Ureum Darah (Serum) Posted by Riswanto on Wednesday, March 3, 2010 Labels: Tes Kimia Darah
Hampir seluruh ureum dibentuk di dalam hati, dari metabolisme protein (asam amino). Urea berdifusi bebas masuk ke dalam cairan intra sel dan ekstrasel. Zat ini dipekatkan dalam urin untuk diekskresikan. Pada keseimbangan nitrogen yang stabil, sekitar 25 gram urea diekskresikan setiap hari. Kadar dalam darah mencerminkan keseimbangan antara produksi dan ekskresi urea.
Ureum berasal dari penguraian protein, terutama yang berasal dari makanan. Pada orang sehat yang makanannya banyak mengandung protein, ureum biasanya berada di atas rentang normal. Kadar rendah biasanya tidak dianggap abnormal karena mencerminkan rendahnya protein dalam makanan atau ekspansi volume plasma. Namun, bila kadarnya sangat rendah bisa mengindikasikan penyakit hati berat. Kadar urea bertambah dengan bertambahnya usia, juga walaupun tanpa penyakit ginjal.
Prosedur
Untuk mengukur kadar ureum diperlukan sampel serum atau plasma heparin. Kumpulkan 3-5 ml darah vena pada tabung bertutup merah atau bertutup hijau (heparin), hindari hemolisis. Centrifus darah kemudian pisahkan serum/plasma-nya untuk diperiksa. Penderita dianjurkan untuk puasa terlebih dulu selama 8 jam sebelum pengambilan sampel darah untuk mengurangi pengaruh diet terhadap hasil laboratorium.
Kadar ureum (BUN) diukur dengan metode kolorimetri menggunakan fotometer atau analyzer kimiawi. Pengukuran berdasarkan atas reaksi enzimatik dengan diasetil monoksim yang memanfaatkan enzim urease yang sangat spesifik terhadap urea. Konsentrasi urea umumnya dinyatakan sebagai kandungan nitrogen molekul, yaitu nitrogen urea darah (blood urea nitrogen, BUN). Namun di beberapa negara, konsentrasi ureum dinyatakan sebagai berat urea total. Nitrogen menyumbang 28/60 dari berat total urea, sehingga konsentrasi urea dapat dihitung dengan mengalikan konsentrasi BUN dengan 60/28 atau 2,14.
Nilai Rujukan
Dewasa : 5 – 25 mg/dl Anak-anak : 5 – 20 mg/dl Bayi : 5 – 15 mg/dl Lanjut usia : kadar sedikit lebih tinggi daripada dewasa.
Masalah Klinis
1. Peningkatan Kadar
Peningkatan kadar urea disebut uremia. Azotemia mengacu pada peningkatan semua senyawa nitrogen berberat molekul rendah (urea, kreatinin, asam urat) pada gagal ginjal. Penyebab uremia dibagi menjadi tiga, yaitu penyebab prarenal, renal, dan pascarenal. Uremia prarenal terjadi karena gagalnya mekanisme yang bekerja sebelum filtrasi oleh glomerulus. Mekanisme tersebut meliputi : 1) penurunan aliran darah ke ginjal seperti pada syok, kehilangan darah, dan dehidrasi; 2) peningkatan katabolisme protein seperti pada perdarahan gastrointestinal disertai pencernaan hemoglobin dan penyerapannya sebagai protein dalam makanan, perdarahan ke dalam jaringan lunak atau rongga tubuh, hemolisis, leukemia (pelepasan protein leukosit), cedera fisik berat, luka bakar, demam,.
Uremia renal terjadi akibat gagal ginjal (penyebab tersering) yang menyebabkan gangguan ekskresi urea. Gagal ginjal akut dapat disebabkan oleh glomerulonefritis, hipertensi maligna, obat atau logam nefrotoksik, nekrosis korteks ginjal. Gagal ginjal kronis disebabkan oleh glomerulonefritis, pielonefritis, diabetes mellitus, arteriosklerosis, amiloidosis, penyakit tubulus ginjal, penyakit kolagen-vaskular.
