menguatkan dan saling melemahkan dapat dilihat pada Gambar 3.29. Difraksi terjadi ketika gelombang elektromagnetik mengenai bahan dengan struktur yang periodik. Jarak yang berulang dalam struktur periodik tersebut harus sekitar panjang gelombang elektromagnetik yang berinteraksi. Sinar-X mempunyai panjang gelombang yang berdekatan dengan jarak antar atom di dalam kristal. Ilustrasi peristiwa difraksi sinar sinar-X -X pada kristal diperlihatkan pada Gambar 3.39.
Gambar 3.29. Ilustrasi 3.29. Ilustrasi peristiwa saling menguatkan dan melemahkan gelombang yang didifraksi.
55
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKTERI SASI NANOPARTIKEL NANOPARTIKEL
Hubungan antara sudut difraksi sinar-X dan panjang gelombangnya pertama kali ditemukan oleh Sir W. Lawrence Bragg. Hubungan tersebut dikenal dengan hukum Bragg [13]. Dari Gambar 3.30, persamaan Bragg persamaan (3-8) dapat diturunkan.
Gambar 3.30. Difraksi sinar-X pada kristal.
Selisih antara panjang lintasan sinar 1 dan panjang lintasan . Untuk menimbulkan difraksi yang saling sinar 2 = 2a = menguatkan perbedaan panjang lintasan tersebut harus sama dengan kelipatan kelipatan dari λ ditulis d itulis nλ. Sehingga persamaan Bragg dapat ditulis sebagai berikut: …………………………..(3-8) Dengan, λ = panjang gelombang sinar-X
θ = sudut difraksi n
= bilangan yang mewakili orde puncak difraksi
d = jarak antar bidang
56
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKT ERISASI NANOPARTIKEL
Sinar-X yang digunakan adalah sinar-X karakteristik yaitu sinar-X yang berasal dari tumbukan elektron atau gelombang elektromagnetik dengan atom yang diilustrasikan pada Gambar 3.31. Gelombang elektromagnetik atau elektron yang menumbuk elektron di sebuah kulit di dalam sebuah atom (misalnya di kulit K) menyebabkan elektron di kulit tersebut tereksitasi. Bila elektron dari kulit L mengisi tempat dikulit K yang ditinggalkan, energi akan terlepas dalam bentuk sinar-X. Sinar-X ini disebut sinar-X karakteristik Kα. Jika yang mengisi kekosongan di kulit K adalah elektron dari kulit M, maka sinar-X yang dihasilkan adalah sinar-X karakteristik Kβ. Jika dilihat lebih teliti sebenarnya sinar-X karakteristik Kα dari kulit K terdiri dari dua jenis sinar seperti diperlihatkan oleh Gambar 3.32 yaitu Kα1 dan Kα2. Kα1 adalah sinar-X karakteristik yang dihasilkan dari eksitasi elektron dari kulit L3 dan sinar-X karakteristik Kα2 adalah sinar-X karakteristik yang dihasilkan dari eksitasi elektron dari kulit L2. Energi dari kedua sinar-X ini hampir sama.
Gambar 3.31. Ilustrasi produksi sinar-X dari sebuah atom.
57
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKTERI SASI NANOPARTIKEL
Gambar 3.32. Proses terjadinya sinar-X karakteristik.
Difraksi sinar-X juga dapat digunakan untuk menghitung ukuran kristalit (crystallite size) dengan menggunakan persamaan Debye Scherrer (3-9). Persamaan ini juga dapat digunakan untuk memprediksi ukuran partikel dari partikel berukuran nanometer (nanopartikel) khususnya yang berukuran < 50 nm. Puncak-puncak difraksi pada pola difraksi nanopartikel berukuran besar atau lebar (gemuk). Persamaan Debye Scherrer ditulis sebagai berikut [90]: L
=
0,9λ
B cos θ
…………............……………………….........………………………………………(3-9)
dengan, L = ukuran partikel, B adalah lebar setengah puncak (FWHM=Full Width at Half Maximum) dalam radian, λ adalah panjang gelombang sinar-X, dan θ adalah sudut difraksi (setengah dari sudut Brag 2θ). Persamaan ini berlaku untuk partikel berbentuk bulat (spherical).
58
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKT ERISASI NANOPARTIKEL
Sebagai contoh, berikut dilakukan penentuan ukuran partikel dari pola difraksi Gambar 3.33. Dari Gambar 3.33 diketahui FWHM adalah 1,1 derajat atau 0,19 radian, dan sudut θ adalah setengah dari sudut 2θ = 50,4 derajat = 25,2 derajat atau 0,44 radian. Harga cos θ adalah 0,905 dan harga λ adalah 0,15406 nm. Dengan memasukkan harga-harga ini kedalam persamaan (3-9) diperoleh L atau ukuran partikel sebesar 8 nm. Agar lebih akurat kurva puncak sebaiknya dit terlebih dahulu menggunakan software, misalnya origin.
Gambar 3.33. Contoh puncak pola difraksi.
III.2.2. Scanning Electron Microscope (SEM) Scanning Electron Microscope (SEM) pada dasarnya adalah sebuah alat untuk melihat struktur mikro atau morfologi dan untuk mengetahui kandungan unsur bahan dengan menggunakan berkas elektron sebagai “sinar”. Sebagai alat untuk mengamati benda, prinsip alat ini seperti mikroskop optik. Adanya SEM justru untuk melengkapi mikroskop optik yang tidak mampu melihat benda yang sangat kecil. Foto sebuah SEM dapat dilihat pada Gambar 3.34.
59
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKTERI SASI NANOPARTIKEL
Dengan menggunakan Gambar 3.35 sebagai penuntun, secara garis besar cara kerja sebuah SEM adalah sebagai berikut, elektron yang dihasilkan electron gun yang dipercepat oleh tegangan tinggi antara anode dan katode akan menumbuk sampel. Elektron difokuskan menggunakan lensa magnetik dan dipindai (scanned ) menggunakan koil pemindai (scanning coils). Elektron yang menumbuk sampel menghasilkan elektron SE (Secondary electron), elektron ini ditangkap oleh detektor SE dan diteruskan ke layar CRT atau TV. Juga elektron yang menumbuk sampel menghasilkan elektron BSE yang ditangkap dengan detektor BSE dan diteruskan ke CRT atau TV. Selain dihasilkan elektron untuk melihat, dari tumbukan elektron pada sampel juga menghasilkan sinar-X karakteristik yang ditangkap oleh detektor EDX atau WDX untuk mengetahui kandungan unsur di dalam sampel.
Gambar 3.34. Contoh sebuah SEM [91].
60
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKT ERISASI NANOPARTIKEL
Gambar 3.35. Skema prinsip kerja SEM [92].
III.2.2.1. Daya pisah dan perbesaran Kemampuan untuk “melihat” yang dimiliki sebuah mikroskop bergantung pada daya pisahnya dan daya pisah bergantung pada panjang gelombang (λ). Daya pisah adalah jarak minimum dua titik yang dapat dibedakan sebagai dua titik berbeda dan terpisah. Daya pisah merupakan ukuran kejelasan citra dan berhubungan dengan panjang gelombang sinar yang digunakan. Panjang gelombang sinar tampak yang besar membuat kemampuan mikroskop optik untuk membedakan dua titik menjadi kecil. Artinya, perbesaran mikroskop optik kecil. Daya pisah secara matematis diperlihatkan pada persamaan (3-19). Seperti terlihat pada persamaan 3-19, makin besar panjang gelombang makin besar D yang artinya jarak dua titik 61
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKTERI SASI NANOPARTIKEL
yang dapat dibedakan makin besar. ………………………………...............................……………….(3-19)
dengan, D=daya pisah, λ=panjang gelombang, β adalah ½ sudut buka lensa objektif, dan n adalah indeks bias. SEM memiliki sinar elektron yang panjang gelombangnya dapat diatur. Pengaturan panjang gelombang dilakukan dengan mengatur tegangan tinggi antara anode dan katode pada tabung penghasil elektron (V) dan menggunakan persamaan De Broglie. Kecepatan elektron berkaitan dengan panjang gelombang, hubungan antara kecepatan elektron dan tegangan tinggi diperlihatkan oleh persamaan (3-20). …………………………………………........…………………….(3-20)
dengan, m adalah massa elektron, v adalah kecepatan elektron, e adalah muatan elektron, dan V tegangan tinggi pada tabung penghasil elektron. Dengan menggunakan persamaan De Broglie, diperoleh hubungan antara panjang gelombang dan kecepatan elektron seperti persamaan (3-21). ..........………………………………………….………………………(3-21) dengan, h adalah konstanta Plank = 6x10-34 J s. Dengan memasukkan persamaan (3-20) ke persamaan (3-21), diperoleh persamaan (3-22) berikut. …………………........…………………………………………..(3-22)
62
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKT ERISASI NANOPARTIKEL
Dengan demikian, daya pisah sebagai fungsi tegangan SEM dapat ditulis menjadi persamaan (3-23) berikut: ………………………………….......…………………(3-23) Terlihat dari persamaan (3-23), makin besar tegangan tinggi SEM, makin kecil D yang artinya jarak antar dua titik yang masih dapat dibedakan makin kecil. Dengan kata lain mikroskop makin teliti. Di ruang vakum n=1, untuk sudut kecil sin β = β.
Untuk melihat benda, elektron yang digunakan adalah elektron sekunder (SE, secondary electron) dan elektron hamburan balik (BSE, backscattered electron). Kedalaman tempat elektron sekunder dihasilkan lebih dangkal dari pada kedalaman tempat elektron BSE dihasilkan, tetapi lebih dalam dari pada kedalaman tempat elektron auger dihasilkan seperti dapat dilihat pada Gambar 3.36. Di dalam SEM terdapat masing-masing detektor untuk menangkap elektron SE dan elektron BSE. Elektron SE digunakan untuk melihat topogra/morfologi sampel/objek. Sementara elektron BSE digunakan untuk melihat kontras atau fase tertentu di dalam sampel. Elektron BSE memberikan citra warna terang dan gelap berdasarkan berat atom unsur pada sampel. Citra terang berasal dari unsur dengan berat atom besar dan citra gelap berasal dari unsur dengan berat atom kecil. Contoh foto sampel yang dihasilkan menggunakan elektron SE dan BSE untuk sampel yang sama diperlihatkan pada Gambar 3.37.
63
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKTERI SASI NANOPARTIKEL
Gambar 3.36. Interaksi antara elektron dan bahan.
Gambar 3.37. Contoh foto sampel dipotret menggunakan elektron BSE (kiri) dan SE (kanan) [93].
64
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKT ERISASI NANOPARTIKEL
III.2.2.2. Analisis unsur Selain untuk melihat, SEM juga berfungsi sebagai alat untuk mengetahui kandungan unsur di dalam bahan. Prinsipnya dengan memanfaatkan sinar-X karakteristik yang dihasilkan sampel atau objek yang terkena oleh tumbukan elektron (Lihat Gambar 3.46). Informasi kandungan unsur dapat diperoleh melalui dari energi atau panjang gelombang sinar-X yang dipancarkan. Jika menggunakan energi sinar-X untuk mendeteksi unsur, maka teknik untuk mendeteksinya disebut EDS (Energy Dispersive Spectroscopy ) atau EDX (Energy Dispersive X-ray Spectroscopy ) dan jika panjang gelombang sebagai dasar untuk medeteksi unsur, maka teknik untuk mendeteksinya disebut WDS (Wavelength Dispersive Spectroscopy ) atau WDX (Wavelength X-ray Dispersive Spectrosopy). Contoh hasil analisis EDX pada luasan tertentu pada sebuah sampel diperlihatkan pada Gambar 3.38. Sementara itu untuk contoh hasil analisis EDX pada dua titik berbeda pada sebuah sampel diperlihatkan pada Gambar 3.39.
Fasilitas EDX pada SEM juga dapat digunakan untuk mengetahui lokasi berbagai unsur di dalam sebuah sampel (peta unsur). Teknik untuk itu disebut mapping atau tepatnya X-ray mapping. Mapping dapat digunakan untuk mengetahui distribusi unsur tertentu yang didopingkan kedalam material tertetntu. Juga cara ini dapat digunakan untuk mengetahui apakah sebuah larutan padat sudah terbentuk sempurna atau belum. Sebuah contoh hasil analisis EDX dengan mapping diperlihatkan pada Gambar 3.40.
65
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKTERI SASI NANOPARTIKEL
Gambar 3.38. Contoh hasil analisis sampel Al2O3 dengan EDX [94] .
66
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKT ERISASI NANOPARTIKEL
Gambar 3.39. Contoh hasil analisis sampel dengan EDX di dua titik [95].
67
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKTERI SASI NANOPARTIKEL
Gambar 3.40. Contoh hasil analisis EDX mode mapping. [96].
Sebagai dasar analisis mapping, digunakan citra SEM yang diambil dengan menggunakan elektron BSE (di sini gambar sampel dengan kode Grey). Sesuai contoh Gambar 3.40, mapping dilakukan untuk unsur C, O, Na, Mg, Al, Si, K, Ca, Fe, dan Zr. Hasil mapping C memperlihatkan kadar C yang rendah dan tersebar diseluruh bagian sampel. Hasil mapping O, memperlihatkan kadar O yang tinggi dan tersebar di seluruh bagian sampel, namun di bagian bawah (daerah terang pada Gambar kode grey) kadarnya sedikit lebih rendah. 68
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKT ERISASI NANOPARTIKEL
Adanya O pada sampel ini memperlihatkan kemungkinan sampel merupakan keramik. Hasil mapping Na meperlihatkan kadar yang rendah dan tersebar di seluruh bagian sampel. Hasil mapping Mg memperlihatkan kadar yang tinggi dan menumpuk di suatu lokasi di bagian kiri, di bagian daerah terang gambar kode grey kadarnya sedikit lebih rendah. Hasil mapping Al sama dengan hasil mapping Mg, memperlihatkan lokasi yang sama. Hasil mapping Si berlawanan dengan hasil mapping Mg dan Al. Hasil mapping K sama dengan hasil mapping C. Hasil analisis mapping Ca sama dengan hasil mapping Mg dan Al. Hasil mapping Fe sama dengan hasil mapping Mg. Hasil mapping Zr sangat khas berbeda dengan lainnya. Tampak Zr berkumpul hampir seluruhnya di daerah warna terang gambar kode grey . Bagian gambar warna terang di gambar kode grey adalah inklusi yang mengandung banyak Zr. Sampel kemungkinan besar merupakan keramik yang mengandung Mg, Si, Al, Ca, Fe, dan inklusi atau bagian yang tidak larut ZrO 2.
III.2.2.3. FE-SEM Field Emission SEM (FE-SEM) adalah hasil pengembangan SEM konvensional. Perbedaannya terletak pada sumber elektronnya. Sumber elektron FE-SEM jauh lebih kecil dari pada sumber elektron SEM konvensional karena bantuan medan listrik. Penghasil elektron FE-SEM (eld emission gun) dapat memancarkan elektron 1000 kali lebih banyak dari pada sumber elektron wolfram (Tungsten) pada SEM [91]. Selain itu pada FE-SEM energi elektronnya lebih besar dan charging jauh lebih sedikit sehingga FE-SEM menghasilkan gambar yang lebih jelas ( clear ) dengan resolusi spasial yang jauh lebih baik dari pada resolusi spasial SEM konvensional. Sebagai contoh, untuk arus berkas (beam current ) 0,1 nA, spot size sebuah SEM pada tegangan 20 KV sekitar 30 nm, sementara spot size sebuah FE-SEM
69
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKTERI SASI NANOPARTIKEL
untuk tegangan yang sama hanya 2,7 nm [97]. Contoh foto yang diambil dengan FE-SEM dapat dilihat pada Gambar 3.41.
