Penelitian adalah bertujuan untuk mencari sebuah pengetahuan yang benar akan suatu masalah. Pengetahuan diperoleh dari fakta, konsep, generalisasi, dan teori yang didapatkan dari sebuah fenomena dalam menghadapi pemecahan suatu masalah. Ketika sebuah penelitian dilakukan dalam memcahkan sebuah masalah maka diperlukan berbagai sumber literature dan pengujian dalam mengambil sebuah jawaban akan solusi masalah tersebut.
Dalam bab Kajian Teori yang memuat atas esensi hasil literature yaitu teori-teori, dimana teori tersebut disusun sebagai arahan untuk penulis dalam menjawab sebuah masalah. Maka dari itu, uraian teori diutarakan oleh penulis dengan jelas baik secara kutipan langsung atau tidak langsung tanpa mengurangi makna dari teori tersebut. Teori merupakan salah satu konsep dari penelitian social. Secara khusus teori adalah seperangkat konsep/ konstruk, definisi, dan preposisi yang berusaha menjelaskan hubungan sistematis suatu fenomena, dengan cara memerinci hubungan sebab akibat yang terjadi (Ziauddin;1996). Sehingga dapat dikatakan bahwa teori merupakan suatu kerangka kerja untuk mengatur pengetahuan dan menyediakan cetak biru untuk melakukan tindakan selanjutnya.
Kegunaan dari sebuah fungsi teori dalam penelitian secara umum mempunyai tiga fungsi yaitu :
Untuk menjelaskan yang digunakan untuk memperjelas dan mempertajam ruang lingkup atay konstruk variable yang akan diteliti
Untuk meramalkan yang digunakan untuk memprediksi, memandu serta menemukan fakta untuk merumuskan hipotesis dan menyusun instrument penelitian, karena pada dasarnya hipotesis bersifat prediktif
Untuk pengendalian yang digunakan membahas hasil penelitian, sehingga selanjutnya memberikan saran sebagai pemecahan dari masalah.
Menurut Snelbecker (), ada tiga kegunaan dalam penelitian yaitu :
Pensistematisan temuan-temuan penelitian
Mendorong penyusunan hipotesis dan dengan hipotesis mendorong dalam mencari jawaban serta membuat ramalan atas dasar temuan
Penyaji penjelasan dalam menjawab pertanyaan
Perbedaan kegunaan sebuah teori dalam penelitian kuantitatif dan kualitatif terletak pada memandang sebuah permasalahan. Jika pada kuantitaif teori berguna untuk sebagai dasar penelitian untuk diuji. Sebaliknya jika pada penelitian kualitatif teori bertujuan untuk mengembangkan teori yang ada yang berasal dari fenomena yang terjadi pada lapangan. Sehingga dala penelitian kualitatif teori sebagai bahan pisau analisis untuk memahami persoalan yang akan diteliti.
Pada penelitian kualitatif tidak terlepas dari paradigm yang menjadi bagian dari kualitatif. Paradigma sendiri merupakan kerangka filosofi yang akan digunakan dalam penelitian. Paradigma penelitian merupakan kacamata yang digunakan peneliti dalam mengkaji permasalahan yang akan diteliti. Denzin dan Lincoln (1994) menggolongkan menjadi empat sub paradigm, yakni :
Positivistik dan pos positivis
Konstruktivis – interpretif
Critical
Feminis postruktural
Paradigma dalam penelitian menggambarkan sebuah pilihan atau kepercayaan yang mendasari dalam proses pembuatan penelitian (Guba, 1990). Paradigma penelitian menentukan masalah yang ingin dianlisis dan tipe penjelasan yang akan diterima (Kuhn,1970). Sehingga paradigma penelitian adalah hal yang mendasari dan berimplikasi terhadap penlitian metodologi dan metode pengumpulan dan analisa data. Terdapat tiga sub paradigma utama yaitu positivis, interpretif, dan critical.