Uremia pascarenal terjadi akibat obstruksi saluran kemih di bagian bawah ureter, kandung kemih, atau urethra yang menghambat ekskresi urin. Obstruksi ureter bisa oleh batu, tumor, peradangan, atau
kesalahan pembedahan. Obstruksi leher kandung kemih atau uretra bisa oleh prostat, batu, tumor, atau peradangan. Urea yang tertahan di urin dapat berdifusi masuk kembali ke dalam darah.
Beberapa jenis obat dapat mempengaruhi peningkatan urea, seperti : obat nefrotoksik; diuretic (hidroklorotiazid, asam etakrinat, furosemid, triamteren); antibiotic (basitrasin, sefaloridin (dosis besar), gentamisin, kanamisin, kloramfenikol, metisilin, neomisin, vankomisin); obat antihipertensi (metildopa, guanetidin); sulfonamide; propanolol, morfin; litium karbonat; salisilat. Sedangkan obat yang dapat menurunkan kadar urea misalnya fenotiazin.
2. Penurunan Kadar
Penurunan kadar urea sering dijumpai pada penyakit hati yang berat. Pada nekrosis hepatik akut, sering urea rendah asam-asam amino tidak dapat dimetabolisme lebih lanjut. Pada sirosis hepatis, terjadipengurangan sintesis dan sebagian karena retensi air oleh sekresi hormone antidiuretik yang tidak semestinya.
Pada karsinoma payudara yang sedang dalam pengobatan dengan androgen yang intensif, kadar urea rendah karena kecepatan anabolisme protein yang tinggi. Pada akhir kehamilan, kadar urea kadangkadang terlihat menurun, ini bisa karena peningkatan filtrasi glomerulus, diversi nitrogen ke fetus, atau karena retensi air. Penurunan kadar urea juga dijumpai pada malnutrisi protein jangka panjang. Penggantian kehilangan darah jangka panjang, dekstran, glukosa, atu saline intravena, bisa menurunkan kadar urea akibat pengenceran.
Untuk menilai fungsi ginjal, permintaan pemeriksaan BUN hampir selalu disatukan dengan kreatinin (dengan darah yang sama). Rasio BUN terhadap kreatinin merupakan suatu indeks yang baik untuk membedakan antara berbagai kemungkinan penyebab uremia. Rasio BUN/kreatinin biasanya berada pada rentang 12-20. Peningkatan kadar BUN dengan kreatinin yang normal mengindikasikan bahwa penyebab uremia adalah nonrenal (prarenal). Peningkatan BUN lebih pesat daripada kreatinin menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Pada dialysis atau transplantasi ginjal yang berhasil, urea turun lebih cepat daripada kreatinin. Pada gangguan ginjal jangka panjang yang paranh, kadar yrea terus meningkat, sedangkan kadar kreatinin cenderung mendatar, mungkin akibat akskresi melalui saluran cerna.
Rasio BUN/kreatinin rendah (<12)>20) dengan kreatinin normal dijumpai pada uremia prarenal, diet tinggi protein, perdarahan saluran cerna, keadaan katabolik. Rasio BUN/kreatinin tinggi (>20) dengan kreatinin tinggi dijumpai pada azotemia prarenal dengan penyakit ginjal, gagal ginjal, azotemia pascarenal.
Faktor yang Dapat Mempengaruhi Temuan Laboratorium
Status dehidrasi dari penderita harus diketahui. Pemberian cairan yang berlebihan dapat menyebabkan kadar BUN rendah palsu, dan sebaliknya, dehidrasi dapat memberikan temuan kadar tinggi palsu.
Diet rendah protein dan tinggi karbohidrat dapat menurunkan kadar ureum. Sebaliknya, diet tinggi protein dapat meningkatkan kadar ureum, kecuali bila penderita banyak minum.