Gambar 3.41. Contoh foto FE-SEM dari sampel Y 3Al5O12 (YAG) yang disinter dengan Spark Plasma Sintering (SPS) [98].
III.2.3. TEM Transmission Electron Microscope (TEM) adalah salah satu jenis mikroskop elektron yang prinsip kerjanya mirip dengan prinsip kerja SEM. Perbedaannya terletak pada cara elektron digunakan untuk “melihat”. Pada SEM elektron dijatuhkan di permukaan dan sedikit masuk kedalam sampel tetapi tidak tembus, sementara pada TEM, elektron ditembuskan melalui sampel. Sampel untuk SEM tidak perlu tipis, sedangkan sampel untuk TEM harus sangat tipis, karena elektron harus tembus. Tegangan kerja TEM juga lebih besar dari pada tegangan kerja SEM. Sebuah TEM secara skematis 70
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKT ERISASI NANOPARTIKEL
diperlihatkan pada Gambar 3.42. Elektron yang dihasilkan lamen diakselerasi dengan tegangan tinggi untuk dapat menembus sampel. Contoh hasil pemotretan dengan TEM dapat dilihat pada Gambar 3.43. Berkas elektron difokuskan memakai lensa magnetik. Setelah menembus sampel berkas elektron diproyeksikan memakai lensa magnetik proyektor.
Gambar 3.42. TEM secara skematis [99].
71
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKTERI SASI NANOPARTIKEL NANOPARTIKEL
Gambar 3.43. Contoh 3.43. Contoh foto sampel ZrO 2 nanopartikel diambil memakai TEM [100].
Keuntungan TEM adalah perbesaran dan resolusinya yang sangat besar, dapat digunakan untuk berbagai bidang baik ilmiah, pendidikan, maupun industri, dapat digunakan untuk mendapatkan informasi baik unsur maupun senyawa, dan gambar yang dihasilkan detil dan berkualitas tinggi. Sementara kelemahannya adalah sangat mahal, preparasi sampelnya tidak sederhana, pengoperasian dan analisis memerlukan orang yang terlatih, sampel terbatas pada sampel yang transparan, memerlukan pemeliharaan yang khusus, dan gambar yang dihasilkan hitam-putih.
III.2.4. X-ray Fluorescence (XRF) Fluorescence (XRF)
XRF adalah alat yang bekerja berdasarkan uoresensi sinar-X. Alat ini dapat digunakan untuk mengukur ketebalan lapisan (coating coating)) dan untuk menganalisis bahan (material). Penentuan unsur secara kualitatif dan kuantitatif pada sampel bahan dapat dilakukan
72
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKT ERISASI NANOPARTIKEL NANOPARTIKEL
dengan XRF. Keuntungan XRF di antaranya adalah bersifat tidak merusak (non-destructive (non-destructive), cepat, bersih, aman, dan aplikasinya luas.
Gambar 3.44. Skema peristiwa pembentukan radiasi uoresen [101].
Prinsip kerja XRF adalah sebagai berikut. Sampel pertamatama akan ditembak dengan sinar-X. Elektron dari kulit dalam yang terkena sinar-X akan keluar. Elektron dari kulit luar akan mengisi kekosongan tersebut seraya memancarkan radiasi uoresen yang khas untuk setiap material. Pembentukan radiasi uoresen secara skema diperlihatkan pada Gambar 3.44. Terlihat pada Gambar 3.44, satu elektron di kulit K dikeluarkan. Lubang yang terbentuk dapat diisi baik oleh elektron dari kulit L maupun elektron dari kulit M. Dalam proses ini dihasilkan radiasi Kα dan Kβ. Sinar uoresen Kα akan dipancarkan jika elektron dari kulit L yang mengisi kekosongan, dan sinar sinar uoresen uoresen Kβ jika elektron elektron dari kulit M yang mengisi kekosongan. Sinar uoresen akan ditangkap oleh detektor.
73
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKTERI SASI NANOPARTIKEL NANOPARTIKEL
Gambar 3.45. Skema cara kerja XRF [102].
Skema sebuah instrumen XRF diperlihatkan pada Gambar 3.45. Katode pada sebuah tabung sinar-X menghasilkan berkas elektron yang ditembakkan ke anode dengan menggunakan tegangan tinggi. Dari anode dihasilkan berkas sinar-X primer yang dipancarkan dengan cara membuka shutter ke ke sampel. Shutter sekaligus berfungsi sebagai alat keselamatan karena dapat menutup akses ke ruang pengukuran (measurement (measurement chamber ). ). Intensitas radiasi uoresen yang mengenai sampel/ukuran spot diatur dengan sebuah aperture aperture.. 74
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKT ERISASI NANOPARTIKEL
Elektron yang mengenai sampel menghasilkan radiasi uoresen sinar-X yang ditangkap oleh sebuah detektor untuk menghasilkan gambar spektrum. Dengan cermin dan lensa sebagian informasi gambar sampel yang diperoleh menggunakan lampu cahaya biasa dikirimkan ke sebuah kamera video untuk mendapatkan data lokasi pada sampel. Radiasi uoresen yang dipancarkan sampel ditangkap oleh sebuah detektor (Energy dispersive detector) kemudian diolah menggunakan rangkaian elektronik khusus. Spektrum yang dihasilkan memperlihatkan spektrum atau puncak-puncak yang khas untuk unsur kimia di dalam sampel. Contoh hasil analisis komposisi sampel menggunakan XRF diperlihatkan pada Gambar 3.46 dan 3.47.
Gambar 3.46. Contoh hasil analisis Cu(In,Ga)Se2 dengan XRF [102].
75
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKTERI SASI NANOPARTIKEL
Gambar 3.47. Contoh hasil analisis sampel Al 2O3 dengan XRF [103].
76
BAB III
|
SINTESIS DAN KARAKT ERISASI NANOPARTIKEL
III.2.5. Pengukuran luas permukaan jenis
Luas permukaan jenis merupakan karakteristik penting serbuk khususnya nanopartikel. Besaran ini menggambarkan seberapa kecil nanopartikel dan seberapa keropos sebuah sampel. Luas permukaan jenis serbuk berbanding terbalik dengan ukuran partikel. Hubungan antara luas permukaan dan ukuran partikel diwakili oleh persamaan (3-24) berikut [104]. ………………………...................................................…………..(3-24) dengan, S adalah luas permukaan jenis, ρ adalah densitas partikel, d adalah ukuran partikel. Sebuah alat ukur luas permukaan jenis serbuk diperlihatkan pada Gambar 3.48.
Gambar 3.48. Surface Area Meter dari Quantacrome [105].
77
BAB III
78
|
SINTESIS DAN KARAKTERI SASI NANOPARTIKEL
BAB IV
PENYIAPAN DAN KARAKTERISASI NANOFLUIDA
IV.1. Penyiapan nanouida
Penyiapan nanouida adalah langkah yang sangat penting karena akan menentukan karakteristik nanouida. Untuk nanouida perpindahan panas tujuan utama yang harus dicapai adalah peningkatan perpindahan panas dibandingkan dengan uida dasarnya. Langkah penyiapan akan mempengaruhi karakteristik nanouida seperti viskositas, pH, sedimentasi, dan potensial zeta. Semua karakteristik ini akan mempengaruhi kemampuan perpindahan panas nanouida.
IV.1.1. Metode satu langkah (one step method )
Metode satu langkah (MSL) sejauh ini dapat dilakukan dengan metode sika yaitu evaporasi, dan metode kimia yaitu yang salah satunya dikembangkan oleh S.A.Kumar, dkk. pada tahun 2009 [106].
IV.1.1.1. Evaporasi (Evaporation)
Penyiapan nanouida dengan metode satu langkah (MSL) menggunakan teknik evaporasi dilakukan dengan cara memanaskan bahan hingga mencapai titik evaporasi di mana pada kondisi ini bahan akan menguap. Pada saat bersamaan uida seperti air diputar hingga melingkupi bahan yang menguap sehingga uap bahan akan terkondensasi dan masuk kedalam uida sebagai nanopartikel.
79
BAB IV
|
PENYIAPAN DAN KARAKTERISASI NANOFLUIDA
Dalam proses ini akan dihasilkan nanouida dengan konsentrasi nanopartikel ditentukan dari jumlah bahan yang dievaporasi dan jumlah uida yang dipakai. Secara ilustratif proses penyiapan nanouida dengan metode MSL diperlihatkan pada Gambar 4.1. Penyiapan nanouida dengan teknik ini pertama kali dilakukan oleh Choi di MIT [107] dengan menggunakan logam Cu dan uida air. Metode ini sangat sesuai untuk bahan-bahan yang memiliki titik uap yang relatif rendah seperti logam Cu, Sn, Ag, dan Al, dan untuk menghindari oksidasi. Untuk bahan keramik seperti ZrO 2 dan Al2O3 yang titik uapnya sangat tinggi yaitu 4300ºC dan 2977ºC metode ini tidak efektif dan esien. Untuk bahan yang mempunyai titik uap yang tinggi seperti ZrO 2 dan Al2O3 lebih efektif dan ekonomis jika dilakukan dengan metode dua langkah (MDL). Metode satu langkah memiliki kelemahan yaitu tidak dapat diaplikasikan untuk memproduksi nanouida dalam jumlah yang banyak (tidak ekonomis).
Resistively Heated Crucible Liquid Cooling System
Gambar 4.1. Penyiapan nanouida dengan menggunakan metode satu langkah [107].
80
BAB IV
|
PENYIAPAN DAN KARAKTERISASI NANOFLUIDA
IV.1.1.2. Metode kimia
Salah satu metode sintesis nanouida metode satu langkah cara kimia adalah yang dikembangkan oleh S.A. Kumar, dkk. pada tahun 2009 [106]. Secara singkat salah satu contoh sintesis nanouida yang dilakukan Ananda Kumar dkk. adalah sebagai berikut. Sejumlah 25 ml etilen glikol dimasukkan kedalam gelas beker 500 ml. Ke dalam beker ini juga dimasukkan 15 ml copper sulphate pentahydrate (0,1M), 50 ml sodium laurel sulphate sebagai surfaktan dan 100 ml air. Beberapa tetes minyak tanah (kerosene) ditambahkan untuk mencegah oksidasi nanouid yang disiapkan. Campuran kemudian diaduk dengan magnetic stirrer selama 15 menit. Selanjutnya 30 ml sodium hypophosphite ditambahkan sambil diaduk selama 30 menit. Warna campuran berubah dari biru menjadi merah tua setelah reaksi berlangsung. Setelah didinginkan ke suhu ruang nanouida Air-Cu diperoleh. Reaksi yang berlangsung selama proses diperlihatkan pada persamaan (4-1). 3NaH2PO2 + 3H2O + CuSO4 3NaH2PO3 + H2SO4 + 2H2 + Cu ....(4-1)
IV.1.2. Metode dua langkah (MDL) Metode dua langkah relatif lebih sederhana dibandingkan dengan metode satu langkah. Pada metode ini nanopartikel disiapkan terlebih dahulu dengan berbagai cara seperti presipitasi, solgel, spray pyrolysis, HEM, dll. Setelah itu untuk mendapatkan nanouida dilakukan langkah pencampuran nanopartikel dengan uida dasar (base uid ) seperti air, etilen glikol, dan minyak, langkah ini juga disebut juga pendispersian nanopartikel kedalam uida dasar, dilanjutkan dengan penggetaran dengan gelombang ultrasonik atau disebut dengan ultrasonikasi. Proses penyiapan nanouida dengan metode MDL diperlihatkan pada Gambar
81
BAB IV
|
PENYIAPAN DAN KARAKTERISASI NANOFLUIDA
4.2. Metode pada Gambar 4.2 dilakukan untuk nanouida tanpa dispersan atau surfaktan yang akan digunakan untuk aplikasi yang tidak mengizinkan untuk menggunakan dispersan dan surfaktan, misalnya pendingin primer di reaktor nuklir. Untuk aplikasi selain itu, dispersan atau surfaktan dapat ditambahkan sesuai Gambar 4.3. Alat ultrasonikasi dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Gambar 4.2. Prosedur penyiapan nanouida dengan metode dua langkah (MDL).
Gambar 4.3. Prosedur penyiapan nanouida dengan metode dua langkah (MDL) menggunakan dispersan atau surfaktan.
82
BAB IV
|
PENYIAPAN DAN KARAKTERISASI NANOFLUIDA
Gambar 4.4. Alat ultrasonikasi nanouid [109].
Contoh nanouida yang disiapkan dengan metode dua langkah (MDL) diperlihatkan pada Gambar 4.5.
(a)
(b) Gambar 4.5. Penampilan visual nanouida Air-Al2O3 dari bahan lokal Bauksit [110]. (a). Kondisi awal, dan (b) Setelah 3 hari. 83
BAB IV
|
PENYIAPAN DAN KARAKTERISASI NANOFLUIDA
IV.1.2.1. MDL menggunakan dispersan
Untuk serbuk nanopartikel bukan Fe 3O4 dapat dilakukan menggunakan cara seperti pada Gambar 4.3, namun untuk serbuk Fe3O4 cara penyiapannya berbeda. Terdapat dua jenis nanouida dari bahan Fe3O4 nanopartikel. Pertama, nanouida dengan uida dasar polar seperti air dan nanouida dengan uida dasar nonpolar seperti minyak tanah (kerosene). Salah satu contoh nanouida dengan uida dasar air adalah nanouida air-Fe3O4 dengan menggunakan dispersan/surfaktan asam sitrat. Nanouida dipersiapkan sebagai berikut. Serbuk Fe 3O4 nanopartikel dicampur dengan air. Kedalam campuran ditambahkan asam sitrat, lalu kedalam campuran ditambahkan NH 4OH hingga pH 7. Nanouida kemudian digetarkan dengan gelombang ultrasonik selama 2 jam. Mekanisme stabilisasi Fe 3O4 nanopartikel dengan asam sitrat yang disebut stabilisasi sterik diilustrasikan pada Gambar 4.6. Contoh nanouida air-Fe 3O4 diperlihatkan pada Gambar 4.7.
Gambar 4.6. Mekanisme stabilisasi sterik menggunakan asam sitrat [111].
84
BAB IV
|
PENYIAPAN DAN KARAKTERISASI NANOFLUIDA
Gambar 4.7. Contoh nanouida Air-Fe 3O4 dengan dispersan asam sitrat setelah 84 hari [112].
IV.2. Karakterisasi nanouida IV.2.1. Pengukuran pH
Salah satu karakteristik nanouida yang harus diketahui adalah pH. Data pH sangat penting karena kestabilan nanouida sangat dipengaruhi oleh pH. Denisi pH dan pOH adalah sebagai berikut: pH = – log[H+] .…........….…………………………………………………….(4-2) pOH = – log[H-] ………................…………………………………………...(4-3) Contoh alat ukur pH diperlihatkan pada Gambar 4.8.