Pada paradigm positivis yaitu menggunakan pendekatan yang diadopsi dari ilmu alam yang menekankan pada kombinasi angka dan logika deduktif dan penggunaan alat-alat kuantitatif dan mengintepretasikan fenomena secara objektif. Pada penelitian positivis, peneliti mencoba mengembangka teori berdasarkan pendekatan deduktif diawali pada review literature dan mengoperasionalkan dalam penelitian. Hipotesis kemudian dikembangkan dan diuji menggunakan analisis statistic.
Paradigma yang kedua adalah paradigm interpretif yang menekankan pada intepretasi dan pemahaman ilmu social. Penelitian ini berfokus pada sifat subjektif dari kejadian social dan berusaha memahaminya dari kerangka berpikir objektif. Tujuan dari paradigm ini adalah menganalisis realita social dan bagaimana realita social terbentuk. Penelitian ini tidak menekankan pada tingkat objektifitas, tapi mengakui bahwa perlu pemahaman yang mendalam, maka tingkat subjektivitas dari pelaku harus digali sedalam mungkin.
Paradigma yang ketiga adalah paradigm kritis. Pendekatan ini bertujuan untuk memperjuangkan ide peneliti dengan target bahwa membawa perubahan substansial pada masyarakat. Penelitian bukan lagi menghasilkan karya tulis ilmiah netral, namun lebih bersifat alat untu mengubah institusional social, cara berpikir dan perilaku masyarakat kearah yang diyakini peneliti. Pada paradigm ini, perlu memahami suatu fenomena berdasarkan fakta lapangan dengan dilengkapi analisis dan pendapat berdasarkan peribadi peneliti didukungn dengan argumentasi yang memadai.
SALING PERAN ANTARA BUDGETING, DINAMIKA LINGKUNGAN BISNIS, DAN KONFLIK INTERNAL: STUDI INTERPRETIF
Sujoko Efferin dan Arthur Handrian
Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Surabaya
Abstract
Business has various interesting problems for academic research. Professionals needs to have reliable planning and control activities to ensure the achievement of organisational objectives. However, the dynamics of business environment also plays a significant role in determining the success or failure of the implementation of the planning and control. When organisation fails to achieve what has been planned due to environmental changes, internal conflicts are often unavoidable. This interpretive study examines the interplay between Budgeting, environmental dynamics and organisational conflicts to enrich the current literatures of Budgeting in Indonesian context. Keywords: budgeting, lingkungan bisnis, konflik, pengendalian
Stories of the Storytelling Organization: A Postmodern Analysis of Disney As "Tamara-Land"
David M. Boje
ACAD MANAGE J August 1, 1995 vol. 38 no. 4 997-1035
My purpose is to theorize Walt Disney enterprises as a storytelling organization in which an active-reactive interplay of premodern, modern, and postmodern discourses occurs. A postmodern analysis of these multiple discourses reveals the marginalized voices and excluded stories of a darker side of the Disney legend. Tamara, a play that is also a discursive metaphor, is used to demonstrate a plurivocal (multiple story interpretation) theory of competing organizational discourses. Subsequent sections address storytelling organizational theory, analyses of official accounts of Disney enterprises, and less well known, even contrary, accounts. The article concludes with implications for postmodern theory and future storytelling research projects.
Accounting for Teamwork: A Critical Study of Group-Based Systems of Organizational Control
Mahmoud Ezzamel and Hugh Willmott
Administrative Science Quarterly
Vol. 43, No. 2, Special Issue: Critical Perspectives on Organizational Control (Jun., 1998), pp. 358-396
Abstract
This paper examines the role of accounting calculations in the process of reorganizing the manufacturing capabilities of a vertically integrated global retailing company. In contrast to mainstream analyses that emphasize the novelty and mutual benefits of teamwork, we show how its introduction to replace line work extended rather than supplanted traditional, hierarchical systems of management control. Management's intention was to engender a self-managing means of continuous improvement of working practices, but the self-managing demands of teamwork contravened workers' established sense of self-identity as "machinists" and "mates." Output was raised by changing to a group bonus system, but the move to teamwork had the unintended effect of fermenting hostility toward the managerial goal of making the teams fully self-managing.