Pengaruh obat (misal antibiotik, diuretik, antihipertensif) dapat meningkatkan kadar BUN http://labkesehatan.blogspot.com/2010/03/ureum-darah-serum.html TOTAL PROTEIN I. PEMERIKSAAN TOTAL PROTEIN II. TANGGAL PRAKTIKUM Selasa, 8 Juni 2010 III. TUJUAN 1. Mahasiswa akan dapat mengetahui dan menjelaskan manfaat pemeriksaan Total Protein, Albumin, dan Globulin untuk menegakkan diagnose penyakit. 2. Mahasiswa akan dapat mengukur kadar Total Protein dengan cara Biuret, Albumin dengan cara BCB dan cara menghitung kadar Globulin. 3. Mahasiswa akan dapat menyimpulkan hasil pemeriksaan Total Protein, Albumin, dan Globulin pada saat praktikum setelah membandingkannya dengan nilai normal dan dikaitkan dengan diagnosa penyakit
IV. DASAR TEORI Protein tersusun dari asam amino yang berkaitan satu sama laindengan ikatan peptida
R
Tiga perempat zat padat dari tubuh adalah protein dengan fungsi yang berbeda-beda. Sebagian besar adalah : protein jaringan/structural, protein kontraktil dan nucleoprotein. Protein yang diperiksa dalam laboratorium terdapat dalam: darah, urin, saliva, cairan pleural, peritoneal, dan feses. Pada praktikum ini yang dibahas terutama protein plasma.
Protein plasma yang beredar terdiri atas : 1. Albumin, kadar normal 3,4 - 4,7 g/dl 2. Globulin 3. Fibrinogen 4. Terdapat sejumlah kecil dalam : enzim, protein structural, dan metabolic ( hormone dan protein transfer).
Fungsi Protein Plasma : 1. Keseimbangan osmotic Hipoalbumin menyebabkan tekanan osmotic plasma menurun sehingga kapiler tidak mampu melawan tekanan hidrostatik sehingga timbul edem ( cairan darah menuju ke jaringan interstitial).
2. Pembentukan dan nutrisi jaringan Enzym, hormone, pembekuan darah ( fibrinogen, AT III) dan jaringan tubuh. 3. Transportasi Umum yaitu Albumin Khusus : Hormon Prealbumin Vitamin Prealbumin Lipid Lipoprotein Co Ceruloplasmin Hb Haptoglobin Heme Hemopexin Fe Transferin 4. Daya tahan tubuh Antibodi dan komplemen
Perubahan Protein Plasma :
Dijumpai pada dehidrasi terjadi hemokonsentrasi protein plasma.
Dijumpai pada malnutrisi, malabsorbsi, hepatitis akut, penyakit hati menahun, dll. Pemeriksaan protein plasma berkisar pada pemeriksaan total protein serum, albumin dan globulin. METODE : Metode Biuret.
V. PRINSIP KERJA
Dilakukan pemeriksaan kuantitatif dengan spektrofotometri. Reaksi berwarna antar tembaga alkali dengan rantai peptide CO – NH akan menghasilkan warna ungu.
VI. ALAT DAN BAHAN Alat
60μl dan 1000μl
Bahan
VII. CARA KERJA 1. Disiapkan 3 buah tabung reaksi seukuran 5 ml, masing-masing diberi label untuk reagen Blanko (RB), Reagen Standard (STD) dan Sampel (SPL) berupa serum darah. 2. Tabung RB diberi 3.000μl Reagen biuret. 3. Tabung STD diberi 60μl Reagen Standard Protein dan ditambah dengan 3.000μl Reagen Biuret, dicampur supaya homogen. 4. Tabung SPL diberi 60μl Sampel (serum) dan 3.000μl Reagen Biuret , dicampur supaya homogen. 5. Selanjutnya masing-masing diinkubasi selama 10 menit pada temperature kamar. 6. Diukur absorbs (∆A) dari STD dan SPL terhadap RB dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 546 nm. 7. Batas linearitas alat adalah 12 g/dl. Apabila didapatkan diatas angka tersebut, serum harus diencerkan dengan NaCl 1+1, hasil dikalikan 2.