Gambar 4.8. Alat ukur pH (pH meter) [113].
85
BAB IV
|
PENYIAPAN DAN KARAKTERISASI NANOFLUIDA
Untuk asam dan basa lemah konsentrasi ion H + atau OH- sedikit berbeda dengan konsentrasi spesies yang sama untuk asam dan basa kuat. Dalam hal ini konstanta ionisasi harus dipertimbangkan. Untuk asam lemah konsentrasi ion H + dihitung dengan persamaan dengan Ka adalah konstanta ionisasi asam dan M adalah konsentrasi larutan. Sementara itu untuk basa lemah konsentrasi ion OH- dihitung dengan persamaan dengan Kb adalah konstanta ionisasi basa dan M adalah konsentrasi larutan.
IV.2.2. Viskositas dan Pengukurannya IV.2.2.1. Satuan Viskositas
Satuan tradisional viskositas adalah Poise (P) di mana, 1 Poise = 1P = 1 g/cm.s. 1 P = 100 cP Satuan cP biasanya digunakan untuk cairan encer. Misalnya, air mempunyai viskositas 1 cP pada suhu 20,22ºC. Untuk minyak yang kental satuannya biasanya dalam P. Misalnya, minyak motor pada suhu 20ºC, mempunyai viskositas sebesar 8 P.
IV.2.2.2. Viskositas Kinematis
η adalah viskositas dinamis. Viskositas kinematis adalah viskositas dinamis dibagi dengan densitas yaitu: ……………………………………………………….......................……(4-6)
Alat ukur viskositas bermacam-macam jenisnya dan salah satu alat ukur viskositas diperlihatkan pada Gambar 4.9. Alat ini berbasis getaran sehingga disebut vibro viscometer dengan rentang
86
BAB IV
|
PENYIAPAN DAN KARAKTERISASI NANOFLUIDA
pengukuran 0,3-10.000 mPa.s.
Gambar 4.9. Vibro viscometer buatan AND tipe SV10 [114].
IV.2.3 Electric Double Layer (EDL) Suspensi atau dispersi banyak diperlukan dalam kehidupan sehari-hari seperti tinta, keramik, pembersih abrasif, dan obat. Nanouida adalah salah satu jenis suspensi. Salah satu ukuran atau karakteristik penting dari suspensi adalah kestabilan. Untuk mengontrol mutu, unjuk kerja, sekaligus menjaga konsistensi produksi, maka kestabilan suspensi harus dijaga pada tingkat tertentu. Agar dapat menjaga kestabilan suspensi pada tingkat yang baik, maka hal-hal yang mendasarinya seperti pembentukan muatan, electric double layer , dan potensial zeta yang akan diterangkan sesudah ini, perlu diketahui. Material yang masuk ke dalam medium polar seperti air akan secara spontan memiliki muatan listrik permukaan. Umumnya antar 87
BAB IV
|
PENYIAPAN DAN KARAKTERISASI NANOFLUIDA
muka (interface) di dalam medium air bermuatan negatif. Mekanisme pemuatan permukaan terjadi melalui [115], 1. Perbedaan anitas elektron, 2. Ionisasi grup permukaan, 3. Adsorpsi ion diferensial dari larutan elektrolit, 4. Dissolusi ion diferensial dari kisi kristal, 5. Anisotropi permukaan, dan 6. Substitusi isomorf.
Mekanisme 1 bertanggung jawab dalam pembentukan potensial kontak antara logam-logam yang berbeda. Mekanisme ini penting dalam korosi dan pengaruh termoelektrik. Mekanisme 2 dijumpai pada semua permukaan oksida logam (M-OH) dan material yang mengandung grup karboksil dan atau amino. Grup amino ini termasuk protein, polimer ionik, dan polielektrolit yang banyak digunakan di bidang farmasi. ionisasi dan/atau dissosiasi grup-grup ini, dan muatan molekular, termasuk jenis muatannya, dipengaruhi oleh pH medium dispersi. Pada mekanisme 3, muatan permukaan bersih timbul dari proses adsorpsi ion bermuatan yang berbeda jenis yang tidak sama. Mekanisme 3 terjadi pada suspensi material liofobik seperti polimer lateks. Zat padat ionik seperti CaCO 3, hidroksiapatit [Ca5(PO4)3(OH)], dan barit (BaSO4) mendapat muatan permukaan melalui mekanisme 4 dengan pelepasan (dissolusi) tidak sepadan (unequal) dari ion bermuatan dengan muatan berlawanan. Penambahan sedikit ion Ca2+ (misalnya memakai CaCl 2) dapat dilakukan untuk mengatur muatan bersih dari suspensi CaCO 3 dalam air. Mekanisme 5 timbul dari anisotropi sebagian besar kisi kristal. Pembentukan muatan terjadi karena cacat tipe n dan p di dalam kristal. Untuk oksida mineral, pembentukan muatan ini menghasilkan grup hidroksil ampoterik yang dapat menghasilkan reaksi dengan baik H+ maupun OH-. Salah satu contoh adalah silika. Muatan permukaannya negatif karena grup silanol (-SiOH) adalah asam lemah. Oksida dari sebagian besar logam valensi 2 dan 3 seperti MgO dan Al2O3 bersifat ampoter. Setiap dissolusi (pelarutan) 88
BAB IV
|
PENYIAPAN DAN KARAKTERISASI NANOFLUIDA
cenderung dalam bentuk hidroksida. Perubahan pH larutan dapat menyebabkan pengendapan kembali ke permukaan oksida yang kemudian mengubah kimia permukaan dan muatan. Mekanisme 6 adalah substitusi isomorf yaitu mekanisme yang lebih ekstrim dari mekanisme 5. Ini terjadi pada material clay (yaitu montmorillonite dan vermiculite) di mana muatan negatif yang besar muncul karena perbedaan valensi antara ion Al 3+ dan Si4+ di dalam struktur kristal alumino-silikat. Muatan permukaan (netto) dari clay tergantung pada riwayatnya. Meskipun elektrolit tidak dapat mengionisasi medium nonpolar (pelarut dengan dielektrik yang kecil sekitar 2 seperti alkana [yang terkecil metan CH4]) secara penuh, partikel yang terdispersi di dalam medium seperti itu akan mendapatkan muatan dan gaya elektrostatik, yang penting dan menentukan dalam stabilisasi suspensi non-aqueous. Polimer asam (PVC, polyvinylchloride) atau polimer basa (PMMA, polymethylmethacrylate) merupakan pembentuk suspensi yang efektif untuk dispersi partikel di dalam media non-aqueous.
Partikel yang masuk kedalam medium akan secara spontan membentuk muatan pada permukaannya. Pembentukan muatan bersih pada permukaan partikel mempengaruhi distribusi ion di sekitar daerah antar muka (interface) dan menyebabkan peningkatan konsentrasi ion dengan muatan berlawanan di sekitar permukaan. Keadaan ini menghasilkan electric double layer (EDL) seperti terlihat pada Gambar 4.10 dan 4.11. Lapisan cairan di sekitar partikel terdiri dari dua bagian, pertama di bagian dalam yang disebut stern layer di mana ion-ion terikat secara kuat ( immobile), dan kedua, bagian luar yaitu daerah difusi (diffuse region) di mana ion-ion kurang terikat secara kuat (dapat berdifusi). Di daerah difusi terdapat slipping plane atau shear plane. Potensial di daerah slipping atau shear
89
BAB IV
|
PENYIAPAN DAN KARAKTERISASI NANOFLUIDA
plane disebut sebagai potensial zeta ( zeta potential, diberi notasi ζ). Potensial zeta dapat didenisikan sebagai perbedaan potensial elektrostatik antara titik rata-rata pada shear plane dan satu titik di cairan yang jauh dari setiap partikel.
Potensial zeta tidak dapat diukur secara langsung. Besaran yang dapat diukur dari sebuah suspensi adalah mobilitas (µ). Dari mobilitas potensial zeta dapat ditentukan menggunakan persamaan (4-7). µ = ( ε1.ε2. ζ )/η………………………………………......................…………(4-7) dengan, ζ adalah potensial zeta, µ adalah mobilitas muatan, ε1 adalah dielektrik partikel, ε2 adalah tetapan dielektrik medium, dan η adalah viskositas suspensi.
Gambar 4.10. Electric Double Layer (EDL) [116]. 90
BAB IV
|
PENYIAPAN DAN KARAKTERISASI NANOFLUIDA
. Gambar 4.11. Electric Double Layer (EDL) dengan penggambaran yang berbeda [115].
Yang mempengaruhi karakteristik suspensi hasil dispersi partikel zat padat ke dalam cairan adalah ukuran partikel dan distribusinya, bentuk atau morfologi partikel, luas permukaan, muatan permukaan, jumlah dan distribusi muatan, dissosiasi, penyerapan permukaan ( preferential adsorption), keseimbangan hidrofobik/hidrolik, tegangan permukaan dan sudut kontak [115] .
Untuk menjaga agar sebuah suspensi stabil dapat dilakukan beberapa langkah yaitu: 1. mencegah koagulasi dengan membuat repulsi partikel tetap berlangsung, 2. memperlambat laju jatuh partikel dengan memperbesar viskositas, dan 3. membentuk struktur jaringan. Langkah ke 1, dapat dilakukan dengan stabilisasi sterik seperti Gambar 4.12a dan stabilisasi elektrostatik seperti Gambar 4.12b. Langkah 2 dilakukan dengan memperhatikan persamaan
91
BAB IV
|
PENYIAPAN DAN KARAKTERISASI NANOFLUIDA
Stoke (4-8)[9]. Langkah ke 3 diwujudkan dengan membentuk struktur seperti Gambar 4.12c. Stabilisasi sterik ialah stabilisasi menggunakan polimer untuk melapisi permukaan partikel yang dapat menghasilkan gaya tolak antar partikel. Stabilisasi elektrostatik atau stabilisai muatan ialah stabilisasi yang dilakukan dengan mengubah konsentrasi ion di dalam sistem.
a.
b.
c.
Gambar 4.12. Teknik stabilisasi suspensi. a. Sterik, b. Elektrostatik,
dan c. Struktur jaringan. (a dan b dari [115] dan c dari [117] ).
Persamaan Stoke dapat ditulis sebagai berikut [9]: ………………………..……………………………….......................….….(4-8)
dengan, v adalah kecepatan jatuh partikel, ∆ ρ adalah perbedaan densitas antara partikel dan medium, g adalah gaya gratasi bumi, a adalah diameter partikel, dan η adalah viskositas suspensi. Sebuah suspensi dapat mengalami sedimentasi melalui mekanisme seperti Gambar 4.13.
92
BAB IV
|
PENYIAPAN DAN KARAKTERISASI NANOFLUIDA
Gambar 4.13. Mekanisme sedimentasi sebuah suspensi.
Potensial zeta dapat digunakan untuk mengetahui apakah sebuah suspensi atau koloid stabil atau tidak karena merupakan indeks besaran interaksi antar partikel. Jika partikel mempunyai potensial yang besar baik negatif maupun positif, maka partikelpartikel akan saling menolak, menghasilkan kestabilan dispersi. Jika partikel-partikel mempunyai potensial zeta kecil, maka tidak ada gaya untuk mempertahankan agar partikel-partikel tidak saling menempel. Jika potensial zeta lebih besar dari +30mV atau lebih kecil dari -30 mV, maka suspensi atau koloid stabil. Keadaan ini diperlihatkan pada Gambar 4.14.
Gambar 4.14. Peta data kestabilan suspensi atau koloid berdasarkan harga potensial zeta. 93
BAB IV
|
PENYIAPAN DAN KARAKTERISASI NANOFLUIDA
Jika kedalam sebuah suspensi ditambahkan cairan basa, maka partikel di dalamnya akan mendapatkan tambahan muatan negatif. Kemudian, jika kedalam suspensi ini ditambahkan cairan asam, maka akan dicapai sebuah keadaan di mana muatan netral. Penambahan asam selanjutnya akan menyebabkan partikel di dalamnya akan mendapatkan tambahan muatan positif. Secara umum potensial zeta akan positif pada harga pH rendah dan akan rendah atau negatif pada pH tinggi. Kemungkinan akan ada titik di mana kurva melewati potensial zeta yang berharga nol. Titik ini disebut titik isoelektrik (isoelectric point, IOP) di mana sebuah suspensi atau koloid paling tidak stabil. Keadaan ini terlihat pada hasil pengukuran potensial zeta untuk sebuah nanouida Air-ZrO2 yang diperlihatkan pada Gambar 4.15.
Gambar 4.15. Potensial zeta contoh nanouida Air-ZrO2 [64].
94
BAB V
VISKOSITAS, KONDUKTIVITAS TERMAL, DAN CHF
V.1. Viskositas nanouida
Viskositas merupakan salah satu karakteristik nanouida yang penting selain konduktivitas termal. Untuk aliran laminar pressure drop berbanding lurus dengan viskositas. Koesien perpindahan panas konvektif juga dipengaruhi oleh viskositas [118]. Viskositas nanouida dipengaruhi oleh konsentrasi nanopartikel dan suhu [11].
V.1.1. Pengaruh Konsentrasi Viskositas sebuah campuran yang terbuat dari uida dan partikel diprediksi dengan menggunakan persamaan klasik Einstein (5-1) [10]: ……….............................................…………….(5-1) dengan, η = viskositas campuran, η o = viskositas uida dasar, dan φ = fraksi volume partikel. Persamaan Einstein berlaku untuk konsentrasi yang kecil. Berdasarkan persamaan (5-1) viskositas hanya dipengaruhi oleh konsentrasi partikel.
Untuk nanouida di mana partikelnya berukuran nanometer, persamaan (5-1) tidak sesuai lagi. Gejala ini terlihat dari data viskositas nanouida pada Gambar 5.1, 5.2, 5.3, dan 5.4. Seperti dapat dilihat pada Gambar 5.1 s/d 5.4, penambahan nanopartikel telah meningkatkan viskositas nanouida secara signikan.
95
BAB V
|
VISKOSITAS, KONDUKTIVITAS TERMAL, DAN CHF
Gambar 5.1. Viskositas nanouida Air-Fe3O4 [10].
Gambar 5.2. Viskositas nanouida dengan air sebagai uida dasar sebagai fungsi konsentrasi nanopartikel [119].
96
BAB V
|
VISKOSITAS, KONDUKTIVITAS TERMAL, DAN CHF
Gambar 5.3. Viskositas nanouida dengan gliserol sebagai uida dasar sebagai fungsi konsentrasi nanopartikel [120].
Gambar 5.4. Viskositas nanouida Air-Al2O3 sebagai fungsi konsentrasi nanopartikel [121].