Pengukuran terhadap Blanko reagen
RB STD SPL Sample (μl) - - 60 Standard (STD) - 60 Reagen (μl) 3000 3000 3000 Campur, inkubasi 10 menit (20-250C). ukur Abs (∆A), standar A( STD) dan sample A (SPL) terhadap blanko reagen (RB) dalam 10 menit.
PERHITUNGAN Kadar Total Protein (g/dl)= ∆A SPL x 8 g/dl ∆A STD
LINIERITAS Batas linieritas alat adalah 12 g/dl. Apabila didapatkan diatas angka tersebut, serum harus diencerkan dengan NaCl 1+1, hasil dikalikan 2.
NILAI NORMAL Bayi : 4.6- 7,0 g/dl 3 tahun s.d dewasa : 6,6-8,7 g/dl
VIII. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Aplikasi Klinis 1. Sindrom Nefrotik Merupakan suatu kondisi dimana terjadi perubahan fungsi ginjal yang bercirikan hipoproteinemia, oedema, hiperlipidemia, proteinuri, ascites dan penurunan keluaran urine. TANDA DAN GEJALA
Sebagai sebuah sindroma (kumpulan gejala), tanda / gejala penyakit sindroma nefrotik meliputi : - Proteinuria - Hipoalbuminemia - Hiperkolesterolemia/hiperlipidemia - Oedema Beberapa gejala yang mungkin muncul antara lain hematuria, azotemia dan hipertensi ringan. Proteinuria (85-95%) terjadi sejumlah 10 –15 gram/hari (dalam pemeriksaan Esbach) . Selama terjadi oedema biasanya BJ Urine meningkat. Mungkin juga terjadi penurunan faktor IX, Laju endap darah meningkat dan rendahnya kadar kalsium serta hiperglikemia. ETIOLOGI Penyebab umum penyakit tidak diketahui; akhir-akhir ini sering dianggap sebagi suatu bentuk penyakit autoimun. Jadi merupakan reaksi antigen-antibodi. Umumnya dibagi menjadi 4 kelompok : 1. Sindroma nefrotik bawaan 2. Sindroma nefrotik sekunder 3. Sindroma nefrotik idiopati 4. Glumerulosklerosis fokal segmental PATOFISIOLOGI Penyakit nefrotik sindoma biasanya menyerang pada anak-anak pra sekolah. Hingga saat sebab pasti penyakit tidak ditemukan, tetapi berdasarkan klinis dan onset gejala yang muncul dapat terbagi menjadi sindroma nefrotik bawaan yang biasanya jarang terjadi; Bentuk idiopati yang tidak jelas penyebabnya maupun sekunder dari penyakit lainnya yang dapat ditentukan faktor predisposisinya; seperti pada penyakit malaria kuartana, Lupus Eritematous Diseminata, Purpura Anafilaktoid, Grumeluronefritis (akut/kronis) atau sebagai reaksi terhadap hipersensitifitas (terhadap obat). Nefrotik sindroma idiopatik yang sering juga disebut Minimal Change Nefrotic Syndrome (MCNS) merupakan bentuk penyakit yang paling umum (90%). Patogenesis penyakit ini tidak diketahui, tetapi adanya perubahan pada membran glumerolus menyebabkan peningkatan permeabilitas, yang memungkinkan protein (terutama albumin) keluar
melalui urine (albuminuria). Perpindahan protein keluar sistem vaskular menyebabkan cairan plasma pindah ke ruang interstitisel, yang menghasilkan oedema dan hipovolemia. Penurunan volume vaskuler menstimulasi sistem renin angiotensin, yang memungkinkan sekresi aldosteron dan hormon antidiuretik (ADH). Aldosteron merangsang peninkatan reabsorbsi tubulus distal terhadap Natrium dan Air, yang menyebabkan bertambahnya oedema. Hiperlipidemia dapat terjadi karena lipoprotein memiliki molekul yang lebih berat dibandingkan albumin sehingga tidak akan hilang dalam urine. 