97
BAB V
|
VISKOSITAS, KONDUKTIVITAS TERMAL, DAN CHF
Untuk mengetahui hubungan yang lebih tepat antara viskositas nanouida dan konsentrasi partikel, telah dilakukan berbagai modikasi persamaan klasik Einstein. Pada Tabel 5.1 ditampilkan berbagai persamaan viskositas fungsi konsentrasi nanopartikel . Dari Gambar 5.4 terlihat dengan jelas, bahwa perubahan viskositas terhadap perubahan konsentrasi nanopartikel tidak bersesuaian dengan model Einstein, Graham, Batchelor, dan Brinkman. Selain itu, adanya persamaan-persamaan seperti yang ditampilkan pada Tabel 5.1 memperlihatkan bahwa persamaan yang berlaku umum yang mengekspresikan hubungan antara viskositas dan konsentrasi nanopartikel belum tersedia. Persamaan-persaman pada Tabel 5.1 hanya berlaku untuk kasus khusus. Kenyataan ini memperlihatkan bahwa studi lebih lanjut untuk dapat menerangkan gejala yang terjadi pada nanouida khususnya tentang perubahan viskositas akibat kehadiran nanopartikel masih harus terus dilakukan.
98
BAB V
|
VISKOSITAS, KONDUKTIVITAS TERMAL, DAN CHF
Tabel 5.1. Persamaan viskositas sebagai fungsi konsentrasi nanopartikel [122]. No.
Persamaan
Pengembang dan data penting
1.
Brinkman, untuk konsentrasi lebih besar dari persamaan Einstein
2.
Ward
3.
Lundgren dan Taylor
4.
Batchelor
5.
Wang, dkk.
6.
Chen, dkk., didasarkan atas regresi non-linear
7.
Abedian dan Karchanov, partikel bulat padat
8.
Massimo Corsione, nanopartikel TiO2, Al2O3, SiO2, Cu, 25-200 nm
M berat molekul uid dasar, N adalah bilangan Avogadro, ρfo adalah densitas uida dasar suhu 20°C (T0= 20°C).
V.1.2. Pengaruh Suhu Selain dipengaruhi oleh konsentrasi nanopartikel, nanouida juga dipengaruhi oleh suhu. Seperti dapat dilihat pada Gambar 5.5 viskositas menurun dengan pertambahan suhu. Penurunan viskositas akibat peningkatan suhu terjadi karena pengurangan gaya antar partikel atau molekul ketika suhu dinaikkan.
99
BAB V
|
VISKOSITAS, KONDUKTIVITAS TERMAL, DAN CHF
Gambar 5.5. Viskositas nanouida dengan uida dasar gliserol sebagai fungsi suhu [119].
Gambar 5.6. Viskositas nanouida (Air-Etilen glikol-SiO2) sebagai fungsi suhu [121].
100
BAB V
|
VISKOSITAS, KONDUKTIVITAS TERMAL, DAN CHF
Dari Gambar 5.5 dan 5.6 diketahui bahwa hubungan antara viskositas dan suhu secara umum mengikuti hukum Arhenius persamaan (5-2). Suhu T dan To dalam derajat Kelvin. ………………............................………………..……..(5-2)
Pada beberapa kasus hubungan antara viskositas dan suhu diekspresikan dalam bentuk persamaan yang berbeda dengan persamaan (5-2). Salah satu contoh adalah persamaan (5-3). …………......................…………………….............……..(5-3)
Sebagai contoh, dari data pada Gambar 5.6 untuk nanouida Air+25%Etilen glikol +0,05% SiO2 dan Air+25% Etilen glikol +0,1% SiO2 hubungan antara viskositas dan suhu dengan menggunakan persamaan (5-3) dihasilkan persamaan (5-4) dan (5-5). ....(5-4) .......(5-5) V.2. Konduktivitas termal nanouida
Selain viskositas, konduktivitas termal juga merupakan karakteristik penting dari nanouida dan merupakan sasaran utama dari pengembangan nanouida perpindahan panas . Nanopartikel adalah unsur penting dalam nanouida sehingga keterkaitannya dengan konduktivitas termal adalah hal yang harus diketahui. Di masa lalu sebelum adanya nanouida keterkaitan antara konduktivitas termal sebuah campuran uida dan partikel diterangkan oleh persamaan Maxwel persamaan (5-6) [123]. Maxwell adalah orang pertama yang mengembangkan uida pendingin dengan mencampurkan partikel dengan uida, tetapi ukuran partikelnya belum dalam skala nanometer.
101
BAB V
|
VISKOSITAS, KONDUKTIVITAS TERMAL, DAN CHF
…….…………………….(5-6) K NF adalah konduktivitas termal nanouida , K p adalah konduktivitas termal nanopartikel, K f adalah konduktivitas termal uida dasar, dan φ adalah konsentrasi nanopartikel dalam persen volume. Persamaan Maxwell ternyata tidak dapat diterapkan pada nanouida. Sebagaimana terlihat pada Gambar 5.7, persamaan Maxwell melenceng dari data konduktivitas termal nanouida. Kenyataan ini memperlihatkan bahwa hubungan antara konduktivitas termal dan konsentrasi nanopartikel tidak dapat diterangkan dengan teori medium efektif yang merupakan dasar teori Maxwell. Pengembangan model Maxwell kemudian dilakukan oleh beberapa peneliti di antaranya Hamilton dan Crosser, dan Yu dan Choi. Persaman hasil pengembangan mereka ditampilkan pada Tabel 5.2. Seperti dapat dilihat pada Gambar 5.8, model mereka pun tidak sesuai untuk nanouida. Sejauh ini belum ada persamaan (model) yang dapat dengan baik menerangkan hubungan antara konduktivitas termal nanouida dan konsentrasi nanopartikel yang berlaku secara umum. Oleh karena itu berbagai model dikembangkan untuk kasus-kasus khusus.
102
BAB V
|
VISKOSITAS, KONDUKTIVITAS TERMAL, DAN CHF
Gambar 5. 7. Konduktivitas
termal relatif nanouida sebagai fungsi βφ,
di mana β=[kp-kbf]/[kp+2kbf] dan φ adalah fraksi volume nanopartikel [124].
Gambar 5.8. Konduktivitas termal nanouida etilen glikol-Fe pada suhu 35ºC sebagai fungsi konsentrasi nanopartikel [125].
103
BAB V
|
VISKOSITAS, KONDUKTIVITAS TERMAL, DAN CHF
Tabel 5.2. Persamaan konduktivitas termal sebagai fungsi konsentrasi nanopartikel [125].
No.
Persamaan
Pengembang dan hal penting
1.
Hamilton and Crosser, solid to liquid ratio > 100, silindrikal n=6 dan sferikal n=3.
2.
Yu and Choi, efek ketebalan nanolayer cairan, γ adalah perbandingan antara ketebalan nanolayer dan jari-jari partikel, sama dengan 0,1.
Beberapa model untuk kasus khusus telah dikembangkan dan berhasil menerangkan hubungan antara konduktivitas termal dan konsentrasi nanopartikel untuk kasus tersebut. Contoh kasus yang modelnya sesuai dengan data percobaan diperlihatkan pada Gambar 5.9. Model dikembangkan dengan mempertimbangkan faktor bentuk nanopartikel. Model ini dikembangkan untuk konsentrasi rendah. Dari Gambar 5.9 dapat dilihat bahwa model Maxwell, Hamilton-Crosser (H-C), Jeffery, dan Xue tidak sesuai dengan data percobaan. Model yang sesuai adalah model pada persamaan (57) [125] yang dibuat dengan mempertimbangkan faktor bentuk dengan n=4.1.
104
BAB V
|
VISKOSITAS, KONDUKTIVITAS TERMAL, DAN CHF
…………................……………………….(5.7)
dengan υ , k1, dan k2 masing-masing adalah fraksi volume nanopartikel, konduktivitas termal nanopartikel, dan konduktivitas termal uida (air).
Gambar 5.9. Prediksi model untuk nanouida Air-Al2O3 [125].
V.3. Fluks panas kritis (Critical Heat Flux , CHF) Fluks panas kritis atau CHF merupakan karakteristik nanouida yang penting pula selain viskositas dan konduktivitas termal . Nanouida dengan CHF yang besar sangat dibutuhkan untuk pendingin yang digunakan dalam ECCS (Emergency Core Cooling System) dan RVCS (Reactor Vessel Cooling system), pendinginan
105
BAB V
|
VISKOSITAS, KONDUKTIVITAS TERMAL, DAN CHF
elektronik, refrigerasi dan kriogenik, serta sebagai uida pendingin quenching dalam pembentukan logam. CHF didenisikan sebagai uks panas puncak di mana sebuah permukaan penguapan mampu menahan penguapan nukleasi (nucleate boiling). Banyak metode dapat digunakan untuk mengukur CHF, dan salah satunya adalah dengan menggunakan prinsip sesuai Gambar 5.10 [126]. Pengukuran dimulai dengan penyiapan nanouida pada suhu saturasi pada tekanan atmosr. Arus listrik ( I ) diberikan ke kawat, misalnya Ni-Cr, dengan pertambahan tetap. Pada saat tertentu setelah diberi arus listrik, kawat akan berwarna merah dan kemudian saat CHF terjadi, kawat putus tiba-tiba. Selama pemberian arus listrik, tegangan yang diterima kawat ( V ) diukur. Harga CHF dihitung menggunakan persamaan (5-8).
Gambar 5. 10. Skema metode pengukuran CHF pool boiling [126].
106
BAB V
|
VISKOSITAS, KONDUKTIVITAS TERMAL, DAN CHF
……….............................................…………..…………………..(5-8) dengan, q” adalah CHF, V adalah tegangan listrik maksimum saat kawat putus, I adalah arus listrik saat kawat putus, D adalah diameter kawat, dan L panjang kawat. Panas pada kawat saat putus adalah maksimum. Ketika panas ditambah dengan cara memperbesar arus listrik, panas terus dipindahkan ke sekeliling (uida). Suatu saat uida akan terpisah dari permukaan kawat dan saat itu panas yang diterima kawat akan sangat besar dan menyebabkan kawat putus. Pada saat itu kawat menerima panas maksimum yang disamakan dengan CHF.
Untuk validasi, sebelum dilakukan pengukuran CHF nanouida , terlebih dahulu dilakukan pengukuran CHF air. Harga CHF yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan hasil perhitungan menggunakan rumus korelasi CHF dari Zuber [126,127] pada persamaan (5-9) yang telah banyak digunakan untuk memvalidasi pengukuran CHF pool boiling pada tekanan atmosr. …….....…………………………….(5-9) dengan Q '' adalah heat ux , ρ g adalah densitas gas, ρ f adalah densitas uida, h fg adalah panas laten penguapan, g adalah percepatan gratasi, dan σ adalah tegangan permukaan.
Banyak data memperlihatkan bahwa nanouida mempunyai CHF yang jauh lebih besar dari pada uida dasar. Hal ini memperlihatkan pengaruh kehadiran nanopartikel. Beberapa di antara banyak data yang memperlihatkan keistimewaan nanouida tersebut adalah data Gambar 5.11, Gambar 5.12, dan Tabel 5.3. Peningkatan CHF
107
BAB V
|
VISKOSITAS, KONDUKTIVITAS TERMAL, DAN CHF
nanouida dibandingkan dengan uida dasarnya terjadi karena pengaruh nanopartikel. Nanopartikel telah menempel di permukaan kawat, memperluas permukaan dan meningkatkan wetabilitas, lalu meningkatkan perpindahan panas dari kawat ke nanouida. Kawat di dalam nanouida belum putus sebelum mencapai jumlah panas tertentu (CHF). Karena perpindahan panas dari kawat ke nanouida berlangsung lebih baik, maka CHF nanouida lebih besar dari pada CHF air.
Gambar 5.11. CHF nanouida Air-ZnO sebagai fungsi konsentrasi nanopartikel ZnO, dan CHF air [126].
Gambar 5.12. CHF nanouida sebagai fungsi konsentrasi nanopartikel, dan CHF air [127].
108
BAB V
|
VISKOSITAS, KONDUKTIVITAS TERMAL, DAN CHF
Tabel 5.3. Peningkatan CHF pool boiling beberapa nanouida [128].
Data Gambar 5.13 memperlihatkan bukti bahwa nanopartikel menempel di atas permukaan kawat selama pengukuran CHF. Seperti terlihat pada Gambar 5.13, luas permukaan kawat dengan konsentrasi nanopartikel yang lebih besar (b) lebih besar dari pada luas permukaan kawat dengan konsentrasi nanopartikel yang lebih kecil (a). Luas permukaan yang besar dan wetabilitas nanouida juga lebih besar, yang kemudian meningkatkan perpindahan panas dari kawat ke nanouida. Akibatnya, CHF nanouida lebih besar dari pada CHF uida dasar.
109
BAB V
|
VISKOSITAS, KONDUKTIVITAS TERMAL, DAN CHF
Gambar 5.13. Gambar permukaan pemanas sesudah pengukuran CHF pool boiling dari nanouida dengan konsentrasi a. 10-4 %, dan b. 10-1% [129].
110
BAB VI
STUDI PENERAPAN NANOFLUIDA PADA PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI
N
anouida berpotensi untuk diaplikasikan pada berbagai bidang, beberapa di antaranya adalah aplikasi sebagai pendingin pada penukar panas, reaktor nuklir, radiator, refrigerator, dan permesinan logam.
VI.1. Aplikasi pada Penukar Panas
Studi penerapan nanouida pada perpindahan panas konveksi telah banyak dilakukan. Penerapan nanouida ATF-Al 2O3 (ATF= Automatic Transmission Fluid ) pada sebuah heat exchanger yang gambar visualnya diperlihatkan pada Gambar 6.1 adalah salah satunya [130]. Pengaruh nanouida terhadap perpindahan panas konveksi digambarkan oleh data Gambar 6.1. Pada Gambar 6.2 terlihat konsentrasi nanopartikel dalam nanouida dapat memperbesar harga koesien perpindahan panas (h). Namun penggunaan nanouida ATF-Al 2O3 relatif memperbesar pressure drop seperti diperlihatkan pada Gambar 6.3. Peningkatan pressure drop adalah hal yang tidak diinginkan. Keuntuntungan karena peningkatan perpindahan panas berkompetisi dengan kerugian karena peningkatan pressure drop. Oleh karena diusahakan konsentrasi nanopartikel kecil untuk meminimalkan pressure drop.
111
BAB VI
|
STUDI PENERAPAN NANOFLUIDA PADA PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI
Gambar 6.1. Sebuah heat exchanger mini (MICHX=Minichannel Heat
Exchanger) [130].
Gambar 6.2. Pengaruh bilangan Reynolds dan konsentrasi nanopartikel
terhadap koesien perpidahan panas MICHX [130].
a
112
BAB VI
|
STUDI PENERAPAN NANOFLUIDA PADA PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI
Gambar 6.3. Pengaruh bilangan Reynolds dan konsentrasi nanopartikel terhadap pressure drop MICHX [130].
Studi lainnya terkait penerapan nanouida pada perpindahan panas konvektif telah dilakukan pada sistem seperti Gambar 6.4. Pada studi ini digunakan nanouida Air-CuO.
Gambar 6.4. Sistem penukar panas dua pipa untuk mengukur kosien perpindahan panas lokal [131].
113
BAB VI
|
STUDI PENERAPAN NANOFLUIDA PADA PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI
Gambar 6-5 memperlihatkan bahwa nanouida Air-CuO dapat memperbesar koesien perpindahan panas sistem pada Gambar 6.5, dibandingkan dengan air. Peningkatan konsentrasi nanopartikel CuO memperbesar koesien perpindahan panas.
Gambar 6.5. Koesien perindahan panas sebagai fungsi bilangan
Reynolds dengan nanouida Air-CuO pada berbagai konsentrasi [131].
Penerapan nanouida pada perpindahan panas konvektif juga dilakukan pada sistem seperti Gambar 6.6 [132]. Pada studi ini digunakan nanouida Air-Al2O3. Gambar 6.7 memperlihatkan bahwa nanouida Air-Al2O3 dapat memperbesar koesien perpindahan panas pada penukar panas Gambar 6.6, dibandingkan dengan air.
114
BAB VI
|
STUDI PENERAPAN NANOFLUIDA PADA PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI
Gambar 6.6. Sistem penukar panas jenis radiator (Radiator type heat exchanger ) [132].
Gambar 6.7. Koesien perpindahan panas fungsi laju
alir uida [132].
115
BAB VI
|
STUDI PENERAPAN NANOFLUIDA PADA PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI
VI.2. Aplikasi pada Reaktor Nuklir
Pada saat ini uida pendingin yang digunakan untuk pendingin primer reaktor nuklir tipe air ringan (LWR, Light Water Reactor ) adalah air (H2O). Untuk peningkatan nilai ekonomi dan keselamatan reaktor nuklir pendingin konvensional ini dapat diganti dengan nanouida. Peningkatan tingkat ekonomi dapat dicapai dengan meningkatkan rapat daya ( power density ) yaitu daya per volume teras reaktor ( Reactor core) [128]. Dengan mengaplikasikan nanouida, karena memiliki karakteristik perpindahan panas yang lebih baik, maka pada tingkat keselamatan yang sama, peningkatan rapat daya dapat dilakukan [128]. Nanouida dapat dibuat dengan menggunakan uida dasar air dan nanopartikel ZrO2 atau Al2O3. Secara potensial, reaktor air berat (HWR, Heavy Water Reactor ) pun dapat menggunakan nanouida sebagai bahan pendinginnya dengan air berat sebagai uida dasarnya. Selain untuk pendingin primer, nanouida juga dapat digunakan sebagai uida di ECCS ( Emergency Core Cooling System) dan RVCS (Reactor Vessel Cooling System). Kedua sistem ini digunakan pada saat darurat atau kecelakaan. ECCS digunakan untuk mendinginkan teras reaktor dan RVCS digunakan untuk mendinginkan reactor vessel saat darurat atau kecelakaan. Pemilihan uida untuk memindahkan panas yang diproduksi oleh reaktor nuklir dilakukan dengan mempertimbangkan karakteristik panas, sifat sika-kimia, sifat nuklir, dan keekonomian uida tersebut [133]. Karakteristik panas berhubungan dengan daya pemompaan ( pumping power ), kapasitas pemindahan panas teras reaktor (reactor core heat removal capacity ) dan fungsi uida dalam pengangkutan panas, sifat sika-kimia berkaitan dengan kestabilan dan sifat termodinamik uida di bawah pengaruh panas dan radiasi, dan aktivitas kimia yaitu toksisitas dan korosi, sifat nuklir berkaitan dengan kemampuan penyerapan neutron, moderasi neutron termal, dan aktivasi, dan terakhir keekonomian berkaitan dengan biaya 116
BAB VI
|
STUDI PENERAPAN NANOFLUIDA PADA PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI
produksi, penyimpanan dan pengolahan uida purna pakai [133]. Sehingga nanouida yang baik adalah nanouida yang stabil artinya tidak berubah karena panas dan radiasi, dapat memindahkan panas sebanyak-banyaknya, tidak menimbulkan korosi, tidak aktif dan memancarkan radiasi karena berada di lingkungan reaktor, tidak menyerap neutron termal sehingga tidak mengganggu ekonomi neutron, dan murah dalam produksi, penyimpanan dan pengolahan purna pakainya. Kriteria ini berlaku untuk pendingin primer atau di lingkungan pendingin primer. Kriteria dapat dikurangi untuk pemakaian nanouida di luar pendingin primer yaitu di pendingin sekunder (Reaktor PWR) dan di External Reactor Vessel Cooling System (ERVCS). Nanouida untuk aplikasi di bagian ini tidak memerlukan kriteria sifat neutron. Untuk aplikasi pendingin primer, nanopartikel yang digunakan harus memiliki koesien absobsi neutron termal yang kecil. Berdasarkan kriteria ini beberapa senyawa keramik dapat dipilih seperti MgO, Al2O3, dan ZrO2 [41,62,64,128,134]. Untuk sistem pendingin sekunder (PWR) dan ERVCS dapat menggunakan berbagai macam nanopartikel selain MgO, Al 2O3 dan ZrO2 seperti Fe2O3, Fe3O4, CuO, NiO, ZnO, TiO2, dan SiO2 [10,44-52]. Nanopartikel yang telah disebutkan dapat digunakan untuk aplikasi non-nuklir seperti otomotif, elektronik, lingkungan dan kesehatan, solar heating, bangunan, dan industri. Nanouida untuk Emergency Core Cooling System (ECCS) sama dengan nanouida untuk sistem pendingin primer. Pertimbangan penerapan nanouida di reaktor nuklir, khususnya jenis reaktor berpendingin air ringan (LWR), didasarkan pada dua fenomena sika yaitu CHF dan perpindahan panas pendinginan cepat ( quenching heat transfer ) [4]. CHF adalah batas tertinggi perpindahan panas dari rejim nucleate boiling ke lm boiling seperti diilustrasikan pada Gambar 6.8 [4]. Fenomena ini 117
BAB VI
|
STUDI PENERAPAN NANOFLUIDA PADA PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI
dapat disebabkan oleh pengurangan aliran uida atau perubahan uks panas. Ketika CHF terjadi bahan bakar mengalami overheat dan rusak, lalu menyebabkan pelepasan produk si. Oleh karena itu pembatasan daya reaktor harus dilakukan untuk mencegah terjadinya CHF. Quenching adalah pendinginan cepat sebuah objek panas oleh uida yang dingin. Peristiwa ini terjadi pada saat ada kecelakaan kehilangan pendingin (LOCA). Setelah LOCA, ECCS mengalirkan air bersuhu ruang ke teras reaktor untuk menurunkan suhu bahan bakar yang tidak lagi didinginkan oleh pendingin primer. Berdasarkan data ini diketahui bahwa peningkatan nilai CHF (dalam hal ini adalah selisih antara CHF nanouida dan CHF uida dasar dibagi CHF uida dasar) dan kemampuan proses quenching yang cepat dibutuhkan untuk meningkatkan keselamatan reaktor nuklir. Penerapan nanouida dapat memenuhi kebutuhan ini karena nanouida memiliki wetabilitas yang lebih baik dibandingkan dengan uida dasar yang menyebabkan CHF yang lebih besar. Di sisi lain karena nanouida memiliki konduktivitas termal yang lebih besar, maka proses perpindahan panas dari logam yang didinginkan dengan nanouida dapat berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan logam yang didinginkan dengan uida dasarnya.
Gambar 6.8. CHF pada kurva pendidihan air [4].
118
BAB VI
|
STUDI PENERAPAN NANOFLUIDA PADA PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI
VI.3. Kegiatan Penelitian Nanouida di PSTNT BATAN
Penelitian nanouida di PSTNT-BATAN Bandung dimulai pada tahun 2011. Penelitian nanouida ini difokuskan untuk aplikasi nuklir namun nanouida yang diteliti juga dapat diaplikasikan untuk nonnuklir. Pada kegiatan ini, nanouida diusahakan dapat dibuat dari nanopartikel yang disintesis dari bahan dasar (raw materials) yang berlimpah di Indonesia. Nanopartikel yang telah dibuat adalah Fe3O4, Fe2O3, ZrO2, dan Al2O3. Nanopartikel Fe3O4 disintesis dengan metode kopresipitasi [135] dan kombinasi kopresipitasi dan reaksi karbotermal [10] dari serbuk Fe2O3 yang diekstraksi dari mineral lokal yarosit. Nanouida Air-Fe3O4 yang sangat stabil telah berhasil dibuat dari nanopartikel yang dihasilkan. Contoh nanouida Air-Fe 3O4 tersebut diperlihatkan pada Gambar 6.9. Sementara itu citra TEM dari nanopartikel Fe 3O4 yang dibuat dengan metode kopresipitasi yang dikombinasi dengan karbotermal diperlihatkan pada Gambar 6.10 [10].
a
b
Gambar 6.9. Nanouida Air-Fe 3O4 buatan PSTNT-BATAN [136].
Kondisi nanouida, a. Setelah 598 hari, b. Setelah 820 hari.
119
BAB VI
|
STUDI PENERAPAN NANOFLUIDA PADA PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI
Gambar 6.10. Citra TEM nanopartikel Fe 3O4 yang dibuat dengan metode kopresipitasi yang dikombinasi dengan karbotermal [10].
Karakteristik termal nanouida Air-Fe 3O4 yang dibuat khususnya CHF sangat baik. Nilai CHF (CHF enhancement ) nanouida Air-Fe3O4 meningkat dengan pertambahan konsentrasi nanopartikel Fe3O4 seperti dapat dilihat pada Gambar 6.11.
Gambar 6.11. Peningkatan CHF nanouida Air-Fe 3O4 sebagai fungsi konsentrasi nanopartikel Fe 3O4 [10].
120
BAB VI
|
STUDI PENERAPAN NANOFLUIDA PADA PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI
Selain nanouida dari nanopartikel Fe 3O4, di BATAN telah dilakukan pula sintesis nanopartikel ZrO2 dari bahan zirkon (ZrSiO4) lokal. Nanopartikel ZrO2 disintesis dari ZrOCl2.8H2O (ZOC) yang diekstraksi dari mineral zirkon dengan metode fusi kaustik [41]. Metode sintesis yang dipilih adalah solgel dengan menggunakan gula sebagai agen pembatas (capping agent ). Citra TEM dari nanopartikel ZrO2 yang diperoleh diperlihatkan pada Gambar 6.12. Konduktivitas termal nanouida Air-ZrO 2 sebagai fungsi konsentrasi diperlihatkan pada Gambar 6.13. Konduktivitas termal efektif nanouida membesar dengan membesarnya konsentrasi nanopartikel. Konduktivitas termal efektif adalah perbandingan antara konduktivitas termal nanouida dan konduktivitas uida dasar (base uid ). Seperti terlihat pada Gambar 6.13, peningkatan konduktivitas termal efektif nanouida pada konsentrasi 1% berat adalah 5,5%.
Gambar 6.12. Citra TEM nanopartikel ZrO2 [137].
121
BAB VI
|
STUDI PENERAPAN NANOFLUIDA PADA PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI
Gambar 6.13. Konduktivitas termal efektif nanouida Air-ZrO 2 fungsi konsentrasi nanopartikel ZrO 2 [137].
Untuk melihat pengaruh nanouida Air-ZrO 2 yang telah dibuat terhadap perpindahan panas pada sistem pendingin reaktor nuklir, telah dilakukan studi perpindahan panas dengan menggunakan untai uji yang telah dibuat secara mandiri di PSTNT-BATAN [138]. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mendapatkan persamaan korelasi baru untuk menghitung koesien perpindahan panas konveksi alamiah, paksa dan kombinasinya dari nanouida Air-ZrO 2 di pipa silinder vertikal susunan segi tiga dan segi empat [138]. Pipa silinder adalah simulasi dari berkas silinder bahan bakar sebuah reaktor nuklir atau pipa dari sebuah heat exchanger . Foto untai uji dapat dilihat pada Gambar 6.14. Data pada Gambar 6.15 dan 6.16 memperlihatkan bahwa nanouida khususnya nanouida Air-ZrO 2 dapat meningkatkan perpindahan panas. Dari studi didapatkan persamaan korelasi perpindahan panas konveksi alamiah yang diperlihatkan pada persamaan (6-1) [138].
122
BAB VI
|
STUDI PENERAPAN NANOFLUIDA PADA PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI
....………………………………………………..(6-1)
dengan adalah bilangan Nusselt, dan adalah konstanta, adalah bilangan Rayleigh, adalah posisi, dan adalah diameter hidrolik. Untuk sub. buluh segitiga a=16,22 dan b=0,0696, dan untuk sub. buluh segiempat a=10,09, dan b = 0,0702. Bilangan Nusselt adalah bilangan tak berdimensi (bilangan non-dimensional) yang merupakan perbandingan antara panas konveksi dan panas konduksi. Bilangan Nusselt menggambarkan peningkatan perpindahan panas melalui uida sebagai hasil dari perpindahan konveksi relatif terhadap perpindahan konduksi yang melintasi lapisan uida yang sama. Untuk konveksi alamiah bilangan Nusselts merupakan fungsi bilangan Rayleigh. Bilangan Rayleigh adalah perbandingan gaya apung dan gaya viskositas dengan difusivitas momentum dan termal. pada konveksi alamiah.
Gambar 6.14. Penampang lintang kongurasi segitiga dan segiempat,
dan untai uji perpindahan panas [138]. 123
BAB VI
|
STUDI PENERAPAN NANOFLUIDA PADA PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI
Gambar 6.15. Hubungan antara bilangan Nusselt dan bilangan Rayleigh
untuk sub. channel segitiga [138].
Gambar 6.16. Hubungan antara bilangan Nusselt dan bilangan Rayleigh
untuk sub. channel segiempat [138].
Selain nanopartikel Fe3O4, dan ZrO2, di BATAN dilakukan pula sintesis nanopartikel Al2O3 dari bahan bauksit lokal. Nanopartikel Al2O3 disintesis dari Al(OH)3 yang diekstraksi dari mineral bauksit
124
BAB VI
|
STUDI PENERAPAN NANOFLUIDA PADA PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI
dengan metode bayer [139,140]. Nanopartikel Al2O3 diperoleh dengan mengkalsinasi Al(OH)3 pada suhu 900ºC selama 3 jam [139]. Citra TEM dan pola difraksi sinar-X dari nanopartikel Al 2O3 yang diperoleh diperlihatkan pada Gambar 6.17. Peningkatan CHF nanouida Air-Al2O3 sebagai fungsi konsentrasi diperlihatkan pada Gambar 6.18. Peningkatan CHF nanouida membesar dengan membesarnya konsentrasi nanopartikel. Seperti terlihat pada Gambar 6.18, harga peningkatan CHF nanouida sebesar 161% dicapai pada konsentrasi nanopartikel sebesar 0,5% volume.
Gambar 6.17. Citra TEM (kiri) dan pola XRD (kanan) nanopartikel Al 2O3 hasil kalsinasi Al(OH)3 suhu 900ºC [138].