2. Proteinuria Merupakan protein yang terdapat di dalam air kemih. PATOFISIOLOGI Proteinuria disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein akibat kerusakan glomerulus. Dalam keadaan normal membran basal glomerulus (MBG) mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan yang kedua berdasarkan muatan listrik (charge barrier). Pada SN kedua mekanisme penghalang tersebut ikut terganggu. Selain itu konfigurasi molekul protein juga menentukan lolos tidaknya protein melalui MBG. Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan ukuran molekul protein yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif apabila yang keluar terdiri dari molekul kecil misalnya albumin. Sedangkan non-selektif apabila protein yang keluar terdiri dari molekul besar seperti imunoglobulin. Selektivitas proteinuria ditentukan oleh keutuhan struktur MBG. Pada SN yang disebabkan oleh GNLM ditemukan proteinuria selektif. Pemeriksaan mikroskop elektron memperlihatkan fusi foot processus sel epitel viseral glomerulus dan terlepasnya sel dari struktur MBG. Berkurangnya kandungan heparan sulfat proteoglikan pada GNLM menyebabkan muatan negative MBG menurun dan albumin dapat lolos ke dalam urin. Pada GSFS, peningkatan permeabilitas MBG disebabkan oleh suatu faktor yang ikut dalam sirkulasi. Faktor tersebut menyebabkan sel epitel viseral glomerulus terlepas dari MBG sehingga permeabilitasnya meningkat. Pada GNMN kerusakan struktur MBG terjadi akibat endapan komplek imun di sub-epitel. Komplek C5b-9 yang terbentuk pada GNMN akan meningkatkan pemeabilitas MBG, walaupun mekanisme yang pasti belum diketahui. 3. Hipoalbumin Hipoalbumin dapat disebabkan oleh penurunan produksi albumin, sintesis yag tidak efektif karena kerusakan sel hati, kekurangan intake protein, peningkatan pengeluaran albumin karena penyakit lainnya, dan inflamasi akut maupun kronis.
a. Malnutrisi protein Asam amino diperlukan dalam sintesa albumin, akibat dari defesiensi intake protein terjadi kerusakan pada reticulum endoplasma sel yang berpengaruh pada sintesis albumin dalan sel hati b. Sintesis yang tidak efektif Pada pasien deng sirosis hepatis terjadi penurunan sintesis albumin karena berkurangnya jumlah sel hati. Selain itu terjadi penuruanan aliran darah portal ke hati yang menyebabkan maldistribusi nutrisi dan oksigen ke hati c. Kehilangan protein ekstravaskular Kehilangan protein masiv pada penderita sindrom nefrotik. Darat terjadi kebocoran protein 3,5 gram dalam 24 jam. Kehilanan albumin juga dapat terjadi pasien dengan luka bakar yang luas. d. Hemodilusi Pada pasien ascites, terjadi peningkatan cairan tubuh mengakibatkan penurunan kadar albumin walaupun sintesis albumin normal atau meningkat. Bisanya terjadi pada pasien sirosis hepatis dengan ascites e. Inflamasi akut dan kronis Kadar albumin rendah karena inflamasi akut dan akan menjadi normal dalam beberapa minggu setelah inflamasi hilang. Pada inflamasi terjadi pelepasan cytokine (TBF, IL-6) sebagai akibat respos inflamasi pada stress fisiologis (infeksi, bedah, trauma) mengakibatkan penurunan kadar albumin melalui mekanisme berikut: 1. Peningkatan permeabilitas vascular (mengijinkan albumin untuk berdifusi ke ruang ekstravaskular) 2. Peningkatan degradasi albumin 3. Penurunan sintesis albumin (TNF yang berperan dalam penuruanan trankripsi gen albumin).
B. Percobaan Untuk pemeriksaan protein 2 ml dari darah Nurul Hidayat. Hasil pemeriksaan 5,3 g/dl, kadar tersebut tidak normal karena kadar normal total protein 6,6-8,7 g/dl. Hal tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh factor : 1. Malnutrisi protein atau kekurangan intake protein. 2. Kebiasaan pola hidup yang tidak sehat.
PERTANYAAN 1. Jelaskan mengapa pada penyakit sindroma nefrotik terjadi hipoalbumin! Pada penyakit sindroma nefrotik terjadi hipoalbumin karena kehilangan protein ekstravaskular dan adanya perubahan pada membran glumerolus menyebabkan peningkatan permeabilitas, yang memungkinkan protein (terutama albumin) keluar melalui urine. Perpindahan protein keluar sistem vaskular menyebabkan cairan plasma pindah ke ruang interstitisel, Kehilangan protein masiv pada penderita sindrom nefrotik. Darah terjadi kebocoran protein 3,5 gram dalam 24 jam. 2. Jelaskan mengapa pada penyakit sirosis hepatis terjadi hipoalbumin! Pada penyakit sirosis hepatis terjadi hipoalbumin karena terdapat sintesis yang tidak efektif. Pada pasien dengan sirosis hepatis terjadi penurunan sintesis albumin karena berkurangnya jumlah sel hati. Selain itu terjadi penuruanan aliran darah portal ke hati yang menyebabkan maldistribusi nutrisi dan oksigen ke hati. IX. KESIMPULAN Berdasarkan hasil percobaan diatas, kami dapat menyimpulkan : 1. Jumlah kadar normal protein mempengaruhi kesehatan manusia. Semakin sedikit atau lebih kadar normal total protein semakin banyak penyakit yang ditimbulkan. 2. Jumlah kadar total protein normal dipengaruhi oleh factor antara lain malnutrisi protein atau kekurangan intake protein dan kebiasaan pola hidup tidak sehat. 3. Manfaat pemeriksaan Total Protein, Albumin, dan Globulin sangat penting untuk menegakkan diagnose penyakit.
X. DAFTAR PUSTAKA http://www.scribd.com/doc/26656474/Label-Perkuliahan-a-PENGERTIAN-Merupakan-SuatuKondisi.htm http://reyniteen.blogspot.com/2010/09/total-protein.html
Protein Serum Posted by Riswanto on Wednesday, December 23, 2009 Labels: Tes Kimia Darah
Protein adalah suatu makromolekul yang tersusun atas molekul-molekul asam amino yang berhubungan satu dengan yang lain melalui suatu ikatan yang dinamakan ikatan peptida. Sejumlah besar asam amino dapat membentuk suatu senyawa protein yang memiliki banyak ikatan peptida, karena itu dinamakan polipeptida. Secara umum protein berfungsi dalam sistem komplemen, sumber nutrisi, bagian sistem buffer plasma, dan mempertahankan keseimbangan cairan intra dan ekstraseluler. Berbagai protein plasma terdapat sebagai antibodi, hormon, enzim, faktor koagulasi, dan transport substansi khusus.