Gambar 6.18. Peningkatan CHF fungsi konsentrasi nanopartikel nanouid Air-Al2O3 hasil kalsinasi Al(OH)3 suhu 900ºC[139]. 125
BAB VI
|
STUDI PENERAPAN NANOFLUIDA PADA PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI
Studi nanouida menggunakan nanopartikel Al 2O3 dari bahan bauksit lokal tetapi dengan menggunakan etilen glikol (EG) sebagai uida dasar juga dilakukan. Nanopartikel Al 2O3 yang dipakai juga disintesis dari Al(OH) 3 yang diekstraksi dari mineral bauksit dengan metode bayer [140] tetapi prosesnya berbeda dari penelitian sebelumnya. Nanopartikel Al2O3 diperoleh dengan mengkalsinasi Al(OH)3 pada suhu 600ºC selama 3 jam [140]. Citra TEM dan pola difraksi sinar-X dari nanopartikel Al 2O3 yang diperoleh diperlihatkan pada Gambar 6.19. Peningkatan CHF nanouida AirAl2O3 sebagai fungsi konsentrasi diperlihatkan pada Gambar 6.20. Peningkatan CHF nanouida membesar dengan membesarnya konsentrasi nanopartikel. Seperti terlihat pada Gambar 6.20, harga peningkatan CHF nanouida maksimum adalah 54% yang dicapai pada konsentrasi nanopartikel sebesar 0,095% volume.
Gambar 6.19. Citra TEM (kiri) dan pola XRD (kanan) nanopartikel Al 2O3 hasil kalsinasi Al(OH)3 suhu 600ºC [139].
126
BAB VI
|
STUDI PENERAPAN NANOFLUIDA PADA PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI
Gambar 6.20. Peningkatan CHF nanouida EG-Al 2O3 fungsi konsentrasi nanopartikel hasil kalsinasi Al(OH)3 suhu 600ºC[140].
VI.4. Aplikasi pada Radiator
Pada saat ini uida pendingin yang digunakan untuk radiator pada otomotif adalah air atau uida tertentu dengan bahan utama air yang tersedia secara komersial. Untuk peningkatan esiensi pendingin konvensional ini dapat diganti dengan nanouida . Nanouida untuk keperluan ini dapat dibuat dengan menggunakan air atau pendingin komersial sebagai uida dasar. Beberapa peneliti telah mempelajari aplikasi nanouida sebagai pendingin radiator [141-144].
VI.5. Aplikasi pada Refrigerator Refrigerasi adalah proses pengaturan dan pengontrolan suhu di bawah suhu lingkungan untuk berbagai tujuan di antaranya mendinginkan produk tertentu. Contoh penting tujuan refrigerasi adalah untuk pengawetan makanan, dan untuk memperoleh suasana nyaman manusia. Selama ini refrigerant yang digunakan
127
BAB VI
|
STUDI PENERAPAN NANOFLUIDA PADA PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI
telah tersedia secara komersial seperti R134, R152 [145]. Untuk meningkatkan esiensi, refrigerant ini dapat diganti dengan nanouida dengan menambahkan nanopartikel kedalam refrigerant komersial. Raja dkk. [146] memperlihatkan adanya pengurangan konsumsi energi sebesar 26,1% setelah menggunakan nanouida minyak mineral (mineral oil)-TiO2 dengan konsentrasi TiO2 sebesar 0,1% berat untuk menggantikan minyak polyol-ester pada sebuah refrigerator.
VI.6. Permesinan Logam (Metal Machining) Pada proses permesisnan logam, untuk menghindari kerusakan benda kerja dilakukan pendinginan selama proses permesinan. Fluida pendingin yang digunakan harus tidak menimbulkan kerusakan pada alat dan benda kerja, dan tidak boleh membahayakan operator. Selama ini uida yang digunakan biasanya adalah oli atau uida khusus yang telah tersedia secara komersial. Untuk meningkatkan tingkat ekonomi proses permesinan logam, uida pendingin konvensional dapat diganti dengan nanouida. Nanouida untuk keperluan ini dapat dibuat dengan cara mendispersikan nanopartikel kedalam uida konvensional/komersial sebagai uida dasar. Contoh proses permesinan logam dengan bantuan uida pendingin diperlihatkan pada Gambar 6.21.
128
BAB VI
|
STUDI PENERAPAN NANOFLUIDA PADA PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI
Gambar 6.21. Contoh proses permesinan logam menggunakan uida pendingin [147].
VI.7. Elektronika Komputer generasi kini dan akan datang akan sangat efektif di mana densitas komponennya sangat tinggi. Pada kondisi seperti itu disipasi panas menjadi hal yang penting yang harus diperhatikan. Pembuangan panas yang efektif dapat dilakukan dengan menerapkan nanouida sebagai pendingin. Untuk aplikasi nanouida sebagai pendingin komputer, nanopartikel yang dapat digunakan lebih eksibel dapat menggunakan hampir semua material di antaranya Al 2O3 [8]. Fluida dasarnya juga eksibel selain air dapat juga digunakan etanol, minyak, dll. Contoh sebuah komputer yang dilengkapi dengan sistem pendingin berbasis uida diperlihatkan pada Gambar 6.22.
129
BAB VI
|
STUDI PENERAPAN NANOFLUIDA PADA PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI
Gambar 6.22. Contoh sebuah komputer yang dilengkapi sistem
pendingin dengan uida [148].
130
BAB VII
PENUTUP
D
alam buku ini buku telah diuraikan mengenai nanouida dengan uraian yang terdiri dari sintesis dan karakterisasi nanomaterial, penyiapan nanouida, karakterisasi nanouida , dan aplikasi nanouida di berbagai bidang serta hasil riset yang terkait. Bagian aplikasi di bidang nuklir menjadi perhatian khusus dalam buku ini. Sintesis nanopartikel terutama dari bahan keramik dan pembuatan nanouida telah dipaparkan. Diketahui terdapat banyak metode sintesis nanopartikel keramik. Pemilihannya dapat dilakukan berdasarkan aplikasi yang akan dipilih. Nanopartikel adalah bagian yang sangat penting dari nanouida. Karakteristik nanouida ditentukan oleh karakteristik nanopartikelnya, dan karakteristik nanopartikel sangat dipengaruhi oleh metode sintesis. Bahan alam sebagai bahan dasar untuk sintesis nanopartikel banyak terdapat di Indonesia seperti mineral zirkon untuk ZrO2, bauksit untuk Al2O3, monazite untuk CeO2, pasir besi untuk Fe2O3 dan Fe3O4, dan dolomit untuk MgO. Terdapat dua metode penyiapan nanouida yaitu metode satu langkah (MSL) dan metode dua langkah (MDL), namun yang banyak digunakan selama ini adalah metode dua langkah. MDL lebih sederhana dari pada MSL.
Dalam penggunaannya nanouida dapat dibagi menjadi dua yaitu untuk aplikasi nuklir dan non-nuklir. Aplikasi nuklir khususnya untuk uida pendingin primer (di teras reaktor) memiliki persyaratan yang lebih ketat daripada aplikasi non-nuklir seperti otomotif, elektronik, dan pembentukan logam, dan aplikasi nuklir nonpendingin primer seperti External RVCS, dan pendingin sekunder (reaktor PWR). 131
BAB VII
|
PENUTUP
Kekurangan dari nanouida khususnya nanouida tanpa dispersan adalah adanya pengendapan setelah waktu tertentu. Sehingga diperlukan penelitian untuk meningkatkan kestabilan nanouida agar tidak mengendap untuk kurun waktu yang lama. Di sisi lain, sejauh ini belum ditemukan studi yang mempelajari pengaruh iradiasi neutron dan gamma terhadap nanopartikel dan nanouida meskipun banyak studi yang mempelajari nanouida untuk aplikasi reaktor nuklir. Oleh karena itu di masa datang perlu dilakukan pula penelitian pengaruh iradiasi neutron dan gamma terhadap karakteristik nanopartikel dan nanouida. Selama ini kebanyakan studi nanouida dilakukan pada tekanan atmosr, untuk keperluan aplikasi sebagai pendingin primer PWR di masa datang perlu dilakukan studi pengaruh tekanan tinggi (sesuai kondisi reaktor PWR) terhadap kestabilan nanouida. Selain itu pengaruh erosi dan korosi oleh nanouida terhadap bahan logam kelongsong bahan bakar dan tangki reaktor juga perlu dipelajari. Adanya bahan kimia di dalam air pendingin seperti asam borat (boric acid ) dan LiOH dapat mempengaruhi karakteristik kimia nanouida. Oleh karena itu, pengaruh bahan kimia ini terhadap kestabilan nanouida juga perlu dipelajari.
132
DAFTAR PUSTAKA 1.
Sudarmadji, FME Transactions (2015) 43, 40-46.
2.
Stephen Choi, Nanouid Technology: Current Status and Future Research,1998.
3.
In Cheol Bang, Gyun Heong Heo, Yong Hun Jeong, Sun Heo, An axiomatic design approach of nanouid-engineered nuclear safety featutres for generation III+ reactors, Nuclear Engineering and Tech nology, 41(9) (2009)1157-1170.
4.
J. Buongiorno, L.W. Hu, Nanouid Heat Transfer Enhancement for Nuclear Reactor Applications, Journal of Energy and Power Engineering 4(6) (2010) pp.1-8.
5.
A. Gadalla dan M. M. El-Fawal, Impacts of cooling water quality on operational safety of water cooled reactor, Eleventh International Water Technology Conference, IWTC11 2007 Sharm El-Sheikh, Egypt.
6.
D.K. Devendiran, V.A. Amirtham, A review on preparation, characterization, properties and application of nanouids, Renewable and Sustainable Energy Review 60 (2016) pp. 21-40.
7.
Xiang-Qi Wang dan Arun S. Mujumdar, A Review on nanouids-Part II:Experiment and Applications, Brazilian Journal of Chemical Engi neering Vol. 25 (4) (2008) pp. 631-648.
8.
Wei Yu and Huaqing Xie, A Review on Nanouids: Preparation, Stabil ity Mechanisms, and Applications, Journal of Nanomaterials Volume 2012, Article ID 435873, (2012) pp. 1-17 doi:10.1155/2012/435873.
9.
Ibrahim Palabiyik, Sanjeeva Witharana, Zenra Musina, Yulong Ding, Stability of glycol nanouids – the consensus between theory and measurement, Institute of Particle science and Engineering, School of Process, Environmental and Materials Engineering, University of Leeds,
[email protected].
133
Dafar Pustaka
10.
D.G. Syarif, D.H. Prajitno, Synthesis and Characterization of Fe 3O4 Nanoparticles for Nanouids from Local Material through Carboth ermal Reduction and Precipitation, Journal of The Australian Ceramic Society 54(2), 2016.
11.
M. K. Meybodi, S. Naseri, A. Shokrollahi, A. Darysafar, Prediction of viscosity of water-based Al 2O3, TiO2, SiO2, and CuO nanouids using a reliable approach, Chemometrics and Intelligent Laboratory Sys tems 149 (2015)60-69.
12.
M.H. Esfe, S. Saedodin, O. Mahdian, S. Wongwises, Efciency of ferromagnetic nanoparticles suspended in ethylene glycol for applica tion in energy devices:Effects of particle size, temperature, and con centration, International Communications in Heat and Mass Transfer 58 (2014) 138-146.
13.
M. Barsoum, Fundamentals of Ceramics, Mc.Graw-Hill, 1997.
14.
M.M. Hossen, F.U.Z Chowdhury, M.A. Gafur, A.K.M.A. Hakim, S.Nas rin, Investigation of mechanical properties of Al 2O3-20%w ZrO2 composites as a function of sintering temperature, European Scientic Journal 10(9) ( 2014)399-411.
15.
L. Chen, Z. Xu, H. Dai, S. Zhang, Facile synthesis and magnetic properties of monodisperse Fe3O4/SiO2 nanocomposite microspheres with embedded structure via a direct solution-based route, Journal of Alloys and Compounds 497 (2010)221-227.
16.
Subramaniyan dan R. Ilangovan, Thermal Conductivity of Cu 2OTiO2 Composite -Nanouid Based on Maxwell model, International Journal of Nanoscience and Nanotechnololgy Vol. 11, No. 1, (2015) pp. 59-62.
17.
Y. Tian, D. Wu, X. Jia, B. Yu, S. Zhan, Journal of Nanomaterials Vol. 2011, Article ID 837123, 5 pages.
18.
Dani Gustaman Syarif, Disertasi S3, ITB, 2014.
134
Dafar Pustaka
19.
C.J. Ma, Y.F. Liu, Y.O. Lu, H. Qian, Preparation and electrical properties of Ni0.6Mn2.4-xTixO4 NTC ceramics, Journal of Alloys and Com pounds 650 (2015) 931-935.
20.
K.Park, D.Y.Bang, Electrical properties of Ni-Mn-Co-Fe oxide thick lm NTC thermistors prepared by screen printing, J. Mat,Sci.:Materi als in electronics 14(2003)81-87.
21.
W.Yang, D.Zhou, G. Yin, R. Wang, Y. Zhang, Characterization of ZnO based varistor derived from nano ZnO powders and ultrane dop ants, J. Mater.Sci. technol. Vol 21(2) (2005)183-186.
22.
Dani G. Syarif, Collection of PSTNT BATAN.
23.
Dani Gustaman Syarif, Guntur D.S., M. Yamin, A. Gustiadi, Pembuatan Keramik Bahan Bakar Matriks Inert Dengan Bahan Fisil UO 2 Bentuk Serbuk, Laporan Teknis, PTNBR-BATAN, 2010.
24.
Ahmed Ijaz, Ceramic materials & their processing, http://www.slideshare.net/aliraza62742/ceramic-materials-their-processing , 2015.
25.
Anonim, Mechanical Engineering, A Complete Online Guide for Ev ery Mechanical Engineer, http://www.mechanicalengineeringblog. com/46-methods-of-compacting-powder-metallurgy/ , 2015.
26.
Anonim, Injection moulding Design, process, Applications, Advantages, Disadvantage, http://mechanicalbuzz.com/injection-mould ing-design-process-applications-advantages-disadvantage.html , 2015.
27.
Anonim, Produk ekstrusi, Ceramic Substrates & Components (CSC) Ltd, http://www.ceramic-substrates.co.uk/bespoke-ceramics/ceram ic-extrusions, 2015.
28.
Anonim, Ceramic Injection Moulding, http://www.multi-lab.co.uk/ services/cim.htm].
29.
Anonim, Screen and stencil printing, http://www.mtarr.co.uk/cours es/topics/0222_print/index.html, 2015.
135
Dafar Pustaka
30.
Dani G. Syarif, Collection of PSTNT BATAN.
31.
Anonim, http://www.mtixtl.com/MicrometerAdjustableFilmAppli cator-150mmEQ-Se-KTQ-150.aspx , 2015.
32.
Anonim, Schematic of the PLD Deposition, http://www.polifab.polimi.it/equipments/lasse/, 2015
33.
Anonim, 2015.
34.
G. J. K. Harrington, Effect of solid solutions and second phases on the thermal conductivity of zirconium diboride ceramics, Disertasi, Missouri University of Science and Technology, 2014.
35.
Dani Gustaman Syarif, Aditianto Ramelan, Electrical Characteristics of NTC Thermistor Ceramics Made of Mechanically Activated Fe 2O3 Powder Derived from Yarosite, AIP Proceedings, 2007.
36.
N. Arsalani, H. Fattahi, M. Nazarpoor, Synthesis and characterization of PVP-functionalized superparamagnetic Fe 3O4 nanoparticles as an MRI contrast agent, Express Polymer Letters 14(2010)pp.329-338.
37.
G.Z. Kyzas, J. Fu, K.A. Matis, The change from past to future for ad sorbent materials in treatment of dyeing wastewaters, Materials 2013, 6 (2013) pp.5131-5158.