Protein-protein kebanyakan disintesis di hati. Hepatosit-hepatosit mensintesis fibrinogen, albumin, dan 60 – 80 % dari bermacam-macam protein yang memiliki ciri globulin. Globulin-globulin yang tersisa adalah imunoglobulin (antibodi) yang dibuat oleh sistem limforetikuler. Penetapan kadar protein dalam serum biasanya mengukur protein total, dan albumin atau globulin. Ada satu cara mudah untuk menetapkan kadar protein total, yaitu berdasarkan pembiasan cahaya oleh protein yang larut dalam serum. Penetapan ini sebenarnya mengukur nitrogen karena protein berisi asam amino dan asam amino berisi nitrogen. Total protein terdiri atas albumin (60%) dan globulin (40%). Bahan pemeriksaan yang digunakan untuk pemeriksaan total protein adalah serum. Bila menggunakan bahan pemeriksaan plasma, kadar total protein akan menjadi lebih tinggi 3 – 5 % karena pengaruh fibrinogen dalam plasma. Cara yang paling sederhana dalam penetapan protein adalah dengan refraktometer (dipegang dengan tangan) yang menghitung protein dalam larutan berdasarkan perubahan indeks refraksi yang disebabkan oleh molekul-molekul protein dalam larutan. Indeks refraksi mudah dilakukan dan tidak memerlukan reagen lain, tetapi dapat terganggu oleh adanya hiperlipidemia, peningkatan bilirubin, atau
hemolisis. Saat ini, pengukuran protein telah banyak menggunakan analyzer kimiawi otomatis. Pengukuran kadar menggunakan prinsip penyerapan (absorbance) molekul zat warna. Protein total biasanya diukur dengan reagen Biuret dan tembaga sulfat basa. Penyerapan dipantau secara spektrofotometri pada λ 545 nm. Albumin sering dikuantifikasi sendiri. Sedangkan globulin dihitung dari selisih kadar antara protein total dan albumin yang diukur. Albumin dapat meningkatkan tekanan osmotik yang penting untuk mempertahankan cairan vaskular. Penurunan albumin serum dapat menyebabkan cairan berpindah dari dalam pembuluh darah menuju jaringan sehingga terjadi edema. Rasio A/g merupakan perhitungan terhadap distribusi fraksi dua protein yang penting, yaitu albumin dan globulin. Nilai rujukan A/G adalah > 1.0. Nilai rasio yang tinggi dinyatakan tidak signifikan, sedangkan rasio yang rendah ditemukan pada penyakit hati dan ginjal. Perhitungan elektroforesis merupakan perhitungan yang lebih akurat dan sudah menggantikan cara perhitungan rasio A/G.
Nilai Rujukan
DEWASA : protein total : 6.0 - 8.0 g/dl; albumin : 3.5 - 5.0 g/dl
ANAK : protein total : 6.2 - 8.0 g/dl; albumin : 4.0 - 5.8 g/dl
BAYI : protein total : 6.0 - 6.7 g/dl; albumin : 4.4 - 5.4 g/dl
NEONATUS : protein total : 4.6 - 7.4 g/dl; albumin : 2.9 - 5.4 g/dl
Masalah Klinis
Protein total o
PENURUNAN KADAR : malnutrisi berkepanjangan, kelaparan, diet rendah protein, sindrom
malabsorbsi, kanker gastrointestinal, kolitis ulseratif, penyakit Hodgkin, penyakit hati yang berat, gagal ginjal kronis, luka bakar yang parah, intoksikasi air. o PENINGKATAN KADAR : dehidrasi (hemokonsentrasi), muntah, diare, mieloma multipel, sindrom gawat pernapasan, sarkoidosis. Albumin o PENURUNAN KADAR : sirosis hati, gagal ginjal akut, luka bakar yang parah, malnutrisi berat, preeklampsia, gangguan ginjal, malignansi tertentu, kolitis ulseratif, enteropati kehilangan protein, malabsorbsi. Pengaruh obat : penisilin, sulfonamid, aspirin, asam askorbat.
o
PENINGKATAN KADAR : dehidrasi, muntah yang parah, diare berat. Pengaruh obat :
heparin.
Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
Diet tinggi lemak sebelum dilakukan pemeriksaan. Sampel darah hemolisis.
http://labkesehatan.blogspot.com/2009/12/protein-serum.html
4.kadar normal kreatinin serum pada wanita dewasa adalah 0.6 – 1.1 mg/dl, kadar normal dalam urine 9 – 18 mmol/24 jam.Sedangkan kadar normal ureum serum adalah 20 – 40 mg/dl, kadar normal dalamurine 20 – 35 gr/24 jam.5.Makna dari pemeriksaan ureum dan kreatinin yang dilakukan adalah terjadikenaikan konsentrasi ureum dan kreatinin dalam serum. Peningkatan kadar ureumdan kreatinin atau azotemia disebabkan oleh penurunan GFR sehingga terjadiretensi dari beberapa toksin azotemia termasuk urea dan kreatinin.