38.
E. Etacheri, C.D. Valentin, J. Scneider, D. Bahnemann, S.C. Pillai, Visible light activation of TiO 2 photocatalyst: Advances in theory and experiments, Journal of Photochemistry and Photobiology C: Photochem istry Reviewers 25(201) 1-29.
39.
K.M. Lee, C.W. Lai, K.S. Ngai, J.C. Juan, Recent developments of Zinc oxide based photocatalyst in water treatment technology: A review, Water Research 88 (2016) 428-448.
40.
M. Misha, D.M. Chun, α-Fe 2O3 as a photocatalytic material: A review, Applied Catalyst A: General 498 (2015) 126-141.
136
http://www.mtixtl.com/DesktopSpinCoater-VTC-50.aspx ,
Dafar Pustaka
41.
D. G. Syarif dan D. H. Prajitno, Characteristics of Water-ZrO 2 Nanouid Made from Solgel Synthesized ZrO 2 Nanoparticle Utilizing Local Zircon, Journal of Materials Science and Engineering B 3 (2) (2013) 122-127.
42.
R. Saleh, N. Putra, S.P. Prakoso, W.N. Septiadi, Experimental investiga tion of thermal conductivity and heat pipe thermal performance of ZnO nanouids, International Journal of Thermal Sciences 63 (2013) 125-132.
43.
J.R. Lamarsh, Introduction to Nuclear Engineering 2nd Edition, Addison-Wesley Pub.Co., 1983.
44.
Meher Wan, S. K. Verma, D. K. Pandey and R. R. Yada, Synthesis and frequency dependent ultrasonic characterization of NiO-EG nanouids, Proceedings of Meetings on Acoustics, Volume 19, 2013, pp.1-5.
45.
K.S. Reddy, N. R. Kamnapure, S. Srivastava, Nanouid and nanocomposite applications in solar energy conversion systems for performance enhancement: a Review, International Journal of LowCarbon Technologies 0 (2016) pp.1–23. Macam2 oksida and C.
46.
S. C. Hiswankar, J. M. Kshirsagar, Determination Of Critical Heat Flux In Pool Boiling Using ZnO Nanouids, International Journal of Engineering Research & Technology (IJERT) Vol. 2(7), (2013) pp.20912095.
47.
M. Sahooli, S. Sabbaghi, M. Shariaty Niassar, Preparation of CuO/ Water Nanouids Using Polyvinylpyrolidone and a Survey on Its Stability and Thermal Conductivity, International Journal Nanoscience and Nanotechnology, Vol. 8, No. 1 (2012) pp. 27-34.
48.
N. Bozorgan, K. Krishnakumar, N. Bozorgan, Numerical Study on Application of CuO-Water Nanouid in Automotive Diesel Engine Radiator, Modern Mechanical Engineering 2, (2012) pp. 130-136. http://dx.doi.org/10.4236/mme.2012.24017.
137
Dafar Pustaka
49.
S. B. Prakash, K. N. Kotin, P. Kumar, Preparation and characterization of Nanouid (CuO – Water, TiO 2 – Water), International Journal of Science and Engineering 1(3) (2015) pp.14-20.
50.
C.S. Jwo, D.C. Tien, T.P. Teng, H. Chang, T.T. Tsung, C.Y.Liao, C.H.Lin, Preparation and UV Characterization of TiO 2 nanoparticles synthesized by SANSS, Rev. Advanced Material Science 10 (2005) 283-288.
51.
M. S. Patil, J.H. Seo, S.J. Kang, M.Y. Lee, Review on Synthesis, ThermoPhysical Property, and Heat Transfer Mechanism of Nanouids, Energies 2016, 9 (840) (2016) pp.1-17; doi:10.3390/en9100840.
52.
L. Colla, Experimental characterization of nanouids as heat transfer media, University of Padova.
53.
M.K.Nazarabad, E. K. Goharshadi, M. H. Entezari, P. Nancarrow, Rheological properties of the nanouids of tungsten oxide nanoparticles in ethylene glycol and glycerol, Microuid-Nanouid, 2015, DOI 10.1007/s10404-015-1638-5.
54.
S. Habibzadeha, A. K. Beydokhtia, A. A. Khodadadia, Y. Mortazavia, S. Omanovicb, M. S. Niassara,Stability and thermal conductivity of nanouids of tin dioxide synthesized via microwave-induced combustion route, Chemical Engineering Journal 156 (2010) pp.471– 478. SnO2
55.
Anonim, Materials properties chart, https://www.ceramicindustry. com/ .
56.
Y.M. Chiang, dkk, D. Birnie III, W.D. Kingery, Physical Ceramics, John Wiley and Sons 1997.
57.
D. S. Nikam, S. V. Jadhav, V. M. Khot, R. A. Bohara, C. K. Hong, S. S. Mali, and S. H. Pawar, Cation distribution, structural, morpholog ical and magnetic properties of Co1− x Zn x Fe2O4 ( x = 0–1) nanoparticles, RSC Advances Issue 3, 2015 .
58.
Anonim, https://en.wikipedia.org/wiki/Sol-gel, 2015.
138
Dafar Pustaka
59.
M.E. Simonsen and E.G. Sogaard, Journal of Solgel Science and Tech nology 53 (2010)485-497.
60.
N. Agoudji, S. Kermadi, A. Larbot, Desalination 223 (2008) 417–424.
61.
Y. Dimitriev, Y. Ivanova, R. Iordanova,Journal of the University of Chemical Technology and Metallurgy, 43, 2, 2008, 181-192.
62.
D. G. Syarif, D. H. Prajitno, Synthesis and Characterization of Al2O3 Nanoparticles and Water-Al 2O3 Nanouids for Nuclear Reactor Coolant, Advanced Materials Research Vol. 1123 (2015) pp 270-273.
63.
M. Gupta, et al., J. Analytical and Applied Pyrolisis 116(2015)75-85.
64.
D.G. Syarif, Characteristics of water-ZrO2 nanouids with different pH utilizing local ZrO 2 nanoparticles prepared by precipitation method, Advanced Materials Research vol.896 (2014) pp.163-167.
65.
Rajesh and Dubey, Nanoscience and Nanoengineering 1(3) (2013)139-141.
66.
Elaa Qumezzine, Sobhi Hcini, Mohamed Baazaoui, E.K. Hlil, Mo hamed Ou mezzine, Powder Technology 278 (2015)189-195.
67.
Anonim, https://engineering.purdue.edu/H2Lab/Sodium_Borohydride/index.html.,2015.
68.
A. Sutka, The role of stoichiometry on gas response of nanostruc tured sol-gel auto combustion derived nickel ferrite, Sensor Letters vol 11 (2013)2010-2013.
69.
U. Megha et al., Nanosized LaCo0.6Fe0.4O3 perovskites synthesized by citrate sol gel auto combustion method Processing and Applica tion of Ceramics 8 [2] (2014) 87–92.
70.
F. Iskandar, Adv. Powder Techn. 20 (2009) 283.
71.
Ghaffarrian Hamid Reza, Saiedi Mahboobeh, Sayyadnejad Mohammad Ali, Rashidi Ali Morad, Synthesis ZnO nanoparticles by spray pyrolysis method, Iran J. Chem. Chem. Eng. 30[1] (2011)1-6.
139
Dafar Pustaka
72.
Hiromichi Hayashi, Yukiya Hakuta, Hydrothermal Synthesis of Metal Oxide Nanoparticles in Supercritical Water, Materials 2010, 3, 37943817; doi:10.3390/ma3073794.
73.
Dani Gustaman Syarif, Private collection.
74.
K. M. O. Jensen, July 2013, Disertasi doktor, Jurusan Kimia, Universi tas Aarhus, Denmark.
75.
M. A. Shah and J. Kumar, Synthesis and Characterization of α-Al 2O3 Nanorods prepared by a Simple Aluminum-Water Reaction, African Physical Review 2:0005, pp. 48-51, 2008.
76.
A. Behbahani, S. Rowshanzamir, A. Esmaeilifar, Procedia Engineering 42 ( 2012 ) 908 – 917.
77.
A. R.Noviyanti, B. Prijamboedi, N. Marsih, dan Ismunandar, Hydro thermal Preparation of Apatite-Type Phases La9.33Si6O26 and La9M1Si6O26.5 (M = Ca, Sr, Ba), ITB J. Sci., Vol. 44 A, No. 2 (2012) 193-203.
78.
Anonim, Scientic Background on the Nobel Prize in Physics 2010 of Graphene, The Royal Swedish Academy of Sciences.
79.
H. He, J. Klinowski, M. Forster, A. Lerf, A new structural model for graphite oxide, Chemical Physics Letters 287 1998 53–56.
80.
L. Shahriary, A. A. Athawale, Graphene Oxide Synthesized by using Modied Hummers Approach, International Journal of Renewable Energy and Environmental Engineering ISSN 2348-0157, Vol. 02, No. 01 (2014) 58-63.
81.
Anonim, Graphene, http://archive.cnx.org/contents/790bacf3-65124957-bbed-ac887a4fca7c@4/graphene, 2016.
82.
M. R. Ilhami dan D. Susanti, Pengaruh Massa Zn dan Temperatur Hydrotermal Terhadap Struktur dan Sifat Elektrik Material Graphene, JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) F-185-F-190.
140
Dafar Pustaka
83.
Anonim, http://www.rsc.org/chemistryworld/News/2008/December/10120801.asp, 2016.
84.
Mujamilah, Jurnal Sains Materi Indonesia, Vol. 13 (3) (2012)159-167.
85.
Prabhu, Materials Science and Engineering A 425 (2006) 192–200.
86.
Molaei, Materials Chracterization 63 (2012) 83-89.
87.
Pradhan et al, Materials Chemistry and Physics 93 (2005) 224–230.
88.
Suryanarayana, Progress in Materials Science 46 (2001) 1-184.
89.
Anonim, Ball mill, Wikipedia.
90.
B.S. Ravikumar, H. Nagabhushana, S.C. Sharma, Y.S. Vidya, K.S. Anan tharaju, Spectrochimica Acta Part A: Molecular and Biomolecular Spectroscopy 136 (2015) pp.1027–1037.
91.
Anonim, Geochemical Instrumentation and Analysis http://serc. carleton.edu/research_education/geochemsheets/techniques/SEM . html, 2015.
92.
Anonim, .[https://www.purdue.edu/ehps/rem/rs/sem.htm], 2015.
93.
Anonim, http://www.hitachi-hightech.com/ca/product_de tail/?pn=em-tm3030plus, 2015.
94.
Dani Gustaman Syarif, Data of PSTNT-BATAN.
95.
Bob Hafner, Characterization Facility, University of Minnesota, 2015.
96.
Anonim, www.intechopen.com , 2015.
97.
Matthew R. Phillips, University of Technology Sydney, matthew.phil
[email protected], 2015.
98.
P. Palmero, Structural Ceramic Nanocomposites: A Review of Prop erties and Powders’ Synthesis Methods, Nanomaterials 2015, 5, 656696; doi:10.3390/nano5020656.
99.
Anonim, 2015.
http://www.hk-phy.org/atomic_world/tem/tem02_e.html ,
141
Dafar Pustaka
100.
Dani Gustaman Syarif, Data of PSTNT-BATAN.
101. Anonim, http://xrf-spectroscopy.com/ , 2015. 102. Anonim, https://www.helmholtz-berlin.de/projects/pvcomb/analytik/xrf_en.html, 2015.
103.
Dani Gustaman Syarif, Technical report, PSTNT-BATAN.
104.
M.C. Mascolo, Yongbing Pei, T.A. Ring, Materials 6 (2013)5549-5567.
105.
Dani G. Syarif, Collection of PSTNT-BATAN.
106.
S.A. Kumar, K.S. Meenakshi, B.R.V. Narashimhan, S. Srikant, G. Arthanareeswaran, Material Chemistry and Physic 113 (2009) 57-62.
107.
Stephen U. S. Choi and J. A. Eastman, Enhancing Thermal Conduc tivity of Fluids with Nanoparticles, ASME International Mechanical Engineering Congress & Exposition, November 12-17, 1995, San Francisco, CA.
108.
Kostic, ppt, www.kostic.niu.edu , 2015.
109.
Dani G. Syarif, Koleksi PSTNT-BATAN.
110.
Dani G. Syarif, DataPSTNT-BATAN.
111. S. Nigam et al. / Journal of Magnetism and Magnetic Materials 323 (2011) 237–243. 112.
D.G. Syarif, Data PSTNT-BATAN Bandung.
113.
D.G. Syarif, Koleksi PSTNT BATAN Bandung.
114.
D.G. Syarif, Koleksi PSTNT BATAN Bandung.
115.
Particle Sciences, Technical Brief 2012 Vol 2.
116.
http://www.silver-colloids.com/Tutorials .
117. Anonim, www.malvren.com, 2015.
118. Anonymous, Understanding heat transfer coefcient, Advanced Thermal Solution.Inc., www.qats.com .
142
Dafar Pustaka
119.
Rodolphe Heyd, Nanouids for Heat Transfer, CRMD UMR6619 CNRS/Orléans University, France, www.intechopen.com .
120. Fei Duan, Dingtian Kwek, Alexandru Crivoi, Viscosity affected by nanoparticle aggregation in Al 2O3-water nanouids, Nanoscale Re search Letters 2011, 6:248. 121.
N. Jamshidi, M. Farhadi, D.D. Ganji, K. Sedighi, Experimental investi gation on the viscosity of nanouids, IJE Transactions B:Application 25(3) (2012) 201-209.
122. Mandeep Singh, Lal Kundan, Experimental study on thermal conductivity and viscosity of Al 2O3 nanotransformer oil, International Journal on Theoritical and Applied Research in Mechanical Engineering (IJTARME), Vol 2, Issue 3, 2013, pp.125-129. 123.
J.H. Lee, S.H. Lee, C.J. Choi, S.P. Jang, S.U.S. Choi, A review of thermal conductivity data, mechanisms and models for nanouids, Interna tional Journal of Micro-Nano Scale Transport 1(4) (2010) 269-322.
124.
M.H. Esfe, S. Saedodin, O. Mahdian, S. Wongwises, Efciency of ferromagnetic nanoparticles suspended in ethylene glycol for applica tion in energy devices:Effects of particle size, temperature, and con centration, International Communications in Heat and Mass Transfer 58 (2014) 138-146.
125. H. Hezaveh, M.K. Moraveji, Modeling effective thrmal conductivity of Al2O3 nanoparticles in water and ethylene glycol based on shape fac tor, International Journal of Chemical Engineering and Applications 2(1) (2011)pp.1-4. 126.
S.C. Hiswankar, J.M.Kshirsagar, Determination of critical heat ux in pool boiling using ZnO nanouids, International Journal of Engi neering Research and Technology (IJERT) 2(7)(2013)pp.2091-2095.
127.
H.D. Kim, Enhancement of critical heat ux in nucleate boiling of nanouids: a state of the art review, Nanoscale Research Letters 2011, 6 (415)(2011)1-18.
143
Dafar Pustaka
128.
J. Buongiorno, L.W. Hu, Nanouids heat transfer enhancement for nuclear reactor applications, Proceedings of the ASME 2009 2nd micro/nanoscale heat and mass transfer international conference MNHMT2009, Shanghai 2009.
129.
H.D. Kim, J.B. Kim, M.W. Kim, Experimental study on CHF characteristics of water-TiO2 nanouids, Nuclear Engineering and Technology 38(1) (2006) 61-68.
130.
M. Ismail, S. Fotowat, A. Fartaj, Simulation of Al 2O3-ATF nanouid in a compact heat exchanger, Prosccedings of the 2nd International Conference on Fluid Flo, Heat and mass transfer, Ottawa, Canada, 2015. ATF=Automatic transmission uid.
131.
S. Senthilraja, KCK. Vijayakumar, Analysis of heat transfer coef cient of CuO/Water nanouids using double pipe heat exchanger, International Journal of Engineering Research and Technology 6(5) (2013)675-680.
132.
R.J. Issa, Heat transfer investigation of aluminum oxide nanouids in heat exchangers, European Scientic Journal July 2016 (Special Edition).
133.
Marcelo S. Rocha, Eduardo L.L. Cabral, Gaianê Sabundjian, Helio Yoriyaz, Ana Cecília S. Lima, Antônio Belchior Junior, Adelk C. Prado, Tuc M. Filho, Delvonei A. Andrade, Julian M.B. Shorto, Roberto N. Mesquita, Francisco A. Souza, Larissa Otubo, Benedito D. Baptista Filho, Perspective of heat transfer enhancement in nuclear reactors toward nanouids applications, 2013 International Nuclear Atlantic Conference - INAC 2013 Recife, PE, Brazil, November 24-29, 2013.
134.
Z.K. Kadhim, M.S. Kassim, A.Y.A. Hassan, Effect of MgO nanouid on heat transfer characteristics for integral nned tube heat exchanger, International Journal of Mechanical Engineering and Technology (IJMET) 7(2), (2016) pp. 11-24.
144
Dafar Pustaka
135.Dani Gustaman Syarif, Djoko Hadi Prajitno, Synthesis and characteri zation of Fe3O4 nanoparticles and water-Fe 3O4 nanouids, The 10th International Forum on Strategic Technology 2015 June 3-June 5, Bali 2015. 136.
Dani G. Syarif, Data of PSTNT-BATAN.
137.
Dani G. Syarif, Djoko H. Prajitno, Characteristics of water-ZrO 2 nanouid made from solgel synthesized ZrO 2 nanoparticles utilizing local zircon, Journal of Materials Science and Engineering B3(2) (2013)pp.122-127.
138.
E. Umar, K. Kamajaya, N.P. Tandian, Experimental study of natural con vective heat transfer of water-ZrO 2 nanouids in vertical sub channel, Contemporary Engineering Sciences 8 (33) (2015)1593-1605.
139.
Dani Gustaman Syarif*, Djoko Hadi Prajitno, Efrizon Umar, Synthesis of Al2O3 Nanoparticles from Local Bauxite for Water- Al 2O3 Nanouids, The 5th International Conference on Advanced in Nuclear Sci ences and Engineering (ICANSE) 2015, November 18th-20th, 2015, Bandung, Indonesia.
140.
Dani Gustaman Syarif, Characteristics of Ethylene Glycol-Al 2O3 Nanouids Prepared By Utilizing Al 2O3 Nanoparticles Synthesized from Local Bauxite, ICOPIA 2016, Bali 2016.
141.
K.Sirisha, P.V.Kumar, Performance enhancement of an automotive radiator using ethylene glycol and Al 2O3 nanouid as a coolant, International Journal of Science and Research (IJSR) 4(9) (2013) pp.43-46.
142.
.S. Amrutkar, S.R. Patil, Automotive radiator performance-Review, International Journal of Engineering and Advanced Technology (IJEAT) 2(3)(2013) pp.563-565.
143.
N.S. Nhrikhande, V.M.Kriplani, Heat transfer enhancement in automobile radiator using nanouids: A Review, International Journal of Engineering Research and Technology (IJERT) 3(3) (2014) pp.174-177.
145
Dafar Pustaka
144.
P.S. Sasank, V.G. Naik, T.N. Nagarjuna, S.J. Kishore, Emprical review on car radiator using H2O-Al 2O3, International Journal of Innovative Research in Science, Engineering and Technology 3(10)(2007) pp.16555-16559.
145.
T. Coumaressin and K. Palaniradja, Performance Analysis of a Refrig eration System Using Nano Fluid, International Journal of Advanced Mechanical Engineering 4 (4) (2014) pp. 459-470.
146.
M. Raja, R. Vijayan, P. Dineshkumar, M. Venkatesan, Review on nanouids characterization, heat transfer characteristics and applications, Renewable and Sustainable Energy Review 64(2016) pp.163-173.
147. Anonymous, MetLube® Metalworking Fluid, http://pantheonchemical.com/metlube-metalworking-uid/ .
148. Ice Dragon Cooling, ces2013/12.htm].
146
[http://www.overclockersclub.com/reviews/
LAMPIRAN
Contoh pemberian indeks dan penentuan struktur kristal dari sebuah pola difraksi.
Penentuan struktur kristal dilakukan pada pola difraksi Gambar L1.
) s t n u o c ( y t i s n e t n I
150
100
50
0 15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75 2Theta (°)
Gambar L1. Pola difraksi sebuah sampel.
1. 2. 3.
Tentukan parameter kisi. Indeks puncak-pucaknya. Tentukan struktur kristalnya.
Langkah pengerjaan: 1. Indentikasi puncak-puncaknya. 2. Tentukan Sin2θ.
147
LAMPIRAN
3. 4. 5.
6.
Hitung Sin2θ/Sin2θmin dan kalikan dengan bilangan bulat (interger) yang sesuai. Pilih dari langkah 3, h2+k2+l2 yang menghasilkan bilangan bulat (interger). Bandingkan hasilnya dengan deretan harga h2+k2+l2 untuk mengidentikasi kisi Bravais, misalnya BCC h2+k2+l2 = 2,4,6,8,10,12,14,16…… dan FCC h2+k2+l2 = 3,4,8,11,12,16,19,20,24,27,32, Tentukan parameter kisi.
Langkah 1: Identikasi puncak. No.
2θ
1
19.96
2
32.03
3
37.3
4
39
5
46.31
6
62
7
68
Sin2θ
1x Sin2θ/ 2x Sin2θ/ 3x Sin2θ/ h2+k2+l2 Sin2θmin Sin2θmin Sin2θmin
hkl
a(A)
hkl
a(A)
Langkah 2: Tentukan Sin2θ No.
2θ
Sin2θ
1
19.96
0.03
2
32.03
0.07604
3
37.3
0.10216
4
39
0.11132
5
46.31
0.15447
6
62
0.26502
7
68
0.31000
148
1x Sin2θ/ 2x Sin2θ/ 3x Sin2θ/ h2+k2+l2 Sin2θmin Sin2θmin Sin2θmin
LAMPIRAN
Langkah 3: Hitung Sin2θ/ Sin2θmin dan kalikan dengan bilangan bulat (interger) yang sesuai. 1x Sin2θ/ 2x Sin2θ/ 3x Sin2θ/ h2+k2+l2 Sin2θmin Sin2θmin Sin2θmin
No.
2θ
Sin2θ
1
19.96
0.03
1
2
3
2
32.03
0.07604
2.534292
5.06858
7.602876
3
37.3
0.10216
3.404957
6.80991
10.21487
4
39
0.11132
3.710086
7.42017
11.13026
5
46.31
0.15447
5.148391
10.2968
15.44517
6
62
0.26502
8.832809
17.6656
26.49843
7
68
0.31
10.41
20.82
31.24
hkl
a(A)
Langkah 4: Pilih dari langkah 3, h2+k2+l2 yang menghasilkan deretan bilangan bulat (interger). 1x Sin2θ/ 2x Sin2θ/ 3x Sin2θ/ h2+k2+l2 Sin2θmin Sin2θmin Sin2θmin
No.
2θ
Sin2θ
1
19.96
0.03
1
2
3
2
32.03
0.07604
2.534292
5.06858
7.602876
3
37.3
0.10216
3.404957
6.80991
10.21487
4
39
0.11132
3.710086
7.42017
11.13026
5
46.31
0.15447
5.148391
10.2968
15.44517
6
62
0.26502
8.832809
17.6656
26.49843
7
68
0.31
10.41
20.82
31.24
hkl
a(A)
149
LAMPIRAN
Langkah 5: Bandingkan hasilnya dengan deretan harga h2+k2+l2 untuk
mengidentikasi kisi Bravais , misalnya BCC h2+k2+l2 = 2,4,6,8, …….. 1x Sin2θ/ 2x Sin2θ/ 3x Sin2θ/ h2+k2+l2 Sin2θmin Sin2θmin Sin2θmin
No.
2θ
Sin2θ
1
19.96
0.03
1
2
3
2
32.03
0.07604
2.534292
5.06858
3
37.3
0.10216
3.404957
4
39
0.11132
5
46.31
6 7
hkl
a(A)
3
111
7.70245
7.602876
8
220
7.90105
6.80991
10.21487
11
311
7.99298
3.710086
7.42017
11.13026
12
222
7.99773
0.15447
5.148391
10.2968
15.44517
16
400
7.83957
62
0.26502
8.832809
17.6656
26.49843
27
511
7.77501
68
0.31
10.41
20.82
31.24
32
440
7.78429
hkl
a(A)
Langkah 6: Tentukan parameter kisi. 1x Sin2θ/ 2x Sin2θ/ 3x Sin2θ/ h2+k2+l2 Sin2θmin Sin2θmin Sin2θmin
No.
2θ
Sin2θ
1
19.96
0.03
1
2
3
3
111
7.70245
2
32.03
0.07604
2.534292
5.06858
7.602876
8
220
7.90105
3
37.3
0.10216
3.404957
6.80991
10.21487
11
311
7.99298
4
39
0.11132
3.710086
7.42017
11.13026
12
222
7.99773
5
46.31
0.15447
5.148391
10.2968
15.44517
16
400
7.83957
6
62
0.26502
8.832809
17.6656
26.49843
27
511
7.77501
7
68
0.31
10.41
20.82
31.24
32
440
7.79591 55.00471 7.85792
150
LAMPIRAN
) s t n u o c ( y t i s n e t n I
150
100
50
0 15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75 2Theta (°)
Gambar L1-1. Pola L1-1. Pola difraksi setelah diindeks.
Diketahui bahwa sampel memiliki struktur kristal FCC berdasarkan pola h2+k2+l2 = 3,4,8,11,12,16,19,20,24,27,32,…… dengan parameter kisi 7.85792 A.
Gambar L1-2. Aturan seleksi reeksi kristal kubus.
151
INDEKS A asam sitrat 33, 34, 36, 36, 38, 39, 40, 40, 84, 85 B bilangan Nusselt 123, 124 bottom-up 5, 27 Bragg 56 Bravais 148, 150 C
cacat 12, 15, 88 CHF 2, 6, 95, 105, 106, 106, 107, 108, 109, 110, 110, 117, 118, 120, 125, 126, 127, core shell 10 D
Debye Scherrer 58 dispersan 4, 5, 82, 84, 85, 132 E ECCS 2, 20, 105, 116, 116, 117, 118 EDS 65 EDX 60, 65, 65, 66, 67, 68 ekstrusi 135 Electric Double Layer Layer 87, 89, 90, 91 Elektronika 129
152
F Faktor struktur 12 uida pendingin pendingin 2, 101, 106, 106, 116, 127, 128, 129, 131 G grafen 37, 38, 39, 40, 136 grat oksida 37, 38, 39, 136 H HEM 40, 41, 42, 43, 75, 132, 136 hidrotermall 20, 33, 34, 35, 36, 37, 136 hidroterma hukum Stoke 2 Hummer 38, 39 I Indeks Miller 50, 51, 53, 54, 133, 137 Injection moulding 14, 126 K kekosongan oksigen 15 kekosongan KERAMIK vii, 5, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26 komposit 1, 9, 10, 11, 16, 20 konduksi 15, 18, 123 konduktivitas ionik 12, 15, 19 konduktivitas konduk tivitas termal termal 1, 3, 4, 5, 8, 9, 10, 11, 14, 18, 22, 23, 95, 101, 102, 103, 104, 105, 118, 121, 122 Konveksi 111, 122, 123 kopresipitasi kopresipita si 27, 28, 29, 119, 120 kristalit 58
153
L larutan padat 9, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 65 Luas permukaan jenis 77 LWR 19, 116, 117 M Metode dua langkah 5, 80, 81, 82, 83, 131 Metode satu langkah 5, 79, 80, 81, 131 N
nanouida v, vii, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 12, 18, 19, 20, 22, 24, 47, 79, 80, 81, 82, 83, 84, 85, 94, 95, 96, 97, 98, 99, 100, 101, 102, 103, 105, 106, 107, 108, 109, 110, 111, 113, 114, 116, 117, 118, 119, 120, 121, 122, 125, 126, 127, 128, 129, 131, 132, 156 nanopartikel v, vii, 1, 2, 5, 10, 12, 13, 17, 19, 24, 27, 28, 29, 32, 33, 34, 36, 37, 38, 40, 41, 42, 44, 45, 52, 55, 58, 72, 77, 79, 80, 81, 84, 95, 96, 97, 98, 99, 101, 102, 103, 104, 105, 107, 108, 109, 111, 112, 113, 114, 116, 117, 119, 120, 121, 122, 124, 125, 126, 127, 128, 129, 131, 132 O otomotif 1, 3, 21, 117, 127, 131 P Parameter kisi 147, 148, 150, 151 Pechini 31, 33, 34, 35, 36, 37, 38 pengkelat 33, 34, 38 perpindahan panas 1, 2, 3, 6, 19, 79, 95, 101, 108, 109, 111, 113, 114, 115, 116, 117, 118, 122, 123 pH 7, 28, 29, 33, 36, 39, 49, 50, 58, 79, 84, 85, 88, 89, 94 PLD 136 Potensial zeta 79, 87, 90, 93, 94 presipitasi 22, 27, 28, 81 pressure drop 1, 2, 95, 111, 113
154
R Radiasi 4, 20, 22, 73, 74, 75, 116, 117, 132 reaktor nuklir 1, 7, 19, 22, 24, 82, 111, 116, 117, 118, 122 refrigerant 127, 128 Refrigerator 111, 127, 128 Reynolds 112, 113, 114 RVCS 2, 20, 105, 116, 131 S
scattering center 16, 17 screen printing 135 selfcombustion 38, 39 SEM 59, 60, 63, 65, 68, 69, 70 solgel 12, 13, 22, 24, 27, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 81, 121, 137, 139, 145 Spray pyrolysis 27, 41, 81, 139 Stoke 4, 92 Struktur Mikro 14, 16, 17, 18, 59 suspensi 1, 4, 29, 44, 87, 88, 89, 90, 91, 92, 93, 94 T Teknik Doping 14 TEM 10, 11, 70, 71, 72, 119, 120, 121, 125, 126 top-down 5, 27, 51 V Viskositas 4, 5, 79, 86, 90, 91, 92, 95, 96, 97, 98, 99, 100, 101, 105, 123 X XRD 34, 36, 55, 125, 126 XRF 73, 74, 75, 76
155